2362-4629-1a-sm

Upload: muhammad-chairul

Post on 08-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    1/21

    PERSEPSI PEMILIK USAHA KOS TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK

    PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 ATAS PENGHASILAN DARI

    PERSEWAAN TANAH DAN/BANGUNAN KATEGORI RUMAH INDEKOS

    DI KOTA MALANG

    Hamarr WandayuDevi Pusposari, SE., M.Si., Ak.

    Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang

    Email: [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menggambarkan persepsi para pemilik usaha kos yang ada di Kota Malang terhadap penerapan peraturan PPh Pasal 4 ayat 2

    atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos serta

    memberikan solusi dari hasil persepsi yang telah dianalisis. Persepsi pemilik kostersebut membahas mengenai pelaksanaan sosialisasi, pengenaan tarif, dan penerapanobjek pajak dari aturan pajak pusat ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif 

    dengan menggunakan metode wawancara terhadap sembilan pemilik usaha kos dan

    seorang account representative pada KPP Pratama Malang Utara. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa seluruh pemilik usaha kos keberatan terhadap penerapan

    peraturan ini. Solusi pertama yang bisa diberikan adalah dengan mengecualikan atau

    menghapuskan objek pajak rumah indekos pada peraturan ini.

    Kata kunci: persepsi, sosialisasi, tarif, objek pajak, PPh Pasal 4 ayat 2

    ABSTRACT

    The objective of this research is to understanding and describing of the landlordperception towards implementation of income tax art. 4(2) about the rent income from

    land and/or building categorized as boarding house in Malang and gives the solution

    for the perception results which already analyzed. The following perception discuss

    about to consort the tax standard, tax fee, and execution of the object from its nationalstandard. The research classified as qualitative research using interview method to the

    landlord and/or boarding house owners and to an account representative at KPP

    Pratama Malang Utara. The research conclusion shows that all boarding house ownersfeel animosity to the standard performance. Hence, the first solution could be gathered

     by exclude or remove ‘landlord and/or boarding house owners’ as object in its standard.

    Keywords: perception, socialization, tax fee, tax object, Income Tax Art. 4(2)

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    2/21

    PENDAHULUAN

    Salah satu daerah yang menjadi penyumbang baik pajak pusat maupun pajak 

    daerah adalah Kota Malang. Pada tahun 2010 Kota Malang memiliki jumlah penduduk 

    sebesar 820.243 jiwa dengan luas 110.06 . Kota Malang dikenal dengan kota

    pendidikan dan pariwisata. Banyaknya jumlah perguruan tinggi baik negeri maupunswasta dan fasilitas pendidikan yang cukup memadai menjadikan Kota Malang sebagaisalah satu tempat bagi para pelajar untuk menimba ilmu. Bahkan tak sedikit para pelajar

    tersebut berasal dari luar Kota Malang. Selain itu Malang juga memiliki banyak tempat

    pariwisata mulai dari wisata alam, kuliner, seni dan budaya, maupun wisata buatan.Dengan ditunjang kondisi geografis alam yang sedemikian rupa serta udara yang cukup

    sejuk menjadikan Malang sebagai salah satu destinasi wisatawan lokal maupun

    mancanegara. Dengan julukan kota pendidikan dan pariwisata tersebut menjadikanpertumbuhan ekonomi di Kota Malang cukup potensial. Sehingga banyak juga

    pendatang yang menetap sementara atau permanen untuk menimba ilmu, berbisnis,

    berwisata, dan lain sebagainya.

    Seiring dengan berjalannya waktu, berkembangnya perekonomian dan pendidikan

    di Kota Malang menimbulkan banyaknya jumlah pendatang yang sebagian besaradalah mahasiswa. Dan tidak dapat dipungkiri lagi keberadaan akan rumah kos sebagai

    tempat tinggal sementara sangat dibutuhkan dan semakin meningkat. Sektor ini dinilai

    bisnis yang cukup menjanjikan kedepannya. Sehingga banyak pengusaha rumah kosbermunculan yang merupakan penduduk asli setempat hingga penduduk dari luar Kota

    Malang datang untuk berinvestasi. Melihat kondisi tersebut tentu saja menjadi sangat

    potensial terhadap penerimaan pajak baik daerah maupun pusat.

    Di Kota Malang sendiri terdapat pajak daerah yang mengatur mengenai pajak hotelkategori rumah kos. Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota

    Malang Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Mungkin sebagian besarpemilik kos di Kota Malang tidak terlalu asing terhadap Perda Kota Malang Nomor 16

    Tahun 2010 tersebut. Di dalam peraturan ini menyebutkan yang termasuk objek pajak hotel adalah rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Subjek pajak 

    hotel/kos-kosan ini adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran

    kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel/kos-kosan. Tarif yangdikenakan adalah sebesar 5% dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar

    kepada pemilik kos.

    Sementara itu di lain sisi pada pajak pusat juga terdapat aturan perpajakan bagi

    pemilik rumah indekos yang tertuang dalam PPh khususnya pasal 4 ayat (2) mengenai

    penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. Pemilik rumah indekos sesuaiKamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang pribadi atau badan yang memiliki

    rumah, kamar, atau bangunan yang disewakan kepada pihak lain sebagai tempat

    tinggal/pemondokan dan mengenakan pembayaran sebagai imbalan dalam jumlahtertentu. Atas penghasilan dari persewaan rumah indekos tersebut, pemilik rumah

    indekos dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau

    bangunan yang bersifat final. Subjek pajak pada aturan ini adalah orang pribadi atau

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    3/21

    badan yang memperoleh penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan.

    Sedangkan objek pajaknya adalah penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau

    bangunan. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilaipersewaan. Jadi perbedaan aturan ini terhadap Perda Kota Malang Nomor 16 Tahun

    2010 adalah terletak pada subjek, objek, dan tarif pajaknya.Namun penulis rasa sebagian besar pemilik kos di Kota Malang masih banyak 

    yang belum mengetahui adanya aturan mengenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilandari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos. Hal ini tentu saja

    menimbulkan banyak kebingungan dan pertanyaan bagi pemilik/pengusaha kos.

