2.1. perencanaan pendidikan karakter · secara efektif dalam rangka pencapaian tujuan. slameto...
TRANSCRIPT
-
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Pendidikan Karakter 2.1.1. Pengertian Perancanaan
Menurut George R. Terry (1992) perencanaan
adalah pemulihan fakta-fakta dan usaha menghubung-hubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain, kemudian membuat perkiraan dan
peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya
diperlukan untuk menghendaki hasil yang dikehendaki.
Dari penjelasan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa perencanaan adalah kegiatan menetapkan, merumuskan tujuan dan mengatur
pendayagunaan manusia, material, metode dan waktu secara efektif dalam rangka pencapaian tujuan.
Slameto (2009:26-27), menjelaskan setiap
perencanaan yang baik setidak-tidaknya harus memiliki 5 unsur yang kita sebut 5 P, antara lain : a. Purpose yaitu tujuan yang akan dicapai. Tujuan ini
harus dirumuskan secara jelas, terperinci dan operasional.
b. Policy yaitu strategi atau cara untuk mencapai tujuan.
c. Procedure yaitu sistem komunikasi yang ada dalam
organisasi. Yang dimaksud di sini adalah jalur-jalur komunikasi sebagai akibat adanya pembagian
tugas, wewenang dan tanggung jawab. d. Progress yaitu gambaran tentang tahap-tahap
pencapaian tujuan.
e. Program yaitu uraian lebih rinci dan operasional tentang kegiatan sehari-hari dalam rangka kegiatan pelaksanaan.
Selain 5 unsur perencanaan, perencanaan yang
baik juga harus memenuhi syarat diantara lain:
-
8
a. Tujuan harus dirumuskan secara jelas b. Bersifat rasional, berdasarkan perhitungan-
perhitungan yang matang. c. Disusun secara rinci yang meliputi analisa, jenis-
jenis kegiatan, metode kerja dan sebagainya.
d. Mempunyai sifat yang luwes sehingga pada batas-batas tertentu dimungkinkan terjadinya
perubahan-perubahan. e. Ada kesinambungan baik ke dalam maupun ke
luar.
Mulyasa (2011:78-88) perencanaan pendidikan
karakter di sekolah adalah dalam implementasi
pendidikan karakter perencanaan pembelajaran perlu dikembangkan untuk mengkordinasikan karakter
yang akan dibentuk dengan komponen pembelajaran lainnya, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar dan
penilaian. Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan karakter peserta didik, materi standar berfungsi pemaknai dan memadukan
kompetensi dasar dengan karakter indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan keberhasilan
pembentukan karakter peserta didik sedangkan penilaian berfungsi mengukur pembentukan karakter peserta didik, sedangkan penilaian berfungsi
mengukur pembentukan karakter dalam setiap kompetensi dasar, dan menentukan tindakan yang
harus dilakukan apabila karakter yang telah ditentukan belum terbentuk atau belum tercapai. Perencanaan pendidikan karakter disekolah yang
akan bermuara pada pengembangan RPP, Sedikitnya harus mencakup tiga kegiatan yaitu indikasi karakter, intekrasi karakter ke dalam kompetensi dasar dan
penyusunan RPP berkarakter.
2.1.2. Standar Perencanaan Pendidikan Karakter Berdasarkan panduan umum pengembangan
silabus departemen pendidikan nasional (2008)
menjelaskan tentang standar pendidikan karakter
-
9
dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada
Bab 11 Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2.1.2.1. Standar Pengembangan Silabus Dalam buku panduan umum pengembangan
silabus Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008) istilah silabus dapat didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar atau pokok-pokok isi
atau materi pelajaran” (Salim, 1987:98). Istilah silabus digunakan untuk menyebutkan suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian
materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam pengembangan kurikulum dan
pelajaran terlebih dahulu perlu ditentukan standar kompetensi yang berisikan kebulatan pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan sistem evaluasi untuk mengetahui
pencapaian standar kompetensi. Silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu dan atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan
pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana
-
10
pembelajaran, pengelolaan kegiatan, pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian.
Ada 8 prinsip dalam pembuatan silabus menurut panduan umum pengembangan silabus Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008)
antara lain :
1. Ilmiah Ilmiah adalah keseluruhan materi dan
kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
2. Relevan
Relevan adalah cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam
silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis Sistematis adalah komponen-komponen
silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam pencapaian kompetensi. Standar kompetensi dan kompotensi dasar merupakan
acuan utama dalam pengembangan silabus. 4. Konsisten
Konsisten adalah adanya hubungan yang
konsisten antara kompetensi dasar indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar serta tehnik dan instrument penilaian.
5. Memadai
Memadai adalah cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar dan sistem penilaian cukup untuk
menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual Aktual dan Kontekstual adalah cakupan
indikator, materi pembelajaran, pengalaman
belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian
-
11
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan
peristiwa yang terjadi. 7. Fleksibel
Fleksibel adalah keseluruhan komponen
silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang
terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat. 8. Menyeluruh
Menyeluruh adalah komponen silabus yang
mencakup keseluruhan rana kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Langkah-langkah pengembangan silabus:
1. Mengkaji Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi, dengan
memperhatikan hal-hal berikut: a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin
ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak
harus sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
c. Keterkaitan antara kompetensi dasar dalam
mata pelajaran. d. Keterkaitan antara standar kompetensi dan
kompetensi dasar antara mata pelajaran.
