2.1. kualitas akustik ruang · fungsi nilai nc identik dengan bangunan ruang yang disarankan...
TRANSCRIPT
9 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1. Kualitas Akustik Ruang
Agar kualitas akustik dalam ruang dapat maksimal khususnya untuk ruang
auditorium multifungsi, maka ada beberapa syarat menurut Leslie L. Doelle
(1972) yang harus dipenuhi yang akan digunakan sebagai acuan pada penelitian
ini, diantaranya ialah:
• Tingkat nois latar belakang (background noise level) di dalam ruang tidak
boleh melebihi ambang batas yang ditentukan.
• Tingkat kualitas pemantulan (reverberation time) harus dijaga agar suara yang
berasal dari sumber dapat diterima dengan jelas oleh pendengar.
• Jangkauan bunyi (sound coverage) harus merata kepada semua penonton.
2.1.1. Nois (Noise)
Nois dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan berdasarkan
McGraw-Hill Dictionary of Scientific and Technical Terms (Parker, 1994). Nois
hanya dianggap sebagai suatu bunyi yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi
masyarakat di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia. Padahal nois
selain menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat mengakibatkan penurunan
kesehatan. Hal ini dikarenakan ketika orang kesulitan dalam beristirahat karena
tingginya tingkat nois di tempat orang tersebut tinggal maka tentu tingkat
kesehatannya akan menurun. Dengan menurunnya tingkat kesehatan seseorang
maka dapat juga mempengaruhi kondisi psikologi orang tersebut, seperti cepat
lelah dan mudah marah (Nillson,1991 dalam Mediastika, 2005).
Nois bersifat subjektif, sehingga batasan nois dapat berbeda-beda antara
pendengar yang satu dengan pendengar lainnya. Subjektivitas nois bergantung
pada (Mediastika, 2005):
a. Lingkungan dan keadaan
b. Sosial Budaya
c. Hobi atau kegemaran
10 Universitas Kristen Petra
Walaupun nois bersifat subjektif, namun ada jenis bunyi yang dianggap
sebagai nois bagi mayoritas orang diantaranya bunyi keras yang muncul
mendadak, bunyi keras yang tanpa henti seperti bunyi mesin-mesin, alat berat
(Sanders dan McCormick, 1987). Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan
nois yaitu background noise (nois latar belakang), noise (nois), dan ambient noise
(nois ambien). Nois latar belakang merupakan bunyi yang muncul secara tetap
dan stabil pada tingkat tertentu di sekitar kita. Nois latar belakang dapat dikatakan
nyaman apabila tingkat kekerasannya tidak melebihi 40 dB. Yang dimaksud
dengan nois di sini ialah bunyi yang muncul secara seketika dan tingkat
kekerasannya melebihi nois latar belakang di tempat tersebut. Sedangkan nois
ambien adalah tingkat kebisingan di sekitar kita dan merupakan gabungan dari
nois latar belakang dan nois (Mediastika, 2005). Adapun rekomendasi nilai Noise
Criteria (NC) untuk menentukan nois latar belakang beberapa fungsi ruang dapat
dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Rekomendasi Nilai NC. Sumber: Egan, 1976 dalam Mediastika, 2005.
Fungsi Nilai NC Identik dengan
Bangunan Ruang yang disarankan
tingkat kebisingan
(dBA) Ruang konser, opera, studio rekam, dan ruang lain dengan tingkat akustik yang sangat detail
NC 15 - NC 20 25 s.d. 30
Rumah sakit, dan ruang tidur/istirahat pada rumah tinggal, apartemen, motel, hotel, dan ruang lain untuk istirahat/tidur
NC 20 - NC 30 30 s.d. 40
Auditorium multifungsi, studio radio/televisi, ruang konferensi, dan ruang lain dengan tingkat akustik yang sangat baik
NC 20 - NC 30 30 s.d. 40
Kantor, kelas, ruang baca, perpustakaan, dan ruang lain dengan tingkat akustik yang baik
NC 30 - NC 35 40 s.d. 45
Kantor dengan penggunaan ruang bersama, cafetaria, tempat olah raga, dan ruang lain dengan tingkat akustik yang cukup
NC 35 - NC 40 45 s.d. 50
Lobi, koridor, ruang bengkel kerja, dan ruang lain yang tidak memerlukan tingkat akustik yang cermat
NC 40 - NC 45 50 s.d. 55
Dapur, ruang cuci, garasi, pabrik, pertokoan NC 45 - NC 55 55 s.d. 65
Sedangkan batasan NC berdasarkan ASHRAE (American Society of
Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers) dapat dilihat pada Tabel
2.2 berikut.
