27-51-1-sm

11
Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii (Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus ) 177 ISOLASI SENYAWA SITOTOKSIK TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA DARI KULIT BATANG Garcinia griffithii T. Anders Fatma Sri Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Korespondensi: Prof. Dr. Dachriyanus, Apt. Fak. Farmasi Universitas Andalas [email protected] ABSTRACT A cytotoxic compound was isolated from n-hexane the stem bark of Garcinia griffithii T. Anders. (Guttiferae) as colourless needles from which melted at 242-243 o C. Based on spectroscopies data of this compound was identified as isoxanthocymol. Cytotoxic assay using Microculture Tetrazolium (MTT) assay showed that isoxanthocymol was active against breast cancer cell line MCF-7, with IC 50 value 35,46 μg/ml. Keywords: cytotoxic, MTT, isoxanthocymol, breast, cancer, Garcinia ABSTRAK Telah diisolasi senyawa sitotoksik dari kulit batang Garcinia griffithii T. Anders. (Guttiferae). Senyawa diisolasi dari fraksi n-heksana berupa amorf tidak berwarna dengan jarak leleh 242-243 0 C. Dari data spektroskopi massa, 1 H-RMI, 13 C-RMI, diketahui bahwa senyawa tersebut adalah isoxanthocymol. Pengujian aktifitas sitotoksik isoxanthocymol dilakukan dengan metode Microculture Tetrazolium (MTT) terhadap sel kanker payudara MCF-7, dan memperlihatkan aktifitas dengan nilai IC 50 sebesar 35,46 μg/ml. Kata kunci: sitotoksik, MTT, isoxanthocymol, Garcinia, kanker, payudara PENDAHULUAN Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Sel-sel ini akan menyebar ke seluruh bagian tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker dapat menimpa semua orang dan semua golongan umur (1). Penemuan kanker pada stadium dini merupakan upaya yang penting, karena dapat membebaskan masyarakat dari penderitaan kanker dan juga menekan biaya pengobatan kanker yang mahal (2). Usaha untuk mendapatkan suatu bahan obat yang bisa mencegah sekaligus mengobati penyakit kanker dengan biaya yang rendah dimungkinkan dengan melakukan pencarian sumber bahan obat baru yang berasal dari tumbuhan. Genus Garcinia merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang memiliki senyawa kimia dengan aktifitas sebagai antikanker (3,4). Salah satu genus Garcinia, yang memiliki khasiat antikanker adalah Garcinia griffithii T.Anders yang dikenal dengan nama kandis gajah (5). Dari peneliti sebelumnya diketahui bahwa ekstrak metanol, fraksi n-heksana, dan fraksi

Upload: liska-ramdanawati

Post on 06-Aug-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 27-51-1-SM

Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii

(Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus )

177

ISOLASI SENYAWA SITOTOKSIK TERHADAP SEL

KANKER PAYUDARA DARI KULIT BATANG Garcinia griffithii T. Anders

Fatma Sri Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus

Fakultas Farmasi, Universitas Andalas

Korespondensi: Prof. Dr. Dachriyanus, Apt. Fak. Farmasi Universitas Andalas [email protected]

ABSTRACT

A cytotoxic compound was isolated from n-hexane the stem bark of Garcinia griffithii T. Anders. (Guttiferae) as colourless needles from which melted at 242-243

oC. Based on

spectroscopies data of this compound was identified as isoxanthocymol. Cytotoxic assay using Microculture Tetrazolium (MTT) assay showed that isoxanthocymol was active against breast cancer cell line MCF-7, with IC50 value 35,46 µg/ml.

Keywords: cytotoxic, MTT, isoxanthocymol, breast, cancer, Garcinia

ABSTRAK

Telah diisolasi senyawa sitotoksik dari kulit batang Garcinia griffithii T. Anders. (Guttiferae). Senyawa diisolasi dari fraksi n-heksana berupa amorf tidak berwarna dengan jarak leleh 242-243

0C. Dari data spektroskopi massa,

1H-RMI,

13C-RMI, diketahui bahwa senyawa

tersebut adalah isoxanthocymol. Pengujian aktifitas sitotoksik isoxanthocymol dilakukan dengan metode Microculture Tetrazolium (MTT) terhadap sel kanker payudara MCF-7, dan memperlihatkan aktifitas dengan nilai IC50 sebesar 35,46 µg/ml.