2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan :
a. Potensi peserta didik, b. Karakteristik mata pelajaran,
c. Relevansi dengan karakteristik daerah, d. Tingkat perkembangan fisik, intelektual,
emosional, sosial dan spiritual peserta didik,
e. Kebermaatan bagi peserta didik,
-
12
f. Struktural keilmuan, g. Aktualitas, kedalaman dan keluasan materi
pembelajaran, h. Relevan dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan, dan
i. Alokasi waktu.
3. Melakukan Pemetaan Kompetensi a. Mengidentifikasi SK, KD dan materi
pembelajaran.
b. Mengelompokkan SK, KD dan materi pembelajaran.
c. Menyusun SK, KD sesuai dengan keterkaitan.
4. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik (guru) agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional. b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi
pembelajaran. d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan
pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.
5. Merumuskan Indikator Pencapaian kompetensi Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan
pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam
-
13
kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
6. Penentukan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar
peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas proyek dan/atau produk,
penggunaan portofolio dan penilaian diri.
7. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu
efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
8. Menentukan Sumber Belajar Sumber belajar adalah rujukan, obyek dan
atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan eletronika, nara sumber serta lingkungan fisik,
alam, sosial, dan budaya.
2.1.2.2. Standar Pengembangan Indikator Dalam buku Pengembangan Indikator
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008)
Indikator adalah karakteristik ciri-ciri, perbuatan, atau respon yang diwujudkan atau dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan kompetensi dasar.
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
-
14
Lebih lanjut dalam buku pedoman ini dicantumkan pertimbangan pengembangan indikator
belajar: a. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui
kata kerja yang digunakan dalam kompetensi
dasar dan standar kompetens. b. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan
sekolah. c. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat
dan lingkungan/ daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan
penilaian, terdapat dua rumusan indikator yaitu:
a. Indikator pencapaian kompetensi yang dikenal sebagai indikator.
b. Indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang dikenal sebagai indikator soal Indikator dirumuskan dalam
bentuk kalimat dengan menggunakan kata kerja operasional.
2.1.2.3. Standar Pembuatan Rencana Proses Pembelajaran
Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 pasal 20 dinyatakan bahwa: “Perencanaan Proses Pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Sesuai
dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tdentang standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dalam silabus untuk mengarahkan
kegiatan belajar peserta didik dalam upaya pencapaian KD. Ada 11 komponen Rencana Proses Pembelajaran antara lain:
a. Identitas mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program studi, mata
pelajaran atau tema pelajaran dan jumlah pertemuan.
b. Standar Kompetensi merupakan kualifikasi
kemampuan minimal peserta didik yang
-
15
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada
setiap kelas dan/ atau semester pada suatu mata pelajaran.
c. Kompetensi Dasar adalah sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. d. Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
e. Tujuan Pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik sesuai dengan kompetensi dasar. f. Materi Ajar memuat fakta konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapain kompetensi.
g. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan
untuk pencapain KD dan beban belajar. h. Metode Pembelajaran digunakan oleh guru untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari
setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
i. Kegiatan Pembelajaran untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan pada dasarnya,
langkah-langkah kegiatan memuat a) pendahuluan, b) kegiatan inti meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, c) kegiatan penutup.
j. Penilaian Hasil Belajar merupakan prosedur dan instrument penilaian proses dan hasil belajar
disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian.
-
16
k. Sumber Belajar adalah penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dasar, serta
materi ajar, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.
2.1.2.4. Standar Proses Belajar Mengajar Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar proses dijelaskan bahwa Rencana Proses Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta
didikdalam upaya mencapai KD. Untuk pencapaian suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan antara lain:
1. Pendahuluan/Pembukaan. 2. Kegiatan Inti terdiri atas eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi. 3. Kegiatan Penutup.
Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan pendahuluan (10% dari total Alokasi Waktu)
a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
b) Mengajukan Pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan
uraian kegiatan sesuai dengan silabus. 2. Kegiatan Inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
75% dari alokasi waktu)
Eksplorasi dalam kegiatan eksplorasi guru : a) Melibatkan siswa mencari informasi yang luas
dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari
aneka sumber.
-
17
b) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber
belajar lain. c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarsiswa
serta antara siswa dengan guru, lingkungan
dan sumber belajar lainnya. d) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran. e) Memfasilitasi siswa melakukan percobaan
dilaboratorium, studio atau lapangan.
Elaborasi dalam kegiatan elaborasi guru : a) Membiasakan siswa membaca dan menulis
yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna. b) Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas,
diskusi dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
c) Memberi kesempatan untuk berpikir,
menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut.
d) Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif. e) Memfasilitasi siswa berkompetensi secara sehat
untuk meningkatkan prestasi belajar. f) Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi
yang dilakukan baik lisan maupun tertulis
secara individual maupun kelompok. g) Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil
kerja secara individual maupun kelompok. h) Memfasilitasi siswa melakukan pameran,
turnamen, festifal, serta produk yang
dihasilkan. i) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri siswa. Konfirmasi dalam kegiatan konfirmasi guru :
a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat maupun hadia terhadap keberhasilan siswa.
