2006-2-01041-sk-bab 2
DESCRIPTION
xcvbnhjmkghjokijhgvccvTRANSCRIPT
BAB 2
Landasan Teori
2.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Sistem Control
Dalam merancang suatu sistem, diperlukan suatu langkah sistematik untuk
mendapatkan konfigurasi, spesifikasi, dan identifikasi dari sistem tersebut agar
memperoleh suatu hasil dan proses yang diinginkan. Langkah-langkah tersebut
diantaranya:
• Langkah pertama, harus mengetahui tujuan dari sistem yang akan dibuat,
sebagai contoh sistem kontrol untuk mengendalikan tiga buah motor DC
yang bekerja secara simultan.
• Langkah kedua, menentukan pemodelan-pemodelan apa yang cocok
untuk digunakan dalam membangun sistem yang ingin di buat.
• Langkah ketiga, mensimulasikan pemodelan dari sistem yang di bangun,
apakah dapat berjalan dengan baik atau masih ada yang harus diperbaiki.
• Langkah empat adalah pengimplementasian dari sistem yang sudah di
rancang, yaitu dengan membuat bentuk nyata dari sistem control.
• Langkah lima adalah tahap akhir dari perancangan yaitu dengan
mengukur tingkat kestabilan dari sistem control. Dan bila tidak ada yang
perlu di perbaiki atau di teliti ulang, maka sistem tersebut sudah baik.
7
8
2.2 Sistem Control
Definisi sistem adalah susunan, himpunan, komponen-komponen fisik atau
kumpulan benda-benda yang dihubungkan atau berhubungan sedemikian rupa sehingga
membentuk suatu kesatuan atau keseluruhan. Kata Control itu sendiri adalah mengatur,
mengarah atau mengendalikan. Jadi sistem control adalah hubungan timbal balik
komponen-komponen fisik yang membentuk suatu konfigurasi sistem sehingga
memberikan hasil yang diharapkan. Untuk hubungan antara input dan output pada
sistem menunjukan adanya hubungan sebab akibat dari sebuah proses, yang berawal dari
sinyal input sampai menghasilkan sinyal output. Maksud dari sistem control adalah
menetapkan atau mendefinisikan output dan input. Jika input dan output telah
ditentukan, maka memungkin untuk menetapkan atau mendefinisikan sifat dari
komponen-komponen sistem tersebut(SK202-Teori Sistem, Bina Nusantara,2001 ).
2.2.1 Penggolongan Sistem Control
Sistem control digolongkan ke dalam dua kategori umum, yaitu sistem untaian-
terbuka dan sistem untaian-tertutup. (SK202-Teori Sistem, Bina Nusantara,2001 ).
2.2.1.1 Sistem Untaian Terbuka ( Loop Terbuka)
Sistem control untaian-terbuka (lup tebuka) adalah sebuah sistem control yang
tak memiliki umpan balik, sehingga bila terdapat gangguan dari dalam maupun dari luar
maka sistem tak dapat melaksanakan tugas seperti yang diharapkan. Contohnya seperti
alat pemanggang roti automatik dimana waktu yang diperlukan untuk membuat hasil
panggangan yang bagus harus diperkirakan oleh pemakainya, yang bukan merupakan
bagian dari sistem itu. Hasil control atas mutu panggangan (output) adalah dengan
9
penghentian alat pada saat waktu yang telah disetel. (SK202-Teori Sistem, Bina
Nusantara,2001 ).
Gambar 2.1: Sistem Pengendalian lup terbuka
2.2.1.2 Sistem Untaian Tertutup ( Loop Tertutup)
Sistem control untaian-tertutup (lup tertutup) adalah sebuah sistem control
yang memiliki umpan balik, dimana antara output yang baru dengan sinyal input yang
dimasukan kedalam sistem akan diselisih. Selisih dari sinyal output dengan sinyal input
tersebut disebut dengan sinyal umpan balik. Pada sistem ini sinyal error yang
merupakan hasil dari selisih antara sinyal output yang baru terjadi dengan dengan sinyal
input yang dimasukan ke dalam sistem akan dikembalikan ke pengendali (controller)
untuk mengurangi error. Proses tersebut terus dilakukan sampai mendapatkan hasil
output yang diinginkan. Contohnya seperti mekanisme autopilot pada pesawat terbang.
Sistem control lup tertutup tersebut digunakan untuk mempertahankan arah pesawat
yang telah ditetapkan, tanpa terpengaruh oleh perubahan-perubahan cuaca dan atmosfir.
Inputnya adalah arah tertentu yang bisa disetel pada suatu alat penunjuk dalam panel
pengendalian pesawat, dan outputnya adalah arah yang sesungguhnya. Sebuah piranti
pembanding senantiasa mengamati input dan outputnya. Bila input dan outputnya sudah
sama maka tak diperlukan tindakan pengendalian. Bila ada perbedaan antara input dan
4
output, piranti pembanding tersebut menyalurkan suatu isyarat tindakan ke
pengendalinya. (SK202-Teori Sistem, Bina Nusantara,2001 ).