    Apakah pemilik kos yang sudah terdata dan telah membayar pajak daerahnya juga

    harus membayar lagi PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanahdan/atau bangunan? Apakah pemilik kos yang belum terdata atau yang memiliki

     jumlah kamar kurang dari sepuluh juga harus membayar PPh Pasal 4 ayat (2) atas

    penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan? Hal ini tentunya akanmenimbulkan beragam reaksi atau tanggapan dari para pemilik usaha kos mengenai

    aturan tersebut.

    Berangkat dari penelitian sebelumnya yang berjudul “Penyebab Terhambatnya

    Pemungutan Pajak Hotel Kategori Rumah Kos di Kota Malang” oleh Setiawan (2014),peneliti memperoleh informasi bahwa apa yang telah direncanakan oleh Dinas

    Pendapatan Daerah Kota Malang terhadap pemungutan pajak rumah kos belum

    terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan.

    Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh peneliti terdahulu lainnya yaitu Swastika(2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Persepsi Pemilik Rumah Kos TerhadapPeraturan Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah”

    menunjukkan hasil bahwa sosialisasi Perda Kota Malang No. 16 tahun 2010 belum

    dilaksanakan secara menyeluruh dan merata, tarif pajak kos yang dikenakan sebesar5% per bulan dirasa terlalu besar, objek pajak yang diberlakukan yaitu rumah kos yang

    memiliki jumlah kamar lebih dari sepuluh dirasa kurang adil dan kurang tepat sasaran.

    Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk 

    melakukan penelitian ini dan peneliti membuat rumusan masalah yaitu bagaimanapersepsi pemilik usaha kos terhadap pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan

    dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos di Kota Malang?

    Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsipemilik usaha kos terhadap pemungutan PPh pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari

    persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos di Kota Malang.

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pengertian Indekos

    Menurut KBBI online dalam Buku Panduan Perpajakan Bagi Pemilik Rumah

    Indekos 2013, ada beberapa definisi yang perlu kita ketahui:

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    4/21

    a. in-de-kos adalah tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan

    membayar setiap bulan); memondok;

    b. meng-in-de-kos-kan adalah menumpangkan seseorang tinggal dan makan

    dengan membayar; memondokkan.

    Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilik rumah indekosadalah orang pribadi atau badan yang memiliki rumah, kamar, atau bangunan, yang

    disewakan kepada pihak lain sebagai tempat tinggal/pemondokan dan mengenakanpembayaran sebagai imbalan dalam jumlah tertentu. Atas penghasilan dari persewaan

    rumah indekos tersebut, pemilik rumah indekos dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) atas

    penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat final.

    Dasar Hukum

    Dasar hukum yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas

    penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilansebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 (berlaku sejak 18 April 1996)

    tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanahdan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

    Nomor 5 Tahun 2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002);

    3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 (berlaku sejak 5Juni1996) tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan

    atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah

    diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002(berlaku sejak 1 Mei 2002);

    4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002 (berlaku sejak 1Mei 2002) tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan

    Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan;5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1996 tentang

    Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu sebagai

    Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau

    Bangunan.

    Subjek dan Objek Pajak

    Subjek Pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah orang pribadi atau badan

    yang memperoleh penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang

    berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan,atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan

    bangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos.

    Objek Pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan dari

    persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang berupa tanah, rumah, rumah susun,

    apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk 

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    5/21

    bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri. Termasuk 

    dalam pengertian rumah adalah rumah indekos. (Keputusan Direktur Jenderal Pajak 

    Nomor KEP-227/PJ./2002)

    Tarif Pajak

    Tarif Pajak Penghasilan Pajak 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanahdan/atau bangunan adalah:

    Keterangan:

    a. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau

    terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yangberkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biayaperawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan

    service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang

    disatukan. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002);b. Service charge adalah balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa dapat

    dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan penyewa yang diantaranya adalah

    biaya listrik, air, keamanan, kebersihan, dan biaya administrasi.

    Pihak Penyewa Rumah Indekos

    Dalam kaitannya dengan kewajiban perpajakan, penyewa rumah indekos dapat

    diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:

    a. pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh;

    b. pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang

    ditunjuk sebagai pemotong PPh.Yang menjadi pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau

    bangunan adalah:

    1. badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggarakegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan

    luar negeri lainnya;

    2. orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong berdasarkan Keputusan

    Direktur Jenderal Pajak KEP-50/PJ./1996. Surat keputusan penunjukanyang diterbitkan oleh kepala KPP dengan menggunakan formulir yang ada

    di lampiran KEP-50/PJ./1996, yaitu:

    a. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang

    melakukan pekerjaan bebas;

    PPh Pasal 4 ayat (2) = 10% X jumlah bruto nilai persewaan

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    6/21

    b. orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan

    pembukuan; yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri.

    Kewajiban Perpajakan Terkait Dengan Rumah Indekos

    Berdasarkan pada pengelompokan pihak penyewa rumah indekos tersebut,kewajiban perpajakan terkait dengan sewa rumah indekos adalah sebagai berikut:

    1. Apabila penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka kewajiban perpajakan ada pada pemilik rumah

    indekos yaitu antara lain:

    a. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke bank atau kantor pos dengan

    menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik rumah indekos, paling lama tanggal 15 bulan

    berikutnya setelah bulan pembayaran;

    b. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), paling lama tanggal

    20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran.

