211 bab v pendidikan anak usia dini bab v menjelaskan
TRANSCRIPT
211
BAB V
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Bab V menjelaskan tentang: (A) kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini, (B)
pendidikan sastra untuk PAUD dengan Nyanyian Kanak, (C) implikasi dimensi
emosional dan spiritual Nyanyian Kanak pada Pendidikan Anak Usia Dini, dan
(D) implementasi penggunaan Nyanyian Kanak pada Pendidikan Anak Usia Dini
A. Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini
Anak adalah penerus generasi keluarga dan bangsa yang perlu mendapat
pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan
pesat, sehingga akan tumbuh menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang
tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan dan ketrampilan yang
bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi keluarga, lembaga-lembaga pendidikan
berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan berbagai macam stimulasi
dan bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta generasi penerus yang tangguh.
Sementara itu, perubahan pandangan dalam dunia pendidikan dan berbagai
perkembangan dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) membawa
dampak pada berbagai aspek pendidikan, termasuk pada kebijakan pendidikan.
Undang-undang Sistem Penddikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal dan informal. PAUD pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-
kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sejenis. PAUD jalur
212
nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA)
atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan PAUD jalur informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan
(Syarah, 2009: 1).
Hingga hari ini pun masih banyak orang tua yang mengharapkan anak-
anaknya pintar, terlahir dengan IQ (intelligence quotient) diatas level normal.
Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri. Ia berhubungan dengan pola asuh,
hubungan anak dengan orang tua, kebiasaan belajar, dan faktor lingkungan
lainnya.
Intelligence adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir
rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Dalam arti yang lebih
luas, para ahli mengartikan intelligence sebagai suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Bukan semata-mata mencerminkan
dimensi terbaik seseorang (Syarah, 2009: 1).
Untuk dapat meningkatkan dimensi emosional, bisa dikatakan bahwa hal itu
sama saja dengan mengubah struktur kimia otak anak. Atau tepatnya, mendidik
mereka suatu cara mengendalikan fungsi otaknya. Karena emosi bukanlah
gagasan abstrak yang telah diciptakan oleh para psikolog, melainkan sesuatu yang
sangat nyata. Martuti (2009: 24) mengatakan bahwa emosi menyiratkan adanya
kecenderungan bertindak dan merupakan hal mutlak dalam emosi. Karena itu,
emosi menyiapkan seseorang untuk menanggapi pristiwa yang mendesak tanpa
membuang waktu untuk memikirkan reaksi yang diberikan. Dengan ini kita dapat
mengajari anak bagaimana cara mengubah biokimia emosi mereka, membantu
213
mereka agar lebih adaptif, lebih mampu mengendalikan diri, dan merasakan
kebahagiaan yang murni.
Dimensi spiritual merupakan satu lagi dimensi yang harus dimiliki oleh
manusia, jika ingin mencapai kebahagiaan, yang pada kenyataannya bagi orang
yang tidak mempercayai terdapat hal lebih besar diluar dirinya, tak akan
mempunyai kemampuan untuk mencerdaskan spiritualnya. Walaupun
sesungguhnya spiritualitas tidaklah identik dengan religiusitas, sekalipun
keduanya sangat berdekatan dan saling menopang. Zohar dan Marshall (2007:
63) mengatakan bahwa spiritual berarti sesuatu yang memberikan kehidupan
atau vitalitas pada sebuah sistem.
Nggermanto (2005: 113) mengatakan bahwa nilai spiritual adalah sumber
yang mengilhami dan mengangkat semangat kita dan mengikat kita pada
kebenaran tanpa batas waktu mengenai aspek humanitas. Karena itu, spiritualitas
merupakan dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, dan moral. Spiritual
memberi arah dan arti pada kehidupan, dan akan terus hidup menjadi indah karena
diri manusia tidak dikurung oleh batas-batas fisik.
Untuk membangun dan mengembangkan PAUD, berbagai kebijakan telah
dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari sistem perundang-undangan, sampai
dengan hal-hal yang bersifat teknis operasional. Berbagai ketentuan tentang
Pendidikan Anak Usia Dini termuat dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, khususnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
sampai dengan jenjang pendidikan tinggi.
214
Sebagai implementasi dari undang-undang tersebut Pemerintah telah
mengeluarkan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan UU No.
14/2005 tentang Guru dan Dosen, dimana salah satu ketentuannya menyebutkan
bahwa pendidik anak usia dini wajib memiliki kualifikasi akademik pendidikan
minimum D-IV atau S1 serta kompetensi sebagai pendidik. Para calon guru yang
telah memiliki kualifikasi akademik S1 dan kompetensi sebagai pendidik,
selanjutnya harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat
pendidik. Selain perundang-undangan, telah ditetapkan pula kebijakan pemerintah
berkenaan dengan tugas dan ekspektasi kinerja guru PAUD. Arah kebijakan
tersebut berkenaan dengan pengembangan konsep PAUD, pengembangan
pendidikan guru anak usia dini, pengembangan anak sesuai dengan potensinya
secara optimal, serta pengembangan sarana dan prasarananya.
