34135140 pengaruh metode pengeringan terhadap kandungan antioksidan, serat pangan dan komposisi gizi...

Upload: dian-hasiholan-manihuruk

Post on 06-Jul-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 34135140 Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan Dan Komposisi Gizi Tep…

    1/6

    Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4) 2014

    © Indonesian Food Technologists 135 

    Artikel Penelitian

    Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, SeratPangan dan Komposisi Gizi Tepung Labu Kuning Wayan Trisnawati

    1†, Ketut Suter

    2, Ketut Suastika

    3, Nengah Kencana Putra

    1Teknologi Pangan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Bali

    2Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali

    3Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali

    †Korespondensi dengan penulis ([email protected])

    Artikel ini dikirim pada tanggal 21 Agustus 2014 dan dinyatakan diterima tanggal 29 Oktober 2014. Artikel ini juga dipublikasi secara online

    melalui www.journal.ift.or.id

    Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial.

    Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists® ©2014 (www.ift.or.id)

    Abstrak

    Labu kuning merupakan sumber bahan pangan lokal, yang selama ini diolah dengan cara direbus dan

    dikukus. Warna kuning pada labu kuning menunjukkan adanya senyawa !-karoten. Peningkatan nilai tambah labu

    kuning dapat dilakukan dengan mengolah menjadi tepung. Metode pengeringan sangat mempengaruhi kualitas

    tepung labu kuning yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan metode pengeringan oven

    dan OM terhadap kapasitas antioksidan, serat pangan, dan komposisi gizi tepung labu kuning. Data yang diperoleh

    di analisis menggunakan uji t-test terhadap variabel proksimat, kapasitas antioksidan, IC 50, serat pangan, dan !-karoten. Hasil analisis terbaik adalah menggunakan pengeringan metode OM, dengan kandungan kapasitas

    antioksidan sebesar 184.40 ppm, IC 50 2.39 mg/mL, !-karoten 67.83 mg/g, IDF 10.21%, SDF 5.00%, TDF 15.22%,

    kadar air 7.64%, kadar abu 5.31%, kadar protein 5.19%, kadar lemak 1.03% dan kadar karbohidrat 80.81%.

    Kata kunci : Labu kuning, tepung, dan metode pengeringan

    Pendahuluan

    Labu kuning termasuk jenis sayuran yang dapat

    tumbuh pada dataran rendah sampai tinggi, antara 0-

    1500 m dpl (Hendrasty, 2003), umumnya buah labu

    kuning dapat tumbuh di daerah tropis dan sub tropis

    (Kulkarni et al ., 2013). Labu kuning merupakan sumber

    karotenoid, pektin, garam mineral, vitamin dan zatbioaktif lainnya, seperti senyawa fenolik (Cerniauskiene

    et al ., 2014). Warna kuning pada labu kuning

    menunjukkan adanya senyawa !-karoten dan dapat

    digunakan sebagai salah satu bahan pangan alternatif

    untuk menambah jumlah !-karoten harian yang

    dibutuhkan tubuh (Usmiati et al ., 2005).

    Labu kuning merupakan sumber bahan pangan

    lokal, selama ini diolah dengan cara direbus, dikukus

    atau digunakan sebagai makanan olahan, seperti sup.

    Peningkatan nilai tambah labu kuning dapat dilakukan

    dengan mengolah buah labu menjadi tepung. Tepung

    labu kuning memiliki cita rasa manis dan mengandungserat pangan. Tepung labu kuning dapat digunakan

    pada produk roti, sup, saus, mi instan dan sebagai

    suplemen alami untuk makanan (Noor Aziah et al .,

    2011). Pengolahan labu kuning menjadi tepung dapat

    menyebabkan perubahan karakteristik kimiawi tepung

    labu kuning, besarnya perubahan ini sangat tergantung

    dari metode pengeringan yang digunakan untuk

    mengoptimalkan proses pengeringan dan

    mempertahankan kualitas produk yang dikeringkan.

