38-110-1-pb

15
Aset, September 2010, hal. 165-175 Vol. 12 No. 2 ISSN 1693-928X Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik dan Hasil Kerja Karyawan pada Perusahaan Sektor Perbankan TRI BODROASTUTI DANIE BUDI TJAHYONO Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala Jln. Sriwijaya No. 32 & 36 Semarang 50242 email [email protected] Diterima 2 April 2010; disetujui 5 September 2010 Abstrac: This study aims to identify the influence of individual factors and organizational factors to political behavior and the work outcomes of employees in the banking sector in five major cities in Java (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta and Surabaya). The study also identifies the influence of political behavior directly to the work outcomes. This study adopts the theory of Stephen P. Robbins that summarizes the 6 indicators of individual factors, 9 indicators of organization factors, 9 indicators of political behavior, and 12 indicators of the work outcomes. Data collection was conducted by distributing questionnaires via e-mail. Respondents who had captured a number of 180, spread across five cities which are Jakarta (100 respondents), Bandung (20 respondents), Semarang (20 respondents), Yogyakarta (20 respondents), and Surabaya (20 respondents). The relationship between variables in this study were analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). This study showed regression weight of individual factors to political behavior with regression coefficient of 0,230; organizational factors to political behavior with regression coefficient of 0,251; individual factors to the work outcomes with regression coefficient of 0,204; organizational factors to the work outcomes with regression coefficient of 0,173; political behavior to the work outcomes with regression coefficient of 0,295. From these results known to have significant positive influence variables of individual and organization factors to political behavior and work outcomes. Political behavior is also evident in a direct and significant positive effect to work outcomes. Keywords : individual factors, organizational factors, political behavior, the work outcomes. PENDAHULUAN Sejak krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997/1998, jumlah bank yang aktif beroperasi terus merosot. Pada bulan Juni 1997 masih ada 240 bank yang beroperasi. Pada masa satu dasawarsa setelah itu, jumlahnya berkurang menjadi separuhnya. Jumlah bank itu akan terus dikurangi oleh Bank Indonesia, dengan alasan, jumlah ini masih lebih banyak dibandingkan dengan Jepang, Malaysia, atau Thailand, dimana meski hanya sedikit, bank-bank di negara tersebut mampu mendorong pertum- buhan ekonomi secara signifikan. Namun sebaliknya di Indonesia, banyaknya jumlah bank belum bisa menggerakkan ekonomi secara maksimal. Sampai dengan akhir tahun 2010 ini, jumlah bank di Indonesia diproyeksikan secara

Upload: imam-santoso

Post on 16-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • Aset, September 2010, hal. 165-175 Vol. 12 No. 2ISSN 1693-928X

    Faktor-Faktor yang Berkontribusiterhadap Perilaku Politik dan Hasil Kerja

    Karyawan pada Perusahaan Sektor Perbankan

    TRI BODROASTUTIDANIE BUDI TJAHYONO

    Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya ManggalaJln. Sriwijaya No. 32 & 36 Semarang 50242

    email [email protected]

    Diterima 2 April 2010; disetujui 5 September 2010

    Abstrac: This study aims to identify the influence of individual factors and organizationalfactors to political behavior and the work outcomes of employees in the banking sector in fivemajor cities in Java (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta and Surabaya). The study alsoidentifies the influence of political behavior directly to the work outcomes. This study adoptsthe theory of Stephen P. Robbins that summarizes the 6 indicators of individual factors, 9indicators of organization factors, 9 indicators of political behavior, and 12 indicators of thework outcomes. Data collection was conducted by distributing questionnaires via e-mail.Respondents who had captured a number of 180, spread across five cities which are Jakarta(100 respondents), Bandung (20 respondents), Semarang (20 respondents), Yogyakarta (20respondents), and Surabaya (20 respondents). The relationship between variables in this studywere analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). This study showed regression weightof individual factors to political behavior with regression coefficient of 0,230; organizationalfactors to political behavior with regression coefficient of 0,251; individual factors to thework outcomes with regression coefficient of 0,204; organizational factors to the work outcomeswith regression coefficient of 0,173; political behavior to the work outcomes with regressioncoefficient of 0,295. From these results known to have significant positive influence variablesof individual and organization factors to political behavior and work outcomes. Politicalbehavior is also evident in a direct and significant positive effect to work outcomes.

    Keywords : individual factors, organizational factors, political behavior, the workoutcomes.

    PENDAHULUAN

    Sejak krisis perbankan yang terjadi padatahun 1997/1998, jumlah bank yang aktifberoperasi terus merosot. Pada bulan Juni 1997masih ada 240 bank yang beroperasi. Pada masasatu dasawarsa setelah itu, jumlahnya berkurangmenjadi separuhnya. Jumlah bank itu akan terusdikurangi oleh Bank Indonesia, dengan alasan,

    jumlah ini masih lebih banyak dibandingkandengan Jepang, Malaysia, atau Thailand,dimana meski hanya sedikit, bank-bank dinegara tersebut mampu mendorong pertum-buhan ekonomi secara signifikan. Namunsebaliknya di Indonesia, banyaknya jumlah bankbelum bisa menggerakkan ekonomi secaramaksimal. Sampai dengan akhir tahun 2010 ini,jumlah bank di Indonesia diproyeksikan secara

  • 166 BODROASRUTI,TJAHYONO Aset

    bertahap akan berkurang menjadi hanya 70-80bank.

    Dampak penyusutan jumlah bank ini jelasmengancam karyawan. Dalam kurun waktusepuluh tahun sejak krisis perbankan, setidaknyasudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)terhadap 40.000 hingga 42.000 karyawan.Ini belum termasuk akibat merger Bank Mandiriyang merumahkan 30.000 hingga 35.000karyawan. Jumlah ini diperkirakan akanterus bertambah di masa mendatang sejalandengan proses restrukturisasi kepemilikandan perubahan strategi bisnis bank sertakonsolidasi karena Arsitektur PerbankanIndonesia (API).

    Dalam perspektif perilaku organisasi,perubahan apapun, khususnya yangmengimplikasikan realokasi sumber dayaorganisasi secara signifikan, memilikikemungkinan yang besar dalam merangsangtimbulnya konflik dan meningkatkan politisasi.Hal ini merupakan indikator dari faktororganisasi yang secara teoritis berpengaruhterhadap perilaku politik seseorang yang padagilirannya mempengaruhi hasil kerja (Robbins,2007).

    Yang menarik, dalam kasus karyawan disektor perbankan di Indonesia, PHK massalseringkali justru mengundang reaksi yang tidakbersesuaian dengan teori. Ini terjadi ketika BNImelakukan program pengurangan karyawanyang mereka namai Program Pensiun Sukarela(PPS). Terbuai dengan pesangon yangmenggoda, lebih dari 1.000 orang karyawan BNIberbondong-bondong mengajukan diri.Tingginya minat karyawan ini di luar dugaankarena yang mengajukan lebih banyak dari yangdiperkirakan. Pihak manajemen kemudianmenyeleksi pengajuan tersebut menjadi 500karyawan (Mohamad, 2006).