Pendidikan Anak Usia Dini dianggap penting karena ketika anak lahir telah
dibekali oleh Tuhan dengan berbagai potensi genetis, tetapi lingkungan memberi
peran sangat besar dalam pembentukan sikap kepribadian dan pengembangan
kemampuan anak. Selain itu jaringan otak manusia yang paling menentukan
terjadi ketika anak masih berusia dini, dan usia 4 tahun pertama merupakan usia
yang paling rawan. Perlu diperhatikan dari anak adalah seberapa jauh anak merasa
diperhatikan, diberi kebebasan atau kesempatan untuk mengekspresikan ide-
idenya, dihargai hasil karya atau prestasinya, didengar isi hatinya, tidak ada
paksaan atau tekanan, ancaman terhadap dirinya dan mendapatkan layanan
pendidikan sesuai tingkat usia dan perkembangan kejiwaannya.
215
B. Pendidikan Sastra untuk PAUD dengan Nyanyian Kanak.
Di antara strategi implikasi dimensi emosional dan spiritual Nyanyian
Kanak pada PAUD ialah melalui pendidikan sastra. Pendidikan sastra bertujuan
untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses
kreatif sastra. Kompetensi yang diasah dalam pendidikan sastra adalah
kemampuan menikmati karya sastra dan menghargai karya sastra (Siswanto,
2008: 168). Ini berarti peserta diajak untuk langsung menikmati dan memahami
karya sastra.
Secara umum tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia dibidang sastra menurut kurikulum 2004 adalah agar (1) peserta didik
mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa; dan (2) peserta didik menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia
(Siswanto, 2008: 168-169).
Tujuan tersebut dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis sastra. Kemampuan mendengarkan sastra dikatakan
Siswanto (2008: 169) meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan
mengapresiasi karya sastra baik asli maupun saduran/terjemahan, sesuai dengan
tingkat kemampuan peserta didik.
Transformasi dimensi emosional dan spiritual dapat dilaksanakan melalui
pendidikan sastra. Menurut Siswanto (2008: 169) bahwa melalui sastra kira bisa
mengembangkan peserta didik dalam hal keseimbangan antara spiritual,
216
emosional, etika, logika, estetika, dan kinestetika; pengembangan kecakapan
hidup, serta pendidikan kemenyeluruhan dan kemitraan.
Pendidikan sastra pada kelompok Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
sangat strategis digunakan untuk mengembangkan kompetensi atau dimensi
emosional dan spiritual peserta didik, karena memang dapat diasah melalui
pendidikan sastra. Berkenaan dengan kompetensi emosional dikatakan Siswanto
(2008: 172) sebagaimana berikut:
kompetensi emosional merupakan kompetensi untuk memahami diri sendiri dan orang lain. Kemampuan untuk memahami diri sendiri (intrapersonal) antara lain dapat berupa kemandirian, ketahanbantingan, keindependenan, kreativitas, produktivitas, kejujuran, keberanian, keadilan, keterbukaan, mengelola diri sendiri, dan menempatkan diri sendiri secara bermakna serta berorientasi pada keunggulan yang sesuai dengan kehidupan global. Kemampuan untuk memahami orang lain memungkinkan peserta didik untuk bekerja sama dengan orang lain secara multikultural dengan baik.
Selanjutnya berkeaitan dengan kompetensi spiritual dikatakan Siswanto
(2008: 172) sebagaimana berikut:
Kompetensi spiritual adalah kemampuan seseorang yang memiliki kecakapan transenden, kesadaran yang tinggi untuk menjalani ke-hidupan, menggunakan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan permasalahan hidup, dan berbudi luhur. Ia mampu berhubungan dengan baik dengan Tuhan, manusia, alam dan dirinya sendiri. Pendidikan sastra di sekolah termasuk kepada PAUD hendaknya digunakan
sebagai salah satu unsur kecakapan untuk hidup yang dibakukan dan harus dicapai
oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Dalam kurikulum 2004 kecakapan
ini disebut dengan standar kompetensi lintas kurikum. Siswanto (2008: 173)
mengatakan kecakapan hidup dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu: (1)
kecakapan mengenal diri [self awareness] atau kecakapan personal, (2) kecakapan
217
berpikir rasional [thinking skill], (3) kecakapan sosial [social skill], (4) kecakapan
akademik [academic skill], dan (5) kecakapan vokasional [vocational skill].
Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan bagian dan pencapaian
tujuan pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kompetensi yang dimiliki oleh anak setelah menyelesaikan pendidikan anak
usia dini dan melanjutkan ke pendidikan selanjutnya adalah menjadi makhluk
mulia yang tekun beribadah dan berperilaku sopan dan baik, dimensi kinestetik
dengan gerakan halus dan kasar, mampu menyampaikan komunikasi dengan aktif
dan santun, cara berpikirnya logis, kritis dalam memecahkan masalah, memiliki
interes atau kreatif yang baik terhadap musik, adanya kecintaan pada alam sekitar,
adat, dan budaya. Pencapaian kompetensi ini antara lain dilakukan melalui
bermain sesuai dengan tingkat kemampuan anak, memperhatikan perbedaan
individual anak, adanya suasana penuh perhatian dan kasih sayang pada anak, dan
memperhatikan kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat.