    2. Apabila penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yangditunjuk sebagai pemotong PPh, maka kewajiban perpajakan ada pada penyewa

    yaitu antara lain:

    a. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan memberikan buktipemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada pemilik rumah indekos;

    b. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) ke bank atau kantor pos dengan

    menggunakan SSP dan mencantumkan NPWP pemilik rumah indekos serta

    ditandatangani oleh pihak penyewa, paling lama tanggal 10 bulanberikutnya setelah bulan pembayaran;

    c. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak 

    dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), paling lama tanggal20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran.

    3. Apabila dalam suatu bulan pajak tidak ada PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang

    maka Wajib Pajak tidak perlu melakukan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).

    4. Selain melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) dalam hal pemilik rumah

    indekos merupakan Orang Pribadi maka juga memiliki kewajiban melaporkan

    SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama tanggal 31 Maret tahunberikutnya. Penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan

    serta PPh Pasal 4 ayat (2) yang tertuang dituangkan ke dalam SPT Tahunan PPh

    Orang Pribadi pada Lampiran SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Dalam

    penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tersebut, Wajib Pajak harusmelampirkan:

    a. Surat Setoran Pajak (SSP), apabila pihak penyewa merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh;

    b. Bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2), apabila pihak penyewa merupakan Wajib

    Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh.

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    7/21

    METODE PENELITIAN

    Jenis Penelitian

    Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Alasan

    peneliti menggunakan penelitian kualitatif adalah karena peneliti ingin lebihmemahami secara mendalam mengenai persepsi para pemilik usaha kos yang beradadi Kota Malang terkait keberadaan aturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari

    persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos. Dengan jenis penelitian

    tersebut diharapkan peneliti dapat mengetahui secara langsung kondisi atau realitayang terjadi di lapangan.

    Lokasi Penelitian

    Lokasi dari penelitian yang dilakukan adalah pada pemilik usaha rumah kos yang

    berada di wilayah Kota Malang dan KPP Pratama Malang Utara. Alasan peneliti

    melakukan wawancara pada lokasi tersebut karena:

    1. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari (http://ngalam.id) Malangmemiliki 62 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

    2. Memiliki salah satu perguruan tinggi yaitu Universitas Brawijaya yang masuk 

    dalam peringkat enam menurut versi Kementrian Riset Teknologi dan

    Pendidikan Tinggi tahun 2015, peringkat enam versi Webometrics tahun 2015.

    Sumber Data

    1. Data primerMerupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber dari data primer

    ini adalah berdasarkan hasil dari terjun ke lapangan, yaitu melalui wawancara

    langsung dengan narasumber yang dirasa tepat berkaitan dengan permasalahanyang akan diteliti. Dalam hal ini data primernya diperoleh dari narasumber yaitu

    sembilan pemilik usaha kos yang berada di kota Malang dan pegawai di KPP

    Pratama Malang Utara bernama Pak Dani. Alasan peneliti mewawancarai Pak Daniadalah karena beliau merupakan seorang account representative pada seksi

    Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) yang bertugas melakukan pengawasan

    kepatuhan wajib pajak terkait pelaporan dan pembayaran pajaknya.

    2. Data sekunderAdalah data yang diperoleh berdasakan informasi yang telah ada. Seperti arsip,

    dokumen, laporan, catatan, dan lain-lain yang banyak memuat informasi yang

    berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Data sekunder pada

    penelitian ini diperoleh melalui website internet, buku, artikel, dan undang-undang.

    Teknik Pengumpulan Data

    a. Wawancara atau Interview

    Wawancara adalah suatu kegiatan untuk mencari data dengan cara mengadakan

    tanya jawab secara langsung dengan berbagai pihak yang dianggap dapat

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    8/21

    memberikan data atau keterangan terpercaya sesuai dengan masalah yang

    diteliti.

    Disini peneliti mewawancarai pemilik usaha kos di Kota Malang dan petugaspajak pada KPP Pratama Malang Utara dengan memberikan selembar daftar

    pertanyaan yang kemudian akan mereka jawab.b. DokumentasiDokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

    pengumpulan bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, data-data yang tersedia,

    dan laporan-laporan yang relevan dengan objek penelitian untuk mendukungdata yang sudah ada.

    Dokumentasi pada penelitian ini yaitu berupa catatan kecil yang peneliti tulis

    dari hasil wawancara terhadap informan dan rekaman suara menggunakan

    handphone pribadi.c. Studi Kepustakaan

    Studi Kepustakaan adalah menghimpun teori-teori, pendapat yang

    dikemukakan oleh para ahli yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan sertaliteratur lainnya yang dijadikan sebagai landasan teoritis dalam rangka

    melakukan pembahasan.

    Disini peneliti menghimpun pendapat para ahli dari buku, internet, dansebagainya untuk mendukung atau memperkuat landasan teori yang peneliti

    sajikan.

    Teknik Analisis Data

    Analisis Data Model Miles dan Huberman

    Menurut Miles dan Huberman dalam Moleong (2011:307) dalam melakukan

    analisa terhadap data yang terkumpul terdiri dari tiga tahap yaitu :

    1. Reduksi dataYaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian, dan penyederhanaan,

    pengabstrakan dan mentransformasikan data kasar yang muncul dari catatan

    yang tertulis di lapangan. Dalam hal ini reduksi data berlangsung terus menerusselama kegiatan berlangsung. Reduksi data merupakan suatu bentuk analis

    yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak 

    perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehinggakesimpulan finalnya dapat ditarik.

    Dalam hal ini peneliti menyaring semua informasi yang diperoleh dari hasil

    wawancara yang kemudian memilah data sesuai kebutuhan

    2. Penyajian data

    Adalah sebagai kesimpulan informasi tersusun, memberi kemungkinan adanyapenarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, akan

    dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan , kemudiandilakukan analisis berdasarkan atas pemahaman yang didapati dari penyajian

    data tersebut.

    Pada bagian ini peneliti mulai menyusun atau mengorganisasikan data sesuaidengan ketentuan penulisan agar data tersebut lebih mudah dipahami.

