216422642-odontektomi
DESCRIPTION
bedah mulutTRANSCRIPT
Komplikasi Post
Odontektomi Gigi Molar
Ketiga Rahang Bawah
Impaksi Adisti Dwipayanti, Winny Adriatmoko, dan Abdul Rochim
OLEH : VEDA CHANDRIKA ADNYANA, 131610101071
LATAR BELAKANG
Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi seringkali
mengalami gangguan erupsi. Frekuensi gangguan erupsi
terbanyak pada gigi molar ketiga. Gigi dengan gangguan letak
salah benih akan menyebabkan terjadinya impaksi. Gigi
dikatakan impaksi apabila telah mengalami pembentukan
akar sempurna atau gigi mengalami kegagalan erupsi di
bidang oklusal.
Berdasar teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena
proses evolusi mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat
dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia.
Impaksi gigi dapat mengganggu fungsi pengunyah dan
sering menyebabkan berbagai komplikasi. Adanya komplikasi
akibat gigi impaksi diperlukan tindakan pencabutan. Tindakan
pencabutan gigi impaksi terutama pada gigi molar ketiga
rahang bawah dilakukan dengan pembedahan yang disebut
odontektomi. Pembedahan tersebut menyebabkan rasa sakit,
trismus dan pembengkakan. Lamanya pembedahan, insisi
dan bentuk mukoperiosteral flap mempengaruhi intensitas
dan frekuensi keluhan post operasi.
Tujuan
Mengetahui komplikasi yang
paling sering terjadi post
odontektomi molar ketiga rahang
bawah impaksi di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut FKG Universitas
Jember, berdasarkan umur, jenis
kelamin dan tingkat kesulitan.
Manfaat
Pembaca dapat mengetahui
komplikasi yang sering terjadi post
odontektomi beserta pertimbangan dalam
pencegahan terjadinya komplikasi yang
lebih berat dan penanganan lebih lanjut
dari komplikasi tersebut berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan tingkat kesulitannya.
Metode
• Observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling pada penderita gigi molar ketiga rahang bawah impaksi.
• Pemeriksaan subyektif untuk mendapatkan data tentang keluhan pasien pos odontektomi
• Pemeriksaan obyektif untuk mendapatkan data komplikasi post odontektomi antara lain trismus, dry socket dan edema.
Alat dan Bahan
Alat :
• Kaca Mulut
• Sonde
• Pinset
• Jangka sorong
Bahan :
• Alcohol handscoone
• Masker
• Blangko pengambilan data
Hasil
Dalam penelitian didapatkan 23 laki-laki dan 40 perempuan
penderita gigi molar ketiga rahang bawah impaksi yang dilakukan
odontektomi.
Berdasarkan jenis kelamin, komplikasi post odontektomi yang
terjadi pada hari ke-1 didapatkan 13 penderita laki-laki (20,63%) dan 30
penderita perempuan (47,62%). Pada hari ke-4 didapatkan 2 penderita laki-
laki (3,175%) dan 21 penderita perempuan (33,33%) masih mengalami
komplikasi.
Data penelitian menunujukkan, dari 63 penderita odontektomi
terdapat 24 penderita usia 20-21 tahun, 14 penderita usia 22-23 tahun, 14
penderita 24-25 tahun, 8 penderita usia 26027 tahun, 1 penderita usia 30-31
tahun dan 2 penderita usia 32-33 tahun.
Berdasarkan uji chi-square pada hari ke-1, komplikasi post
odntektomi terbanyak pada kelompok usia 20-21 tahun (28,6%). Pada hari
ke-4 terjadi penurunan yang masih mengalami komplikasi, paling besar
terjadi pada kelompok usia 20-21 tahun (19%).
Berdasar data penelitian, dari 63 penderita odontektomi terdapat 24
penderita memiliki kasus derajat kesulitan ringan, 38 penderita
dengan derajat kesulitan sedang dan 1 penderita dengan derajat
kesulitan berat. Hasil uji chi-square pada hari ke-1 berdasarkan
derajat kesulitan, komplikasi sebagian besar terjadi pada derajat
kesulitan sedang sebanyak 26 penderita(41,3%) dan pada hari ke-4
terjadi pada derajat kesulitan sedang sebanyak 15 penderita(23,8%).
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan
bahwa perempuan lebih sering mengalami
komplikasi post odontektomi, meskipun perbedaan
hasil uji chi-square tidak terlalu signifikan. Hal ini
sesuai dengan teori Martin.
Perempuan lebih mendominasi jumlah
penderita gigi impaksi yang harus diodontektomi.
Hal ini sesuai dengan anggapan bahwa jenis
kelamin berpengaruh pada kecepatan erupsi gigi.
Di mana perempuan lebih cepat mengalami erupsi
gigi.