    Pengeringan adalah salah satu aspek penting

    dalam pengolahan makanan dan merupakan teknik

    umum dalam pengawetan makanan untuk

    menghasilkan bentuk baru produk (Mechlouch et al .,

    2012 dan Sachin et al ., 2010). Metode pengeringan

    yang sering dipakai pada industri makanan secara

    konvensional adalah pengeringan metode oven

    menggunakan udara panas (Zhou et al ., 2011), yang

    bekerja dengan cara menguapkan air dari bahan

    (Sachin et al ., 2010). Penggunaan oven untuk

    mengeringkan produk pangan membutuhkan waktu

    lama dan dapat menyebabkan penurunan kualitas pada

    produk kering, untuk mengatasinya penggunaan oven

    microwave (OM) merupakan salah satu alternatif yangbisa digunakan untuk mengeringkan produk pangan

    (Zaki et al ., 2007).

    Pengeringan OM adalah pengeringan

    menggunakan energi gelombang mikro dan merupakan

    salah satu teknik pengeringan cepat yang efektif

    digunakan pada produk makanan tertentu (Anwar et al .,

    2011). Park (1987), menyatakan bahwa pengeringan

    sayuran menggunakan OM pada power 750 watts

    memberikan pengaruh signifikan dalam

    mempertahankan kandungan karotenoid. Hasil

    penelitian Mechlouch et al , (2012), pada pengeringan

    buah tomat menggunakan OM pada suhu 57o

    C selama20 menit memiliki kapasitas antioksidan 2.27 TEAC

    mmol/100 g, lebih tinggi dibandingkan dengan

    pengeringan menggunakan tenaga solar dan oven.

    Hasil yang sama juga diperoleh pada pengeringan padi

    menggunakan OM lebih cepat dibandingkan dengan

    pengeringan secara konvensional (Kaasova et al .,

    2002).

    Tujuan penelitian ini adalah untuk

    membandingkan pengaruh metode pengeringan oven

    dan OM terhadap kapasitas antioksidan, serat pangan,

    dan komposisi gizi tepung labu kuning.

    Materi dan Metode

    Materi

    Buah labu kuning yang digunakan berasal dari

    spesies Cucurbita moschata   (labu kuning atau labu

  • 8/17/2019 34135140 Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan Dan Komposisi Gizi Tep…

    2/6

    136 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4) 2014

    © Indonesian Food Technologists 

    merah), yang diperoleh dari petani di Kecamatan

    Petang, Kabupaten Badung, Bali.

    Bahan kimia yang digunakan terdiri dari asam

    sulat (H2SO4), asam borat (H3BO3), HCL 0.02 N,

    Hexan, Na-fosfat 0.1M, 0.1 ml enzim amilase, enzim

    pepsin, enzim pankreatin, HCL 4M, NaOH, 1,1-

    diphenyl-2-2picrylhydrazyl (DPPH), petroleum ether,

    etanol, alkohol, metanol, potasium hidroksida, !-karoten, kloroform, aseton, dan Na2SO4. Semua bahan

    kimia yang digunakan untuk analisis diperoleh dari

    Merk (Darmstadt, Germany).

    Peralatan yang digunakan adalah oven (merk

    Shel Lab-USA, tipe : 1370 FX), oven microwave merk

    Kris dengan spesifikasi : 230V-50Hz, 1400W dengan

    frekwensi 2450MHz, dan spektrofotometer Genesys

    10S UV-VIS.

    Metode

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober

    sampai Desember 2013. Proses pengolahan tepunglabu kuning di lakukan di Laboratorium Balai

    Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali,

    sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium

    Pangan Teknologi Pertanian Universitas Udayana,

    Laboratorium Pengujian Balai Besar Pascapanen Bogor

    dan Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi

    Pertanian UGM.

    Persiapan Sampel

    Buah labu kuning dibelah dan dikupas kulitnya,

    kemudian dibuang biji dan jaring-jaring bijinya. Buah

    labu dicuci dan dipotong-potong bentuk kubus dengan

    ukuran + 0,3 cm. Selanjutnya buah labu dikeringkan

    sesuai dengan perlakuan.