Kata kunci: sitotoksik, MTT, isoxanthocymol, Garcinia, kanker, payudara

PENDAHULUAN

Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Sel-sel ini akan menyebar ke seluruh bagian tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker dapat menimpa semua orang dan semua golongan umur (1). Penemuan kanker pada stadium dini merupakan upaya yang penting, karena dapat membebaskan masyarakat dari penderitaan kanker dan juga menekan biaya pengobatan kanker yang mahal (2). Usaha untuk

mendapatkan suatu bahan obat yang bisa mencegah sekaligus mengobati penyakit kanker dengan biaya yang rendah dimungkinkan dengan melakukan pencarian sumber bahan obat baru yang berasal dari tumbuhan. Genus Garcinia merupakan salah

satu kelompok tumbuhan yang memiliki senyawa kimia dengan aktifitas sebagai antikanker (3,4). Salah satu genus Garcinia, yang memiliki khasiat antikanker adalah Garcinia griffithii T.Anders yang dikenal dengan nama kandis gajah (5). Dari peneliti sebelumnya diketahui bahwa ekstrak metanol, fraksi n-heksana, dan fraksi

Page 2: 27-51-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 177 -187

178

etil asetat dari kulit batang tumbuhan Garcinia griffithii T. Anders dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7. Nilai IC50 dari ekstrak metanol sebesar 68,613 µg/ml, fraksi n-heksana sebesar 10,598 µg/ml dan fraksi etil asetat sebesar 8,260 µg/ml. Fraksi etil asetat mengandung senyawa 1,7-dihidroksixanthon yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 dengan IC50 sebesar 8,45µg/ml (6). Berdasarkan informasi tersebut, maka dilakukanlah penelitian lanjutan terhadap Garcinia griffithii T. Anders untuk mengisolasi senyawa sitotoksik dari fraksi n-heksana. Isolasi dilakukan terhadap fraksi n-

heksana dengan menggunakan kromatografi kolom dan kromatografi radial yang dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Kemudian dilanjutkan dengan pemurnian senyawa secara rekristalisasi. Karakterisasi senyawa hasil isolasi meliputi pemeriksaan organoleptik, fisika, kimia, dan analisa spektroskopi (7). Pengujian aktifitas sitotoksik terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan dengan metode MTT assay terhadap sel kanker manusia (8,9).

METODE PENELITIAN Alat Alat-alat yang digunakan untuk

pengerjaan isolasi berupa seperangkat alat destilasi, peralatan rotary evaporator, Erlenmeyer dengan berbagai ukuran, gelas ukur, plat tetes, corong, corong pisah, penangas air,

lemari pengering, lampu UV λ254 nm

(Betrachter Lamag), kolom kromatografi dengan berbagai ukuran, bejana kromatografi (chamber), kertas

saring (Whatman), spatel, pipet kapiler, botol, vial, spektrometer massa Fison VG Autospec (70 eV), spektrometer Varian Inova untuk 13C RMI pada 125 MHz dan untuk 1H RMI

pada 500 MHz, dan Melting Point Apparatus (Fisher-John). Alat-alat yang digunakan untuk

pengerjaan aktifitas sitotoksik, sarung tangan karet, botol semprot, Flask T-25, Appendroft tubes, yellow tips, blue tips, pipet mikro (Biohit Proline®), Haemocytometer, timbangan analitik (Metler PM®200), autoklaf (All

American model No. 25X), Inkubator

(Sigma-Aldrich), Microbiological savety cabinet air flow kelas II (Sigma-

Aldrich), vorteks (Fisons

WhirliMixer), penangas air, Nalge membrane filter, 96 wells microtiter plate, sentrifuse, Erlenmeyer, plate reader (Anthos Labtec System). Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk

pengerjaan isolasi adalah fraksi n-heksana GarciniagriffithiT. Anders, metanol, n-heksana, etil asetat, butanol, kloroform, diklorometan, aseton, silika gel BDH ukuran 40-63

