40% 4000 28.32% 26.10% - djppr.kemenkeu.go.id · yang cukup berat akibat kondisi krisis utang di...
TRANSCRIPT
LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN
RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2011
A. UMUM
Pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah pada tahun 2011 mendapat tantangan
yang cukup berat akibat kondisi krisis utang di Eropa dan kondisi perekonomian negara
maju yang belum pulih sepenuhnya akibat krisis tahun 2008 dan terancam kembali
mengalami resesi. Pengaruh kondisi perekonomian dunia tersebut masih dapat
diminimalisir sehingga tidak mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia secara
signifikan.
Sepanjang tahun 2011, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang positif,
diindikasikan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 6,5%, lebih tinggi
dari tahun 2010 yang sebesar 6,1%. Secara umum pertumbuhan ekonomi Indonesia
sepanjang 2011 dipengaruhi secara signifikan oleh variabel konsumsi rumah tangga
(54,6%), investasi (32,0%), dan net ekspor(1,4%). Adapun realisasi belanja Pemerintah
memberikan kontribusi sekitar 9,0%.
Kondisi perekonomian domestik yang stabil di tengah ketidakpastian perekonomian dunia
menyebabkan pasar keuangan domestik menjadi sasaran investor asing untuk
menanamkan modalnya. Capital inflow ini menyebabkan naiknya kepemilikan asing atas
Surat Berharga Negara (SBN) hingga mencapai 35% (dari outstanding SBN tradable) pada
Juli 2011 serta meningkatnya volume transaksi perdagangan SBN di Pasar Sekunder.
Rasio utang Pemerintah tahun 2011 semakin
menurun sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan terkendalinya
jumlah pertambahan utang pada tingkat
yang sustainable. Rasio utang terhadap PDB
mencapai 24,28% yang merupakan rasio
terendah sejak sebelum krisis ekonomi 1997-
1998.
Kondisi fundamental ekonomi yang baik serta
rendahnya rasio utang terhadap PDB
direspon oleh lembaga pemeringkat Fitch’s dengan menaikkan rating Indonesia menjadi
level investment grade (BBB-) pada Desember 2011. Hal ini menunjukan Indonesia menjadi
tempat yang aman bagi investasi untuk menanamkan modalnya.
Grafik 1 Perkembangan Rasio Utang terhadap PDB
28.32% 26.10% 24.28%33.04%35.11%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2007 2008 2009 2010 2011
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000(Triliun IDR)
Total Utang (rhs) PDB (rhs)
Rasio Utang Terhadap PDB
Sumber: DJPU dan BPS
2
B. KONDISI PEREKONOMIAN GLOBAL
Sepanjang tahun 2011 kondisi perkonomian
dunia yang belum sepenuhnya pulih dari
krisis keuangan global terancam kembali
mengalami krisis ekonomi susulan (double dip
recession). Hal tersebut disebabkan
permasalahan utang di zona Eropa, krisis
sektor perumahan di Amerika Serikat dan
adanya bencana tsunami Jepang. Sementara
negara-negara emerging market mengalami
problem tingginya inflasi khususnya China
dan India. Apabila melihat kondisi emerging
market, maka pertumbuhan ekonomi masih
tetap pada tingkat yang cukup tinggi.
Untuk mengatasi kelesuan perekonomian,
Bank sentral negara-negara maju yang
dipelopori oleh Federal Reserve melakukan
kebijakan pelonggaran moneter dengan
menurunkan suku bunga ke tingkat terendah
ditambah kebijakan menambah jumlah uang
beredar (quantitative easing) melalui
pembelian surat berharga pemerintah maupun mortgage. Kebijakan federal reserve diikuti
oleh Zona Eropa dan Jepang.
Selama tahun 2011 kondisi yang paling mengkhawatirkan perekonomian dunia adalah krisis
utang pemerintah di Eropa. Krisis utang yang bermula dari negara-negara PIIGS (Portugal,
Irlandia, Italia, Yunani, Spanyol) mengancam keseluruhan Zona Euro akibat persepsi
investor akan kerapuhan seluruh sistem currency Euro. Krisis utang tersebut memperparah
kondisi ekonomi negara-negara zona Euro akibat meningkatnya yield dan level utang yang
memaksa negara-negara tersebut mengambil kebijakan penghematan fiskal (austerity
measures).
Salah satu dampak krisis utang Eropa adalah ancaman krisis sistemik perbankan dunia
khususnya yang memiliki eksposur aset negara-negara yang bermasalah. Sebagai dampak
hal tersebut, perbankan Eropa harus memperkuat rasio modal terhadap aset mereka
melalui pengurangan jumlah kredit atau menambah modal. Akibat langkah perbankan
Eropa tersebut, menyebabkan keringnya likuiditas di pasar Eropa maupun di Asia sebagai
dampak pengurangan pemberian kredit di pasar sindikasi. Untuk mengatasi hal tersebut,
European Centre Bank (ECB) mengadakan fasilitas pinjaman berbunga murah untuk
membantu perbankan dan menambah likuiditas pasar sekuritas Eropa.
0
2
4
6
8
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
( %)
BI Rate FED Target RateECB Base Rate BOJ Rate
Grafik 2 Pertumbuhan Ekonomi
Global
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
Grafik 3 Central Bank
Rate
-6
-3
0
3
6
9
12
2007 2008 2009 2010 2011 2012
(%)
BRIC US Euro Zone Indonesia
3
Dampak dari memburuknya krisis di zona
Eropa tersebut, terutama pada kuartal IV
2011 terjadi perpindahan aset dari negara-
negara emerging ke aset negara-negara safe
haven currency. Hal tersebut menyebabkan
yield T-Bill 3m turun hingga mendekati nol,
sedangkan adanya kekhawatiran untuk
memberikan pinjaman antar bank,
meningkatkan tingkat bunga LIBOR. Dapat
dilihat pada grafik 4, pada semester I 2011
TED Spread masih berada pada kisaran 20
basis points (bps) namun pada kuartal IV
sudah mencapai kisaran 60 bps.