    Perlakuan pengolahan tepung labu kuning terdiri

    dari perlakuan perbedaan metode pengeringan, yaitu

    metode pengeringan oven dan oven microwave (OM).

    Perlakuan pengeringan menggunakan metode oven

    dilakukan pada suhu 50oC selama 24 jam, sedangkan

    pengeringan dengan metode OM menggunakan power

    30% (300 watt) selama 4 jam. Labu kuning yang sudah

    dikeringkan selanjutnya dihaluskan menggunakan

    blender dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh,

    sehingga diperoleh labu kuning halus, selanjutnya

    disebut dengan tepung labu kuning.

    Analisis Proksimat

    Analisis proksimat dilakukan terhadap kadar air

    dan kadar abu menggunakan metode oven

    (Apriyantono, 1989), kadar protein menggunakan

    metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono, 1989), kadar

    lemak menggunakan metode Soxhlet (Apriyantono,

    1989), dan kadar karbohidrat menggunakan

    carbohydrate by difference  (Apriyantono, 1989).

    Analisis Serat Pangan

    Analisis kadar serat pangan menggunakanmetode Multienzim (Asp et al , 1983). Analisis dilakukan

    menggunakan 3 jenis enzim, yaitu enzim amilase,

    enzim pepsin, dan enzim pankreatin.

    Analisis !-karoten

    Ditimbang 0,5 g sampel, ditambahkan 5 ml

    aseton dan 5 ml petroleum eter. Campuran

    disentrifugasi selama 5 menit. Diambil bagian yang

    bening menggunakan pipet tetes dan ditambahkan

    petroleum eter sampai tanda tera tabung reaksi 10 ml.

    Penentuan kuantitatif !-karoten menggunakan

    spektrofotometer UV pada panjang gelombang 450 nm.

    Kapasitas Antioksidan

    Uji kapasitas antioksidan menggunakan metode

    DPPH (Blois, 1985). Sampel dipipet menggunakan

    mikropipet sebanyak 100 mL. Dimasukan kedalam

    tabung reaksi yang sudah berisi 3 ml metanol dan

    divortex. Ditambahkan 1 ml DPPH dan dibiarkan

    ditempat gelap pada suhu kamar selama 15 menit.

    Penurunan absorbansi DPPH diukur menggunakan

    spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.

    Sebagai standar digunakan asam galat dengan

    konsentrasi yang sama dengan konsentrasi larutansampel. Nilai IC 50 (inhibition concentration )

    didefinisikan sebagai konsentrasi sampel uji yang

    dibutuhkan untuk menangkap 50% radikal DPPH. Nilai

    IC 50 ditentukan dengan memvariasikan konsentrasi

    sampel. Nilai IC 50 dihitung dari persentase

    penghambatan serapan dari berbagai konsentrasi

    ekstrak menggunakan persamaan regersi linier Y = ax

    + b

    Analisa Data

    Data rata-rata hasil pengamatan diperoleh dari 8

    kali ulangan pada masing-masing perlakuan. Data hasil

    pengamatan dianalisis dengan uji t-test menggunakan

    SPSS 16.0.

    Hasil dan Pembahasan

    Kapasitas !-karoten, Kapasitas Antioksidan, dan IC 50

    Hasil uji-t kandungan !-karoten tepung labu

    kuning antara pengeringan metode oven dan OM

    berbeda pada taraf nyata 5% (Tabel 1). Rata-rata

    kandungan !-karoten tepung labu kuning

    menggunakan pengeringan metode OM sebesar

    672.83 µg/g, lebih tinggi dibandingkan menggunakan

    pengeringan metode oven sebesar 276.59 µg/g.

    Kandungan !-karoten tepung labu kuning metodepengeringan OM lebih besar dibandingkan dengan hasil

    yang diperoleh Pongjanta et al , (2006)  sebesar 7.29

    mg/100g, Mosha et a l, (1997)  sebesar 2.16-7.28

    mg/100g bk, Usha et al , (2010)  sebesar 1079.6

     µg/100g, Latifah et al , (2011) sebesar 106.935 g/g, dan

    Rustanti et al , (2012)  sebesar 44.05 mg/100g.

