2012-2-00708-ps workingpaper001

Upload: gita-puspitasari

Post on 09-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

gjhjhjhj

TRANSCRIPT

16

HUBUNGAN ANTARA SELF-CONTROL DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA REMAJAMonica Dwi AnantaJurusan Psikologi, Universitas Bina Nusantara, Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat 11480, (62-21) 532 7630 / (62-21) 533 2985, [email protected]

This research was carried out to find a relationship between self-control and aggression in adolescence population. Self-control Scale and Short Form Aggression Questionnaire were distributed to high school students with random sampling technique, the age ranged from 14 to 18 years old, n = 212, females (n = 90) and males (n = 122). The result showed that there was a significantly negative correlation between self-control and aggression. (MDA)Keywords: Self-control, Aggression, AdolescenceABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-control dengan tingkat agresivitas pada remaja. Self-control Scale dan Short Form Aggression Questionnaire disebarkan kepada siswa SMA dengan teknik Random Sampling, rentang usia 14-18 tahun, n = 212, perempuan (n = 90) dan laki-laki (n = 122). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan tingkat agresivitas pada remaja. (MDA)

Kata Kunci: Self-control, Agresivitas, RemajaPENDAHULUANFenomena agresi merupakan masalah utama pada remaja. Pada masa sekarang ini perhatian ditujukan pada tingginya tingkat kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Chapple (2005) menyatakan bahwa masa kanak-kanak akhir dan masa awal remaja merupakan masa-masa kritis yang berpengaruh terhadap kematangan (maturity), pembentukkan identitas, dan untuk beberapa remaja cenderung untuk terlibat dalam kenakalan. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi cenderung banyak menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan sosial lain, sehingga kemungkinan besar akan mudah bertindak agresif. Agresi merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain yang dilakukan secara sengaja (Sarwono dan Meinarno, 2009). Agresi manusia adalah setiap perilaku yang diarahkan kepada individu lain yang dilakukan dengan maksud untuk menyebabkan kerusakan (Anderson & Bushman, 2002). Pemicu umum dari agresi adalah ketika seseorang mengalami suatu kondisi emosi tertentu, yang biasanya terlihat adalah emosi marah. Kemarahan dapat membuat seseorang kehilangan kontrol diri dan berperilaku agresif (Sarwono dan Meinarno, 2009). Secara umum, kemampuan manusia untuk menahan dan mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas lebih dikenal sebagai self-control atau pengendalian diri. Self-control dikatakan sebagai kemampuan manusia untuk menahan dan mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas (DeWall, Baumeister, Stillman, & Gailliot, 2005). Hal ini didukung oleh hasil penelitian DeWall, Finkel, dan Denson (2011) yang menyatakan bahwa kegagalan self-control dapat memberikan kontribusi untuk tindakan yang paling agresif yang menyertakan kekerasan. Penjelasan lain juga menunjukkan bahwa individu yang memiliki sifat pengendalian diri yang rendah lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku kriminal, dan menyimpang dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat self-control yang tinggi (McMullen, 1999). Ketika munculnya perilaku agresif, self-control dapat membantu seseorang merespon sesuai dengan standar pribadi atau sosial yang dapat menahan munculnya perilaku agresi (DeWall, Finkel, & Denson, 2011). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self-control berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif terutama untuk membawa mereka sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan harapan sosial.Kenakalan remaja merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang terjadi didalam masyarakat. Masalah sosial sering dikaitkan dengan masalah perilaku menyimpang dan bahkan sampai berkaitan dengan pelanggaran hukum atau tindak kejahatan. Perilaku menyimpang (dalam hal ini berkaitan dengan perilaku agresivitas) tersebut sangat erat kaitannya dengan self-control yang dimiliki oleh seseorang. Individu yang memiliki sifat pengendalian diri yang tinggi sangat kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam perilaku kriminal dan tindakkan menyimpang dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat pengendalian diri yang rendah (McMullen, 1999). Oleh karena itu self-control sangat diperlukan oleh individu, karena apabila individu ingin diterima di masyarakat mereka perlu menahan diri dari perilaku kejahatan/perilaku agresif dan penyimpangan saat mereka memasuki tahap kehidupan di mana perilaku ini kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial (McMullen, 1999).Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori I3 untuk mengetahui hubungan antara self-control dengan tingkat agresivitas pada remaja. Teori I3 (I-cubed Theory) merupakan pengembangan meta-theory berkaitan dengan agresi yang memiliki penekanan kuat terhadap self-control (Denson, DeWall, & Finkel, 2012). I3 sendiri merupakan singkatan dari tiga proses yang mendasari agresi antara lain: Instigation, Impellance, dan Inhibition.Instigation merupakan faktor eksternal yang menyebabkan kecenderungan dalam melakukan agresi, contohnya adalah provokasi dan social rejection (Slotter & Finkel, 2011). Impellance berkaitan dengan faktor internal yang dapat memperkuat Instigator (penghasut, pemicu) dalam memunculkan dorongan agresi, misalnya, sifat agresivitas; hormon, motivasi; balas dendam (Denson, DeWall, & Finkel, 2012). Inhibition mengacu pada faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan bahwa individu akan mengontrol dorongan agresif daripada mengikutinya. Jika inhibiting factors (dalam hal ini self-control) lemah maka dorongan agresif yang diperlukan tidak perlu sangat kuat untuk menghasilkan perilaku agresif. Jika Inhibiting factors kuat maka dorongan agresif yang diperlukan harus kuat untuk menghasilkan perilaku agresif (Slotter & Finkel, 2011).

