4. pembahasan 4.1 tahap define - dewey.petra.ac.id · 12 universitas kristen petra 4. pembahasan...
TRANSCRIPT
12 Universitas Kristen Petra
4. PEMBAHASAN
4.1 Tahap Define
4.1.1 Mendefinisikan Target Perusahaan
PT X merupakan perusahaan penghasil kampas kopling yang dipercaya
oleh beberapa perusahaan otomotif terkemuka baik di Indonesia maupun dunia
untuk mengoutsource produk kampas kopling mereka. Salah satu perusahaan
otomotif Indonesia itu adalah PT NN yang menargetkan 5 part per million (ppm)
komplain produk cacat, namun 1 komplain tidak sama dengan 1 produk cacat.
Pada tahun 2009 kondisi yang dicapai adalah 11,2 ppm. PT NN merupakan satu-
satunya pelanggan yang memberikan target secara spesifik kepada PT X terkait
komplain produk cacat, sementara perusahaan-perusahaan lainnya tidak
memberikan target yang spesifik seperti yang dilakukan PT NN. Namun untuk
tetap menjaga kualitas dan kerjasama yang baik PT X berinisiatif untuk terus
menjaga dan meningkatkan kualitas produknya kepada seluruh pelanggan.
Selama ini yang menjadi tolak ukur keberhasilan PT X memenuhi
kepuasan pelanggannya adalah jumlah komplain yang masuk. Komplain-
komplain yang masuk dapat dikategorikan dalam 3 jenis yaitu: komplain produk
cacat yang masuk kategori reject, komplain produk cacat yang masuk kategori
rework, dan komplain yang masuk kategori rusak karena pemakaian. PT X tidak
bertanggung jawab terhadap komplain yang disebabkan oleh pemakaian. Selama
tahun 2009 jumlah komplain keseluruhan yang masuk kategori rework dan reject
adalah 18,63 ppm. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan jumlah produk komplain
produk cacat ke PT X. Oleh karena itu disini akan dilampirkan jumlah
keseluruhan ppm komplain setelah dikurangi komplain karena pemakaian.
Proses final inspection merupakan gerbang terakhir proses pengendalian
kualitas produk sebelum dikirim ke tangan konsumen. Oleh karena itu kondisi
yang terjadi pada tahap final inspection digunakan sebagai indikator pembanding
dengan komplain yang masuk. Perusahaan mengharapkan upaya perbaikan untuk
menrurunkan kecacatan yang sering ditemui pada tahap final inspection ini
berdampak pada penurunan jumlah komplain yang masuk ke PT X.
13 Universitas Kristen Petra
4.1.2 Mendefinisikan Proses Kunci
Pendefinisian proses kunci dengan metode DMAIC menggunakan model
proses SIPOC (Suppliers-Inputs-Processes-Outputs-Customers). SIPOC
merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dalam manajemen san
peningkatan proses. Berikut ini merupakan gambar 4.1 yang menggambarkan
proses SIPOC di PT X.
CUSTOMEROUTPUTPROCESSINPUTSUPPLIER
Pemasok Bahan Kampas
Kopling Bahan Kampas Kopling Kampas KoplingPerusahaan yang
Memesan Kampas Kopling
Lihat Gmbar Aliran
Proses Produksi
Gambar 4.1 Diagram SIPOC
Suppliers
Pemasok material bahan baku kampas kopling adalah PT A yang memasok
asbes, dan fiber. Sementara kebutuhan resin dan material rubber dipasok oleh
PT B.
Inputs
Bahan baku utama yang digunakan pada proses pembuatan kampas kopling
adalah rubber yang dibuat dari berbagai bahan baku dengan komposisi sesuai
dengan jenis kampas kopling, asbes, fiber, dan resin sebagai material pengikat
rubber.
Processes
Langkah-langkah pengolahan material kampas kopling dari 19 tahapan yang
dapat dilihat pada gambar 4.2
Outputs
Produk yang dihasilkan adalah kampas kopling kendaraan roda empat yang di
bor maupun yang tidak di bor.
Customers
Pelanggan PT X berasal dari perusahaan di luar negeri maupun dari dalam
negeri. Salah satu konsumen dari dalam negeri adalah PT NN yang
14 Universitas Kristen Petra
menargetkan jumlah produk cacat yang terkirim kurang dari 5 part per million
(ppm)
4.1.3 Mendefinisikan Proses Produksi Perusahaan
Proses produksi menjadi bagian yang vital dalam aktivitas perusahaan.
Sebuah perusahaan dengan proses produksi yang berjalan dengan baik dan
mampu menghasilkan prosuk yang berkualitas tentunya terdiri dari langkah-
langkah kerja yang tepat dan terkontrol. Oleh karena itu perlu didefinisikan urutan
proses produksi yang baik dan benar sehingga dapat mencapai tujuan yang hendak
dicapai. Urutan proses produksi kampas kopling di PT X dapat dilihat pada
gambar 4.2.
15 Universitas Kristen Petra
SCALLING
OVEN / AFTER
CURE
PRE GRINDING
HOT PRESS
TWISTING
PREFORMING
DIPPING,
DRYING,
COVERING
ROLL 14"
ROLL 22"
KNEADER
DRILLING
QC GRINDING
BARITORY
GRINDING
BARITORY
PROSES CELUP
PACKING
QC DRILLED
Asbes Type
Non Asbes Type
Asbes Type
Non Asbes Type
Non Drill
Drill
Tidak
Ya
WAREHOUSE
CELUP
Gambar 4.2 Aliran Proses Produksi Kampas Kopling
1. Scalling
Scalling merupakan tahapan paling awal proses pembuatan kampas
kopling, yaitu proses penimbangan formula rubber. Penimbangan ini harus benar-
benar memperhatikan berat dan jenis formula yang akan dibuat sebab terdapat
beberapa tipe formula berbeda yang disesuaikan dengan jenis kampas kopling
yang akan diproduksi.
16 Universitas Kristen Petra
2. Kneader
Pada tahap selanjutnya formula yang telah ditimbang pada proses scalling
kemudian akan di campur menggunakan mesin yang disebut kneader. Proses
pencampuran ini harus memperhatikan aspek temperatur dan performance dari
mesin kneader tersebut. Temperaturnya harus stabil dan perlu dipastikan juga
bahwa mesin mencampur dengan sempurna sehingga tidak menghasilkan
campuran yang homogen.
3. Roll 22"
Tahap ini merupakan proses pengerolan hasil kneader pada sebuah mesin
penggulung dengan diameter 22 inchi. Proses ini dilakukan sebagai perisapan
untuk proses selanjutnya untuk mendapatkan rubber yang pipih. Faktor yang
perlu diperhatikan pada proses ini adalah nilai elastisitas rubber yang diukur
dengan corelastometer sehingga keelastisannya tetap sesuai pada proses roll 14".
4. Roll 14"
Tahap ini menggunakan penggulung dengan diameter 14 inchi yang
merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya untuk menghasilkan lembaran-
lembaran rubber yang akan menjadi bahan pengikat untuk proses selanjutnya.
Pada tahap ini lembaran-lembaran rubber tersebut akan di gulung hingga
temperatur tertentu sebelum dibentuk dengan ukuran lebar dan ketebalan yang
telah ditentukan.
5. Dipping, Drying, Covering
Pada tahap ini bahan utama kampas kopling yaitu asbes dan non asbes
akan dicelupkan pada resin yang telah disiapkan dan lalu dikeringkan pada oven
sebelum akhirnya sekeliling bahan tersebut akan di bungkus dengan rubber yang
telah disiapkan pada proses sebelumnya.
6. Twisting (Asbes Type)
Tahapan ini dikhususkan untuk produk kampas kopling dengan bahan
dasar asbes. Prosesnya dilakukan dengan cara menggulung bahan asbes dengan
bahan non asbes hingga berbentuk seperti kunciran. Selanjutnya produk tersebut
siap menuju tahap preforming.
17 Universitas Kristen Petra
7. Preforming
Tahap ini dikhususkan untuk produk non asbes setelah melalui tahap
dipping, drying, covering maka produk bisa langsung menuju tahap preforming.
Namun produk asbes harus melalui tahap twisting dahulu sebelum menuju tahap
preforming. Proses dalam tahapan preforming dimaksudkan untuk
mempersiapkan bahan sebelum proses hot press sehingga berat dan diameternya
sesuai spesifikasi sebelum masuk tahapan hot press.
8. Hot press
Hot press adalah proses pembentukan kampas kopling dengan
menggunakan cetakan bertemperatur tinggi. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan pada proses ini antara lain waktu pencetakan, suhu, dan tekanan
cetakan. Apabila ada yang tidak benar diantara ketiga faktor diatas maka dapat
dipastikan hasil cetakan tidak akan sempurna. Proses Hot Press ini menggunakan
mesin hot press yang didalamnya terdapat moulding sebagai cetakannya.
9. Baritory 1 (Asbes Type)
Tahap ini dikhususkan untuk produk asbes, dimana perlu dilakukan
tahapan baritory 1 yaitu proses pembuangan kulit pada kampas kopling yang
tersisa dari proses hot press sebelumnya sehingga tidak ada kulit-kulit yang
berlebih ketika kampas kopling tersebut mengeras.
10. Pre Grinding (Non Asbes Type)
Tahap ini dikhususkan untuk produk non asbes setelah tahapan hot press
maka produk akan melalui tahap pre grinding dahulu. Sebab untuk proses
grinding akhir tidak bisa “sekali jadi” sehingga perlu dilakukan tahapan ini untuk
mempermudah mencapai spesifikasi standar pada grinding akhir.
11. Oven / After Cure
Produk asbes yang telah melalui tahapan hot press akan menuju tahapan
oven / after cure dahulu sebelum menuju tahapan baritory sementara produk non
asbes harus melalui tahapan pregrinding dahulu sebelum menuju tahapan ini.
Pada tahap ini akan dilakukan proses pengeringan dan pengerasan produk
sehingga kekuatan kampas kopling akan lebih sempurna. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan antara lain adalah lama waktu pengovenan dan temperatur
dalam oven.