11 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Nilai NC Berdasarkan ASHRAE. Sumber: Lord, Gatley, Evensen, 1980.
Fungsi Nilai NC Identik dengan
Bangunan Ruang yang disarankan tingkat kebisingan (dBA)
Ruang konser, opera, dan studio rekam NC 15 - NC 22 20 s.d. 30
Auditorium multifungsi, ruang teater NC 25 - NC 30 30 s.d. 35 Bioskop, studio radio/televisi, amphiteater semi-outdoor
NC 30 - NC 35 35 s.d. 45
Ruang Konferensi, planetarium, loby NC 35 - NC 45 40 s.d. 50
Berdasarkan kedua standar yang ada berdasarkan Tabel 2.1 dan Tabel 2.2
di atas maka dipilih nilai NC antara 25-30 agar dapat memenuhi kedua standar
yang berlaku. Namun, dalam penelitian kali ini lebih cenderung menggunakan
nilai NC 30. Hal ini disebabkan Negara Indonesia merupakan negara berkembang
(emerging country) dengan iklim tropis-lembab sehingga akan lebih sulit dan
membutuhkan biaya yang besar apabila menggunakan nilai standar yang
konservatif mengingat standar yang digunakan sebagai acuan sendiri berasal dari
negara maju (developed country) dengan 4 musim, dimana karakteristik
kebisingannya tentu saja berbeda.
Besarnya NC dalam ruang selain ditentukan oleh besarnya nois dalam
ruang juga turut dipengaruhi oleh nois yang berasal dari luar ruang. Nilai NC luar
ruang ini menjadi pertimbangan dalam pemlihian material dan dimensi tebalnya
dinding auditorium multifungsi dikarenakan jika dinding auditorium multifungsi
tidak didesain dengan tepat maka nois dari luar ruang dapat masuk ke dalam ruang
dan mempengaruhi besar NC dalam ruang. Contohnya, jika nois di luar ruang
sebesar 50 dB maka dinding auditorium perlu didesain menggunakan material
yang dapat mereduksi nois sebesar 20 dB agar nois di dalam ruang tetap
memenuhi standar yang disyaratkan di atas yaitu sebesar 30 dB. Besarnya nois
luar ruang pada penelitian kali ini menggunakan acuan nois luar ruang pada
sekeliling ruang auditorium multifungsi yang berada di Gedung W UK Petra yang
sudah ada, dikarenakan karakteristik kedua ruang yang sama. Untuk mengukur
nilai nois luar ruang (tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi) pada sekeliling
auditorium multifungsi di Gedung W UK Petra digunakan alat Sound Level Meter
(SLM).
12 Universitas Kristen Petra
Alat SLM ini terdiri dari mikrofon, amplifier, weighting network, dan layar
display dalam satuan dB. Layar display tersebut dapat berupa layar manual yang
ditunjukkan dengan jarum dan angka ataupun layar digital seperti halnya jam
digital. Alat SLM yang sederhana hanya dapat mengukur tingkat kekerasan bunyi
saja, namun SLM yang canggih dapat sekaligus mengukur frekuensi bunyi yang
diukur. Selain itu, alat SLM yang sederhana hanya dilengkapi dengan bobot
pengukuran A dengan sistem pengukuran seketika, sedangkan yang lebih canggih
dilengkapi juga dengan skala pengukuran C. Di pasaran sendiri, banyak sekali
brand SLM yang beredar dimana harganya bervariasi tergantung dari fitur-fitur
yang disediakan. Beberapa brand SLM yang banyak dijual di pasaran ialah
Dekko, Mastech, Amprobe, Trotec, Lutron, SEW, Tenmos, Hioki, Extech,
Krisbow, dan Brüel & Kjær (B&K). Untuk brand seperti B&K dan Amprobe,
bahkan bisa digunakan untuk mengukur frekuensi bunyi dan dapat diintegrasikan
dengan software untuk memudahkan pencatatan dengan ketelitian yang lebih
akurat, serta dilengkapi dengan jam digital. Namun, pada penelitian kali ini cukup
digunakan SLM digital Dekko tipe SL-130 dikarenakan walaupun tidak dapat
diintegrasikan dengan software namun SLM ini sudah cukup akurat untuk
mengukur tingkat nois luar ruang (tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi) karena
memiliki tingkat keakuratan hingga ± 1,5 dB. SLM digital Dekko tipe SL-130
dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1. Sound Level Meter.