-
18
b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai
sumber. c) Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan. d) Memfasilitasi siswa untuk memperoleh
pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
e) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator
dalam menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar.
f) Membantu menyelesaikan masalah. g) Memberikan acuan agar siswa dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi. h) Memberikan informasi untuk bereksplorasi
lebih jauh.
i) Memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
Kegiatan Penutup dalam kegiatan penutup guru:
a) Bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran.
b) Melakukan [penilaian dan/atau rekleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
d) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedy, program pengayaan, layanan konseling,atau memberikan
tugas sesuai hasil belajar. e) Menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
f) Jawaban dibuktikan dengan melakukan observasi secara acak, hasil supervise kepala
sekolah dan kesesuaian RPP dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
-
19
2.1.2.5. Standar Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi
Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapain kompetensi atau hasil belajar peserta didik
yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang
dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan, alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapain
hasil belajar peserta didik, pengelolaan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilakukan dengan berbagai cara
seperti penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk,
penilain melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik dan penilaian diri. Teknik penilaian kelas antara lain :
1. Teknik penilaian untuk kerja Pengamatan untuk kerja perlu dilakukan
dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat
pencapaian kemapuan tertentu. untuk menilai kemampuan berbicara peserta didik, misalnya
dilakukan pengamatan atau peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi berbicara yang beragam, seperti: diskusi dalam
kelompok kecil, berpidato, bercerita, dan melakukan wawancara.
2. Penilaian sikap Sikap bermula dari perasaan (suka atau
tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan
dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Secara umum, obyek sikap yang perlu dinilai
dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalag sebagai berikut: a) Sikap terhadap materi pelajaran.
b) Sikap terhadap guru/pengajar.
-
20
c) Sikap terhadap proses pembelajaran. d) Sikap berkaitan dengan nilai atau normal yang
berhubungan dengan suatu materi pelajaran. 3. Penilain tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan
tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik
dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban terhadap tetapi dapat juga dalam
bentuk yang lain seperti menjawab serta lisan, memberi tanda, mewarnai, menggambar, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
4. Penilaian Proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan
penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan meninformasikan peserta didik pada
mata pelajaran tertentu secara jelas. 5. Penilaian produk
Penilaian produk adalah penilaian, baik terhadap proses pembuatan dan atau kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian
kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni seperti : makanan,
pakaian, hasil karya seni, barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik dan logam.
6. Penilaian Portofolio
Penilaian Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. penilaian portofolio pada dasarnya
menilai karya-karya siswa secara individu pada suatu periode untuk mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan
dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri.
-
21
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian portofolio dapat memperlihatkan perkembangan
kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya antara lain : karangan, puisi, surat, komposisi
musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian, synopsis, dsb.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio disekolah antara lain : a) karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri,
b) saling percaya antara guru dan peserta didik, c) kerahasian bersama antara guru dan peserta didik,
d) milik bersama, e) kepuasan, f) kesesuaian, g) penilaian proses dan hasil dan h) penilaian dan pembelajaran.
7. Penilaian Diri (self assessment) Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian
dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajari
dalam mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Langkah-langkah Pelaksanaan Penilaian : a. Penetapan Indikator pencapain kompetensi
Indikator pencapaian kompetensi
dikembangkan oleh guru dengan memeperhatikan perkembnagan dan kemampuan peserta didik.
b. Penetapan Kriteria Ketuntasan Belajar Penentuan kriteria ketentuan belajar (KKB)
untuk masing-masing indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sekolah.
c. Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator.
-
22
Pemetaan standar kompetensi dilakukan untuk memudahkan guru dalam menentukan teknik
penilaian. d. Penetapan Teknik Penilaian
Dalam memilih teknik penilaian
mempertimbangkan ciri indikator.
2.1.2.6. Standar Penulisan Butir Soal Penilaian berbasis kompetensi merupakan
teknik evaluasi yang harus dilakukan guru dalam
proses belajar-mengajar di sekolah. Teknik dan pelaksanaan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, Bab XVI pasal 57, 58, dan 59, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang standar nasional pendidikan (3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 dan 23 tahu 2006 tentang standar isi dan standar
kompetensi lulusan dan nomor 20 tahun 2007 tentang penilaian.
Penulisan butir soal tes tertulis merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis
harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah
penulisan soal uraian. Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis sangat tergantung pada
perilaku/ kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal
uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal obyektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun
uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain.
Langkah-Langkah Penyusunan soal: 1. Menentukan tujuan tes. 2. Menentukan kompetensi yang akan diujikan.
3. Menentukan materi yang diujikan.
-
23
4. Menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi dan bentuk penilaiannya.
5. Menyusun kisi-kisinya.
6. Menuliskan butir soal.
7. Memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif.
8. Merakit soal menjadi perangkat tes. 9. Menyusun pedoman penskoran.
10. Uji coba butir soal.
11. Analisis butir soal secara kuantitatif dari data empiris hasil uji coba.
12. Perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.
2.2. Implementasi Pendidikan Karakter
2.2.1. Pengertian Karakter Pengertian karakter menurut pusat bahasa
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Jadi berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak
(Kemendiknas, 2010) karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan,
pengalaman, pengorbanan dan pengaruh lingkungan yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia yang menjadi semacam nilai-nilai intrinsik
yang terwujud dalam sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap dan perilakunya. Karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi dibentuk dan
dibangun secara sadar dan sengajah, berdasarkan jati diri masing-masing (Soedarsono, 2008).