Di tengah krisis yang terjadi di Zona Eropa
dan masih lesunya perekonomian Amerika
Serikat, perekonomian China dan negara-
negara emerging lainnya masih tumbuh
cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan
harga minyak tetap tinggi yang didorong oleh
pertumbuhan permintaan dari negara-negara
emerging. Selain hal tersebut adanya
tambahan likuiditas dari kebijakan
quantitative easing menambah demand
terhadap emas yang berfungsi sebagai
instrumen lindung nilai terhadap krisis
maupun terhadap penurunan nilai uang.
C. KONDISI PASAR KEUANGAN DOMESTIK
Kondisi pasar keuangan domestik selama tahun 2011 sangat kondusif antara lain ditandai
turunnya tingkat bunga pasar, menguatnya nilai tukar rupiah, derasnya aliran investasi
asing baik di portofolio maupun sektor riil. Kondusifnya kondisi pasar keuangan disebabkan
baiknya kondisi fundamental ekonomi Indonesia di tengah kondisi ekonomi dunia yang
tidak menentu.
Tahun 2011 diwarnai oleh inflasi yang
menurun. Inflasi Indeks Harga Konsumen
(IHK) Desember 2011 mencapai 0,57% (mtm)
atau 3,79%(yoy). Penurunan inflasi
sepanjang tahun 2011 terjadi karena koreksi
inflasi volatile food prices dan minimalnya
inflasi administered prices, sementara inflasi
inti cenderung moderat.
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
0.0
0.2
0.4
0.6
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
(%)
0.0
0.2
0.4
0.6
(%)
Grafik 4 Perkembangan Indikator Likuiditas Pasar
TED Spread (Libor over T-bills 3m)
50
70
90
110
130
150
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
Minyak brent Emas (rhs)
Grafik 5 Perkembangan Harga Komoditas
Sumber: Bloomberg
Ket: Data berasal dari Bloomberg yang diolah kembali
2
4
6
8
10
12
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
(%)
2
4
6
8
10
12
(%)
Inflasi BI Rate SUN 10 yr
Grafik 6 Perkembangan BI rate, Inflasi dan Yield
SUN
4
8000
9000
10000
11000
12000
13000
14000
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
(Rupiah)
80
90
100
110
120
130
140
(Rupiah)
USD/IDR EUR/IDR JPY/IDR (rhs)
Dengan kondisi inflasi yang cenderung menurun pada tahun 2011 tersebut untuk menjaga
menjaga stabilitas keuangan serta mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi
global terhadap perekonomian Indonesia, maka Bank Indonesia melakukan penurunan BI
rate yaitu dari awal tahun 2011 pada level 6,75%, selanjutnya Oktober 2011 turun 6,5% dan
pada bulan November 2011 pada level 6,0%.
Sentimen negatif akibat gejolak pasar
keuangan global berdampak terhadap kinerja
pasar saham domestik walaupun
fundamental makroekonomi dan mikro
emiten cukup kuat. Gejolak di pasar
keuangan global tersebut mendorong aksi
portfolio adjustment oleh investor non
resident di pasar keuangan domestik yang
diikuti dengan melemahnya nilai tukar
sehingga menekan kinerja pasar saham
domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan yang cukup tajam
sebesar 8,7% ke level 3.549 pada 30 September 2011. Meskipun melemah cukup tajam,
namun dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, pelemahan tersebut masih relatif
lebih rendah.
Di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persespi resiko investor masih
akan mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging
termasuk Indonesia, baik dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) maupun investasi
portofolio. Di pasar obligasi negara, masuknya dana asing ke pasar SBN domestik telah
menyebabkan peningkatan kembali indeks SUN hingga level tertinggi.
Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 mengalami apresiasi meski pada semester II-2011
mengalami tekanan depresiasi akibat memburuknya sentimen terkait gejolak di pasar
keuangan global. Namun, pelemahan nilai
tukar rupiah tersebut masih sejalan dengan
pergerakan nilai tukar mata uang negara
kawasan. Tekanan terhadap rupiah antara
lain dipengaruhi oleh meningkatnya faktor
risiko global akibat kekhawatiran terhadap
prospek ekonomi dunia. Selain itu,
meningkatnya permintaan valas untuk
memenuhi pembayaran impor turut
menekan nilai tukar rupiah
Grafik 8 Perkembangan Kurs IDR Terhadap
Beberapa Mata Uang Utama
Sumber: Bloomberg
2000
3000
4000
5000
6000
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
point
60
80
100
120
140
point
IHSG IDMA Bond Price Index -rhs
`
Grafik 7 Pergerakan Indeks Harga SUN domestik
dan IHSG
Sumber: Bloomberg
5
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
'07 '08 '09 '10 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
(miliar IDR)
0
75
150
225
300
375
450Volume
Frekuensi - rhs
2011
-
100
200
300
400
500
2007 2008 2009 2010 2011
Triliun Rupiah
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Total Bid
Total Awd
Bid to Cover Ratio - rhs
Masuknya dana asing menekan yield curve
sebagai dampak dari rendahnya biaya dana
investor asing dan ekspektasi penguatan kurs
Rupiah yang menciptakan rendahnya imbal
hasil yang diminta investor. Pada akhir tahun
2011, yield curve semakin bergeser ke bawah
dan datar. Pergerakan tersebut
menunjukkan ekspektasi jangka panjang
investor terhadap fundamental ekonomi dan
semakin baiknya credit rating Indonesia.