18 Universitas Kristen Petra
12. Grinding
Tahapan grinding ini merupakan tahap yang cukup penting dalam urutan
proses produksi sebab pada tahap ini akan dilakukan proses pembentukan produk
kampas kopling sesuai dengan spesifikasi standar. Beberapa spesifikasi standar
yang perlu diperhatikan antara lain: tebal, dalam groove, lebar groove, jumlah
groove, diameter luar dan dalam serta tingkat kekerasan, SG, dan berat produk.
13. Baritory 2
Proses baritory yang kedua ini dilakukan untuk kedua jenis kampas
kopling baik itu yang jenis asbes, maupun non asbes. Tahapan baritori ini adalah
proses pembuangan bari (sisa bahan) yang terjadi ketika proses hot press
dilakukan. Pada proses baritory ini diharapkan tidak ada lagi sisa-sisa bahan pada
kampas kopling sebelum masuk tahapan QC.
14. Drilling
Produk kampas kopling diproduksi oleh PT X terdiri dari 2 jenis yaitu
produk drilled dan undrilled sesuai dengan pesanan customer. Produk undrilled
bisa langsung di QC setelah proses baritory 2, namun produk drilled harus harus
melalui tahapan drilling dahulu. Tahapan drilling ini adalah proses pemberian
lubang-lubang pada kampas kopling menurut standar yang ditetapkan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada proses ini adalah: diameter lubang, tebal lubang,
PCD, pitch, concentricity, performace.
15. QC Grinding
Produk kampas kopling drilled maupun undrilled akan melalui inspeksi
gerinda yang memperhatikan aspek-aspek seperti: tebal, dalam groove, lebar
groove, jumlah groove, diameter luar dan dalam serta tingkat kekerasan, SG, berat
produk, marking stamp, lotting, serta strapping.
16. QC Drilled
Khusus produk drilled maka akan dilakukan pula inspeksi hasil drilling
apakah telah sesuai standar atau tidak. Beberapa aspek yang diperhatikan pada QC
drilled adalah: diameter lubang, tebal lubang, PCD, PITCH, concentricity,
performace, flatness, dan lotting.
19 Universitas Kristen Petra
17. Celup
Produk yang telah lolos QC kemudian akan meuju tahapan celup, tahapan
ini juga disesuaikan dengan permintaan customer apakah meminta produk yang di
celup anti karat ataupun tidak.
18. Packing
Produk yang tidak di celup untuk anti karat bisa langsung dikemas,
sementara produk yang dicelup harus melalui proses pencelupan terlebih dahulu
sebelum dikemas. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada proses
pengepakan adalah: jenis produk, nomor lot, customer, drilled atau undrilled, dan
jumlahnya.
19. Warehouse
Produk yang telah dikemas kemudian akan dimasukkan kedalam gudang
untuk kemudian siap dikirim kepada customer yang memesan produk kampas
kopling.
4.1.4 Menentukan Karakteristik Kualitas
Pendefinisian karakteristik kualitas dimaksudkan agar perusahaan
mengetahui aspek-aspek kualitas yang menjadi keinginan konsumen sehingga
dapat menjadi pegangan perusahaan untuk menghasilkan produk yang memenuhi
karakteristik kualitas yang diinginkan konsumen.
Produk kampas kopling harus memiliki kemampuan yang baik dalam
menekan plat kopling ke roda gila sehingga proses penggantian transmisi
kendaraan dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu kampas kopling harus
memenuhi beberapa spesifikasi sehingga dapat dikatakan bahwa kampas kopling
tersebut berkualitas.
Produk kampas kopling harus memenuhi 2 jenis karakteristik kualitas baru
dapat dikatakan sebagai kampas kopling berkualitas. 2 karakteristik kualitas
tersebut adalah appearance (tampak) dan spesifikasi. Seseorang sudah dapat
mengetahui sebuah kampas kopling berkualitas atau tidak hanya dengan melihat
secara visual tampak dari kampas kopling tersebut dengan mempertimbangkan
beberapa kriteria tertentu. Selain itu kampas kopling harus sesuai dengan
spesifikasi tertentu yang sesuai dengan jenis kendaraan. Untuk yang satu ini ada
ratusan hingga ribuan spesifikasi untuk berbagai kendaraan yang beredar selama
20 Universitas Kristen Petra
ini. Daftar karaktaristik kualitas beserta jenis kecacatan yang mungkin terjadi
untuk setiap karakteristik kualitasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2:
Tabel 4.1 Karakteristik Kualitas Kampas Kopling Bor
Karakteristik
Kualitas Jenis Kecacatan
Metode Pengukuran
/ Alat Ukur
Spesifikasi
Outside Diameter Jangka Sorong
Inside Diameter Jangka Sorong
Surface thickness Jangka Sorong
Difference of Thickness Jangka Sorong
Deep Groove Jangka Sorong
Wide Groove Jangka Sorong
Number of Groove Jangka Sorong
Through Hole Diameter Jangka Sorong
Rivet Hole Diameter 1 Jangka Sorong
Rivet Hole Diameter 2 Jangka Sorong
PCD Jangka Sorong
Pitch Jangka Sorong
Hole Distance Jangka Sorong
Concentricity Jangka Sorong
Hole Position Jangka Sorong
Hardness Tester
Appearance
Tidak Centre Visual
Tipis Bor Visual
Cuil Bor Visual
Kena Groove Visual
Concentricity Visual
Retak Visual
Setting Awal Visual
Oval Visual
Bor Ulang Visual
Bantalan Visual
Salah Stamp Visual
Cuil Pinggir Luar Visual
Cuil Pinggir Dalam Visual
Bahan Kurang Visual
Bengkok Visual
Bahan Campur Visual
Gosong Visual
Flek Hitam Visual
Tipis Gerinda Visual
Melembung Visual
21 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1 Karakteristik Kualitas Kampas Kopling Bor (Sambungan)
Serat Kurang Visual
SC Merah Visual
Serat Bergerombol Visual
Ngerak Visual
Tabel 4.2 Karaktersitik Kualitas Kampas Kopling Non Bor
Karakteristik
Kualitas Jenis Kecacatan
Metode Pengukuran
/ Alat Ukur
Spesifikasi
Outside Diameter Jangka Sorong
Inside Diameter Jangka Sorong
Surface thickness Jangka Sorong
Difference Of Thickness Jangka Sorong
Deep Groove Jangka Sorong
Wide Groove Jangka Sorong
Number Of Groove Jangka Sorong
Hardness Tester
Appearance
Cuil Pinggir Luar Visual
Cuil Pinggir Dalam Visual
Bahan Kurang Visual
Bahan Campur Visual
Gosong Visual
Flek Hitam Visual
Tipis Gerinda Visual
Melembung Visual
Bengkok Visual
Serat Kurang Visual
SC Merah Visual
Serat Bergerombol Visual
Ngerak Visual
Penjelasan untuk masing-masing kecacatan adalah sebagai berikut:
1. Spesifikasi
Produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan akan
langsung masuk kategori produk reject karena tidak dapat di rework kembali.
Kampas kopling yang diproduksi terdiri dari banyak sekali jenis spesifikasi sesuai
dengan jenis material dan kendaraan yang akan menggunakan. Secara keseluruhan
produk kampas kopling bor lebih sering mengalami kecacatan dibandingkan
22 Universitas Kristen Petra
produk kampas kopling non bor sebab spesifikasi yang ditentukan untuk produk
kampas kopling bor lebih kompleks. Berikut ini beberapa gambar untuk
membantu menjelaskan masing-masing spesifikasi yang telah disebutkan pada
Tabel 4.1 dan 4.2.
Gambar 4.3 Tampak Atas Produk Kampas Kopling
Sumber: Purwanto, Dwi (m.d., p.1)
Gambar 4.4 Tampak Samping Produk Kampas Kopling
Sumber: Purwanto, Dwi (m.d., p.1)
23 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.5 Tampak Samping Posisi Groove
Sumber: Purwanto, Dwi (m.d., p.1)
Gambar 4.6 Tampak Samping Lubang Rivet
Sumber: Purwanto, Dwi (m.d., p.1)
Berikut ini merupakan penjelasan untuk masing-masing kategori dalam
spesifikasi kampas kopling.
24 Universitas Kristen Petra
1. Outside Diameter
Outside diameter merupakan ukuran diameter luar kampas kopling. Posisi
outside diameter dapat dilihat pada gambar 4.4 , dimana pada contoh gambar
tersebut ukuran diameter luar adalah 180 ± 0.8 mm
2. Inside Diameter
Inside Diameter merupakan ukuran diameter dalam kampas kopling. Posisi
inside diameter dapat dilihat pada gambar 4.4 , dimana pada contoh gambar
tersebut ukuran diameter dalam adalah 125 ± 0.8 mm
3. Surface thickness
Surface thickness merupakan ukuran ketebalan permukaan kampas kopling.
Posisi surface thickness dapat dilihat pada gambar 4.4 , dimana pada contoh
gambar diatas ukuran ketebalannya adalah 3.2 ± 0.08 mm
4. Difference of Thickness
Difference of thickness merupakan selisih ketebalan antara 2 sisi permukaan
yang bersebelahan. Perbedaan ketebalan diantara kedua sisi permukaan
tersebut harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
5. Deep Groove
Deep groove merupakan ukuran kedalaman groove pada kampas kopling.
Posisi deep groove dapat dilihat pada gambar 4.5 , dimana pada contoh
gambar tersebut ukuran kedalaman groovenya adalah 0.8 ± 0.4 mm
6. Wide Groove
Wide groove merupakan ukuran lebar groove pada kampas kopling. Posisi
wide groove dapat dilihat pada gambar 4.5 , dimana pada contoh gambar
tersebut ukuran lebar groovenya adalah 1.8 ± 0.4 mm
7. Number of Groove
Number of groove merupakan jumlah groove pada produk kampas kopling.