Dony koesoema (2007:79-82) mendefinisikan karakter adalah sebagai kondisi dinamis struktur antropologis individu, yang tidak mau sekedar
berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral
mengatasi determinasi alam dalam dirinya untuk proses penyempurnaan dirinya terus menerus. Kebebasan manusialah yang membuat struktur
-
24
antropologis itu tidak tunduk pada hukum alam, melainkan menjadi faktor yang membantu
pengembangan manusia secara intekral. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter berasal dari
bahasa yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter
jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, dan inofatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,
sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia,
bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner,
bersahaja, bersemangat, dinamis, efisien, menghargai waktu, pengabdian, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka dan
tertib. Individu yang berkarakter baik atau unggul
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, dan negara serta dunia
Internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (Kemendiknas
2010). Senada dengan pengertian karakter di atas, Ohoitmur (dalam Rataq dan Korompis, 2011:11),
menegaskan bahwa “karakter personal terdiri dari dua unsur yakni karakter bawaan dan karakter binaan. Karakter bawaan merupakan karakter yang secara
hereditas menjadi ciri khas kepribadiannya.
-
25
Sedangkan karakter binaan merupakan karakter yang berkembang melalui pembinaan dan pendidikan
secara sistematis. Lebih lanjut Prayitno dan Belferik dalam
bukunya pendidikan karakter dalam pengembangan
bangsa (2011:47) menjelaskan pengertian karakter. Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada
diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan prilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. 1. Relatif stabil : suatu kondisi yang apabila telah
terbentuk akan tidak mudah diubah. 2. Landasan: kekuatan yang pengaruhnya sangat
besar/dominan dan menyeluruh terhadap hal-hal
yang terkait langsung dengan kekuatan yang dimaksud.
3. Penampilan perilaku : aktivitas individu atau kelompok dalam bidang dan wilayah (setting) kehidupan sebagaimana tersebut diatas.
4. Standar nilai/norma : kondisi yang mengacu kepada kaidah-kaidah agama, ilmu dan teknologi, hukum, adat, dan kebiasaan yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari.
2.2.2. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan moral dan pendidikan karakter
tidaklah sama. Perbedaannya terletak pada ruang
lingkup dan lingkungan yang membantu individu dalam mengambil keputusan. Dalam pendidikan
moral, ruang lingkupnya adalah kondisi batin seseorang. Sedangkan dalam pendidikan karakter ruang lingkupnya selain terdapat dalam diri individu,
juga memiliki konsekuensi kelembagaan, yang keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan lembaga pendidikan (Koesoema, 2010).
Koesoema (2010:42-43) menyebutkan bahwa pendidikan karakter sebenarnya dicetuskan pertama
kali oleh pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-1966). Lahirnya pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk menghidupkan kembali
pedagogik ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang
-
26
arus positivisme yang dipelopori oleh filsuf dan sosiologi Perancis Auguste Comte (1798-1857). Tujuan
pendidikan menurut Foerster adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap
hidup yang dimilikinya. Karakter menjadi semacam identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang
selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas seorang pribadi diukur. Lebih lanjut Foerster menyebutkan kekuatan karakter seseorang tampak
dalam empat ciri fundamental yang mesti dimiliki. Kematangan keempat ciri fundamental karakter inilah yang memungkinkan manusia melewati tahap
individualitas menuju personalitas. Pertama, keteraturan interior melalui mana
setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Karakter tidak terbentuk selalui merupakan sebuah kesediaan dan keterbukaan untuk mengubah dan
dari ketidakteraturan menuju keteraturan nilai. Kedua, koherensi yang memberikan keberanian
melalui mana seseorang dapat mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi
merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Kredilibitas seseorang akan runtuk apabila
tidak ada koherensi. Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang
untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga
menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini tampak dari penilaian keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan dari pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan
merupakan daya tahan seseorang untuk mengingini
apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen
yang dipilih. Lebih lanjut, Koesoema (2010:190-193) melihat
pendidikan karakter sebagai keseluruhan dinamika
relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya,
-
27
agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin
bertanggungjawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai peribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Pendidikan karakter memiliki dua
dimensi sekaligus, yakni dimensi individual dan dimensi sosio-struktural. Dimensi individual
berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan pendidikan moral seseorang. Sedangkan dimensi sosio-kultural lebih melihat bagaimana menciptakan
sebuah sistem sosial yang kondusif bagi pertumbuhan individu.
Tidak hanya di Indonesia, pendidikan karakter
juga menjadi perhatian di belahan dunia lain, seperti di Amerika. Character Education Partnership (CEP) (dalam Koesoema, 2010:57), sebuah program nasional pendidikan karakter di Amerika Serikat, mendefinisikan pendidikan karakter demikian.
Sebuah gerakan nasional untuk
mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat
menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis,
tanggung jawab dan kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak-anak muda,
melalui keteladanan dan pengajaran tentang
karakter yang baik, dengan cara memberikan
penekanan pada nilai-nilai universal yang
diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan
usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan Negara bagian yang sifatnya intensional dan proaktif
untuk menanamkan dalam diri para siswa nilai-
nilai oral inti, seperti perhatian dan perawatan (caring), kejujuran, keadilan (fairness), tanggung
jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang
lain.