    Pensiun dini bagi karyawan tidak selaluberakhir dengan air mata, sebagian besarkaryawan bank justru gembira. Karyawan bankmemang lebih beruntung dibandingkan dengankaryawan perusahaan sektor riil. Pemutusanhubungan kerja di perbankan senantiasamengacu pada peraturan, malahan pihak bankkerapkali memberikan pesangon yang besarnya

    di atas jumlah yang disyaratkan dalam peraturan.Jarang kita jumpai unjuk rasa karyawanbank karena masalah pesangon. Kasus semacamini pernah terjadi yaitu pada 1998/1999,saat karyawan bank beku kegiatan usaha(BBKU) dan bank beku operasi (BBO) yangdi-PHK belum disepakati uang pesangon-nya. Demonstrasi tersebut hanya berlangsungsebentar karena pemerintah bersedia menalangidulu uang pensiun yang akan dihitung sebagaikewajiban pemilik bank.

    Maraknya bank berinvestasi untukmemanfaatkan teknologi informasi (TI), jugaturut andil dalam pengurangan jumlahkaryawan, terkait dengan efisiensi padapelayanan yang berbasis data. Sangatdimungkinkan, bank hanya membutuhkansumber daya manusia yang paham betulselukbeluk TI, misalnya programmer. Layaknyaindustri lain, tidak mudah mempertahankankaryawan bidang TI. Pasalnya, mereka tidakmemiliki jenjang karier di bank. Mereka tidakmungkin mencapai posisi direktur utamaatau kepala cabang sekalipun. Karier dan posisimereka di perbankan hanya sebatasitu. Bisa dimaklumi jika banyak staf TI yangmenjadi kutu loncat, pindah dari satu bank kebank lain.

    Dua anomali ini, yaitu reaksi karyawanterhadap pemutusan hubungan kerja dankesulitan pihak manajemen bank untukmempertahankan karyawan di bidang TeknologiInformasi, cukup dijadikan sebagai alasan untukditeliti lebih jauh. Walaupun kedua hal ini hanyamerupakan sebagian kecil dari banyaknyaindikator dari faktor-faktor yang berkontribusiterhadap perilaku politik karyawan, namunkeduanya dianggap memiliki signifikansi yangtinggi. Keduanya termasuk indikator padavariabel organisasi yang ditegaskan olehRobbins (2007) sebagai variabel yang lebihdominan daripada satu variabel lainnya yaituvariabel individu. Bahkan ditegaskan jugabahwa keputusan promosi, yang juga termasukdalam indikator variabel organisasi, ditengaraisebagai salah satu tindakan paling politis dalamorganisasi.

  • Vol. 12 No.2, 2010 Aset 167

    TINJAUAN TEOIRITIS

    Faktor Individu. Pada tataran individu,Robbins (2007) telah mengidentifikasi sifat-sifatkepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapafaktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilakupolitik seseorang. Dalam hal sifat, kitamenemukan bahwa para karyawan yang mampumerefleksikan diri secara baik (high selfmonitor), memiliki pusat kendali (locus ofcontrol) internal, dan memiliki kebutuhan yangtinggi akan kekuasaan mempunyaikemungkinan lebih besar untuk terlibat dalamperilaku politik. Orang yang mampumerefleksikan diri secara baik lebih, sensitifterhadap berbagai tanda sosial, mampumenampilkan tingkat kecerdasan sosial, danterampil dalam berperilaku politik daripadamereka yang kurang mampu merefleksi diri (lowself monitor). Individu dengan locus of controlinternal, lantaran meyakini bahwa merekamampu mengendalikan lingkungannya, lebihcenderung bersikap proaktif dan berupayamemanipulasi situasi demi kepentingan merekasendiri. Tidak mengejutkan, kepribadianMachiavellian (yang dicirikan dengan kehendakuntuk memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan)dengan mudah menggunakan politik sebagaisarana untuk memperjuangkan kepentingannyasendiri.

    Investasi seseorang dalam organisasi,alternatif yang diyakininya ada, dan harapanakan kesuksesan turut mempengaruhi sejauhmana ia akan memanfaatkan sarana tindakanpolitik yang tidak sah. Ada sebagian orang yangmemiliki pandangan bahwa segala upaya yangdilakukan dapat dipandang sebagai investasi(Cropanzano, et al., 1997) karena suatu saat akandiperoleh apa yang diinginkan sepertikeuntungan ekonomi, jabatan dan status sosial(Cropanzano, Kacmar, & Bozeman, 1995 dalamRandall, et al., 1999). Semakin besar investasiseseorang dalam organisasi karena harapan akanmendapatkan keuntungan di masa depan,semakin besar pula kerugian yang harusditanggungnya jika terpaksa harus keluar darisana dan semakin kecil kemungkinan bahwa iaakan menggunakan sarana politik yang tidak sah.

    Semakin banyak alternatif peluangpekerjaan yang dimiliki seseorang (karena pasarkerja yang terbuka lebar atau karena orang itumemiliki ketrampilan atau pengetahuan yanglangka, reputasi yang menonjol, atau kontakkeluar organisasi yang berpengaruh) semakinbesar kemungkinan ia mengambil resikotindakan politik yang tidak sah. Jika seseorangmemiliki harapan akan kesuksesan yang rendahdalam menggunakan sarana yang tidak sah, iatidak mungkin berbuat demikian. Harapan akankesuksesan yang tinggi dalam penggunaansarana yang tidak sah kemungkinan besarmerupakan domain orang yang berpengalamandan berkuasa yang terampil berpolitik maupunkaryawan tak berpengalaman dan naif yang salahmenilai peluang mereka.

    Dubrin (2001) mengutarakan tiga hal terkaitfaktor individu yang mempengaruhi perilakupolitik yaitu ketidakamanan emosional(emotional insecurity), tendensi manipulatifdan ketidaksepakatan yang menghalangikeputusan rasional. Banyak orang melakukanmanuver politik untuk berlindung kepadaorang yang memiliki kekuasaan karena merekakurang percaya diri dalam kemampuan merekasendiri, inilah yang dimaksud denganketidakamanan emosional. Beberapa orangkadangkala berperilaku politik untukmemanipulasi orang lain demi kepentinganmereka. Dalam kajian mengenai kepribadian,tipe ini disebut sebagai machievellian. Kata inidigunakan untuk menggambarkan karakter yangsesuai dengan prinsip Machiavelli dalam teoripolitiknya.

    Banyak eksekutif yang selalu berusahamenggunakan kriteria rasional dalam meng-ambil keputusan, namun keputusan iniseringkali terhambat oleh ketidaksepakatan darianggota organisasi. Apabila strategi dan tujuantelah dipahami dengan mendalam oleh anggotaorganisasi kunci, perilaku politik tidak dapatdihindari dalam pengambilan keputusanorganisasi.

    Atas dasar penjelasan di atas, maka dapatdirumuskan hipotesis pertama dan keduasebagai berikut :H1 : faktor individu (X1) berpengaruh positif

  • terhadap perilaku politik (Y1)H2 : faktor individu (X1) berpengaruh

    positif terhadap hasil kerja (workoutcome) (Y2)

    Faktor Organisasi. Kegiatan politikkiranya lebih merupakan fungsi karakteristikorganisasi ketimbang fungsi variabel perbedaanindividu. Tidak sedikit organisasi memilikibanyak karyawan dengan karakteristik individuyang telah dituliskan di atas, namun perilakupolitiknya sangat beragam. Semakin sederhanadan semakin kecil organisasi maka semakinrendah politisasi dan segala permasalahan dapatdipecahkan dengan cara yang singkat.