Jumlah groove ini berbeda untuk setiap produk. Pada gambar 4.3 , jumlah
groove pada produk tersebut adalah 16
8. Through Hole Diameter
Through hole diameter merupakan ukuran diameter lubang bor pada kampas
kopling. Posisi through hole diameter dapat dilihat pada gambar 4.3 , dimana
pada contoh gambar tersebut ukuran through hole diameter adalah 8 - 8.8 ±
25 Universitas Kristen Petra
0.25 mm yang berarti ada 8 lubang bor dengan diameter lubang 8.8 ± 0.25
mm
9. Rivet Hole Diameter 1
Lubang rivet merupakan lubang bor pada kampas kopling dengan dua
diameter. Rivet hole diameter 1 merupakan lubang rivet sisi atas yang
diameternya lebih besar. Posisi rivet hole diameter 1 dapat dilihat pada
gambar 4.6 , dimana pada contoh gambar tersebut ukuran rivet hole diameter
sama dengan through hole diameter yaitu adalah 8.8 ± 0.25 mm
10. Rivet Hole Diameter 2
Rivet hole diameter 2 merupakan lubang rivet sisi bawah yang diameternya
lebih kecil. Posisi rivet hole diameter 2 dapat dilihat pada gambar 4.6 ,
dimana pada contoh gambar tersebut ukuran rivet hole diameter 2 adalah 4.2
± 0.2 mm
11. Rivet Thickness Hole
Rivet thickness hole merupakan ketinggian rivet hole diameter 2 dari
permukaan bawah kampas kopling. Posisi rivet thickness hole dapat dilihat
pada gambar 4.6 , dimana pada contoh gambar tersebut ukuran rivet thickness
hole adalah 1.2 ± 0.1 mm
12. PCD
PCD menunjukan jarak antara 2 pusat bor yang saling berseberangan. Posisi
PCD dapat dilihat pada gambar 4.3 , dimana pada contoh gambar tersebut
nilai PCD adalah 152 ± 0.1 mm
13. Pitch
Pitch merupakan diameter diameter pusat kampas kopling dengan jari-jarinya
berasal dari perpotongan dua garis lurus yang ditarik dari 2 groove yang
bersebelahan. Posisi pitch dapat dilihat pada gambar 4.3 , dimana pada contoh
gambar tersebut nilai pitchnya adalah 50 ± 5mm
14. Hole Distance
Hole distance merupakan jarak antara pusat diameter lubang bor dengan
lubang rivet. Posisi hole distance 2 dapat dilihat pada gambar 4.3 , dimana
pada contoh gambar tersebut ukuran hole distance adalah 25 ± 0.1 mm
15. Concentricity
26 Universitas Kristen Petra
Concentricity Merupakan selisih antara jarak terjauh lubang bor dan sisi luar
kampas kopling dengan jarak terdekat lubang bor dengan sisi luar kampas
kopling.
16. Hardness
Hardness merupakan ukuran kekerasan produk kampas kopling yang
ditentukan dengan tester khusus untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kekerasan produk.
2. Appearance
Produk-produk yang secara visual didapati mengalami kecacatan seperti
yang disebutkan dikategorikan sebagai produk cacat. Berikut ini merupakan
penjelasan kondisi fisik produk yang mengalami kecacatan tersebut.
Bengkok
Kondisi permukaan kampas kopling tidak rata atau bengkok ketika diletakkan
pada permukaan yang rata.
Cuil Pinggir Luar
Pada kampas kopling ditemukan kondisi dimana terdapat cuil pinggir pada sisi
luarnya.
Cuil Pinggir Dalam
Pada kampas kopling ditemukan kondisi dimana terdapat cuil pinggir pada sisi
dalamnya.
Bahan Kurang
Kampas kopling mengalami kondisi dimana bentuk kampas kopling tidak utuh
atau ada bagian yang hilang karena kekurangan bahan.
Bahan Campur
Kampas kopling yang appearancenya terdapat bahan diluar yang seharusnya.
Gosong
Kampas kopling tampak gosong berwarna kehitaman karena proses hot press
yang terlalu lama.
Flek Hitam
Pada kampas kopling terdapat kulit berwarna kehitaman karena proses gerinda
yang tidak sempurna.
27 Universitas Kristen Petra
Tipis Gerinda
Kondisi ini mirip dengan spesifikasi surface thickness yaitu ukuran ketipisan
kampas kopling. Kondisi ini juga sepintas dapat diamati secara visual apabila
terdapat perbedaan yang mencolok sehingga mudah untuk dibedakan dengan
yang lain.
Melembung
Merupakan kondisi permukaan kampas kopling yang tidak rata dan tampak
melembung.
Serat Kurang
Kondisi ini dapat diamati dengan memperhatikan serat bahan asbes apakah
telah terbentuk homogen dan cukup diseluruh permukaan produk ataukah
seratnya kurang banyak.
SC Merah
Secara visual produk berwarna terlalu merah atau diluar standar yang telah
ditetapkan.
Serat Bergerombol
Kondisi ini dapat diamati dengan memperhatikan serat bahan asbes apakah
telah terbentuk homogen ataukah ada serat-seratnya bergerombol di suatu sisi
permukaan kampas kopling.
Ngerak
Merupakan kondisi dimana ditemukan adanya kerak atau bahan-bahan berlebih
di sekitar pinggir kampas kopling yang merupakan sisa dari proses hot press.
Bor Ulang
Merupakan kondisi hasil pengeboran yang tidak sempurna dimana lubang bor
seharusnya berada pada suatu titik tertentu namun tidak terdapat lubang pada
titik tersebut.
Tipis Bor
Ketebalan hasil drilling yang secara visual terlihat tidak sampai menembus sisi
bor
Cuil Bor
Merupakan kondisi yang ditemukan pada produk kampas kopling bor dimana
terdapat cuil di sekitar lubang hasil bor.
28 Universitas Kristen Petra
Kena Groove
Merupakan kondisi kecacatan produk non bor yang disebabkan karena
pengeboran dilakukan pada groove kampas kopling.
Concentricity
Merupakan kecacatan produk non bor yang disebabkan karena selisih antara
jarak terjauh dan jarak terdekat lubang bor dengan sisi luarnya tidak sesuai
dengan spesifikasi.
Retak
Kecacatan ini ditemukan pada produk bor yaitu berupa retak-retak pada
permukaan kampas kopling.
Setting Awal
Merupakan kecacatan karena penggunaan cetakan yang salah untuk
produk tertentu sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh
konsumen.
4.2 Tahap Measure
4.2.1 Pengumpulan Data Proses Final inspection
Tahap pengumpulan data dilakukan setelah perumusan karakteristik
kualitas yang menjadi tolak ukur kecacatan yang mungkin terjadi untuk masing-
masing karakteristik kualitas produk kampas kopling. Jenis-jenis kecacatan yang
disebutkan merupakan kecacatan yang sering ditemui pada tahap final inspection
sebelum produk dikemas dan dikirimkan kepada konsumen. Proses final
inspection hanya mencatat kecacatan untuk karakteristik kualitas appearance,
sementara untuk spesifikasi hanya dilakukan sebagai bentuk laporan kepada
konsumen bahwa PT X menjamin bahwa barang yang dikirim telah lolos QC dan
bebas cacat. Oleh karena itu tidak ada catatan untuk kecacatan spesifikasi untuk
internal perusahaan. Proses sampling dilakukan dengan check sheet, apabila
ditemukan ada produk yang cacat maka Departemen Quality Control akan
mengembalikan produk ke Departemen Produksi untuk dilakukan penginspeksian
terhadap seluruh produk. Apabila penginspeksian telah dilakukan maka produk
akan kembali ke Departemen QC untuk di sampling, bila hasil sampling
dinyatakan OK dan lolos QC maka produk siap dikirim ke konsumen.
29 Universitas Kristen Petra
Pengumpulan data untuk aspek karakteristik kualitas appearance
didapatkan dari data masa lalu, yaitu berupa data bulanan yang dicatat oleh
perusahaan sebagai upaya pemantauan terhadap proses yang berlangsung.
Sementara untuk karakteristik kualitas spesifikasi didapatkan dari data satu
minggu pada tanggal 29 Maret hingga 6 April 2010. Hal ini dilakukan sebab
selama ini perusahaan tidak pernah melakukan pencatatan terhadap data aktual
lapangan karena proses QC untuk spesifikasi produk hanya dilakukan sebagai
bentuk laporan kepada pelanggan. Berdasarkan data yang diambil kemudian
dilakukan perhitungan persentase kecacatan di proses final inspection hingga
didapatkan nilai persentase kececatan sebesar 6,72%.
Data final isnpection menggambarkan kecacatan-kecacatan yang dialami
oleh jenis-jenis kampas kopling yang diproduksi. Produk kampas kopling tersebut
diklasifikasikan berdasarkan material yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kampas kopling, dimana kampas kopling bor maupun non bor berasal
dari material yang berbeda meskipun ada beberapa jenis material yang digunakan
untuk produk bor maupun non bor. Klasifikasi kampas kopling bor maupun non
bor bila ditinjau dari material yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Klasifikasi Jenis Kampas Kopling Berdasarkan Material yang
Digunakan
Kampas Kopling Bor Kampas Kopling Non Bor
TYPE NK 50 IN TYPE VS 80 F
TYPE VS 80 F TYPE 780 SC
TYPE NAD TYPE NAPL
TYPE NAPLB
TYPE MCI 70
TYPE VSLF
TYPE NAPL
30 Universitas Kristen Petra
4.2.1.1 Data Kecacatan Appearance
Data kecacatan appearance yang dialami produk bor maupun non bor
menunjukan bahwa kedua jenis produk ini memiliki distribusi kecacatan yang
mirip diantara keduanya. Produk bor memiliki beberapa kecacatan khusus khas
produk bor seperti cuil bor, namun jumlahnya sedikit sehingga tidak berpengaruh
besar terhadap distribusi kecacatan keseluruhan. Sehingga kecacatan untuk produk
bor dan non bor baik yang masuk kategori reject maupun rework dapat digabung
untuk mendapatkan Pareto yang menggambarkan kondisi kecacatan yang dialami
oleh produk kampas kopling secara keseluruhan. Produk yang tidak sesuai standar
dan tidak memungkinkan untuk dilakukan proses rework akan dimasukkan dalam
kategori produk reject. Produk reject ini memiliki tingkat kerusakan yang lebih
besar bila dibandingkan dengan produk rework sehingga tidak mungkin untuk
diperbaiki lagi dan terpaksa harus dibuang. Produk reject dan rework ini dapat
berasal dari produk bor maupun non bor. Berikut ini merupakan Pareto chart
yang menggambarkan kondisi kecacatan untuk karakteristik kualitas appearance.
