22558726 pendidikan intelektual hadits tarbawi

Download 22558726 Pendidikan Intelektual Hadits Tarbawi

If you can't read please download the document

Upload: batuatuk

Post on 13-Sep-2015

287 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN INTELEKTUALSUTEJA (STAIN CIREBON)A. PENGANTARPada tahun 1911, Wilhelm Stem memperkenalkan suatu teori tentang inteligensi yangdisebut uni factor theory . Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum.Menurut teori ini, inteligensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Karena itucara kerja inteligensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalammenyesuaikan diri terhadap lingkungan atau memecahkan suatu masalah adalahbersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul karena akibat pertumbuhan psiologisataupun akibat belajar. Kapasitas umum (general capacity) yang ditimbulkan itulazim dikemukakan dengan kode g.Pada tahun 1904 seorang ahli matematika bernama Charles Spearman, mengajukansebuah teori tentang inteligensi. Teori Spearman itu terkenal dengan sebutan twokinds of factors theory.. Spearman mengembangkan teori inteligensi berdasarkanfaktor mental umum yang di beri kode g serta faktor-faktor spesifik yang diberitanda s. Faktor g mewakili kekuatan mental umum yang berfungsi dalam setiaptingkah laku mental individu, sedangkan faktor-faktor s menentukan tindakantindakan mental untuk mengatasi permasalahan.Orang yang inteligensinya mempunyai faktor g luas, memiliki kapasitas untukmempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan orang yang memiliki faktor gsedang atau rata-rata, ia mempunyai kemampuan sedang untuk mempelajari bidangbidang studi. Luasnya faktor g ditentukan oleh kerjanya otak secara unit ataskeseluruhan. Faktor s didasarkan pada gagasan, bahwa fungsi otak tergantungkepada ada dan tidaknya struktur atau koneksi yang tepat bagi situasi atau masalahtertentu yang khusus. Dengan demikian, luasnya faktor s mencerminkan kerjakhusus daripada otak, bukan karena struktur khusus otak. Faktor s lebihtergantung kepada organisasi neurologist yang berhubungan dengan kemampuankemampuan khusus.Teori inteligensi multi faktor dikembangkan oleh E.L. Thomdike. Teori ini tidakberhubungan dengan konsep general ability atau faktor g. menurut teori ini,inteligensi dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon.Hubungan-hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.Ketika seseorang dapat menyebutkan sebuah kata, menghafal sanjak, menjumlahkanbilangan, atau melakukan pekerjaan, itu berarti bahwa ia dapat melakukan itukarena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam system saraf akibat belajar ataulatihan.Teori ini dikembangkan oleh L.L. Thustone. Ia telah berusaha menjelaskan tentangorganisasi inteligensi yang abstrak, ia dengan menggunakan tes-tes mental sertateknik-teknik statistic khusus membagi inteligensi menjadi tujuh kemampuan primer,yaitu: Pertama, kemampuan numerical/matematis. Kedua, kemampuan verbal, atauberbahasa. Ketiga, kemampuan abstraksi berupa visualisasi atau berfikir. Keempat,kemampuan menghubungkan kata-kata. Kelima, kemampuan membuat keputussan, baikinduktif maupun deduktif. Keenam, kemampuan mengenal atau mengamati. Ketujuh,kemampuan mengingat.Menurut toeri Primary-Mental-ability ini, inteligensi merupakan penjelmaan dariketujuh kemampuan primer di atas. Masing-masing dari ketujuh kemampuan primer ituadalah independent serta menjadikan fungsi-fungsi pikiran yang berbeda atauberdiri sendiri.Untuk menjelaskan tentang inteligensi, Godfrey H. Thomson pada tahun 1916mengajukan sebuah teorinya yang disebut teori sampling. Teori ini kemudiandisempurnakan lagi pada tahun 1935 dan 1948. menurut teori ini, inteligensimerupakan barbagai kemampuan sample. Dunia beisikan berbagai bidang pengalaman.Bebagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidaksemuanya. Masing-masing bidang hanya terkuasai sebagian-sebagian saja dan inimencerminkan kemampuan mental manusia. Inteligensi berupa berbagai kemampuan yangoverlapping. Inteligensi beroperasi dengan terbatas pada sample dan berbagaikemampuan atau pengalaman dunia nyata.Pendidikan kecakapan atau pendidikan intelek ialah pendidikan yang bermaksudmengembangkan daya-daya pikir (kecerdasan) anak-anak dan menambah pengetahuananak-anak.Pendidikan kecakapan itu tidak hanya menambah pengetahuan anak-anak saja.Pendidikan kecakapan juga merupakan syarat atau dasar untuk melaksanakan macammacam atau segi-segi pendidikan yang lain, seperti pendidikan ketuhanan,pendidikan kesusilaan, pendidikan keindahan, dan pendidikan kemasyarakatan.Pendidikan kecakapan terutama bermaksud mengembangkan kecerdasan anak-anak danmenambah pengetahuannya. Dengan demikian pedidikan kecerdasan mempunyai dua tugasyang penting, yaitu:1. Pembentukan FungsionalYang dimaksud dengan pendidikan fungsional atau pembentukan formal ialahmengembangkan