    Tanpa menafikkan peran yang mungkindijalankan oleh perbedaan individual dalammenumbuhkembangkan proses politisasi, buktimenunjukkan bahwa situasi dan kulturtertentulah yang lebih mendukung politik.Menurut Robbins (2007), secara lebih khusus,manakala sumber daya sebuah organisasiberkurang, ketika pola sumber daya yang adaberubah, dan ketika muncul kesempatan untukpromosi, politisasi lebih dimungkinkan untukmuncul ke permukaan. Selain itu, kultur yangtercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah,ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yangtidak jelas, praktek alokasi imbalan zero-sum(perolehan hangus karena kurang memuaskan),pengambilan keputusan secara demokratis,tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajersenior yang cenderung mementingkan dirinyasendiri membiakkan lahan yang subur bagipolitisasi.

    Ketika organisasi melakukan perampinganuntuk meningkatkan efisiensi, pengurangansumber daya harus dilakukan. Terancamkehilangan sumber daya, orang bisa terlibatdalam tindakan politik untuk mengamankan apayang mereka miliki. Tetapi perubahan apapun,khususnya yang mengimplikasikan realokasisumber daya dalam organisasi secara signifikan,berkemungkinan merangsang timbulnya konflikdan peningkatan politisasi.

    Keputusan promosi senantiasa ditengaraisebagai salah satu tindakan paling politis dalamorganisasi. Peluang promosi atau kemajuanmendorong orang untuk bersaing mendapatkan

    sumber daya yang terbatas dan mencoba secarapositif mempengaruhi hasil keputusan.

    Semakin kecil kepercayaan yang ada dalamorganisasi, semakin tinggi tingkat perilakupolitik dan semakin mungkin perilaku politikitu akan tidak sah. Karenanya, tingkatkepercayaan yang tinggi secara umum akanmenekan tingkat perilaku politik dan secarakhusus akan menghambat tindakan politik yangtidak sah. Walaupun organisasi pada umumnyamenyarankan kepatuhan, kerja sama,keterbukaan dan kepercayaan, dalamkenyataannya, individu atau kelompok bersaingmendapatkan sumber daya, informasi danpengaruh (Thompson, 1967), dan mencari carauntuk melindungi kepentingannya yangkadangkala melanggar norma dan prinsip-prinsip organisasi dan berpeluang mendapatkansanksi (Pfeffer & Salancik, 1974).

    Ambiguitas peran berarti bahwa perilakuyang ditentukan untuk karyawan tidak jelas.Karena itu, batas cakupan dan fungsi tindakanpolitik seorang karyawan lebih sedikit. Karenakegiatan politik didefinisikan sebagai kegiatanyang tidak disyaratkan sebagai bagian dari peranformal seseorang, semakin besar ambiguitasperan semakin banyak seseorang dapat terlibatdalam kegiatan politik dengan peluang kegiatanitu terlihat kecil.

    Praktek evaluasi kinerja masih jauh darisempurna. Semakin banyak organisasimenggunakan kriteria subjektif dalam penilaian,menekankan ukuran hasil yang sifatnyatunggal, atau memakan waktu yang lama antarasuatu tindakan dan evaluasi atas tindakantersebut, semakin besar pula kemungkinanseorang karyawan lari dan menjalankanpolitisasi. Kriteria kinerja yang subjektifmenciptakan ambiguitas. Penggunaan ukuranhasil tunggal mendorong individu untukmelakukan apapun yang diperlukan agartampak bagus menurut ukuran tersebut, tetapisering dengan mengorbankan kinerja yangbaik pada bagian pekerjaan yang lain yangtidak kalah penting namun tidak turutdinilai. Lamanya waktu antara sebuah tindakandan evaluasi atas tindakan tersebut jugamerupakan faktor yang relevan. Semakin

    168 BODROASRUTI,TJAHYONO Aset

  • panjang waktu tersebut, semakin sulit bagikaryawan itu untuk dimintai pertanggung-jawabannya atas perilaku politiknya.

    Bila kultur sebuah organisasi semakinmenekankan pendekatan zero-sum atau menangkalah dalam kebijakan alokasi imbalannya,karyawan akan semakin termotivasi untukmelibatkan diri dalam politisasi. Pendekatanzero-sum menganggap kue imbalan sebagaiharga mati sehingga keuntungan apapun yangdidapati satu orang atau kelompok harusdiperoleh dengan mengorbankan orang ataukelompok lain. Praktek semacam ini mendorongseorang karyawan untuk menjelek-jelekkankaryawan lain dan membesar-besarkan perandiri sendiri.

    Para manajer diminta untuk lebih terbukaterhadap masukan dari para karyawan dalamproses pengambilan keputusan dan maumendengarkan saran dari kelompok dalamproses yang sama. Namun, gerakan ke arahdemokrasi semacam ini tidak serta merta dianutoleh semua manajer. Banyak manajermenggunakan kedudukan mereka untukmelegitimasi kekuasaan dan membuatkeputusan yang sifatnya sepihak atau unilateral.Mereka bekerja keras dan mengeluarkan biayapribadi yang besar untuk mencapai kedudukanyang berpengaruh. Berbagi kekuasaan denganorang lain sangat bertentangan dengan hasratmereka. Alhasil, para manajer mungkinmenggunakan komite, konferensi danpertemuan wajib kelompok secara pura-pura,sebagai arena untuk melakukan manuver danmanipulasi.

    Semakin besar tekanan yang dirasakanoleh karyawan untuk meningkatkan kinerjamereka, semakin besar kemungkinan merekaterlibat dalam proses politisasi. Tekananyang besar merupakan satu dari sekianpenyebab diabaikannya kekuasaan danpengaruh. Ketika orang dimintai pertanggung-jawabannya atas hasil yang diperoleh, iaakan merasakan tekanan besar untuk terlihatbaik. Jika seseorang merasa bahwa seluruhkariernya dipertaruhkan pada angka penjualankuartal berikutnya atau laporan produktivitaspabrik bulan berikutnya, ia akan termotivasi

    untuk melakukan apapun yang harus dilaku-kan guna memastikan angka yang munculmenguntungkan dirinya.

    Terakhir, ketika para karyawan melihatorang yang ada di puncak terlibat dalamperilaku politik, khususnya ketika merekaberhasil melakukannya dan mendapatkanimbalan atas keberhasilan itu, terciptalahsebuah suasana yang mendukung politisasi.Politisasi yang dilakukan oleh manajemenpuncak, dalam pengertian tertentu, membukajalan bagi mereka yang mempunyai kedudukanyang lebih rendah dalam organisasi untukjuga bermain politik sembari memberi kesanbahwa perilaku semacam itu dapat diterima danwajar.

    Menurut Dubrin (2001) pengaruh faktororganisasi dijelaskan melalui struktur organisasipiramida (pyramid-shaped organizationstructure). Struktur piramida memusatkankekuasaan pada puncaknya. Setiap levelmemiliki kekuasaan yang berbeda, semakinke bawah semakin berkurang kekuasaanyang dimilikinya. Di dasar piramida tersebutlahpara pekerja yang tidak memiliki kekuasaan.Kompetisi untuk memperoleh level yanglebih tinggi, menambah intensitas perilakupolitik.

