2. landasan teori 2.1. penelitian yang sudah ada
TRANSCRIPT
2. LANDASAN TEORI
2.1. Penelitian yang Sudah Ada
Tugas Akhir yang juga menggunakan metode Activity Based Costing
untuk menentukan harga jual adalah Tugas Akhir dengan No.01/0658/IND/2003
dengan judul “Penentuan Waktu Standar dan Rumusannya Serta Penerapan
Metode Activity Based Costing di PT. X”. Penelitian ini dilakukan oleh Sovia
Halim dengan Nrp 25499018 dimana penelitiannya berkisar tentang penentuan
harga pokok penjualan dengan metode ABC karena perusahaan tersebut dalam
menentukan harga jualnya masih dalam perhitungan kasar, dalam arti masih
menggunakan perkiraan dari pengalaman masa lalu, tidak berdasarkan kenyataan
yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan metode costing yang lebih
baik, khususnya untuk pembebanan biaya overhead ke produk. Penentuan waktu
standar diperlukan untuk menentukan waktu baku produk tersebut, yang nantinya
akan berguna untuk perhitungan dengan menggunakan metode ABC.
Perbedaannya dengan Tugas Akhir Sovia, pengolahan data yang dilakukan
di Tugas Akhir ini sampai dengan pengalokasian biaya pemasaran dan
administrasi umum, dan analisanya sampai dengan titik break-even yang berguna
sebagai dasar peninjuan ulang harga jual tiap produk. Selain itu, perbedaan yang
lain adalah produk yang diteliti. Sovia melakukan penelitian terhadap tiga produk
saja yang sedang diproduksi oleh pabrik tersebut, sedangkan Tugas Akhir ini
melakukan penelitian terhadap lima belas produk krupuk yang diproduksi selama
bulan November 2003.
2.2. Teori Dasar
2.2.1. Peranan Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan perangkat akuntansi
untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian. Akuntansi biaya merupakan sistem
dalam organisasi yang berfungsi dalam pencatatan, penyajian, dan analisis data
5
biaya yang membantu kegiatan manajemen dalam proses penyelesaian tugas
berikut:
• Menyusun dan melaksanakan rencana dan anggaran operasi perusahaan.
• Menetapkan metode kalkulasi biaya dan prosedur pengendalian biaya.
• Menentukan nilai persediaan dalam rangka kalkulasi biaya dan penetapan
harga.
• Menghitung biaya dan laba perusahaan pada periode akuntansi tertentu.
Sedangkan menurut Grant (1991), terdapat tiga tujuan akuntansi biaya,
yaitu:
• Menentukan nilai persediaan dan cost of good sold.
• Memelihara biaya serendah mungkin.
• Menentukan harga jual dan kebijaksanaan penjualan.
Tujuan-tujuan tersebut akan berpengaruh dalam penentuan pemilihan
metode-metode yang digunakan sesuai dengan tujuan yang lebih diutamakan,
apakah kebutuhan akan akuntansi finansial, pengendalian biaya atau kontrol
terhadap kebijaksanaan penjualan.
2.2.2. Klasifikasi Biaya Fungsional
Dalam akuntansi biaya, proses pengklasifikasian biaya dilakukan
berdasarkan fungsi atau tujuan dari obyek sebagai penyebab biaya. Dalam
perusahaan manufaktur biaya operasi dibagi dalam dua kategori berdasarkan
fungsi yaitu biaya pabrikasi (manufacturing cost) dan biaya selain biaya pabrikasi
(non manufacturing cost).
2.2.2.1. Biaya Pabrikasi (Manufacturing Cost)
Biaya pabrikasi merupakan biaya yang berhubungan dengan fungsi
produksi dari fasilitas produksi atau pabrik. Biaya pabrikasi terdiri dari biaya
pabrikasi langsung (direct manufacturing cost) dan biaya pabrikasi tidak langsung
(indirect manufacturing cost).
a. Biaya pabrikasi langsung (direct manufacturing cost)
Biaya pabrikasi langsung adalah biaya pabrikasi yang dapat secara
langsung ditelusuri pada setiap produk yang diproduksi. Pada perusahaan
6
dengan produk tunggal, seluruh biaya pabrikasi ditelusuri pada produk.
Sedangkan pada perusahaan dengan banyak produk, terdapat dua tipe
pabrikasi langsung yaitu biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja
langsung, yang diperlukan dalam proses transformasi bahan baku menjadi
produk akhir.
• Biaya bahan langsung (direct material cost)
Biaya bahan langsung adalah biaya yang berkaitan dengan
keseluruhan bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi. Dasar
pertimbangan dalam pengelompokkan bahan baku ke dalam biaya bahan
langsung adalah kemudahan penelusurannya dalam proses pengubahan
bahan baku hingga menghasilkan produk akhir. Menurut Grant (1991),
biaya bahan langsung adalah biaya bahan yang secara fisik dapat
diidentifikasikan sebagai bagian dari produk jadi dan merupakan bagian
terbesar dari material pembentuk harga pokok produksi.
• Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost)
Biaya tenaga kerja langsung adalah upah dari tenaga kerja yang
dikerahkan secara langsung untuk mengubah bahan baku menjadi produk
jadi. Biaya ini dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jumlah
produk yang dihasilkan. Menurut Grant (1991), biaya tenaga kerja
langsung adalah semua biaya yang menyangkut gaji dan upah tenaga kerja
yang secara praktis dapat diidentifikasi dengan kegiatan dari pengolahan
bahan baku menjadi produk jadi.
b. Biaya pabrikasi tidak langsung (indirect manufacturing cost)
Biaya pabrikasi tidak langsung adalah biaya pabrikasi yang tidak dapat
ditelusuri secara langsung pada produk. Biaya pabrikasi tidak langsung
dikelompokkan dalam satu kategori yaitu biaya overhead pabrik.
Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead cost) meliputi semua
komponen biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja
langsung, yaitu biaya dari bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung
dan semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan secara
langsung ke produk, seperti biaya penyusutan fasilitas pabrik, pengangkutan
material, pajak properti, sarana utilitas, keamanan, dll.
7
• Biaya bahan tidak langsung (indirect material cost)
Biaya bahan tidak langsung adalah bahan-bahan yang dibutuhkan
guna menyelesaikan suatu produk dengan jumlah yang dikonsumsi relatif
kecil sehingga tidak dapat digolongkan sebagai bahan langsung.
• Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor cost)
Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan tenaga kerja yang
dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi pembuatan produk
jadi. Biaya tenaga kerja tidak langsung meliputi gaji para penyelia, klerk
gudang, dan kegiatan tenaga kerja lain yang tidak berkaitan secara
langsung dengan proses produksi.
2.2.2.2. Selain Biaya Pabrikasi (Non Manufacturing Cost)
Terdapat dua kategori biaya non-manufacturing yaitu biaya pemasaran
(marketing cost) dan biaya administrasi (administration cost).
a. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya yang diperlukan dalam kegiatan
mendistribusikan dan memasarkan produk atau jasa, yang meliputi seluruh
biaya dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pemasaran, yaitu:
• Biaya untuk memperoleh pesanan (order getting cost)
Biaya memperoleh pesanan meliputi semua biaya yang terjadi
dalam rangka untuk mencari atau memperoleh pesanan dari pembeli
kepada perusahaan. Dari segi fungsi biaya ini dapat digolongkan menjadi
dua kelompok. Pertama yaitu biaya promosi dan advertensi, meliputi gaji
bagian promosi dan advertensi,perlengkapan bagian promosi, pembuatan
contoh produk, biaya advertensi pada berbagai media, dll. Kedua adalah
biaya penjualan, meliputi gaji staff penjualan, komisi bagian penjualan,
perlengkapan kantor, biaya telepon, dll.