fungsi-fungsi jiwa, seperti pengamatan, ingatan, fantasi, berpikir,kemauan, dan sebagainya.Dalam pendidikan intelek dikatakan pembentukan formal jika yang diutamakan ialahmengembangkan fungsi-fungsi jiwa. Fungsi-fungsi jiwa anak itu dapat dilatih dandikembangkan, umpamanya dengan membiasakan anak-anak memusatkan perhatian kepadasuatu pelajaran, belajar mengamati dengan baik dan teliti, melatih ingatan danfantasinya dan yang terpenting ialah melatih fungsi berpikirnya.2. Pembentukan MaterialPendidikan intelek disebut pembentukan material jika di dalamnya bermaksudmenambah ilmu pengetahuan atau bahan-bahan (materi) yang dibutuhkan di dalamkehidupan manusia seperti tanggapan-tanggapan, pengertian-pengertian, pengetahuanpengetahuan siap, dan keterampilan-keterampilan yang penting bagi kehidupan.Pembentukan material dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu:a. Menambah pengetahuan: seperti dalam mengajarkan sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat,bahasa, matematika, fisika, dan sebagainya.b. Melatih keterampilan: seperti dalam pelajaran membaca, menulis, menggambar,pekerjaan tangan, dan lain sebagainya.Kerja fikir sangat dipengaruhi oleh kerja indra. Kerja akal sangat memungkinkanbagi adanya pelurusan konklusi hasil pengamatan. Aturan-aturan alam yang berjalansecara cermat dan teratur serta menakjubkan sangat memungkinan ketelitian dankonsistensi kerja akal dalam melakukan pengamatan dan menganalisa.Rangkaian kegiatan mulai dari observasi dan pengukuran yang dilakukan dalamsurvey, dan penggunaan akal serta fikiran untuk menganalisa data untuk sampaikepada kesimpulan yang rasional adalah kegiatan utama pengembangan ilmupengetahuan dalam rangkaian pembinaan intelek.Ungkapan-ungkapan al-Quran dan juga al-Sunnah mengenai pembinaan aspek intelekmengandung hal-hal pokok yang menjadi sasaran. Pertama, sebagai sarana pengenalanjati diri manusia melalui proses pengamatan, perenungan, dan pengkajian terhadapalam. Metode yang digunakan sama sekali tidak mengandung unsur pemaksanaan.Allah, dalam hal ini, mengkondisikan sistem berfikir yang liberal denganmendorong manusia melakukan perenungan-perenungan hal-hal metafisik. Dan,terakhir Allah mengajak manusia melakukan penyimpulan (natijah, conclusion)tentang keesaan dan kemahakuasaan-Nya.Kedua, terciptanya pola hidup manusia secara perseorangan sebagai penciptakemaslahatan. Metode yang digunakan adalah penanaman pengertian dan pemahaman yanglurus, sesuai kadar dan tingkatan berfikir manusia. Allah memberlakukan azaskebebasan berbuat tanpa rasa takut atau tekanan. Untuk itulah Allah mengajakmanusia melakukan pengamatan, peneyelidikan dan pengkajian terhadap alam semestaciptaan-Nya.B. TINJAUAN EPSITEMOLOGIS ILMUManusia memiliki ruh, jiwa (nafs), hati (qalb), dan intelek (aql). Olehkarena itu, manusia di satu sisi disebut al-Nafs al-Bahimiyyah dan di sisi laindisebut al-Hayawan al-Nathiqah. Ruh, ketika bergelut dengan sesuatu yangberkaitan dengan intelektual dan pemahaman, ia disebut jiwa (nafs). Ketikasedang mengalami pencerahan intuisi, ia disebut hati (qalb). Ketika kembali kedunianya yang abstrak, ia disebut ruh. Ia selalu memanifestasikan dirinya dalamkeadaan-keadaan ini.Manusia, dalam pandangan para ahli filsafat pendidikan Islam, adalah totalitasantara aspek jasmaniah, akal dan ruh. Prinsip unifikasi inilah yang menjadi dasarpendidikan Islam, dan kemudian mengilhami secara langsung dengan model-modelpendidikan: pendidikan intelektual, pendidikan ruhani, dan pendidikan jasmani.Akal manusia, sebagaimana digambarkan al-Quran, memiliki keistimewaan dapatmenjelaskan hal-hal metafisik. Anjuran dan perintah Allah kepada manusia untukmemelihara, membina dan mengembangkan potensi kognitif, akal banyak didapatididalam al-Quran dan al-Sunnah. Diantara hadits Nabi SAW yang berisikan perintahadalah sebagai berikut :))Hadits ini termasuk hadits mawquf shahabi (sanad berhenti hanya sampai kepadasahabat Rasulullah SAW). Para perawinya termasuk perawi yang jujur (shaduq).Matan hadits ini, adalah infirad Sunan al-Darimiy, tidak terdapat pengulangan didalam berbagai kitab shahih atau sunan selainnya.Ahli rayu menetapkan kewajiban pertama umat Islam adalah mendengarkan informasitentang ilmu-ilmu keislaman. Kewajiban kedua, adalah menuntut ilmu atau menjadipeserta didik. Menuntut ilmu, berdasarkan hadits tersebut, adalah kewajiban bagisetiap umat Islam (fardhu ain) dan karenanya ia termasuk kedalam aqidah Islamiahserta cabang keimanan. Kewajiban berikutnya adalah pengembangan diri pesertadidik menjadi pribadi yang memiliki kemauan dan kemampuan mentransfer ilmupengetahuan kepada orang lain, setelah mengaplikasikannya bagi kepentinganinternal peningkatan kepribadian.Pendidikan intelektual sangat terkait dan cenderung memprioritaskan pembinaanaspek rasio atau potensi akal peserta didik. Berdasarkan kapasitas dasar (bakat,bawaan) peserta didik