Gambar 2.2: Sistem Pengendalian lup tertutup
2.3 Kestabilan Sistem
Kestabilan sistem dibagi menjadi dua yaitu kestabilan absolut dan kestabilan
relatif. Pada kestabilan absolut hanya terdapat dua buah keadaan yaitu stabil atau tidak
stabil, dan pada kestabilan yang relatif, banyaknya keadaan pun menjadi relatif pula
seiring semakin kompleksnya sebuah sistem, jadi pada kestabilan relatif ada yang di
sebut kurang stabil, agak stabil, sangat stabil, dan lain lainnya.sebuah sistem yang stabil
adalah sistem yang memiliki respon yang terbatas (bounded). Untuk memenuhi kriteria
kestabilan, maka sebuah sistem harus mampu untuk mengatasi gangguan dari luar,
dalam artian sistem tersebut dapat mengembalikan ke keadaan pada sebelum terjadinya
gangguan tersebut. (SK214-Sistem Pengaturan dasar, Bina Nusantara, 2001; Pert13 ).
2.4 Beberapa Model Controller
Prinsip dasar dari teknik controller bertujuan untuk membuat sebuah sistem
menjadi stabil dan memiliki kehandalan yang tinggi. Beberapa macam teknik yang
digunakan diantaranya adalah controller "on” dan "off", controller Proporsional,
5
controller Integral, controller Proporsional ditambah Integral, controller Proporsional
ditambah Derivative, dan controller Proporsional ditambah Integral ditambah
Derivative. Dalam memilih jenis controller haruslah dipertimbangkan dengan baik
karena berpengaruh pada kestabilan sistem dan tingkat efisiensi dari sistem yang akan
dibuat. Dan untuk memilih tentu saja harus mengerti dan memahami dari sistem
pengaturan yang ada dan mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
2.4.1 " On " " Off " Controller
Dalam controller ini hanya terdapat dua buah keadaan yaitu "on" atau "off "
dan dapat juga dikatakan "hidup" atau "mati" dan dalam dunia digital biasa di isyaratkan
dengan pengertian angka "0" dan "1". Jadi pada jenis controller ini hanya terdapat dua
buah kemungkinan yang sifatnya berlawanan. Bila ditinjau dari segi perancangan sistem,
controller ini sangat sederhana dibandingkan jenis controller yang lainnya, dan masih
banyak diterapkan dalam sistem pengendalian yang terdapat pada alat-alat produksi
dalam pabrik.
2.4.2 Proporsional Controller Proporsional ( P )
Pada Proporsional Controller sebenarnya hanyalah sebuah penguat input
sehingga hasil pada output tidak semakin mengecil pada sebuah sistem. Persamaan
matematika dari jenis controller ini adalah
U(t) = Kp . e(t)
Dimana U(t) adalah output Proporsional Controller dan e(t) adalah sinyal
error dari sistem. Kp adalah besaran konstanta untuk di kalikan dengan sinyal error,
dimana besaran untuk Kp harus dapat di sesuaikan dengan kebutuhannya.
Gambar 2.3: Blok Diagram Controller Proporsional
Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)
2.4.3 Integral Controller ( I )
Integral Controller berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan dalam menuju ke keadaan yang di inginkan. Kalau sebuah plant tidak
memiliki unsur integrator , Proporsional Controller tidak akan mampu menjamin output
dari sistem akan menuju ke keadaan yang di inginkan. Pada Integral Controller, nilai
input controller di kalikan dengan nilai error yang di integralkan dengan batasan atas
adalah t dan batas bawah adalah 0, sehingga bentuk persamaan matematika-nya menjadi:
U(t) = Ki t∫
e(t) dt
Dimana Ki adalah nilai konstanta yang dapat di ubah ubah sesuai
kebutuhannya. Dan setelah diubah kedalam domain waktu, maka fungsi alih dari
Integral Controller menjadi:
U(s) / E(s) = Ki / s
atau
0
Pada controller integral ini menghasilkan output controller yang sebanding
dengan jumlah error, dan juga sangat dipengaruhi oleh time sampling, sehingga dari
dari rumus Integral Controller dapat dilihat bahwa controller ini dapat membantu
respon dari sistem untuk memperbaiki keadaan error karena sifat dari controller ini
adalah selalu menjumlahkan nilai error dari saat E(t0) sampai E(t), sehingga bila
Proporsional Controller sudah tidak mampu lagi untuk memperbaiki keadaan error,
maka seiring berjalannya waktu, Integral Controller membantu menaikan respon untuk
menuju ke keadaan yang diinginkan.
Gambar 2.4: Blok diagram Integral Controller
Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)
Ketika digunakan Integral Controller, sistem akan mempunyai beberapa
karakteristik berikut ini:
1. controller output membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga Integral
Controller cenderung terlihat memperlambat respon.
2. Ketika sinyal error berharga nol, controller output akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal error tidak berharga nol, output akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal error dan nilai Ki .
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal controller output (Guterus, 1994, p7-4).
2.4.4 Controller Diferensial ( D )
Output dari Diferensial Controller memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
derivatif yang cenderung meredam respon untuk menuju ke keadaan yang diinginkan.