    Selain struktur organisasi, dua hal lainnyayaitu standar kinerja yang subyektif (subjectivestandards of performance) dan ketidak-jelasan lingkungan (turbulensi). Banyak orangyang tidak percaya bahwa organisasinyamemiliki cara yang obyektif dan adil dalammenilai kinerja mereka dan kelayakan untukmendapatkan promosi. Sama halnya ketikamanajer tidak memiliki cara yang obyektifuntuk membedakan karyawan yang baik danyang kurang baik, atau ketika orang beradadalam ketidakstabilan dan lingkungan yangtidak bisa diramalkan, mereka cenderungberperilaku politik. Mereka bergantung padapolitik organisasi karena ketidakjelasanmengaburkan tujuan mereka. Ketidakjelasanlingkungan (turbulensi), yang dapat terjadikarena merger perusahaan atau perampingan(downsizing), menjadi pendorong terjadinyapolitisasi.

    Vol. 12 No.2, 2010 Aset 169

  • Atas dasar penjelasan di atas, dapatdirumuskan hipotesis ketiga dan keempatsebagai berikut :H3 : faktor organisasi (X2) berpengaruh

    positif terhadap perilaku politik (Y1)H4 : faktor organisasi (X2) berpengaruh

    positif terhadap hasil kerja (workoutcomes) (Y2)

    Hasil Kerja (Work Outcomes). Hasil Kerja(work outcomes) merujuk pada konsep landasankekuasaan yang meliputi kekuasaan formal dankekuasaan pribadi. Hasil Kerja (work outcomes)kemudian diartikan sebagai hasil yang diperolehdengan berperilaku politik tertentu dalammenghadapi kekuasaan. Dalam hal ini, landasankekuasaan yang dipakai adalah kekuasaanformal.

    Kekuasaan formal dibedakan dalam 3 (tiga)kategori yang lebih spesifik yaitu kekuasaankoersif (coercive power), kekuasaan imbalan(reward power), dan kekuasaan legitimasi(legitimate power), sedangkan kekuasaanpribadi dikategorikan lebih jauh dalamkekuasaan karena keahlian (expert power) dankekuasaan rujukan (referent power).

    Seseorang memberikan reaksinya terhadapkekuasaan ini karena rasa takut terhadapakibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidakpatuh. Kekuasaan koersif mengandalkanaplikasi, atau ancaman aplikasi, sanksi fisik yangmenimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasikarena pembatasan gerak, atau pengendalianpaksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis ataukeamanan. Di tingkat organisasi, seseorangdikatakan memiliki kekuasaan koersif atas oranglain jika ia dapat memberhentikan, menunda,atau menurunkan pangkat orang tersebut denganasumsi orang tersebut menghargai pekerjaannya.Demikian pula, jika ia dapat menugasi orangitu dengan aktivitas kerja yang tidak me-nyenangkan, atau mengancam sedemikian rupasehingga ia merasa dipermalukan, dapatdikatakan bahwa ia memiliki kekuasaankoersif atas orang itu. Kekuasaan koersif jugabisa diperoleh karena seseorang memeganginformasi kunci. Dalam sebuah organisasi, orangyang memiliki data atau pengetahuan yangdibutuhkan orang lain dapat membuat orang lain

    bergantung kepada mereka.Kebalikan dari kekuasaan koersif adalah

    kekuasaan imbalan. Orang memenuhi keinginanatau arahan orang lain karena, dengan berbuatdemikian, ia akan mendapatkan manfaatpositif; karena itu seseorang yang dapatmembagikan imbalan atau penghargaan yangdipandang orang lain bernilai akan memilikikekuasaan atas orang lain itu. Imbalan ini bisabersifat finansial (seperti pengendalian tingkatupah, kenaikan upah, dan bonus) ataunonfinansial (termasuk pengakuan, promosi,penugasan kerja yang menarik, kolega yangramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualanyang lebih disukai).

    Dalam kelompok atau organisasi formal,akses yang paling mudah ditemui pada satu ataulebih landasan adalah posisi strukturalseseorang. Hal ini disebut kekuasaan legitimasi.Kekuasaan ini melambangkan kewenanganformal untuk mengendalikan dan memanfaatkansumber daya organisasi. Secara spesifik,kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenangsuatu jabatan oleh anggota dalam sebuahorganisasi.

    Kekuasaan karena keahlian adalah pengaruhyang diperoleh dari keahlian, ketrampilankhusus atau pengetahuan. Keahlian telahmenjadi salah satu sumber pengaruh yangpaling kuat karena dunia sudah semakinberorientasi pada teknologi. Karena pekerjaansemakin terspesialisasi, kita menjadi semakinbergantung kepada para ahli untuk mencapaitujuan. Jadi, meskipun secara umum diakuibahwa dokter memiliki keahlian dan dengandemikian memiliki kekuasaan sebagai ahli, kitajuga harus mengakui bahwa para spesialis dibidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi,psikolog industri, dan spesialis lain mampumenjalankan kekuasaan sebagai hasil darikeahlian mereka.

    Kekuasaan rujukan didasarkan padaidentifikasi terhadap seseorang yang memilikisumber daya atau sifat personal yangmenyenangkan. Jika kita menyukai, meng-hormati, dan mengagumi orang lain, orangtersebut akan menjalankan kekuasaan atas kitakarena kita ingin menyenangkan hatinya.

    170 BODROASRUTI,TJAHYONO Aset

  • Kekuasaan rujukan berkembang dari ke-kaguman terhadap orang lain dan hasrat untukmenjadi seperti orang itu. Salah satu cara orangmendapatkan kekuasaan rujukan adalahmelalui kharisma. Sebagian orang memilikikekuasaan semacam ini yang, walaupun tidakmenduduki posisi kepemimpinan formal,mampu memanfaatkan pengaruhnya terhadaporang lain lantaran dinamisme kharismatik,rasa digemari, dan efek emosional mereka ataskita.

    Perilaku Politik. Politik tidak dapat samasekali dihindari dan merupakan realitakehidupan organisasional, karena dalam banyakorganisasi pertimbangan politik hampir selalumenjadi bagian dalam proses evaluasi,dibanding pertimbangan rasional (Longencker,Sims, & Gioia, 1987). Ada cukup banyakdefinisi untuk politik organisasi. Politikorganisasi adalah fenomena kompleks yangbiasa melibatkan tindakan manipulatif atau cara-cara yang kotor, namun hal tersebut tidak dapatkita hindari dan kita hilangkan (Chan danShaffer, 2002). Politik organisasional termasukmelibatkan kepentingan seseorang di ataskepentingan organisasi (Greenberg & Baron,2000). Perilaku politik berlangsung dalamkoridor informal organisasi dan mengandungmaksud untuk meningkatkan karir profesionalindividu ketika keadaan memungkinkan untukberkonflik (Drory, 1993).