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    9/21

    3. Penarikan kesimpulan

    Kesimpulan ditarik setelah tidak lagi ditemukan informasi mengenai kasus

    yang diteliti. Kesimpulan yang ditarik akan diversifikasikan dengan baik 

    melalui kerangka berpikir penelitian atau catatan lapangan yang ada.

    Di akhir tahap ini peneliti menarik kesimpulan setelah semua datapermasalahan telah disajikan.

    Analisis Data Menggunakan Triangulasi

    Selain itu peneliti juga menggunakan teknik analisis data dengan Triangulasi untuk 

    mengecek keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

    memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2011:330). Denzin (1978) dalam Moleong(2011:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

    memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini,

    dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik 

    pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber.

    Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek balik derajat

    kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

    dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987:331) dalam (Moleong, 2011:331). Adapun

    untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut :

    1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

    dikatakan secara pribadi.

    3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitiandengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

    4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapatdan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.

    5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

    Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329) dalam Moleong(2011:331), terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan

    hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat

    kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

    Teknik triangulasi jenis ketiga ini ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti ataupengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

    Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam

    pengumpulan data. Pada dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikandilihat dari segi teknik ini. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang

    analis dengan analis lainnya (Moleong, 2011:331).

    Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307) dalam Moleong

    (2011:331), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajatkepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton (1987:327) dalam

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    10/21

    Moleong (2011:331) berpendapat berbeda, bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal

    itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).

    Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan

    konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data

    tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan (Moleong,2011:332). Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atauteori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan:

    1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

    Disini peneliti memberikan enam variasi pertanyaan berbeda kepada petugas

    pajak dan lima variasi pertanyaan berbeda kepada pemilik usaha kos dimanamasing-masing dari pertanyaan tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut.

    2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data

    Dalam hal ini peneliti membandingkan informasi yang peneliti peroleh dari

    petugas pajak dengan informasi yang diberikan pemilik usaha kos.3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat

    dilakukan.

    Disini peneliti menggunakan pendekatan sumber untuk mengecek keabsahan

    data

    ANALISA DAN PEMBAHASAN

    Persiapan Penerapan Peraturan PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari

    persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos

    Upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Malang Utara dalam mempersiapkanpenerapan peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau

    bangunan kategori rumah indekos:1. Melakukan sosialisasi kepada wajib pajak 

    Sosialisasi yang dilakukan KPP Pratama Malang Utara antara lain:a. Sosialisasi ke berbagai media

    Tentunya KPP Pratama Malang Utara melakukan sosialisasi ke

    berbagai media seperti media cetak dan media elektronik agar informasidapat tersebar luas.

    b. Terjun langsung ke lapangan melalui AR

    KPP Pratama Malang Utara juga mengutus para AR terjun langsung ke

    lapangan mendatangi rumah kos warga secara door to door  sembarimemberikan surat himbauan kepada pemilik usaha rumah kos untuk 

    membayar pajaknya dengan tujuan agar sosialisasi lebih efektif dan

    mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan.c. Mengundang wajib pajak mengikuti sosialisasi di KPP Pratama Malang

    Utara

    Selain itu, pada pertengahan tahun 2014 lalu KPP Pratama MalangUtara juga pernah mengundang para pemilik usaha kos yang ada di Kota

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    11/21

    Malang untuk dapat menghadiri kegiatan sosialisasi peraturan PPh pasal

    4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan

    kategori rumah indekos yang diselenggarakan di KPP Pratama MalangUtara.

    Seperti yang disampaikan oleh Pak Dani sebagai berikut,“Selain sosialisasi melalui berbagai media, kita juga mengirim AR kelapangan mendatangi rumah kos warga secara door to door  sekalian

    memberikan surat himbauan agar mereka membayar pajak. Lalu pada

    saat pertengahan 2014 yang lalu kita juga pernah mengundang para

     pemilik usaha kos untuk menghadiri sosialisasi di kantor kita.”

    2. Kerjasama dengan Dispenda Kota Malang melakukan pendataan wajib pajak 

    Dalam melaksanakan pendataan wajib pajak, KPP Pratama Malang Utara

    melakukan pendataan dengan cara mengirim AR untuk terjun langsung ke lapanganguna melakukan pemantauan terhadap wajib pajak yang berpotensi dikenai pajak 

    sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku. Untuk mengetahuiwajib pajak yang memiliki usaha rumah kos, pihak KPP Pratama Malang Utarabekerjasama dengan Dispenda Kota Malang untuk meminta data wajib pajak yang

    sudah menjadi wajib pajak daerah atas pengenaan pajak kos dari peraturan Pemerintah

    Daerah (Pemda) Kota Malang nomor 16 tahun 2010 mengenai pajak hotel. Selain itu

    kedua belah pihak juga saling bertukar informasi guna melakukan pendataan wajibpajak yang memiliki usaha rumah kos. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Pak Dani

    berikut ini,

    “Untuk melakukan pendataan wajib pajak, kita mengirimkan account 

    representative ke lapangan untuk menggali potensi pajak yang ada.

    Selain itu kita juga bekerjasama dengan Dispenda Kota Malang salahsatunya terkait pendataan wajib pajak.”

    Dan dari hasil wawancara melalui Pak Dani tersebut peneliti juga memperoleh

    informasi mengenai kendala-kendala KPP Pratama Malang Utara dalam melakukanpenerapan peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau

    bangunan kategori rumah indekos:

    1. Pemilik usaha rumah kos tidak berada di tempat

    Rata-rata rumah kos atau kos-kosan yang terdapat di Kota Malang ini banyak yangtidak ditempati oleh pemilik aslinya. Umumnya rumah kos atau kos-kosan itu ditempati

    oleh seorang penjaga atau satpam yang tinggal dan merawat rumah kos atau kos-kosantersebut. Bahkan ada pula rumah kos atau kos-kosan yang sama sekali tidak adapenjaga atau pemiliknya. Biasanya pemilik kos tersebut tinggal di luar kota atau masih

    di dalam kota yang sama tetapi di tempat yang berbeda. Hal ini seperti yang dikatakan

    oleh Pak Dani,

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    12/21

    “Sewaktu para account representative mendatangi rumah kos, rata-rata

    ditemukan pemilik aslinya tidak berada di tempat, sehingga itu cukup

    menyulitkan kami dalam melakukan sosialisasi dan pendataan wajib

     pajak.”