Bentuk persamaan matematika-nya untuk Diferensial Controller adalah:
U(t) = Kd . Td . (de(t)/ dt)
Dimana Kd adalah nilai konstanta yang dapat di ubah-ubah sesuai
kebutuhannya. Dan setelah diubah kedalam domain waktu, maka fungsi alih dari
Integral Controller menjadi:
U(s) / E(s) = Kd (Td . s)
Atau
U(t) = Kd .[ E(t) – E(t -1)]
Gambar 2.5: Blok Diagram Diferensial Controller
Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)
Pada gambar 2.6 menyatakan hubungan antara sinyal input dengan sinyal
output dari Diferensial Controller. Ketika input tidak mengalami perubahan, controller
output juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal input berubah
mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), output menghasilkan sinyal berbentuk
impuls. Jika sinyal input berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), output justru
merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik
dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya Td (Guterus, 1994, p8-4).
Gambar 2.6: Kurva waktu hubungan input-output Diferensial Controller
Sumber: http:// w ww.elektroindonesia.co m / e l e ktr o /tut o r 1 2.html
Karakteristik Controller diferensial adalah sebagai berikut:
1. Controller ini tidak dapat menghasilkan output bila tidak ada perubahan pada
input nya (berupa sinyal error).
2. Jika sinyal error berubah terhadap waktu, maka output yang dihasilkan
controller tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal error.
10
3. Diferensial Controller mempunyai suatu karakter untuk mendahului,
sehingga controller ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum
pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi Diferensial Controller
dapat mengantisipasi pembangkit error, memberikan aksi yang bersifat
korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem (Ogata,, 1997, p240).
Kerja Diferensial Controller hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu
pada periode peralihan. Oleh sebab itu Diferensial Controller tidak pernah digunakan
tanpa ada controller lain dalam sebuah sistem.
2.4.5 Pengontrolan Controller Dengan Integral Dengan Derivative ( PID )
Bila Proporsional Controller digabungkan dengan Diferensial Controller
(Derivative) dan digabungkan lagi dengan Integral Controller maka persamaan
matematika-nya menjadi:
U(t)= [ Kp . e(t)] + [ ( Kp / Ti ).( t∫ e(t) dt) ] + [Kp . Td . (de(t)/ dt)]
Maka fungsi alih dari pengendalian ini adalah
U(s) / E(s) = Kp .[ 1+ ( 1 / Ti . s) + (Td . s) ]
Dimana Kp adalah penguatan Proporsional, Ti adalah Integral dari waktu dan
Td adalah Derivative dari waktu(Ogata,1996,p203). Setiap kekurangan dan kelebihan
dari masing-masing controller P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan
ketiganya secara paralel menjadi Proporsional plus integral plus diferensial Controller
(Controller PID). Elemen-elemen Controller P, I dan D masing-masing secara
keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset
dan menghasilkan perubahan awal yang besar(Guterus, 1994, p8-10).
0
Gambar 2.7: blok diagram Controller Proporsional dengan
Integral dan dengan Derivative ( PID ).
Sumber: http:// w ww.elektroindonesia.c o m / e l e ktr o /tut o r 1 2.html
Karakteristik Controller PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari
ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan
penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut
dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan
memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan (Gunterus,
1994, p8-10). Penalaan parameter Controller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap
karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant,
perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID
itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka
dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant
yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik
perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa
kurva output, penalaan Controller PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk
mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu
sebagai alat control (tuning controller) (Ogata, 1997, p168, Jilid 2). Agar persamaan
PID yang ingin digunakan dapat di implementasikan ke dalam sistem diskrit maka
persamaan PID tersebut harus di ubah kedalam bentuk diskrit terlebih dahulu. Untuk
dapat dijadikan persamaan PID yang diskrit sebelumnya harus di ubah terlebih dahulu
kedalam domain Z. Kemudian dari persamaan PID dalam Domain Z di ubah kedalam
persamaan PID diskrit dengan cara di laplace-kan.
U(t) = [U (t-1)]+[(Kp + Ki + Kd) . E(t)]–[(Kp + 2Kd) . E(t-1)]+[(Kd) . E(t-2)]
Gambar 2.8: Perbandingan hasil Proporsional Controller ( P )dengan Proporsional Controller ditambah Derivative ( PD ) dengan
Proporsional ditambah Integral ditambah Derivative ( PID ).Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)
13
2.5 Motor DC
Seiring dengan berkembangnya teknologi motor DC, saat ini sangat banyak
sekali macam-macam bentuk motor DC. Sehingga untuk dapat mengendalikan motor
DC dengan baik, perlu diketahui pemodelan matematik dan cara kerjanya dari motor DC
yang akan digunakan. Pada sub bab ini akan di uraikan tentang perkembangan teknologi
motor DC, lalu cara kerja dan persamaan matematik dari motor DC.