dapat dikategorikan menjadi : peserta didik dengankemampuan berfikir rendah, peserta didik dengan kemampuan berfikir agak cerdas,serta peserta didik dengan kemampuan berfikir cerdas. Peserta didik kategoripertama berkecenderungan besar memenuhi kebutuhan-kebutuihan konumstif sepertimakan dan minum. Peserta didik kategori kedua masih tergolong tidak terpujimeskipun sudah menunjukkan peningkatan karena cara kerja fikirnya belum dapatmendatangkan manfaat secara sosial. Peserta didik kategori ketiga adalah pesertadidik yang lebih baik dari kategori kedua dan kesatu.Hadits Ibnu Masud tersebut ternyata tidak saja berisikan perintah Rasulullah,melainkan juga berisikan larangan. Larangan bagi siapa saja yang tidak melakukanpilihan antara menjadi pendengar, atau menjadi peserta didik, atau menjadipendidik. Larangan itu di sisi lain, mengisyaratkan bahwa ilmu dalam Islam tidaksekadar untuk diketahui atau dimengerti. Hal ini sangat ditentukan oleh motif atauniat seseorang ketika mencari ilmu. Ilmu musti diaplikasikan dan direalisaskandalam bentuk amal saleh, yakni dengan jalan setiap orang yang berilmu menerapkansetiap ilmu yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari dan kemudianmengajarkannya kepada orang lain, dimulai dari anggota keluarga, tetangga danmasyarakat serta bangsa.Hadits Nabi SAW tentang pendidikan merupakan justifikasi wahyu terhadap kondisikeseharian umat Islam yang secara empiris dengan potensi ruhaniah dan aqliahnyamenghajatkan proses pembinaan kreatif dan inovatif aspek intelek untuk berkembangsecara wajar dan imbang dalam kerangka pelaksanaan amanat kekhalifahan di bumi.Hadits ini menunjukkan kepada kita tentang tahapan-tahapan yang mesti dilaluidalam proses pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan potensi akliah pesertadidik.C. TINJAUAN AKSIOLOGIS ILMUHadits di bawah ini menggariskan langkah-langkah pembinaan aspek intelektualpeserta didik yang menjadi tugas pendidikan. Jenis ilmu berdasarkan kegunaan ataumanfaatnya bagi kehidupan sosial kemasyarakatan Rasulullah menegaskan secaragamblang sebagaimana dalam hadits berikut.))Hadits ini termasuk hadits marfu (sanad bersambung sampai kepada Rasulullah SAW).Makki bin Ibrahim dan Hisyam serta Hasan dikenal sebagai perawi yang tsiqah.Matan hadits ini, adalah infirad dalam Sunan al-Darimiy, tidak terdapatpengulangan di dalam berbagai kitab shahih atau sunan selainnya.Dengan menggunakan kata dan kalimat yang jelas dan tegas (sharih) hadits yangmenggunakan kalam khabar itu, hadits ini memberikan pemahaman bahwa ilmu yangdikehendaki Islam adalah ilmu yang tidak mengandung keraguan sedikit pun dihati pemilikinya. Ilmu inilah yang dikategorikan ilmu yang bermanfaat dan ilmujenis ini pula yang dapat melahirkan rasa takut kepada Allah (khasyyah) sertaakan memberikan nilai guna bagi perbaikan dan kemaslahatan serta kebahagiaan hidupdi dunia dan akhirat. Dengan demikian, ilmu menuntut adanya kompetensi spiritual(ruhaniah), personal, dan sosial si pemiliknya, sebagaimana dianut para ahlipendidikan dari masa ke masa.Di sisi lain hadits ini menyadarkan kita akan nilai aksiologis (etika) ilmupengetahuan. Ia berisikan sindiran bagi orang-orang yang berilmu tetapi secaraaksiologis ilmu mereka tidak memberikan manfaat kepada orag lain. Hal inididukung oleh hadits di bawah ini.))D. KEDUDUKAN AKAL BAGI ILMUFaktor utama yang menyebabkan manusia menjadi makhluk paling mulia adalah potensiakalnya. Apabila syara dapat dianalogikan dengan sinar matahari, maka akal adalahcahaya binatang-binatang. Ia dapat menunjukkan dan mengantarkan manusia kepadakemaslahatan duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.Amanat kekhalifahan yang dibebankan Allah kepada Adam adalah bukti penghormatanterhadap potensi intelek manusia, yang secara fungsional menentukan masa depan dannasibnya. Dengan akalnya, manusia dapat qurb dengan Allah. Akal merupakanmedia bagi ilmu pengetahuan dan ilham. Akal ini pula yang diberi kepercayaan(amanah) untuk memimpin aspek-aspek hewani agar bisa menyadari misi kehidupannyadi dunia ini. Akal jenis ini, oleh al-Ghazali, disebut akal muktasab atau akalmustafad, seperti dimaksudkan hadits Nabi SAW yang berbunyi :.Konsepsi keberadaan dan keesaan Allah dapat dicapai melalui akal. Walaupundemikian, akal yang tidak memiliki persiapan tidak akan dapat mengetahui namanama-Nya dan tidak pula dapat memahami dengan baik hubungan Allah dengan semuaciptaan-Nya, dan sebaliknya. Itulah sebabnya mengapa pemikir-pemikir Yunanimeskipun menguasai permalasahan-permalasahan intelektual secara mendalam, merekatidak sampai pada ilmu dan keyakinan yang benar menegani Tuhan dan hubungan-Nyadengan maklhluk.Keistimewaan akal dibandingkan penglihatan lahiriah (mata kepala) adalah:1. Akal dapat mengetahui (idrak) sesuatu selain dirinya.2. Sesuatu yang dekat dan jauh bagi akal adalah sama saja.3. Akal dapat mengetahui kehidupan di