34. penyelesaian perselisihan pada hubungan kerja … · kompetensi pengadilan hubungan industrial...
TRANSCRIPT
34. PENYELESAIAN PERSELISIHAN PADA HUBUNGAN KERJA DOSEN DENGAN YAYASAN DI INDONESIA1
Surya Nita
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi Medan) Jl. Gatot Subroto Km 4.5 Medan
Mobile phone: 0811 6313 103; E-mail: [email protected]
Abstrak: Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan sebagai tenaga
profesionalmemiliki hubungan kerja dengan yayasan berdasarkan perjanjian kerja
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Penyelesaian kasus dosen dengan yayasan tidak diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen.
Berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor
18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, bahwa penyelesaian melalui PHI jelas bahwa
dosen merupakan pekerja bukan tenaga profesional sebagaimana diatur di dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen. Dosen merupakan profesi, maka objek dari
pemberhentian dosen adalah per-buatan melawan hukum. Pengertian perbuatan
melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepadaorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sehingga
perbuatan melawan hukum dapat diajukanmelalui Peradilan Umum perkara perdata
menjadi pilihan yang harus dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang
merupakan bidang profesi sebagai-mana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan
jasa baik yang tidak diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan penjelasan di atas rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana
kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dan ilmuwan dalam hubungan kerja
dengan yayasan?; (2) Bagaimana pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan kerja
dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan umum?; (3)
Bagaimana penerapan penyelesaian perseli-sihan hubungan kerja dosen dengan
yayasan di Indonesia? Jika dirujuk pada Putusan PK Mahkamah Agung Nomor
18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004 yang merumus-kan kaidah hukum sebagai
berikut: bahwa hubungan antara rektor universitas swasta dengan para dekan/dosen
serta lain-lain pejabat di lingkungan universitas swasta bukanlah hubungan hukum
dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum publik. Keputusan bukan
merupakan keputusan tata usaha negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara. Bahwa dalam penelitian lapangan diperoleh data penyelesaian perselisihan
hubungan kerja dosen melalui PHI bukan peradilan umum.
Kata kunci: Penyelesaian Perselisihan; Hubungan Kerja; Dosen; Yayasan;
PENDAHULUAN
Yayasan sebagai salah satu badan penyelenggara perguruan tinggi dalam melaksana-
kan fungsi dan tujuannya mempekerjakan dosen sebagai pekerja untuk memberikan pela-
yanan pendidikan formal kepada peserta didik. Para pihak dalam hubungan kerja di perguruan
tinggi swasta adalah yayasan dengan dosen. Rektor atau dekan sebagai pengelola perguruan
tinggi yang bertindak untuk dan atas nama yayasan juga merupakan pihak dalam perjanjian
kerja dengan dosen. Hubungan hukum antara pekerja dengan pemberi kerja atau pengusaha
adalah hubungan kerja. Yayasan mengeluarkan surat keputusan untuk pengangkatan dosen
yang memberi pekerjaan dan yang memerintah untuk melakukan pekerjaan kategori memberi
1 Surya Nita, 2017, Kedudukan Hukum Dosen pada Perguruan Tinggi Berbadan Hukum Yayasan, Bagian dari hasil penelitian disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 358/432
pekerjaan dan yang memerintah sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 50 Undang-Undang
Ketenagakerjaan hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja. Pengangkatan dan penempatan dosen oleh badan penyelenggara dilakukan berdasar-
kan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Setiap orang yang memiliki keahlian dan/atau prestasi luar biasa dapat diangkat
menjadi dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan dosen diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Undang-Undang Ketenagakerjaan dilakukan pengolahan isu hukum kedudukan dosen pada
PTS dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Selain yayasan badan penyelenggara pendidikan
tinggi swasta dilaksanakan oleh perkumpulan dengan prinsip nirlaba.
Dosen dalam hubungan kerja dengan yayasan ataupun perkumpulan adalah pekerja
yang memenuhi unsur dari hubungan kerja adanya perintah, pekerjaan dan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Dosen meskipun sebagai tenaga profesional, namun
hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1
ayat (7) dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dosen
merupakan tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tri dharma
perguruan tinggi. Tenaga profesi memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Meliputi bidang tertentu saja (spesialis);
2. Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus;
3. Bersifat tetap atau terus-menerus;
4. Lebih mendahulukan pelayanan dari pada imbalan (pendapatan);
5. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat;
6. Terkelompok dalam suatu organisasi.2
Berdasarkan penjelasan di atas ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen bahwa dosen merupakan ilmuwan dan pendidik profesional yang
memiliki kedudukan dosen sebagai tenaga profesional, namun hubungan hukumnya didasar-
kan pada perjanjian kerja yang akan berdampak pada kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional dengan hak dan kewajiban yang dijamin oleh ketentuan perundang-undangan
tentang jaminan dan perlindungan hukum bagi dosen dalam menjalankan fungsinya sebagai
ilmuwan dan pendidik profesional dengan melaksanakan tri dharma perguruan tinggi.
Hubungan kerja dosen lahir sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa hubungan kerja lahir karena didasarkan pada perjanjian kerja yang disepakati para pihak. Dalam hubungan kerja terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya perintah;
2. Adanya pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang;
3. Adanya upah menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
2 Abdulkadir, Muhammad, 2006, Etika Profesi Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hal. 58.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 359/432
kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
dilakukan.
Unsur adanya perintah dari pihak pengusaha dalam hal ini yayasan atau perkumpulan melalui atasan, yang melaksanakan perintah yaitu pekerja, kemudian kewajiban pengusaha membayarkan upah dan yang menerima hak atas upah adalah pekerja menjadi dasar dari suatu hubungan kerja. Suatu hubungan kerja yang menganut kaidah otonom diatur oleh para pihak yang terlibat hubungan keja antara pengusaha dengan pekerja. Bentuk kaidah otonom meli-puti perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan
yang telah menjadi hukum (customary law).3 Kaidah heteronom adalah ketentuan-ketentuan
hukum di bidang perburuhan yang dibuat oleh pihak ketiga yaitu Pemerintah yang berada di luar para pihak yang terkait dalam suatu hubungan kerja. Oleh karena itu, bentuk kaidah heteronom adalah semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Pemerintah terkait
dengan hukum ketenagakerjaan.4
Hubungan hukum antara pekerja dengan pemberi kerja atau pengusaha adalah hubungan kerja. Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja hendak menunjukkan kedudukan kedua belah pihak yang pada dasarnya menggambarkan hak dan kewajiban buruh terhadap majikan serta hak dan
kewajiban terhadap buruh.5 Hubungan kerja yang melekat di masyarakat yaitu: (1) pilihan
strategis yang dilembagakan pemberi kerja untuk mengontrol pekerja (buruh), dan (2) pilihan respon yang dibangun oleh buruh dalam mengakomodasi kontrol tersebut, baik dalam proses
produksi maupun dalam masyarakat.6
Berdasarkan kondisi hubungan kerja dosen pada PTS ada yang menggunakan perjan-
jian kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, kontrak pada umumnya, dapat meng-
gunakan Surat Keputusan Yayasan, maupun Surat Keputusan Rektor dan Surat Keputusan
Dekan. Para pihak dalam hubungan kerja dosen dapat dilakukan dengan yayasan dan penge-
lola. Status dosen pada PTS terdiri dari Dosen Tetap Yayasan, Dosen Negeri yang diperban-
tukan disebut dengan Dosen DPK, Dosen Tetap Universitas, Dosen Tidak Tetap atau Kontrak,
dan Dosen Luar Biasa. Kondisi ini menggambarkan bentuk hubungan kerja dosen yang
berbeda dengan hubungan kerja pada umumnya, sehingga berbeda dalam menentukan hak dan
kewajiban dan kedudukan dosen pada perguruan tinggi swasta.7
Hubungan kerja dosen pada PTS merupakan hubungan ketenagakerjaan yang didasar-
kan pada perjanjian kerja. Dengan demikian, hubungan kerja dosen pada PTS juga terikat
pada Undang-Undang Ketenagakerjaan. Karena itu, pengawasan atas hubungan kerja antara
dosen dengan yayasan merupakan tugas dan kewenangan dari Pegawai Pengawas Ketenaga-
kerjaan. Pengawasan dilakukan dengan berdasarkan kepada ketiga undang-undang tersebut,
yaitu: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
3 Aloysius Uwiyono, et. al., Asas-asas Hukum Perburuhan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, hal. 8.
4 Ibid.
5 Iman Soepomo, 1983, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta, Djambatan, hal. 1.
6 Sunyoto Usman, 2006, Jaminan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 87.
7 Pengamatan sementera tentang hubungan kerja dosen dihubungkan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 360/432
Penyelesaian kasus diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bahwa dosen merupakan pekerja sebagaimana yang diatur di dalam Undang-
Undang Ketenagakerjaan.