Sementara itu Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika Serikat (dalam Koesoema, 2010:57-58), mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut “Sebuah proses pengajaran kepada anak-anak tentang nilai-nilai kemanusiaan
dasar, termasuk di dalamnya kejujuran, keramahtamahan, kemurahan hati, keberanian,
-
28
kebebasan, persamaan, dan rasa hormat. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan diri siswa sebagai warga
Negara yang dapat bertanggungjawab secara moral dan memiliki disiplin diri”.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan
yang holistik dan ditumbuh kembangkan secara berkesinambungan. Tanggung jawab karakter ada
pada keluarga, sekolah dan masyarakat. Masing-masing dapat mengambil bagian sesuai dengan peran dan fungsinya melalui cara, metode ataupun aktifitas
yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Dengan demikian sentuhan pendidikan karakter akan terus terasa dan melekat menjadi jati diri pribadi yang
berkarakter. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah harus melibatkan semua komponen
(stakeholders) dengan baik antara sekolah, keluarga dan komunitas atau lingkungan peserta didik tersebut berada. Hal ini dimulai dengan membangun komitmen
semua pihak terutama pimpinan sekolah, guru, dan staf administrasi (Rahayu, 2012:143).
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang
sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Kementerian Pendidikan Nasional, telah memberikan pedoman bahwa, pendidikan karakter
harus meliputi dan berlangsung pada : 1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal pada pendidikan formal
berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAK, dan Perguruan Tinggi, melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler
dan atau ekstrakulikuler, penciptaan budaya
-
29
satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik dan tenaga
kependidikan. 2. Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter
berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga
pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga dan pembiasaan.
3. Pendidikan Informal Secara informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan
orang dewasa didalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.
Secara visual Tim Pendidikan Karakter
Kemendiknas (2010) menggambarkan model
implementasi pendidikan karakter di sekolah seperti pada Gambar 1. Dalam model tersebut terlihat bahwa, integrasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran di kelas saja tidak cukup. Diperlukan kegiatan ekstrakurikuler dan budaya sekolah yang
mendukung pendidikan karakter di sekolah. Keberhasilan pendidikan karakter di sekolah akan terlihat dalam perilaku keseharian peserta didik.
Dengan kata lain, pendidikan karakter tidak dapat dilakukan di sekolah saja, namun diperlukan
pembiasaan dan penerapan perilaku berkarakter di dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun di lingkungan sosial-nya.
-
30
Kegiatan dalam
Keluarga dan masyarakat
Kegiatan
ekstra Kurikuler
Gambar 2.1. Model Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Gambar 2.1
Keberhasilan pendidikan karakter yang telah dibangun melalui proses pembelajaran dan budaya sekolah harus mampu untuk diterapkan menjadi
pembiasaaan keseharian di lingkungan keluarga. Suatu kebiasaan yang dilakukan di lingkungan keluarga akan menjadi cerminan karakter dari suatu
masyarakat secara luas. Dengan demikian penanaman nilai-nilai
pendidikan karakter dilakukan melalui semua sendi kehidupan, baik secara formal maupun informal. Konsep tersebut selaras dengan konsep yang
dikembangkan oleh bangsa-bangsa Barat yang saat ini telah diimplementasikan oleh negara-negara barat
dengan baik. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, bahkan memungkinkan akan dicapainya penerapan nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih
dibandingkan negara-negara barat.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Menurut Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (2009) dalam Abidinsyah
Budaya sekolah (kegiatan/kehidupan keseharian di satuan
pendidikan)
KBM di Kelas
Integrasi ke dalam KBM pada setiap Mapel
Pembiasaan dalam Kehidupan keseharian di satuan pendidikan
Integrasi ke dalam kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, dsb.
Penerapan Pembiasaan kehidupan keseharian di rumah yang sama dengan di satuan pendidikan
-
31
(2011:3-4) ada beberapa prinsip dasar dalam pendidikan karakter yaitu:
1. Karakter adalah sebuah keunikan individual, kelompok, masyarakat, atau bangsa. Tetapi karakter bangsa bukanlah agregasi karakter
perorangan karena karakter bangsa terkait dengan core value yang didukung oleh masyarakatnya.
2. Pendidikan karakter merupakan sebuah proses berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never ending process). Oleh karena itu diperlukan
semacam rumusan utuh manusia Indonesia dalam konteks ruang dan waktu.
3. Penyelenggaraan pendidikan karakter diinferensi
dari UU sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yaitu: (1) watak dan peradaban bangsa yang bermartabat; (2)
pencerdasan kehidupan bangsa sebagai tujuan kolektif, dan, (3) pengembangan potensi murid sebagai tujuan individual.
4. Proses pembelajaran harus bersifat koherensi sebagai upaya pendidikan manusia yang utuh.
5. Proses pembelajaran, pembuatan kebijakan
pendidikan dalam upaya pendidikan karakter harus dilandaskan pada teori dan ilmu pendidikan.
Untuk itu diperlukan revitalisasi LPTK dalam kerangka pendidikan karakter.