Nyanyian Kanak Masyarakat Tambelan merupakan bentuk tradisi lisan yang
diungkapkan melalui nyanyian. Simalungun (2007: 1) mengatakan bahwa
nyanyian adalah ungkapan perasaan hati yang dalam yang disertai melodi dan
disuarakan secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri. Kemudian Yusof
218
(2005: 8) mengatakan bahwa nyanyian ini mempunyai pesan keagamaan, ketaatan
kepada ibu bapa, serta pembinaan perwatakan yang baik yang membantu
menyemai nilai murni dalam jiwa anak. Seterusnya Nurgiyantoro (2005: 100-101)
mengatakan bahwa nyanyian itu mempunyai beragam maksud, misalnya
meninabobokan, membuatnya terlena dan segera tidur, membuatnya senang, atau
sesuatu yang lain.
Penggunaan tradisi lisan Nyanyian Kanak Masyarakat Tambelan
Kepulauan Riau sebagai bahan ajar di PAUD, sejalan dengan keinginan
Kementerian Pendidikan Nasional yang memang berjanji menjadikan tradisi lisan
sebagai salah satu bahan ajar untuk pengembangan karakter bangsa. Kearifan
lokal dalam tradisi lisan diyakini bisa kembali menyadarkan pentingnya
kehidupan multikultural. Wamendiknas Fasli Jalal saat membuka Seminar
Internasional Tradisi Lisan VII di Pangkal Pinang, Sabtu (20/11/2010),
menjanjikan bahwa, Kementerian Pendidikan Nasional akan menjadikan tradisi
lisan Nusantara sebagai salah satu bahan ajar. Lembaga Peningkatan Mutu
Pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan Nasional akan dilibatkan untuk
menggagas kompetensi guru dan tenaga pendidik yang dibekali pengetahuan soal
tradisi lisan lokal. Diakui pentingnya tradisi lisan sebagai salah satu stimulus bagi
pengembangan pendidikan anak usia dini. Tradisi lisan membantu anak didik,
terutama di usia dini, mengembangkan mimpi dan karakter mereka saat dewasa.
Lebih lanjut Wamendiknas Fasli Jalal mengatakan bahwa:
karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultur dan menghargai keharmonisan mestinya bisa dibentuk sejak awal jika tradisi lisan tetap hidup dan menjadi stimulus setiap anak didik. Anak ketika lahir sudah diberkati Tuhan dengan 100 miliar sel otak. Saya
219
membayangkan tradisi lisan yang sudah embedded dalam kultur bangsa ini bisa menjadi stimulus bagi pengembangan sel-sel otak anak. Kalau sel-sel otak ini distimulasi dengan kekayaan dalam tradisi lisan Nusantara, mereka tidak akan mati, dan menyelamatkan anak Indonesia dari kebodohan. Nyanyian Kanak sama dengan nursery rhymes, yaitu senandung orang tua
untuk bayi dan anak sejak dalam buaian. Syairnya tidak hanya kata-kata
sederhana namun tercakup pula cerita-cerita atau dongeng. Dari nyanyian
sederhana ini, ternyata memiliki banyak manfaat untuk ibu dan bayi. Sebelum
bernyanyi, pastikan paham dan kenal dengan nursery rhymes yang akan
disenandungkan. Lagu yang tepat usia dan suasana akan membuat anak merasa
nyaman, dan jangan lupa, usahakan kontak mata (http://mall-baby.com/news/47/).
Melalui Nyanyian Kanak di PAUD yang berkaitan dengan dimensi
emosional dan spiritual, anak akan menjadi terbiasa untuk berbuat sesuatu tanpa
terpaksa. Bila anak dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan
tumbuh menjadi baik. Sebaliknya jika anak dibiasakan dengan keburukan serta
terlantarkan niscaya ia akan menjadi orang yang berperilaku buruk dan cenderung
merusak. Secara prinsip bentuk pembiasaan yang baik berdimensi emosional dan
spiritual yang perlu diberikan pada anak menurut Mardiya
(http://mardiya.wordpress.com) ada 14 macam, yaitu :
(1) berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan; (2) beribadah sesuai aturan dan keyakinannya; (3) berbuat baik terhadap sesama makhluk Tuhan; (4) selalu memberi dan membalas salam, berbicara dengan suara yang lemah dan teratur (tidak berteriak), mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu; (5) membedakan mana yang benar dan salah; (6) mentaati peraturan yang ada; (7) menghormati orang tua dan orang yang lebih tua, mendengarkan dan memperhatikan orang lain berbicara; (8) berbahasa sopan dan bermuka manis; (9) senang bermain dan bekerjasama dengan orang lain, dapat memuji, mengakui
220
kelebihan teman/orang lain; (10) berani bertanya, mengemukakan pendapat dan mampu mengambil keputusan secara sederhana; (11) suka menolong, mau memohon dan memberi maaf; (12) menolong diri sendiri, memelihara kebersihan diri dan lingkungannya; (13) berhemat; (14) bertanggung jawab.