2.5.1 Perkembangan Motor DC
Pada perkembangan teknologi motor DC memang cukup membantu untuk
terciptanya perangkat elektronik yang membutuhkan penggerak, misalnya untuk
memutar pita kaset , untuk memutar kepingan CD, dan lain lainnya. Motor DC dengan
model model lama tidaklah memungkinkan untuk digunakan dalam perangkat
elektronik, karena model-model pada jaman dahulu masih menggunakan sikat dan
komutator, karena pada saat tersebut belum ada motor DC yang menggunakan teknologi
magnet permanen, sehingga bentuk fisik dari motor DC itu sendiri menjadi lebih besar
dan membutuhkan ruang yang sangat besar, tetapi dengan menggunakan teknologi
magnet permanen permasalahan tersebut dapat teratasi dengan baik. Dan seiring
berjalannya waktu, teknologi motor DC pun menjadi semakin baik dengan tidak
menggunakan sikat dalam motor DC sehingga tidak perlu perawatan khusus terhadap
motor DC, dan juga teknik manufaktur yang baik telah menghasilkan sebuah motor DC
yang memiliki rotor yang tidak lagi terbuat dari besi, sehingga akselerasi yang
didapatkan menjadi semakin baik beserta momen inersianya yang menjadi lebih kecil
sehingga dapat membuat rasio torsi inersia yang tinggi dengan konstanta waktu yang
kecil. Dari seluruh perkembangan yang ada, pada saat ini sangatlah memungkinkan
14
untuk menggunakan motor DC kedalam perangkat elektronik yang kecil dan perangkat
digital lainnya, bahkan saat ini mampu digunakan dalam membuat robot-robot industri.
2.5.2 Cara Kerja dan Persamaan Matematik dari Motor DC
Cara kerja motor DC yang secara umum adalah mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik, dan kekuatan dari gaya memutarnya biasa di sebut torsi. Torsi
yang dihasilkan berbanding lurus dengan besarnya arus pada kumparan dan juga
berbanding lurus dengan besarnya fluks pada medan magnetik. Hubungan antara torsi,
fluks dan arus dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut :
Tm = Km . Ф . ia
Keterangan :
Tm = Torsi motor (N-m, lb-ft atau oz-in)
Km = Konstanta motor
ia = Arus jangkar (Ampere)
Ф = Fluks (Weber)
Pergerakan dari motor DC terjadi karena adanya kumparan yang akan bersifat
magnetik ketika diberikan tegangan, dan karena dipengaruhi oleh medan magnetik aktif
yang mengelilingi kumparan tersebut maka kumparan yang tadinya bersifat magnetik
akan melakukan gerakan memutar. Gerakan inilah yang membuat motor tersebut
berputar. Pada saat konduktor bergerak pada medan magnetik maka suatu tegangan
dibangkitkan melintasi ujung-ujungnya. Tegangan ini disebut dengan tegangan emf
balik. Tegangan tersebut berbanding lurus dengan kecepatan batang dan berlawanan
dengan aliran arus. Hubungan antara emf balik dengan kecepatan sudut sebagai berikut:
eb = Km . Ф . ωm
keterangan:
eb = emf balik (Volt)
Km = Konstanta motor
Ф = Fluks (Weber)
ωm = Kecepatan sudut dari motor (Radian / detik)
2.6 Analog to Digital Converter – ADC
ADC adalah komponen yang digunakan untuk merubah besaran tegangan
analog kedalam bentuk digital. Ada banyak konsep yang digunakan dalam membuat
ADC, salah satu diantaranya adalah pendekatan berangsur-angsur (Successive
Approximation). Langkah – langkah yang terdapat dalam ADC adalah sinyal analog
disampling sehingga sinyal analog yang waktunya continue menjadi waktu diskrit,
kemudian sinyal diskrit tersebut di kuantisasi yang bermaksud untuk membuat nilai dari
sinyal diskrit menjadi sesuai dengan yang ditentukan, setelah nilai pada sinyal diskrit
sudah dikuantisasi, maka langkah terakhirnya adalah melakukan coding, dimana nilai
dari hasil kuantisasi di ubah kedalam bentuk bilangan binary, sehingga nilai binary
tersebut dapat digunakan kedalam perangkat diskrit lainnya. Contohnya Modem
(Modulator dan Demulator) adalah salah satu contoh dari suatu alat yang menggunakan
ADC dimana cara kerjanya modulator (DAC) mengubah sinyal diskrit ke sinyal analog
lalu sinyal analog dikirim melalui saluran komunikasi ke ujung lain suatu jaringan
sinyal. Di ujung lain sinyal tersebut dikembalikan ke bentuk asalnya yaitu bentuk diskrit
yang bisa diinterpretasikan oleh komputer. Proses pengubahan ini dinamakan demulasi
(ADC).
Gambar 2.9 : ADC dengan output n-bit
2.6.1 Sampling
Sampling adalah mengubah sinyal analog yang memiliki waktu yang continue
menjadi sinyal yang waktunya diskrit. Dan kecepatan waktu sampling harus dua kali
lebih cepat dari frekuensi tertinggi pada sinyal analog tersebut, untuk menghindari
terjadinya efek aliasing.
Gambar 2.10: Sinyal Analog sebelum dan sesudah disampling
Pada syarat Nyquist dalam pengambilan contoh frekuensi, minimal harus
paling sedikit dua kali dalam satu frekuensi, hal tersebut di haruskan agar output pada
frekuensi diskrit digital masih mampu untuk mendekati nilai frekuensi pada input.