6. Proses pendidikan karakter dilandasi oleh
pandangan holistik terhadap murid dalam konteks kulturalnya. Pembelajaran dibangun sebagai
proses kultural yang prosesnya tidaklah linier dan bukan pula berupa mata pelajaran “Pendidikan Karakter.” Pengembangan karakter menyatu dalam
proses pendidikan semuanya. 7. Sekolah adalah lingkungan pembudayaan, dan
upaya pendidikan harus diposisikan sebagai
proses pembangunan karakter. Diperlukan perubahan mind set dari seluruh steakholder.
8. Peran keluarga adalah pertama dan utama yang tak tergantikan dalam pendidikan karakter, oleh sebab itu diperlukan community of learner yang
memperkokoh proses pendidikan informal.
-
32
9. Pendidikan karakter bersifat multi level, multi chanel, dan multi setting. Diperlukan keteladanan
dan oleh karena itu harus menjadi gerakan yang sejati dan holistik.
2.2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Mata Pelajaran yang Terigterasi
Rahmawati (2012) menjelaskan bahwa setiap mata pelajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini
disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mata pelajaran yang tentunya mempunya karakteristik yang berbeda-beda. Distribusi
penanaman nilai-nilai karakter utama dalam tiap mata pelajaran menurut Sri Narwati dalam
Rahmawati (2012) dapat dilihat sebagai berikut: a. Pendidikan agama : nilai utama yang ditanamkan
antara lain religius, jujur, santun, disiplin,
tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, perca diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan
kewajiban, kerja keras dan adil. b. Pendidikan kewarganegaraan: nasionalis, patuh
pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
c. Bahasa Indonesia: berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggungjawab, ingin
tahu, santun dan nasionalis. d. Ilmu pengetahuan sosial: nasionalis, menghargai
keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur dan kerja keras.
e. Ilmu pengetahuan alam: ingin tahu, berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman,
disiplin, mandiri, bertanggungjawab, peduli lingkungan dan cinta ilmu.
-
33
f. Bahasa inggris: menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh dan
aturan sosial. g. Seni budaya: menghargai keberagaman, nasional,
dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur,
disiplin, demokratis. h. Penjaskes: bergaya hidup sehat, kerja keras,
disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain.
i. TIK/Keterampilan: berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, mandiri, bertanggungjawab, dan menghargai karya orang lain.
j. Muatan Lokal: menghargai kebersamaan,
menghargai karya orang lain, nasional, peduli.
Berdasarkan pedoman pendidikan karakter (Masyur ramly, 2011:8) kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka.
Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar
mengajar dikelas ditempuh dalam dua cara yaitu menggunakan pendekatan integrasi dalam semua
mata pelajaran dan dalam mata pelajaran khusus yang terpisah dari mata pelajaran lain. Maka dalam pendekatan mikro dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas atau pendekatan formal dalam penelitian ini peneliti akan meneliti 3 mata pelajaran yaitu Agama, dan mata pelajaran PKn. Mata pelajaran pendidikan
jasmani akan diambil sebagai perwakilan mata pelajaran yang terintekrasi dengan pendidikan
karakter. Agama akan mewakili pelajaran yang berakhlak dan Moral dilihat dari pelajaran PKn. Ketiga mata pelajar sudah dianggap mewakili mata pelajaran
yang lain karena dianggap paling berkualitas atau
-
34
sangat berdampak dalam menanamkan pendidikan karakter.
2.2.5. Implementasi Dalam Mata Pelajaran
Triatmanto (2010:192-194) menjelaskan
Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam pembelajaran dilakukan dengan pengenalan nilai-
nilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran,
selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Integrasi dapat dilakukan dalam substansi materi, pendekatan dan metode pembelajaran, serta model evaluasi yang dikembangkan. Integrasi
pendidikan karakter bukan saja dapat dilakukan dalam materi pelajaran, namun teknik dan metode
mengajar dapat pula digunakan sebagai alat pendidikan karakter. Membangun individu yang teliti dapat dilakukan dalam proses pengukuran, dan
observasi misalnya, membangun tanggungjawab melalui penugasan, membangun kepercayaan diri
melalui presentasi dan sebagainya. 2.2.6. Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Kegiatan Ekstrakulikuler Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan
konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan
minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan. Dengan demikian
kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat (1)
-
35
menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan
mandiri dan atau kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler juga diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
a. Pengembangan, yaitu mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu mengembangkan suasana rileks,
menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Implementasi pendidikan karakter dalam kegiatan ekstrakurikuler merupakan langkah yang sangat strategis, namun saat ini, tidak banyak
sekolah yang benar-benar mempunyai kegiatan ekstrakurikuler yang memadai. Tercapaiannya skor
UN yang tinggi masih dianggap memiliki gengsi lebih tinggi dari pada prestasi kegiatan yang lain. Anggapan ini tidak saja terjadi pada sekolah, namun juga terjadi
pada manajeman Kemendiknas di setiap tingkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari penghargaan Dinas
Pendidikan terhadap sekolah-sekolah degan hasil UN yang tinggi.