Jika dirujuk pada Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 18/PK/TUN/2002 tanggal 11
Juni 2004 yang merumuskan kaidah hukum sebagai berikut: bahwa hubungan antara rektor
universitas swasta dengan para dekan/dosen serta lain-lain pejabat di lingkungan universitas
swasta bukanlah hubungan hukum dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum
publik. Keputusan bukan merupakan keputusan tata usaha negara yang dapat digugat di
Pengadilan Tata Usaha Negara. Adapun fakta bahwa universitas swasta berada di bawah
koordinasi Kopertis Departemen Pendidikan Nasional bukanlah berarti bahwa universitas
swasta berada dalam hierarki pemerintahan dan pegawai-pegawainya berstatus pegawai
negeri, tetapi peranan Kopertis adalah dalam rangka pengawasan agar perguruan tinggi swasta
dapat di bawah koordinasi Pemerintah.8
Apabila terjadi kasus antara dosen dengan yayasan, maka proses penyelesaian seng-keta di mana yayasan merupakan badan hukum perdata, sehingga apabila terjadi kasus pem-
berhentian dosen bukan lagi termasuk kompetensi peradilan tata usaha negara pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
menyebutkan bahwa:
“Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negarayang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Bahwa apabila terjadi sengketa antara dosen dan yayasan dapat diajukan melalui kompetensi pengadilan hubungan industrial atas perselisihan hubungan industrial berupa perselisihan mengenai hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja (PHK) atau antara serikat
pekerja dalam suatu perusahaan.9 Berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung Nomor
18PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, namun jika diselesaikan melalui PHI jelas bahwa dosen sebagai pekerja.
Dosen merupakan profesi, maka objek dari pemberhentian dosen adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam perbuatan melawan hukum adalah suatu
perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, kesalahan dari pihak pelaku, kerugian bagi
korban, hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Sehingga perbuatan melawan
hukum dapat diajukan melalui Peradilan Umum perkara perdata menjadi pilihan yang harus
dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang merupakan bidang profesi sebagai-
mana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan jasa baik yang tidak diatur di dalam keten-
tuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan
8
9
Priyatmanto Abdoellah, 2016, Revitalisasi Kewenangan PTUN Gagasan Perluasan Kompetensi Peradilan Tata
UsahaNegara, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, hal. 142. Syaufii Syamsuddin, 2010, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Jakarta, Sarana Bhakti
Persada, hal. 15.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 361/432
masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dan
ilmuwan dalam hubungan kerja dengan yayasan?; (2) Bagaimana pengaturan penyelesaian
perselisihan hubungan kerja dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan
umum?; dan (3) Bagaimana penerapan penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara
dosen dengan yayasan di Indonesia?
Objek dari penelitian ini adalah dosen dengan yayasan dalam penyelesaian perseli-
sihan hubungan kerja dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan umum
di Indonesia.
METODE
Penelitian dengan judul penyelesaian perselisihan pada hubungan kerja dosen dengan yayasan di Indonesia menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif sebagai penelitian kepustakaan disumberkan pada pendapat atau penelitian hukum sebagai
sebuah kegiatan penelitian untuk memecahkan kasus hukum melalui putusan pengadilan.10
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder berupa peraturan perundang-undangan tentang dosen dan putusan pengadilan atas kasus dosen ditambah dengan wawancara kepada narasumber. Di dalam penelitain hukum normatif meng-gunakan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Tipe data sekunder terdiri dari: Pertama, data yang bersifat pribadi berupa buku harian, dokumen pribadi, surat, data pribadi yang tersimpan di lembaga tempat bekerja. Kedua, data sekunder bersifat publik data arsip, data resmi, data publikasi berupa Putusan Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Medan dan Yogyakarta dan Mahkamah Konsitusi
yang terkait dengan penelitian ini.11
Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesiea Tahun 2004 Nomor 6);
3. Putusan Nomor 180/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Medan.
4. Putusan Nomor 02/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Yyk.
5. Putusan Nomor 06/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Yyk.
6. Putusan Nomor 08/G/2012/PHI.Yyk.
7. Putusan Nomor 08/G/2012/PHI.Yyk
8. Putusan Nomor 457K/Pdt.Sus/2012 Mahkamah Agung Republik Indonesia.
9. Putusan Nomor 47/Pdt.SUS-PHI/2016/PN.Pdg.
10 Anthon F. Susanto, 2015, Penelitian Hukum Transformatif - Partisipatoris, Malang, Setara Press, hal. 8-9.
11 Ibid, hal. 12.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 362/432
Hasanuddin Law Review Vol. 2 Issue 2, August (2016)
Narasumber terkait norma hukum yang akan diteliti. Hal ini dilakukan sebagai
informasi pendukung yang diperlukan dalam menjelaskan masalah yang diteliti. Narasumber
sebagai pihak yang dapat menjelaskan tentang permasalahan yang diteliti yang akan
diwawancarai adalah Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, Mediator Dinas Ketenagakerjaan Kota
Medan, Korespondensi dengan Pengawas Ketenagakerjaan Yogyakarta, Ketua Kamar Tata
Usaha Negara Mahkamah Agung Republik Indonesa dan Panitera Pengadilan Hubungan
Industrial Yogyakarta.
Sebelum sampai pada analisis data terlebih dahulu dilakukan pengumpulan bahan-bahan, kemudian diadakan pengorganisasian diseleksi dan disusun secara sistematis untuk memudahkan dalam menganalisis data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, sehingga dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara di-susun lagi dan diperiksa ulang kelengkapan jawaban dari masing-masing responden dan narasumber. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
analitis. Dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.12
Deskriptif
meliputi isi dan struktur positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna dari aturan hukum yang dijadikan rujukan kajian. Dalam penelitian ini analisis data tidak keluar dari lingkup data sekunder dan hasil wawancara dengan narasumber bersifat khusus berdasarkan teori atas konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data
dengan seperangkat data yang lain.13
Analisis secara kualitatif membahas mengenai penyelesaian perselisihan hubungan
kerja dosen dengan yayasan yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan maupun pene-
litian lapangan untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti
dengan metode induktif yaitu suatu proses penalaran yang berangkat dari suatu kalimat
pernyataan khusus untuk tiba pada suatu simpulan yang akan dapat menjawab suatu
pernyataan yang bersifat umum.14
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Yayasan merupakan suatu badan hukum (subjek hukum) sebagai penyandang hak dan
kewajiban yang memiliki kecakapan untuk bertindak. Sesungguhnya pihak yang berwenang
untuk membuat perikatan/perjanjian adalah yayasan. Dalam pelaksanaannya, segala perbuatan
dan tindakan yayasan dilakukan oleh salah satu organ yayasan yaitu pengurus. Dalam melak-
sanakan kegiatan yayasan sehari-hari, pengurus dapat mengangkat pelaksana kegiatan atau
pengurus harian. Hal-hal tersebut diatur lebih rinci di dalam anggaran dasar yayasan. Rektor
juga menjabat sebagai pengurus atau pelaksana kegiatan atau pengurus harian, sehingga rektor
berwenang untuk bertindak atas nama yayasan, termasuk membuat perikatan. Selain itu, bisa
saja pengurus atau pelaksana kegiatan atau pengurus harian menunjuk/memberikan kuasa
kepada rektor/dekan untuk melakukan perbuatan/tindakan tertentu, seperti membuat dan
menandatangani perjanjian. Penggunaan kedua pola ini sangat bergantung pada ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar yayasan dan statuta perguruan tinggi yang
bersangkutan. Dengan demikian, terlepas dari pola apapun yang digunakan, para pihak yang
12 Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hal. 107.
13 Bambang Sunggowo, 1997, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, hal. 38.
14 Soetandyo Wignjosoebroto, 2011, Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai Penelitian Ilmiah, dalam Buku MetodePenelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Jakarta, Buku Obor, hal. 99.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 363/432
terikat di dalam perjanjian kerja tetaplah subjek hukum, yaitu pekerja (dosen) dan pemberi kerja (yayasan).