Tertanamnya dimensi emosional dan spiritual secara baik pada anak, anak
akan mampu menfilter pengaruh buruk dari luar. Mampu memilih hal yang pantas
dan tidak pantas untuk dilakukan sebagai seorang anak, mampu membedakan baik
buruk, serta antara yang hak dengan yang bukan haknya. Oleh karenanya, ia siap
untuk dididik menjadi generasi penerus bangsa yang dapat diharapkan perannya
dalam pembangunan menuju kebesaran dan kejayaan bangsa di kemudian hari.
Anak-anak dilahirkan dengan potensi spiritual yang tinggi, tetapi perlakuan
orangtua dan lingkungan yang menyebabkan mereka kehilangan potensi spiritual
tersebut. Padahal pengembangan potensi spiritual sejak dini akan memberi dasar
bagi terbentuknya potensi emosional pada usia selanjutnya.
Berkenanan dengan uraian tersebut, maka Nyanyian Kanak pada umumnya
mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama atau kolektif. Karena
memang telah digunakan dalam pengasuhan anak dalam buaian, maka dengan
lajunya perkembangan dunia pendidikan sangatlah mungkin Nyanyian Kanak
tersebut digunakan dalam pendidikan anak usia dini baik melalui jalur sekolah,
luar sekolah dan keluarga, khususnya untuk mentransformasi dimensi emosional
dan spiritual kepada anak.
221
C. Implikasi Dimensi Emosional dan Spiritual Nyanyian Kanak pada PAUD
Anak usia dini memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik. Secara fisik pertumbuhan anak usia dini sangat pesat, tinggi badan
dan berat badan anak bertambah cukup pesat, dibanding dengan pertumbuhan
pada usia diatasnya. Begitu pula pertumbuhan otak anak, otak sebagai pusat
koordinasi berbagai kemampuan manusia tumpuh sangat pesat pada anak usia
dini. Pada usia 4 tahun pertumbuhan otak anak sudah mendekati 80 % sempuma.
Pada usia 4-12 tahun pertumbuhan otak tersebut mencapai kesempumaan.
Pemberian stimulasi pendidikan pada saat pertumbuhan fisik anak yang pesat dan
otak sedang tumbuh dan mengalami kelenturan atau pada usia kematangannya
akan mendapat hasil yang maksimal disbandingkan pada usia sebelum dan
sesudahnya. Dengan demikian sebagai pendidik perlu memahami kapan
munculnya masa peka atau usia kematangan anak tersebut (Setiawati, 2006: 42).
Di samping pertumbuhan, perkembangan anak usia dinipun muncul
dengan pesat. Setiawati (2006:42), mengatakan bahwa berbagai macam aspek
yang berkembang sering dikelompokkkan sebagai perkembangan fisik (motorik
halus dan kasar), inteligensi (daya piker dan daya cipta), bahasa (kosa kata,
komuikasi), social-emosional (sikap, kebiasaan, perilaku, moral). Pada usia dini
perkembangan masing-masing aspek memiliki karakteistik khusus yang berbeda
pada usia-usia tertentu. Pemberian stimulasi yang sesuai dengan karakteristik
perkembangan anak akan menjadikan berbagai aspek perkembangan anak
berkembang maksimal. Dengan demikian pemahaman para pendidik terhadap
222
berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini sangat diperlukan guna
memberikan perlakuan yang baik pada anak didiknya.
1. Implikasi Dimensi Emosional Nyanyian Kanak pada PAUD
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi
merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Dimensi
emosional yang difokuskan dalam kajian ini meliputi kesadaran diri, pengelolaan
emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati, dan membina hubungan.
Emosi pada anak, pada abad pertengahan, muncul anggapan bahwa anak adalah
orang dewasa dalam bentuk mini sehingga perlakuan yang diberikan oleh
lingkungan sama dengan perlakuan yang diberikan terhadap orang dewasa. Pada
tahun-tahun setelah itu, berkembang ide bahwa masa anak merupakan periode
perkembangan yang khusus karena memiliki kebutuhan psikologis, pendidikan,
serta kondisi fisik yang khas dan berbeda dengan orang dewasa.
Pada usia awal anak suka bermain fantasi dan memungkinkan anak-anak
untuk berperilaku berbeda dengan cara yang aman dan memperoleh perasaan yang
kuat karena merasa diterima oleh teman-teman imajiner mereka. Berfantasi juga
membantu perkembangan sosial anak. Dengan berfantasi, mereka belajar untuk
menyelesaikan konflik dengan orang tua atau anak-anak lain, sehingga membantu
mereka melampiaskan frustrasi dan mempertahankan harga diri.
Untuk membahas implikasi dimensi emosional ini, maka kajian teori pada
penelitian ini tetap menjadi acuan, seperti Goleman (2002), Martuti (2009),
Hurlock (2002), Suseno (2009), Muallifah (2009) Gozali (2009), Alkarimi (2009),
Papalia et al (2009), dan Fakhrurrozi (2009). Dimensi emosional yang banyak
223
disebut akhir-akhir ini dengan dimensi emosional kini menjadi perhatian dan
prioritas. Dimensi emosional merupakan bekal terpenting dalam mempersiapkan
anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil
dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil
secara akademis. Selain itu, dimensi emosi juga sangat penting dalam hubungan
pola asuh anak dengan orang tua.