    2. Anggapan negatif pemilik usaha rumah kos terhadap peraturan PPh pasal 4 ayat(2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah

    indekos

    Pemilik usaha rumah kos banyak yang tidak setuju dan tidak mau membayar pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan

    kategori rumah indekos ini. Alasannya beragam, diantaranya karena pengenaan tarif 

    yang terlalu tinggi, jumlah kamar kos yang mereka punya kurang dari sepuluh atau

    sedikit, dan pemilik usaha rumah kos yang sudah pernah membayar pajak kos daerahdan tidak mau membayar pajak kos pusat karena dapat menimbulkan pajak berganda.

    Sesuai dengan yang disampaikan oleh Pak Dani berikut,

    “Ketika kami menemui pemilik usaha rumah kos, hampir semuanya

    tidak mengetahui adanya peraturan ini dan mereka semua keberatandengan adanya peraturan ini karena sebelumnya mereka sudah pernah

    membayar mengenai pajak kos ke Dispenda.”

    3. Kesadaran wajib pajak yang masih rendah terhadap pajak 

    Perlu diakui bahwa kesadaran wajib pajak masyarakat Indonesia masih sangat

    rendah terutama dalam hal pemungutan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari

    persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos ini. Mereka masih belumsepenuhnya mengerti akan manfaat pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Padahal mereka memang memiliki kewajiban kepada negaranya untuk membayarpajak yang pembayarannya dapat dipaksakan. Memang manfaat yang ditimbulkan jikakita membayar pajak tidak secara langsung dapat kita nikmati, hal ini dikarenakan

    pajak memiliki sifat kontraprestasi. Lain halnya dengan retribusi yang manfaatnya

    dapat langsung kita rasakan ketika kita telah membayarnya. Hal ini serupa dengan yangdisampaikan oleh Pak Dani,

    “Pada saat petugas pajak terjun ke lapangan menemui wajib pajak,banyak ditemukan sambutan yang kurang hangat. Terlihat dari ucapan

    dan tindakan mereka yang enggan dikenai dan membayar pajak. Padahalmereka tidak mengerti kalau dengan uang pajak tersebut akan bermanfat

    oleh seluruh masyarakat.”

    4. Sumber daya manusia yang terbatas

    Untuk menerapkan peraturan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 atas penghasilan

    dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos secara merata,

    diperlukan waktu, materi, tenaga/SDM, dan sosialisasi yang lebih. Seperti diketahuibahwa salah satu penyebab terhambatnya pengoptimalan pemungutan pajak ini adalah

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    13/21

     jumlah petugas pajak yang masih sedikit. Sehingga diperlukan tambahan petugas pajak 

    untuk melakukan survei dan pendataan wajib pajak yang berpotensi sekaligus

    sosialisasi peraturan yang terkait. Seperti yang dikutip dari pendapat Pak Dani berikutini,

    “Menurut saya kendala terbesar pemerintah untuk dapat menerapkanaturan ini dengan sepenuhnya adalah memerlukan waktu dan proses

    yang cukup lama agar pemerintah berbenah untuk bisa meningkatkansumber daya manusianya (SDM) baik dari segi kuantitas maupun

    kualitas. Tentunya hal tersebut memerlukan materi yang tidak sedikit

    agar sosialisasinya juga maksimal.”

    Analisis Terhadap Persepsi Pemilik Usaha Kos

    Dari berbagai hasil persepsi pemilik usaha kos terhadap pemungutan PPh pasal 4ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah

    indekos didapati hasil sebagai berikut:

    1. Seluruh pemilik usaha kos di Kota Malang keberatan dengan aturan

    pemungutan pajak pusat ini.

    2. Hampir seluruh pemilik usaha kos baru mengetahui adanya peraturan tersebutsetelah peneliti melakukan wawancara.

    3. Seluruh pemilik usaha kos yang peneliti wawancarai tersebut menyimpulkan

    bahwa pengenaan pajak ini dapat menimbulkan pajak berganda terhadap usahakos-kosan, karena mereka sebelumnya sudah pernah membayar pajak kos

    tersebut melalui Dispenda.

    Mereka ingin agar aturan tersebut jika memungkinkan untuk segera dihapuskan

    karena sudah ada aturan daerah yang mengatur perihal pajak kos ini. Atau jika tidak memungkinkan untuk dihapuskan, maka mereka ingin agar pemerintah mengkaji ulang

    peraturan tersebut untuk disempurnakan dengan cara menambahkan atau memperjelaspenetapan kriteria pada pajak pusat ini agar tidak tumpang tindih, adil, dan tepat

    sasaran.

    Solusi

    Menindaklanjuti dari harapan dan keinginan para pemilik usaha kos seperti yangtertuang dalam paragraf sebelumnya, sebenarnya bukan hal yang mustahil bagi

    pemerintah pusat untuk dapat memenuhinya. Sebab, peneliti mempunyai wacana atau

    gambaran yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah pusat berdasarkan hasil yang

    telah peneliti dapati dari aspirasi para pemilik usaha kos-kosan dan juga dari contohkasus atau permasalahan serupa yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun-tahun

    sebelumnya.