Gambar 2.11: Sinyal Analog yang memiliki waktu sampling
yang minimum
2.6.2 Quantisasi
Quantisasi adalah proses dimana nilai diskrit yang memiliki nilai yang tidak
bulat atau memiliki nilai yang berkoma, dilakukan pembulatan dengan 2 cara, yaitu
pemotongan atau pembuangan. (Rounding dan Dissection) Bila menggunakan cara
Rounding maka nilai di atas 0,5 akan dibulatkan keatas. (cth: nilai 7,51 dibulatkan
menjadi 8.) dan nilai dibawah 0.5 sampai 0.5 akan dibulatkan kebawah. (cth: nilai 7,5
dibulatkan menjadi 7). Hal ini berbeda degan cara Dissection (pemotongan atau
pembuangan) yaitu berapapun nilai di belakang koma, maka nilai dibulatkan kebawah
(cth: nilai 7,4 menjadi 7, dan nilai 7,8 tetap dibulatkan kebawah menjadi nilai 7).
2.6.3 Coding
Coding adalah proses pengubahan dari nilai desimal pada sinyal diskrit yaitu
menjadikan nilai kedalam bentuk binary, hal ini di lakukan agar nilai tersebut dapat di
gunakan sebagai data digital pada perangkat digital lainnya, karena pada dasarnya
perangkat digital hanya beroperasi dalam bilangan binary.
2.6.4 Tahapan dari ADC
Gambar 2.12 : Tahapan konversi dari analog ke sinyal digital
2.6.5 Error dalam ADC
Karena pada ADC juga menggunakan DAC sebagai komponen konversi, maka
error-error yang dapat terjadi pada DAC juga akan terjadi pada ADC. Beberapa jenis
kesalahan yang sering terjadi pada ADC adalah :
• Quantization Error
Quantization Error atau ralat quantisasi pada umumnya sebesar ± ½ LSB.
Quantization Error ini dapat juga dinyatakan dalam bentuk SNQR (Signal
to Noise Quantization Error), dimana:
SNQR = 20 log (FSR/ ILSB)dB
• Offset Error
Merupakan error yang terjadi pada saat input diberikan 0 volt, namun
output diskrit tidak menunjukkan ‘0’.
• Gain Error
Error ini memberikan output data diskrit (binary) tidak sesuai dengan input
analog. Akibatnya FSR (Full Scale Range) akan ikut terpengaruh. Bila
Gain Error besar maka output FSR akan turun karena besarnya error yang
terjadi, begitu juga sebaliknya.
• Non-Linearity Error
Error ini terjadi akibat dari adanya variasi Offset Error dan Gain Error
sehingga perbandingan antara tegangan input dengan data output diskrit
menjadi tidak linear.
• Differential Non-Linearity Error
Nilai error ini selalu lebih besar dari Quantization Error (maksimum 2 kali
yaitu sebesar ILSB). Error ini adalah selisih antara harga teoritis dengan
harga sesungguhnya untuk input range tertentu.Bila terjadi Overlap maka
akan ada output binary yang hilang.
2.7 Digital to Analog Converter – DAC
DAC merupakan komponen untuk merubah besaran data diskrit kedalam
bentuk analog. DAC terbagi dalam beberapa jenis sesuai dengan cara kerjanya, beberapa
diantaranya adalah : Weighted Resistor dan R-2R.
2.7.1 Weighted Resistor
Resistor yang mempunyai nilai dengan perbandingan tertentu dipararelkan
secara bersama-sama dan dipasang pada input inverting sebuah Op-Amp sedangkan
input Non-Inverting dihubungkan ke ground. Perbandingan antara masing-masing
resistor adalah R, 2R, 4R, 6R, dst. Dengan adanya perbandingan tersebut maka nilai
resistor yang dibutuhkan menjadi sangat bervariasi dan menimbulkan masalah dalam
mendapatkannya. Oleh karena itu konsep R-2R menjadi pilihan yang lebih baik.
Weighted Resistor memiliki gambaran seperti berikut.
Gambar 2.13: Rangkaian Weighted Resistor
2.7.2 R-2R Ladder
DAC dengan konsep R-2R pada dasarnya merupakan pengembangan dari
konsep Weighted Resistor namun dengan cara penempatan resistor yang lebih baik
sehingga nilai resistor akan memenuhi syarat perbandingan.R-2R Ladder memiliki
gambaran seperti berikut :
Gambar 2.14: Rangkaian R-2R Ladder.
Pada DAC, jumlah bit masukan akan mempengaruhi jumlah step (resolusi)
yang dapat dihasilkan, yaitu mengikuti rumus 2N dimana N = jumlah bit input.
Sedangkan VFS merupakan nilai tegangan maksimum yang dapat dihasilkan DAC pada
saat semua data input bernilai 1, namun karena adanya keterbatasan pada sistem diskrit,
maka nilai tegangan maksimum yang dapat dihasilkan akan kurang dari VFS, yaitu
sebesar VFS - ILSB. Dimana ILSH adalah nilai tegangan yang dapat dihasilkan bila terjadi
perubahan satu step. Nilai ILSB didapatkan dari VFS/2N
2.7.3 Error
Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada DAC adalah :
• Accuracy Error
Merupakan error pada ketepatan perubahan nilai tegangan sebesar ILSB
pada saat terjadi perubahan satu step. Namun pada umumnya, error
sebesar ± ½ LSB adalah dianggap normal. Pada DAC yang lebih baik,
tingkat error akan dapat ditekan menjadi ±¼ LSB karena menggunakan
metode A-Law dan μ-Law. Toleransi pada DAC ini adalah seperti halnya
toleransi pada resistor.