• Biaya untuk memenuhi pesanan (order filling cost)
Biaya memenuhi pesanan meliputi semua biaya yang terjadi dalam
rangka memenuhi pesanan yang diterima dari pembeli. Dari segi
fungsinya biaya ini dapat digolongkan menjadi empat kelompok. Pertama
adalah biaya gudang dan penyimpanan, meliputi gaji bagian gudang,
8
perlengkapan bagian penyimpanan produk jadi, perbaikan dan
pemeliharaan gudang, penyusutan gudang dan peralatannya, asuransi
gudang, penerangan gudang, dll. Kedua adalah biaya pengemasan dan
pengiriman, meliputi gaji bagian pengemasan dan pengiriman,
perlengkapan bagian pengepakan dan pengiriman, biaya transportasi
produk yang dijual, biaya penyusutan kendaraan, reparasi dan
pemeliharaan peralatan pengemasan dan pengiriman produk, dll. Yang
ketiga adalah biaya pemberian kredit dan pengumpulan piutang, meliputi
gaji pemberian kredit dan pengembalian piutang, perlengkapan kantor,
kerugian piutang tidak tertagih, penyusutan dan pemeliharaan peralatan,
dll. Yang terakhir adalah biaya administrasi penjualan, meliputi gaji
bagian administrasi penjualan, perlengkapan kantor, pemeliharaan dan
penyusunan peralatan, dll.
b. Biaya administrasi
Biaya administrasi meliputi seluruh biaya yang berhubungan dengan
kegiatan administrasi umum dalam organisasi yang tidak dapat dibebankan
pada kegiatan pemasaran dan pabrikasi. Biaya administrasi dan umum adalah
semua biaya yang terjadi dan berhubungan dengan fungsi administrasi dan
umum. Meliputi biaya yang berhubungan dengan penentuan kebijaksanaan,
perencanaan, pengarahan, dan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan
secara keseluruhan.
Termasuk dalam biaya administrasi dan umum adalah biaya bagian
direktur dan staf, bagian umum dan personalia, bagian humas dan hukum,
bagian keuangan, bagian akuntansi, dan sebagainya. Berdasarkan tingkat
variabilitasnya, biaya administrasi dan umum dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
• Biaya tetap, yaitu biaya administrasi dan umum dengan jumlah
keseluruhannya tetap, tidak terpengaruh oleh perubahan volume produksi
atau kegiatan sampai dengan tingkatan aktivitas tertentu. Misalnya biaya
gaji, biaya penyusutan aktiva tetap, dan biaya tetap lainnya.
• Biaya variabel, yaitu biaya administrasi dan umum yag jumlah totalnya
akan berubah secara sebanding dengan perubahan volume atau kegiatan,
9
semakin besar volume kegiatan maka biaya akan meningkat. Misalnya:
biaya perlengkapan kantor, premi dan insentif, dan biaya variabel lainnya.
2.2.3. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional
2.2.3.1. Metode Penentuan Harga Pokok Produk
Metode penentuan harga pokok produk adalah cara memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produk, dalam sistem akuntansi biaya
tradisional terdapat dua metode yang dipergunakan untuk menentukan harga
pokok produk yaitu metode harga pokok penuh (full costing) atau absorption
costing dan metode harga pokok variabel (variable costing).
a. Metode harga pokok penuh (full costing)
Adalah metode penentuan harga pokok produk dengan
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga produk, yaitu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik
(variabel maupun tetap), yang dibebankan pada produk dengan berdasarkan
tarif yang telah ditentukan (predetermine rates) serta dialokasikan
berdasarkan volume produksi.
Menurut aturan penyusunan biaya penuh (full costing) yang
diungkapkan oleh Booth (1996), biaya tak langsung dialokasikan ke produk
atau jasa dengan proses dua langkah, yaitu:
• Jenis-jenis biaya tertentu, misalnya biaya sewa atau pemanasan ruang,
dialokasikan atau dibagi rata pada berbagai pusat biaya, biasanya pada
departemen produksi dan departemen layanan (service departement).
Untuk departemen layanan, biaya kemudian dialokasikan atau dibagi rata
ke departemen produksi. Pada contoh tersebut , biaya sewa atau
pemanasan ruang dibagi rata berdasarkan penggunaan luas lantai.
• Biaya yang dialokasikan dan dibagi rata kemudian diserap dari pusat biaya
yang berhubungan dengan produksi ke dalam biaya produk berdasarkan
parameter jam tenaga kerja langsung, jam mesin langsung, atau biaya
tenaga kerja langsung.
10
b. Metode harga pokok variabel (variable costing)
Suatu metode penentuan harga produk yang hanya memperhitungkan
biaya produk yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produk seperti
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead variabel,
sedangkan biaya yang bersifat tetap dianggap sebagai biaya periode. Dengan
metode ini biaya produk tidak akan mengalami perubahan dalam jangka
pendek dalam hubungannya dengan pembebanan volume kegiatan.
Tujuan penentuan harga pokok variabel berhubungan dengan
kebutuhan manajemen untuk memperoleh informasi yang berorientasi pada
pengendalian dan pengambilan keputusan dalam jangka pendek, yaitu
membantu manajemen mengetahui batas kontribusi (contribution margin)
yang sangat berguna untuk perencanaan laba melalui analisa hubungan biaya-
volume-laba dan untuk pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
kebijaksanaan jangka pendek. Margin kontribusi atau laba marginal adalah
hasil pengurangan semua biaya variabel, baik pabrikasi maupun non-
pabrikasi, dari hasil penjualan.
Kelemahan-kelemahan metode harga pokok variabel adalah:
• Pemisahan biaya-biaya ke dalam biaya variabel dan tetap sebenarnya sulit
untuk dilakukan, karena jarang terdapat suatu biaya benar-benar variabel
maupun tetap.
• Tidak diperhitungkannya biaya overhead yang bersifat tetap dalam
persediaan mengakibatkan nilai dari persediaan akan lebih rendah
sehingga kan mengurangi modal kerja yang dilaporkan.
• Penggunaan metode penentuan harga pokok variabel dalam mendukung
pengambilan keputusan jangka pendek menjadi kurang relevan, karena
cenderung mengabaikan biaya-biaya tetap. Padahal di lingkungan
pemanufakturan yang baru, proporsi biaya-biaya yang selama ini dianggap
tetap semakin besar.
2.2.3.2. Metode Kalkulasi Biaya
Prosedur akumulasi biaya digunakan oleh perusahaan dapat
diklasifikasikan sebagai kalkulasi biaya produksi pesanan atau kalkulasi biaya
11
proses. Menurut Horgren (1994), perusahaan terdapat dua sistem dasar kalkulasi
biaya untuk membagi biaya ke produk atau jasa yaitu
a. Sistem kalkulasi biaya pesanan (job order costing system)
Dalam sistem ini harga pokok dari produk diperoleh dengan membagi
biaya ke jasa atau produk yang berbeda yang dapat diidentifikasikan. Job
merupakan tugas dimana sumber daya dicurahkan dalam membawa produk
atau jasa yang berbeda yang dapat diidentifikasikan ke pasar.
Dalam kalkulasi biaya ini, biaya diakumulasikan menurut pekerjaan
atau pesanan tertentu. Dalam metode ini diasumsikan bahwa semua pesanan
yang dikerjakan dapat diidentifikasikan secara fisik dan setiap pesanan dapat
dibebani dengan biaya yang berkaitan. Jika pekerjaan dilakukan atas dasar
spesifikasi dari pelanggan maka metode biaya produksi pesanan dapat
digunakan untuk menghitung rugi- laba untuk setiap pesanan. Karena
jumlahnya dapat diketahui sepanjang proses produksi maka biaya ini dapat
dibandingkan dengan taksiran yang telah dibuat ketika pesanan tersebut
diterima.