    Berikut merupakan solusi yang bisa peneliti sampaikan untuk menanganipermasalahan ini, antara lain:

    A. Menghapus atau mengecualikan objek rumah indekos

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    14/21

    Sebelum peneliti menjelaskan terkait solusi pada poin A ini, peneliti ingin

    memberikan gambaran terlebih dahulu mengenai permasalahan serupa yang pernah

    terjadi di Indonesia. Kita bisa ambil contoh pada peraturan yang diberlakukan terhadappajak usaha jasa boga atau katering. Dahulu, terjadi pengenaan pajak sampai tiga kali

    terhadap jasa usaha katering ini, yaitu:1. Pengenaan PPh pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa lain.

    2. Pemungutan pajak daerah yaitu pajak restoran yang termasuk juga di dalamnyausaha jasa boga/katering berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

    tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

    3. Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    Dengan pengenaan pajak sampai tiga kali yang sangat memberatkan pemilik usaha

     jasa katering tersebut, maka pada tahun 2009 pemerintah mengambil kebijakan untuk menghapuskan pengenaan PPN terhadap jasa usaha katering dengan cara

    menyempurnakan aturan terdahulu melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

    Pasal 4A ayat 2 huruf c tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan AtasBarang Mewah.

    Dalam kasus pengenaan pajak pusat terhadap pajak kos, pemerintah seharusnya

    bisa untuk segera mengambil kebijakan dengan cara menerbitkan aturan baru untuk 

    membuat pengecualian atau menghapuskan terhadap salah satu objek pada pajak ini

    yaitu “rumah”. Karena seperti yang telah dijelaskan pada bab dua mengenai objek padapajak ini adalah penghasilan dari persewaan atas tanah dan/atau bangunan yang berupa

    tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan,

    atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, danbangunan industri. Termasuk dalam pengertian rumah adalah rumah indekos.

    (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002).

    B. Mengkaji ulang untuk menerbitkan aturan baru

    Jika solusi pertama tidak bisa direalisasikan oleh pemerintah pusat, maka solusi

    kedua yaitu pemerintah perlu mengkaji ulang peraturan ini dan setelah itu menerbitkanaturan baru untuk mempertegas atau memperjelas pada aturan sebelumnya. Pada solusi

    kedua ini peneliti menyimpulkan aspirasi dari para pemilik usaha kos yang telah

    peneliti wawancarai. Nantinya di dalam aturan baru yang akan dikeluarkan olehpemerintah pusat tersebut berisi perbaikan pada aturan sebelumnya khususnya

    mengenai tarif dan kriteria rumah kos yang dapat dikenai PPh pasal 4 ayat 2 atas

    penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah indekos.

    Untuk menyajikan solusi tersebut, peneliti memberikan analogi terhadap aturanyang ada di daerah mengenai pajak kos yang diterapkan di beberapa kota di Indonesia

    seperti Malang, Surabaya, dan Medan untuk dibandingkan dengan aturan PPh pasal 4

    ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategori rumah

    indekos.

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    15/21

    1. Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang nomor 16 tahun 2010

    Objek pajak: rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

    Tarif: 5% dari penerimaan bruto.

    2. Perda Kota Surabaya nomor 4 tahun 2011

    Objek pajak: rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) dengannilai sewa kamar paling sedikit Rp 750.000,- per bulan per kamar.Tarif: 5% dari penerimaan bruto.

    3. Perda Kota Medan nomor 4 tahun 2011

    Objek pajak: rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) denganharga sewa kamar di atas 1 (satu) juta rupiah per kamar per bulan.

    Tarif: 10% dari penerimaan bruto.

    Contoh Kasus:

    1. Rumah kos X memiliki jumlah 20 kamar dan pada bulan Juli 2015 terisi penuh

    dengan haraga sewa per kamar per bulannya sebesar Rp 500.000,

    2. Rumah kos Y memiliki jumlah 13 kamar dan pada bulan Juli 2015 terisi penuhdengan haraga sewa per kamar per bulannya sebesar Rp 1.300.000,

    3. Rumah kos Z memiliki jumlah 8 kamar dan pada bulan Juli 2015 terisi penuh

    dengan haraga sewa per kamar per bulannya sebesar Rp 1.800.000,-

    Tabel Perbandingan hasil penghitungan

    Perbandingan Pajak Kos yang Terhutang

    Rumah Kos X Rumah Kos Y Rumah Kos Z

    Perda Kota

    Malang No. 16

    tahun 2010

    Rp 500.000,- Rp 845.000,- Rp 0,-

    Perda kotaSurabaya No. 4tahun 2011

    Rp 0,- Rp 845.000,- Rp 0,-

    Perda Kota Medan

    No. 4 tahun 2011

    Rp 0,- Rp 1.690.000,- Rp 0,-

    PPh pasal 4 ayat

    (2) atas

    penghasilan daripersewaan tanah

    dan/atau bangunan

    kategori rumahindekos

    Rp 1.000.000,- Rp 1.690.000,- Rp 1.440.000,-

    Keterangan: Rumah Kos X = 20 kamar @Rp 500.000,-/bulan

    Rumah Kos Y = 13 kamar @Rp 1.300.000,-/bulan

    Rumah Kos Z = 8 kamar @Rp 1.800.000,-/bulan

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    16/21

    Berdasarkan hasil penghitungan dari table 4.1 maka kita dapat melihat bahwa

    terjadi perbedaan penerimaan pajak dari masing-masing aturan tersebut. Pada

    penghitungan pajak kota Malang dapat dianalisa terjadi ketimpangan antara pemilik usaha Rumah Kos Z yang memiliki hunian kos eksklusif dimana harga sewa kamar per

    bulannya sebesar Rp 1.800.000,- yang tidak dikenai pajak karena memiliki jumlahkamar kurang dari sepuluh dibanding dengan pemilik usaha Rumah Kos X yangmemiliki hunian kos sederhana dimana harga sewa kamar per bulannya sebesar Rp

    500.000,- yang dikenai pajak karena memiliki jumlah kamar lebih dari sepuluh.