    Perbedaan hasil kandungan !-karoten ini sangat

    dipengaruhi oleh perbedaan varietas, kondisi tempat

    tumbuh, cara budidaya, tingkat kematangan pada

    waktu panen, dan kondisi penyimpanan setelah panen

    (Muchtadi, 1989).

    Pengeringan buah labu kuning menggunakanmetode OM pada power 300 watt selama 4 jam dapat

    mencegah terjadinya oksidasi pada struktur ikatan

    rangkap pada molekul !-karoten, sehingga dapat

    meminimalisasi kehilangan kandungan !-karoten.

  • 8/17/2019 34135140 Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan Dan Komposisi Gizi Tep…

    3/6

    Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4) 2014

    © Indonesian Food Technologists 137 

    Sedangkan pada pengeringan buah labu kuning

    menggunakan metode oven pada suhu tinggi dalam

    waktu lama dapat menyebabkan degradasi oksidatif

    pada senyawa karotenoid termasuk !-karoten (Belitz et

    al ., 2009). Retensi !-karoten dipercepat karena adanya

    kontak dengan oksigen (Erawati, 2006 dan Mosha et

    al ., 1997)), panas (Belitz et al ., 2009) dan cahaya

    (Gardjito, 2006).Hasil uji-t kapasitas antioksidan dan IC 50 tepung

    labu kuning antara pengeringan metode oven dan

    pengeringan metode OM berbeda pada taraf nyata 5%,

    disajikan pada Tabel 1. Pengeringan tepung labu

    kuning metode OM memiliki kapasitas antioksidan

    sebesar 184.40 ppm dengan IC 50 sebesar 2.39 mg/ml.

    Pengeringan menggunakan metode oven menghasilkan

    kapasitas antioksidan lebih rendah, yaitu sebesar

    129.58 ppm dengan IC 50 sebesar 9.99 mg/ml. Hal ini

    menunjukkan bahwa tepung labu kuning yang

    dikeringkan menggunakan metode pengeringan OM

    memiliki potensi penangkal radikal bebas relatif besar,dimana dengan konsentrasi sebesar 2.39 mg/mL sudah

    mampu menangkal radikal bebas sebesar 50%.

    Perbedaan kapasitas antioksidan pengeringan

    metode oven dan OM, disebabkan karena pada metode

    oven pemanasan terjadi melalui gradien suhu,

    sedangkan pemanasan OM terjadi melalui interaksi

    langsung antara bahan dengan gelombang mikro

    sehingga transfer energi berlangsung lebih cepat dan

    kualitas produk yang dihasilkan lebih baik (Zhang dan

    Hayward, 2006; Das et  al ., 2009 dan Mechlouch et al .,

    2012). Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan

    oleh Dini et al , (2013), menyatakan bahwa kapasitas

    antioksidan labu kuning yang dimasak menggunakan

    OM pada power 200 Watt selama 2 menit memiliki

    kapasitas antioksidan sebesar 499.55 µmol/10g, hasil

    ini lebih tinggi dibandingkan cara memasak

    dipanggang, direbus, dikukus dan digoreng. Hasil yangsama juga dipeoleh pada kentang yang dimasak

    menggunakan OM memiliki kapasitas antioksidan lebih

    tinggi dibandingkan dengan pemasakan dengan cara

    direbus, digoreng, dan dibakar (Blessington, 2005).

    Hasil penelitian Pokorny et al . (2005),

    mengatakan penggunaan panas tinggi pada proses

    pengolahan dapat merusak senyawa antioksidan. Hal

    senada dilaporkan oleh Purwanto et al . (2010), bahwa

    penggunaan daya tinggi pada OM menghasilkan

    ekstrak minyak jahe yang lebih sedikit, karena terjadi

    penguapan pada zat-zat yang bersifat volatil.