Berikut beberapa fitur dari SLM digital Dekko tipe SL-130 pada Gambar
2.1 di atas yaitu:
13 Universitas Kristen Petra
• Range pengukuran : 30-130 dBA dan 35-130 dBC
• Tingkat akurasi : ± 1,5 dB
• Skala pengukuran : A & C
• Range frekuensi : 31,5 Hz-8,5 KHz
• Digit & Resolusi : 5 Digits & 0,1 dB
• Pemilihan waktu pengukuran : Fast dan Slow
• Mikrofon : 1/2 Inch Electret Condenser Microphone
• Sampling Frequency : 2 kali/detik
• Power : 9V (Alkaline atau DC Adapter)
• Dimensi LCD LSM : 30 x 50mm
• Dimensi SLM : 265 x 70 x 35mm
2.1.2. Standar Reverberation Time (RT) Auditorium Multifungsi
Saat ini perkembangan akustik untuk ruang auditorium multifungsi
mengalami kemajuan yang pesat jika dibandingkan dengan dulu yang hanya
sekedar mementingkan fungsi ruangnya saja untuk menampung berbagai jenis
pertunjukan. Kriteria untuk mengukur apakah suatu pertunjukan sukses ialah jika
ruang auditorium dipenuhi oleh penonton dan penonton menikmati pertunjukan
yang disajikan. Hal tersebut dapat dicapai jika kualitas akustik ruang tersebut
dioptimalkan. Sekarang ini, batasan maksimum jumlah kursi penonton untuk
masing-masing tipe auditorium sudah dikemukakan dimana untuk menentukan hal
tersebut terdiri dari kombinasi kebutuhan visual serta akustik. Sebagai contoh,
hall yang digunakan untuk percakapan, kursi penonton dengan jumlah 1.000-
1.200 masih memungkinkan untuk memenuhi standar akustik. Namun, untuk
kursi penonton yang melebihi 1.200 maka akan semakin sulit untuk memenuhi
kriteria kejelasan percakapan (speech intelligibility). Selain itu, jika hall yang
sama digunakan untuk pertunjukan musik maka jumlah kursi penonton mengikuti
standar yang ditetapkan oleh standar concert hall.
Agar dapat memenuhi kualitas akustik ruang auditorium, maka faktor yang
sangat berpengaruh untuk ruangan dengan kapasitas yang besar ialah
reverberation (dengung) yang dapat diukur dengan reverberation time (RT) atau
waktu dengung (Barron, 2003). RT sendiri merupakan waktu yang diperlukan
14 Universitas Kristen Petra
suatu energi bunyi untuk meluruh hingga 60 dB dari energi awalnya (Indrani,
Ekasiwi, Asmoro, 2007). Parameter RT auditorium berbeda-beda tergantung
penggunaannya. Ruang konser dan orkestra menggunakan nilai RT yang lebih
besar, sedangkan ruang musik dan ruang percakapan dengan bantuan pengeras
suara membutuhkan RT yang menengah. Untuk ruang percakapan tanpa bantuan
pengeras suara membutuhkan RT yang paling kecil. RT yang terlalu pendek akan
menyebabkan ruangan terasa ‘mati’ (dry) sebaliknya RT yang panjang akan
memberikan suasana ‘hidup’ (liveliness) pada ruangan (Satwiko, 2004 dalam
Indrani, 2007). RT untuk jenis speech auditorium disarankan berada pada 0-1
detik dengan RT optimum 0,75 detik, sedangkan untuk music auditorium
disarankan berada pada 1-2 detik dengan RT optimum 1,5 detik (Indrani, 2007).
Namun, untuk ruang auditorium multifungsi dengan skala menengah dan besar
membutuhkan perhatian lebih dikarenakan juga harus mempertimbangkan kualitas
akustik ruang tanpa bantuan sound systems seandainya listrik padam sehingga
kegiatan tetap dapat berlangsung tanpa bantuan sound systems (Barron, 1993).
2.1.3. Jangkauan Bunyi (Sound Coverage)
Kriteria terakhir yang perlu diperhitungkan ialah jangkauan bunyi. Dalam
kriteria ini bunyi harus dapat didengar oleh audiens secara merata pada setiap
tempat duduk. Selain itu, bunyi yang didengar oleh audiens yang berada di suatu
tempat duduk tidak boleh lebih keras ataupun lebih lemah dibandingkan dengan
audiens yang lain yang duduk di tempat yang berbeda. Kriteria ini dapat dicapai
dengan menggunakan bantuan ray tracing software sehingga dapat diketahui
jangkauan bunyi dalam ruangan.
2.2. Aspek Visual Auditorium
Selain aspek akustik ruang, aspek visual juga perlu diperhatikan dalam
mendesain ruang auditorium dikarenakan ruang auditorium juga difungsikan
untuk menampilkan pertunjukkan tidak hanya sekedar untuk mendengarkan suara.