arasy, kursi, alam samawi serta alammalakut (alam yang dapat dicapai dengan kekuatan akal).4. Akal dapat mengetahui bagian luar dan bagian dalam serta hakikat sesuatu.5. Akal dapat mengetahui hal-hal yang bersifat indrawi dan juga non indrawiseperti suara, bau, rasa, panas, dingin, rasa senang dan bahagia, rasa sedih dangelisah, rasa rindu, kehendak, dan lain-lain.6. Akal dapat mengetahui sesuatu yang tidak memiliki batas akhir7. Akal dapat mengetahui pergerakan dan perubahan yang bersifat kuantitatif dankualitatif.E. ESENSI PENDIDIKAN INTELEKTUALSecara metafisis, Islam tidak hanya melihat manusia sebagai subjek tetapi jugasebagai objek ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan cara mendidik yang benarharuslah dengan melibatkan pelatihan fisik dan pendisiplinan aspek spititualitasmanusia. Konsekeunesinya, manusia harus diberi informasi yang patut dan diajarimengenai kemampuan-kemampuan dan keterbatasan-keterbatasan fisik dn moral, jugamengenai hal-hal lain yang memungkinkannya untuk meningkatkan perkembangandirinya.Jasad memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan intelektual danspiritual manusia, sebab hanya melalui jasadlah akal bisa memperoleh informasi dandata tertentu. Melalui fakultas-fakultas yang ada pada jasad, akal kemudianmengembangkan data-data indrawi ini pasa prinsip-prinsip, ide-ide, dan keyakinanumum. Selanjutnya melalui imajinasi dan estimasi, akal bisa membedakan antaragenus dan sifat-sifat spesies yang ada di dalamnya kemudian mengabstraksikanmakana-maknanya yang umum dan khusus. Dengan cara ini, akal dapat mencapai ilmupengetahuan mengenai makna-makna yang bisa diindra dan yang tidak bisa diindra.Pendidikan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Iamerupakan bagian integral dari aqidah Islamiah. Pendidikan yang efektif dankreatif dapat memperbaiki dan meningkatkan potensi alamiah yang ada pada dirisetiap manusia.Kecerdasan, analisis, dan keluasaan pandangan erat sekali interdependensi-nyadengan keimanan. Pendidikan intelek pada dasarnya bertujuan membentuk pikirandengan ilmu-ilmu syariat dan peradaban modern, serta kecerdasan akal sehinggaterkondisikan tradisi berfikir kirtis, radiks, dan produktif.Tiga hal pokok yang hendak dituju pembinaan aspek intelek pada tingkatan palingdasar adalah pengajaran, pencerdasan, dan pemeliharaan kesehatan akal. Pembinaanaspek intelek bertugas mendewasakan aspek kognitif secara wajar, dalam rangkamempercepat kesempurnaan hidup manusia yang sebenarnya, berkat kesempurnaan kerjaakal secara fungsional.1. Klasifikasi IlmuMembicarakan isi pendidikan yang tertuang dalam kurikulum harus membicarakanmasalah ilmu (pengetahuan), ketrampilan, dan sikap. Pembicaraan mengenai ilmumerupakan diskusi yang selalu aktual di kalangan para failosof pendidikan. Ilmuyang dimaksud dalam diskusi ini adalah ilmu sebagai objek atau sebagai produk.Ilmu adalah keyakinan yang kuat tentang sesuatu kenyataan. Atau, kemampuanmenemukan sesuatui secara apa adanya. Sebagai antonim dari kebodohan ilmudimaknai sebagai sirnanya kesamaran dan keragu-raguan. Berdasarkan objeknya ilmudapat dikategorikan menjadi ilmu Qadim yaitu ilmu tentang Dzat Allah SWT danilm Hadits yaitu ilmu tentang segala sesuatu selain Allah. Ilmu Hadits terbagimenjadi : ilmu badihi seperti ilmu tentang wujud Allah, ilmu dharuri sepertiilmu tentang materi, dan ilmu istidlali seperti ilmu tentang barunya alam.Kemuliaan ilmu bagi al-Ghazali adalah karena essensinya yang memang mulia.Ketinggian atau kemuliaan ilmu kemudian berdampak kepada derajat kemuliaan orangyang memilikinya. Para nabi dan ulama pewaris nabi, dimuliakan oleh Allah adalahkarena mereka memiliki ilmu atau pengetahuan tentang ilmu pengetahuan yangbersifdat dharuri yaitu ilmu tentang keesaan Allah (Ilmu al-Tawhid).Para ahli didik muslim melakukan klasifikasi terhadap ilmu yang ada dengansudut pandang berbeda-beda. Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu sesudah mengalamimasa krisis dan memasuki dunia tasawuf. Ibnu Khaldun, setelah bertahun-tahunmelakukan pengembaraan ke berbagai negara muslim, mengklasifikaskan ilmu menjadiilmu naqli (wahyu) dan ilmu aqli.Berdasarkan fungsinya, ilmu-ilmu keislaman diklasifikasikan menjadi empat jenisilmu. Pertama, ilmu al-Iktisab yakni ilmu tentang hukum syara yang meliputi:ilmu al-Kalam, ilmu al-Ushul, dan ilmu al-Fiqh. Kedua, ilmu al-Hikmah yaituilmu tentang kejiwaan, ketiga ilm al-Marifah yaitu ilmu tentang cara-caramensucikan jiwa dan muraqabah, dan keempat ilmu al-Isyarah yaitu ilmu tentangcara-cara mencapai musyahadah dan mukasyafah.2. Metode PembelajaranAda dua metode pokok yang dilakukan manusia dalam usahanya memperoleh ilmupengetahuan, yaitu : metode indrawi dan rasional. Metode ini dilakukan dengancara mempelajari fenomena alam semesta seperti berlaku di dunia ilmu pengetahuan.Kedua, metode wahyu dan ilham, serta mimpi (al-Ruyah al-Shadiqah). Metode