    Kandungan IDF, SDF, dan TDF

    Hasil uji-t kandungan serat pangan tidak larut

    (IDF), serat pangan larut (SDF), dan serat pangan total

    (TDF) tepung labu kuning antara pengeringan metode

    oven dan OM tidak berbeda pada taraf nyata 5% (Tabel

    2).

    Kandungan SDF tepung labu kuning pengeringan

    metode oven sebesar 5.30% dan metode OM sebesar

    5.00%. Tepung lab kuning memiliki kandungan IDF

    Tabel 1. Rerata Kandungan !-karoten, Kapasitas Antioksidan, dan IC 50 Tepung Labu Kuning

    Parameter Perlakuan Rerata Nilai p p (sig)

    !-karoten (µg/g) Oven 276.59 ± 56.81 0.000 p0.05

    OM 15.22 ± 1.67

    Keterangan : SDF = solube dietary fiber; IDF = insoluble dietary fiber; TDF = total dietary fiber

    Tabel 3. Rerata Kandungan Proksimat Tepung Labu Kuning

    Parameter Perlakuan Rerata Nilai p p (sig)

    Kadar Air (%) Oven 6.37 ± 0.86 0.048 p0.05

    OM 5.31 ± 1.57

    Kadar Lemak (%) Oven 1.16 ± 0.29 0.290 p>0.05OM 1.03 ± 0.09

    Kadar Protein (%) Oven 5.06 ± 0.20 0.291 p>0.05

    OM 5.19 ± 0.26

    Kadar Karbohidrat (%) Oven 82.02 ± 1.38 0.315 p>0.05

  • 8/17/2019 34135140 Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan Dan Komposisi Gizi Tep…

    4/6

    138 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4) 2014

    © Indonesian Food Technologists 

    lebih besar dibandingkan kandungan SDF, masing-

    masing sebesar 9.51% pada pengeringan metode oven

    dan 10.21% pada pengeringan metode OM.

    Berdasarkan hasil analisis kandungan SDF dan IDF,

    maka diperoleh total kandungan TDF tepung labu

    kuning pengeringan metode OM sebesar 15.22%, lebih

    besar dibandingkan menggunakan pengeringan metode

    oven sebesar 14.81% (Tabel 2). Menurut Foschia et  al ,(2013), mengatakan jenis makanan tinggi serat jika

    mengandung serat pangan minimal 6%, maka tepung

    labu kuning termasuk dalam golongan pangan tinggi

    serat.

    Kandungan Proksimat

    Hasil uji-t kadar air tepung labu kuning antara

    pengeringan metode oven dengan OM berbeda pada

    taraf nyata 5%, sedangkan terhadap kadar abu, lemak,

    protein, dan karbohidrat tidak berbeda pada taraf nyata

    5% (Tabel 3). Pengeringan labu kuning menggunakan

    oven menghasilkan kadar air lebih rendah dibandingkan

    dengan menggunakan OM.  Rata-rata kadar air

    menggunakan metode oven sebesar 6.73% dan

    metode OM sebesar 7.64%. Kadar air hasil penelitian

    lebih rendah dibandingkan dengan kadar air hasil

    penellitian Latifah et al , (2011)  sebesar 13.69% dan

    menurut Pongjanta et al , (2006)  dalam Fang (2008),

    menghasilkan kadar air tepung labu kuning sebesar

    6.01%.

    Pengeringan metode oven memerlukan waktu

    yang lebih lama dan suhu yang lebih tinggi, sehingga

    penguapan air yang terdapat pada bahan dapat

    dilakukan secara maksimal. Sedangkan pengeringan

    metode OM merupakan salah satu teknik pengeringancepat dengan menggunakan energi gelombang mikro

    (Maskan, 2001; dalam Mechlouch et al ., 2012). Energi

    gelombang mikro yang terdapat pada OM dengan cepat

    dapat diserap oleh molekul air sehingga penguapan air

    lebih cepat dan kualitas pengeringan lebih tinggi

    (Mechlouch et al ., 2012).