µm, silika gel 60 PF254 gipshaltig

(Merck), dan plat silika 60 GF 254

(Merck). Bahan-bahan yang digunakan untuk

pengerjaan aktifitas sitotoksik adalah sel kanker manusia MCF-7 (ECACC-

Aldrich), dimetil sulfoksida (DMSO), tetrahidrofuran (THF), etanol 70%, air purifikasi, medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640

(ECACC-Aldrich), Foetal Bovine Serum (FBS), Penicillin-Streptomycin, Trypsin-EDTA, Na2CO3, Phosphate Buffer Saline (PBS), Microculture

Tetrazolium agent (MTT) (Roche). Cara kerja

Isolasi senyawa dari fraksi n-heksana: Isolasi senyawa sitotoksik dilakukan terhadap fraksi kental n-heksana seberat 45,83 gram dengan menggunakan metode kromatografi kolom (10). Sebanyak 40 gram fraksi n-heksana dipreadsorbsi dengan cara melarutkannya dengan metanol

Page 3: 27-51-1-SM

Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii

(Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus )

179

kemudian ditambahkan silika gel BDH ukuran 40-63 µm sebanyak 40 mg dan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga membentuk serbuk. Fasa gerak yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat, dan metanol. Untuk membuat bubur silika sebagai fasa diam pada kolom ditimbang silika gel sebanyak 400 gram lalu disuspensikan dengan pelarut n-heksana. Setelah homogen bubur silika dikemas dalam kolom kromatografi yang pada ujungnya telah dilapisi kapas, hingga memadat. Setelah bubur silika padat, serbuk

hasil preadsorbsi ditabur merata di atas permukaan bubur silika di dalam kolom kromatografi. Selanjutnya kolom dielusi dengan fasa gerak yang kepolarannya ditingkatkan secara bertahap dengan berbagai perbandingan. Hasil kromatografi kolom yang didapatkan ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator, setiap fraksi dianalisa pola pemisahannya menggunakan KLT dan diamati dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Fraksi yang memiliki Rf yang sama digabung, sehingga didapatkan 5 fraksi yaitu fraksi A (vial 1-8), fraksi B (9-52), fraksi C (vial 13-16), fraksi D (vial 17-19), dan fraksi E (vial 20-51). Dari hasil penggabungan ini, satu fraksi diantaranya, yaitu fraksi D telah membentuk serbuk yang bercampur dengan minyak pada dasar vial dan memberikan pola KLT dengan 2 buah noda yang saling terpisah. Kristal dari vial D ini dimurnikan melalui proses rekristalisasi dengan n-heksana - etil asetat – metanol - kloroform, lalu dibiarkan hingga terbentuk kristal (11). Sehingga didapatkan senyawa D3. Pemeriksaan fisika dan kimia: Karakterisasi senyawa D3 hasil isolasi meliputi pemeriksaan fisika kimia, pemeriksaan kromatografi dan pemeriksaan spektroskopi. Untuk pemeriksaan fisika dan kimia, senyawa

D3 berbentuk serbuk amorf tidak berwarna. Pemeriksaan jarak leleh dilakukan dengan menggunakan alat fisher-John melting point aparatus (12), dengan cara beberapa butir serbuk amorf diletakkan pada 2 buah kaca objek kemudian letakkan pada pemanas yang berada di bawah kaca pembesar. Atur kenaikan suhu dan catat suhu saat serbuk mulai meleleh hingga meleleh seluruhnya. Pemeriksaan kimia dilakukan dengan pereaksi warna FeCl3 (13). Pemeriksaan Kromatografi: Senyawa D3 dimonitor dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dengan fasa gerak n-heksana 100% dan memberikan 1 noda dilihat di bawah lampu UV λ 254 nm, menghasilkan noda dengan Rf = 0,65. Pemeriksaan Spektrum Massa dan Spektrum RMI: Pemeriksaan massa (MS) dilakukan dengan spektrometer massa Fison VG Autospec (70 eV) dan pemeriksaan RMI (13C dan 1H) dilakukan dengan alat spektrometer 13C RMI Varian 125 MHz dan 1H RMI 500 MHz. Dilengkapi dengan spektrometer COSY, HMBC, HSQC (14,15). Uji aktifitas sitotoksik senyawa hasil isolasi: Senyawa D3 diuji aktifitasnya dengan menggunakan metode MTT assay terhadap sel kanker payudara (8,16). Medium pertumbuhan disiapkan

dengan melarutkan 10,4 g medium RPMI 1640 dalam air ultrapurifikasi dalam botol Duran berukuran satu liter yang telah disterilkan. Ke dalam medium ditambahkan 2 g Na2CO3, diaduk perlahan, dan cukupkan volumenya hingga satu liter. pH medium diukur dengan pH meter, dan diatur agar mendekati harga 6,9-7,1 dengan menambahkan HCL 1N atau NaOH 1N. Medium disterilkan menggunakan alat penyaring vakum. Proses penyaringan dilakukan di dalam