keduaini dapat membantu manusia memperoleh pengetahuan khusus yang dikaruniakan olehAllah secara langsung biasanya pengetahuan tentang hal-hal yang bersifatmetafisik atau mughayyabah, peristiswa yang telah atau akan terjadi.Metode ini membantu manusia sampai kepada pengetahuan tentang alam al-Khalq danalam al-Amr, disamping alam mughayyabat. Alam al-Khalq yang dimaksud adalahnafs, dan anashir al-Arbaah (empat unsur penciptaan manusia : tanah, air, api,dan udara). Sedangkan alam al-Amr adalah qalb, ruh, dan sirr. Al-Jiliymenyebut keempat unsur penciptaan manusia itu dengan istilah falak al-Turab,falak al-Ma, falak al-Nar, dan falak al-Hawa. Dia mengelompokkannya kedalamfalak sufliyah, microcomos.Proses pembelajaran (pencarian ilmu), bagi al-Ghazali, dapat dikategorikanmenjadi : al-Talim al-Isnani dan al-Talim al-Rabbani. Proses pembelajaranmodel pertama bisa ditempuh dengan bantuan guru atau orang lain, dan juga bisaditempuh dengan jalan autodidak melalui perenungan-perenungan, atau eksperimensecara empiris.Sedangkan proses pembelajaran model kedua bisa dilalui dengan cara wahyu sepertiyang dialami para nabi dan rasul, dan bisa dengan jalan ilham. Ilmu yang diperolehdengan cara ini disebut al-Ilmu al-Ladunni yaitu ilmu yang perolehannya tidakmelalui perantara. Ilmu laduni itu bisa diperoleh dengan cara-cara yang lazimberlaku seperti melalui riyadhah secara benar dan muraqabah. Atau bisa jugadiperoleh dengan jalan mengintensifkan aktivitas tafakkur. Ilmu ini terkaitdengan masalah-masalah metafisik atau mughayyabat. Ilmu ini diharapkan dapatmemperkuat dan menyempurnakan ilmu dan keimanan .Metode yang lazim didalam proses pendidikan intelek itu adalah metode penalarandan metode perenungan terhadap kedalaman makna penciptaan alam semesta. Metodepenalaran pertama-tama dilakukan dengan cara mengosongkan akal fikiran dariinformasi-iformasi lama yang mendatangkan keragauan yang terlanjur sudah masuk kedalam akal fikiran. Kemudian, dilakukanlah proses penguatan sebelum kemudianmeyakini akan kebenarannya.Sedangkan metode kedua adalah merenungkan (tadabbur) seluruh fenomena yangterdapat di alam semesta ini berkenaan dengan aturan, hukum dan sunnah Allah yangberlaku padanya. Metode ini diharapkan dapat lebih memperkuat dan mengembangkanpotensi ruh sehingga ada keterkaitan yang kuat dan harmonisasi yang utuh antaraakal dan ruh.F. PENUTUPObjek materi filsafat adalah seagala sesuatu yang ada dan mungkin ada baik yangkonkrit (fisik) ataupun abstrak (metafisik). Sedangkan objek forma filsafatadalah hakikat segala sesuatu. Sesuatu itu termasuk didalamnya ilmu pengetahuan.Ilmu adalah produk dari filsafat, filsafat adalah the mother of knowledges.Ilmu tidak bisa dipisahkan dari filsafat karena filsafat-lah yang melahirkan ilmudan ilmu membutuhkan cara kerja filsafat.Tetapi kemudian, ilmu memisahkan diri dari filsafat. Ilmu dalam pengertiannyasebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritisuntuk tindakan praktis. Ilmu, dengan demikian, adalah pengetahuan yang memilikistruktur tersendiri. Ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri darikomponen-komponen yang saling berkaitan.Pemahaman yang lazim bahwa ilmu tidak bisa bebas dari nilai dalam arti ilmu harusdapat dipertanggung jawabkan secara sosial. Dalam bahasa agama ilmu dan amalsaleh tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Ilmu adalah sinar dan amalsaleh adalah yang disinari. Islam mengajarkan, ilmu yang berbuah amal saleh bisamenjadi pendukung peningkatan keimanan, dan kedekatan hamba dengan Allah.BAB IIPENDIDIKAN NILAIA. PENGANTARPeperangan antara kebaikan dengan kejahatan telah berlangsung cukup lama melaluiperiode pre modern, modern dan post modern saat ini. Secara spiritual kejahatanmerupakan suatu bukti atas ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan nafsu, motifdan alam bawah sadar.Pembunuhan paling primitif pun telah dilakukan sejak periode Nabi Adam AS. AlQuran menegaskan peperangan itu sudah terjadi jauh-jauh hari sebelum adanyakehidupan di muka bumi ini. Keberatan para malaikat ketika Allah mengumumkan bahwaDia akan menciptakan seorang khalifah (Adam AS) di muka bumi adalah merupakanibrah tentang nilai baik-buruk yang telah ditanamkan para khalifah sebelum Adam,yakni bangsa jin yang telah mewariskan sebuah drama kemanusiaan atau axiologicaltragicomedy.)30 )Artinya:ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendakmenjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendakmenjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya danmenumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau danmensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidakkamu ketahui."Kissah qurani yang sangat monumental dan menagabdikan kejahatan manusiasebagai pelaku dan sekaligus pemberi contoh pertama pembunuhan, dapat diamati dariperistiwa pembunuhan yang dilakukan putra Nabi Adam AS terhadap