• Absolute Error
Merupakan error absolute yang terjadi. Besarnya adalah sebesar Y-X,
dimana Y = output seharusnya, sedangkan X = output yang diperoleh.
Absolute Error ini juga berhubungan sebab akibat pada Accuracy Error
• Offset Error
Offset Error ini adalah output DAC yang tidak tepat 0 Volt pada saat
semua input diskrit DAC bernilai ‘0’. Offset Error ini dapat diatasi
dengan penyetelan VOS pada Op-Amp yang digunakan sebagai penguat
pada output DAC.
• Gain Error
Dinamakan juga Scaling Error. Error ini adalah step berubah tidak sesuai
dengan nilai ILSB (lebih besar atau lebih kecil dari ILSB). Bila input binary
makin besar akan menyebabkan penyimpangan tegangan makin besar
sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan Absolute Error yang juga
semakin besar.
• Linearity Error
Linearity Error merupakan error pada DAC yang berupa ukuran step
(nilai ILSB) yang berubah-ubah. Dengan adanya error ini maka nilai
tegangan output dari DAC akan menjadi tidak sesuai (tidak linear)
dengan perbandingan data diskrit yang diberikan kedalam DAC.
2.8 FPGA
FPGA merupakan komponen yang berfungsi sebagai media untuk
mengimplementasikan rangkaian diskrit, komponen ini memiliki sifat yang sangat
fleksibel atau dengan kata lain, arsitektur diskrit yang ada dalam IC ini dapat di bentuk
menjadi rangkaian diskrit seperti apapun dan kemampuannya dibatasi oleh banyaknya
gerbang logika dalam IC tersebut. Dalam perancangan ini FPGA yang tersedia memiliki
gerbang logika sebanyak 400000(Empat Ratus Ribu) gerbang.
2.8.1 Sejarah Perkembangan FPGA
FPGA adalah pengembangan sebuah PLD yang mana sejarah
perkembangannya dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu:
• SPLD (Simple Programmable Logic Device) Î SPLD adalah
merupakan PLD dengan teknologi yang sederhana, seperti Read Only
Memory (ROM), Programmable Logic Array (PLA) dan Programmable
Array Logic (PAL).
• CPLD (Complex Programmable Logic Device) Î CPLD adalah
merupakan suatu komponen logic yang terdiri atas beberapa PLD dengan
sebuah struktur interkoneksi dalam sebuah chip.
FPGA dibandingkan dengan CPLD, sebuah chip FPGA mengandung lebih
banyak logic block daripada sebuah chip CPLD. FPGA menyediakan struktur
interkoneksi yang besar, yang mendominasi keseluruhan chip.
24
2.8.2 Keuntungan Menggunakan FPGA
Keuntungan yang dimiliki FPGA sebagai alat perancangan diskrit :
- Untuk proses perkembangan, rekonfigurasi sirkuit dapat dilakukan dengan
kecepatan yang tinggi dan dapat dilakukan oleh user sendiri.
- Bisa melakukan Parallel processing yang mana dapat dilakukan dengan
kecepatan tinggi.
- Menyediakan solusi software terintegrasi untuk merancang, mensimulasi,
implementasi dan download ke alatnya.
- Hasil sintesis bisa disimulasikan, dimana hal tersebut dapat pengurangi
resiko kegagalan dalam seluruh rancangan
- Tersedianya beberapa entry design sesuai kebutuhan, seperti schematic,
HDL, dan state machine.
- Hemat biaya dalam aplikasi
2.8.3 Aplikasi Dari FPGA
Sekarang ini sudah terdapat berbagai macam aplikasi dari FPGA diantara-nya
adalah sebagai berikut :
- Controller protocol komunikasi.
- Pembuatan satellite.
- Sistem GPS.
- Controller PLC.
- Alat-alat medis.
FPGA yang akan digunakan adalah IC FPGA tipe SPARTAN 3 yang memiliki
400 ribu gerbang dan di produksi oleh XILINX. FPGA adalah sebuah Field
Programming Device (FPD) dimana mengacu pada tipe IC yang memiliki fungsi yang
dapat menyimpan sebuah sistem elektronik tertentu, dengan batasan banyaknya gerbang
– gerbang logic yang terdapat didalamnya. Dapat dikatakan FPGA ialah FPD yang
mempunyai struktur yang umum, yang memperbolehkan kapasitas very high logic gate.