Dimensi emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali,
mengekspresikan, dan mengelola emosi, baik emosi dirinya anak itu sendiri
maupun orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerja
sama sebagai tim yang mengacu pada produktifutas dan bukan konflik. Ternyata
hasil penelitian menyebutkan bahwa untuk sukses dalam hidup, peran IQ ternyata
hanya 20 %. Selebihnya adalah dimensi emosional (EI/EQ). Di dunia IQ rata-rata
meningkat menjadi lebih baik sebanyak 20 % . Namun kenaikan ini berbanding
terbalik dengan moral manusia. Tanpa cinta, atensi, dan apresiasi dalam hidup,
sebagaimana lazimnya dalam pola asuh yang keliru, melahirkan anak yang tidak
baik dimensi emosionalnya, cenderung merusak diri dan lingkungannya.
Peranan penting dimensi emosional dalam proses kegiatan PAUD dengan
Nyanyian Kanak, di mana emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran pikiran
khasnya ( keadaan biologis atau psikisnya), serta serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Terdapat banyak emosi beragam campurannya, misalnya, (1)
Amarah; beringas mengamuk, benci, jengkel, kesal hati, berang, tersinggung,
bermusuhan dan lainnya. (2) Rasa takut; cemas, gugup, khawatir, fobia, tidak
tenang dan lainnyal. (3) Kenikmatan ; bahagia gembira, puas, bangga, terpesona
224
dan senang. (4) Cinta; kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat
kasmaran dan lainnya.
Dimensi emosional tersebut dapat mengharuskan pendidik yang ingin
menjadi seorang profesional tidak boleh mengabaikan dimensi emosional untuk
menjadi modal dalam membantu anak didik meraih kebahagiaan dan masa depan
yang baik.
Masa depan tersebut harus tercapai melalui implikasi penggunaan media
Nyanyian Kanak tersebut di PAUD, yaitu: (1) Mengenali emosi diri: inti dan
dimensi emosional adalah kesadaran akan perasaan diri sendiri yang timbul dalam
diri sehingga dapat memahami dan menyikapinya dengan baik atau positif; (2)
Mengelola emosi: emosi bukan untuk ditekan, karena setiap perasaan mempunyai
nilai dan makna. Sebagaimana yang diamati Ariestoteles yang dikehendaki adalah
ekspresi yang wajar, yakni adanya keselarasan antara perasaan dan lingkungan,
sehingga dapat mengendalikan diri; (3) Memotivasi diri sendiri: dimensi
emosional dapat menjadi dimensi yang utama apabila pengelolaan tingkat emosi
dengan jalan mempertinggi kemampuan lainnya; (4) Mengenali emosi orang lain:
akar permasalahan disini adalah empati yang artinya adalah ikut merasakan
perasaan orang lain. Dan hal ini tumbuh sejak usia balita; dan (5) Membina
hubungan sosial: Salah satu kunci kecakapan sosial adalah seberapak baik atau
buruk seseorang mengungkapkan perasaanya sendiri.
Dalam bersosialisasi hendaknya kita mempunyai tampilan emosi yang
baik. Karena dimensi emosional menyangkut dalam menangani hubungan sosial
dan dapat menularkan emosi positif. Sebagai pendidik yang terampil secara
225
emosional dapat sangat membantu anak didik dengan memberikan ketrampilan
emosional di sekolah. Hasil dari anak yang telah mendapatklan pendidikan
dimensi emosional dengan Nyanyian Kanak dengan baik akan mempunyai
karakter sebagai berikut; (1) Lebih pintar menangani emosi dan lebih stabil,
sehingga disukai banyak anak didik yang lain juga guru; (2) Lebih dapat
berkonsentrasi dalan kegiatan pendidikan; (3) Lebih bertanggung jawab atas
tugas-tugas yang diberikan dan lebih tegas (dalam menjauhi kecurangan-
kecurangan dalan proses belajar mengajar); (4) Lebih memahami orang lain; (5)
Lebih terampil dalam menyeleseikan konflik (cerdas dalam pemecahan masalah);
(6) Berfikir dahulu sebelum bertindak, kematangan emosi membuat tenang alam
bertindak dan mengambil keputusan; dan (7) Lebih memahami akibat dari tindak
tanduk mereka.
Berkenaan dengan uraian di atas, maka dimensi emosional ini semakin
perlu dipahami, dimiliki dan diperhatikan dalam pengembanganya karena
mengingat kondisi kehidupan dewasa ini yang semakin kompleks. Kehidupan
yang semakin kompleks ini memberikan dampak yang sangat buruk terhadap
konstelasi kehidupan emosional individu. Oleh karena itu, pada PAUD dimensi
emosional ini dapat dilatih, dibina dan dididik dengan menggunakan Nyanyian
Kanak, baik diterapkan dalam bentuk bermain, bernyanyi dan bercerita.