saudarakandungnya. Allah SWT berfirman: " " ( 1 " ( . ! ". "( " Artinya:Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yangsebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salahseorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Iaberkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanyamenerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (Q.S. al-Maidah : 27)Al-Quran juga telah menunjukkan bagaimana setiap manusia dituntut menjadikandirinya penganut nilai-nilai sosial yang baik dan terpuji. Allah SWT berfirman :)261 )Artinta:perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanyadi jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuhbulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagisiapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.(Q.S. al-Baqoroh: 261)B. NILAI ILAHIYAH- INSANIYAHNilai adalah konsep mengenai pengharagaan tertinggi yang diberikan oleh masyarakatterhadap masalah-masalah pokok yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagikehidupan serta dapat membentuk tingkahlaku setiap orang. Secara sederhana nilaidapat dirumuskan sebagai sesuatu yang masih bersifat abstrak mengenai dasar-dasaryang prinsip dalam kehidupan manusia.Nilai dapat diklasifikasikan menjadi empat macam; Pertama ditinjau dari sumbernyamenjadi; nilai ilahiyah (nash), dan nilai insyaniyah (produk budaya). Keduaditinjau dari kualitasnya nilai dapat dibagi menjadi; nilai hakiki (root value),dan nilai instrumental (nilai yang bersifat sementara). Ketiga ditinjau dari segieksistensinya nilai dapat dibagi menjadi; nilai Universal dan nilai lokal. Keempatditinjau dari segi masa berlakunya nilai dapat dibagi menjadi; nilai abadi(eternal), nilai pasang surut (aksedemntal), dan nilai temporal (sesaat).Nilai secara turun temurun diajarkan kepada generasi muda melaluipenanaman kebiasaan, pelatihan dan keteladanan yang menekankan kepada kesadaramelakukan yang benar, atau baik atau terpuji dan menjauhi yang salah, atauburuk, atau tercela secara absolut. Hal yang diajarkan kepada peserta didikadalah mengenalkan pada mereka nilai baik dan salah dan memberikan pujian (reward)atau pahala dan hukuman atau sanksi (punnishment) secara langsung maupun taklangsung manakala terjadi pelanggaran. Begitulah apa yang telah dilakukan olehIslam manapun dalam membentuk karakter umatnya, yaitu dengan janji pemberianhadiah atau pahala jika berbuat kebaikan dan pemberian siksa dan dosa jika berbuatkejahatan.Internalisasi nilai-nilai pendidikan qurani yang diajarkan adalah tugasutama setiap orang dewasa, sehingga semua pihak harus terlibat. Keluarga adalahwilayah pertama untuk pembentukan karakter, penciptaan lingkungan yang kondusifdalam membangun tradisi keilmuan dan amal saleh. Begitupula masyarakat sangatberperan strategis dalam meniptakan umat yang sadar ilmu dan berperadabansebagai upaya dalam memberdayakan masyarakat ditentukan oleh al-Quran, yaitumasyarakat yang setiap anggotanya memiliki keseimbang dan keharmonisan antaraberbagai apseknya.Pendidikan bertugas membantu mentransfer dan menginternalisasikannilai-nilai qurani yang universal. Tujuan pendidikan nilai adalah untuk membantusetiap peserta didik memahami, menyadari, dan mengamalkan nilai-nilai sertamampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan sehari-hari.Pendidik sangat berperan dalam membantu proses internalisasi nilai.Pendidik adalah semua orang dewasa, baik orang tua atau guru di sekolah/madrasahatau ustadz/kyai di pesantren. Setiap anggota masyarakat berkewajiban menanamkannilai-nilai baik dan mencegah nilai-nilai buruk.Ketika Allah hendak menciptakan manusia pertama (Adam AS) sebagai khalifah pertamaterlebih dahulu Allah melakukan sidang lengkap seluruh malaikat. Sidang pun paramalaikat digelar dan tidak lupa hadir juga Iblis; yang kemudian menentangrencana Allah tersebut. Didalam sidang paripurna itu Allah mencontohkan bagaimanaperilaku seorang pemimpin dan pendidik yang selalu melibatkan bahwan atau pesertadidiknya didalam melalukan sebuah perencanaan. Ditanamkan kepada para malaikatnilai-nilai keterbukaan dan demokrasi kepemimpinan atau kependidikan. Secara jelasAl-Quran menyatakan : " " ! ! ( 1 (.