    Rendemen

    Hasil uji-t rendemen tepung labu kuning antara

    pengeringan metode oven dengan OM berbeda pada

    taraf nyata 5%, disajikan pada Tabel 4. Menurut

    Santosa dan Kusumayanti, (2012), kadar air buah labukuning segar relatif tinggi, sebesar 93.02%, setelah

    dikeringkan menghasilkan rendemen 10.68% pada

    pengeringan metode oven dan 12.96% pada

    pengeringan metode OM.

    Rendemen produk pangan berbanding lurus

    dengan kadar air (Muchtadi, 1989-), dimana dengan

    semakin kecil kadar air maka rendemen akan semakin

    kecil. Kadar air tepung labu kuning hasil penelitian

    memiliki kadar air lebih rendah (6.37%) dibandingkan

    dengan pengeringan metode OM (7.64%), sehingga

    rendemen pada pengeringan metode oven lebih rendah

    dibandingkan dengan pengeringan metode OM.

    Pemilihan Metode Terbaik

    Pengambilan keputusan untuk menentukan

    perlakuan terbaik dengan menggunakan metode Indeks

    Efektifitas. Prinsip metode ini adalah membandingkan

    parameter yang diukur, yaitu kapasitas antioksidan, IC

    50, serat pangan, !-karoten, kadar air, protein, lemak,

    abu, karbohidrat, dan rendemen. Alternatif terbaik

    adalah alternatif yang mempunyai total nilai produk

    (TNP) tertinggi, seperti disajikan pada Tabel 5.

    Penentuan perlakuan terbaik pada Tabel 5 yang

    memiliki nilai tertinggi adalah perlakuan metode

    pengeringan OM dengan TNP sebesar 0.828.  Hasil

    analisis perlakuan terbaik ini memiliki kapasitas

    antioksidan sebesar 184.40 ppm, IC 50 sebesar 2.39

    mg/mL, IDF sebesar 10.21%, SDF sebesar 5.00%,

    TDF sebesar 15.22%, !-karoten sebesar 67.83 mg/g,

    kadar air sebesar 7.64%, kadar abu sebesar 5.31%,

    kadar protein sebesar 5.19%, kadar lemak sebesar

    1.03%, dan kadar karbohidrat sebesar 80.81%.

    Kesimpulan dan Saran

    Kesimpulan

    Kapasitas antioksidan, IC 50, kandungan serat

    pangan, dan !-karoten tepung labu kuningmenggunakan pengeringan metode oven microwave

    lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan

    pengeringan metode oven.  Kadar abu, lemak, protein,

    dan karbohidrat tepung labu kuning antara pengeringan

    metode oven dan OM menunjukkan hasil yang tidak

    berbeda, tetapi pengeringan menggunakan metode OM

    memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan

    metode oven.  Perlakuan terbaik berdasarkan

    perbedaan metode pengeringan adalah penggunaan

    metode pengeringan oven microwave dengan TNP

    0.828.  Hasil analisis perlakuan terbaik ini memiliki

    kapasitas antioksidan sebesar 184.40 ppm, IC 50sebesar 2.39 mg/mL, IDF sebesar 10.21%, SDF

    sebesar 5.00%, TDF sebesar 15.22%, !-karoten

    sebesar 67.83 mg/100 g, kadar air sebesar 7.64%,

    kadar abu sebesar 5.31%, kadar protein sebesar

    Tabel 4. Rerata Rendemen Tepung Labu Kuning

    Parameter Perlakuan Rerata Nilai p p (sig)

    Rendemen (%) Oven 10.68 ± 0.73 0.047 p

  • 8/17/2019 34135140 Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan Dan Komposisi Gizi Tep…

    5/6

    Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4) 2014

    © Indonesian Food Technologists 139 

    5.19%, kadar lemak sebesar 1.03%, dan kadar

    karbohidrat sebesar 80.81%.