2. Implikasi Dimensi Spiritual Nyanyian Kanak pada PAUD
Anak-anak dilahirkan dengan dimensi spiritual yang tinggi, tetapi
perlakuan orangtua dan lingkungan yang menyebabkan mereka kehilangan
potensi spiritual tersebut. Padahal pengembangan dimensi spiritual sejak dini akan
226
memberi dasar bagi terbentuknya dimensi intelektual dan emosional pada usia
selanjutnya. Krisis akhlak yang menimpa Indonesia berawal dari lemahnya
penanaman nilai spiritual terhadap anak pada usia dini. Pembentukan akhlak
terkait erat dengan dimensi emosi, sementara itu dimensi itu tidak akan berarti
tanpa ditopang oleh dimensi spiritual. Prasekolah atau usia balita adalah awal
yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak. Namun, yang terjadi
sebaliknya, anak lebih banyak dipaksa untuk mengekplorasi bentuk dimensi yang
lain, khususnya dimensi intelektual, sehingga anak sejak awal sudah ditekankan
untuk selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik, sehingga menyebakan
tercerabutnya kepekaan anak.
Untuk membahas implikasi dimensi spiritual Nyanyian Kanak pada
PAUD, maka kajian teori pada bagian terdahulu digunakan, yaitu: Nashori dan
Mucharam (2002), Daryati (2007), Agustian (2005), Khan (2000), Prijasaksono
dan Erningpraja (2003), Zohar dan Marshall (2005), Nggermanto (2005)dan
Djamarah (2004). Dimensi spiritual melupakan kelanjutan mata rantai keilmuan
dalam bidang psikologi, setelah keberadaan pengukuran dimensi melalui metode
IQ dan EQ, semakin dipertanyakan. Kelemahan dasar dari konsep IQ dan skor IQ
ternyata dapat ditingkatkan secara signifikan melalui pelatihan yang tepat.
Pengetahuan spiritual perlu ditancapkan ke ranah kesadaran. Karena spiritualitas
sebatas pengetahuan menjadi tidak bermakna. Orang yang cerdas secara spiritual
bukan berarti kaya dengan pengetahuan spiritual, melainkan sudah merambah ke
dalam kesadaran spiritual. Kesadaran ini terefleksikan ke dalam kehidupan sehari-
227
hari, menjadi sikap hidup yang arif dan bijak secara spiritual, toleran, terbuka,
jujur, cinta kasih dan lain-lain.
Perspektif dimensi spiritual merupakan pembimbing untuk meraih
kebahagiaan spiritual. Sebagai makhluk spiritual, kebahagiaan manusia tidak bisa
lagi diukur dengan uang, kesuksessan, kepuasan seksual dan lain-lain, tetapi
kebahagiaan yang diletakan pada wilayah spiritual. Dengan demikian jika dimensi
IQ bersandarkan pada nalar, rasio intelektual, sementara dimensi emosi (EQ)
bersandar pada emosi, maka hakikat dimensi spiritual (SQ) disandarkan kepada
dimensi jiwa, ruhani dan spiritual. Dimensi spiritual adalah dimensi spiritual
generasi ketiga yang diyakini mampu melahirkan kembali manusia setelah sekian
lama mengalami alienasi dan dioreientasi hidup.
Dan makna dimensi spiritual pada anak adalah, bukan berarti anak mampu
melakukan ritual keagamaandengan baik, tetapi anak percaya ada kekuatan non
fisikyang melebihi kekuatan manusia. Sebuah kesadaran yang menghubungkan
manusia dengan Tuhan lewat hati nurani. Hakikat spiritual anak-anak tercermin
dalam sikap spontan, imajinasi, dan kreatifitas yang tidak terbatas, dan semua ini
dilakukan dengan terbuka dan ceria. Sesungguhnya dimensi spiritual tidak identik
dengan religiusitas, sekalipun keduanya sangat berdekatan dan saling menopang.
Spiritualitas adalah, dasar bagi tumbuhnya harga diri,nilai-nilai dan moral.
Spiritualitas memberi arah dan arti pada kehidupan.
Mengembangkan dimensi spiritual kepada anak-anak sejak dini dengan
mengimplementasikannya melalui Nyanyian Kanak pada PAUD menjadi sangat
penting dan diperlukan. Anak dilahirkan dengan dimensi spiritual yang tinggi,
228
tetapi perlakuan orang tua dan lingkungan yang menyebabkan mereka kehilangan
potensi spiritual tersebut. Padahal pengembangan dimensi spiritual sejak dini akan
memberi dasar bagi terbentuknya dimensi intelektual dan dimensi emosional pada
usia selanjutnya. Pembentukan akhlak terkait erat dengan emosi namun dimensi
ini tidak berarti jika tidak ditopang oleh dimensi spiritual.
Pra sekolah atau balita adalah awal yang apling tepat untuk menanamkan
nilai-nilai spiritual kepada anak di sekolah. Usia dini adalah usia emas
pembentukan akhlak. Orang tua dan lembaga PAUD adalah tempat untuk
mewujudkan anak yang mempunyai dimensi spiritual yang tinggi.
Dimensi spiritual yang meyakini Tuhan sebagai penguasa, penentu,
pelindung, pemaaf dan kita percaya atas keadilanNya. Cerdas tidaknya anak
tergantung orang tua dan keluarga sebagai tempat belajar pertama, sekolah dan
lingkungan adalah yang kedua.