Dalam kalkulasi biaya pesanan job, biaya setiap pesanan diproduksi
untuk seorang pelanggan tertentu atau biaya setiap tumpukan/lot yang akan
dibebankan pada persediaan, akan dicatat dalam kartu biaya produksi pesanan
(job order sheet) atau cukup dengan kartu biaya (cost sheet). Kartu biaya
merupakan catatan tambahan yang dikendalikan oleh perkiraan barang dalam
proses. Walaupun beberapa pekerjaan atau pesanan diproses dalam pabrik
secara serentak namun setiap kartu biaya dirancang untuk mengumpulkan
biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik, yang akan dibebankan ke
masing-masing pekerjaan. Overhead pabrik yang tercatat dalam kartu biaya
dihitung berdasarkan taksiran, bukan berdasarkan biaya aktual yang
dikeluarkan, jumlah biaya overhead tersebut dinamakan overhead pabrik yang
dibebankan (applied factory overhead).
b. Sistem kalkulasi biaya proses (process costing system)
Dalam sistem ini harga pokok produk atau jasa diperoleh dengan
membagi biaya ke unit serupa dengan volume produksi yang besar (produksi
massal), kemudian menghitung biaya unit berdasarkan harga rata-rata.
12
Metode biaya proses digunakan untuk produk-produk yang diproduksi
melalui cara pengolahan yang berkesinambungan atau melalui proses produksi
massal, kalkulasi biaya proses akan mengakumulasikan biaya berdasarkan
proses atau departemen. Menurut Matz dan Usry (1991), metode biaya proses
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Biaya-biaya dibebankan pada perkiraan barang dalam proses pada setiap
departemen.
• Suatu laporan biaya produksi digunakan untuk mengumpulkan,
mengikhtisarkan, dan menghitung biaya per unit dan biaya total. Biaya per
unit diperoleh dengan membagi jumlah biaya yang dibebankan pada
sebuah departemen dengan jumlah produksi departemen tersebut pada
periode waktu tertentu.
• Biaya-biaya unit yang telah diselesaikan pada sebuah departemen akan
ditransfer ke departemen pengolahan berikutnya dengan maksud agar pada
akhirnya dapat diperoleh biaya total untuk produk jadi selama satu periode
dan biaya yang harus dibebankan pada produk dalam proses.
2.2.3.3. Metode Konvensional Pengalokasian Biaya Overhead
Suatu perusahaan diorganisasikan menjadi beberapa departemen yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas yang berbeda. Pada umumnya sistem
akuntansi biaya suatu perusahaan didesain berdasarkan tipe dari struktur
departemennya. Banyak organisasi membedakan antara departemen produksi dan
departemen pendukung (service departement). Departemen produksi merupakan
bagian yang secara langsung bertanggung jawab terhadap berbagai kerja atau
aktivitas yang berkaitan dengan proses mengkonversikan bahan baku menjadi
produk jadi. Sedangkan departemen pendukung adalah departemen dengan
aktivitas-aktivitasnya yang mendukung proses produksi tetapi tidak bertanggung
jawab terhadap tahapan-tahapan dalam proses konversi tersebut.
• Metode alokasi biaya dua tahap
Sistem biaya tradisional membagikan biaya overhead (cost
assignment) melalui prosedur alokasi dua tahap sebagai berikut:
13
Tahap pertama: mengalokasikan seluruh biaya overhead ke pusat-pusat biaya,
dengan langkah- langkah berikut:
a. Mengidentifikasikan seluruh biaya overhead dalam beragam pusat biaya
yaitu pada departemen produksi dan departemen pendukung.
b. Mengalokasikan seluruh biaya overhead pada departemen pendukung ke
departemen produksi.
c. Menentukan tarif overhead dengan membagi total biaya yang
diakumulasikan pada setiap departemen produksi dengan ukuran aktivitas
yang berdasarkan unit produksi (jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga
kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku).
Tahap kedua: dalam tahap kedua membagikan biaya overhead yang
diakumulasikan pada departemen produksi ke setiap produk dengan tarif biaya
overhead yang sudah ditentukan (predetermined overhead rates).
2.2.3.4. Metode Pembebanan Biaya Overhead Pabrik
Hanzen dan Mowen (1995) menguraikan bahwa dalam sistem akuntansi
biaya konvensional terdapat dua metode dalam membebankan biaya overhead
pabrik yaitu metode Plantwide rates dan Departmental rate.
a. Metode Plantwide rates
Metode umum untuk membebankan biaya overhead ke produk adalah
menghitung tarif pabrik secara keseluruhan (Plantwided rates). Pada tahap
awal dalam metode ini, seluruh biaya overhead pabrikasi diakumulasikan
pada satu pusat biaya yaitu plantwide pool. Biaya overhead dibebankan pada
pusat biaya secara sederhana yaitu dengan menjumlahkan semua biaya
overhead yang diidentifikasikan dari buku besar (general ledger).
Pada tahap ini obyek biaya adalah seluruh fasilitas pabrik dan
penelusuran langsung dilakukan untuk membebankan biaya pada pusat biaya
tersebut. Tahap selanjutnya adalah menentukan plantwide rates dengan
mempergunakan pemicu biaya tunggal (single cost driver), pada umumnya
menggunakan dasar jam tenaga kerja langsung dan produk diasumsikan
mengkonsumsi overhead dari sumber daya berdasarkan proporsi penggunaan
tenaga kerja langsung (direct labour hours) atau pemicu lain yang ditetapkan.
14
Tahap kedua dari metode pembebanan Plantwide rates adalah
membagikan seluruh biaya pada setiap produk dengan mengalikan plantwide
rate dengan konsumsi aktual dari produk (jam tenaga kerja langsung).
b. Metode Departmental Rates
Pada metode ini, biaya overhead dibebankan pada departemen
produksi secara individual dengan membuat pusat biaya berdasarkan
departemen hal ini bergantung dari kondisi perusahaan. Obyek biaya pada
tahap pertama prosedur pengalokasian biaya overhead adalah departemen-
departemen, biaya overhead dibebankan secara langsung dengan
menggunakan penelusuran berdasarkan pemicu biaya atau pengalokasian
langsung. Selanjutnya setelah biaya overhead dialokasikan pada setiap
departemen-departemen yang dibentuk, ditentukan departmental rates
berdasarkan unit based driver.
Pemicu biaya yang dipergunakan ditentukan oleh sifat dari
departemen-departemen tersebut, pada departemen dimana faktor tenaga kerja
lebih dominan (labour intensive department) dipergunakan jam tenaga kerja
langsung sebagai pemicu, sedangkan pada departemen dengan faktor mesin
yang lebih berpengaruh (machine intensive department) digunakan jam mesin
sebagai dasar alokasi biaya overhead. Tahap kedua dari metode ini adalah
membebankan biaya overhead pada produk dengan mengalikan department
rates dengan jumlah pemicu yang terjadi (activity drivers) pada departemen-
departemen. Sedangkan total biaya overhead yang akan dibagikan pada
produk merupakan penjumlahan biaya dari setiap departemen.
c. Kekurangan metode Plantwide Rates dan Departmental Rates
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kekuatan penerapan
metode Plantwide rates dan Departmental rate dalam mengalokasikan biaya
overhead pabrikasi, yaitu:
• Proporsi yang besar dari biaya overhead yang tidak berkaitan langsung
dengan unit produksi (non-unit related overhead) terhadap total biaya
overhead pabrikasi
Penggunaan dua metode tersebut mengasumsikan bahwa produk
mengkonsumsi biaya overhead dari sumber daya sebanding dengan
15
jumlah unit yang diproduksi (garis lurus). Tapi terdapat banyak aktivitas
overhead yang tidak berkaitan langsung dengan jumlah unit yang
dihasilkan (non-unit related overhead).
Antara lain biaya setup mesin akan bertambah sehubungan dengan
jumlah kelompok produk (batch) yang diproduksi, dimana batch terdiri
dari sejumlah unit produk dengan biaya setup per unit yang sama sehingga
total biaya setup tidak dipengaruhi oleh jumlah total unit yang diproduksi
tetapi berdasarkan jumlah setup yang dilakukan. Non-unit based activity
cost driver merupakan suatu faktor selain jumlah unit produk yang
mengukur tingkat kebutuhan obyek biaya terhadap aktivitas-aktivitas.
Dengan hanya menggunakan pemicu biaya berdasarkan unit (unit-
based activity driver) akan menghasilkan informasi biaya produk yang
terdistorsi dari biaya sebenarnya yang digunakan setiap produk. Distorsi
yang terjadi tergantung pada seberapa besar proporsi non-unit related
overhead terhadap biaya total. Jika proporsinya kecil, distorsi yang
ditimbulkan akan berpengaruh kecil pada biaya produk yang dihasilkan,
pada kondisi ini penggunaan dasar alokasi berdasarkan unit produk dapat
diterima.