FPGA dapat diprogram, hampir sama dengan PLD, yaitu istilah umum untuk IC yang
dapat diprogram dalam lab untuk melakukan fungsi yang kompleks. Perbedaan PLD
dengan FPGA biasanya dibatasi perbedaan jumlah gerbang dan cara menggunakannya
misalnya PLD memiliki gerbang yang sangat sedikit jumlahnya bila dibandingkan
FPGA yang bisa sampai ribuan sampai ratusan ribu gerbang, juga FPGA biasanya
terkenal untuk membuat rancangan IC. Untuk memasukan sesuatu atau memprogram
suatu sistem kedalam IC FPGA salah satunya dapat di gunakan software dari XILINX
yang bernama "XILINX ISE WEBPACK 6.1" dan untuk mensimulasikan sistem atau
model rangkaian diskrit yang hendak dibuat dapat menggunakan software pendukung,
seperti "ModelSim XE II 5.7c" atau program simulator lainnya. Bahasa pemrograman
yang digunakan dalam merancang arsitektur diskrit pada FPGA adalah VHDL (VHSIC
Hardware Description Language) atau dapat juga dengan menggunakan bahasa
pemrograman lainnya seperti "VERILOG". Pada board FPGA tipe Spartan 3 terdapat
tiga buah expansion connector yang berfungsi sebagai power output dan I/O yang dapat
pakai sebagai input atau output data diskrit. Pada IC FPGA seri XC3S-400-ft256 ini,
memiliki total I/O sebanyak 100 pin. Interconnection untuk Xilinx FPGAs terdiri dari
jalur-jalur konduktor (single leght dan long line) yang mana terdapat switch matrix yang
26
sebagai penghubung jalur-jalur konduktor tersebut secara horizontal dan vertical yang
terletak di antara CLB (Configurtable Logic Block) dan IOB (Input Output Block)
2.8.4 Pengenalan VHDL
HDL (Hardware Description Language) adalah bahasa pemrograman untuk
memodelkan hardware diskrit. VHSIC adalah singkatan dari Very High Speed Integrated
Circuit. Jadi VHDL adalah VHSIC Hardware Description Language dimana bahasa
pemrograman ini sangat populer digunakan untuk memodelkan arsitektur diskrit yang
memiliki kecepatan proses data yang tinggi. Sehingga dengan terbitnya bahasa
pemrograman ini, seorang designer perangkat diskrit akan lebih leluasa dalam
menciptakan arsitektur diskritnya, karena dengan menggunakan bahasa VHDL, seorang
designer dapat langsung mensimulasikan rancangannya dan langsung dapat di
implementasi kedalam FPGA dalam waktu yang sangat singkat. Menurut Perry,
Douglas, berikut ini adalah komponen-komponen dasar VHDL yang digunakan pada
hampir semua deskripsi :
- Entity
Sebuah entity adalah komponen penyusun yang paling dasar dimana tingkatan
yang paling tinggi dari sebuah rancangan adalah entity top level. Bila rancangan
berbentuk tingkatan atau hierarki maka deskripsi top level akan memiliki deskripsi lower
level yang terkandung di dalamnya.
- Arsitektur
Semua entity yang dapat disimulasi mempunyai deskripsi arsitektur. Arsitektur
tersebut menjelaskan perilaku dari entity tersebut. Sebuah entity tunggal dapat memiliki
27
beberapa arsitektur. Sebuah arsitektur mungkin berupa behavioral, sementara yang
lainnya berupa deskripsi structural dari desain tersebut.
- Proses
Proses adalah bagian paling dasar dalam VHDL untuk melakukan
pengeksekusian. Semua deskripsi VHDL pengoperasiannya ditampilkan dalam simulasi,
prosesnya dapat dipisahkan ke dalam satu proses atau banyak proses.
2.8.5 Beberapa Syntax yang terdapat dalam VHDL
1) Case Insensitive
2) Komentar diawali dengan ‘--’
3) Statement diakhiri dengan ‘;’
4) List dipisahkan dengan ‘,’
5) Signal assignment menggunakan ‘<=‘
6) Variable assignment menggunakan ‘:=‘
7) Penamaan identifier:
a) Dapat menggunakan huruf, angka, dan ‘_’
b) Diawali dengan huruf
2.8.6 Data Object
1) Signal, menggambarkan kabel yang dapat memiliki nilai yang dapat
berubah-ubah sejalan dengan waktu.
2) Variable, berfungsi sama seperti variabel pada bahasa pemrograman
konvensional, dengan nilai yang berubah sejalan dengan urutan statement.
28
3) Constant, sebagai konstanta yang harus diinisialisasi dengan suatu nilai dan
tidak dapat berubah nilainya.
2.8.7 Standard Data Types
1) Integer
2) Real
3) Boolean
4) Character
5) Bit
6) Bit_Vector
7) Time
8) String
9) Natural
10) Positive
2.8.8 IEEE Standard Logic Type std_logic
1) ‘U’ -> Uninitialized
2) ‘X’ -> Forcing unknown
3) ‘0’ -> Forcing 0
4) ‘1’ -> Forcing 1
5) ‘Z’ -> High Impedance
6) ‘W’ -> Weak unknown
7) ‘L’ -> Weak 0
8) ‘H’ -> Weak 1
29
9) ‘-’ -> Don’t care
2.9 Op-Amp
Op-Amp (Operational Amplifier) adalah suatu rangkaian terpadu yang tersusun
dari berbagai komponen semikonduktor lainnya, dimana fungsi utama dari op-amp
adalah untuk melakukan operasi-operasi aritmatik, integrasi dan penguatan. Op-amp
sudah dikemas dalam bentuk IC (teknologi rangkaian terpadu) dan mengambil sinyal
dalam bentuk (tegangan listrik) yang di input melalui jalur Vin yang disediakan di dalam
komponen tersebut untuk dikuatkan dengan dengan sumber daya yang tersedia, dan
kemudian di output hasil penguatannya melalui jalur outputnya. Keuntungan dari
penggunaan OP-AMP ini adalah ukuran kecil, kehandalan tinggi, harga lebih murah,
lebih kebal terhadap temperatur yang berlebihan, dan tegangan serta arus offset lebih
rendah. Oleh karena itu, Op-amp lebih sering digunakan dibandingkan dengan
Transistor. Karena transistor mempunyai kelemahan, yaitu nilai penguatan rendah dan
mudah dipengaruhi oleh temperatur yamg berlebihan.