Aliran dana asing yang berupa investasi
portofolio ditempatkan pada instrumen
saham (ekuitas) dan SBN. Kepemilikan asing
pada SBN meningkat sangat signifikan
sehingga sempat mencapai level 35% dengan
nilai sekitar Rp248 triliun pada bulan Juli
2011. Namun, akibat memburuknya krisis
Eropa menyebabkan adanya perpindahan
aset ke safe haven currency (flight to quality)
sehingga kepemilikan asing di akhir tahun
turun ke tingkat 30% atau di kisaran Rp222
triliun.
Kondusifnya pasar keuangan domestik,
menyebabkan meningkatnya likuditas yang
berdampak pada naiknya volume
perdagangan, yang mencapai puncaknya
pada bulan agustus 2011, jauh meningkat
bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Peningkatan volume transaksi tersebut
disebabkan adanya capital inflow dana asing.
Namun pada kuartal IV-2011 volume
transaksi mengalami penurun akibat dari
aliran modal asing kembali ke safe haven
country.
Tingginya likuiditas juga ditunjukkan oleh bid
to cover ratio pada lelang pasar perdana.
Tingginya bid to cover ratio tersebut
menyebabkan turunnya biaya utang yang
harus dibayar Pemerintah karena terjadinya
price tension pada lelang perdana SBN.
Grafik 9 Yield Curve
Grafik 10 Kepemilikan SBN Tradable
Grafik 11 Volume Transaksi Harian SBN Tradable
Grafik 12 Bid to Cover Ratio Penerbitan SBN
Sumber: Bloomberg
Sumber: DJPU
4
5
6
7
8
9
10
11
1YR 3YR 5YR 7YR 10Y 15Y 20Y 30Y
(%) 28 Feb 11
30 Jun 11
30 Sep 11
30 Dec 11
Sumber: DJPU
6
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
S&P's Fitch's Moody's (RHS)
'98 '99 '00 '04 '05 '06
CCC-
CCC+
B
BB-
BB+
BBB
SD/DD
R/C
CC
CCC
B-
B+
BB
BBB-
BBB+
Ca
Caa2
B3
B1
Ba2
Baa3
Baa1
C
Caa3
Caa1
B2
Ba3
Ba1
Baa2
'97 '01 '02 '03 '07 '08 '09 '10 '11 '12
INVESMENT GRADE RATING
Kondusifnya pasar keuangan domestik
semakin membaik dengan adanya kenaikan
rating dari Fitch’s pada bulan Desember
2011. Keberhasilan tersebut menyebabkan
Indonesia kembali menjadi investment grade
rating country seperti yang pernah dicapai
sebelum pecahnya krisis Asia 1997. Rating
investment grade tersebut memberikan
keuntungan adanya tambahan investor baru
pada pasar keuangan Indonesia khususnya
pada pasar SBN.
Positifnya persepsi investor asing
dicerminkan oleh angka Credit Default Swap
(CDS) Indonesia yang semakin menurun dan
spread obligasi global Indonesia dengan
Treasury Bond (T-Bond) yang semakin ketat.
Spread antara global bond Indonesia dan T-
Bond yang ketat menunjukkan likuiditas
karena ada permintaan global bond yang
tinggi. Hal ini menunjukkan persepsi investor
terhadap Indonesia yang semakin baik.
Persepsi risiko Indonesia dibandingkan
dengan peer countries semakin membaik. Hal
tersebut dapat dilihat pada perbandingan
angka CDS yang menunjukkan perubahan
dimana sebelumnya angka CDS Indonesia
lebih tinggi dari peer countries, saat ini
menjadi setara atau lebih rendah.
Berlanjutnya krisis utang Eropa khususnya di
negara PIIGS menyebabkan ketidakpastian
kondisi perekonomian di masa depan. Hal ini
mendorong investor cenderung melakukan
pembedaan antara negara yang memiliki
kesinambungan utang yang baik (rasio utang
rendah) dengan negara yang berpotensi
mengalami krisis akibat utang yang tidak
sustainable (rasio utang tinggi). Indonesia
yang memilki rasio utang rendah
diuntungkan dengan penurunan yield.0
2
4
6
8
10
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
(%)
0
2
4
6
8
10(%)
Global Bond 5 yr Global Bond 10 yr
Grafik 13 Credit Rating Indonesia
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
0
100
200
300
400
500
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
GB 10Yr to TBond spread cds Indo 10 yr
Grafik 14. Pergerakan CDS 10 yr dan Global Bond 10yr to Tbond Spread
Sumber: Bloomberg
Grafik 16.
Pergerakan yield SUN Valas Per Tenor
Sumber: Bloomberg
50
150
250
350
Dec-
09
Mar-
10
Jun-
10
Sep-
10
Dec-
10
Mar-
11
Jun-
11
Sep-
11
Dec-
11
50
150
250
350
Indonesia (BBB-) Thailand (A-)
Filipina (BBB-) Turki (BB+)
Sumber: Bloomberg
Grafik 15.
Pergerakan CDS 5yr
7
Outs % Outs % Outs % Outs % Outs %
SBN 803.1 57.8 906.5 55.4 979.5 61.6 1064.4 63.5 1187.7 65.9
Denominasi Rupiah 737.1 783.9 836.3 902.4 992.0
Denominasi Valas 65.9 122.6 143.1 162.0 195.6
Pinjaman 586.4 42.2 730.2 44.6 610.3 38.4 612.4 36.5 615.8 34.1
Denominasi Rupiah 0.0 0.0 0.0 0.2 0.8
Denominasi Valas 586.4 730.2 610.3 612.3 615.0
Total Utang 1803.51389.4 1636.7 1589.8 1676.9
2007 2008 2009 2010 2011
dalam triliun IDR
Triliun IDR
SUN SBSN SBN
Domestik 149,85 24,27 174,12
SPN / SPNS 40,00 1,32 41,32
Ritel 11,00 7,34 18,34
Fixed rate 98,85 15,61 114,46
Valas 21,44 9,04 30,48
Total 171,29 33,31 204,60
D. PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2011
Pada akhir tahun 2011, outstanding utang adalah sebesar Rp1.803,5 triliun, terdapat
peningkatan nominal sebesar Rp126,6 triliun dibanding akhir tahun 2010 yang sebesar
Rp1.676,9 triliun. Dari peningkatan tersebut, penambahan riil utang adalah sebesar
Rp110,2 triliun. Adapun penambahan sebesar Rp16,4 triliun merupakan dampak dari
pelemahan nilai tukar IDR terhadap JPY dan USD sebagai mata uang asing yang paling
dominan dalam portofolio utang pemerintah. Peningkatan outstanding utang pada akhir
tahun 2011 tersebut berasal dari instrumen SBN sebesar Rp123,2 triliun dan instrumen
pinjaman sebesar Rp3,4 triliun. Secara komposisi, porsi instrumen SBN adalah sebesar
65,9% sedangkan porsi instrumen pinjaman adalah sebesar 34,1%.