• Derajat diversitas produk (product diversity)
Pengaruh aktivitas overhead selain berdasarkan unit produk tidak
memadai untuk menguraikan kerugian dari penerapan metode plantwide
rates dan departmental rates. Jika produk mengkonsumsi non-unit
overhead cost dengan proporsi yang sama dengan unit overhead cost,
distorsi pada biaya produk tidak akan terjadi. Informasi biaya produk akan
mengalami distorsi apabila jumlah aktivitas overhead berdasarkan unit
(unit-based overhead) yang dikonsumsi produk tidak bervariasi. Karena
itu analisis pda pengaruh derajat diversitas produk (product diversity)
sangat diperlukan. Product diversity dapat diartikan bahwa setiap produk
akan mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda.
Terdapat beberapa alasan mengapa produk mengkonsumsi
aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda yaitu ukuran produk
(product size), kompleksitas produk (product complexity), waktu setup
16
(setup time), dan ukuran kelompok produk (size of batch). Proporsi dari
setiap aktivitas yang dikonsumsi oleh produk dinyatakan dalam rasio
konsumsi.
2.2.3.5. Pengukuran Laba
Tingkat keuntungan yang diperoleh suatu organisasi dapat dipergunakan
sebagai alat ukur performa kerja dari manajer, yang mengindikasikan terjadinya
efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Sebab keuntungan berhubungan dengan
usaha pengendalian biaya produk agar lebih kecil dari manfaat yang dapat
diperoleh perusahaan.
Laba merupakan suatu ukuran yang menyatakan perbedaaan antara
seluruh masukan yang dipergunakan perusahaan dalam menghasilkan dan
menjual produk atau jasa terhadap nilai penjualan yang diterima. Pertimbangan
yang dilakukan dalam pengukuran peningkatan keuntungan perusahaan
tergantung pada tujuan analisis keuntungan yang ditetapkan, antara lain berkaitan
dengan laporan bagi pihak internal atau pihak eksternal perusahan.
a. Pendekatan Absorption Costing dalam pengukuran laba
Metode absorption costing atau full costing, merupakan metode yang
diperuntukkan untuk menghasilkan laporan keuangan bagi pihak eksternal
perusahaan. Berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum
(GAPP), laba merupakan suatu konsep jangka panjang yang tergantung pada
perbedaan antara pendapatan (revenues) dengan biaya (expense) yang
dikonsumsi.
Dalam jangka panjang setiap biaya akan bersifat variabel, sehingga
biaya tetap akan diperlakukan seolah-olah bersifat variabel yang dibebankan
pada setiap unit produk yang dihasilkan. Metode absorption costing
membebankan seluruh biaya pabrikasi, bahan langsung, tenaga kerja
langsung, biaya overhead yang bersifat variabel dan sebagian overhead ynag
bersifat tetap pada setiap unit yang dihasilkan. Pengaruh dari pembebanan
sebagian biaya overhead tetap, menyebabkan biaya variabel yang diserap
setiap unit produk akan meningkat. Sehingga pada saat produk dihasilkan
biaya tersebut dimasukkan pada persediaan, sedangkan jika produk telah
17
terjual, maka biaya pabrikasi dalam income statement dinyatakan dalam harga
pokok penjualan (cost of good sold). Metode ini dapat dipergunakan untuk
mengkalkulasi tiga perhitungan yang berkaitan dengan laba yaitu gross profit,
operating income, dan net income.
Penerapannya pada pengukuran gross profit tidak dapat dipergunakan
sebagai ukuran evaluasi penjualan dalam jangka panjang dari suatu
perusahaan, karena terdapatnya unsur biaya lain yang mempengaruhi
keuntungan keseluruhan yang diterima, yaitu biaya pemasaran, administrasi
dan biaya riset dan pengembangan produk yang cenderung meningkat dalam
jangka panjang. Sedangkan penerapannya pada operating income
dipergunakan untuk memindahkan biaya periode dari income statement pada
suatu periode dengan memproduksi untuk persediaan, manipulasi tersebut
akan menghasilkan laporan keuntungan yang meningkat pada periode tersebut
dibandingkan dengan periode sebelumnya tanpa melakukan penambahan unit
produk yang dihasilkan.
b. Pendekatan Variable Costing dalam pengukuran laba
Metode variable costing hanya membebankan biaya pabrikasi yang
bersifat variabel terhadap unit produk yang dihasilkan, yaitu biaya material
langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel. Sedangkan biaya
overhead tetap diperlakukan sebagai biaya periode (period cost) dan tidak
digabungkan dengan biaya produk lain sebagai persediaan. Pengaruh dari
perlakuan tersebut adalah mengurangi jumlah biaya produksi yang
dimasukkan dalam nilai persediaan, dengan metode ini hanya biaya bahan
langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead variabel yang dibebankan
ke dalam persediaan, sedangkan biaya pemasaran dan administrasi umum
tidak pernah di inventorikan.
Income statement yang dihasilkan dengan metode variable costing
memiliki kelebihan dalam menggambarkan performa kerja yang lebih baik
dan yang terutama dapat dipergunakan sebagai sumber informasi dalam
pengambilan keputusan manajer. Kunci utama dari metode ini adalah biaya
tetap tidak berubah terhadap jumlah unit produk yang diproduksi ataupun unit
yang terjual, karena itu walaupun metode ini tidak dipergunakan sebagai
18
laporan untuk pihak eksternal perusahaan tapi dapat dipergunakan untuk
mendukung kebijaksanaan internal perusahaan.
2.2.3.6. Keterbatasan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional
James Brimson (1991), menyatakan bahwa sistem biaya tradisional
didesain pada kondisi dimana tenaga kerja langsung dan bahan baku merupakan
faktor produksi yang dominan, tingkat teknologi yang stabil, dan diversifikasi
produk yang terbatas. Menurut GAPP hanya biaya produksi yang meliputi bahan
baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang dibebankan sebagai
persediaan, sedangkan biaya lain seperti biaya aktivitas pemasaran, bagian
administrasi dan umum tidak dialokasikan ke produk.
Akuntansi manajemen tradisonal bertujuan untuk menilai persediaan dan
harga pokok produk yang dijual (inventory valuation objective). Penentuan harga
poko produk secara tradisional hanya membagikan biaya manufaktur ke produk.
Pembagian biaya yang diatribusikan ke produk mempergunakan penelusuran
secara langsung (direct attribution) atau dengan penggunaan pemicu biaya,
dimana sebagian besar sistem biaya tradisional didesain untuk memastikan bahwa
penelusuran tersebut memperoleh alokasinya pada produk atau obyek biaya lain.
Pada sistem biaya tradisional pemicu yang dipergunakan untuk
membagikan biaya overhead hanya berdasarkan unit produksi (unit-based activity
driver). Unit-based activity driver merupakan suatu faktor yang menyebabkan
perubahan pada struktur biaya sejalan dengan perubahan unit yang diproduksi,
dengan mengasumsikan bahwa biaya overhead yang dikonsumsi produk memiliki
korelasi yang kuat dengan unit produk yang dihasilkan atau unit pengukuran lain,
seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin, atau biaya bahan baku.
2.2.4.Konsep Dasar Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based
Costing System)
2.2.4.1. Definisi Akuntansi Aktivitas ( Activity Accounting)
Menurut Brimson (1992), aktivitas adalah suatu kombinasi antara
manusia, teknologi, bahan baku, metode-metode, dan lingkungan yang
menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu, yang dapat dilakukan oleh manusia
19
ataupun proses-proses yang diotomatisasi. Aktivitas-aktivitas menggambarkan
apa yang suatu perusahaan kerjakan yaitu berkaitan dengan cara waktu
dipergunakan dan output dari proses. Sedangkan Atkitson (1995) menyatakan
bahwa aktivitas merupakan sekumpulan pekerjaan atau tugas dalam kelompok
kerja yang memiliki tujuan khusus. Kegiatan atau aktivitas merupakan segala
sesuatu yang mengkonsumsi sumber daya perusahaan, yang dilakukan oleh tenaga
kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Akuntansi aktivitas meliputi pengumpulan informasi biaya finansial dan
operasional mengenai aktivitas yang signifikan dari usaha suatu perusahaan.