Page 4: 27-51-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 177 -187

180

microbiological safety cabinet air flow. Kemudian, ke dalam satu liter medium yang telah steril ditambahkan 100 ml FBS dan 10 ml Penicillin-Streptomycin. Sel beku dicairkan menggunakan

nitrogen cair yang dihangatkan dalam penangas air selama 2-3 menit. Setelah mencair, sel dipindahkan ke dalam flask yang telah berisi 10 ml medium. DiiInkubasi selama 3 4 jam pada suhu 370C, 5% CO2. Kemudian diamati di bawah mikroskop untuk melihat apakah sel masih normal atau tidak. Sel normal akan melekat di dasar flask membentuk lapisan monolayer. Bila diperlukan, ganti medium pertumbuhan dan bila sel di dalam flask sudah confluent sekitar 70-85% lakukan sub-kultur sel. Sebelum dilakukan uji, sel aktif

dihitung dengan jalan meletakkan 10 µl trypsinised cells (larutan berisi sel, trypsin-EDTA dan medium) pada masing-masing kotak penghitungan sel Haemocytometer. Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop, lalu ditentukan rata-rata jumlah sel aktif yang ada untuk dapat membuat suspensi 2000 sel dalam setiap sumur pada 96 wells microtitre plate. Setelah itu dibuat suspensi sel

dalam medium (jumlah dan volume terukur), dicampur sempurna.

Dimasukkan sebanyak 180 µl suspensi sel ke dalam masing-masing sumur kecuali sumur pada kolom pertama dan terakhir. Kolom pertama dan terakhir merupakan blangko yang hanya berisi medium sedangkan kolom kedua merupakan kontrol yang berisi suspensi sel dalam medium. Inkubasi pada suhu 37oC, 5% CO2 selama 24 jam. Ke dalam masing-masing sumur

dipipet 50 µl larutan MTT 2 mg/ml, inkubasi selama 3 - 4 jam pada 37oC, 5% CO2 . Setelah 3-4 jam terlihat adanya endapan ungu kristal formazan. Medium yang mengandung reagen MTT dibuang dengan cara dihisap dari setiap sumur, sehingga yang tertinggal hanya endapan ungu kristal formazan.

Larutkan endapan yang terdapat pada

tiap sumur dengan 100 µl DMSO. Ukur serapannya dengan plate reader pada λ 550 nm. Dengan menggunakan data absorban yang diperoleh dari pengukuran, ditentukan persentase sel yang terhambat, dengan membandingkan absorbans sel uji dengan absorbans kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan karakterisasi senyawa Dari 40 gram fraksi n-heksana,

didapatkan senyawa D3 murni berbentuk serbuk amorf tidak berwarna sebanyak 30 mg, dengan titik leleh 242-243oC, dan positif terhadap pereaksi FeCl3. Hasil pengukuran spektrum massa senyawa D3 dalam pelarut aseton menunjukkan massa molekul senyawa D3 sebesar 603,9 (Gambar 1). Konfirmasi dari struktur D3 diperoleh