METODE PENELITIANSample

212 partisipan yang berasal dari SMA Negeri yang ada di Jakarta Timur (perempuan n = 122, laki-laki n = 90), dengan rentang usia dari 14 18 tahun. Peneliti menggunakan teknik random sampling dalam menentukan partisipan penelitian.

Alat Ukur Penelitian

Self-Control Scale

Self-Control Scale yang saya gunakan adalah Self-Control Scale yang dikembangkan oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) yang berjumlah 36 item yang terdiri dari 5 dimensi: Self-Discipline (9 item), Deliberate/Non-impulsive (10 item), Healthy Habits (7 item), Work Ethic (5 item), dan Reliability (5 item). Pilihan respon yang diberikan berbentuk skala likert dengan tingkat persetujuan dari skala 1 yaitu sangat tidak sesuai dengan diri saya sampai dengan skala 5 yaitu sangat sesuai dengan diri saya.

Reliabilitas dari Self-Control Scale secara keseluruhan memiliki nilai reliabilitas yang tinggi. Dari hasil penelitian Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) diperoleh nilai reliabilitas ( = 0,89), pada penelitian Hasford, dan Bradley (2011) dihasilkan reliabilitas ( = 0,97). Sedangkan berdasarkan hasil peneilitan yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan reliabilitas ( = 0,80).

Aggression Questionnaire

Skala agresivitas yang digunakan merupakan versi singkat dari Buss-Perry Aggression Questionnaire (AQ) (1992) yang di kembangkan oleh Bryant dan Smith (2001). AQ mengukur perilaku agresif (yang terdiri dari fisik dan verbal), emosi negatif dari Anger (marah), dan kognisi negatif mewakili Hostility (Permusuhan)(Maxwell, 2007). Pilihan respon yang diberikan berbentuk skala likert dengan tingkat persetujuan dari skala 1 yaitu sangat tidak sesuai dengan diri saya sampai dengan skala 5 yaitu sangat sesuai dengan diri saya.

Kuesioner ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan diadaptasi serta di validasi di berbagai negara, termasuk beberapa diantaranya Spanyol (Garca-Len, Reyes, Vila, Prez, Robles, & Ramos, 2002), Cina (Maxwell, 2007), Arab (Adb-El-Fattah, 2007), Italia (Sommantico, Guzmn, Parrello, Rosa, & Donizzetti), Argentina (Reyna, Ivacevich, Sanchez, & Brussino, 2011), dan Turki (Evren, nar, Gle, elik, & Evren, 2011).

Reliabilitas dari short form AQ secara keseluruhan memiliki nilai ( = 0,60), untuk versi Perancis (Genoud, & Zimmermann, 2009) menunjukkan nilai reliabilitas antara lain Physical Aggressio ( = 0,72), Verbal Aggression ( = 0,61), Anger ( = 0,72), dan Hostility ( = 0,61), versi Cina (Maxwell, 2007) menghasilkan nilai ( = 0,89). Sedangkan berdasarkan penelitian ini didapatkan nilai ( = 0,81) dengan reliabilitas setiap dimensi antara lain: Physical Aggression ( = 0,75), Verbal Aggression ( = 0,60), Anger ( = 0,79), dan Hostility ( = 0,61).

Procedure Peneliti menterjemahkan 36 item Self-Control Scale dan 12 item Aggression Questionnaire dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Peneliti juga melakukan blind-back-translation dengan bantuan mahasiswi sastra Inggris. Proses adaptasi alat ukur penelitian tersebut dibawah pengawasan dosen pembimbing.Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 20 untuk menguji reliabilitas dan Pearsons Correlation untuk melakukan uji korelasi antar variabel penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik Pearsons Correlation. Berdasarkan hasil perhitungan Pearsons Correlation, ditunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan tingkat agresivitas pada remaja (r = -0,57, p < 0,05). Hubungan tersebut menunjukan arah negatif (hubungan yang berkebalikan) yang signifikan yang berarti semakin tinggi self-control seseorang, maka semakin rendah tingkat agresivitas yang dimiliki.Pembahasan Tambahan

Korelasi Self-control dengan Dimensi Agresivitas

Berdasarkan hasil perhitungan Pearsons Correlation, ditunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara self-control dengan setiap dimensi agresivitas antara lain dengan: Physical aggression (r = -0,40, p < 0,01), Verbal aggression (r = -0,37, p < 0,01), Anger (r = -0,51, p < 0,01) dan Hostility (r = -0,34, p < 0,01).