Berikut aspek-aspek visual yang perlu diperhatikan dalam mendesain auditorium
(Neufert, 2002):
a. Ruang Penonton dan Panggung/Area Pertunjukkan
15 Universitas Kristen Petra
• Luas tempat duduk untuk masing-masing penonton ialah 0,5 m2/penonton.
Angka ini merupakan total dari luas tempat duduk masing-masing penonton
ditambah dengan space tambahan. Sketsa tempat duduk penonton dapat dilihat
pada Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2. Dimensi Tempat Duduk Penonton.
Sumber: Neufert, 2002.
Untuk posisi tempat duduk penonton, tempat duduk lipat serong lebih
memberikan kebebasan bergerak namun membutuhkan ruang yang lebih besar
untuk penempatannya.
• Panjang baris setiap koridor tempat duduk maksimum 16 tempat duduk.
Jumlah maksimum tempat duduk ini masih dapat ditambah sampai 25 tempat
duduk asalkan setiap 3 sampai 4 koridor disediakan pintu keluar dengan lebar
1 m. Sketsa koridor tempat duduk dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3. Koridor Tempat Duduk Penonton.
Sumber: Neufert, 2002.
16 Universitas Kristen Petra
• Lebar pintu keluar ialah 1 m setiap 150 orang, namun sekurang-kurangnya 80
cm.
b. Proporsi Ruang Penonton
Dihasilkan dari sudut persepsi psikologi dan sudut pandang penonton yang
merupakan tuntutan pandangan yang baik dari semua tempat duduk penonton
(Neufert, 2002), berikut kriterianya:
• Pandangan yang baik, tanpa gerakan kepala tetapi mudah menggerakkan mata
ialah 15o ke arah kiri dan 15o ke arah kanan atau total 30o.
• Pandangan yang baik, dengan sedikit gerakan kepala tetapi mudah
menggerakkan mata sekitar 60o.
• Maksimal sudut pandangan tanpa gerakan kepala kira-kira 110o. Ilustrasi dari
3 kriteria di atas dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4. Sudut Pandang Penonton.
Sumber: Neufert, 2002.
• Selain itu, posisi penonton untuk dapat melihat dengan jelas dan nyaman ke
arah panggung adalah sekitar 100o ke arah kiri dan kan dari ujung kiri depan
dan ujung kanan depan panggung seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.5
(Mediastika, 2005).
17 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.5. Batas Tempat Duduk Penonton.
Sumber: Mediastika, 2005.
2.3. Software.
Software yang digunakan pada penelitian kali ini adalah software
ECOTECT dari Autodesk yang digunakan untuk memperoleh data akustik yang
lebih maksimal.
2.3.1. ECOTECT.
ECOTECT merupakan tool analisis desain bangunan dan lingkungan yang
meliputi seluruh bidang simulasi dan fungsi analisis yang memahami cara desain
bangunan akan beroperasi dan bekerja. Dengan Software ini kita dapat
memperoleh beberapa keuntungan antara lain:
a. ECOTECT dapat digunakan untuk beberapa simulasi yang bisa dilakukan,
diantaranya:
• Simulasi pencahayaan dan termal
• Simulasi kenyamanan
• Simulasi angin
• Simulasi akustik
• Simulasi visual
b. Dapat dipakai sebagai alat desain model (drafting) sekaligus berkemampuan
menganalisa dan simulasi.
c. Dapat meng-import model dari CAD sebagai acuan dasar desain yang ada
dalam bentuk skema garis (wiring) dalam format DXF.
18 Universitas Kristen Petra
d. Waktu simulasi dapat di simulasikan sepanjang tahun.
e. Grafik yang cukup bersahabat dan informatif, sehingga hasil simulasi dan
modeling dapat dimengerti dengan mudah.
f. Visualisasi hasil simulasi dapat dilihat dalam bentuk grafik dan model 3
dimensi.
g. Material pada bangunan dapat didefinisikan secara tepat baik dengan material
yang tersedia atau memasukkan setting-an untuk material baru.
h. Ray simmulation, mampu mensimulasikan cahaya matahari yang terjadi di
objek atau interior untuk melihat arah masuk dan pemantulannya.
i. Kemampuan lain selain menganalisa pencahayaan bisa dipakai untuk
menganalisa, Termal, Visual, Radiasi dan Akustik.
Tetapi setiap software pastilah memiliki keterbatasan berikut ini
keterbatasan dari software ECOTECT yaitu terbatas dalam meng-import langsung
model 3 dimensi baik dari model cad atau sketch up. Vertek di dalam model akan
terbaca sangat banyak, ECOTECT masih berbasis modelling wiring. 3D simulasi
sebaiknya digambar ulang sehingga akurasinya bisa lebih presisi.