    Padahal jika di total pemilik usaha Rumah Kos Z dalam bulan Juli memperolehpenghasilan bruto sebesar Rp 14.400.000,- sedangkan pemilik usaha Rumah Kos X

    lebih rendah yaitu sebesar Rp10.000.000,-. Hal ini justru sangat merugikan bagi

    pemilik usaha kos yang biasa-biasa saja ketimbang pemilik usaha kos eksklusif.

    Dan dari tabel di atas juga diperoleh bahwa dengan menggunakan mekanisme

    penghitungan PPh pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/ataubangunan kategori rumah indekos terlihat amat sangat membebani masyarakat karena

    tidak terdapat kriteria atau penetapan tertentu terhadap kos yang dapat dikenai pajak dan tidak dikenai pajak. Hal ini tentu sangat merugikan pemilik usaha rumah kos yangsederhana atau biasa-biasa saja dan memiliki jumlah kamar kos yang sedikit. Terlebih

    lagi besaran tarif yang dikenakan terlalu tinggi dan memberatkan yaitu sebesar 10%.

    Dan dengan adanya penerapan aturan ini pemilik usaha kos terkena pajak berganda

    antara pajak pusat dan daerah.

    Sementara hasil penghitungan pajak untuk Kota Surabaya dan Medan dirasa tidak 

    terlalu memberatkan karena memiliki kriteria penetapan pengenaan pajak kos yang

    cukup jelas. Dan aturan mengenai pajak kos dari pemerintah daerah Kota Surabaya dan

    Medan memang terlihat untuk kos yang eksklusif atau mewah.

    Melihat gambaran diatas pemerintah pusat dapat mempertimbangkan untuk mengkaji ulang terhadap aturan tersebut. Pemerintah dapat menerbitkan aturan baru

    sebagai penyempurnaan dari aturan sebelumnya. Misalnya dengan cara menurunkan

    tarif pajak yang sebelumnya dikenakan sebesar 10% menjadi 5% dari penghasilan neto,bukan dari penghasilan bruto. Lalu menambahkan kriteria usaha kos yang bisa dikenai

    pajak dan lain sebagainya.

    Hasil Analisis Data Menggunakan Triangulasi

    Berdasarkan hasil dari data yang diperoleh peneliti dari berbagai sumber, maka

    untuk memeriksa keabsahan data tersebut peneliti menggunakan teknik analisistriangulasi dengan memanfaatkan penggunaan sumber. Disini peneliti membandingkan

    data atau informasi yang diperoleh dari hasil wawancara sembilan pemilik usaha kosyang ada di Kota Malang dengan salah seorang pegawai KPP Pratama Malang Utarabernama Pak Dani yang bertindak sebagai account representative pada seksi

    pengawasan dan konsultasi.

    Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan mengenai perbandingan data terkait

    sosialisasi yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Malang Utara guna mempersiapkan

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    17/21

    penerapan peraturan PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau

    bangunan kategori rumah indekos dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan.

    Dari sembilan pemilik usaha kos yang peneliti telah wawancarai, ternyata ditemukanhanya berjumlah dua orang saja yang sudah tahu dan pernah diberikan sosialisasi secara

    langsung. Mereka juga mengaku pernah mendapatkan undangan untuk hadir dalamsosialisasi aturan tersebut. Sedangkan sekitar tiga orang hanya sebatas mengetahuisekilas aturan tersebut yang diperoleh dari obrolan sesama pemilik kosan. Mereka

    mengaku belum pernah didatangi petugas pajak apalagi diundang untuk sosialisasi.

    Sementara sisanya yaitu berjumlah empat orang yang sama sekali tidak mengetahuiakan adanya aturan tersebut dan juga tidak pernah didatangi petugas pajak apalagi

    diundang untuk sosialisasi.

    PENUTUP

    Kesimpulan

    1. Berdasarkan hasil wawancara didapati hasil bahwa semua pemilik usaha kos

    mengaku keberatan atau tidak setuju terhadap penerapan peraturan PPh Pasal 4

    ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kategorirumah indekos. Keberatan tersebut meliputi:

    a) Dapat menimbulkan pajak berganda terhadap usaha kos

    b) Tarif yang tinggic) Objek pajak yang memberatkan

    d) Pemerintah dinilai masih tebang pilih dalam pemberlakuan aturan ini

    karena penerapannya masih belum merata.2. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa banyak sekali pemilik usaha kos di Kota

    Malang yang masih belum mengetahui adanya peraturan ini. Dari 9 (sembilan)orang pemilik usaha kos di Kota Malang yang peneliti wawancarai, ditemukan

    hanya dua orang yang sudah mengetahui aturan tersebut dari petugas pajak secara langsung. Sedangkan sekitar tiga orang hanya sebatas mengetahui

    sekilas saja aturan tersebut yang diperoleh dari obrolan sesama pemilik kosan.

    Dan sisanya berjumlah empat orang sama sekali tidak mengetahui adanyaaturan tersebut. Minimnya sosialisasi menjadi faktor utama penyebabnya.

    Keterbatasan Penelitian

    1. Selama melakukan penelitian, peneliti mengalami kesulitan dalam mencari data

    atau keterangan dari pemilik usaha kos karena rata-rata dari mereka mengira

    bahwa peneliti adalah petugas pajak yang sedang menyamar untuk melakukansurvei mengenai pajak kos, sehingga peneliti hanya memperoleh sembilan

    keterangan dari pemilik kos. Hal ini disebabkan sikap pemilik kos yang tidak 

    taat dan sadar pajak.

    2. Data yang diperoleh merupakan hasil wawancara secara acak terhadapsembilan rumah kos di Kota Malang. Tidak ada pengklasifikasian terhadap

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    18/21

    usaha rumah kos tersebut seperti kategori rumah kos kebawah, menengah, dan

    keatas.