Tabel 1. Perkembangan Outstanding Portofolio Utang
1. Portofolio SBN
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN-P 2011, target penerbitan SBN bruto
adalah sebesar Rp211,2 triliun, dan terealisasi sebesar Rp208,1 triliun dengan
memperhitungkan buyback sebesar Rp3,5 triliun. Realisasi penerbitan SBN tersebut
terdiri dari penerbitan SUN sebesar Rp171,29 trilliun dan penerbitan SBSN sebesar
Rp33,31 trilliun. Realisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan SBN domestik
sebesar Rp174,12 triliun dan penerbitan SBN valas sebesar Rp30,48 triliun.
Termasuk dalam penerbitan di atas adalah penerbitan SPN 3 bulan yang ditujukan sebagai
tingkat bunga acuan Obligasi Negara seri VR. Sepanjang tahun 2011, jumlah penerbitan
SPN 3 bulan tersebut sebesar Rp6,7 triliun.
Rincian penerbitan penerbitan SBN pada 2011 dan perkembangan komposisi penerbitan
SBN dalam lima tahun terakhir sebagaimana disajikan pada tabel 2 dan tabel 3 berikut.
Tabel 2. Rincian Penerbitan SBN Tahun 2011
Sumber: DJPU
Sumber: DJPU
8
600
1,1971,553 1,704
1,011
900
830500
700
400
400
500 600
505
-
200300
300
100
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
2007 2008 2009 2010 2011
(juta USD)
WB ADB JBIC/ JICA Perancis
Tabel 3. Trend Penerbitan SBN Periode 2007-2011
2. Portofolio Pinjaman
Pada APBN-P tahun 2011 ditargetkan pembiayaan melalui Pinjaman sebesar Rp57,6
triliun, yang terdiri dari Rp19,2 triliun Pinjaman Program dan Rp36,9 triliun Pinjaman
Proyek. Dalam Pinjaman Proyek tersebut di dalamnya juga termasuk Penerusan Pinjaman
sebesar Rp11,7 triliun dan Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp1,4 triliun. Dari target
tersebut, realisasi disbursement Pinjaman Program selama tahun 2011 mencapai sebesar
Rp13,6 triliun (70,7% dari target) dan Pinjaman Proyek sebesar Rp18,1 triliun (49,0% dari
target).
Pengurangan disbursement Pinjaman Program disebabkan oleh adanya kebijakan kabinet
untuk meniadakan Pinjaman Program dengan tema climate change, mengingat
sensitivitas isu pendanaan program penyelamatan lingkungan hidup dan telah
terpenuhinya kebutuhan kas sampai dengan akhir tahun.
Grafik 17. Perkembangan Penarikan Pinjaman Program
Realisasi disbursement Pinjaman Proyek yang masih rendah pada tahun 2011, dimana hal
ini masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2010. Kondisi tersebut salah satunya
disebabkan karena keterlambatan Kementerian/Lembaga dalam memenuhi condition
Sumber: DJPU
Sumber: DJPU
Trilliun IDR
Penerbitan SBN 2007 2008 2009 2010 2011
Gross 99,95 126,24 144,56 161,90 204,60
Redemption & buyback 42,78 40,33 45,29 70,74 84,53
Neto 57,17 85,92 99,27 91,16 120,0757
Domestik 86,38 86,93 98,79 136,86 174,12
Valas 13,58 39,32 46,88 25,04 30,48
Porsi Penerbitan valas 13,58% 31,14% 32,18% 15,47% 14,90%
9
triliun IDR
Outstanding Pinjaman 2007 2008 2009 2010 2011
Berdasarkan sumber pinjaman
- Multilateral 179.5 222.7 202.4 207.95 211.86
- Bilateral 386.5 484.9 375.3 376.62 377.56
- Komersial 19.6 21.7 32.0 27.14 25.91
- Supplier 0.8 1.0 0.6 0.57 0.50
Berdasarkan sumber pinjaman
- Pinjaman Program 120.4 180.2 175.8 197.18 210.51
- Pinjaman Proyek 466.0 550.0 434.6 415.10 405.32
Total Loan 586.4 730.2 610.3 612.3 615.8
19.6130.10 28.94 29.04
14.46
29.72 24.51
13.58
20.12
18.11
(57.92) (63.44)(68.03)
(50.63)
(47.32)
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
2007 2008 2009 2010 2011+
(Trilyun IDR)
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
(Trilyun IDR)
Pinjaman Proyek
Pinjaman Program
Pembayaran Cicilan Pokok
Net Flow
precedent sebagai dasar efektifnya pinjaman. Selain itu disebabkan pula oleh
keterlambatan Kementerian/ Lembaga dalam menyelesaikan proses pengadaan serta
lamanya proses penerbitan No Objection Letter (NOL) dari kreditur, sehingga mengganggu
jadwal pengadaan.