Gambar 4.7 Pareto Kecacatan Karakteristik Kualitas Appearance
Berdasarkan gambar 4.7 terlihat bahwa kecacatan yang masuk dalam
Pareto adalah bengkok, melembung, cuil pinggir luar, flek hitam, dan ngerak.
Kecacatan-kecacatan tersebut perlu mendapat upaya perbaikan untuk mencegah
dan mengurangi jumlahnya yang cukup tinggi.
31 Universitas Kristen Petra
4.2.1.2 Data Kecacatan Spesifikasi
Kecacatan untuk karakteristik kualitas spesifikasi bila diperhatikan dari
Tabel data yang diambil selama 1 minggu, terlihat bahwa jenis-jenis kecacatan
umum yang dapat dialami oleh produk bor dan non bor memiliki komposisi
jumlah yang mirip diantara keduanya. Sementara untuk kecacatan yang hanya
dialami oleh produk bor lebih tinggi. Hal itu menyebabkan Pareto chart untuk
masing-masing jenis tidak akan menunjukan permasalahan yang terjadi karena
untuk produk bor, kecacatan khas bor yang tinggi akan menutup kecacatan umum.
Namun bila Pareto dibuat untuk produk non bor kecacatan yang umum akan
masuk dalam Pareto padahal sebenarnya jumlahnya tidak besar dan mirip dengan
produk bor untuk kecacatan yang sama. Oleh karena itu data kedua jenis produk
tersebut digabung sehingga dapat menunjukan permasalahan yang lebih real.
Produk yang mengalami kecacatan karena spesifikasinya tidak sesuai dengan
standard yang ditentukan akan masuk kategori reject, sebab kecacatan yang
muncul dari karakteristik kualitas ini tidak dapat diperbaiki meskipun
perbedaanya sangat kecil. Gambar 4.8 berikut ini menggambarkan Pareto
kecacatan karakteristik kualitas spesifikasi:
Gambar 4.8 Pareto Kecacatan Karakteristik Kualitas Spesifikasi
Berdasarkan gambar 4.8 terlihat bahwa kecacatan-kecacatan khas bor
seperti rivet thickness hole, rivet hole diameter, dan concentricity mendominasi
32 Universitas Kristen Petra
daftar Pareto kecacatan. Sementara hanya surface thickness dari kategori
kecacatan umum yang masuk dalam Pareto kecacatan spesifikasi.
4.2.2. Data Komplain Pelanggan
Data komplain pelanggan merupakan informasi yang sangat penting pada
Tugas Akhir ini sebagai feedback bagi perusahaan dan tolak ukur keberhasilan
perusahaan dalam memenuhi target yang telah ditentukan oleh konsumen untuk
terus menjaga kepercayaan dan kerjasama antara kedua belah pihak.
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 1 bahwa PT NN menargetkan PT
X untuk menyuplai kampas kopling dengan target maksimal 5 part per million
(ppm) komplain produk cacat. Selama tahun 2009 PT X mencapai kondisi 11.2
ppm, hal ini belum memenuhi target sebab jumlah komplain produk cacat
melebihi 5 ppm. Komplain PT NN ini juga dilengkapi dengan informasi jenis dan
kode produk cacat yang terkirim beserta jenis kecacatan yang dialami.
Komplain pelanggan secara keseluruhan berjumlah 18,63 ppm karena PT
X juga menyuplai produk kampas kopling kepada beberapa perusahaan lain selain
PT NN. Komplain yang tercatat selama ini merupakan komplain yang produknya
dikembalikan dan tidak menutup kemungkinan untuk komplain tidak tercatat
karena produk yang tidak dikembalikan. Meskipun perusahaan lain tidak
memberikan target spesifik kepada PT X sebagaimana dilakukan PT NN, namun
diharapkan PT X dapat menjaga kepercayaan perusahaan-perusahaan lain tersebut
dengan mengirimkan produk yang berkualitas. Oleh karena itu komplain-
komplain dari beberapa perusahaan tersebut juga dikumpulkan sebagai informasi
untuk menjawab permasalahan yang ada. Berikut ini merupakan Tabel klasifikasi
komplain pelanggan tahun 2009 diurutkan dari jumlah yang terbesar.
33 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4 Klasifikasi Komplain Pelanggan Tahun 2009
Karakteristik Kualitas Jenis Komplain
Appearance
Cuil Pinggir Luar
Tipis Gerinda
Tidak Centre
Bengkok
Lubang Bor Kurang
Flek Hitam
Spesifikasi
Rivet Thickness Hole
Concentricity
Outside Diameter
Hole Position
Informasi komplain pelanggan tahun 2009 menunjukan bahwa komplain
untuk karakteristik kualitas appearance adalah 82.3% dari keseluruhan komplain
yang masuk, sementara komplain dari karakteristik kualitas spesifikasi berjumlah
17.6% dari keseluruhan. Bisa dikatakan bahwa komplain dari karakteristik
kualitas appearance mendominasi komplain yang masuk.
Apabila komplain yang masuk tersebut dibandingkan dengan kondisi di
final inspection, terlihat bahwa ada keselarasan antara jenis-jenis kecacatan yang
sering ditemui di final inspection dengan kecacatan yang menjadi komplain
pelanggan. Hal tersebut menunjukan bahwa proses di final inspection telah
berjalan sebagaimana mestinya, oleh karena itu upaya penurunan nilai ppm
komplain harus dilakukan melalui upaya perbaikan terhadap kecacatan-kecacatan
yang sering ditemui di final inspection.
Berikut ini merupakan jenis kecacatan yang harus mendapat upaya
perbaikan berdasarkan jenis karakteristik kualitasnya:
Appearance, yaitu: bengkok, melembung, cuil pinggir luar, flek hitam,
ngerak, tipis gerinda, tidak centre, dan bahan kurang.
Spesifikasi, yaitu: rivet thickness hole, rivet hole diameter, surface thickness,
concentricity, PCD, outside diameter, hole position.
34 Universitas Kristen Petra
4.3 Tahap Analyze
Tahap analyze merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya yang
bertujuan untuk mencari penyebab-penyebab kecacatan yang hendak diperbaiki
dan menentukan lokasi titik-titik potensial untuk mencegah munculnya kecacatan-
kecacatan yang dimaksud.
4.3.1 Analisa Fishbone
Analisa dengan diagram fishbone dilakukan untuk mencari akar penyebab
kemuculan kecacatan. Metode ini dipakai untuk mencari penyebab permasalahan
hingga aspek-aspek dasar yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kemuculan sebuah kecacatan. Berikut ini merupakan analisa
fishbone masing-masing kecacatan berdasarkan klasifikasi karakteristik
kualitasnya.
4.3.1.1 Kecacatan dari Karakteristik Kualitas Appearance
1. Melembung:
Melembung
Material
Kurang kering
Material
Mesin
Mesin drying kotor Kontrol mesin drying kurangKontrol dipping kurang
Kadar resin dibawah standard
Operator kurang pengetahuan
Mesin hot press
Terlalu panas
Tidak ada info
Standard mesin drying
Gambar 4.9 Fishbone Melembung
Material
Material merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi kemunculan
kecacatan melembung. Faktor tersebut adalah kadar resin dibawah standard
dan material dipping yang kurang kering. Kadar resin yang rendah
disebabkan karena kurangnya kontrol dari operator. Kadar resin yang
35 Universitas Kristen Petra
dibawah standard akan membuat produk melembung, sebab resin berfungsi
layaknya lem yang mengikat material utama dengan rubber. Sementara faktor
material dipping yang kurang kering disebabkan karena kondisi mesin yang
kotor dengan sisa-sisa resin yang membuat suhu mesin tidak terkontrol dan
kontrol terhadap proses drying yang kurang sebab tidak ada alat bantu yang
dapat memonitor tingkat kekeringan material dipping.
Mesin
Faktor mesin yang dapat menyebabkan terjadinya kecacatan melembung
adalah mesin hot press dan mesin drying. Setiap jenis produk memiliki
standard suhu hot pressnya masing-masing. Apabila suhu yang diberikan
melebihi standard atau terlalu panas maka akan menyebabkan produk tersebut
melembung. Sementara itu mesin drying yang kotor karena sisa-sisa resin
yang menempel dan jatuh ketika proses pengeringan juga akan berdampak
terhadap tingkat kekeringan material sehingga suhu dan kecepatan tidak akan
berjalam seimbang sebagaimana mestinya.
Personil
Faktor manusia juga dapat mempengaruhi kemunculan kecacatan
melembung. Namun faktor ini dikhususkan untuk para karyawan baru yang
dipekerjakan ketika jumlah pesanan sedang tinggi. Para karyawan baru
tersebut meski sudah diberikan informasi standard yang jelas, namun faktor
pengalaman yang kurang menyebabkan mereka melakukan kesalahan ketika
mengoperasikan mesin hot press sehingga terjadilah kecacatan melembung.