Yayasan sebagai suatu badan hukum mampu dan berhak serta berwenang untuk
melakukan tindakan-tindakan perdata. Pada dasarnya keberadaan badan hukum bersifat permanen,
artinya badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri atau
anggotanya. Badan hukum hanya dapat dibubarkan jika telah dipenuhi segala ketentuan dan
persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya. Hal tersebut sama kedudukannya dengan
perkumpulan yang berbentuk berbadan hukum, di mana dipandang sebagai subjek hukum karena
dapat melakukan perbuatan hukum, menyandang hak dan kewajiban, dapat digugat maupun
menggugat di pengadilan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yayasan dan perkumpulan yang
berbentuk badan hukum mempunyai kekuatan hukum yang sama, yaitu sama-sama dianggap
sebagai subjek hukum dan dapat melakukan perbuatan hukum, tetapi antara yayasan dan
perkumpulan yang tidak berbentuk badan hukum, maka yayasan kedudukannya lebih kuat
daripada perkumpulan sebagaimana tersebut di atas. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
yayasan dan perkumpulan yang berbentuk badan hukum adalah sama, yaitu sebagai berikut:
berhak mengajukan gugatan, wajib mendaftarkan perkum-pulan atau yayasan tersebut pada
instansi yang berwenang untuk mendapatkan status badan hukum.15
Bekerja pada suatu perusahan ataupun yayasan sebagai kayaryawan ataupun dosen
tentu tidak tutup kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja. Menurut Undang-
Undang Ketenagakerjaan mengartikan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antar pekerja dan pengusaha. Dalam pemutusan yang bersumber dari pengusaha tentunya
menimbulkan kewajiban bagi pengusaha untuk membayarkan uang pesangon, uang peng-
hargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha.
Perselisihan hubungan industrial terjadi akibat wanprestasi yang dilakukan pihak buruh atau oleh pihak pengusaha. Perselisihan terjadi karena saling beda pendapat mengenai pelaksanaan atau perlakuan hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan kondisi kerja. Berdasar-kan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang pnyelesaian perselisihan hubungan industrial memperluas perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Perselisihan dalam hal perselisihan hak, perselisihan kepentingan saja, perselisihan pemutusan
hubungn kerja dan perselisihan antara serikat pekerja di dalam suatu perusahaan.16
Kewenangan menyelesaikan perselisihan dosen swasta pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan hasil dari perluasan penafsiran dengan menganalogkan pejabat PTS seperti rektor sebagai pejabat tata usaha negara. Merujuk pada eksistensi dan substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka tafsir di atas sudah tidak relevan mendorong penye-
lesaian sengketa dosen swasta ke luar dari hukum ketenagakerjaan.17
Penjelasan pengertian perselisihan hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhi hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
15 Hukum Online.com. 2017. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2755/bedanya-perkumpulan-dengan-yayasan.
(Accessed April 27, 2017).
16 Widodo Suryandono dan Aloysius Uwiyono, 2014, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan PemutusanHubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja dalam Asas-asas Hukum Perburuhan, Jakarta, Rajawali Pers, hal.125-127.
17 Juanda Pangaribuan, 2014, http://catalog.danlevlibrary.net/index.php?p=show_detail&id=8510. (Accessed November 27. 2014).
.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 364/432
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama. Contoh perselisihan hak seperti dalam PKB berhak cuti dengan upah penuh.
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dalam hal kenaikan upah, tunjangan anak dan istri. Perselisihan pemutusan hubungan kerja
adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai peng-
akhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Buruh menolak di-PHK karena
uang pesangon tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Perselisihan antar serikat
pekerja adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat
buruh lain hanya dalam satu perusahaan karena tidak ada kesesuaian pendapat mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan. Termasuk juga perselisihan
dalam hal siapa yang mewakili pekerja menghadapi pengusaha dalam perundingan pembuatan
Perjanjian Kerja Bersama.18
Perselisihan dosen dengan yayasan di mana pemutusan hubungan kerja masalah apabila
waktu pemberhentian itu tidak tetap pada malam hari, karena di satu sisi tidak etis juga tidak sah
karena tidak melalui putusan pengadilan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 155 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi bahwa:
“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151ayat (3) batal demi hukum”, sedangkan Pasal 151 ayat (3) menyebutkan bahwa“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasil-kan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/-buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan.”
Permasalahan tentang kewenangan penyelesaian perselisihan hak, pemutusan
hubungan kerja (PHK), dan perselisihan kepentingan antara dosen dan PTS yang timbul
sebelum pengadilan hubungan industrial (PHI) terbentuk masih terus dipertentangkan dalam
PHI. Putusan Mahkamah Agung atas sengketa dosen dan PTS sebelum berlaku Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menyatakan bahwa
dosen dan PTS tidak sama dengan pekerja/buruh sampai saat ini masih dijadikan alasan oleh
sebagian PTS menyatakan PHI tidak berwenang mengadili sengketa dosen dan PTS. Yang
terlupakan dari persepsi itu adalah substansi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
yang secara eksplisit menyatakan jenis usaha seperti yayasan lembaga pendidikan masuk
dalam pengertian perusahaan dan pengusaha. Merujuk pada beberapa putusan PHI, tidak ada
lagi keraguan bagi PTS dan yayasan pendidikan lainnya menyelesaikan perselisihan dengan
dosen dan guru melalui PHI.
Pada penyelesaian hubungan industrial pembedaan pengertian perselisihan perburuhan
tersebut dimaksudkan untuk membedakan kewenangan lembaga perselisihan dalam menyele-
saikan perselisihan hubungan industrial. Mediasi diberi kewenangan 4 macam perselisihan
hubungan industrial yaitu mencakup perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu
perusahaan. Sedangkan konsiliasi diberi wewenang menyelesaikan 3 macam perselisihan
hubungan insdustrial yaitu perselisihan kepentingan perselisihan pemutusan hubungan kerja
dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu perusahaan. Arbitrase di-
beri kewenangan menyelesaikan 2 macam yaitu perselisihan hubungan industrial perselisihan
kepentingan, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu perusahaan.
18 Ibid, hal. 128-129.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 365/432
Pengadilan hubungan industrial dan Mahkamah Agung Republik Indonesia kewenangan 4
macam perselisihan hubungan industrial yaitu mencakup perselisihan hak, perselisihan kepen-
tingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat
buruh di dalam satu perusahaan.19
Proses penyelesaian perselisihan oleh pihak ketiga di luar pengadilan dalam hal
konsiliasi yaitu suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga netral,
pilihan para pihak yang berselisih yang membantu untuk mencari penyelesaian saling meng-
untungkan bagi para pihak. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan
putusan yang bersifat anjuran. Konsiliator adalah seseorang atau lebih yang memenuhi syarat
dan ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan untuk melakukan konsiliasi. Konsiliator mem-
pertemukan para pihak yang berselisih, maka para pihak melaksanakan apa yang telah di-
perjanjikan dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
berselisih untuk menyelesaikan, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan.
Mediasi yaitu suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga
yang berperan sebagai perantra untuk mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih,
yang membantu pihak-pihak yang berselisih dalam menyelesaikan perselisihan. Hasil mediasi
ini berupa perjanjian perdamaian. Pelaksanaan perjanjian perdamaian mediasi ini dilakukan
para pihak berdasarkan kesepakatan. Mediator menetapkan suatu putusan yang bersifat
anjuran. Pelaksanaan putusan mediator terserah para pihak. Mediator menurut ketentuan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah pegawai negeri sipil di bidang ketenagakerjaan,
yang memenuhi syarat sebagai mediator dan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak
yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja.buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Pada proses arbitrase penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang
netral, berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berselisih. Keputusan yang dibuat oleh
pihak arbiter adalah bersifat final dan mengikat pihak-pihak yang berselisih berdasarkan
perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Arbiter seseorang atau lebih yang dipilih para
pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan
putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh
hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Pada proses peradilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan peradilan umum memutus di tingkat pertama mengenai perselisihan hak, di tingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan, di tingkat pertama mengenai
perselisihan pemutusan hubungan kerja, di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Pengadilan khusus hubungan industrial
menerapkan prinsip sederhana, cepat dan murah. Gugatan terhadap pemutusan hubungan kerja
hanya mempunyai tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterima atau diberitahukan keputusan dari
pihak pengusaha, sehingga dalam kasus pemutusan hubungan kerja dosen di Indonesia
diselesaikan melalui pengadilan hubungan industrial untuk menyelesaikan perselisihan
kepentingan, perselisihan hak, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan
19 Ibid, hal. 129.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 366/432
karena tidak ada kesesuaian pendapat mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Kerja antara Dosen dengan Yayasan di Indonesia
Berdasarkan hasil studi pustaka melalui putusan PHI di Yogyakarta, Medan dan
Padang juga dilakukan wawancara kepada narasumber yaitu Dirjen Pembinaan Hubungan
Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Republik
Indonesia, Mediator Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan, koresponden dengan Pengawas
Ketenagakerjaan Yogyakarta, Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Republik
Indonesa dan Panitera Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan ditemukan 6 kasus hubungan kerja dosen dengan
yayasan perguruan tinggi berbadan hukum yayasan di Indonesia pada PHI pada PN Medan,
PHI pada PN Padang, dan PHI pada PN Yogyakarta. Bahan hukum primer yaitu Putusan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan, Padang dan Yogyakarta
berdasarkan hasil penelitian lapangan dengan mewawancari Panitera PHI pada PN
Yogyakarta. Adapun kronologis dan analisis kasus sebagai berikut:
Kasus pertama, berdasarkan kronologis kasus Register Nomor 180/Pdt.Sus-PHI/-
2015/PN.Medan20
dengan kronologis sebagai berikut:
Penggugat Khilda Handayani, S.H., M.H., Dosen Tetap Universitas Tjut Nyak Dhien
menggugat Universitas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPSU Medan melalui Rektor Awaludin,
S.H., S.E., M.M., M.Si. bahwa Tergugat memberhentikan Penggugat sebagai Dekan PJS atau
Wakil Dekan tanpa alasan yang yang dibenarkan oleh hukum, bahwa selama menjabat
Penggugat hanya menerima tunjangan Rp1.500.000,00/bulan sebagai PJS, dan tunjangan
wakil dekan Rp1.000.000,00/bulan serta honor mengajar Rp406.000,00 dengan rincian per
SKS Rp14.500,00 dan jumlah SKS Penggugat 7 SKS. Sudah diadakan mediasi di Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan yang telah mengeluarkan anjuran Nomor 567/4673/-
KM/2015 tertanggal 27 Agustus 2015 sebagai penyelesaian perselisihan.