Relatif rendahnya realisasi disbursement Pinjaman dibandingkan dengan pembayaran
repayment-nya, menyebabkan net flow instrumen Pinjaman menjadi negatif. Dalam
realisasi APBN 2011 terdapat negatif flow dari Pinjaman sebesar Rp15,6 triliun. Adapun
perkembangan realisasi disbursement dan repayment Pinjaman selama lima tahun
terakhir dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 18 Perkembangan Realisasi Disbursement (Penarikan) dan
Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman
+) Realisasi sementara
Dari perkembangan outstanding Utang pada tabel 1 terlihat bahwa outstanding Pinjaman
mengalami kenaikan pada kondisi akhir tahun 2011. Kondisi kenaikan ini menjadi tidak
sejalan dengan adanya net negative flow Pinjaman dalam tahun 2011. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa naiknya outstanding akhir tahun 2011 sebagai dampak depresiasi nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang USD dan JPY yang merupakan mata uang utama pada
portofolio Pinjaman (stock concept). Sedangkan perhitungan repayment dan
disbursement didasarkan pada nilai tukar saat transaksi (flow concept), dimana nilai tukar
Rupiah terhadap kedua mata uang pinjaman tersebut sempat mengalami apresiasi di
pertengahan tahun 2011.
Dari sisi jenis kreditur, kenaikan jumlah outstanding, terjadi baik pada kreditur bilateral,
multilateral, maupun komersial, sebagaimana terlihat pada grafik berikut:
Tabel 4. Perkembangan Outstanding Pinjaman
Sumber: Realisasi APBN
Sumber: DJPU
10
no Uraian Des 2010 (%) Des 2011 (%) Perubahan (%)
Rasio VR terhadap total utang
SBN 8,52 7,49 -1,03
Pinjaman 11,77 10,19 -1,58
Total Utang 20,29 17,68 -2,61
Rasio Refixing rate terhadap total utang
SBN 12,40 12,72 0,32
Pinjaman 13,68 12,08 -1,60
Total Utang 26,08 24,79 -1,28
1
2
Perkembangan outstanding Pinjaman sebagaimana tabel 4, selain dilihat dari sisi kreditur,
juga dapat dilihat dari segi tujuan pembiayaan. Sebelum tahun 2000 outstanding
Pinjaman Pemerintah hanya didominasi oleh Pinjaman Proyek. Namun seiring dengan
perkembangan kebutuhan pembiayaan defisit, terdapat kecenderungan untuk
memanfaatkan pinjaman yang sifatnya tunai (Pinjaman Program) selama beberapa tahun
terakhir ini. Dalam hal kinerja pengadaan dan penyerapannya, Pinjaman Program relatif
sangat baik karena tersedianya underlying program serta karakter disbursement pinjaman
yang relatif mudah dan dapat ditarik sekaligus.
E. PENGELOLAAN RISIKO PORTOFOLIO UTANG TAHUN 2011
1. Risiko Tingkat Bunga (Interest rate risk)
Indikator risiko tingkat bunga portofolio utang Pemerintah yang ditunjukkan oleh rasio VR
(variable / floating rate) serta rasio refixing rate mengalami penurunan. Rasio VR
terhadap total utang turun dari 20,29% pada 2010 menjadi 17,68% pada akhir 2011
begitu juga rasio refixing rate yang turun dari 26,08% pada 2010 menjadi 24,79% di akhir
tahun 2011.
Penurunan kedua indikator risiko tersebut sebagian besar disebabkan oleh semakin kecil
porsi Pinjaman dalam portofolio utang dan turunnya rasio VR dalam portofolio SBN.
Penurunan kedua rasio tersebut disebabkan tidak diterbitkannya SBN VR selama tahun
2011, sementara pinjaman VR dan SBN VR yang jatuh tempo tahun 2011 cukup signifikan.
Sementara itu disbursement Pinjaman bersuku bunga floating masih lebih kecil
dibandingkan pelunasannya tersebut. Keterangan lebih lanjut mengenai penurunan
indikator risiko ini dijelaskan pada bagian perubahan komposisi jenis suku bunga.
Tabel 5. Perkembangan Indikator Risiko Tingkat Bunga
Komposisi Suku bunga
Dari segi komposisi jenis suku bunga, terdapat peningkatan porsi fixed rate portofolio
utang sebesar 2,6% dimana persentase fixed rate pada akhir tahun 2011 menjadi 82,3%.
Kenaikan persentase fixed rate tersebut menyebabkan terjadinya penurunan porsi
variable rate menjadi 17,6% yang antara lain terdiri atas porsi variable rate SBN sebesar
7,5% dan Pinjaman sebesar 10,1%. Penurunan porsi suku bunga variabel dari Pinjaman
terutama disebabkan oleh penurunan jumlah outstanding suku bunga berbasis LIBOR dan
Ket: Data berasal DJPU yang diolah kembali
11
1,336.5
(79,7%)
142, 8 T
(8,5%)135.2 T
(8,1%)
1,484.7 T
(82,3%)
135.1 T
(7,5%)
126.5 T
7,0%
0 300 600 900 1,200 1,500 1,800
Des 2010
Dec 2011
Fixed rate SBN VR Libor 6 m
ADB Floating Rate Floating rate lainnya
Des 2010 Des 2011
1 SPN 3 m 1 bps 14.28 13.51
2 Libor 6 m 1 bps 13.52 12.65
Delta Cost (miliar IDR)PerubahanNo Jenis Bunga
ADB floating rate. Perubahan komposisi suku bunga ini dipengaruhi oleh meningkatnya
peran SBN yang sebagian besar bersuku bunga fixed dalam mendukung pembiayaan
APBN.
Grafik 19. Proporsi Interest Rate Utang
Sensitivitas interest rate utang
Dengan turunnya porsi variabel rate terhadap portofolio maka sensitivitas portofolio
terhadap perubahan tingkat bunga acuan.