2. Cuil Pinggir Luar
Cuil Pinggir Luar
Mesin
Personil
Salah mencungkil ketika mengeluarkan
produk dari mesin hot press
Kurang pengetahuan
Tidak menyalakan spray
gun ketika mencungkil
Mencungkil terlalu kuat
Sudah lama tidak diasah
Gunting tumpul
Masa lifetime sudah lewat
Pisau moulding melengkung
Gambar 4.10 Fishbone Cuil Pinggir Luar
36 Universitas Kristen Petra
Mesin
Kecacatan cuil pinggir luar disebabkan karena penggunaan moulding hot
press yang sudah tidak bagus. Dimana pisau moulding yang seharusnya tegak
lurus berubah menjadi melengkung karena telah melewati lifetime. Kondisi
moulding yang demikian menyebabkan produk akan mudah cuil ketika
kendak dikeluarkan dari moulding. Selain itu penggunaan gunting yang sudah
tumpul ketika membuang sisa kulit dari proses hot press juga membuat
produk mudah cuil. Gunting-gunting tersebut tumpul karena jarang diasah.
Personil
Faktor manusia juga dapat menyebabkan terjadinya kecacatan cuil pinggir
luar. Faktor tersebut antara lain adalah karena salah mencungkil dan
mencungkil produk terlalu kuat dari moulding hot press. Operator yang salah
mencungkil biasanya adalah operator baru yang kurang pengetahuan dan
belum berpengalaman. Sementara itu ada operator lain yang memang
mencungkil terlalu kuat seperti terkesan memaksa karena mereka tidak
menyalakan spray gun ketika hendak mengeluarkan produk dari moulding.
3. Bengkok
Bengkok
Metode Material
Mesin
Perbandingan tebal-diameter
tidak seimbang
Metode pembebanan
Kurang maksimal
Operator tidak memberi
beban secara benar
Moulding terlalu tipis
Masa lifetime telah lewat
Gambar 4.11 Fishbone Bengkok
37 Universitas Kristen Petra
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya bengkok adalah karena
penggunaan moulding yang sudah tidak bagus lagi. Moulding tersebut sudah
menipis karena sudah terlalu sering dipakai dan telah habis masa lifetime.
Metode
Setiap produk setelah proses hot press, gerinda dan oven akan diberi beban
untuk meminimalkan potensi bengkok yang bisa dialami produk. Namun
metode pembebanan yang selama ini digunakan belum mampu menghasilkan
produk yang rata atau tidak bengkok. Karena operator biasanya tidak
memberi beban yang sebanding dengan ukuran produk yang dibebankan,
karena ada produk berukuran besar yang diberi beban yang kecil.
Material
Faktor permintaan pelanggan untuk produk dengan ketebalan dan diameter
yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan produk yang dihasilkan mudah
bengkok. Kondisi tersebut dapat terjadi untuk beberapa produk khusus yang
biasanya dipesan oleh pelanggan dalam jumlah terbatas.
4. Flek Hitam
Flek hitam
Personil
Mesin
Material
Produk bengkongSalah seting mesin
Tidak tahu seting
Mesin yang benar
Moulding hot press
Terlalu tipis
Batu gerinda tidak bagus
Masa lifetime
sudah lewat
Batu gerinda
sudah habisBatu gerinda
tidak di dressing
Gambar 4.12 Fishbone Flek Hitam
Material
Faktor produk yang bengkok menjadi penyebab utama terjadinya kecacatan
flek hitam. Hal ini disebabkan produk yang bengkok tidak akan mengalami
38 Universitas Kristen Petra
proses gerinda yang sempurna karena ada sisi produk yang terkena batu
gerinda, namun ada sisi lainnya yang tidak terkena batu gerinda. Sisi yang
tidak terkena batu gerinda itulah yang kemudian menyebabkan sisa-sisa flek
hitam.
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan flek hitam adalah
karena kondisi moulding hot press yang terlalu tipis dan batu gerinda yang
tidak bagus. Kondisi moulding yang terlalu tipis disebabkan karena moulding
tersebut telah melewati masa lifetime sehingga menyebabkan produk terlalu
tipis dan tidak tergerinda sempurna ketika memasuki proses gerinda. Selain
itu batu gerinda yang haus karena tidak dressing dan karena telah memasuki
masa akhir lifetime maka ia tidak akan menggerinda secara baik sehingga
munculah flek hitam pada produk.
Personil
Faktor manusia juga berperan dalam menghasilkan flek hitam sebab operator
yang salah melakukan setting terhadap mesin gerinda menyebabkan mesin
tidak akan bekerja secara maksimal untuk menghasilkan produk yang bebas
flek hitam.
5. Tipis gerinda
Tipis Gerinda
Personil
Mesin
Material
Produk bengkongSalah seting mesin
Tidak tahu seting
Mesin yang benar
Moulding hot press
Terlalu tipis
Batu gerinda tidak bagus
Masa lifetime
sudah lewat
Batu gerinda
sudah habisBatu gerinda
tidak di dressing
Gambar 4.13 Fishbone Tipis Gerinda
39 Universitas Kristen Petra
Material
Faktor produk yang bengkok menjadi penyebab utama terjadinya kecacatan
tipis gerinda. Hal ini disebabkan produk yang bengkok tidak akan mengalami
proses gerinda yang sempurna karena ada sisi produk yang terkena batu
gerinda, namun ada sisi lainnya yang tidak terkena batu gerinda. Sisi yang
terkena batu gerinda akan kemudian menyebabkan kondisi yang disebut tipis
gerinda.
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan flek hitam adalah
karena kondisi moulding hot press yang terlalu tipis dan batu gerinda yang
tidak bagus. Kondisi moulding yang terlalu tipis disebabkan karena moulding
tersebut telah melewati masa lifetime sehingga menyebabkan produk terlalu
tipis dan tidak tergerinda sempurna ketika memasuki proses gerinda. Selain
itu batu gerinda yang haus karena tidak di dressing dan karena telah
memasuki masa akhir lifetime maka ia tidak akan menggerinda secara baik
sehingga munculah kecacatan tipis gerinda pada produk.
Personil
Faktor manusia juga berperan dalam menghasilkan tipis gerinda sebab
operator yang salah melakukan setting terhadap mesin gerinda menyebabkan
mesin tidak akan bekerja dengan benar sehingga muncul kecacatan tipis
gerinda.
6. Ngerak
Ngerak
Material kurang kering
Chroome moulding dan
upper hot press mengelupas
Material
Mesin
Masa lifetime
moulding habis
Tidak ada info standard
mesin drying
Kontrol mesin drying kurang
Kontrol kebersihan
moulding kurang
Gambar 4.14 Fishbone Ngerak
40 Universitas Kristen Petra
Material
Material yang kurang kering setelah proses drying akan menyebabkan produk
yang dihasilkan memiliki kerak disekitar permukaannya. Material yang
kurang kering disebabkan karena kurangnya kontrol dari operator mesin
drying terhadap kondisi mesin sebab tidak ada info standard kekeringan
material dan info perbandingan suhu-kecepatan mesin drying. Sehingga untuk
mengontrolnya para operator hanya mengandalkan feeling yang tidak punya
dasar yang tepat untuk mengetahui kekeringan material.
Mesin
Chroome dari moulding dan upper hot press yang mengelupas dan menempel
di produk akan menyebabkan munculnya kerak-kerak yang merusak kualitas
produk. Chroome yang rusak tersebut disebabkan karena moulding dan upper
telah melewati masa lifetime dan kurangnnya kontrol kebersihan operator.
7. Bahan Kurang
Bahan kurang
Penempatan saat proses
hot press salah
Salah menimbang bahan
Personil
Salah menggunakan
moulding preforming
Tulisan kurang jelas
Tulisan kurang jelas
Gambar 4.15 Fishbone Bahan Kurang
Personil
Faktor manusia memegang peranan utama dalam kemunculan kecacatan
bahan kurang karena kesalahan dalam menimbang bahan, menggunakan
moulding preforming, dan penempatan produk yang salah di mesin hot press.
Bila diperhatikan dilapangan, kesalahan menggunakan moulding dan
menimbang bahan bisa jadi disebabkan karena tulisan yang kurang jelas.
Sebab informasi yang ditampilkan menggunakan tulisan tangan yang kurang
rapi dan rawan menyebabkan kesalahan persepsi. Namun penempatan produk
41 Universitas Kristen Petra
yang salah di mesin hot press disebabkan karena kurangnya perhatian
operator sehingga tidak menempatkan produk di tengah moulding.
8. Tidak Centre
Tidak Centre
Salah seting mesin
Tidak tahu cara
seting yang benar
Personil
Mesin
Stopper bergeser
Kontrol mesin bor kurang
Operator tidak tahu cara
Mengontrol kondisi mesin
Gambar 4.16 Fishbone Tidak Centre
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan produk tidak centre adalah karena stopper
yang bergeser. namun bila dianalisa lebih jauh, faktor tersebut disebabkan
karena kurangnya kontrol operator yang memegang mesin tersebut karena
tidak menyadari posisi stopper yang bergeser. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan operator dalam melakukan langkah-langkah pengecekan kondisi
settingan mesin.
Personil
Faktor manusia yang menyebabkan kecacatan tidak centre adalah kesalahan
dalam melakukan setting awal. Hal tersebut disebabkan karena operator tidak
menghapal langkah-langkah menyeting mesin secara benar. Kesalahan seperti
ini menyebabkan spesifikasi produk tidak sesuai dengan standard yang
ditentukan.
42 Universitas Kristen Petra
4.3.1.2 Kecacatan dari Karakteristik Kualitas Spesifikasi
1. Rivet Thickness Hole
Rivet thickness hole
Salah setting mesin
Tidak tahu cara
setting yang benar
Personil
Mesin
Operator tidak tahu cara
Mengecek mesin
Stopper bergeser
Bor tumpul
Gambar 4.17 Fishbone Rivet Thickness Hole
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan karena berada diluar
spesifikasi rivet thickness hole adalah karena penggunaan bor yang sudah
tumpul dan stopper yang bergeser. namun bila dianalisa lebih jauh, faktor
tersebut disebabkan karena kurangnya kontrol operator yang memegang
mesin tersebut karena menggunakan bor yang sudah tumpul dan tidak
menyadari posisi stopper yang bergeser. Kurangnya kontrol tersebut
disebabkan kurangnya pengetahuan operator dalam melakukan langkah-
langkah pengecekan kondisi settingan mesin.