Tingkatan spiritual pada anak: (1) Spiritual yang hidup: untuk hal ini anak
harus diajarkan mengenal Tuhannya; (2) Spiritual yang sehat: orang tua harus
mengajarkan anak cara untuk berkomunikasi yangbaik dengan Pencipta.misal
dengan melatih mengerjakan ibadah wajib; (3) Bahagia secara spiritual: untuk hal
ini anak harus dilatih mengerjakan sebagai tambahan (sunnah Rosul); (4) Damai
secara spiritual: yaitu bentuk kecintaan yang ada di dunia tidak melebihi terhadap
bentuk kecintan kepada Allah SWT; (5) Arif secara spiritual: seseorang akan
membingkai segala aktrivitasnya adalah sebagai bagian ibadah kepada Allah.
Berdasarkan penelitian anak yang memiliki dimensi spiritual yang tinggi , maka
semakin tinggi pula rasa ingin tahunya, sehingga akan selalu memiliki dorongan
229
untuk selalu belajar dan memiliki kretivitas yang tinggi. Dan untuk menumbuhkan
dimensi ini, yang penting adalah membersihkan hatinya lebih dulu. Dengan hati
yang bersih maka aktivitas yang lain akan menjadi lebih mudah.
Untuk itu dimensi spiritual dapat dioptimalkan dengan Nyanyian Kanak
melalui PAUD yaitu: (1) Memberikan bantuan kepada anak untuk merumuskan
tujuan hidupnya; (2) Sesering mungkin pendidik menceritakan kisah-kisah agung,
menarik, mengesankan, seperti kisah para Rasul dalam Alquran, atau pahlawan
lainnya; (3) Mendiskusikan segala persoalan dengan perspektif ruhaniyah; (4)
Sering melibatkan anak dalam ritual/ibadah keagamaan; (5) Mengajak anak
mengunjungi dan berempati apad orang yang menderita atau meninggal dunia.
Berkenaan dengan uraian di atas, maka dimensi spiritual ini semakin perlu
dipahami, dimiliki dan diperhatikan dalam pengembanganya karena mengingat
kondisi kehidupan dewasa ini yang semakin kompleks. Kehidupan yang semakin
kompleks ini memberikan dampak yang sangat buruk terhadap konstelasi
kehidupan spiritual individu. Oleh karena itu, pada PAUD dimensi spiritual ini
dapat dilatih, dibina dan dididik dengan menggunakan Nyanyian Kanak, baik
diterapkan dalam bentuk bermain, bernyanyi dan bercerita.
D. Implementasi Penggunaan Nyanyian Kanak pada Pendidikan Anak Usia
Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda dengan
anak-anak usia yang lebih tua. Ini memberikan implikasi bahwa kurikulum dan
pembelajaran yang akan diimplementasikan harus disesuaikan dengan
karakteristik perkembangan anak tersebut. Pembelajaran yang tidak sesuai dengan
230
karakteristik perkembangan anak, dengan sendirinya akan menghambat dan
merusak perkembangan anak. Untuk itu, pembelajaran yang relevan untuk anak
usia dini adalah pembelajaran terpadu.
Menurut Tim Bina Potensi (2001: 50-51) mengenai program pembelajaran
Pendidikan Anak Usia Dini:
kegiatan bermain mingguan dan harian disusun berdasarkan perencanaan tahunan dan semester. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan ditetapkan dalam kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini meliputi (a) tema kegiatan; (b) kelompok yang akan melakukan kegiatan bermain; (c) semester dan tahun ajaran; (d) jumlah waktu; (e) hari dan tanggal pelaksanaan; (f) jam pelaksanaan; (g) tujuan kegiatan bermain; (h) materi yang akan dimainkan sesuai dengan tema; (i) bentuk kegiatan bermain; (j) setting lingkungan; (k) bahan dan lat yang diperlukan dalam bemain; dan (l) evaluasi perkembangan anak.
Pendidik dalam menyusun program pembelajaran harus sesuai dengan
pengalaman mereka yang aspek-aspek perkembangan dipadukan dalam
pengembangan yang utuh mencakup (a) bidang pengembangan pembiasaan; dan
(b) bidang pengembangan kemampuan dasar. Sebagaimana dalam kurikulum
2004 bidang pengembangan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan
secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi
kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan pembiasaan meliputi aspek
perkembangan moral dan nilai agama serta pengembangan sosial, emosional, dan
kemandirian. Dari aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan
akan meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar anak menjadi warga
negara yang baik. Aspek perkembangan sosial dan kemandirian dimaksudkan
untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapt
231
berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik serta
dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup. Di sinilah
Nyanyian Kanak dapat digunakan dan diimplementasikan dalam pembelajaran di
PAUD.
Untuk mempermudah pendidik dalam proses pembelajaran, maka Nyanyian
Kanak dapat dipadukan dengan media gambar. Untuk menjelaskan gambar
tersebut, maka pendidik dapat menggunakan Nyanyian Kanak, kemudian anak
dapat menceritakan gambar tadi sesuai dengan arahan pendidik melalui Nyanyian
Kanak tadi. Berikut ini akan dipaparkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran anak
usia dini dengan menggunakan Nyanyian Kanak (7) yang berisikan perintah
agama untuk melaksanakan ibadah solat dengan didukung media gambar/poster
agar anak tertarik dan bersemangat melakukan kegiatan tersebut.