    Saran

    Pengeringan metode OM dapat digunakan untuk

    mengeringkan produk pangan, karena dapat

    meminimalisasi kehilangan komponen bioaktif bahan

    pangan sehingga kualitas bahan kering yang dihasilkanlebih baik.

    Daftar Pustaka

    Anwar, J., U. Shafique., Waheed-UZ-Zaman., R.

    Rehman., M. Salman., A. Dar., J.M. Anzano., U.

    Ashraf, dan S. Ashraf. 2011. Microwave

    chemistry: effect of ions on dielectric heating in

    microwave ovens. Arabian J. Chem.1-5.

    Apriyantono, A., D. Fardiaz., N.L. Puspitasari,

    Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk

    laboratorium analisis pangan. Bogor: IPB.

    Asp, N., G. Johansson., Halmer., and Siljestrom. 1983.Rapid enzimatic assay of insoluble and soluble

    dietary fiber. J. Agric. F. Chem.31:476-482.

    Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determination by the Use

    of Electron Free Radical . Nature .8:1199-12000.

    Belitz, H.D., W. Grosch, dan P. Schieberle.2009. Food

    chemistry 4th  revised and extended ad. Spinger,

    Berlin.

    Blessington, T. 2005. The effects of cooking, storage,

    and ionizing irradiation on carotenoids,

    antioxidant activity and phenolics in potato

    (Solanium tuberosum   L.). (Thesis). Texas A&M

    University.

    Cerniauskiene, J., J. Kulaitiene., H. Danilcenko., E.

    Jariene, dan E. Jukneviciene. 2014. Pumpkin fruit

    flour as a source for food enrichment in dietary

    fiber. Not Bot Horti Agrobo.42(1):19-23.

    Chun-hua Zhou, X. Li., Chong-de Sun., Chang-jie Xu,

    dan Kun-song Chen. 2011. Effects of drying

    methods on the bioactive component in loquat

    (Eriobotrya japanica   Lindl.) Flowers. J. Med.

    Plant. Reach.5(14):3037-3041.

    Das, S., Mukhopadhyay, A.K, dan Basu, D. 2009.

    Prospect of microwave processing an overview.

    Bulletin of material science.32(1):1-13.

    Dini, I., G.C. Tenore, dan A. Dini. 2013. Effect ofindustrial and domestic processing on antioxidant

    properties of pumpkin pulp. F. Sci. and

    Technol.53:382-385.

    Erawati, C. Mumpuni. 2006. Kendali stabilitas !-karoten

    selama proses produksi tepung ubi jalar (Ipomoe

    batatas  L). (Tesis). IPB. Bogor.

    Fang, S.E. 2008. Physico-chemical and organoleptik

    evaluations of wheat bread substituted with

    different percentage of pumpkin flour (Cucurbita

    moschata ). (Thesis). University Sains Malaysia.

    Foschia, M., Peressini, D., Sensidoni, A, dan Brennan,

    C.S. 2013. The effect of dietary fibre addition onthe quality of common cereal products. J. Cereal

    Sci.58:216-227.

    Gardjito dan Murdijati. 2006. Labu kuning sumber

    karbohidrat kaya vitamin A. Tridatu Visi

    Komunika. Yogyakarta.

    Hendrasty, H.K. 2003. Tepung labu kuning: pembuatan

    dan pemanfaatannya . Yogyakarta : Karnisius.

    Kaasova,J., P. Kaldec., Z. Bubnik., B. Hubackova, dan

    J. Prihoda. 2002. Physical and chemical changes

    during microwave drying of rice. Chem.Pap.5(1):32-35.

    Kulkarni, A.S dan Joshi, D.C. 2013. Effect of

    replacement of wheat flour with pumpkin powder

    on textural and sensory qualities of biskuit. J.

    Inter. F. Research.20(2):587-591.

    Latifah, T. Susilowati, dan T.R. Erlia. 2011. Flake labu

    kuning (Cucurbita moschata ) dengan kadar

    vitamin A tinggi. Dep. F. Technol. UPNV

    Surabaya.