2.2.7. Budaya Sekolah Zamroni (2007:240) dalam Rahmawati (2012:44)
menyatakan kultur sebagai suatu pola asumsi dasar
hidup yang diyakini bersama yang terciptakan, diketemukan atau dikembangkan oleh sekelompok
masyarakat dan dapat digubakan mengatasi persoalan hidup mereka oleh karenanya diajarkan dan diturunkan generasi sebagai pegangan perilaku,
berpikir dan rasa kebersamaan diantara mereka.
-
36
Pernyataan ini sama dengan pernyataan Lyncy (1997:2) yang menyatakan budaya sebuah sistem
tentang cara berperilaku, cara berpikir, cara mempercayai, dan cara berhubungan dengan orang lain.
Senada dengan pernyata diatas, Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati (2001:267) mengungkapkan kebudayaan
sekolah adalah kehidupan disekolah, nilai-nilai, tingkah laku, serta norma-norma yang berlaku disekolah tersebut. Selain itu Thomas & Willower
(1992:6) menyatakan hubungan guru administrator dan komitmen mereka untuk perbaikan, dukungan dari orang tua dan dewan sekolah juga berkontribusi
besar dalam pembentukan budaya sekolah. Menurut pedoman pelaksanaan pendidikan karakter (Masyur
Ramly, 2011:8) pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri yaitu sebagai berikut:
a. Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
b. Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat ini juga.
c. Keteladanan merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan
yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain.
d. Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter.
Jadi budaya sekolah adalah cara berperilaku yang dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan sekolah. Kebiasaan tersebut diterapkan dalam kegiatan
pengembangan diri seperti kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan dan pengkondisian.
Menurut Zubaedi (2011:201) dalam Setyowati (2013:171) Kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan
sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan
-
37
peserta didik, pendidik dan peserta didik, dan anggota kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral
serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan,keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, displin, kepedulian sosial,
kepedulianlingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam budaya sekolah. Nilai-nilai karakter akan mampu memperkuat norma, nilai, dan keyakinan yang menjadi sifat, kebiasaan dan
kekuatan pendorong, membudaya dalam lingkup sekolah, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan
tindakan yang turut berperan dalam menentukankeberhasilan sekolah.
Ramly, dkk (2011) menjelaskan bahwa pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan
diri, yaitu: (a) Kegiatan Rutin, dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas,
berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman. (b) Kegiatan spontan, dilakukan
peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman
yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana; (c) Keteladanan, Merupakan perilaku, sikap guru,tenaga kependidikan dan peserta
didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain; (d)Pengkondisian,
penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan
pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.
-
38
2.3. Evaluasi Pendidikan Karakter
Sedangkan evaluasi untuk pendidikan karakter
dalam bukunya ( Kesuma, Triatna dan Permana, 2011) menjelaskan bahwa evaluasi dilakukan untuk mengukur apakan anak sudah memiliki satu atau
sekelompok karakter yang ditetapkan oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Subtansi evaluasi dalam konteks pendidikan karakter adalah upaya
membandingkan perilaku anak dengan standar (indikator) karakter yang ditetapkan oleh guru dan
sekolah. Adapun tujuan evaluasi pendidikan karakter
dilakukan mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kemajuan hasil belajar dalam bentuk kepemilikan sejumlah indikator karakter tertentu
pada anak dalam kurun waktu tertentu. 2. Mengetahui kekurangan dan kelebihan desain
pembelajaran yang dibuat oleh guru.
3. Mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang dialami oleh anak, baik pada seting kelas, sekolah maupun rumah.
Sedangkan fungsi evaluasi pendidikan karakter
adalah sebagai berikut: a. Berfungsi untuk mengidentifikasi dan
mengembangkan sistem pengajaran yang didesain
oleh guru. b. Berfungsi untuk menjadi alat kendali dalam
konteks manajemen sekolah.
c. Berfungsi untuk menjadi bahan pembinaan lebih lanjut (remedial, pendalaman, atau perluasan) bagi
guru kepada peserta didik.
2.4. Penelitian Yang Relefan
Ada beberapa penelitian yang membahas tentang pendidikan karakter diantaranya sebagai
berikut :
-
39
2.4.1. Emiasih (2011) Emiasih (2011) dalam penelitiannya Tentang
Pengaruh Pemahaman Guru Tentang Pendidikan Karakter Terhadap Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran Sosiologi dalam hasil
penelitiannya dapat diketahui bahwa pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran sosiologi
dipengaruhi oleh pemahaman guru tentang pendidikan karakter. Pemahaman guru tentang pendidikan karakter akan mempengaruhi guru dalam
penyusunan silabus berkarakter, rancangan pelaksanaan pembelajaran berkarakter serta penggunaan metode dan media dalam pelaksanaan
pendidikan karakter pada mata pelajaran Sosiologi. Pengaruh pemahaman guru tentang pendidikan
karakter terhadap pelaksanaan pendidikan karater pada mata pelajaran Sosiologi di Kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa pemahaman guru
tentang pendidikan karakter memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran sosiologi di Kabupaten Pekalongan.
2.4.2. Setyowati (2013)
Setyowati (2013) dalam penelitiannya tentang Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Kultur Sekolah pada siswa kelas X1 Di SMA Negeri 1
Gedangan dapat disimpulkan sebagai berikut: a) karakter merupakan nilai-nilai yang ditanamkan pada
diri seseorang. Dari delapan belas nilai-nilai karakter yang ada pada siswa SMA Negeri 1 Gedangan adalah nilai religius, jujur, disiplin dan tanggung jawab.