Menurut Copper dan Kaplan (1991), akuntansi aktivitas merupakan suatu teknik
untuk mengidentifikasikan kembali organisasi-organisasi menurut kumpulan
aktivitas-aktivitas dan untuk mengidentifikasikan sumber daya yang dikonsumsi
oleh setiap aktivitas tersebut. Fokus utama dari akuntansi aktivitas adalah untuk
memahami biaya dan kinerja dari suatu aktivitas yang penting dan menelusuri
aktivitas-aktivitas ke tujuan biaya akhir yaitu obyek biaya.
Sedangkan menurut Brimson (1992), akuntansi aktivitas adalah suatu
proses pengakumulasian dan penelusuran unsur biaya dan kinerja serta data-data
mengenai aktivitas perusahaan yang berfungsi sebagai penyedia umpan balik atas
hasil yang dicapai yaitu proses membandingkan dengan biaya yang telah
dianggarkan.
2.2.4.2. Pengertian Activity Based Costing
Banyak perusahaan yang sedang memperbaiki sistem kalkulasi biayanya
mempertimbangkan sistem biaya berdasarkan aktivitas, Activity Based Costing
Sistem memfokuskan pada aktivitas sebagai obyek biaya yang fundamental,
dengan mempergunakan biaya dari aktivitas sebagai dasar untuk membagikan
biaya ke obyek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan, Horngren (1994).
Secara harafiah Sistem ABC dapat diartikan sebagai sistem penetapan
harga pokok berdasarkan kegiatan. Sistem biaya ini merupakan suatu terobosan
atau bahkan dapat dikatakan sebagai suatu revolusi yang terjadi pada bidang
akuntansi biaya, khususnya dalam pembebanan biaya umum atau biaya tidak
langsung ke produk atau jasa yang dihasilkan. Sedangkan pada sistem penetapan
20
harga pokok tradisional yang didasarkan pada jumlah unit yang diproduksi
(volume based costing) telah menghasilkan distorsi atau kesalahan pada
perhitungan harga pokok sehingga mengakibatkan kesalahan dalam penetapan
harga jual, menentukan profitabilitas lini produk, bauran produk (product mix),
dan bahkan dalam rangka program penekanan biaya (cost reduction programs)
Sistem akuntansi biaya yang dipergunakan pada saat ini, tidak dapat
mencerminkan secara tepat besarnya pemakaian biaya produksi dan sumber daya
secara fisik. Sedangkan sistem ABC dapat menghubungkan secara lebih serasi
antara biaya dan produksi.
ABC merupakan suatu metode dalam akuntansi yang menetapkan biaya
yang sebenarnya dari service atau produk berdasarkan identifikasi biaya-biaya
yang dikonsumsi setiap aktivitas dalam value added chain daripada berdasarkan
biaya overhead secara tradisional. Menurut Hanson dan Mowen (1995), ABC
adalah suatu metode yang menggunakan aktivitas sebagai perantara sebelum
biaya tersebut dibebankan ke produk.
Sistem biaya berdasarkan aktivitas merupakan suatu alat untuk
mengidentifikasikan dan menghitung biaya untuk menjalankan kegiatan, proses,
dan hasil kegiatan, seperti barang atau jasa. Menurut Cokins (1996) pengertian
ABC merangkum beberapa pokok pengertian berikut, yaitu:
• Suatu metode untuk mengukur biaya dan kinerja dari kegiatan yang
berhubungan dengan proses dan obyek biaya.
• Membebankan biaya kegiatan-kegiatan berdasarkan besarnya pemakaian
sumber daya, dan membebankan biaya pada obyek biaya, seperti produk atau
pelanggan berdasarkan besarnya pemakaian kegiatan.
• Mengenai hubungan kausal antara pemacu biaya dengan kegiatan.
Sistem biaya berdasarkan aktivitas akan menghasilkan biaya produk yang
lebih akurat. Pembebanan biaya overhead yang diterapkan dapat mengungkapkan
jumlah overhead sebenarnya yang dikonsumsi setiap produk.
2.2.4.3. Asumsi-asumsi dalam Activity Based Costing
Dalam penerapannya sistem biaya berdasarkan aktivitas mempergunakan
asumsi-asumsi berikut:
21
a. Aktivitas-aktivitas mengkonsumsi sumber daya langsung maupun tidak
langsung.
Aktivitas sebagai penyebab timbulnya biaya-biaya (Activity Cause
Cost). Biaya merupakan ukuran sumber daya yang dikonsumsi untuk setiap
aktivitas dalam menghasilkan produk. Tahap pertama dalam sistem ABC
dilakukan dengan menelusuri biaya-biaya sumber daya penunjang atau tidak
langsung ke aktivitas yang dilaksanakan sumber daya tersebut.
b. Produk-produk menciptakan permintaan untuk aktivitas.
Oleh karena itu pada tahap kedua prosedur ABC, biaya-biaya aktivitas
dibebankan ke produk berdasarkan jumlah konsumsi atau permintaan produk-
produk individual terhadap setiap aktivitas.
Menurut Kaplan dan Copper (1991), terdapat 3 dasar dalam penerapan
sistem ABC, yaitu:
a. Biaya-biaya yang tidak berkaitan dengan volume produksi haruslah
merupakan persentase signifikan dari total biaya overhead.
b. Ratio konsumsi dari biaya yang berkaitan dengan volume produksi dan biaya
yang tidak berkaitan dengan volume produksi harus berbeda. Jika produk
mengkonsumsi semua aktivitas overhead dengan rasio yang sama, tidak
menjadi masalah jika pemicu biaya yang berkaitan dengan volume produksi
untuk membebankan semua biaya overhead ke produk. Sehingga sistem biaya
konvensional atau sistem biaya ABC akan membebankan biaya overhead
dalam jumlah yang sama. Karena itu perusahaan dengan produk yang
homogen (Low Product Diversity) dapat menggunakan sistem konvensional
tanpa menimbulkan masalah.
c. Biaya pengukuran rendah dan biaya kesalahan tinggi.
Biaya pengukuran (cost of measurement) adalah biaya yang berkaitan
dengan pengukuran untuk menghasilkan informasi berkaitan dengan biaya
produk. Sedangkan biaya kesalahan (cost of errors) adalah biaya yang
berkaitan dengan pembuatan keputusan yang buruk berdasarkan informasi
biaya produk yang tidak akurat. Biaya pengukuran harus rendah, hal ini
berkaitan dengan biaya perancangan dan penerapan sistem tersebut harus lebih
22
rendah dari manfaat yang akan diperoleh dari penerapan sistem di masa yang
akan datang.
2.2.5. Tahapan-tahapan dalam Implementasi Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas
(Activity Based Costing System)
Pada sistem biaya tradisional, pembagian biaya overhead meliputi dua
tahap, dimana pada tahap pertama biaya overhead dibebankan pada unit
organisasi yaitu berupa plantwide atau departemen dan selanjutnya membebankan
biaya ke produk. Demikian pula pada sistem biaya berdasarkan aktivitas prosedur
pembagian biaya overhead juga terdiri dari dua tahapan, perbedaannya adalah
pada tahap pertama sistem biaya berdasarkan aktivitas membagikan biaya
overhead pada aktivitas-aktivitas perusahaan. Sedangkan pada tahap ke
dua, setiap metode meliputi prosedur penelusuran dan pembebanan biaya
overhead ke produk.
Langkah- langkah penerapan sistem biaya berdasarkan aktivitas (activity
based costing system) dilakukan berdasarkan prosedur dua tahap sebagai berikut:
a. Menelusuri biaya dari sumber daya ke aktivitas-aktivitas
• Mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas
perusahaan dan membebankan biaya pada aktivitas dari sumber daya yang
dikonsumsi.