    Maskan, M. 2001. Drying, shrinkage and rehydration

    characteristic of kiwifruits during hot air and

    microwave drying. J. F. Eng.48:177-182.Mechlouch, R.F., W. Elfalleh., M. Ziadi., H. Hannachi.,

    M. Chwikhi., A.B. Aoun., I. Elakesh, dan F.

    Cheour. 2012. Effect of drying methods on the

    physico-chemical properties of tomato variety rio

    grande. Int. J. F. Eng.8:Iss.2,Art.4. DOI:

    10.1515/1556-3758.2678.

    Mosha, T.C., R.D. Pace., S. Adeyeye., H.S. Laswai dan

    K.M. 1997. Effect of traditional processing

    practies on the content of total carotenoid, !-

    carotene, "-carotene and vitamin a activity of

    selected tanzanian vegetables. Plants F. Hum.

    Nutr.50:189-201.

    Muchtadi, T. 1989. Teknologi proses pengolahan

    pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

    Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB.

    Noor Aziah, A.A., L.H. Ho., C.A. Komathi, dan R. Bhat.

    2011. Evaluation of resistant starch in crackers

    incorporated with unpeeled and peeled pumpkin

    flour. Am. J. Food. Technol. 6(12):1054-1060.

    Park, Y.W. 1987. Effect of freezing, thawing, drying and

    cooking on caroten retention in carrots, broccoli,

    dan spinach. J. Food Sci.52:1022-1025.

    Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon. 2001.

    Antioxidan in food. CRC Press Boca Raton

    Boston, New York.Pongjanta, J., A. Naulbunrany., S. Kawngdang., T.

    Manon, dan T. Thepjaikat. 2006. Utilization of

    pumpkin powder in bakery products.

    Songklanakarin. J. Sci. Technol. 28 (supp.1):71-

    79.

    Purwanto, H., L. Hartati, dan L. Kurniasari. 2010.

    Pengembangan microwave assisted extractor

    (MAE) pada produksi minyak jahe dengan kadar

    zingiberene tinggi. Momentum, 6(2):9-16.

    Rustanti, N., E.R. Noer, dan Nurhidayati. 2012. Daya

    terima dan kandungan gizi biskuit bayi sebagai

    makanan pendamping ASI dengan substitusitepung labu kuning (Cucurbita   moschata ) dan

    tepung ikan patin (Pangasius  SPP). J. Apli. Tek.

    Pang.1(3):59-64.

  • 8/17/2019 34135140 Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan Dan Komposisi Gizi Tep…

    6/6

    140 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4) 2014

    © Indonesian Food Technologists 

    Sachin, V., Jangam, C.L. Low, dan A.S. Mujumdar.

    2010. Drying of food, vegetables, and fuits.

    Volume 1. ISBN:978-981-08-6759-1.

    Santosa, H dan H. Kusumayanti. 2012. Likuifasi

    enzimatik !-karoten sebagai functional food yang

    terdapat dalama pomace dari buah labu kuning

    (Cucurbita moschata ). Teknik. 33(2):70-73.

    Usha, R., Lakshmi, M., dan Ranjani, M. 2010.Nutritional, Sensory and Physical Analysis of

    Pumpkin Flour Incorporated Into Weaning Mic.

    Mal. J. Nutr. 6(3): 379-387.

    Usmiati, S., D. Setyaningsih., E.Y. Purwani., S. Yuliani,

    dan Maria O.G. 2005. Karakteristik serbuk labu

    kuning (Cucurbita moschata ). J. Tek. Dan Ind.

    Pang.16(2):157-167.

    Zaki, N.A.Md., I. Idayu Muhamad, dan L. Md. Salleh.

    2007. Drying characteristics of papaya (Carica

    papaya   L.) During microwave-vacuum. Int. J.

    Eng. Tech.4(1):15-21.

    Zhang, X., Hayward, D.O. 2006. Aplications of

    microwave dielectric heating in environmentalrelated heterogeneous gas-phase catalytic

    systems. Inorganica Chimica Acta. 359:3421-

    1433.