    Perilaku politik merupakan perilaku yangsecara organisasional tidak ada sanksinya, yangmungkin dapat merugikan bagi tujuan organisasiatau bagi kepentingan orang lain dalamorganisasi (Harrell-Cook, Ferris & Dulebohn,1999 dalam Randall, et al., 1999). Mintzberg(1985) melihatnya sebagai tindakan yangmelampaui parameter yang dapat diterimasebagai perilaku organisasi. Pettigrew (1973)mendeskripsikannya sebagai penggunaankekuasaan untuk mempengaruhi pengambilankeputusan. Beberapa definisi menghubungkanhal ini dengan karakteristik disfungtif padaorganisasi (Allen, Madison, Porter, Renwick, &Mayers, 1979). Selanjutnya, Miles (1980)mendefinisikan politik organisasi sebagai prosesyaitu setiap aktor atau kelompok dalam

    organisasi membangun kekuasaan untukmempengaruhi penetapan tujuan, kriteria atauproses pengambilan keputusan organisasionaldalam rangka memenuhi kepentingannya.Definisi yang lain melihat politik secarasempit, yakni bahwa politik terbatas padaperilaku untuk memaksimalkan kepentinganpribadi dalam jangka pendek atau jangkapanjang (Cropanzano, et al., 1997).

    Drory and Romm (1988) menawarkanlima konsep sebagai elemen utama dalam politikorganisasi: 1) wahana perilaku yang mencakuptiga tipe termasuk formal, informal, dan ilegal,2) tindakan melawan organisasi, 3) penggunaankekuasaan, 4) konflik, dan 5) motif tersembunyi(concealed motive). Mereka mengusulkansebuah model yang membentuk hubungan darifaktor organisasi, lingkungan dan individu yangmempengaruhi job involvement, job anxiety, jobsatisfaction, dan withdrawal dari organisasi.Mereka juga mengungkapkan adanya persepsiterhadap politik organisasi yang berbeda danberhubungan langsung dengan posisi seseorangdalam hirarki organisasi. Politik melibatkansemua level dalam organisasi, walaupunmungkin semakin bertambah menurut hirarki.Ditambah lagi, menurut mereka semakinorganisasi itu dikendalikan secara sentralistik,organisasi tersebut semakin politis secarainheren.

    Politik organisasional telah menjadi topikyang diminati untuk diteliti karena adanyatantangan potensial yang mempengaruhiefisiensi dan efektifitas organisasi. Namunpada hakekatnya, berbagai definisi ituberfokus pada penggunaan kekuasaan untukmempengaruhi pengambilan keputusan dalamorganisasi atau pada perilaku anggota yangmendahulukan kepentingan pribadinya dantidak mau melayani kebutuhan organisasi.Dalam kasus ini, perilaku politik (politicalbehavior) dalam organisasi didefinisikansebagai aktifitas yang tidak dianggapsebagai bagian dari peran formal seseorangdalam organisasi, tetapi mempengaruhi,atau berusaha mempengaruhi, distribusikeuntungan dan kerugian dalam organisasi(Robbins, 2007).

    Vol. 12 No.2, 2010 Aset 171

  • Definisi ini mencakup elemen kunci dari apayang dimaksudkan oleh kebanyakan orangketika mereka berbicara tentang politikorganisasi. Perilaku politik berada di luarkoridor persyaratan kerja tertentu dari seseorang.Perilaku ini mensyaratkan suatu upayauntuk menggunakan landasan kekuasaanseseorang. Selain itu, definisi ini mencakupberbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan,kriteria, atau proses yang digunakan dalampengambilan keputusan ketika kita menyatakanbahwa politik terkait dengan distribusikeuntungan dan kerugian di dalam organisasi.Definisi ini cukup luas untuk mencakupberagam perilaku politik seperti menahaninformasi kunci dari pengambil keputusan,bergabung dalam koalisi, mencari-cari ke-salahan, menyebarkan rumor, membocorkaninformasi rahasia tentang kegiatan organisasikepada media, saling menyenangkan denganorang lain dalam organisasi untuk memperolehmanfaat bersama, dan melobi atas nama ataumelawan seseorang atau alternatif keputusantertentu.

    Perilaku politik yang sah (legitimatepolitical behavior) mengacu pada politik sehari-hari yang wajar: menyampaikan keluhan kepadapenyelia, memotong rantai komando,membangun koalisi, menentang kebijakan ataukeputusan organisasi melalui pemogokan ataudengan terlalu berpegang ketat pada ketentuanyang ada, dan menjalin hubungan ke luarorganisasi melalui kegiatan profesi. Sebaliknya,ada juga perilaku politik yang tidak sah(illegitimate political behavior) yangmenyimpang dari aturan main yang digariskan.Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputisabotase, melaporkan kesalahan, dan protessimbolis seperti mengenakan atribut pakaiantanda protes, dan sejumlah besar karyawan yangsecara serentak berpura-pura sakit agar tidakperlu masuk kerja.

    Atas dasar penjelasan di atas, dapatdirumuskan hipotesis sebagai berikut :H5 : perilaku politik (Y1) berpengaruh

    positif terhadap hasil kerja (workoutcomes) (Y2)

    METODE

    Penelitian ini dilakukan dengan mengguna-kan metoda causal explanatory , yaitumenjelaskan hubungan kausal antara variablepenelitian melalui pengujian hipotesis. Datayang digunakan adalah data primer. Adapunvariabel independen dalam penelitian ini adalahfaktor individu (X1) dan faktor organisasi (X2),sedangkan variabel dependen yang diteliti yaituperilaku politik (Y1) dan hasil kerja (workoutcomes)(Y2).

    Perilaku Politik (Y1) dalam penelitian inimerupakan variabel endogen dengan indikatorempiris: a) menyampaikan keluhan pada atasan;b) memotong rantai komando; c) membangunkoalisi; d) menentang kebijakan atau keputusanorganisasi; e) menjalin hubungan ke luarorganisasi melalui kegiatan profesi; f) sabotase;g) melaporkan kesalahan orang lain; h)mengenakan atribut pakaian tanda protes; i)mangkir dan berpura-pura sakit.

    Hasil Kerja (Y2) dalam penelitianini merupakan variabel endogen denganindikator empiris positif: a) pengendalian tingkatupah; b) kenaikan upah; c) bonus atau insentiffinansial lainnya; d) pengakuan; e) promosi; f)penugasan kerja yang menarik; g) kolega yangramah; h) wilayah kerja yang disukai; danindikator empiris negatif: a) diberhentikan,diskors, ditunda kenaikan atau diturunkanjabatannya; b) diberikan tugas yang tidakmenyenangkan; c) dipermalukan; d) dijauhkandari akses terhadap informasi tertentu tentangorganisasi.

    Faktor Individu (X1) dalam penelitianini merupakan variabel eksogen denganindikator empiris: a) kemampuan merefleksidiri yang tinggi (high self monitor); b)pusat kendali (locus of control) internal; c)kepribadian Machievellian; d) investasi dalamorganisasi; e) alternatif peluang pekerjaan; f)harapan kesuksesan dari perilaku politik yangdilakukan.

    Faktor Organisasi (X2) dalam penelitianini merupakan variabel eksogen denganindikator empiris: a) realokasi sumber daya; b)peluang promosi; c) tingkat kepercayaan yang

    172 BODROASRUTI,TJAHYONO Aset

  • rendah; d) ambiguitas peran; e) sistem evaluasikinerja yang tidak jelas; f) praktek imbalanzerosum; g) pengambilan keputusan yangdemokratis; h) tekanan untuk meningkatkankinerja tinggi; i) perilaku politik atasan/senior.

    Populasi dan Sampel. Populasi penelitianini adalah seluruh karyawan sektor perbankandi lima kota besar di Pulau Jawa, yaitu Jakarta,Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.