Perbedaan Self-control antara Laki-laki dan Perempuan

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan, t(204) = -0,17, p > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki self-control yang sama.

Perbedaan Agresivitas antara Laki-laki dan Perempuan

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa tingkat agresivitas antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang signifikan t(210) = 2,08, p < 0,05. Berdasarkan perbedaan tersebut diketahui bahwa tingkat agresivitas pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat agresivitas pada perempuan.

SIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang negatif signifikan antara self-control dengan tingkat agresivitas pada remaja (r = -0,57, p < 0,05). Semakin tinggi self-control seseorang, maka akan semakin rendah tingkat agresivitas yang dimilikinya.

DISKUSIKorelasi antara Self-control dengan Tingkat Agresivitas pada Remaja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa antara self-control dengan tingkat agresivitas pada remaja memiliki nilai korelasi yang signifikan dan bernilai negatif. Semakin tinggi self-control yang dimiliki, maka semakin rendah tingkat agresivitas yang dimilikinya. Hal ini mendukung Teori I3 yang menyatakan bahwa self-control dapat membengaruhi tingkat agresivitas yang dimiliki remaja (Slotter & Finkel, 2011). Inhibiting factors (dalam hal ini self-control) menentukan batas antara dorongan agresif dengan perwujudan perilaku agresif. Jika inhibiting factors (dalam hal ini self-control) lemah maka dorongan agresif yang diperlukan tidak perlu sangat kuat untuk menghasilkan perilaku agresif. Jika Inhibiting factors kuat maka dorongan agresif yang diperlukan harus kuat untuk menghasilkan perilaku agresif (Slotter & Finkel, 2011).

Perbedaan Tingkat Agresivitas pada Laki-laki dan Perempuan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa antara laki-laki dan perempuan dalam tingkat agresivitas memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat agresivitas pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat agresivitas pada perempuan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Avakame (1998) dan Mara de la Paz Toldos Romero (2011) yang menunjukan bahwa tingkat agresivitas pria lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat agresivitas pada wanita. Dikatakan juga dalam teori I3 bahwa Impellance merupakan salah satu faktor yang menguatkan dorongan agresi adalah hormon. Dalam perspektif biologis dikatakan bahwa hormon manusia, khususnya testosterone (yang paling banyak dimiliki oleh pria) sangat berpengaruh terhadap tingkat agresivitas manusia (Anderson & Bushman, 2002).

Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam kehidupan, khususnya untuk mengurangi perilaku agresivitas yang dilakukan oleh remaja. Dalam penelitian ini diketahui bahwa self-control memiliki korelasi negatif dengan tingkat agresivitas pada remaja, oleh karena itu untuk mengurangi tingkat agresivitas pada remaja dapat dilakukan pelatihan untuk meningkatkan self-control. Pelatihan self-control sebaiknya dimulai sejak kecil seperti misalnya menerapkan pola hidup sehat (healthy habits), apabila sejak kecil telah memiliki self-control yang baik hal itu dapat memperkecil perilaku agresivitas dikemudian hari.

Kelemahan Penelitian

Kelamahan dari penelitian ini yaitu kurangnya jumlah partisipan. Subjek penelitian berjenis kelamin perempuan (n = 122, 57,5%), lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki (n = 90, 42,5 %). Hal ini menyebabkan peneliti kesulitan melakukan generalisasi hasil yang didapatkan.

SARANUntuk peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian dengan topik yang sama, diharapkan untuk menambahkan jumlah karakteristik subjek penelitian. Hal ini ditujukan agar subjek penelitian dapat lebih merepresentasikan populasi penelitian yang digunakan. Selain itu jumlah subjek penelitian berdasarkan karakteristik sebaiknya memiliki jumlah yang sama atau setara, agar lebih mudah dalam melakukan generalisasi hasil yang didapatkan. Peneliti sebaiknya memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku agresivitas pada remaja.Peneliti juga diharapkan untuk menembah kekurangan yang ada dalam penelitian ini, dan memperhatikan jumlah item yang digunakan. Sebisa mungkin tidak boleh terlalu banyak item yang diberikan, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya ketidakvalidan data yang disebabkan oleh kelelahan partisipan untuk mengisi kuesioner sehingga banyak item yang tidak diisi. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan skala dengan jumlah item yang lebih sedikit (short form).REFERENCEAbd-El-Fattah, S.M. (2007). Is the Aggression Questionnaire bias free? A Rasch analysis. International Education Journal, 8(2), 237-248.