Adapun anjuran sebagai berikut:
1. Agar pihak Universitas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPSU Medan membayar
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada Sdr. Khilda Handayani, S.H., M.H. dengan perincian sebagai berikut: ..................
dan seterusnya.
2. Agar pihak Universitas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPSU Medan mengeluarkan nama Khida Handayani, S.H., M.H. untuk 2 tahun terakhir berdasarkan tahun berlakunya Upah Minimum Kota Medan.
3. Agar pihak Universitas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPSU Medan dan pekerja
Sdr. Khilda Handayani, S.H., M.H. memberikan jawaban tertulis kepada Mediator Hubungan Industrial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan selambat-
lambatnya 10 hari.
Pertimbangan hakim dalam kasus ini, Menimbang eksepsi Tergugat bahwa gugatan
penggugat mengenai subjek hukum Penggugat menjadikan Universitas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPISU Medan (Rektornya Awaludin, S.H., S.E., M.Si. sebagai Tergugat, tindakan
Penggugat yang membuat urutan Univeristas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPSU Medan menjadi satu pihak dan secara bersama-sama dengan Rektor adalah melanggar ketentuan
20 Putusan PHI Medan Register Nomor 180/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Medan.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 367/432
hukum formil dan menunjukkan ketidaksempurnaan dalam membuat suatu gugatan. Bahwa
Penggugat tidak memberikan pemisahan terhadap subjek dalam gugatannya berarti secara hukum formil tidak mengetahui badan hukum mana yang melakukan PHK sehingga subjek
gugatan Penggugat menjadi bersifat kabur dan samar.
Gugatan Penggugat kabur bahwa dalam gugatannya Penggugat menjadikan
Universitas Tjut Nyak Dhien Yayasan APIPISU Medan dan sekaligus Rektornya sebagai
Pihak Tergugat akan tetapi tidak menyebabkan gugatan Penggugat kabur karena dapat
dipahami bahwa dalam sebuah gugatan perselisihan hubungan industrial, pihak Penggugat
dapat menarik pihak Tergugat sebagai subjek hukum secara kumulatif karena dibenarkan oleh
hukum dalam perkara PPHI pihak yang tergugat tidak terbatas hanya pada pihak yang
mengeluarkan surat perjanjian kerja saja akan tetapi pihak lain sesuai dengan ketentuan
hukum ketenagakerjaan yang berlaku. Penggugat tidak terbukti di-PHK sebagai dosen akan
tetapi hanya diberhentikan sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Tjut Nyak
Dhien Yayasan APIPSU Medan, maka gugatan menjadi prematur, bahwa eksepsi Tergugat
yang menyatakan gugatan Penggugat prematur dinyatakan dikabulkan. Memerhatikan keten-
tuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun
peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan perkara ini.
Hakim memutuskan perkara Nomor: 180/Pdt.Sus.PHI//2015/PN.Mdn sebagai berikut:
1. Mengabulkan eksepsi Tergugat;
2. Menyatakan gugatan Penggugat prematur;
3. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard);
4. Membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada negara sebesar Rp1.116.000,00.
Analisis kasus atas Perkara Nomor: 180/Pdt.Sus.PHI//2015/PN.Mdn pada kasus ini
terjadi pemberhentian jabatan struktural sebagai Wakil Dekan bukan sebagai Dosen. Dalam
kasus ini tidak menggugat kondisinya sebagai dosen haknya dalam bekerja tidak memiliki
jaminan sebagai dosen atas upah yang diterima tidak sesuai dengan upah minimum kehidupan
layak. Jaminan sebagai pekerja sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Penggugat hanya menggugat mengenai jabatan struktural. Hal ini sangat
merugikan Penggugat karena gugatannya ditolak oleh hakim karena tidak ada pemutusan
hubungan kerja sebagai dosen, sehingga harus menggugat kondisi sebagai dosen di mana
haknya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pihak yang digugat seharusnya
dapat menggugat Pihak Yayasan tidak hanya Rektor yang mengeluarkan putusan untuk
diberhentikan sebagai Wakil Dekan.
Kasus kedua, berdasarkan kronologis Putusan Nomor 02/Pdt.
Sus.PHI/2015/PN.Yyk.perkara perselisihan hubungan industrial antara Dr. Endi Haryono, M.Si.,
Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta sebagai
Penggugat dengan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) selaku Badan
Penyeleng-gara UPN Veteran Yogyakarta sebagai Tergugat I dan Rektor UPN Yogyakarta selaku
petugas pelaksana sebagai Tergugat II. Bahwa Tergugat II mengadakan kerja sama dengan
lembaga pendidikan tinggi UUM dalam bentuk penelitian, seminar dan visiting lecturer. Pada
2010 Penggugat mengikuti program visiting lecturer. Bahwa pada 2011 Tergugat menerbitkan
Surat Perintah Rektor Nomor: Sprint/29-0/III/2011 memerintahkan untuk menghentikan gaji
sementara Penggugat terhitung 1 April 2011 dan menghentikan tunjangan fungsional ter-hitung 1
Juni
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 368/432
2010 dengan alasan Penggugat mengikuti pogram visiting lecturer tanpa izin tertulis dari
Tergugat II sejak bulan Mei 2010. Bahwa Pebruari 2012 Tergugat II meminta Penggugat
untuk mengajar di UPN dan kembali dari UUM dengan Surat Keputusan Nomor:
SKEP/18/II/2012 berisi pengangkatan sebagai pengangkatan Dosen UPN Veteran
Yogyakarta, Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012. Bahwa Penggugat menjalankan tugas
secara aktif tetap tidak mendapatkan upah dan tidak diperbolehkan mengajukan kenaikan
kepangkatan akademik. Sejak Pebruari 2013 tanpa alasan didasarkan pada suatu keputusan
Penggugat tidak diperbolehkan mengajar lagi namun tidak dalam status diberhentikan dan
tidak memperoleh upah, hal ini bentuk kesewenangan kepada Penggugat. Bahwa pada 2013
Penggugat menemui Tergugat untuk mempertanyakan status. Mengingat tidak diperoleh
kesepakatan, maka dselesaikan melalui PHI.