dari spektroskopi massa dengan metode Elektron impact (EI) memperlihatkan m/z 603,9 sebagai M+ yang sesuai dengan rumus molekul C38H52O6. Fragmen dengan m/z 575,1 pada intensitas relatif 20% mengindikasikan fragmen (m-28)+ yang terjadi karena lepasnya gugus karbonil (Gambar 1) (17,18). Pada spektrum 1H RMI dapat diketahui adanya 10 metil yang melekat pada karbon kuarterner yang ditunjukkan oleh sinyal yang memiliki integrasi 3, sinyal tersebut terdapat pada pergeseran kimia δH 0,96 ; 1,01 ; 1,17 ; 1,30 ; 1,58 ; 1,59 ; 1,65 ; 1,71 ; 1,72 dan 1,79 ppm. Selain itu terdapat pula sinyal khas untuk vinilik proton pada δH 4,98 dan 5,23 ppm, tiga substitusi benzen pada δH 6,86 ; 7,14 dan 7,39 ppm dan gugus hidroksi pada δH 8,54 ppm. Adanya sinyal tiga substitusi benzen pada δH 6,86 ppm (J = 8,5), δH 7,14 (J = 8,5) menunjukkan bahwa kedua proton ini bertetangga dengan proton yang terkopling orto. Kedua proton ini bertetangga langsung, karena

Page 5: 27-51-1-SM

Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii

(Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus )

181

konstanta kopling keduanya sama. Sedangkan δH 7,39 (J = 2) menunjukkan bahwa proton ini terkopling para dengan proton pada δH 7,14 ppm (Gambar 2). Pada spektrum 13C RMI senyawa D3

dalam aseton terlihat adanya 38 buah sinyal yang muncul (Lampiran 4) dan dengan bantuan sistem DEPT (Lampiran 5) dapat diketahui adanya 10 sinyal atom karbon primer (δH 17,39 ; 17,59 ; 17,86 ; 20,96 ; 22,08 ; 25,35 ;

25,48 ; 25,68 ; 26,32 ; 28,47 ppm), 5 sinyal atom karbon sekunder (δH 25,66 ; 28,29 ; 29,51 ; 29,61 ; 38,95 ppm), 8 sinyal atom karbon tersier (δH 43,15 ; 46,37 ; 114,89 ; 115,21 ; 120,86 ; 122,28 ; 123,04 ; 125,69 ppm), dan 15 sinyal atom karbon kuarterner (δH 45,95 ; 51,37 ; 68,27 ; 86,45 ; 125,99 ; 130,50 ; 132,56 ; 133,21 ; 133,4 ; 145,2 ; 150,57 ; 170,67 ; 191,6 ; 193,72 ; 206,74).

Gambar 1. Spektrum massa senyawa D3

Gambar 2. Sinyal-sinyal pada 1HRMI dan posisi kopling pada inti benzen

R

H

H

HR

R7,3

6,8

7,13

J8,5

J2

Page 6: 27-51-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 177 -187

182

Sinyal pada pergeseran 191,60 ; 193,72 dan 206,74 ppm merupakan sinyal yang khas untuk karbonil floroglusinol dan benzopenon dan pada δH 170,67 diduga karbonil atau enon (Gambar 3). Pada 1HRMI sinyal yang khas untuk

vinilik karbon atau prenil terdapat pada pergeseran δH 5,23 ppm dan 4,98 ppm. Hal ini diperkuat dengan COSY, HSQC dan HMBC. Pada COSY kelompok prenil pertama ditunjukkan oleh sinyal proton pada δH 1,65; 1,79; 2,08; 5,28 ppm. Sedangkan kelompok prenil yang kedua dan ketiga, pada COSY

ditunjukkan oleh sinyal pada δH 1,58; 2,78; 4,98 ppm dan δH 1,7; 2,14; 4,98 ppm (Gambar 4 dan 5). Penentuan struktur ini didukung oleh spektrum 1HMBC yang memperlihatkan tempat melekatnya prenil (Gambar 6). Dari analisa prenil tersebut,

diketahui bahwa terdapat 6 metil yang terletak pada C kuarterner sedangkan dari spektrum 1HRMI diketahui adanya 10 metil yang terletak pada C kuarterner. Penentuan letak 4 buah metil yang terletak pada C kuarterner lainnya dapat dilihat pada HSQC dan didukung oleh HMBC.

Gambar 3. Sinyal khas untuk karbonil pada CRMI

1,79

5,23

2,08

Prenil I

1,65

2,78

4,98

1,58

Prenil 2

2,14

4,98

1,7

Prenil 3 Gambar 4. Hubungan Proton-proton pada prenil berdasarkan spektrum COSY

Kelompok sinyal prenil ini diperkuat oleh CRMI dan HSQC untuk mengetahui posisi melekatnya masing-masing proton pada karbon.