(.f " . ! "1 (Artinya:Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendakmenjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendakmenjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya danmenumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau danmensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidakkamu ketahui." (Q.S. al-Baqoroh : 30).Allah SWT kemudian memperlengkapi Adam, sang calon khalifah, dengan berbagaikekayaan rohaniah. Allah mengajarkan semua ilmu pengetahuan yang akan diwariskankepada anak cuucunya, seluruh umat manusia. Sebuah langkah startegis dan taktisyang sangat tepat karena dilakukan beriringan dengan perencanaan (programming)yang komprehensif. Allah SWT dengan tegas menyatakan: " 1" Artinya;Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudianmengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku namabenda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar" (Q.S. al-Baqorih:31).Tergambar dengan jelas bahwa ayat tersebut di atas, tidak saja merekam prosesperencanaan melainkan juga melukiskan bagaimana seni Allah didalam merekrut sumberdaya yang akan membantu kepemimpinan (khilafah) Adam AS dibantu seluruh malaikatAllah. Setelah memproklamirkkan Adam di hadapan sidang para malaikat dengan sangatbijaksana Allah menggelar debat terbuka calon khalifah. Allah menunjukkan kepadaseluruh malaikat yang tunduk, taat, patuh dan berjiwa suci itu, untuk mengujikapasitas dan integritas Adam sebagai calon khalifah.Sementara para malaikat yang memiliki kecerdasan spiritual, ketika merasabahwa diri mereka benar-benar tidak mengetahui apapun selain yang telah Allah SWTajarkan kepada mereka, dengan penuh kesadaran diri mereka menyatakan Maha SuciAllah. Ungkapan ini merupakan perwujudan dari keluasan wawasan, kedalamanberfikir, ketajaman intuisi dan kerendahan hati seorang makhluk ciptaan Allah. AlQuran menyatakan dengan bahasa yang sangat jelas dan provan (shorih) tentangkecerdasan emosional dan spiritual para malaikat. ALlah SWT berfirman: . " (!!. " 1 Namun demikian, lazimnya dalam sebuah komunitas atau pergaulan sosial, selalu adanilai-nilai buruk yang muncul di tengah-tengah keteladanan yang baik dan terpuji.Al-Quran menggambarkan prakrasa nilai buruk yang peratama bernama Iblislanatullahi alaih. Iblis menghembuskan api permusuhan sebagai manifestasi darinilai buruk yang bersemanayam di dalam kubuk hatinya yang paling dalam, sifat atauakhlak tercela yaitu iri. Sifat iri pun kemudian berkembang dan munculi permukaanmenjadi sifat sombong atau takabbur (merasa diri tinggi/superior dan menganggaporang lain rendah/inferiror). Al-Quran menyatakan :" !!"" 1 ( C. SASARAN PENDIDIKAN NILAISecara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics)atau moral (morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori)lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagaithe theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatiantentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), sertatentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teoriyang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what isgood?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untukberbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacamseharusnya atau sepatutnya (ought /should). Demikianlah aksiologi terdiri darianalisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangkamenciptakan atau menemukan suatu teori nilai.Terdapat dua kategori dasar aksiologis; (1) objectivism dan (2)subjectivism. Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama: apakah nilai itubersifat bergantung atau tidak bergantung pada manusia (dependent upon orindependent of mankind)? Dari sini muncul empat pendekatan etika, dua yang pertamaberaliran obyektivisme, sedangkan dua berikutnya beraliran subyektivisme.Pertama, teori nilai intuitif (the initiative theory of value). Teori iniberpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikansuatu perangkat nilai yang bersifat ultim atau absolut. Bagaimanapun juga suatuperangkat nilai yang ultim atau absolut itu eksis dalam tatanan yang bersifatobyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tata moral yang bersifatbaku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalamhubungan antarobyek, dan validitas dari nilai obyektif ini tidak bergantung padaeksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilaitersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilakuindividual atau sosialnya selaras dengan preskripsi-preskripsi moralnya.Kedua, teori nilai rasional (the rational theory of value). Bagi merekajanganlah percaya pada nilai yang bersifat obyektif dan murni independen darimanusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia danpewahyuan supranatural.Fakta bahwa seseorang melakukan sesuatu yang benar ketika ia tahu dengannalarnya bahwa itu benar, sebagaimana fakta bahwa hanya orang jahat atau yanglalai yang melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu Tuhan. Jadidengan nalar atau peran Tuhan, seseorang menemukan nilai ultim, obyektif, absolutyang seharusnya mengarahkan perilakunya.Ketiga, teori nilai alamiah (the naturalistik theory of value). Nilaimenurutnya diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasratyang dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan,dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbingperilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental dimanakeputusan nilai tidak absolut atau masum (infallible) tetapi bersifat relatif dankontingen. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung padakondisi (kebutuhan/keinginan) manusia.Keempat, teori nilai emotif (the emotive theory of value). Jika tigaaliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teoriini memandang bahwa bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan faktual tetapihanya merupakan ekspresi emosi-emosi atau tingkah laku (attitude). Nilai tidaklebih dari suatu opini yang tidak bisa diverifikasi, sekalipun diakui bahwapenilaian (valuing) menjadi bagian penting dari tindakan manusia.Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek sebagaipengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran,kabaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai kebenaran, kabaikan,dan keindahan yang konsisten. Pendidikan nilai adalah suatu kesepakatan tentangapa yang seharusnya dilakukan untuk mengarahkan generasi muda atas nilai-nilai dankebajikan yang akan membentuknya menjadi manusia yang baik (insan kamil) yangmenjadi tujuan pendidikan Islam. Selain itu, pendidikan nilai bertujuan membentukkedewasaan intelektual dan emosianal generasi muda yang memungkinkannya untukmembuat keputusan bertanggungjawab atas hal atau permasalahan rumit yangdihadapinya dalam kehidupan. Konsep ihsan dalam Islam merupakan nilai tertinggiyang dapat dijadikan pedoman didalam mengawasi (to controll), mengarahkan danmembina fitrah suci dan prilaku keseharian peserta didik.BAB IIIPENDIDIKAN AGAMA MULTIKULTURALPendidikan agama di sekolah-sekolah umum sering mendapat kritik tajam darikalangan masyarakat kita. Pendidikan agama dipandang tidak berhasil dalammembentuk perilaku dan sikap keagamaan, yang mencerminkan imtak (iman dan takwa);juga dipandang kurang berhasil dalam menumbuhkan sikap toleran dalam menghadapiperbedaan-perbedaan di antara umat beragama, baik intra maupun antaragama. Dikalangan umat Islam sendiri terdapat banyak perbedaan dalam hal-hal keagamaan,khususnya menyangkut masalah-masalah furuiyyah (cabang atau ranting), bukan halhal pokok. Meski begitu, pertikaian dan konflik bisa muncul jika perbedaanperbedaan itu tidak disikapi umat secara bijaksana. Kebijaksanaan dan kearifanuntuk secara toleran melihat perbedaan dan keragaman, tidak bisa datang dan tumbuhsendiri, melainkan harus ditanamkan dan dikembangkan.Di sinilah peran sekolah/madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya menjadisangat krusial dan instrumental. Karena itulah pendidikan agama tetap dibutuhkan.Tentu dengan orientasi baru. Pertama, dengan menekankan perspektifmultikulturalisme yang pada dasarnya menekankan adanya pengakuan dan penghormatanatas perbedaan-perbedaan yang memang tidak bisa dielakkan umat beragama manapun;kedua, memperbaiki metode pembelajaran yang berorientasi multikultural tersebut,dari penekanan yang terlalu kuat pada aspek kognitif kepada afektif danpsikomotorik; ketiga, peningkatan kualitas guru baik dari sudut pemahaman atasagamanya sendiri maupun agama lain, sehingga mereka sendiri dapat memilikiperspektif multikulturalisme yang tepat. Wacana tentang pendidikan agama dalamperspektif multikulturalisme merupakan sesuatu yang baru, seperti masih relatifbarunya wacana tentang multikulturalisme itu sendiri di Tanah Air.Gagasan dan pembahasan tentang pendidikan agama multikultural, bahkan dalam segisegi tertentu bisa dikatakan masih cukup sensitif, khususnya mengingat terjadinyakontroversi sangat tajam menjelang penetapan UU No 20 tentang Sisdiknas 2003 lalu.Seperti diketahui, kontroversi terjadi menyangkut penyelenggaraan pendidikan agamaseperti terdapat pada pasal 12 ayat 1 butir a yang berbunyi, Setiap pesertadidik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan sesuai agamayang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Kontroversi tentangpendidikan agama ini terjadi ketika umat Islam pada satu pihak mendukungpendidikan agama dengan guru seagama, tetapi umat Kristen pada pihak lain menolak.Sekarang kontroversi itu tidak terdengar lagi, tetapi jelas masalah ini masihseperti bara dalam sekam, yang bisa membakar sewaktu-waktu, apalagi secarasporadis isu ini kadang-kadang muncul baik dalam forum nasional maupuninternasional.Pendidikan agama dengan perspektif multikultural perlu disosialisasikandan dirancang penerapannya di lembaga-lembaga pendidikan. Akhir dari segikonstelasi peraturan perundangan-undangan, khususnya UUD No 20 tentang Sisdiknas,telah tecermin dan terkandung prinsip dan perspektif pendidikan multikultural.Ketentuan tersebut pada prinsipnya memiliki dua tujuan khusus: pertama, untukmenjaga penyimpangan atau kesalahan penafsiran norma agama yang bisa terjadi jikadiajarkan pendidik yang tidak seagama; kedua, dengan adanya guru yang seagamadengan peserta didik, maka dapat lebih terjaga kerukunan hidup beragama di antarapeserta didik berbeda agama yang belajar pada satuan pendidikan yang sama; danketiga, agar terjadi profesionalisme dalam penyelenggaraan proses pembelajaran danpendidikan agama.