Tabel 6. Sensitivitas Biaya Utang Terhadap Perubahan Suku Bunga Acuan
Dari tabel diatas dapat diketahui kenaikan 1 bps saja dari SPN 3 m akan menyebabkan
penambahan biaya SBN VR sebesar Rp13,51 miliar. Begitu juga dengan sensitivitas utang
terhadap LIBOR, kenaikan LIBOR interest 1 bps akan menyebabkan penambahan biaya
utang sebesar Rp12,65 miliar
2. Risiko Nilai Tukar (Exchange Rate Risk)
Indikator risiko nilai tukar portofolio utang ditunjukkan oleh rasio utang valas terhadap
total utang. Rasio tersebut pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,23% dari
46,18% pada akhir tahun 2010 menjadi 44,95% pada 2011. Ditinjau dari besaran PDB,
jumlah utang valas selama tahun 2010 mengalami penurunan persentase sebesar 1,14%.
Dimana rasio utang valas per PDB di tahun 2010 adalah 12,05% menurun menjadi 10,91%
di akhir tahun 2011. Dengan adanya penurunan rasio ini beban Pemerintah dalam
Ket: Data berasal dari DJPU yang diolah kembali
Sumber: DJPU
12
Des-2010 Des 2011
Outstanding Utang Valas
USD 356,421 396,705 11.30%
JPY 296,629 301,977 1.80%
EUR 64,674 55,300 -14.49%
GBP 6,365 5,773 -9.30%
Lainnya 50,162 50,896 1.46%
Total 774,251 810,651 4.70%
CurrencyDalam Rupiah (milliar)
Perubahan
Uraian Des 2010 Des 2011 Perkembangan
Total Utang (Rp triliun) 1,676.68 1,803.49 126.81
Utang valas (FX) (Rp triliun) 774.25 810.65 36.40
Porsi Utang Valas thd Total Utang 46.18% 44.95% -1.23%
PDB Nominal (Rp Tilliun) 6,422.92 7,427.09
Rasio Utang valas thd PDB 12.05% 10.91% -1.14%
memenuhi kewajiban utang akibat peningkatan kurs nilai tukar valuta asing terhadap
Rupiah menjadi berkurang. Selain itu, dengan adanya penurunan rasio utang valas juga
berpotensi mengurangi kerentanan perekonomian terhadap potensia shock pasar
keuangan karena volatilitas nilai tukar portofolio utang Pemerintah berkurang.
Tabel 7. Perbandingan Utang Valas Terhadap Total Utang dan PDB
Keterangan:
1. Data utang bersumber dari Direktorat EAS DJPU yang telah diolah kembali.
2. Nilai PDB berdasarkan data BPS
Perubahan yang terjadi pada Portofolio utang valas tahun 2011
Penurunan rasio utang valas terhadap total utang tidak serta merta disebabkan oleh
penurunan outstanding utang valas dalam equivalen Rupiah. Pada kenyataannya
outstanding utang valas mengalami peningkatan sebesar Rp36,40 triliun atau sekitar
4,7%, dimana lebih banyak terjadi pada peningkatan utang dalam mata uang USD.
Mata uang USD mengalami kenaikan outstanding yang cukup signifikan utamanya
disebabkan oleh peningkatan utang riil dalam original currency, ditambah dengan nilai
tukar Rupiah terhadap USD sedikit mengalami pelemahan. Utang dalam mata uang Yen
juga mengalami kenaikan. Walaupun sebenarnya utang utang riil dalam original currency
mengalami penurunan, namun adanya depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Yen
menyebabkan outstanding tersebut mengalami kenaikan dalam mata uang Rupiah.
Sementara itu, utang valas dalam mata uang Euro mengalami penurunan yang signifikan
yang disebabkan oleh penurunan utang riil dalam original currency serta depresiasi mata
uang Euro terhadap Rupiah sepanjang tahun 2011.
Komposisi utang valas Pemerintah dapat dilihat perubahannya secara detil pada tabel
berikut.
Tabel 8.Outstanding Portofolio Utang Valas
Sumber: DJPU
13
Des-2010 Des 2011
Outstanding Utang Valas
USD 39.64 43.75 10.36%
JPY 2,689.78 2,585.42 -3.88%
EUR 5.41 4.71 -12.91%
GBP 0.46 0.41 -9.79%
Original Currency (milliar)PerubahanCurrency
162
(20,9%)
196
(24,1%)
615
(75,9%)
612
(79,1%)
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
2010
2011
(triliun IDR)SBN Pinjaman
65
55
57
57
356
(48,94%)
397
(46,03%)
297
(37,25%)
302
(38,31%)
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
2010
2011
USD JPY EUR Lainnya
Des-2010 Des 2011
USD 8991,0 9068,0 0,86%
JPY 110,3 116,8 5,91%
EUR 11955,8 11739,0 -1,81%
GBP 13893,8 13969,3 0,54%
CurrencyKurs terhadap IDR
Perubahan
Tabel 9.Outstanding Utang Valas dalam Original Currency
Tabel 10. Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Valas
Utang valas Pemerintah yang didominasi oleh utang dalam valuta USD dan JPY mengalami
perubahan yang cukup signifikan, dimana untuk utang dalam valuta USD mengalami
peningkatan dari 46,03% di tahun 2010 menjadi 48,94%% di akhir tahun 2011. Sedangkan
untuk utang valas dalam JPY mengalami penurunan dari 38.31% di tahun 2010 menjadi
37,25% di akhir tahun 2011.