R

OO

ORO

Page 7: 27-51-1-SM

Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii

(Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus )

183

Gambar 5. Hubungan proton dan karbon berdasarkan spektrum HSQC Tabel 1. Hubungan H-C pada spektrum

HSQC dan tetangganya pada HMBC

Proton (ppm)

Karbon (ppm)

C-HMBC (ppm)

1,17 22,08 46,365 ; 68,27 1,01 26,32 22,08 ; 46,365 ; 1,3 20,98 86,45 0,96 28,47 43,15 ; 86,45

Dari data diatas dapat diketahui

bahwa metil pada δH 1,17 bertetangga

dengan metil δH 1,01 dan dengan tempat melekatnya prenil ketiga. Sedangkan metil pada δH 1,3 berdekatan dengan metil δH 0,96, berkorelasi dengan tempat melekatnya prenil pertama dan dengan suatu metilen. Pembahasan lebih lanjut terhadap

adanya tri substitusi benzen dapat dilihat pada spektrum HSQC untuk mengetahui karbon yang melekat pada proton (Gambar 7).

1,79 ; 25,35 17,39 ; 1,65

133,21

122,28 ; 5,23

1,87 ; 29,51

1,46 ; 43,15

29,61 ; 2,78

120,86 ; 4,98

133,403

17,86 ; 1,591,58 ; 25,68

68,27

46,37 ; 1,53

28,29 ; 2,14

125,69 ; 4,98

132,65

17,59 ; 1,721,7 ; 25,48

Gambar 6. Korelasi proton pada prenil dengan karbon pada HMBC

Page 8: 27-51-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 177 -187

184

Gambar 7. Spektrum 1H-13C HSQC

Analisa di atas diperkuat oleh

spektrum 13HMBC. Pada δH 6,8 terkopling dengan 150,57 ; 145,195 dan 130,582 ppm. Pada δH 7,1 terkopling dengan 191,600, 150,56 dan 114,896 ppm. 7,391 terkopling dengan

191,600 ; 150,566 ; 145,195 dan 123,038 ppm. Jadi dapat diketahui bahwa pada inti benzen melekat 2 buah gugus hidroksi dan bertetangga dengan 1 gugus karbonil (Gambar 8).

O

OH

H

H

H

7,3 191,6

HO

150,57

145,12

130,5

114,9

123,04

115,21

6,8

7,1

Gambar 8. Korelasi HMBC pada inti benzen

Page 9: 27-51-1-SM

Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii

(Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus )

185

Dari analisa fragmen struktur D3, yang didukung 1HRMI, 13CRMI, COSY, HSQC dan HMBC serta penelusuran literatur, diperkirakan senyawa D3 dari Garcinia griffithii T. Anders. adalah isoxanthocymol dengan rumus molekul C38H52O6, dengan struktur sebagaimana diperlihatkan pada gambar 9 (17,18). Perbandingan spektrum 13CRMI senyawa D3 dengan isoxanthocymol disajikan dalam tabel 2.

O

O

O

O

OH

HO

Gambar 9. Struktur isoxanthocymol

Hasil uji sitotoksisitas Pada uji aktifitas sitotoksik senyawa

isoxanthocymol terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan menggunakan metode MTT didapatkan IC50 sebesar 35,46 µg/ml (Tabel 3). Pemeriksaan aktifitas sitotoksik dilakukan pada konsentrasi 0,1 µg/ml, 1 µg/ml, 10 µg/ml dan 100 µg/ml. Konsentrasi ini dipilih karena konsentrasi hasil yang diinginkan adalah konsentrasi yang dapat memberikan aktifitas sitotoksik lebih kecil dari 100 µg/ml. Jadi semakin kecil IC50 yang didapatkan, semakin baik aktifitas sitotoksik senyawa tersebut. Dari hasil pengukuran absorban

terlihat adanya penurunan nilai absorban dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Nilai persentase viabilitas sel diperoleh dengan cara membagi nilai rata-rata absorban tiap konsentrasi zat uji dengan nilai rata-rata kontrol, sehingga akan diperoleh grafik antara % viabilitas sel terhadap konsentrasi larutan uji. Dari grafik ini dapat ditentukan harga IC50.