Berdasarkan usia, komplikasi sebagian
besar berada pada usia 20-21 tahun karena
sebagian besar impaksi gigi yang dilakukan
odontektomi berada pada usia muda.
Batas maksimal pencabutan molar ketiga
rahang bawah yaitu 21-25 tahun dan dominan
sampai usia 35 tahun. Odontektomi dini akan
membuat penyembuhan menjadi lebih baik.
Penyembuhan jaringan periodontal akan lebih baik
karena regenarasi tulang dan reattachment
gingival terhadap gigi lebih baik. Sedangkan
odontektomi sesudah usia setelah 25-26 tahun
akan lebih sulit karena terjadi mineralisasi tulang
dan celah ligamen periodontium / folikular
mengecil atau tidak ada.
Berdasarkan tingkat kesulitan, tidak ada
perbedaan yang signifikan. Hal ini karena
sebagian besar penderita berada pada tingkat
kesulitan ringan dan sedang.
Komplikasi itu sendiri juga bergantung pada
individual. Semakin dalam letak gigi impaksi,
semakin banyak tulang yang menutupi, serta
semakin besar penyimpangan angulasi gigi
impaksi dari kesejajaran terhadap sumbu molar
kedua, makin sulit pula pencabutannya.
Edema yang disertai trismus adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Edema sebagai akibat trauma dan merupakan reaksi normal jaringan karena pencabutan. Trimus disebabkan oleh edema pasca bedah. Hal ini didukung oleh pendapat Osmani, edema sekitar bekas pembedahan molar ketiga akan menyebabkan perubahan jaringan sekitarnya dan muskulus pengunyahan mengalami kontraksi sehingga akan menimbulkan trismus.
Adanya penderita Paraestesi terjadi karena kerusakan nervus.Namun secara umum dari hari ke-1 sampai ke-4 terjadi penurunan jumlah komplikasi karena penyembuhan.
Kesimpulannya, komplikasi post odontektomi molar ketiga rahang bawah lebih sering dialami perempuan, pada usia 20-21 tahun dengan derajat kesulitan sedang. Komplikasi yang sering terjadi yaitu edema yang disertai trismus.
Daftar Pustaka
1. Istiati S. Hubungan antara molar ketiga impaksi dengan imunilogik psikoneurotik dan psikoneuroimunologik.
Majalah Ilmiah KG, FKG USAKTI 1996; 2 (Edisi Khusus
Foril V): 630.
2. Tetsch P, Wagner W. 1982 Pencabutan gigi molar ketiga.
Agus Djaya, editor. Operative extraction of wisdom
teeth. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1992.
h. 1-130.
3. Schuurs AHB. 1988. Patologi gigi geligi: Kelainan-
kelainan jaringan keras gigi. Sutatmi Suryo, editor.
Gebitspathologie: afwijikingen van de harde
tandweefsels. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 1993. h.125-28.
4. Hasyim, Raimud D. Keberhasilan tindakan bedah gigi
molar tiga bawah impaksi dengan modifikasi flap:
pengalaman klinik. Semarang: Kumpulan Makalah
Ilmiah Kongres PDGI XVIII. 1992. h.192.
5. Pedersen GO. 1988. Bedah mulut. Purwanto,
Basoeseno, editor. Oral surgery. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996. h. 60-100.
6. Villena, Mario RM. Complication after extraction of the
third molar: a series of 379 extraction. Avalaible from:
URL:http://www.seychelles.net/sdmj/orig7.htm.
Diakses tahun 1999.
7. Faiez N, Hattab, Irbid J. Positional changes and eruptin
of impacted mandibular third molar in young adult: A
radiographic 4-years follow up study. Journal Oral
Surgery Oral Medicine Oral Pathology 1997; 84(6):82.
8. Sulistyani, Lilis D. Metode praktis pengangkatan molar
tiga bawah. Jakarta: Kumpulan Makalah KPPIKG X
FKG Universitas Indonesia; 1994. h. 44-47.
9. Asmordjo, Muchlis. Hubungan antara pembengkakan
pipi dengan trismus pasca odontektomi impaksi gigi
molar ketiga. Semarang: Kumpulan Makalah ilmiah
Kongres PDGI XVIII; 1992. h. 521.
10. Soemartono. Penggunaan mouth gage sederhana untuk
perawatan trismus pasca pencabutan gigi. Majalah
Kedokteran Gigi 2003; Edisi Khusus Temu Ilmiah
Nasional III:323.
11. Osmani, Shaukat. Efek pemberian dexamethason untuk
mencegah terjadinya trismus pasca odontektomi molar
ketiga rahang bawah terpendam. Dentika Dental
Journal 2001; 6(1):260.
12. Lawler W, Ali A, William J. Buku pintar patologi untuk
kedokteran gigi. Agus Djaya, editor. Essential pathology
for dental students. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1992. h. 9-15.