Personil
Selain faktor manusia yang dapat mempengaruhi kecacatan karena mesin
diatas, ada satu faktor tunggal manusia lagi yang menyebabkan kecacatan
rivet thickness hole yaitu kesalahan manusia dalam melakukan setting awal.
Hal tersebut disebabkan karena operator tidak menghapal langkah-langkah
menyeting mesin secara benar. Kesalahan seperti ini menyebabkan spesifikasi
produk tidak sesuai dengan standard yang ditentukan.
43 Universitas Kristen Petra
2. Concentricity
Concentricity
Salah setting mesin
Tidak tahu cara
setting yang benar
Personil
Mesin
Operator tidak tahu cara
Mengecek mesin
Stopper bergeser
Bor tumpul
Gambar 4.18 Fishbone Concentricity
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan concentricity adalah
karena posisi stopper pada mesin bor yang bergeser. Stopper yang digunakan
pada mesin bor dapat bergeser karena terus dipakai dan karena kurangnya
kontrol dari operator yang memegang mesin bor tersebut karena tidak
mengetahui prosedur pengecekan settingan mesin sehingga ia tidak
mengetahui ketika posisi stopper telah bergeser.
Personil
Kecacatan concentricity disebabkan karena faktor manusia yang tidak
menyeting mesin bor dengan benar sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak hapal langkah-langkah
menyeting mesin bor yang benar dan terarah
44 Universitas Kristen Petra
3. Rivet Hole Diameter
Rivet hole diameter
Salah setting mesin
Tidak tahu cara
setting yang benar
Personil
Mesin
Operator tidak tahu cara
Mengecek mesin
Stopper bergeser
Bor tumpul
Gambar 4.19 Fishbone Rivet Hole Diameter
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan rivet hole diameter
yang tidak sesuai standard adalah karena posisi stopper pada mesin bor yang
bergeser. Stopper yang digunakan pada mesin bor dapat bergeser karena terus
dipakai dan karena kurangnya kontrol dari operator yang memegang mesin
bor tersebut karena tidak mengetahui prosedur pengecekan settingan mesin
sehingga ia tidak mengetahui ketika posisi stopper telah bergeser.
Personil
Kecacatan rivet hole diameter yang tidak sesuai standard disebabkan karena
faktor manusia yang tidak menyeting mesin bor dengan benar sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak
hapal langkah-langkah menyeting mesin bor yang benar dan terarah.
45 Universitas Kristen Petra
4. PCD
PCD
Salah setting mesin
Tidak tahu cara
setting yang benar
Personil
Mesin
Operator tidak tahu cara
Mengecek mesin
Stopper bergeser
Bor tumpul
Gambar 4.20 Fishbone PCD
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan PCD yang tidak sesuai
standard adalah karena posisi stopper pada mesin bor yang bergeser. Stopper
yang digunakan pada mesin bor dapat bergeser karena terus dipakai dan
karena kurangnya kontrol dari operator yang memegang mesin bor tersebut
karena tidak mengetahui prosedur pengecekan setting mesin sehingga ia tidak
mengetahui ketika posisi stopper telah bergeser.
Personil
Kecacatan PCD yang tidak sesuai standard disebabkan karena faktor manusia
yang tidak menyeting mesin bor dengan benar sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak hapal langkah-
langkah menyeting mesin bor yang benar dan terarah.
46 Universitas Kristen Petra
5. Hole Position
Hole position
Salah setting mesin
Tidak tahu cara
setting yang benar
Personil
Mesin
Operator tidak tahu cara
Mengecek mesin
Stopper bergeser
Bor tumpul
Gambar 4.21 Fishbone Hole Position
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan hole position yang
tidak standard adalah karena posisi stopper pada mesin bor yang bergeser.
Stopper yang digunakan pada mesin bor dapat bergeser karena terus dipakai
dan karena kurangnya kontrol dari operator yang memegang mesin bor
tersebut karena tidak mengetahui prosedur pengecekan settingan mesin
sehingga ia tidak mengetahui ketika posisi stopper telah bergeser.
Personil
Kecacatan hole position yang tidak standard disebabkan karena faktor
manusia yang tidak menyeting mesin bor dengan benar sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak
hapal langkah-langkah menyeting mesin bor yang benar dan terarah.
47 Universitas Kristen Petra
6. Outside Diameter
Outside Diameter
Mesin
Sudah lama tidak diasah
Gunting tumpul
Masa lifetime sudah lewat
Pisau moulding melengkung
Termakan ketika
pembuangan sisa kulit
Gambar 4.22 Fishbone Outside Diameter
Mesin
Kecacatan ini disebabkan karena penggunaan moulding hot press yang sudah
tidak bagus. Dimana pisau moulding yang seharusnya tegak lurus berubah
menjadi melengkung karena telah melewati lifetime. Kondisi moulding yang
demikian menyebabkan spesifikasi diameter luar berbeda dari yang
seharusnya. Selain itu penggunaan gunting yang sudah tumpul ketika
membuang sisa kulit dari proses hot press juga membuat produk mudah cuil.
Gunting-gunting tersebut tumpul karena jarang diasah.
7. Surface Thickness
Surface Thickness
Personil
Mesin
Material
Produk bengkongSalah seting mesin
Tidak tahu setting
Mesin yang benar
Moulding hot press
Terlalu tipis
Batu gerinda tidak bagus
Masa lifetime
sudah lewat
Batu gerinda
sudah habisBatu gerinda
tidak di dressing
Gambar 4.23 Fishbone Surface Thickness
48 Universitas Kristen Petra
Material
Faktor produk yang bengkok menjadi penyebab utama terjadinya ketebalan
produk tidak sesuai spesifikasi. Hal ini disebabkan produk yang bengkok
tidak akan mengalami proses gerinda yang sempurna karena ada sisi produk
yang terkena batu gerinda, namun ada sisi lainnya yang tidak terkena batu
gerinda.
Mesin
Faktor mesin yang menyebabkan terjadinya kecacatan ini adalah karena
kondisi moulding hot press yang terlalu tipis dan batu gerinda yang tidak
bagus. Kondisi moulding yang terlalu tipis disebabkan karena moulding
tersebut telah melewati masa lifetime sehingga menyebabkan produk terlalu
tipis dan tidak tergerinda sempurna ketika memasuki proses gerinda. Selain
itu batu gerinda yang haus karena tidak di dressing dan karena telah
memasuki masa akhir lifetime maka ia tidak akan menggerinda secara baik.
Personil
Faktor manusia juga berperan dalam menghasilkan kecacatan ini sebab
operator yang salah melakukan setting terhadap mesin gerinda menyebabkan
mesin tidak akan bekerja dengan benar sehingga tidak sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan.
4.3.2 Penentuan Titik Potensial
Proses penentuan titik potensial dilakukan sebagai upaya menganalisa titik
potensial yang menjadi sumber permasalahan kecacatan-kecacatan yang telah
dianalisa penyebabnya dengan fishbone sehingga dapat diketahui titik potensial
yang perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah munculnya kecacatan.
Berikut ini merupakan Tabel titik potensial dari masing-masing kecacatan yang
mendapat upaya perbaikan.
49 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.5 Titik Potensial Upaya Perbaikan
Karakteristik Kualitas Jenis Kecacatan Titik Potensial
Spesifikasi
Rivet Thickness Hole Drilling
Rivet Hole Diameter Drilling
Concentricity Drilling
PCD Drilling
Hole Position Drilling
Outside Diameter Hot Press
Surface Thickness Grinding
Appearance
Bengkok Hot Press
Melembung Drying
Cuil Pinggir Luar Drying
Flek Hitam Grinding
Tipis Gerinda Grinding
Tidak Centre Drilling
Bahan Kurang Preforming
Ngerak Hot Press
4.4 Tahap Improve
Informasi yang didapatkan pada tahapan analyze menjadi pedoman
terhadap rencana upaya perbaikan yang akan dibahas pada tahapan improve.
Rencana perbaikan dibuat berdasarkan pengamatan kondisi di lapangan terhadap
faktor-faktor penyebab kecacatan, lalu dengan proses brainstorming dan diskusi
dengan para pengawas proses produksi kampas kopling di PT X. Usulan
perbaikan sementara ini dibuat dengan pertimbangan bahwa usulan tersebut
diperbolehkan oleh pihak perusahaan untuk diimplementasikan. Oleh karena itu
usulan yang dibuat berupa upaya-upaya perbaikan yang bisa diimplementasikan
tanpa mengganggu kelancaran proses produksi.
Upaya perbaikan yang diusulkan dibuat berdasarkan upaya perbaikan pada
titik-titik potensial dalam proses produksi yang menjadi penyebab terjadinya
kecacatan. Sebab banyak upaya perbaikan yang sama antara kecacatan yang satu
dan yang lainnya dikarenakan penyebabnya yang juga sama. Oleh karena itu
upaya perbaikan dari masing-masing kecacatan diklasifikasikan berdasarkan
50 Universitas Kristen Petra
lokasi titik potensialnya untuk mempermudah pengawasan dan kontrol terhadap
proses produksi.
1. Proses Dipping
Membuat check sheet pengawasan kadar resin di mesin dipping
Cheek sheet pengawasan mesin dipping dibuat untuk mengawasi kondisi
kadar resin di mesin dipping agar selalu berada pada kondisi yang stabil dan
seimbang. Status kadar resin dipantau melalui perbandingan specific gravity..
Pembersihan tabung dipping dari sisa-sisa resin yang tertinggal.
Aktivitas ini bertujuan agar kadar resin lebih stabil selama proses produksi
karena tidak tercampur dengan sisa-sisa resin yang terdahulu yang
mengendap di tabung dipping.
2. Proses Drying
Pembersihan mesin drying dari sisa-sisa resin yang terjatuh.