Tabel 2. Perbandingan spektrum 13CRMI senyawa D3 dengan isoxanthocymol

Jenis Karbon

δC (ppm)

Senyawa Uji

Isoxanthocymol

C 170,67 172,4

C 125,99 110,6

C 193,72 196,1

C 68,27 70,4

C 51,37 47,4

CH 46,37 47,5

CH2 38,95 38,8

C 45,95 49,6

C 206,74 209,9

C 191,6 194,1

C 130,50 131,1

CH 114,9 116,1

C 145,2 146,4

C 150,57 152,5

CH 115,21 115,5

CH 123,04 124,3

CH2 29,61 26,3

CH 120,86 121,2

C 133,4 135,2

CH3 25,68 26,5

CH3 17,86 18,3

CH3 22,08 22,7 CH3 26,32 27,1

CH2 28,29 30,5

CH 125,7 126,4

C 133,21 133,8

CH3 25,48 26,2

CH3 17,59 18,1

CH2 25,66 30,2

CH 43,15 41,1

C 86,45 87,2

CH3 20,98 22,2

CH3 28,47 28,4

CH2 29,51 31

CH2 122,28 122,7

C 132,56 135,1

CH3 25,35 26

CH3 17,39 18,7

Page 10: 27-51-1-SM

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 177 -187

186

Dari hasil pengamatan terhadap sel MCF-7 yang diinduksi dengan senyawa isoxanthocymol terlihat adanya perubahan morfologi dan jumlah sel yang sangat jelas dari hari pertama hingga hari ke-4 pada konsentrasi 100 µg/ml. Metode MTT assay ini digunakan

untuk mendeteksi sel yang hidup karena sinyal yang dihasilkan tergantung dari keaktifan sel. Oleh karena itu hasilnya dapat dibaca untuk perhitungan sitotoksik, proliferasi atau aktivasi. Evaluasi aktifitas sitotoksik secara kuantitatif dari suatu senyawa atau ekstrak dilakukan dengan mangamati efek penghambatan

pertumbuhan sel kanker yang diinduksi oleh senyawa atau ekstrak tersebut. Aktifitas sitotoksik senyawa isoxanthocymol dengan metode MTT assay dievaluasi dengan metode kolorimetrik. Prinsip pengujian ini berdasarkan pada kemampuan enzim reduktase mitokondria dehidrogenase pada sel yang aktif untuk mengubah larutan garam tetrazolium menjadi suatu produk formazan yang tidak larut air. Kristal violet formazan yang terbentuk terlebih dahulu dilarutkan dengan DMSO, sehingga membentuk larutan berwarna yang dapat diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer UV pada λ 550 nm.

Tabel 3. Hasil pengujian aktifitas sitotoksik senyawa isoxanthocymol

Konsentrasi (µg/ml)

Absorban Rata-rata Viabilitas (%)

IC50 (µg/ml)

Uji Kontrol

1 2 3 4

0,1 1,31 1,10 1,23 0,94

1,211

94,86068

35,46

1 1,24 1,02 1,06 0,71 83,65325

10 1,15 1,47 1,18 1,21 103,7564

100 0,11 0,06 0,03 0,07 5,985552

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari 40 gram fraksi n-heksana, didapatkan senyawa D3 murni berbentuk serbuk amorf tidak berwarna sebanyak 30 mg, dengan titik leleh 242-243oC. Berdasarkan data spektrum massa, spektrum 1HRMI, 13CRMI, COSY, HSQC, dan HMBC serta penelusuran literatur diduga senyawa D3 adalah isoxanthocymol. Dari uji sitotoksik senyawa

isoxanthocymol dengan metode MTT assay terhadap sel kanker payudara MCF-7 diperoleh IC50 sebesar 35,46 µg/ml.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Jhonson Stanslas dan Lim Siang Hui BSc. atas bantuan dan bimbingan selama pengujian aktifitas

sitotoksik, serta kepada Prof. Dr. Md. Nordin HJ. Lajis dari Laboratory of Phytomedicine Institute of Bioscience Universiti Putra Malaysia atas izin pemakaian fasilitas spektroskopi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon SE, Sartorelli AC. Kemoterapi Kanker dalam Farmakologi dasar dan Klinik, alih bahasa staf dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, ed 6, Jakarta, EGC, 1997, hal 857-889.