• Mengidentifikasikan penyebab atau pemicu biaya dari setiap aktivitas
(cost driver).
• Menentukan pusat biaya homogen (homogen cost pool).
• Menghitung pool rate.
b. Menelusuri dan membebankan biaya ke produk atau obyek biaya.
Pada tahap pertama pada sistem biaya berdasarkan aktivitas, dilakukan
identifikasi aktivitas-aktvitas perusahaan dan menghubungkan biaya yang
dikonsumi ke aktivitas, kemudian memisahkan aktivitas-aktivitas beserta
biaya yang dikonsumsi ke dalam homogeneous set. Langkah selanjutnya
adalah menentukan pemicu biaya aktivitas (activity cost driver) yang
berkaitan dengan aktivitas tertentu.
23
Menurut Hansen dan Mowen (1995), untuk mengurangi jumlah overhead
rates yang diperlukan dan menyederhanakan proses analisa, aktivitas-aktivitas
dikumpulkan dalam suatu kelompok (homogeneous set) berdasarkan kesamaan
karakteristik, yaitu:
a. Terdapat hubungan antara aktivitas-aktivitas sesuai dengan klasifikasi proses.
b. Setiap aktivitas dalam homogeneous set memiliki rasio konsumsi yang sama.
Jumlah keseluruhan biaya overhead dari aktivitas-aktivitas dalam
homogeneous set akan membentuk pusat biaya yang homogen (homogen cost
pool), dari langkah tersebut dapat ditentukan pool rates setiap pusat biaya.
2.2.5.1. Mengidentifikasikan dan Mengklasifikasikan Aktivitas-aktivitas
a. Identifikasi Aktivitas
Aktivitas merupakan fokus utama dari Sistem Biaya Berdasarkan
Aktivitas (Activity Based Costing System), sehingga identifikasi aktivitas
merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam mendesain sistem ABC.
Secara umum aktivitas merupakan usaha dalam organisasi untuk memuaskan
kebutuhan konsumen. Dari identifikasi aktivitas dihasilkan suatu daftar
keseluruhan aktivitas perusahaan termasuk jumlah sumber daya yang
dikonsumsi setiap aktivitas, yang di dokumentasikan dalam activity inventory.
Langkah selanjutnya adalah menggunakan atribut setiap aktivitas
(activity attributes) untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan aktivitas.
Activity attributes merupakan bagian dari informasi keuangan dan bukan
keuangan (non financial) yang menyediakan label deskripsi dari setiap
aktivitas, atribut yang digunakan tergantung pada tujuan sistem biaya yang
direncanakan.
b. Klasifikasi aktivitas
Activity attribut dipergunakan untuk mengelompokkan aktivitas yang
berkaitan dalam suatu set sabagai dasar pembentukan pusat biaya yang
homogen (Homogeneous cost pool). Pengelompokkan aktivitas-aktivitas akan
mengurangi jumlah overhead rates yang diperlukan, menyederhanakan proses
analisa biaya produk,dan mengurangi kompleksitas dari model penentuan
biaya produk berdasarkan aktivitas. Aktivitas-aktivitas yang dalam suatu
24
kelompok (set) melalui tiga proses mengklasifikasikan berdasarkan atributnya,
yaitu:
• Process attribute, aktivitas dipisahkan berdasarkan proses yang berbeda.
• Activity attribute, aktivitas dikelompokkan berdasarkan tingkatan aktivitas
(level activity).
• Driver attribute, setiap aktivitas mempergunakan pemicu aktivitas
(activity driver) yang sama untuk membagikan biaya pada obyek biaya.
Atribut satu dan dua mendefinisikan bagaimana hubungan dari setiap
aktivitas secara logis, sedangkan pada atribut ketiga aktivitas-aktivitas tersebut
memiliki ratio konsumsi yang sama. Ketiga atribut tersebut dipergunakan
untuk membentuk pusat biaya yang homogen. Dari proses klasifikasi tersebut
dapat disimpulkan aktivitas-aktivitas dalam satu kelompok mempunyai
klasifikasi proses, klasifikasi tingkat aktivitas dan klasifikasi aktivitas pemicu
aktivitas yang sama.
Pembahasan lebih lanjut mengenai pengaruh atribut-atribut tersebut
dalam pengklasifikasian aktvitas adalah sebagai berikut:
A. Klasifikasi Proses (Process Clasification)
Proses didefinisikan sebagai rangkaian aktivitas-aktivitas yang
saling berhubungan untuk menghasilkan tujuan tertentu dari operasi yang
dilakukan. Ruang lingkup proses berkaitan dengan proses tranformasi input
yang menghasilkan keluaran berupa produk atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan dari konsumen (baik internal maupun eksternal). Terdapat
kemungkinan suatu proses berhubungan dengan perubahan fungsi dari
aktivitas-aktivitas; seperti proses yang melibatkan banyak departemen, pada
kondisi pengelompokkan aktivitas dilakukan berdasarkan cross-functional
process. Manfaat yang diperoleh dari pengelompokkan aktivitas
berdasarkan klasifikasi proses dalam penentuan biaya produk adalah (1)
mengurangi jumlah pool rates yang dipergunakan, (2) meningkatkan
akurasi dari proses pembagian biaya (cost assignment).
B. Klasifikasi Level dari aktivitas(Activity-Level Classification)
Hirarki biaya (cost hierarchy) adalah pengklasifikasian biaya
menjadi pusat biaya yang berbeda dengan dasar klasifikasi tingkat
25
aktivitas. Terdapat empat tingkatan aktivitas dalam proses klasifikasi
aktivitas-aktivitas, yaitu:
• Aktivitas tingkat unit (Unit level activity)
Aktivitas tingkat unit adalah aktivitas yang dilaksanakan untuk
setiap unit produk atau jasa yang dihasilkan. Aktivitas ini dapat
ditelusuri secara langsung ke produk dengan pemicu biaya berdasarkan
volume produksi (volume-related cost driver). Misalkan: power dan
jam mesin yang diperlukan untuk menghasilkan produk, bahan baku
langsung, aktivitas tenaga kerja langsung, pemeliharaan mesin, dan
penggunaan mesin.
• Aktivitas tingkat kelompok (Batch-Level Activity)
Aktivitas tingkat kelompok adalah aktivitas yang berhubungan
dengan sekelompok unit produk (batch) atau jasa, kuantitas dari
aktivitas ini tergantung dari jumlah batch yang diproduksi, tetapi tetap
untuk setiap unit produk dalam batch. Dengan pemicu biaya adalah
tingkatan kelompok dimana satu kelompok merupakan
pengelompokan banyak unit produk atau jasa. Biaya-biaya yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas ini adalah, biaya set-up, biaya
pemesanan pembelian, dan biaya penanganan bahan baku; biaya ini
dipengaruhi oleh jumlah pesanan yang ditempatkan dan jumlah batch
yang ditangani, bukan berdasarkan total unit kuantitas yang dipesan
atau ditangani.
• Aktivitas tingkat produk (Product-Level Activity)
Aktivitas tingkat produk adalah aktivitas yang dilakukan untuk
mendukung produk atau jasa tertentu yang dihasilkan. Aktivitas
beserta biaya dari tingkatan produk cenderung meningkat sesuai
dengan pertambahan jumlah unit produksi.
Dengan pemicu biaya adalah pada tingkatan produk atau jasa
individual yang tergantung dari bagaimana unit produk atau jasa
tersebut dihasilkan. Antara lain, aktivitas perancangan produk, biaya
dari aktivitas ini tidak dikaitkan dengan jumlah produk yang
selanjutnya dibuat atau jumlah kelompok suatu produk dihasilkan.
26
Contoh lainnya adalah penyiapan proses routing/alur, proses routing
menguraikan langkah- langkah dalam membuat produk dan dengan
urutan operasi yang seharusnya dilalui.