Keempat nilai tersebut yang ditanamkan berdasarkan Visi dan Misi sekolah. b) wujud kultur sekolah dalam menanamkan nilai-nilai karakter berupa pembiasaan-
pembiasaan yang dilakukan rutin setiap hari seperti kebiasaan salaman pagi yang dilakukan setiap pagi,
shalat jumat bersama secara bergilir olehkelas X,XI dan XII, BTQ dan IMTAQ setiap hari senin, upacara bendera, perayaan hari-hari besar keagamaan
maupun hari besar nasional. c) pembentukan kultur
-
40
sekolah dilakukan oleh sekolah melalui serangkaian kegiatan rutin yang sudah terencana, Spontan,
Keteladanan dan Pengkondisian. 2.4.3. Triatmanto (2010)
Triatmanto (2010) dalam penelitiannya tentang Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter Di
sekolah diketahui bahwa untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di Indonesia terdapat banyak tantangan yang harus
dihadapi. Secara konseptual, pendidikan karakter di sekolah tampaknya sudah cukup mapan, namun dalam pelaksanaanya hal itu mendapat tantangan
yang sangat besar. Tantangan itu dapat berasal dari lingkungan
pendidikan itu sendiri maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berasal dari personal pendidikan maupun perangkat lunak pendidikan (mind set,
kebijakan pendidikan, dan kurikulum). Tantangan dari luar berupa perubahan lingkungan sosial secara global yang mengubah tata nilai, norma dan budaya
suatu bangsa, menjadi sangat terbuka. Perubahan itu tidak dapat dikendalikan dan dibatasi karena
berkembangnya teknologi informasi. Pendidikan karakter disekolah tidak dapat berjalan tanpa pemahaman yang cukup dan konsisten oleh seluruh
personalia pendidikan. Di sekolah, kepala sekolah, guru dan karyawan, harus memiliki persamaan
persepsi tentang pendidikan karakter bagi peserta didik. Setiap personalia pendidikan mempunyai perananya masing-masing, kepala sekolah sebagai
manajer harus mempunyau komitmen yang kuat tentang pendidikan karakter. Kepala sekolah harus mampu membudayakan karakter-karakter unggul di
sekolahnya. Kepala sekolah dan guru merupakan personalia penting dalam pendidikan karakter di
sekolah. Interaksi yang terjadi disekolah adalah interaksi
antara peserta didik dengan guru. Baik melalui proses
pembelajaran di kelas maupun kurikuler. Pemahaman
-
41
guru tentang pendidikan karakter sangat menentukan keberhasilan implementasi pendidikan karakter di
sekolah. Tidak banyak guru yang secara eksplisit telah mendisain kegiatan pembelajaranya untuk mengembangkan pendidikan karakter.
2.4.4. Jalaludin ( 2012)
Jalaludin ( 2012) dalam penelitiannya tentang Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter mengemukakan bahwa dalam program
reformasi pendidikan yang diinginkan oleh Deng Xiaoping pada tahun 1985, secara eksplisit diungkapkan tentang pentingnya pendidikan
karakter: Throughout the reform of the education system, it is imperative to bear in mind that reform is
for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cultivating more constructive members of society (Decisions of
Reform of the Education System, 1985). Karena itu program pendidikan karakter telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak jenjang
prasekolah sampai universitas. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses
knowing the good, loving the good, and acting the good,yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa
terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Sedangkan pendidikan moral, misalnya PPKN dan
pelajaran agama, adalah hanya melibatkan aspek kognitif (hafalan), tanpa ada apresiasi (emosi), dan praktik, sehingga jangan heran kalau banyak
manusia Indonesia yang hafal isi Pancasila atau ayat-ayat kitab sucinya, tetapi tidak tahu bagaimana membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos
kerja tinggi, dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama.
Pendidikan karakter memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi manusia, sehingga tidak cocok dengan sistem pendidikan yang terlalu menekankan
hafalan dan orientasi untuk lulus ujian (kognitif).
-
42
Hampir semua pemimpin di Cina, dari Jiang Zemin, Li Peng, Zhu Rongji sampai Hu Jianto dan lainnya,
sangat prihatin dengan sistem pendidikan yang terlalu menekankan aspek kognitif saja, yang dianggap dapat “membunuh” karakter anak, misalnya PR yang terlalu
banyak, pelajaran yang terlalu berat, orientasi hafalan dan drilling, yang semuanya dapat membebani siswa
secara fisik, mental,dan jiwa. Apabila Cina bisa melakukan pendidikan
karakter untuk 1.3 miliar manusianya, Indonesia
tentunya bisa melakukannya. Namun, Pendidikan karakter belum banyak terdengar dari para pemimpin kita. Tentunya, sebagai warga negara yang
bertanggung jawab, kita semua bisa mulai melakukannya di lingkungan terkecil kita, keluarga
dan sekolah. Berdasarkan hasil penelitian di atas
menunjukkan betapa pentingnya penerapan
pendidikan karakter di sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat. Keberhasilan pendidikan karakter bagi anak di butuhkan keterlibatan Pemerintah,
Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Walaupun penerapan pendidikan karakter bagi anak tidak
mudah tetapi sangat di perlukan untuk kemajuan suatu bangsa.