Hal ini bertujuan agar sisa-sisa resin yang terjatuh selama proses terdahulu
tidak menggangu kestabilan suhu mesin agar proses pengeringan material
dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Membuat Tabel perbandingan suhu-kecepatan mesin drying dan level
kekeringan material
Informasi Tabel perbandingan mesin dan kecepatan mesin drying dan level
kekeringan material akan ditempelkan di sisi sistem kontrol mesin sehingga
mampu menginformasikan dan memudahkan operator mesin drying untuk
menyesuaikan antara suhu dan kecepatan mesin drying. Informasi ini dibuat
melalui diskusi dengan pengawas proses drying dan telah melalui validasi
dari Divisi HRD.
Membuat check sheet pengawasan mesin drying
Check sheet pengawasan mesin drying dibuat untuk mengawasi status
kekeringan material selama proses berlangsung. Status kekeringan material
diawasi oleh pengawas mesin drying berdasarkan informasi Tabel
perbandingan suhu-kecepatan yang telah dibuat.
51 Universitas Kristen Petra
3. Proses Preforming
Menggunakan alat bantu huruf cetak agar penulisan informasi di proses
preforming lebih jelas dan mudah dibaca operator. Hal ini bertujuan untuk
menimimalkan kesalahpahman karena tulisan tangan yang kurang jelas.
4. Proses Hot press.
Membuat check sheet pengawasan operator mesin hot press
Selama implementasi berlangsung operator mesin hot press diwajibkan
melakukan beberapa aktivitas seperti menggunakan spray gun, dan
melakukan pembebanan. Hal tersebut sebenarnya telah menjadi aktivitas
wajib para operator mesin hot press, namun selama ini para operator
cenderung mengabaikan aturan tersebut sehingga berpotensi menghasilkan
produk cacat. Oleh karena itu selama implementasi berlangsung pengawas
mesin hot press akan melakukan pengecekan setiap jam dalam 1 shift
terhadap kinerja operatornya dengan check sheet yang dibuat.
Membuat work instruction pembebanan
Work instruction pembebanan dibuat untuk membantu meminimalkan potensi
bengkok produk kampas kopling. Work instruction ini dibuat dengan
memperhatikan diameter produk dan jumlah tumpukan selama proses
pembebanan berlangsung. Diameter produk yang semakin besar berarti berat
yang lebih besar, oleh karena itu produk dengan diameter yang lebih besar
jumlah tumpukannya lebih sedikit dari produk berdiameter kecil. Work
instruction ini dibuat dengan proses brainstorming dan diskusi dengan pihak
HRD.
Membuat work instruction proses cungkil
Work instruction proses cungkil dibuat untuk mengarahkan para operator
mesin hot press agar mencungkil dengan benar dan aman ketika hendak
mengeluarkan produk dari mesin. Work instruction ini dibuat dengan
pengarahan pengawas proses hot press yang terampil dan sangat
berpengalaman menangani proses di mesin hot press.
52 Universitas Kristen Petra
Membuat Tabel pengecekan moulding hot press
Tabel pengecekan ini dibuat untuk mencatat jumlah pemakaian moulding hot
press beserta informasi-informasi lainnya seperti kondisi chroome dan
ketebalan moulding. Tabel pengecekan ini akan digunakan oleh divisi
engineering untuk mencatat pemakaian dan kondisi dari moulding sehingga
dapat menjadi catatan yang sistematis dan terkontrol.
Pengecekan ketajaman gunting dan pengasahan setiap 3 hari sekali terhadap
gunting yang digunakan ketika membuang sisa kulit dari proses hot press.
5. Proses Gerinda
Membuat Tabel pengecekan batu gerinda
Tabel pengecekan ini dibuat untuk mencatat jumlah pemakaian batu gerinda
untuk mengontrol dan memastikan bahwa batu gerinda yang digunakan
berada dalam kondisi yang layak pakai dan siap digunakan. Tabel pengecekan
ini akan digunakan oleh divisi engineering untuk mencatat pemakaian dan
kondisi dari batu gerinda sehingga dapat menjadi catatan yang sistematis dan
terkontrol
Membuat work instruction setting mesin gerinda
Work instruction untuk menyeting mesin gerinda dibuat untuk mengarahkan
operator mesin gerinda agar menyeting mesin gerinda secara sistemastis dan
tepat sehingga proses gerinda dapat berjalan baik dan mengahasilkan produk
yang berkualitas dan memenuhi spesifikasi ketebalan yang telah ditentukan.
Work instruction ini dibuat dengan pengarahan pengawas proses gerinda yang
berpengalaman dalam melakukan setting mesin gerinda yang benar dan telah
mendapat validasi dari Divisi Engineering.
Membuat work instruction pembebanan
Work instruction pembebanan dibuat untuk membantu meminimalkan potensi
bengkok produk kampas kopling. Work instruction ini dibuat dengan
memperhatikan diameter produk dan jumlah tumpukan selama proses
pembebanan berlangsung. Diameter produk yang semakin besar berarti berat
yang lebih besar, oleh karena itu produk dengan diameter yang lebih besar
jumlah tumpukannya lebih sedikit dari produk berdiameter kecil. Work
53 Universitas Kristen Petra
instruction ini dibuat dengan proses brainstorming dan diskusi dengan pihak
HRD.
6. Proses Bor
Membuat work instruction setting mesin bor
Work instruction untuk langkah-langkah dalam menyeting mesin bor dibuat
untuk mengarahkan para operator mesin bor agar menyeting mesin bor sesuai
urutan yang sistematis sehingga proses bor akan menghasilkan produk yang
baik secara visual dan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Work
instruction ini dibuat dengan pengarahan pengawas proses bor yang paham
betul dan berpengalaman dalam melakukan setting mesin bor yang benar dan
telah mendapat validasi dari Divisi Engineering.
Membuat Tabel pengecekan mata bor, dan bushing.
Tabel pengecekan ini dibuat untuk mencatat jumlah pemakaian pemakaian
mata bor dan bushing sehingga memudahkan proses kontrol terhadap
kelayakan dan lifetime dari mata bor dan bushing. Tabel pengecekan ini akan
digunakan oleh divisi engineering.
4.5 Implementasi
Tahapan implementasi dilakukan berdasarkan usulan perbaikan yang
ditentukan pada tahap sebelumnya. Proses implementasi ini dilakukan dalam 2
tahapan yaitu proses pra implementasi dan implementasi. Proses pra implementasi
dilakukan sebagai langkah awal dan persiapan sehingga diharapkan implementasi
dari usulan yang diberikan dapat berjalan dengan baik dan membawa dampak
positif bagi perusahaan.
4.5.1 Tahap Pra Implementasi
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa proses-proses pada tahap
pra implementasi ini dilakukan sebagai langkah awal dan persiapan implementasi
sehingga usulan-usal perbaikan yang sifatnya harus dilakukan sebelum
implementasi berlangsung telah dipersiapkan dan dilakukan. Berikut ini
merupakan aktivitas yang dilakukan pada proses pra implementasi.
54 Universitas Kristen Petra
Membersihkan tabung dipping
Pembersihan tabung dipping dilakukan agar tabung bersih dari sisa-sisa resin
yang tertinggal dari proses selama ini agar saat implementasi resin yang
digunakan tidak tercampur dengan sisa-sisa resin yang telah mengendap dari
proses-proses terdahulu.
Membersihkan mesin drying
Proses membersihkan mesin drying dilakukan sebelum tahap implementasi
dilakukan, hal ini bertujuan agar menjamin selama proses implementasi
mesin drying yang digunakan telah bersih dari sisa-sisa resin yang dapat
mengganggu keseimbangan suhu dan kecepatan mesin.
Pengecekan kelayakan moulding hot press, batu gerinda, gunting, mata bor,
dan bushing.
Pengecekan ini dilakukan sebagai langkah meminimumkan terjadinya
kecacatan karena faktor perlengkapan mesin yang akan digunakan selama
proses implementasi tidak layak digunakan. Apabila ditemukan moulding
yang ketebalannya telah menipis atau pisau moulding telah melengkung atau
chroomenya telah mengelupas, maka moulding tersebut akan diserahkan
kepada pihak engineering untuk segera diperbaiki. Apabila ditemukan batu
gerinda dan bushing yang secara visual terlihat bahwa masa lifetimenya sudah
habis, maka batu gerinda dan bushing tersebut harus segera diganti dengan
yang baru. Sementara untuk mata bor dan gunting yang tumpul, akan
dilakukan pengasahan, namun bila ditemukan mata bor yang ulirnya sudah
habis maka mata bor tersebut harus diganti. Pengecekan dikoordinasi oleh
pengawas dari masing-masing proses dibantu pihak engineering.
Sosialisasi karyawan
Proses mensosialisasikan informasi dan aturan terhadap karyawan juga
dilakukan dalam tahap pra implementasi sehingga para karyawan mengetahui
informasi-informasi dan aturan baru yang diwajibkan kepada karyawan.
Beberapa informasi dan aturan bagi karyawan tersebut antara lain:
Informasi work instruction proses mencungkil produk ketika proses hot press
Informasi work instruction proses pembebanan
Informasi work instruction setting mesin gerinda
55 Universitas Kristen Petra
Informasi work instruction setting mesin bor
Mewajibkan setiap operator mesin hot press untuk langsung melakukan
pembebanan sesaat setelah produk keluar dari mesin hot press
Mewajibkan setiap operator mesin hot press menyalakan spray gun ketika
proses hot press
Mewajibkan operator mesin drying menggunakan tester kekeringan material
dipping dengan kertas minyak
4.5.2 Tahap Implementasi
Tahap implementasi dilakukan setelah masa persiapan dalam tahap pra
implementasi. Pada tahapan implementasi proses produksi dilakukan dalam
kondisi yang ideal setelah meminimumkan beberapa aspek penyebab kecacatan
dengan beberapa aktivitas yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Berikut ini merupakan aktivitas dalam tahap implementasi yang merupakan tindak
lanjut dari tahap pra implementasi.
Pengawasan proses dipping
Kadar resin pada mesin dipping dicek setiap jam, apabila dalam proses
pengecekan ditemukan bahwa kadar resin telah berada dibawah standard atau
telah mendekati batas bawah standard maka operator wajib menambahkan
jumlah resin sehingga kadar resin tetap terjaga hingga minimal 1 jam
kedepan.