Pertimbangan hakim bahwa eksepsi Pihak Tergugat mempertanyakan absolutecompetence
atas perkara a quo bahwa yang berwenang ada PTUN atau PN bahwa pokokperkara aquo
bukanlah mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan antar serikat pekerja
maupun perselisihan pemutusan hubungan kerja. Bahwa hubungan hukum antara Penggugat in
person dengan UPN Veteran Yogyakarta merupakan dosen tetap berdasarkan Keputusan Nomor
SKEP/031/V/1997 tentang Pengangkatan Pegawai tanggal 2 Mei 1997 status Penggugat adalah
pegawai yang ditugaskan pada Jurusan HI FISIP UPN Veteran Yogyakarta. Penggugat adalah
pegawai bukan pekerja yang apabila ada sengketa berkaitan dengan persoalan kepegawaian, maka
yang berwenang untuk menyelesaikan adalah PTUN bukan PHI. Sebagai pegawai yang berstatus
Dosen UPN Veteran Yogyakarta Penggugat tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang
mengatur tentang pegawai dan dosen. Kedudukan Penggugat sebagai seorang dosen tidak dapat
dipersamakan dengan pekerja atau tenaga kerja sebagaimana halnya buruh, karena dosen tidak
wajib tunduk pada hukum ketenagakerjaan, namun wajib tunduk pada keberadaan hukum publik
yang meng-aturnya seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan internal yang khusus diber-
lakukan di lingkungan UPN Veteran Yogyakarta. Bahwa Tergugat II selaku Rektor tidak ada
hubungan hukum ketenagakerjaan dengan Penggugat karena Rektor bukan pengusaha melain-kan
pejabat tata usaha negara. Bahwa perkara a quo berkaitan dengan tuntutan hak normatif pegawai
berkaitan dengan pemberhentian status Penggugat sebagai pegawai yang diberhenti-kan
berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan merupakan perkara yang
menjadi kewenangan PTUN untuk menyelesaikan. Dan perubahan UPN Veteran Yogyakarta
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor:
221/MPK.A4/KP/2014 tanggal 13 Oktober 2014. Dengan demikian Tergugat II jelas merupakan
pejabat tata usaha negara. Bahwa Tergugat I merupakan badan dan/atau pejabat tata usaha negara
dengan alasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pelaksana lainnya,
menyatakan lembaga pendidikan swasta yang menjalankan salah satu dari urusan bidang
pemerintahan khususnya di bidang pendidikan merupakan badan tata usaha negara. Berdasarkan
eksepsi di atas pengadilan menolak eksepsi sehingga Penggugat yang menggugat Yayasan
Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan/-YKPP sebagai Tergugat II menurut Majelis Hakim
sudah tidak tepat karena hubungan kerja awal terjadi antara Penggugat dengan Yayasan
Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan/-YKPP sebagai Tergugat I sedangkan Rektor UPN
Veteran Yogyakarta Tergugat II merupakan kepanjangan tangan dari Menteri Ristek Dikti
sehingga seharusnya ikut digugat. Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian
melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim pengadilan hubungan industrial wajib
mengembalikan gugatan kepada Penggugat. Bahwa hakim majelis memeriksa dan meneliti
gugatan tersebut telah dilampiri risalah penyelesaian hubungan industrial oleh
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 369/432
Mediator Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman tanggal 12 Agustus 2014.
Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat gugatan perselisihan hak ini didasari oleh
adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan para Tergugat yang timbul akibat
hubungan kerja oleh karena itu dalam perkara aquo Majelis Hakim terlebih dahulu akan
memeriksa dan mempertimbangkan ada tidaknya hubungan kerja antara Penggugat dengan
Para Tergugat. Bahwa Penggugat memang benar adalah Dosen Tetap pada UPN Veteran
Yogyakarta bahwa perselisihan antara Penggugat dengan Para Tergugat adalah karena
Penggugat adanya hubungan kerja dengan Tergugat. Menimbang bahwa dalam hubungan
kerja berlaku asas nowork no pay tidak bekerja maka tidak berhak atas upah, sesuai dengan
Pasal 4 PeraturanPemerintah RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah jo. Pasal 93
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Prinsip hukum ketenagakerjaan adalah
bahwa hak pekerja timbul sebagai akibat dari Pekerja melaksanakan kewajiban Pekerja
artinya selama Penggugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pegawai/pekerja, maka
tidak ada kewajiban para Tergugat untuk membayarakan gaji/upah Penggugat. Menimbang
bahwa Penggugat telah kembali aktif di UPN Veteran Yogyakarta mulai bulan Pebruari 2012
yang dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi, maka Penggugat mulai berhak kembali atas
upah/gaji dan tunjangan yang biasa diterima. Menimbang bahwa Pebruari 2013 Penggugat
mulai tidak lagi aktif mengajar kembali oleh Tergugat II dan pada akhirnya Penggugat
menyatakan memilih pengakhiran hubugan kerja secara terhormat dengan para Tergugat pada
tanggal 7 Oktober 2013, maka selama Penggugat mulai diaktifkan dan aktif kembali di UPN
Veteran Yogyakarta sejak tanggal 2 Pebruari 2012 dengan adanya pernyataan Penggugat
untuk mengakhiri hubungan kerja dengan para Tergugat yaitu tanggal 7 Otober 2013, maka
Penggugat masih berhak atas upah/gaji dan tunjangan fungsional yang biasa diterimanya.
Bahwa sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan keluarnya surat pemutusan hubungan kerja
oleh Tergugat I pada bulan Pebruari 2014 Penggugat sudah tidak berhak lagi atas upah dan
tunjangan yang biasa diterima. Bahwa menimbang Penggugat masih berhak atas upah gaji
dari bulan Pebruari 2012 sampai dengan bulan Oktober 2013, maka Penggugat berhak atas
upah yaitu sejumlah 20 bulan dikalikan Rp4.225.000,00 = Rp84.500.000,00 bahwa gugatan
beralasan untuk dikabulkan sebagian.
Hakim memutuskan perkara Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Yyk sebagai berikut:
Dalam eksepsi:
1. Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
3. Menghukum para Tergugat untuk membayar hak upah dan tunjangan fungsional sebesar Rp4.225.000,00 x 20 bulan = Rp84.500.000,00 selambat-lambatnya 14 hari berkekuatan hukum tetap.
4. Menghukum Tergugat II untuk memberikan surat keterangan kerja selambat-
lambatnya 14 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap;
5. Menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya. Membebankan biaya perkara ini kepada negara.
Analisis kasus bahwa PHI mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara perseli-sihan
hak antara dosen dengan yayasan dan rektor. Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Agung
Tata Usaha Negera Mahkamah Agung Republik Indonesia bahwa putusan Rektor yaitu SK Rektor
merupakan kewenangan TUN untuk menyidangkannya karena Rektor Universitas Swasta
merupakan pejabat publik. Dalam kasus ini bahwa PHI dapat menye-lesaikan sengketa
perselisihan hak antara dosen dengan yayasan dan rektor. Bahwa putusan hakim tepat di mana
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 370/432
apabila bekerja haknya harus dipenuhi dan dibayar. Kedudukan dosen pada PTS tidak dapat
terlindungi dengan baik, karena tidak ada lembaga yang memberikan perlindungan bagi dosen
mengenai haknya sebagai dosen. Dosen tidak paham akan kedu-dukannya karena tidak
memerhatikan hubungan kerja di awal yaitu perjanjian kerja karena hubungan masih baik
dengan yayasan, yayasan sebagai pemberi kerja seharusnya mengetahui posisinya mempunyai
kewajiban untuk memberikan hak bagi dosen sebagai pekerja sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pemerintah sebagai pengawas melaksanakan fungsinya dalam mengawasi hubungan
hukum dosen dengan yayasan.
Kasus ketiga, berdasarkan kronologis Putusan Nomor 06/Pdt.Sus.
PHI/2015/PN.Yyk,PHI Yogyakarta memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan
industrial antara Dr. Rernat Sri Mulyaningsih, M.Si, Apt., Dosen Tetap Program Studi
Farmasi UII sebagai Penggugat dengan Yayasan Badan Wakaf UII sebagai Tergugat I, dan
Rektor UII sebagai Tergugat II. Duduk perkara bahwa Penggugat merupakan Dosen Tetap
UII berdasarkan Keputusan Pengurus Harian Badan Wakaf UII Nomor:44/A.II/PH/2000
tentang Pengangkatan sebagai Pegawai Edukatif Tetap, dan belum ada pemutusan hubungan
kerja. Bahwa Peng-gugat menjalankan karya siswa di Universitas Heidelberg Jerman untuk
memperoleh gelar S3 dibiayai secara penuh oleh UII. Bahwa selama menempuh studi
Penggugat mendapat living cost sebesar 900 euro yang dikirimkan untuk jangka waktu 3
bulan pada setiap awal bulan. Bahwa sejak bulan November 2007 living cost ditransfer oleh
pihak UII dihentikan tanpa alasan dan keterangan yang jelas. Bahwa pada tanggal 12
November 2007 Penggugat mene-rima surat elektronik dari Biro Pengembangan Sumber
Daya Manusia UII dan surat panggilan dari Rektor Nomor: 2503/Rek/40/DOSDM/XI/2007
yang pada pada pokoknya berisi panggilan kepada Penggugat sebagai dosen peserta karya
siswa. Bahwa Penggugat kembali ke Indonesia menyelesaikan masa studi Doktoral pada Mei
2011. Penggugat menghadap Ketua Jurusan Farmasi FMIPA untuk melaporkan diri mengenai
telah berakhirnya tugas karya siswa yang dijalani Penggugat. Bahwa Penggugat menerima
surat dari Tergugat yang pada pokok-nya pengunduran diri Penggugat tidak dapat diterima
oleh Tergugat karena mensyaratkan kepada Penggugat untuk mengganti biaya yang telah
dikeluarkan Tergugat II selama 1 tahun senilai Rp230.643.169,00.