2.9.1 Karateristik Op-Amp yang ideal
• Bati tegangan : ∞
Besarnya bati Av = Vo/Vin atau Av(dB) = 20 Log Av. Bila nilai bati tegangan
adalah tak berhingga maka nilai Vo akan besar sekali dibandingkan dengan Vin.
• Lebar pita : ∞
Bila lebar pita adalah tidak berhingga maka op-amp dapat bekerja pada
frekuensi yang besar, bila semakin besar lebar pita maka op-amp tersebut semakin
bagus.
• Hambatan input : ∞
Semakin besar hambatan input maka Vin = Vsg ,karena hambatan output sangat
kecil maka hambatan output dapat diabaikan dan menyebabkan tidak ada tegangan yang
terbuang.
• Hambatan output : 0
Semakin kecil nilai hambatan output maka penguatan yang dihasilkan akan
semakin besar.
• Offset dan drift : 0
Tegangan offset terjadi karena input sebuah op-amp dihubungkan dengan bumi,
dan oleh karena transistor masukkan mempunyai harga Vbe yang berbeda. Drift
merupakan offset yang dipengaruhi suhu.
• CMRR : ∞
CMRR (Common Mode Rejection Ratio) merupakan perbandingan dari bati
tegangan diferensial dengan bati tegangan ragam sekutu.Semakin tinggi CMRR maka
makin baik penguat diferensial tersebut.
• Slew Rate : 0
Slew rate merupakan nilai tercepat dimana output dapat berubah. Perubahan
maksimum dari tegangan output Salah satunya yang terpenting dari semua spesifikasi
yang mempengaruhi operasi AC, dari sebuah op-amp karena besaran tersebut membatasi
kepatuhan AC pada frekuensi tinggi.
2.9.2 Macam-Macam Penguatan
Pada sebuah Op-Amp yang berfungsi sebagai penguat, terbagi menjadi dua
macam penguatan, yaitu Penguat pembalik dan penguat tak membalik.
• Penguat membalik
Penguat membalik adalah suatu rangkaian op-amp dimana sumber tegangannya
diambil dari kaki inverting op-amp.
• Penguat tak membalik
Penguat tak membalik adalah suatu rangkaian op-amp dimana sumber
tegangannya diambil dari kaki non inverting op-amp.
2.9.3 Cara kerjanya dari Penguatan Operasional
Kerja dari Op-Amp adalah Penguat operasional mempunyai 2 terminal input
yaitu tegangan V1 dan V2, dimana V1 disebut terminal masukan tanpa pembalik (non
inverting) sedangkan V2 disebut terminal masukan pembalik (inverting). Penguatan
antara V0 dan V1 positive (+) dihasilkan oleh terminal non pembalik (non inverting)
sedangkan penguatan antara Vo dan V2 negative (-) dihasilkan oleh terminal pembalik
(inverting). Sebuah penguat dengan satu ujung dianggap sebagai peristiwa khusus
dimana, salah satu terminal masuk digroundkan. Hampir semua OP-AMP hanya
mempunyai satu terminal output. Bila penguatan dengan hambatan sama besar,
hubungan langsung dari output menuju input, menghasilkan penguatan satu. Dalam
konfigurasi tak membalik ini tegangan output sama dengan tegangan input dan
penguatan sama dengan 1. Berbagai tipe penguatan digunakan dalam rangkaian dasar.
Salah satu fungsi yang penting untuk diingat adalah hubungan polaritas masukan
terhadap output. Bila input membalik lebih negative dibandingkan dengan masukan tak
membalik, maka outputnya-pun negative. Demikian pula jika masukan membalik lebih
negative dibadingkan dengan masukan tidak membalik, maka output akan bernilai
positive.
2.10 Sensor Posisi
Pada sebuah sistem loop tertutup, kehadiran sensor sangatlah di butuhkan,
karena sensor bekerja sebagai pembaca fungsi output untuk dimasukan kembali kedalam
sistem. Pada perancangan sistem ini output dari dari sistem berupa posisi putaran motor
sehingga untuk membaca posisi pada poros putaran dapat digunakan potensiometer
dengan cara menghubungkan tuas potensiometer langsung dengan poros putaran lengan
yang ingin dilihat posisinya. Karena pada output sistem adalah posisi lengan dalam
satuan derajat kemiringan, maka untuk membaca posisi tersebut dapat digunakan
potensiometer linear, yang besaran hambatannya dapat diubah dengan memutar tuas
pada potensiometer. Potensiometer ini dapat bekerja sebagai sensor, karena perubahan
hambatan dapat mengubah tegangan dan arus yang melewatinya, sehingga sistem dapat
membaca posisi lengan dengan melihat perubahan arus dan tegangan yang disebabkan
oleh poros putaran lengan yang menggerakan tuas potensiometer. Sehingga dengan
rumus pembagi tegangan dan hamabatan, maka output tegangan yang dihasilkan dalam
bentuk sinyal analog, dapat di konversikan kedalam diskrit dengan bantuan IC ADC
(Analog To Digital Converter).