    Penentuan jumlah sampel yang diambilmengacu pada alat analisis yang digunakan yaituStructural Equation Model (SEM). Dalam SEMdikenal teknik Maximum Likelihood Estimationyang mensyaratkan jumlah sampel antara 100sampai 200 (Hair, dkk dalam Ferdinand, 2006).Jumlah ini didapat dengan mengalikan jumlahindikator 5 hingga 10 kali. Dalam penelitian ini,jumlah indikatornya adalah 36 indikator (X1=6; X2=9 ; Y1=9 ; Y2=12). Dari jumlah ini untukmencapai angka antara 100 sampai 200, makadiperoleh angka 5 sebagai bilangan pengali.jumlah sampel (n) = 100 < jumlah indikator

    (x) < 200= 100 < 36 (5) < 200= 180

    Tabel 1Quota Sampling

    Teknik Pengambilan Sampel. Teknikpengambilan sampel yang digunakan termasukdalam metode pemilihan sampel nonprobabilitas(non-probability sampling methods) ataumetode pemilihan sampel tidak acak (non-randomly sampling methods). Pemilihan sampelsecara tidak acak dilakukan berdasarkan kuota(jumlah tertnggi) untuk setiap kategoridalam suatu populasi target. Kuota yangdigunakan dalam penelitian ini dapat dilihatdalam tabel 1.

    Metode Analisis Data. Dalam penelitianteknik analisis yang digunakan StructuralEquation Modeling (SEM) yang dioperasikanmelalui program AMOS 16.0.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pada penyusunan tabulasi tahap pertama,dari 180 kuesioner yang terkumpul, terdapat 53kuesioner yang terindikasi memuat jawabanyang tidak konsisten. Untuk memenuhi jumlahsampel yang dibutuhkan dilakukan distribusitahap kedua sejumlah 80 kuesioner. Padapenyusunan tabulasi tahap kedua dari 80

    Vol. 12 No.2, 2010 Aset 173

    Kategori

    Jenis kelamin:- Laki-laki- Perempuan

    Kota:- Jakarta- Bandung- Semarang- Yogyakarta- Surabaya

    Kepemilikan Bank:- BUMN- Swasta

    JUMLAH

    Jumlah

    9090

    10020202020

    9090

    180

    Prosentase

    50%50%

    55,56%11,11%11,11%11,11%11,11%

    50%50%

    100%

  • kuesioner yang terkumpul, terdapat 31 kuesioneryang terindikasi memuat jawaban yang tidakkonsisten. Sehingga total sementara kuesioneryang terkumpul dan memenuhi syarat sejumlah176 kuesioner. Untuk melengkapi jumlahsampel yang dibutuhkan, dilakukan tahap akhirpengumpulan data dari 4 orang respondendengan metode wawancara langsung.

    Analisis Faktor Konfirmatori (Confir-matory Factor Analysis). Analisis faktorkonfirmatori ini merupakan tahap pengukuranterhadap dimensi yang membentuk variabellaten dalam model penelitian. Konstruk latenyang digunakan pada model penelitian ini terdiridari 4 variabel laten. Hasil analisis pengolahandata terlihat bahwa semua konstruk yangdigunakan untuk membentuk sebuah modelpenelitian, pada proses analisis faktorkonfirmatori telah memenuhi kriteria goodnessof fit yang telah ditetapkan. Nilai probabilitypada analisis ini menunjukkan nilai diatas batassignifikansi yaitu 0.05. Setiap indikator ataudimensi pembentuk masing-masing variablelaten menunjukkan hasil baik, yaitu dengan nilailoading factor yang tinggi dimana masing-masing indikator lebih besar dari 0,5. Denganhasil ini, maka dapat dikatakan bahwa indikatorpembentuk variabel laten konstruk variable latentersebut sudah menunjukkan hasil yang baik.

    Normalitas Data. Pengujian ini dilakukandengan menggunakan kriteria critical ratioskewness value dan kurtosis value, dimana nilaikedua ratio yang memiliki nilai yang lebih besardari nilai mutlak 2,58 berarti data tersebutberdistribusi tidak normal. Dari hasil pengolahandata terlihat bahwa tidak terdapat nilai CR untukskewness yang berada diluar rentang +2.58.Dengan demikian maka data penelitian yangdigunakan telah memenuhi persyaratannormalitas data, atau data penelitian telahterdistribusi normal.

    Univariate Outliers. Pengujian ada tidaknyaunivariate outlier dilakukan denganmenganalisis nilai standardized (Z-score) daridata penelitian yang digunakan. Apabila terdapatnilai Z score berada pada rentang 3, makaakan dikategorikan sebagai outlier. Hasilpengujian menunjukkan tidak ada dimensi yang

    memiliki adanya outlier. Dengan demikian apatdisimpulkan bahwa tidak terdapat data yangekstrim.

    Multivariate Outliers. Evaluasi terhadapmultivariate outliers perlu dilakukan karenawalaupun data yang dianalisis menunjukkantidak ada outliers pada tingkat univariate, tetapiobservasi itu dapat menjadi outliers bila sudahdikombinasikan, Jarak Mahalonobis (Maha-lonobis Distance) untuk tiap observasi dapatdihitung dan akan menunjukkan jarak sebuahobservasi dari rata-rata semua variabel dalamsebuah ruang multidimensional.

    Untuk menghitung mahalonobis distanceberdasarkan nilai chi-square pada derajad bebassebesar 36 (jumlah indikator) pada tingkatp

  • Gambar 1Hasil Pengujian Full Model Structural Equation Model (SEM)

    FaktorIndividu

    .41x6e6

    .64.51x5e5

    .72.68

    x4e4.82

    .50x3e3 .71

    .49x2e2

    .70

    .51x1e1

    .72

    FaktorOrganisasi

    .52x8e8

    .72

    .53x7e7

    .73.44x9e9

    .66.59x10e10 .77

    .46x11e11

    .68

    .50x12e12

    .71

    .48x13e13

    .69

    .55x14e14

    .74

    .61x15e15

    .78

    .13

    PerilakuPolitik

    .59

    x24

    e24

    .77

    .61

    x23

    e23

    .78

    .64

    x22

    e22

    .80

    .73

    x21

    e21

    .85

    .66

    x20

    e20

    .81

    .54

    x19

    e19

    .73

    .52

    x18

    e18

    .72

    .56

    x17

    e17

    .75

    .67

    x16

    e16

    .82

    .23

    HasilKerja

    .45

    x25 e25

    .67

    .49

    x26 e26

    .70

    .45

    x27 e27

    .67

    .46

    x28 e28

    .68.50

    x29 e29.71 .54

    x30 e30.73.52

    x31 e31.72

    .54

    x32 e32

    .73

    .53

    x33 e33

    .73

    .50

    x34 e34

    .71

    .54

    x35 e35

    .73

    .66

    x36 e36

    .81

    .21

    .25

    .25

    .19

    .17

    .30

    UJI MODEL

    Chi square = 590.819 (df = 588)Prob = .460RMSEA = .005Chi square / df = 1.005GFI = .853AGFI = .833TLI = .999CFI = .999

    z1 z2

    Sumber: data primer yang diolah (2010)

    Tabel 2Hasil Pengujian Kelayakan ModelStructural Equation Model (SEM)

    Goodness of Fit Index Cut-off value Hasil Analisis Evaluasi Model

    2 (Chi-square) 590.819 BaikSignificance Probability 0,05 0.460 BaikRMSEA 0,08 0.005 BaikGFI 0,90 0.853 MarginalAGFI 0,90 0.833 MarginalCMIN/DF 2,00 1.005 BaikTLI 0,90 0.999 BaikCFI 0,90 0.999 Baik

    Sumber: data primer yang diolah (2010)

    Vol. 12 No.2, 2010 Aset 175

  • pembentuknya menunjukkan bahwa semuavariabel menun-jukkan sebagai suatu ukuranyang reliabel karena masing-masing memilikireliability yang lebih besar dari 0,7. Hasilpengujian variance extract juga sudahmenunjukkan bahwa masing-masing variabellaten merupakan hasil ekstraksi yang cukupbesar dari dimensinya. Hal ini ditunjukkan darinilai variance extract dari masing-masingvariabel adalah lebih dari 0,5.