Efek perubahan outstanding utang dalam original currency dan pengaruh perubahan kurs
valas terhadap Rupiah telah mengubah komposisi utang valas sebagaimana digambarkan
pada grafik berikut:
Grafik 20. Komposisi Utang Valas
Sumber: DJPU
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: DJPU
14
Des-2010 Des 2011USD 100 rupiah 3.96 4.37
JPY 1 rupiah 2.69 2.59
EUR 100 rupiah 0.54 0.47
GBP 100 rupiah 0.05 0.04
Delta Outstanding (triliun IDR)PerubahanJenis Valas
Komposisi currency portofolio valas mengalami perubahan berupa kenaikan porsi JPY dari
37,25% menjadi 38,31% sementara porsi USD turun dari 48,94% menjadi 46,03% akibat
penguatan JPY terhadap IDR yang lebih besar dibandingkan penguatan USD terhadap IDR.
Porsi SBN dalam portofolio valas cenderung membesar sejalan dengan bertambahnya
penerbitan SBN valas yang diiringi pertumbuhan negatif pada portofolio pinjaman
(terutama apabila dilihat berdasarkan outstanding pada original currency). Penambahan
porsi SBN dalam portofolio utang valas membawa konsekuensi pengelolaan utang valas
yang lebih fleksibel karena sifatnya yang dapat diperdagangkan, sehingga lebih mudah
untuk mengelola utang berbasis pasar. Selain itu, dengan makin besarnya porsi SBN
dalam portofolio utang valas, akan lebih memudahkan pengelolaan administrasinya
(pembukuan dan settlement).
Sensitivitas Portofolio Tehadap Perubahan Kurs Rupiah
Tabel 11. Sensitivitas Portofolio Utang Terhadap Perubahan Kurs
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perubahan kurs dapat menyebabkan
perubahan outstanding utang yang cukup signifikan. Sebagai contoh, peningkatan kurs
USD yang merupakan porsi terbesar pada portofolio utang valas sebesar Rp100,- akan
menyebabkan outstanding utang berubah sebesar Rp4,37 triliun di tahun 2011. Hal ini
meningkat bila dibandingkan kondisi akhir tahun 2010 yang besarnya Rp3,96 triliun.
3. Risiko Refinancing (Refinancing risk)
Risiko refinancing adalah potensi naiknya tingkat biaya utang pada saat melakukan
pembiayaan kembali (refinancing), atau bahkan tidak dapat dilakukan refinancing sama
sekali yang akan meningkatkan beban pemerintah dan/atau mengakibatkan tidak
terpenuhinya kebutuhan pembiayaan pemerintah.
Risiko refinancing terutama disebabkan apabila jumlah utang yang jatuh tempo dalam
jumlah besar terjadi secara bersamaan, sehingga akan meningkatkan jumlah
penerbitan/penarikan utang dan meningkatkan Yield yang diminta investor/lender.
Indikator risiko refinancing yang paling sederhana dan jelas adalah maturity profile
portofolio utang, khususnya untuk tenor jangka pendek. Maturity profile yang tersebar
merata akan kurang berisiko dibandingkan maturity profile yang terkonsentrasi pada satu
periode waktu tertentu. Sebaran maturity profile portofolio utang untuk tahun 2011
dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 dapat dilihat pada grafik berikut :
Ket: Data berasal dari DJPU yang diolah kembali
15
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 yr
2 yr
3 yr
4 yr
5 yr
6 yr
7 yr
8 yr
9 yr
10 y
r
11 y
r
12 y
r
13 y
r
14 y
r
15 y
r
16 y
r
17 y
r
18 y
r
19 y
r
20 y
r
21 y
r
22 y
r
23 y
r
24 y
r
25 y
r
26 y
r
27 y
r
28 y
r
29 y
r
30 y
r
>30
Pinjaman Jun '11
SBN Jun'11
Pinjaman Des '10
SBN Des '10
`
ATM ATM
(tahun) (tahun)
SBN
Zero Coupon 32,31 0,44 33,73 0,50
Fixed Rate 440,40 9,63 517,14 10,44
Global Bond 142,80 12,03 195,63 10,63
SU non SRBI * 161,98 9,21 117,94 8,49
Is lamic Securi ties 38,50 4,24 61,45 4,84
Variabel Rate 121,73 6,51 135,06 5,81
Total SBN 937,71 8,98 1.060,96 9,03
Pinjaman 612,28 7,58 615,83 7,30
Total Utang 1.549,98 8,42 1.676,79 8,39
Outstanding (triliun Rp)
Per 31 Desember 2011
Outstanding (triliun Rp)Keterangan
Per 31 Desember 2010
Grafik 21. Maturity Profile Utang
Akibat adanya kegiatan penerbitan SBN, penarikan pinjaman serta pembayaran cicilan
pokok utang terjadi perubahan struktur maturity profile untuk tahun 2010 dan tahun
2011. Perbedaan mencolok terjadi pada utang yang akan jatuh tempo dalam waktu 1
tahun dan 3 tahun yang meningkat pesat selama tahun 2011. Peningkatan ini disebabkan
oleh adanya penerbitan surat berharga yang bertenor pendek dengan jumlah yang cukup
signifikan yaitu penerbitan SPN dan SPN-S (tenor 1 tahun) serta surat berharga ritel (tenor
3 tahun) dengan total penerbitan sekitar Rp52 triliun (±26% dari total penerbitan bruto).