Pengawasan proses drying
Kondisi mesin drying yang telah bersih dari sisa resin akan membuat
kenaikan suhu mesin lebih cepat dari biasanya, oleh karena itu dilakukan
pada awal proses pengecekan suhu dan kecepatan dilakukan setiap 5-10 menit
hingga kondisi stabil. Setelah itu pengecekan terhadap suhu-kecepatan mesin
dilakukan setiap 1 jam untuk mengontrol kekeringan produk. Proses tersebut
dilakukan berdasarkan informasi standard perbandingan suhu-kecepatan
mesin drying serta pengecekan kekeringan output mesin dengan bantuan
kertas minyak. Apabila terdapat cukup banyak minyak yang menempel pada
kertas maka dapat dikatakan bahwa output mesin kurang kering sehingga
56 Universitas Kristen Petra
kecepatannya harus diturunkan berdasarkan informasi suhu-kecepatan
standard dan pertimbangan operator.
Pengawasan proses hot press
Upaya meminimumkan kesalahan pada perlengkapan proses hot press telah
dilakukan pada tahap pra implementasi, sementara pada tahap implementasi
pengawasan ditujukan kepada para operator mesin hot press. Hal tersebut
mengacu pada sosialisasi penggunaan menggunakan spray gun, proses
pembebanan dan alat bantu menempatkan produk agar berada di tengah
moulding. Proses ini diawasi oleh pengawas proses hot press, apabila
pengawas menemukan operator yang melanggar aturan tersebut, maka
operator tersebut diberi peringatan ringan oleh pengawas.
Penggunaan alat bantu huruf cetak
Selama proses implementasi informasi produksi yang ditampilkan pada
proses preforming ditulis dengan alat bantu huruf cetak sehingga dapat
meminimalkan kesalahpahaman pihak operator karena huruf yang digunakan
tidak jelas dibaca.
4.6 Pengukuran dan Analisa Akhir
Upaya pengukuran dan analisa akhir dilakukan dengan membuat pareto
kecacatan selama proses implementasi berlangsung dan dengan menganalisa
kondisi sebelum dan sesudah implementasi dengan membandingkan data yang
diambil selama 1 minggu dengan kondisi sebelum implementasi dan ketika
implementasi dijalankan.
4.6.1 Pareto Akhir
Pareto akhir digunakan sebagai upaya mengetahui kondisi dan distribusi
kecacatan yang ditemukan di final inspection. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana persebaran dan jumlah kecacatan-kecacatan yang ditemukan apakah
kecacatan-kecacatan yang dulu masuk dalam pareto berhasil dikurangi atau justru
muncul kecacatan lain yang yang masuk dalam pareto akhir. Berikut ini
merupakan pareto akhir kecacatan dari karakteristik kualitas spesifikasi dan
appearance.
57 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.24 Pareto Akhir Kecacatan Spesifikasi
Gambar 4.25 Pareto Akhir Kecacatan Appearance
Pareto akhir kecacatan dari masing-masing karakteristik kualitas
menunjukan bahwa ada penurunan jenis dan jumlah kecacatan yang masuk dalam
Pareto akhir. Bila sebelumnya ada 4 kecacatan yang masuk Pareto Appearance,
kini hanya 3 kecacatan yang masuk dalam Pareto dimana kecacatan flek hitam
tidak lagi masuk dalam Pareto. Sementara untuk Pareto Spesifikasi terdapat
meskipun jenis kecacatan yang masuk dalam Pareto Akhir masih sama namun ada
penurunan persentase dari kecacatan-kecacatan yang masuk dalam Pareto
tersebut.
58 Universitas Kristen Petra
4.6.2 Uji Proporsi
Uji proporsi dilakukan untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah
implementasi. Cara membandingkannya adalah dengan memanfaatkan teknik
statistik dengan bantuan software minitab dengan metode 2 proportion test. Uji
proporsi yang dilakukan adalah:
H0 : P1 = P2
H1 : P1 > P2
dimana:
P1 : Proporsi kondisi sebelum implementasi
P2 : Proporsi kondisi setelah implementasi
Apabila uji proporsi menunjukan p value ≤ 0,05 berarti tolak H0 dan
menerima H1, namun bila p value > 0,05 berarti gagal tolak H0. Berikut ini
merupakan hasil pengujian 2 proportion test dengan software minitab kondisi
kecacatan secara keseluruhan antara kondisi sebelum dan sesudah implementasi.
Test and CI for Two Proportions Sample X N Sample p
1 3659 58459 0,062591
2 3216 58139 0,055316
Estimate for p(1) - p(2): 0,00727517
95% lower bound for p(1) - p(2): 0,00500642
Test for p(1) - p(2) = 0 (vs > 0): Z = 5,27 P-Value = 0,000
Berdasarkan uji proporsi antara kondisi sebelum dan ketika implementasi
berlangsung didapatkan nilai P-Value 0,000 yang berarti tolak H0. Informasi
tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kondisi
sebelum dan ketika implementasi berlangsung. Oleh karena itu dapat diambil
kesimpulan bahwa upaya-upaya perbaikan telah berhasil mengurangi jumlah
kecacatan secara signifikan.
Selama proses implementasi berlangsung ada beberapa kecacatan yang
secara signifikan berhasil ditekan, namun ada pula yang masih belum berkurang
59 Universitas Kristen Petra
secara signifikan. Berikut ini merupakan Tabel perbandingan persentase kecacatan
sebelum dan sesudah implementasi berlansung.
Tabel 4.5 Perbandingan Persentase Kecacatan Sebelum dan Sesudah
Implementasi
Persentase
Kecacatan
Sebelum Sesudah
6,72% 5,94%
Perhitungan persentase kecacatan setelah implementasi berlangsung
menunjukan nilai 5,94% yang berarti adanya penurunan sebesar 11,55 % antara
kondisi sebelum dan sesudah implementasi. Keberhasilan tersebut cukup
menggembirakan karena upaya perbaikan telah menunjukan hasil yang positif
meskipun masih ada beberapa kecacatan yang belum signifikan diperbaiki.
4.7 Perancangan Control
Perancangan kontrol ini merupakan tahapan lanjutan setelah upaya
perbaikan yang diimplementasikan. Hasil positif yang ditemukan selama
implementasi berlangsung menunjukan bahwa upaya perbaikan yang dilakukan
telah berhasil mengurangi jumlah kecacatan di final inspection. Oleh karena itu
diperlukan perancangan kontrol yang merupakan kelanjutan dari proses improve
agar hasil positif dari upaya perbaikan tetap terjaga. Berikut ini merupakan
beberapa upaya kontrol yang diharapkan mampu secara konsisten mengurangi
kecacatan produk:
Pembersihan tabung dipping
Pembersihan tabung dipping dilakukan seminggu sekali pada hari senin agar
tabung bersih dari sisa-sisa resin yang tertinggal agar resin yang digunakan
tidak tercampur dengan sisa-sisa resin yang telah mengendap dari proses-
proses terdahulu. Penanggunjawab aktivitas ini diserahkan kepada pihak
pengawas mesin dipping yang bertanggungjawab secara langsung terhadap
asisten 2 manajer produksi di plant kampas kopling.
60 Universitas Kristen Petra
Pembersihan mesin drying
Proses membersihkan mesin drying dilakukan seminggu sekali pada hari
senin, hal ini bertujuan agar menjamin selama proses produksi mesin drying
yang digunakan telah bersih dari sisa-sisa resin yang dapat mengganggu
keseimbangan suhu dan kecepatan mesin. Penanggunjawab aktivitas ini
diserahkan kepada pihak pengawas mesin drying yang bertanggungjawab
secara langsung terhadap asisten 2 manajer produksi di plant kampas kopling.
Pemanfaatan check sheet dan Tabel informasi dan work instruction
Alat bantu yang diterapkan selama implementasi berlangsung terbukti telah
berhasil mengurangi beberapa jenis kecacatan yang selama ini sering ditemui
di proses final inspection. Oleh karena itu beberapa alat bantu tersebut
hendaknya tetap digunakan selama proses produksi yang akan datang agar
memudahkan dan membantu proses kontrol terhadap proses produksi.
Penanggungjawab penggunaan dan sosialisasi Tabel informasi dan work
instruction adalah pengawas masing-masing proses, sementara check sheet
dilaporkan oleh masing-masing pengawas proses kepada asisten 2 manajer
produksi di plant kampas kopling.
Penambahan alokasi operator di proses hot press
Selama implementasi berlangsung ditemukan kondisi bahwa aktivitas yang
yang terlalu padat di proses hot press membuat para operator sering
kewalahan. Oleh karena itu diusulkan penambahan jumlah operator di proses
hot press agar aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan sesaat setelah proses
hot press seperti pembebanan dan penggutingan sisa kulit dapat berjalan
maksimal.
Pengecekan kelayakan moulding hot press, batu gerinda, gunting, mata bor,
dan bushing.
Pengecekan ini dilakukan dengan memanfaatkan Tabel pengecekan yang
telah dibuat agar proses maintenance terhadap alat-alat tersebut dapat berjalan
dengan maksimal sehingga meminimalkan potensi munculnya kecacatan
produk. Penanggungjawab pengecekan ini dibebankan ke divisi engineering.
61 Universitas Kristen Petra
Penggunaan alat bantu huruf cetak
Alat bantu huruf cetak yang digunakan selama implementasi ternyata belum
mampu meminimalkan kecacatan bahan kurang secara signifikan. Namun
bukan berarti penggunaan alat bantu tersebut harus ditinggalkan. Oleh karena
itu untuk proses produksi selanjutnya hendaknya penggunaan alat bantu huruf
cetak tersebut tetap diterapkan untuk memudahkan operator membaca
informasi produksi yang ditampilkan. Penanggungjawab penggunaan alat
bantu huruf cetak ini dibebankan ke divisi engineering.