    Saran

    1. Terhadap Pemerintaha) Lebih gencar lagi meningkatkan sosialisasi karena dari hasil penelitian

    terbukti bahwa masih sangat sedikit sekali pemilik kos yang mengetahui

    keberadaan peraturan ini. Salah satu peningkatan sosialisasi bisa

    dilakukan dengan cara menambahkan jumlah tenaga peagawai pajak untuk bisa terjun langsung ke lapangan memberikan sosialisasi

    mengenai pajak.

    b) Untuk benar-benar menerapkan peraturan tersebut secara adil danmerata, pemerintah pusat diharapkan tidak tebang pilih dan perlu

    menambah jumlah sumber daya manusia di bidang terkait agar

    pelayanan dan penerimaan pajak dari sektor ini efektif. Hal ini tentu

    memerlukan tambahan dana yang cukup besar dan waktu yang relatif lama agar penerapannya dapat berjalan maksimal.

    c) Untuk menghindari terjadinya pengenaan pajak berganda pemerintah

    pusat bisa mengambil kebijakan dengan cara menghapus ataumengecualikan objek pajak rumah indekos pada peraturan pemungutan

    PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau

    bangunan kategori rumah indekos karena usaha kos-kosan ini sudahmenjadi pengenaan pajak daerah.

    d) Apabila pemerintah pusat tidak berkenan untuk menghapus peraturan

    tersebut, maka sebaiknya pemerintah perlu mengkaji ulang aturan

    tersebut dan nantinya diharapkan segera mengambil kebijakan untuk 

    mengeluarkan aturan baru sebagai penyempurnaan dari aturansebelumnya. Penyempurnaan aturan tersebut harus mempunyai kriteria

    penetapan yang jelas mengenai mana yang seharusnya dikenai pajak dan tidak.

    2. Terhadap peneliti selanjutnya

    a) Kepada peneliti yang ingin melakukan pengembangan terhadappenelitian sejenis diharapkan kedepannya memperoleh responden

    (pemilik usaha kos dan petugas pajak) lebih banyak lagi dari yang

    peneliti peroleh agar hasil yang didapat lebih bervariasi dan maksimal.

    b) Penelitian selanjutnya juga diharapkan bisa memperoleh informasi daripemilik usaha kos yang mempunyai hunian rumah kos kategori

    kebawah, menengah, dan keatas agar memperoleh hasil yang lebihbervariasi dan maksimal.c) Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperoleh solusi yang

    lebih baik lagi agar penelitian ini semata-mata tidak hanya wacana saja

    dan benar-benar terselesaikan sehingga tidak menimbulkan pajak berganda dan nantinya dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam

    mengambil kebijakan.

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    19/21

    3. Terhadap Wajib Pajak 

    Seluruh wajib pajak diharapkan agar sadar pajak dan memenuhi kewajibannya

    sebagai warga negara yaitu dengan membayar pajak.

    DAFTAR PUSTAKA

    Direktorat Jenderal Perpajakan. 2015. Ditjen Pajak Optimis Mencapai TargetPenerimaan Rp 1.296 Triliun. (http://www.pajak.go.id), diakses pada tanggal

    29 April 2015

    Direktorat Jenderal Perpajakan. 2013. Buku Panduan Perpajakan Bagi Pemilik Rumah

    Indekos. (http://www.pajak.go.id), diakses pada tanggal 20 April 2015

    Haryanto. 2015. Pengertian Persepsi Menurut Ahli. (http://belajarpsikologi.com),

    diakses pada tanggal 22 April 2015.

    Ina, Maulida. 2012. Persepsi Siswa Terhadap Implementasi Sistem Manajemen Mutu

    ISO 9001:2008 di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta (http://eprints.uny.ac.id/9686/3/bab%202pdf)

    diakses pada tanggal 23 April 2015.

    Keputusan Direktorat Jenderal Perpajakan Nomor KEP-227/PJ./2002 Tentang Tata

    Cara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan dariPersewaan Tanah dan/atau Bangunan.

    Keputusan Direktorat Jenderal Perpajakan Nomor KEP-50/PJ./1996 TentangPenunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu sebagai

    Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau

    Bangunan.

    Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002 tentang

    Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan

    dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

    Moleong, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Rosda. Bandung.

    Murandika, Muhammad Friansyah. 2014. Analisis Kebijakan Pemungutan Pajak Hotel

    Atas Rumah Kos Ditinjau Dari Perspektif Asas-Asas Pemungutan Pajak Daerah(Studi Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya).

    Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    20/21

    Muniriyanto, Buyung. 2015. Menelusur Pajak Atas Transaksi E Commerce.

    (http://pajak.go.id), diakses pada tanggal 29 Juli 2015.

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 Tentang Jenis Jasa Lain

    Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana TelahDiubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2015 Tentang Kriteria Jasa Bogaatau Katering Yang Termasuk Dalam Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai PPN.

    Peraturan Pemerintah Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

    Peraturan Pemerintah Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

    Peraturan Pemerintah Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak 

    Daerah.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembayaran

    Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

    Rahmat, Muhammad. 2011. Ketidakadilan di Balik Kesederhanaan PPh Final.

    (http://fiscuswannabe.web.id), diakses pada tanggal 30 Juli 2015.

    Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6. Buku 1. Salemba Empat.

    Jakarta.

    Sekaran, Uma. 2009. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi Keempat. Salemba

    Empat. Jakarta.

    Setiawan, I Putu Hendra. 2014. Penyebab Terhambatnya Pemungutan Pajak Hotel

    Kategori Rumah Kos di Kota Malang. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi danBisnis Universitas Brawijaya.

    Swastika, Anjani Dwi. 2014. Persepsi Pemilik Rumah Kos Terhadap Peraturan Daerah

    Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Skripsi. Malang:

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

  • 8/19/2019 2362-4629-1a-SM

    21/21

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

    Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-UndangNomor 16 Tahun 2009.

    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

    Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah

    Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1983 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.