Untuk melihat kondisi refinancing risk secara keseluruhan dapat tergambar melalui angka
rata-rata jatuh tempo (average to Maturity/ ATM) portofolio utang. ATM portofolio utang
menggambarkan seberapa panjang masa pelunasan dari portofolio utang. ATM portofolio
utang per 31 Desember 2010 dan per 31 Desember 2011 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 12. Rata-rata Jatuh Tempo Pembayaran Utang
Keterangan: 1. * SRBI tidak diperhitungkan dalam ATM karena repayment tergantung kondisi BI
2. Data bersumber dari DJPU yang diolah kembali
Sumber: DJPU
16
Indikator Risiko 2007 2008 2009 2010 2011Outstanding (Rp milliar) 1,389.41 1,636.74 1,589.78 1,676.68 1,803.49
Loan 586.35 730.25 610.32 612.28 615.83
SBN 803.06 906.50 979.46 1,064.41 1,187.66
Interest rate risk (%)
Rasio variable rate 26.70% 22.89% 22.11% 20.29% 17.68%
Refixing rate 30.23% 28.16% 28.15% 26.08% 24.79%
Exchange rate Risk
Rasio utang FX terhadap
PDB 16.48% 17.22% 13.42% 12.05% 10.91%
Rasio utang FX terhadap
Total Utang 46.95% 52.11% 47.39% 46.18% 44.95%
Komposisi currecy Utang
- IDR 53.05% 47.89% 52.61% 53.82% 55.05%
- JPY 17.59% 20.89% 17.36% 17.69% 16.74%
- USD 18.95% 21.91% 21.93% 21.72% 22.06%
- EUR 7.12% 6.36% 5.02% 3.86% 3.07%
- Lainnya 3.29% 2.94% 3.09% 2.91% 3.08%
Refinancing Risk (%)
Matured in 1 year 6.79% 6.41% 7.53% 7.06% 8.16%
Matured in 3 year 19.36% 18.64% 20.25% 20.82% 22.68%
Matured in 5 year 30.62% 31.05% 33.13% 34.15% 34.59%
Average time to maturity
Loan 7.58 7.41 7.56 7.58 7.30
SBN 9.95 9.92 9.09 8.98 9.03
Total 8.95 8.80 8.44 8.42 8.39
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadinya kenaikan risiko refinancing bila dilihat
dari ATM portofolio utang (di luar SRBI), yaitu ATM mengalami pemendekan dari 8,42
tahun menjadi 8,39 tahun di akhir 2011.
Tabel 13.Summary Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang
Sumber: DJPU
17
F. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada Tahun 2011 perekonomian dunia kembali terancam mengalami resesi akibat krisis
utang di kawasan Eropa serta masih lesunya ekonomi negara maju lainnya. Kendati
demikian, ditengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, ekonomi Indonesia justru
menunjukkan kinerja yang positif, ditandai dengan pertumbuhan PDB sebesar 6,5%, jauh
di atas pertumbuhan agregrat ekonomi dunia yang hanya 2,8%. Kondusifnya kondisi
perekonomian Indonesia tersebut diakui oleh lembaga pemeringkat Fitch yang menaikkan
credit rating Indonesia ke Investment grade Level.
Stabilitas dan prospek ekonomi makro Indonesia yang semakin baik ini juga terefleksikan
pada kondusifnya pasar keuangan domestik yang mampu menarik lebih banyak dana
investasi asing. Derasnya aliran asing ke pasar keuangan domestik ini berdampak pada
semakin rendahnya imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang diminta investor.
Disamping itu, bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) berada pada peringkat ketiga sebagai
bursa dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang tahun 2011.
Seiring dengan membaiknya ekonomi makro dan pasar keuangan Indonesia, kinerja
pengelolaan utang Pemerintah juga menunjukkan peningkatan yang positif. Kinerja
tersebut ditunjukkan oleh tren penurunan rasio Debt to GDP terus berlanjut, yang
mencapai 24,28% pada akhir 2011, lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun 2010
yang sebesar 26,10%, dan penurunan indikator tingkat risiko
Perkembangan risiko utang Pemerintah periode tahun 2011, adalah sebagai berikut :
a. Risiko tingkat suku bunga pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,29%
dilihat dari rasio refixing rate portofolio utang. Penurun ini disebabkan oleh
penambahan outstanding utang yang lebih banyak didominasi utang bersuku bunga
fixed rate.
b. Risiko nilai tukar selama tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,23%. Penurunan
rasio tersebut disebabkan oleh penguatan nilai tukar Rupiah, khususnya terhadap
mata uang USD.
c. Refinancing risk selama tahun 2011 mengalami peningkatan namun tidak signifikan
yaitu dengan rata-rata jatuh tempo utang non SRBI menjadi lebih pendek sebesar 0,03
tahun.
Berdasarkan kondisi tingkat risiko selama tahun 2011 di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan risiko portofolio utang mengalami perbaikan dilihat dari sisi risiko tingkat
bunga, risiko nilai tukar namun dari risiko refinancing mengalami peningkatan risiko yang
tidak signifikan.
18
Saran
Berdasarkan perkembangan portofolio dan risiko pengelolaan utang tahun 2011, maka
untuk tahun 2012 disarankan untuk:
a. Melakukan pembiayaan secara fleksibel dengan memprioritaskan instrumen
pembiayaan yang murah dengan risiko yang terkendali. Hal ini dimungkinkan dengan
adanya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagai contoh
perlu di pertimbangkan adanya pembiayaan alternatif dari PLN komersial menjadi PLN
yang lebih murah atau melalui PDN/SBN
b. Melakukan pengeloalaan utang Pemerintah secara hati-hati dan menghindari
keterlenaan (complacency) yang ditengarai menjadi akar krisis utang di Kawasan
Eropa.
c. Membatasi penerbitan SBN Valas pada tingkat sustainable serta melakukan
refinancing PLN berbiaya tinggi dengan menerbitkan SBN domestik untuk mengurangi
peningkatan risiko nilai tukar. Selain hal tersebut pemilihan PLN baru perlu
mempertimbangkan jenis currency sesuai dengan strategi pengelolaan utang.
d. Mengurangi refinancing risk dengan menyeimbangkan penerbitan instrumen SBN
bertenor pendek dengan instrumen yang bertenor lebih panjang sehingga refinancing
dapat lebih terkendali.
e. Mempersiapkan instrumen hedging sebagai bagian dari strategi pengelolaan utang
untuk mengelola risiko nilai tukar dan fluktuasi currency.