• Aktivitas tingkat fasilitas (Facility-Level Activity)
Aktivitas tingkat fasilitas adalah aktivitas yang tidak dapat
ditelusuri kepada produk atau jasa tertentu tapi mendukung proses
dalam organisasi secara keseluruhan. Biaya penopang fasilitas tidak
berhubungan dengan unit keluaran, jumlah kelompok (batch), atau
kompleksitas dari produk yang diproduksi. Aktivitas tingkat fasilitas
mempergunakan pemicu biaya yang tidak termasuk dalam tiga kategori
aktivitas di atas. Contohnya adalah perencanaan manajemen,
landscaping, depresiasi fasilitas pabrik, properti taxes, kegiatan
administrasi umum, kegiatan iklan berkaitan dengan citra perusahaan,
biaya berkaitan dengan keamanan.
C. Klasifikasi Pemicu Biaya (Activity Driver Clasification)
Dari keempat tingkat aktivitas, unit level, batch level, dan product
level merupakan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan produk. Pada
tingkatan aktivitas ini dapat dilakukan pengukuran jumlah permintaan
pada aktivitas yang dikonsumsi produk. Aktivitas-aktivitas dapat
dipisahkan menurut rasio konsumsinya, aktivitas dengan rasio yang sama
dapat mempergunakan pemicu aktivitas yang sama untuk membagikan
biaya ke produk. Selanjutnya, aktivitas-aktivitas dalam setiap tingkatan
aktivitas yang memiliki pemicu aktivitas yang sama dikelompokkan dalam
suatu homogeneous set. Homogeneous Set of Activities merupakan
kumpulan aktivitas yang memiliki tujuan proses yang sama dengan
tingkatan aktivitas dan pemicu aktivitas yang sama.
Sedangkan tingkatan fasilitas pendukung (Facility-Level Activities)
merupakan salah satu problem pada sistem biaya berdasarkan aktivitas
dalam penelusuran biaya ke produk. Penelusuran biaya ke produk
tergantung dari kemampuan untuk mengidentifikasikan jumlah dari setiap
aktivitas yang dikonsumsi produk. Sedangkan pada tingkatan fasilitas,
aktivitas beserta biayanya seragam pada setiap produk, sulit untuk
27
mengetahui tingkat konsumsi aktivitas dari setiap produk atau obyek biaya
lain.
Sistem ABC murni tidak membagikan biaya dari tingkatan fasilitas
ke produk tapi memberlakukan sebagai biaya periode (Period Cost).
Pengaruhnya adalah biaya tersebut bersifat tetap. Dalam praktek, sistem
ABC menerapkan pendekatan biaya penuh (Full Costing) dalam
mengalokasikan biaya dari tingkatan fasilitas ke produk individual, dengan
pengaruhnya pada biaya produk tidak signifikan, sebab biaya aktivitas
tersebut relatif kecil dibandingkan dengan biaya total yang secara tepat
dapat ditelusuri pada produk individual. Pemicu aktivitas yang umum
digunakan adalah penggunaan ruang dari fasilitas produksi untuk
menyatakan tingkat dari konsumsi dari biaya tingkatan fasilitas.
2.2.5.2. Mengidentifikasikan Pemicu Biaya dari Setiap Aktivitas (Cost Driver)
Dalam proses mendesain sistem biaya berdasarkan aktivitas (Activity
Based Costing System), diperlukan pemahaman yang berkaitan dengan jumlah
pemicu biaya yang diperlukan dan menentukan pemicu biaya yang sesuai. Kedua
faktor tersebut berhubungan erat sebab tipe dari cost driver yang dipilih akan
mempengaruhi jumlah pemicu yang diperlukan sesuai tingkat akurasi sistem.
Permasalahan timbul apabila jumlah pemicu biaya yang dipergunakan
terlalu banyak, karena secara ekonomis tidak menguntungkan untuk menentukan
pemicu yang berbeda dari setiap aktivitas dan pada beberapa proses perusahaan
yang menggunakan aktivitas secara bersama-sama (Agregat) dengan pemicu
tunggal sebagai dasar penelusuran biaya aktivitas ke produk yang dihasilkan,
terdapat kesulitan untuk memilih pemicu yang sesuai.
a. Jumlah Pemicu yang Diperlukan
Jumlah minimum dari pemicu yang diperlukan dalam sistem biaya
berdasarkan akivitas tergantung dari pertimbangan tingkat akurasi dari laporan
biaya produk yang diinginkan dan kompleksitas dari bauran produk yang
diproduksi. Semakin tinggi tingkat akurasi yang dipertimbangkan, jumlah
pemicu yang dibutuhkan semakin banyak menurut Copper dan Kaplan (1991),
28
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi jumlah pemicu biaya yang
diperlukan, yaitu:
• Diversitas dari Produk (Product Diversity)
Diversitas pada produk terjadi apabila produk mengkonsumsi
aktivitas dalam proporsi yang berbeda. Derajat diversitas dari produk
diukur dengan menentukan rasio konsumsi aktivitas tiap produk dan
membagi rasio aktivitas yang tinggi dengan rasio konsumsi aktivitas yang
rendah untuk menentukan derajat diversitas dari produk-produk yang
dianalisa.
• Biaya relatif dari aktivitas yang ditelusuri (relative cost of activities
aggregated)
Biaya relatif dari aktivitas menyatakan persentase biaya aktivitas
terhadap total biaya proses produksi. Pada proses produksi dengan
aktivitas-aktivitas yang bersifat agregat, biaya rela tif dari aktivitas sangat
berpengaruh, karena semakin tinggi biaya relatif dari aktivitas akan
menghasilkan distorsi yang tinggi apabila penelusuran konsumsi dari
produk tidak akurat akibat penggunaan pemicu aktivitas yang tidak sesuai
(jumlah dan jenis pemicu aktivitas).
• Tingkat diversitas volume produksi (Volume Diversity)
Diversitas dalam volume produksi terjadi apabila produk
diproduksi dalam ukuran kelompok produk (batch) yang berbeda. Ukuran
batch yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas produksi dan aktivitas
pendukung lainnya, seperti jumlah pemesanan dan proses pengiriman
(Shipping). Dengan menerapkan sistem biaya berdasarkan aktivitas, dapat
dilakukan penyesuaian pemicu biaya yang digunakan akibat pengaruh dari
volume produksi yang berbeda, dimana pada sistem biaya tradisional hal
ini tidak dapat dilakukan.
Diversitas produk dan diversitas volume produksi masing-masing
memiliki pengaruh terhadap distorsi yang terjadi pada akurasi biaya
produk yang dihasilkan. Penyimpangan yang dihasilkan akibat perbedaan
volume produksi (Volume Diversity) akan memperkuat distorsi dari
diversitas produk, jika high-intensity product diproduksi dalam ukuran
29
produksi (batch) yang lebih kecil dari low-intensity product. Kondisi
tersebut akan menghasilkan kurang-kalkulasi ganda pada high-intensity,
low-volume product, dan lebih-kalkulasi ganda pada low-intensity, high-
volume product.
Pengaruh kedua sumber distorsi tersebut saling bertentangan
apabila high- intensity product diproduksi dalam ukuran batch yang lebih
besar dari low-intensity product, sehingga apabila pengaruh dari volume
diversity melebihi distorsi yang ditimbulkan volume diversity kondisi yang
terjadi adalah high-intensity, high-volume product akan lebih-kalkulasi
sedangkan low-intensity. Low-volume product terjadi kurang-kalkulasi.
Kondisi sebaliknya akan terjadi apabila pengaruh product diversity lebih
dominan. Jika derajat diversitas dari volume produksi sama dengan derajat
diversitas dari produk, laporan dari biaya produk yang dihasilkan lebih
akurat.