2. Mackeen, MM, Ali AM, Lajis NH, Kawazu K, Hassan Z, Amran M, Habsah M, Mooi LY, Mohamed SM. Antimicrobial, antioxidant, antitumour-promoting and cytotoxic activities of diferent plant part extract of Garcinia atroviridis Griff. Ex T. Anders. J. Etnopharmacology 2000; 72: 395-402.

Page 11: 27-51-1-SM

Isolasi senyawa sitotoksik terhadap sel kanker payudara dari kulit batang Garcinia griffithii

(Fatma S Wahyuni, Mittha Lusianti, Almahdy, Dachriyanus )

187

3. Cao SG, Sng VHL, Wu XH, Sim KY, Tan J, Pereira JT, Goh SH. Novel Cytotoxic Polyprenylated Xanthonoids from Garcinia gaudichaudii (Guttiferae). Tetrahedron 1998; 54: 10915-10924.

4. Kosela S, Cao SG, Wu XH, Vittal JJ, Sukri T, Masdianto, Goh SH, Sim KY. Lateriflorone, a cytotoxic spiroxalactone with a novel skeleton, from Garcinia lateriflora Bl. Tetrahedron 1999; 40: 157-160.

5. Burkill IH. A Dictionary of the Economic Product of Malay Peninsula, Vol 1. Ministry of Agriculture and Cooperatives, Government of Malaysia and Singapore. Kuala Lumpur, Malaysia, 1996.

6. Dachriyanus, Oktima W, Stanslas J. 1,7-dihidroksi xanthon, Senyawa Sitotoksik dari Kulit Batang Tumbuhan Garcinia griffithii T.Anders. Makalah pada Seminar dan Rapat Tahunan (SEMIRATA) Bidang MIPA Badan Kerja Sama PTN Indonesia Wilayah Barat Pontianak, 2004.

7. Harborne JB. Phytochemical Methods, 2nd ed. Chapman and Hall, London-

New York, 1984. 8. Mosmann T. Rapid colorimetric assay for cellular growth and survival; application to proliferation and cytotoxic assay. J. Immunol. Met 1983; 65: 55-63.

9. Gerlier D, Thomasset N. Use of MTT Colorimetric Assay to Measure Cell Activation, Journal of Imunological Methods 1986; 95: 589-601.

10. Hostettmann, Marsron A. Cara Kromatografi Preparatif, Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam, Penerbit ITB, Bandung, 1995.

11. Perrin DD, Armarego WLF, Perrin DR. Purification of Laboratory Chemical, 2

nd

ed., Pergamon Press, New York, 1980. 12. Shriner R, Fuson C, Curtin D, Moril TC. The Sistematic Identification of Organic compounds, 6

th edition, John wiley and

Sons, New York 1980. 13. Auterhoff H, Kovar KA. Identifikasi Obat, diterjemahkan oleh Sugiarso NC, Terbitan ke-4, ITB, Bandung, 1987.

14. Silverstain RM, Bassler GC, Morril TC. Spectrometric, Identification of Organic Compounds, 5

th ed, John Wiley and

Sons, New York, 1991. 15. Dachriyanus. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Andalas University Press, Padang, 2004.

16. Scudiero DA., Shoemaker RH, Paull KD, Monks A, Tierney S, Nofziger TH, Currens MJ, Seniff D, Boyd MR. Evaluation of a Soluble Tetrazolium/ Formazan Assay for Cell Growth and Drug Sensitivity in Culture Using Human and Other Tumor Cell Lines. Cancer Research 1988; 48: 4827-4833.

17. Ito C, Itoigawa M, Miyamoto Y, Onoda S, Rao KS, Mukainaka T, Tokuda H, Nishino H, Furukawa H. Polyprenylated Benzophenones from Garcinia assigu and Their Potential Cancer Chemopreventive Activity. J Nat Prod 2003; 66: 206-209.

18. Bagget S, Protiva P, Mazzola EP, Yang H, Reassler ET, Basile MJ, Weinstein IB, Kennely EJ. Bioactive Benzophenones from Garcinia xanthocymus Fruits. J Nat Prod 2004; 68; 354-360.