    Uji Kelayakan Model. Uji terhadapkelayakan full model SEM ini diuji denganmenggunakan Chi square, CFI, TLI, CMIN/DF dan RMSEA berada dalam rentang nilaiyang diharapkan, meskipun GFI dan AGFIditerima secara marginal, sebagaimana dalamTabel 2.

    Hasil tersebut menunjukkan bahwa modelyang digunakan dapat diterima. Tingkatsignifikansi sebesar 0,116 menunjukkan sebagaisuatu model persamaan struktural yang baik.Indeks pengukuran TLI, CFI, CMIN/DF danRMSEA berada dalam rentang nilai yangdiharapkan meskipun GFI dan AGFI diterimasecara kurang baik (marginal).

    Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesispenelitian ini dilakukan berdasarkan nilaiCritical Ratio (CR) dari suatu hubungankausalitas dari hasil pengolahan SEMsebagaimana pada Tabel 3.

    Berdasarkan hasil dari persamaan strukturaltersebut diperoleh hasil pengujian hipotesissebagai berikut:H1 : variabel faktor individu (X1)

    berpengaruh positif terhadap variabelperilaku politik (Y1)

    Estimate S.E. C.R. P

    Perilaku_Politik

  • bahwa faktor individu berpengaruh positifterhadap hasil kerja. Hal ini berarti Hipotesis 3diterima.H4 : variabel faktor organisasi (X2)

    berpengaruh positif terhadap variabelhasil kerja (work outcomes) (Y2)

    Parameter estimasi untuk pengujian pengaruhfaktor organisasi terhadap hasil kerja diperolehnilai CR sebesar 2,130 dengan probabilitassebesar 0,033. Nilai probabilitas tersebut lebihkecil dari 0,05. Dengan demikian maka dapatdisimpulkan bahwa faktor organisasi memilikipengaruh yang signifikan terhadap hasil kerja.Arah koefisien bertanda positif, yang berartibahwa faktor organisasi berpengaruh positifterhadap hasil kerja. Hal ini berarti Hipotesis 4diterima.H5 : variabel perilaku politik (Y1)

    berpengaruh positif terhadap variabelhasil kerja (work outcomes) (Y2)

    Parameter estimasi untuk pengujian pengaruhperilaku politik terhadap hasil kerja diperolehnilai CR sebesar 3,545 dengan probabilitassebesar 0,000. Nilai probabilitas tersebutlebih kecil dari 0,05. Dengan demikian makadapat disimpulkan bahwa perilaku politikmemiliki pengaruh yang signifikan terhadaphasil kerja. Arah koefisien bertanda positif,yang berarti perilaku politik berpengaruhpositif terhadap hasil kerja. Hal ini berartiHipotesis 5 diterima.

    Pembahasan. Faktor individu dan faktororganisasi telah terbukti berpengaruh positif dansignifikan terhadap perilaku politik dan hasilkerja. Setiap individu memiliki karakteristikyang akan membuatnya memberikan respontertentu terhadap situasi yang terjadi disekitarnya, termasuk situasi politik di tempatkerja. Namun demikian, organisasilah yangberperan dalam menciptakan situasi tersebut.Perangkat yang ada dalam organisasi, kebijakan,nilai-nilai yang dianut dan diterapkan, akanmembangun situasi tertentu yang padagilirannya mendatangkan respon dari individudalam organisasi tersebut. Dapat disimpulkanfaktor organisasi berpengaruh lebih besar dalammenciptakan perilaku politik dibandingkandengan faktor organisasi.

    Faktor individu dan faktor organisasi jugaterbukti berpengaruh positif terhadap hasil kerja.Berbeda dengan pengaruh faktor-faktor tersebutterhadap perilaku politik, terhadap hasil kerja,faktor individulah yang lebih besar pengaruhnya.Hal ini dapat dijelaskan mengingat individulahyang berperilaku dan bukan organisasi.Organisasi hanya merangsang mereka denganmenciptakan situasi politik tertentu dan responyang dilakukan oleh individu, sangat tergantungoleh karakteristik individu tersebut. Karak-teristik individu yang baik akan bereaksi denganbaik pula dan pada gilirannya mendatangkanhasil kerja yang baik. Demikian juga karak-teristik yang buruk, akan memberikan responyang buruk dan pada gilirannya akan men-datangkan hasil kerja yang buruk. Demikianlahsehingga faktor individu lebih besar penga-ruhnya terhadap hasil kerja dibandingkandengan faktor organisasi.

    Perilaku politik sendiri juga membawapengaruh positif dan signifikan terhadap hasilkerja. Hal ini dikarenakan perilaku politikmemang dilatarbelakangi oleh adanya distribusisumberdaya tertentu yang tidak memungkinkanuntuk memuaskan semua pihak. Sumberdayainilah yang diperebutkan melalui perilaku politikpolitik dalam organisasi.

    SIMPULAN

    Simpulan. Hasil penelitian menunjukkanbahwa faktor individu dan faktor organisasimemiliki pengaruh yang signifikan terhadapperilaku politik , dan terhadap hasil kerja.Demikian juga dengan perilaku politik, dimanahasilnya menunjukkan bahwa perilaku politikmemiliki pengaruh yang signifikan terhadaphasil kerja.

    Saran. Perilaku politik tidak seharusnyadihindari oleh individu, yang dalam ini adalahkaryawan di sektor perbankan. Faktor individulebih kuat berpengaruh terhadap hasil kerjadibandingkan dengan pengaruh faktororganisasi. Jika muncul situasi politis dalamorganisasi/perusahaan, individu/karyawan haruslebih bisa menempatkan diri dan mengambilsikap yang tepat terhadap situasi tersebut untuk

    Vol. 12 No.2, 2010 Aset 177

  • meningkatkan hasil kerja.Perilaku politik harus dikelola dengan baik

    oleh organisasi, yang dalam hal ini adalahperusahaan di sektor perbankan. Meningkatkankualitas faktor individu telah terbukti dapatmempengaruhi hasil kerja, baik secara langsungmaupun tidak langsung melalui perilaku politik,dengan demikian adanya pendidikan danpelatihan bagi karyawan akan sangat menunjanghasil kerja mereka.

    Faktor organisasi lebih kuat berpengaruhterhadap perilaku politik dibandingkan denganpengaruh faktor individu. Jika muncul perilakupolitik yang tidak sah (illegitimate politicalbehavior) oleh individu (karyawan), perusahaanjuga perlu mengevaluasi organisasinya.