232
Tata Cara Melakukan Ibadah Solat:
Nyanyian Kanak (7) Burung kenek-kenek Hinggap di atas dahan Pesan datuk nenek Sujudlah pada Tuhan Geleng-geleng sapi Berbulu di telinga Atur tapak kaki Berdiri lama-lama Geleng-geleng sapi Sapi berbulu merah Atur tapak kaki Cepat-cepat melangkah Burung kenek-kenek Hinggap tepi perigi Pesan datuk nenek Bangun pagi-pagi Burung kenek-kenek Hinggap di atas atap Pesan datuk nenek Rajin-rajin baca kitab Burung kenek-kenek Hinggap di atas bumbung Pesan datuk nenek Jangan laku sombong Burung kenek-kenek Hinggap pohon kelapa Pesan datuk nenek Patuh ibu bapa
233
Berikut pelaksanaan kegiatan pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini.
1. Kegiatan awal (pembukaan)
a) Pendidik dan anak duduk melingkar. Pendidik member salam dan
menanyakan kabar anak-anak.
b) Pendidik meminta anak-anak untuk memperhatikan siapa saja yang hadir
hari ini.
c) Berdoa bersama.
d) Pendidik menyampaikan tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan
anak.
e) Pendidik menyanyikan Nyanyian Kanak (7) dan diikuti oleh anak-anak.
f) Pendidik mencontohkan tentang tata cara melaksanakan ibadah solat
dengan menggunakan media poster yang telah disediakan.
2. Kegiatan inti
a) Pendidik berkeliling untuk memperhatikan kebutuhan anak.
b) Memberikan waktu kepada anak untuk mengulangi kembali mengenai tata
cara pelaksanaan ibadah solat.
c) Memberikan kesempatan kepada anak untuk bersosialisasi antar anak
dengan cara saling memberikan dukungan.
3. Penutup
a) Anak diminta menceritakan kegiatan yang baru selesai dilakukan
(pernyataan perasaan anak).
b) Memberi komentar umum pada aktifitas pembelajaran yang baru selesai
dan menginformasikan rencana kegiatan besok.
234
c) Sebelum mengakhiri pertemuan, pendidik dan anak-anak menyanyikan
kembali Nyanyian Kanak (7) dengan penuh semangat dan riang gembira.
d) Berdoa sebelum pulang dan mengucapkan salam.
Hasil belajar anak dicatat dalam bentuk perkembangan anak. Setiap hasil
karya anak dan hasil penilaian harus selalu didokumentasikan. Oleh karenanya
setiap anak memiliki data dokumentasi hasil belajarnya. Hasil belajarnya dapat
pula disusun dalam bentuk portofolio. Ketika guru menampilkan portofolio
tersebut dapat pula diperkuat dengan lagu Nyanyian Kanak yang seuai supaya
anak bertambah gembira dan potensi emosional dan spiritual semakin menguat.
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis,
sosial, moral dan sebagainya masa kanak-kanak juga masa yang paling penting
untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa
pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman
anak selanjutnya. Sedemikian pentingnya usia tersebut maka memahami
karakteristik anak usia dini menjadi mutlak adanya bila ingin memiliki generasi
yang mampu mengembangkan diri secara optimal. Pengalaman yang dialami anak
pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya.
Pengalaman tersebut akan bertahan lama, bahkan tidak dapat terhapuskan.
Kalaupun bisa, hanya tertutupi. Bila suatu saat ada stimulasi yang memancing
pengalaman hidup yang pernah dialami maka efek tersebut akan muncul kembali
walau dalam bentuk yang berbeda.
235
Anak-anak dilahirkan dengan potensi spiritual yang tinggi, tetapi perlakuan
orangtua dan lingkungan yang menyebabkan mereka kehilangan potensi spiritual
tersebut. Padahal pengembangan potensi spiritual sejak dini akan memberi dasar
bagi terbentuknya potensi emosional pada usia selanjutnya.
Orangtua juga harus ingat bahwa tidak hanya Intelectual Quotient (IQ) yang
akan menentukan keberhasilan masa depan anak-anak. Kemampuan Emotional
Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ) adalah yang paling penting. Hal ini
berarti orangtua juga harus tetap mendidik anak-anak sejak usia dini dengan tidak
meningggalkan komunitas, lingkungan keluarga, belajar dan bermain, serta
meningkatkan kesadaran anak terhadap fitrah manusia sjak dini yang berarti anak
tidak terlepas dari asa hubungan antar manusia, lingkungan, dan Tuhannya.
Tertanamnya dimensi emosional dan spiritual secara baik pada anak, anak
akan mampu menfilter pengaruh buruk dari luar. Mampu memilih hal yang pantas
dan tidak pantas untuk dilakukan sebagai seorang anak, mampu membedakan baik
buruk, serta antara yang hak dengan yang bukan haknya. Oleh karenanya, ia siap
untuk dididik menjadi generasi penerus bangsa yang dapat diharapkan perannya
dalam pembangunan menuju kebesaran dan kejayaan bangsa di kemudian hari.