Pertimbangan hakim bahwa pokok perkara kasus ini adalah tidak dilaksanakannya
kewajiban Penggugat baik ketika menjalankan karya siswa/studi lanjut S3 di University
Heidelberg Jerman yang dibiayai oleh Rektorat Universitas Islam Indonesia sebagai pemberi
dana beasiswa dengan Penggugat sebagai penerima dana beasiswa yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing bertanggal 24 April 2006. Bahwa segala suatu kebijakan terhadap
dosen termasuk permasalahan di lingkungan UII melibatkan Rektor dan Pengurus Yayasan
Badan Wakaf UII. Bahwa berdasarkan risalah berdasarkan risalah penyelesaian perselisihan
hubungan industrial tertanggal 07 April 2014 telah terjadi upaya mediasi antara Tergugat I
dengan Penggugat I. Dalam upaya mediasi tidak melibatkan Tergugat II yang dalam hal ini
Rektor UII yang bertindak sebagai pihak dalam perjanjian karya siswa dengan Penggugat,
Bahwa dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, berbunyi perselisihan hubungan industrial wajib diupaya-
kan mediasi terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Bahwa benar Penggugat telah mengajukan pengunduran diri sebagai dosen kepada
Tergugat II pada tanggal 18 Maret 2011. Menimbang bahwa pokok permasalahan yang diper-
selisihkan oleh Penggugat terhadap Tergugat I dan II adalah mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja melalui pengunduran diri Penggugat untuk mengakhiri hubungan kerja
dengan Tergugat I dan II yang ditolak Tergugat II dengan disertai tuntutan, hak pesangaon,
surat keterangan kerja, penyerahan ijazah S1 dan S2 dan dokumen profesi atas nama dan
milik Penggugat serta penghapusan NIDN atas nama Penggugat kepada Tergugat I dan II.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 371/432
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 163 HIR, Penggugat berkewajiban untuk membuktikan hal
tersebut di atas dengan alat bukti dan saksi dari kedua belah pihak Majelis Hakim akan menilai
dan mempertimbangkan pokok perselisihan sebagai berikut. Menimbang bahwa Majelis Hakim
dalam mengambil putusan berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial harus mempertimbangkan hukum, perjanjian yang
ada, kebiasaan dan keadilan. Menimbang bahwa hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat
I dan II adalah berdasarkan hukum ketenagakerjaan dan juga perjanjian-perjanjian lain antara
Penggugat dan Tergugat I dan II. Menimbang bahwa Perse-lisihan pemutusan hubungan kerja
timbul setelah adanya tugas karya siswa Penggugat ber-dasarkan pada Peraturan Universitas
Nomor :02/PU/Rek/IX/2000 tentang Peraturan Karya Siswa antara Penggugat dengan Tergugat II
tertanggal 24 April 2006 yang telah disepakati antara Penggugat dan Tergugat II, namun dalam
pelaksanaannya terjadi perselisihan tentang pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Menimbang bahwa awal mula perseli-sihan antara Penggugat dengan Para Tergugat adalah karena
Penggugat tidak memenuhi panggilan Tergugat II untuk kembali ke Indonesia karena Tergugat II
menginginkan komit-men ulang Penggugat untuk kembali mengajar di UII setelah melakukan
karya siswa dan kemudian diikuti dengan adanya perselisihan tentang tuntutan hak dan kewajiban
oleh masing-masing pihak berdasarkan perjanjian karya siswa atara Penggugat dengan Tergugat
II. Menimbang bahwa karya siswa adalah termasuk ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 ayat (3)
Peraturan Pengurus Harian Badan Wakaf UII Nomor: 01 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok
kepegawaian UII yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan UII Nomor:02/PU/Rek /IX/2002
tentang Peraturan Karya Siswa UII. Menimbang bahwa hubungan kerja antara Peng-gugat dengan
Tergugat I dan II berdasarkan hukum ketenagakerjaan, peraturan perusahaan atau peraturan
pokok-pokok kepegawaian dan perjanjian lainnya yang memuat hak dan kewajiban masing-
masing pihak, maka berdasarkan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan jo. Pasal 17 Peraturan Pengurus Harian Badan Wakaf UII Nomor 01 Tahun 1998
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian UII jis Pasal 2 dan 3 Peraturan Pengurus Harian Badan Wakaf
UII Nomor 09 Tahun 1998 tentang Pemberhentian Pegawai UII, maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa pengakhiran hubungan kerja melalui pengunduran diri secara sukarela oleh
Penggugat dari hubungan kerja dengan Tergugat I dan II adalah hak Penggugat. Menimbang
bahwa suatu hak yang timbul dalam hubungan kerja diimbangi dengan adanya suatu kewajiban,
maka Majelis Hakim akan menilai apakah hak Penggugat untuk mengakhiri hubungan kerja
dengan Tergugat I dan II diserta kewajiban penggugat yang harus dilaksanakan. Menimbang
bahwa karya siswa adalah yang diatur dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pengurusan Harian
Badan Wakaf UII Nomor 01 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian UII yang
pelaksanaanya diatur dengan Peraturan Universitas Nomor: 02/PU/Rek/IX/2002 tentang Peraturan
Karya Siswa UII dan dalam proses persidangan berdasarkan jawab menjawab antara Penggugat
dan Tergugat I dan II. Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi ternyata
benar Tergugat I dan II tidak memberikan seluruh biaya karya siswa Penggugat sampai dengan
purna siswa dengan alasan karena Penggugat tidak memenuhi panggilan untuk kembali di
Indonesia dan juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai peserta karya siswa untuk membuat
periodik dan laporan akhir studi Pasal 3 huruf e Perjanjian Karya Siswa. Berdasarkan Pasal 7,
Pasal 8, dan Pasal 9 Surat Perjanjian Karya Siswa, Penggugat wajib mengembalikan sejumlah
biaya yang telah diterima dan/atau membayar ganti rugi kepada Tergugat II sebagai penyandang
dana karya siswa Penggugat. Menimbang bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan oleh
kedua belah pihak dalam kaitannya satu sama lain bersesuaian bahwa Tergugat I dan II telah
membayarkan sebagian kewajibannya untuk membiayai karya siswa Penggugat juga telah
menyelesaikan karya siswa, maka majelis hakim berpendapat bahwa pengakhiran hubungan kerja
antara Penggugat dengan Tergugat I dan II dapat dikabulkan jika para pihak telah menyelesaikan
sengketa perjanjian karya siswa. Menimbang bahwa Penggugat dalam pem-buktiannya tidak
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 372/432
dapat membuktikan terlebih dahulu bahwa perselisihan tentang perjanjian karya siswa dengan
Tergugat I dan II telah selesai atau Penggugat telah melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana telah disepakati di dalam perjanjian karya siswa antara para Penggugat dengan
Tergugat II baik mengembalikan sebagian biaya yang telah diterima Penggugat atau sebagai
peserta karya siswa maka gugatan penggugat untuk memutuskan hubungan kerja dengan
Tergugat I dan II dengan mengesampingkan penyelesaian perjanjian kerja karya siswa adalah
dinyatakan tidak diterima.
Hakim memutuskan perkara dengan putusan sela dan putusan untuk Nomor 6/Pdt.Sus-
PHI/2015/PN.Yyk bahwa dalam putusan sela bahwa PHI berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara ini memerintahkan agar pemeriksaan ini dilanjutkan ke tahap pemeriksaan.
Dalam eksepsi menolak eksepsi Tergugat I dan II untuk seluruhnya menyatakan gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (niet ovankelijke verklaard) membebankan biaya perkara
kepada Negara.
Bahwa hubungan kerja dosen dengan yayasan dan rektor mengenai karya siswa,
meskipun telah jelas dalam perjanjian karya siswa tidak ada jaminan bagi dosen dalam
melanjutkan pendidikannya. Namun putusan Majelis Hakim menerangkan bahwa Penggugat
memenuhi kewajibannya dalam karya siswa, namun tidak memenuhi kewajibannya dipanggil
pimpinan rektor. Tergugat II tidak memenuhi kewajiban seluruhnya tanpa alasan yang pasti.