Anderson, C.A., & Bushman, B.J. (2002). Human aggression. Annual Review of Pshychology, 53, 27-51.

Avakame, E.F. (1998). Intergenerational transmission of violence, self-control, and conjugal violence: a comparative analysis of physical violence and psychological aggression. Violence and Victim, 13(3), 301-316.

Baron, R.A., Branscombe, N.R., & Byrne, D. (2008). Social Psychology (12th Ed.). USA: Pearson Education, Inc.

Bryant, F.B., & Smith, B.D. (2001). Refining the architecture of aggression: A measurement model for the Buss-Perry Aggression Questionnaire. Journal of Research in Personality 35, 138-167.

Bush, A.H., & Perry, M. (1992). The Aggression Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 63, 452-459.

Denson, T.F., DeWall, C.N., & Finkel, N.J. (2012). Self-control and aggression. APS Association for Psychological Science, 21(1), 20-25. Diunduh pada tanggal 4 November 2012, dari http://faculty.wcas.northwestern.edu/eli-finkel/documents/2012_DensonDeWallFinkel_CDir.pdf

DeWall, C.N., Baumeister, R.F., Stillman, T., & Gailliot, M.T. (2005). Violence restrained: Effect of self-regulation and its depletion on aggression. Journal of Experimental Social Psychology. Diunduh pada tanggal 4 November 2012, dari http://www.sciencedirect.com

DeWall, C.N., Finkel, N.J., & Denson, T.F. (2011). Self-control inhibits aggression. Social and Personality Psychology Compass, 458-472. Diunduh pada tanggal 27 Februari 2013, dari http://faculty.wcas.northwestern.edu/elifinkel/documents/64_DeWallFinkelDenson2011_SPPC.pdf

Evren, C., nar, ., Gle, H., elik, M., & Evren, B. (2011). The validity and reliability of the Turkish version of the Buss-Perrys Aggression Questionnaire in male substance dependent inpatients. Dnen Adam The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences, 24, 283-295.

Garca-Len, A., Reyes, G.A., Vila, J., Prez, N., Robles, H., & Ramos, M.M. (2002). The Aggression Questionnaire: A Validation Study in Student Samples. The Spanish Journal of Psychology, 5(1), 45-53.

Genoud, P.A., & Zimmermann, G. (2009). French version of the 12-item Aggression Questionnaire Preliminary psychometric properties. Diunduh pada tanggal 5 April 2013, dari: http://www.unifr.ch/ipg/assets/files/DocGenoud/2009_SSP.pdf

Hasford, J., & Bradley, D.K. (2011). Validating measures of Self Control via Rasch Measurement. The Journal of Applied Business Research, 27(6), 45-56.

Mara de la Paz Toldos Romero.(2011). Adolescents' Predictions of Aggressive Behavioral Patterns in Different Settings. The Open Psychology Journal, 4, 55-63.

Maxwell, J.P. (2007). Development and preliminary validation of a Chinese version of the BussPerry Aggression Questionnaire in a population of Hong Kong Chinese. Journal of Personality Assessment, 88(3), 284294. McMullen, J. (1999). A test of self-control theory using general pattern of deviance. Disertasi (Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University).

Reyna, C., Ivacevich, M.G.L., Sanchez, A., & Brussino, S. (2011). The Buss-Perry Aggression Questionnaire: Construct validity and gender invariance among Argentinean adolescents. International Journal of Psychological Research, 4(2), 29-37.

Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Slotter, E.B., & Finkel, E.J. (2011). I3 Theory: Instigating, Impelling, and Inhibiting Factors in Aggression. Diunduh pada tanggal 20 April 2012, dari http://faculty.wcas.northwestern.edu/eli-finkel/documents/58_SlotterFinkelInPress_HerzliyaSymposium.pdfcm,dsn

Sommantico, M., Guzmn, M.O., Parrello, S., Rosa, B.D., & Donizzetti, R.A. Local validation study of the Italian version of the Aggression Questionnaire (AQ) in Southern Italy. Diunduh pada tanggal 10 Maret 2013, dari http://psy.ff.uni-lj.si/alpsadria08/files/Sommantico%20et%20al.,%20Paper.doc

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Tangney, J.P., Baumeister, R.F., & Boone, A.L. (2004). High self control predicted good adjustment, less pathology, better grade, and interpersonal success. Journal of Personality, 72(2), 271-324.

Watson, D.L., deBortali-Tregerthan, G., & Frank, J. (1984). Social Psychology. USA: Scott, Foresman and Company.

Wright, B.R.E., Caspi, A., Moffitt, T.E., & Silva, P.A. (1999). Low self control, social bonds, and crime: social causation, social selection, or both. Criminology, 37(3), 479-514.

6