    Untuk penelitian mendatang, skoperesponden sebaiknya diperluas tidak hanya di 5kota saja, tetapi mungkin seluruh kota di PulauJawa. Hal ini dimaksudkan agar supaya hasilpenelitian bisa digeneralisasikan untuk seluruhkaryawan bank, khususnya di Pulau Jawa.

    DAFTAR PUSTAKA

    Adawiyah, Wiwik R. 2007. Hubungan antaraOrganizational Politics Perceptions terhadapJob Satisfaction dan OrganizationalCommitment Karyawan Tenaga PenunjangFakultas Ekonomi Universitas Trisakti diJakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi UniversitasTrisakti (tidak dipublikasikan).

    Allen, RW, DL Madison, LW Porter, PA Renwick.1979. Organizational Politics: Tactics andCharacteristics of Its Actors. CaliforniaManagement Review. No. 22. Pages 77-83.

    Ariani, Dorothea Wahyu. 2008. Model HubunganMotif, Modal Sosial, dan Kepribadian denganKewargaan Organisasional. Laporan Penelitian(tidak dipublikasikan).

    Aronow, Julie A. Paleen. 2004. The Impact ofOrganizatinal Politics on the Work of theInternal Human Resource Professional. AResearch Paper Submitted in Partial Fulfillmentof the Requirements for Master of ScienceDegree in Training and Development TheGraduate College University of Wisconsin Stout (unpublished).

    Chan, Sandy K.Y. dan Margaret A. Shaffer. 2002.The Influence of Organizational Politics on

    Nurses in China: Mitigating Effects on ParticipativeManagement and Guanxi. Department ofManagement Hong Kong Baptist University(unpublished).

    Cropanzano, R, JC Howes, AA Grandey, P Toth.1997. The Relationship of OrganizationalPolitics and Support to Work Behaviors,Attitudes, and Stress. Journal of OrganizationalBehavior. No. 18. Pages 159 180.

    Djalil, Mucharor. 2006. Pensiun Dini di PerbankanIndonesia. Infobank Edisi Mei 2006. Hal 13.

    Djalil, Mucharor. 2006. Restrukturisasi Kredit danIntervensi Politik. Infobank Edisi Maret 2006.Hal 13.

    Djalil, Mucharor. 2006. Single Presence Policy.Infobank Edisi Februari 2006. Hal 11.

    Drory, A, T Romm. 1988. Politics in Organizationand Its Perception Within The Organization.Organization Studies. No. 9. Vol. 2. Pages 165-179.

    Dubrin, Andrew J. (2001). Leadership. New York:Houghton Mifflin

    Ferdian, TB Rully. 2006. PHK di Bank Swasta:Inikah Satu-satunya Solusi?Infobank EdisiMei 2006. Hal 20-21.

    Ferdinand, Agusty T. 2006. Structural EquationModeling dalam Penelitian Manajemen.Semarang: Badan Penerbit UniversitasDiponegoro.

    Ghozali, Imam. 2005. Model Persamaan Struktural:Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOSver. 5.0. Semarang: Badan Penerbit UniversitasDiponegoro.

    Greenberg, J, & RA Baron. 2000. Behavior inOrganizations: Understanding and ManagingThe Human Side of Work. New Jersey: Prentice Hall International, INC.

    Idris, Teddy Fardiansyah. 2006. Waspadailah ResikoStrategik di Balik Merger! Infobank EdisiFebruari 2006. Hal 90-91.

    Indrawijaya, Adam I. 2000. Perilaku Organisasi.Bandung: Sinar Baru Algesindo.

    Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002.Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansidan Manajemen. Yogyakarta: BPFEYogyakarta.

    Miles, RH. 1980. Organizational Politics, MacroOrganizational Behavior. Santa Monica:Goodyear Publishing Co.

    Mintzberg, H. 1985. The Organization as PoliticalArena. Journal of Management Studies. No. 22.Vol. 2. Pages 133-154.

    178 BODROASRUTI,TJAHYONO Aset

  • Mohamad, Karnoto. 2006. Pensiun DiniBank Pelat Merah: Kala Pensiun MenggodaKaryawan Bank Pelat Merah. InfobankEdisi Mei 2006. Hal 22-23.

    Novliadi, Ferry. 2007. Organizational CitizenshipBehavior Karyawan Ditinjau dari Persepsiterhadap Kualitas Interaksi Atasan Bawahandan Persepsi terhadap DukunganOrganisasional. Makalah Program StudiPsikologi Fakultas Kedokteran USU (tidakdipublikasikan).

    Pettigrew, AM. 1973. The Politics of Orga-nizational Decision-Making. London:Tavistock.

    Rambe, Roosemarina A. 2005.Apakah Demografi dan Mentor Masih Penting

    dalam Menentukan Kesuksesan Karis Pegawai.Jurnal Siasat dan Bisnis No. 10 Volume 1, Juni2005. Hal 21-38.

    Ratnawati A, Enny. 2006. PHK di Perbankan:Gelombang PHK Tak Pernah Berhenti.Infobank Edisi Mei 2006. Hal 28-30.

    Ratnawati A, Enny. 2006. PHK di Perbankan: YangGelisah, Yang Tak Resah.Infobank Edisi Februari 2006. Hal 28-30.

    Rizky, Yanuar. 2006. Gelombang PHK di PerbankanDatang Kembali? Infobank Edisi Februari2006. Hal 34-35.

    Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2007.Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit SalembaEmpat.

    Sarwono, Slamet S. dan Amiluhur Soeroso. 2001.

    Determinasi Demografi terhadap PerilakuKaritatif Keorganisasian. Jurnal Siasat danBisnis No. 6, Volume 1, Tahun 2001. Hal 21-37.

    Sidabutar, Ria. 2006. Masalah PHK: BagaikanMenghadapi Buah Simalakama. Infobank EdisiMei 2006. Hal 32-33.

    Siswanti, Yuni. 2006. Analisis Hubungan Stres Kerjadalam Memediasi Hubungan antara PolitikOrganisasional dengan Perilaku Agresif (StudiKasus pada RS PKU Muhammadiyah dan DKTdi Yogyakarta). Jurnal Siasat dan Bisnis Vol.11, No. 2, Agustus 2006. Hal 165-180.

    Siswanto. 2007. Politik dalam Organisasi (SuatuTinjauan Menuju Etika Berpolitik). JurnalManajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 10,No.4, Desember 2007. Hal 159-165.

    Sobirin, Ahmad. 2005. Privatisasi: Implikasinyaterhadap Perubahan Perilaku Karyawan danBudaya Organisasi. Edisi Khusus JSB onHuman Resources, 2005. Hal 19-42.

    Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.Bandung: CV Alfabeta.

    Supriyanto, Eko B. 2006. Gelombang Pasang PHKKaryawan Bank. Infobank Edisi Mei 2006. Hal14-18.

    Supriyanto, Eko B. 2006. Jumlah Bank danSertifikasi Bankir. Infobank Edisi Oktober2006. Hal 6.

    Supriyanto, Eko B. 2006. Kepemilikan Bank danKendali Asing. Infobank Edisi Maret 2006. Hal12-17.

    Vol. 12 No.2, 2010 Aset 179