Peran Pemerintah khususnya Kementerian Ristek Dikti harus memberikan perlindungan bagi
dosen dalam memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya. Berdasarkan Peraturan
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 26 Tahun 2015
tentang Registrasi Pendidik pada Perguruan Tinggi Pasal 12 huruf a, bahwa hak dosen yang
memiliki NIDN yaitu: (a) memperoleh gaji dan tunjungan; (b) mengusulkan jabatan
akademik; (c) mengusulkan atau diusulkan untuk menempati jabatan struktural/tugas
tambahan; (d) mengajukan beasiswa; (e) mengajukan sertifikasi dosen; (f) mengikuti sebagai
rasio dosen terhadap mahasiswa; (g) dihitung sebagai rasio dosen terhadap mahasiswa; dan
(h) dihitung dalam pembukaan dan pelaksanaan program studi. Pada Pasal 12 b menyebutkan
Pasal 12 huruf d sampai dengan huruf f menjadi tanggungan APBN.
Kasus keempat, kronologis persidangan Pengadilan Hubungan Industrial
padaPengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara PHI Nomor 08/G/2012/PHI.YK antara
Lilik Utara, M.S. sebagai Penggugat dengan Badan Pelaksana Harian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta sebagai Tergugat I dan Rektor UMY sebagai Tergugat II.
Dengan ini kedua belah pihak bersedia mengakhiri persengketaan antara para pihak dengan
membuat akta perjanjian perdamaian. Bahwa para pihak sepakat untuk menyelesaikan
sengketa perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja yang pelaksanaannya dilakukan
secara musyawarah kekeluargaan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Al-Quran, Asy-
Syura, ayat 38.
Bahwa Pihak Kedua sepakat untuk mencabut PHK berupa Surat Keputusan Pengurus
Badan Pelaksana Harian UMY Nomor 008/SK/BPH/UMY/II/2012 tentang Pemberhentian
sebagai Pegawai Edukatif/Dosen Tetap Fakultas Teknik UMY atas nama Pihak Pertama. Pihak
Pertama mengajukan permohonan Pensiun Dini sebagai Dosen Tetap UMY. Bahwa
pemberhentian dengan hormat terhadap Pihak Pertama sebagai Pegawai tetap edukatif/dosen tetap
pada Fakultas Teknik UMY. Bahwa Pihak Kedua memberikan atau melaksanakan pemenuhan
hak-hak bagi Pihak Pertama. Bahwa para pihak sepakat dengan telah dibuat dilaksanakan
perjanjian perdamaian menyatakan saling meminta dan memberikan maaf dalam forum resmi
menyatakan permasalahan tentang perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja telah selesai
dan tidak saling menuntut dalam bentuk apapun lagi. Akta Perdamaian Nomor:
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 373/432
08/G/2012/PHI.YK bahwa para pihak sepakat untuk melaksanakan perjanjian perdamaian
winwin solution untuk perkara ini Pihak Pertama sepakat mengajukan pensiun dini dan PihakKedua sepakat untuk membayarkan hak-hak Pihak Pertama sesuai dengan yang
disepakati sebagai berikut:
1. Gaji pokok Rp1.351.300,00, Tunjangan fungsional Rp402.000,00, Tunjangan
keluarga Rp121.617,00, Tunjangan beras Rp120.000,00, Total Rp1.994.917,00,
Potongan asuransi Rp22.500,00, Pajak Rp33.941,00, Pensiun potongan asuransi
Rp22.500,00, Pensiun Rp67.565,00, Infaq Rp33.783,00, BPK Rp1.000,00, Arisan
Rp10.500,00, Simpanan wajib Rp10.000,00, Total Rp179.289,00, Penerimaan
bersih Rp67.565,00, Infaq Rp33.783,00, BPK Rp1.000,00, Arisan Rp10.500,00,
Simpanan wajib Rp10.000,00, Total Rp179.289,00. Penerimaan bersih tiap bulan
Rp1.815.628,00 x 51 bulan = Rp92.597.028,00. Kompensasi pasca putusan
Rp1.351.300,00 x 36 bulan - 5% = Rp46.214.460,00. Pengembalian koperasi
Rp14.460,00. Pengembalian koperasi pegawai UMY Rp735.000,00. Penghargaan
Rp1.351.300,00 x 8 bulan - 5% = Rp10.269.538,00. Potongan pinjaman BSM
Rp5.664.538,00. Total penerimaan Rp196.916.370,00.
2. Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Yogyakarta setelah mendengar perse-
tujuan kedua belah pihak mengingat Pasal 130 HIR/154 RBg, menghukum kedua belah pihak untuk taat dan patuh pada putusan ini membebankan biaya perkara
kepada negara.
Proses perdamaian merupakan pilihan terbaik dalam menyelesaikan permasalahan
dosen dengan yayasan, namun hal yang seharusnya dilakukan sebelum terjadi kasus perse-
lisihan hak dalam hubungan kerja tidak harus terjadi karena dosen paham akan kedudukannya
karena memerhatikan hubungan kerja di awal yaitu perjanjian kerja, yayasan sebagai pemberi
kerja seharusnya mengetahui posisinya mempunyai kewajiban untuk memberikan hak bagi
dosen sebagai pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemerintah sebagai pengawas
melaksanakan fungsinya dalam mengawasi hubungan hukum dosen dengan yayasan. Keadilan
dan rasa saling menghargai menjadi dasar dari hubungan kerja karena kedudukan para pihak
seimbang dosen sebagai tenaga profesional yang memiliki perlindungan hukum dalam
merumuskan isi perjanjian yang akan dilaksanakan oleh masing-masing pihak.
Kasus kelima, kronologis Persidangan Pengadilan Hubungan Industrial
padaPengadilan Negeri di Yogyakarta dalam perkara PHI Nomor 07/G/2012/PHI.YK antara
Ir. Bledug Kusuma Prasaja, M.T. sebagai Penggugat dengan Badan Pelaksana Harian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai Tergugat I dan Rektor UMY sebagai
Tergugat II. Dengan ini kedua belah pihak bersedia mengakhiri persengketaan antara para
pihak dengan membuat akta perjanjian perdamaian. Bahwa para pihak sepakat untuk
menyelesaikan sengketa perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja yang
pelaksanaannya dilakukan secara musyawarah kekeluargaan sesuai dengan petunjuk Allah
SWT dalam Alquran, Asy-Syura, ayat 38.
Bahwa Pihak kedua sepakat untuk mencabut PHK berupa surat keputusan Pengurusan
Badan Pelaksana Harian UMY Nomor 009/SK/BPH/UMY/II/2012 tentang pemberhentian
sebagai Pegawai Edukatif/Dosen Tetap Fakultas Teknik UMY atas nama Pihak Pertama.
Pihak Pertama mengajukan permohonan Pensiun Dini sebagai dosen tetap UMY. Bahwa
pemberhentian dengan hormat terhadap Pihak Pertama sebagai Pegawai tetap edukatif/dosen
tetap pada Fakultas Teknik UMY. Bahwa Pihak Kedua memberikan atau melaksanakan
pemenuhan hak-hak bagi Pihak Pertama. Bahwa para pihak sepakat dengan telah dibuat
dilaksanakan perjanjian perdamaian menyatakan saling meminta dan memberikan maaf dalam
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 374/432
forum resmi menyatakan permasalahan tentang perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja
telah selesai dan tidak saling menuntut dalam bentuk apapun lagi. Putusan perdamaian Nomor
07/G/2012/PHI.Yk. Bahwa para pihak sepakat untuk melaksanakan perjanjian per-damaian
winwin solution untuk perkara ini Pihak Pertama sepakat mengajukan pensiun dini pihak
keduasepakat untuk membayarkan hak-hak Pihak Pertama sesuai dengan yang disepakati sebagai
berikut: Gaji pokok Rp1.377.500,00, Tunjangan fungsional Rp516.000,00, Tunjangan keluarga
Rp80.000,00, Tunjangan beras Rp123.975,00, Total Rp2.097.475,00, Potongan asuransi
Rp22.500, Pajak Rp23.714,00, Pensiun Rp68.875,00, Infaq Rp34.438,00, BPK Rp1.000,00,
Arisan Rp500,00, Simpanan wajib Rp0,00, Total Rp151.027,00. Peneri-maan bersih tiap bulan
Rp1.946.448,00 x 51 bulan, jadi total Rp99.268.848,00. Kompensasi pasca putusan
Rp1.377.500,00 x 36 bulan - 5% = Rp47.110.500,00, Pensiun Rp43.289.000,00, Penghargaan
Rp1.377.500,00 x 8 bulan - 5% = Rp10. 469.000,00. Total penerimaan Rp200.137.348,00.
Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Yogyakarta setelah mendengar persetujuan kedua belah
pihak dan mengingat Pasal 130 HIR/154 RBg, menghukum kedua belah pihak untuk taat dan
patuh pada putusan ini membebankan biaya perkara kepada negara.
Proses perdamaian merupakan pilihan terbaik dalam menyelesaikan permasalahan
dosen dengan yayasan, namun hal yang seharusnya dilakukan sebelum terjadi kasus perseli-
sihan hak dalam hubungan kerja tidak harus terjadi karena dosen paham akan kedudukannya
karena memerhatikan hubungan kerja diawal yaitu perjanjian kerja, yayasan sebagai pemberi
kerja seharusnya mengetahui posisinya mempunyai kewajiban untuk memberikan hak bagi
dosen sebagai pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemerintah sebagai pengawas
melaksanakan fungsinya dalam mengawasi hubungan hukum dosen dengan yayasan. Kedu-
dukan dosen sebagai tenaga profesional diharapkan dalam proses pemenuhan hak dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Kasus keenam, gugatan antara Iskandar Khalil, Dosen Tetap pada
UniversitasMuhammadiyah Sumatera Barat (Penggugat) lawan dengan Ketua Badan Pembina
Harian UMSB, Rektor UMSB dan Dekan Fakultas Hukum UMSB selanjutnya sebagai
(Tergugat).21
Duduk perkara Penggugat sudah bekerja di UMSB sebagai dosen tetap pada 7
September 2010 memiliki NIDN dengan gaji Rp1.548.939,00. Penggugat diangkat sebagai Kepala
Bidang LPPM pada tahun 2013 dengan gaji Rp1.350.000,00. Namun pada faktanya Peng-gugat
hanya menerima gaji sebagai dosen tetap hanya Rp540.000 setiap bulannya dan tidak menerima
gaji sebagai Kepala Bidang LPPM. Bahwa penyelesaian dilakukan secara PHI karena perselisihan
hak dan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Pihak Tergugat kepada pihak Penggugat
tanggal 13 Pebruari 2016 dan menyatakan bahwa Penggugat bukan sebagai dosen Tetap UMSB
dan tidak diperkenankan untuk mengajar. Bahwa perbuatan Tergugat melanggar ketentuan Pasal
151 ayat (1), (2) dan (3), dan Pasal 152 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Alasan pemberhentian karena Penggugat merupakan pengacara
dan meminta Penggugat untuk memilih sebagai dosen atau sebagai pengacara sebagaimana
Peraturan Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 26 Tahun 2015 tentang Registrasi
Pendidik pada Perguruan Tinggi. Pihak Penggugat menuntut uang pesangon dan sisa dari gaji
yang belum dibayar atau yang belum diberikan. Jawaban atau Eksepsi dari Tergugat bahwa proses
pengangkatan dosen tetap Penggugat hanya dosen tetap luar biasa yang bukan tenaga tetap.
Bahwa Penggugat tidak melaksanakan tugas kewajibannya, sehingga tidak memenuhi kewajiban
12 sks dan dampak dari double job tersebut terkait pada
21 Putusan Nomor 47/Pdt.SUS-PHI/2016/PN.Pdg
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 375/432
Hasanuddin Law Review Vol. 2 Issue 2, August (2016)
penghentian penelitian dan pengabdian DIKTI 1 (satu) tahun. Penggugat sehingga berstatus sebagai dosen luar biasa.
Pertimbangan putusan hakim bahwa Penggugat merupakan benar dosen tetap UMSB,
bahwa Penggugat double job bahwa status Penggugat yang disangkal oleh Pihak Tergugat
harus dibuktikan oleh masing-masing pihak, bahwa Penggugat tidak menerima SK Pemutusan
Hubungan Kerja yang dikeluarkan oleh Pihak Tergugat, sehingga para pihak harus membuk-
tikan. Penggugat tidak lagi memperoleh jam mengajar dan gaji yang belum dibayarkan.
Menolak eksepsi Tergugat, pada putusan hakim mengabulkan gugatan penggugat sebagian
menyatakan bahwa terjadi PHK, menghukum tergugat untuk membayar hak penggugat
berupa uang pesangon sebesar Rp20.709.125,00 (dua puluh juta tujuh ratus sembilan ribu
seratus dua puluh lima rupiah) dan biaya perkara dibebankan kepada penggugat.
Bahwa proses PHK yang terjadi dengan alasan bahwa adanya double job, sehingga
eksepsi Tergugat atas PHK Penggugat ditolak oleh hakim dan bahwa menyatakan telah terjadi PHK. Sehingga Penggugat mempunyai hak untuk memperoleh uang pesangon dan proses sisa
uang gaji yang belum dibayarkan tidak dapat digugat di PHI hal ini menjadi kewenangan dari PN karena perbuatan melawan hukum sebagaimana eksepsi Tergugat.
KESIMPULAN
Kesimpulan bahwa: (1) Dosen sebagai tenaga profesional dan ilmuwan yang bekerja
dengan yayasan menggunakan perjanjian kerja, sehingga merupakan pekerja yang mendapat
perintah, upah dan melakukan pekerjaan untuk mengajar; (2) Apabila terjadi perselisihan hak,
pemutusan hubungan kerja, maka penyelesaian perselisihan hubungan kerja antara dosen
swasta masuk dalam ruang lingkup lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 bagian dari kenyataan
Undang-Undang Guru dan Dosen serta perundang-undangan lainnya yang tidak mengatur
khusus lembaga penyelesaian perselisihan guru dan dosen swasta; (3) Berdasarkan hasil
penelitian di lapangan bahwa kasus tentang dosen swasta diselesaikan melalui PHI bukan
melalui pengadilan negeri terkait tentang adanya perbuatan melawan hukum Pasal 1365
KUHPerdata, dosen swasta merupakan pekerja pada umumnya bukan tenaga profesional.
ACKNOWLEDGMENTS
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya Penelitian Disertasi
Doktor 2016 dengan judul “Kedudukan Hukum Dosen pada Perguruan Tinggi Berbadan
Hukum Yayasan di Indonesia”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Kementerian Riset dan
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini dan
program melanjutkan pendidikan doktor, Program Pascasarjana Doktor Ilmu Hukum
Universitas Andalas tempat melanjutkan pendidikan, para pembimbing disertasi Promotor
dan Co-promotor, Pihak Kopertis Wilayah I Sumatera Utara yang memfasilitasi
administrasiprogram doktor, dan Universitas Pembangunan Panca Budi melalui LPPM
UNPAB yang telah mendukung menyelesaikan program doktor.
Penelitian dilakukan dengan mewawancarai Kementerian Tenaga Kerja Republik
Indonesia, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Medan, Hakim Agung Dr. Supandi, S.H.,
M.Hum. pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Medan dan Yogyakara untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah
dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi dosen pada perguruan
tinggi berbadan hukum yayasan di Indonesia, praktisi, dan masyarakat pada umumnya.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 376/432
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, Priyatmanto, 2016, Revitalisasi Kewenangan PTUN Gagasan Perluasan Kompe-tensi Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka.
Ali, Zainuddin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Muhammad, Abdulkadir, 2006, Etika Profesi Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.
Soepomo, Iman, 1983, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta, Djambatan.
Sunggowo, Bambang, 1997, Metode Penelitia Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.
Suryandono, Widodo dan Aloysius Uwiyono, 2014, Penyelesaian Perselisihan HubunganIndustrial dan Pemutusan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja dalam Asas-asas Hukum Perburuhan, Jakarta, Rajawali Pers.
Susanto, Anthon F, 2015, Penelitian Hukum Transformatif-Partisipatoris, Malang, Setara
Press.
Syamsuddin, Syaufii, 2010, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Jakarta, Sarana Bhakti Persada.
Usman, Sunyoto, 2006, Jaminan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Uwiyono, Aloysius, et.al., 2014, Asas-asas Hukum Perburuhan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.
Wignjosoebroto, Soetandyo, 2011, Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai PenelitianIlmiah, dalam Buku Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Jakarta, BukuObor.
Artikel Jurnal:
HukumOnline.com, 2017, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2755/bedanya-perkumpulan-dengan-yayasan. (Accessed April 27. 2017).
Juanda Pangaribuan. 2014,
http://catalog.danlevlibrary.net/index.php?p=show_detail&id=8510. (Accessed
November 27. 2014).
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 377/432