• Interaksi ketiga faktor yang mempengaruhi pemilihan pemicu biaya
Secara khusus semakin tinggi biaya relatif dari aktivitas yang
ditelusuri (yang tidak berhubungan dengan volume produksi), distorsi
yang dihasilkan dari penelusuran biaya berdasarkan unit produksi akan
bertambah besar. Sedangkan product diversity dan volume diversity
masing-masing dapat saling memperkuat dan berlawanan terhadap distorsi
yang terjadi.
b. Menyeleksi Pemicu Biaya yang Sesuai
Setelah menentukan jumlah minimum cost driver yang diperlukan,
langkah selanjutnya adalah menyeleksi cost driver yang sesuai dengan
mendesain sistem biaya berdasarkan aktivitas. Cooper (1991) menegaskan
bahwa, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi penyeleksian pemicu biaya
yang sesuai, yaitu:
• Kemudahan untuk menentukan data yang diperlukan dari pemicu biaya
(cost of measurement)
Dalam sistem biaya berdasarkan aktivitas tingkat akurasi yang baik
diperoleh dengan menggunakan lebih banyak cost driver daripada pemicu
tunggal berdasarkan volume produksi. Untuk mengurangi biaya
30
pengukuran dari pemicu aktivitas (cost of measurement), activity based
cost system mempergunakan pemicu yang mudah ditentukan kuantitasnya.
Pemilihan pemicu biaya yang menggunakan jumlah transaksi dari
aktivitas (number of transaction generated by activity) sebagai pengganti
pemicu biaya berdasarkan durasi dari aktivitas, dapat mengurangi biaya
pengukuran dalam mendesain sistem biaya berdasarkan aktivitas.
Menentukan data dari pemicu berdasarkan jumlah transaksi ini mudah
diperoleh, karena transaksi dihasilkan pada saat suatu aktivitas dilakukan.
Pemicu berdasarkan transaksi tersebut antara lain, jumlah pesanan yang
diproses, jumlah proses pengiriman, dan jumlah inspeksi yang dilakukan.
• Korelasi antara tingkat konsumsi aktivitas dari pemicu biaya dengan
konsumsi aktual aktivitas (Degree of Correlation)
Penggunaan pemicu biaya yang mengungkapkan secara tidak
langsung konsumsi aktivitas oleh produk akan berakibat terjadi distorsi
pada laporan biaya produk, sebab pemicu tersebut tidak dapat
menggambarkan dengan akurat tingkat konsumsi aktivitas sebenarnya dari
produk. Seberapa jelas pemicu biaya mengungkapkan konsumsi aktivitas
aktual dari produk, dapat diukur dengan tingkat korelasi antara kuantitas
dari aktivitas yang ditelusuri pada produk terhadap konsumsi aktual
aktivitas oleh produk. Hubungan korelasi tersebut dipergunakan untuk
mengetahui tingkat akurasi dari penelusuran biaya aktivitas oleh produk
dan sebagai alat bantu dalam menyeleksi pemicu biaya yang sesuai.
• Pengaruh perilaku pemicu biaya terhadap lingkungan (Behavioral Effect)
Dalam memilih pemicu biaya, efek penggunaan dari pemicu biaya
tertentu terhadap perilaku biaya individu dalam perusahaan harus
dipertimbangkan. Efek perilaku dapat bermanfaat (benefical) atau
berbahaya (harmful). Perilaku yang bermanfaat tersebut apabila perilaku
akibat penggunaan pemicu biaya tertentu dikehendaki. Sedangkan
pengaruhnya berbahaya jika akibat penggunaan pemicu tersebut tidak
diinginkan.
31
2.2.5.3. Menentukan Pusat Biaya Homogen (Homogen Cost Pool)
Pusat biaya yang homogen ditentukan dengan menggabungkan biaya dari
aktivitas-aktivitas pada setiap homogeneous set. Apabila aktivitas-aktivitas dalam
pusat biaya memiliki rasio konsumsi yang sama, maka variasi biaya dari pusat
biaya dapat ditentukan dengan pemicu aktivitas tunggal (single activity driver).
Suatu pusat biaya dikatakan homogen, jika seluruh biaya dalam pusat biaya
memiliki hubungan sebab akibat atau hubungan manfaat yang sama diantara
pemicu biaya dan biaya dari aktivitas tersebut. Konsekuensi penggunaan pusat
biaya yang homogen adalah pengalokasian biaya yang menggunakan pusat
tersebut akan sama hasilnya bila biaya dari masing-masing aktivitas individual
dalam pusat biaya tersebut dialokasikan secara terpisah. Menurut Horgren (1994),
semakin besar derajat homogenitas, semakin sedikit pusat biaya (cost pool) yang
dibutuhkan untuk mencerminkan secara akurat perbedan penggunaan sumber
daya organisasi pada produk yang berbeda.
2.2.5.4. Menghitung Tarif Kelompok (Pool Rate)
Biaya per unit dari pemicu aktivitas dihitung dengan membagi pusat biaya
(cost pool) dengan kapasitas dari aktivitas yang berkaitan, biaya yang dihasilkan
merupakan pool rates sebagai dasar pembebanan biaya ke produk atau obyek
biaya. Perhitungan tarif kelompok merupakan langkah akhir dari tahap pertama
prosedur pengalokasian dua tahap dari sistem biaya berdasarkan aktivitas.
2.2.5.5. Menelusuri dan Membebankan Biaya Overhead ke Produk
Pada tahap dua dari prosedur alokasi dua tahap, biaya dari setiap pusat
biaya overhead ditelusuri ke produk dengan menggunakan pool rates yang
ditentukan pada tahap pertama dan mengukur jumlah sumber daya yang
dikonsumsi produk. Langkah selanjutnya adalah membagikan biaya overhead dari
setiap pusat biaya ke produk dengan menggunakan persaman berikut:
Biaya overhead produk = Pool rate x Aktivitas yang dikonsumsi (2.1)
32
Setiap biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based Costing System)
menekankan pada hubungan sebab akibat antara aktivitas dengan biaya yang
dibebankan, sedangkan pada sistem biaya tradisional, hubungan tersebut
cenderung diabaikan, hanya berdasarkan unit yang diproduksi atau dasar
pembebanan yang lain. Perbedaan utama yang lain adalah dalam penggunaan
jumlah pemicu biaya dalam pembagian biaya overhead, sistem ABC
mempergunakan pemicu aktivitas berdasarkan unit (unit based activity driver) dan
pemicu aktivitas berdasarkan faktor selain unit produksi (non unit based activity
driver). Pemicu aktivitas tersebut harus memiliki hubungan sebab akibat yang
kuat (cause effect relationship) dan pemicu biaya harus mencerminkan presentase
yang tinggi dari variabilitas biaya aktivitas.
Kriteria tersebut diuji dengan mempergunakan persamaan biaya untuk
setiap aktivitas dengan mempergunakan pemicu yang memiliki nilai koefisien
determinan R2 yang besar. Secara umum sistem biaya berdasarkan aktivitas
mempergunakan jumlah pemicu (drivers) yang lebih banyak dari pemicu
berdasarkan unit produksi (unit based drivers) dalam sistem biaya tradisional,
sehingga penerapan sistem ABC akan meningkat akurasi dari informasi biaya
yang dihasilkan.
2.2.6. Hubungan Biaya, Volume, dan Laba
2.2.6.1. Titik Impas (Break-Event Point)
Titik impas (Break-Even Point) adalah titik kegiatan (volume penjualan)
dimana total pendapatan (revenue) sama dengan total beban (expense), yakni tidak
berlaba ataupun rugi.
Analisis break-even menentukan pada titik mana biaya dan pendapatan
berada dalam keseimbangan. Titik break-even (titik pulang-pokok) yang
ditentukan secara langsung dengan perhitungan matematika, lazimnya disajikan
dalam bentuk grafik karena ia tidak saja menunjukkan kepada manajemen titik
dimana tidak terjadi laba maupun rugi, tetapi juga menunjukkan kemungkinan-
kemungkinan yang berkaitan dengan perubahan dalam biaya atau penjualan. Jadi
grafik break-even dapat didefinisikan sebagai analisis grafis mengenai hubungan
antara biaya dan penjualan terhadap laba. Analisis break-even umumnya
33
diperoleh dengan bantuan dari bagan break-even karena hal itu merupkan sarana
pelaporan yang ringkas dan mudah dibaca.
2.2.6.2. Penentuan Titik Break-Even
Data untuk analisis titik break-even tidak dapat diambil langsung dari
perhitungan rugi- laba yang konvensional atau dengan penetapan biaya penuh.
Bentuk laporan tersebut dan cara penyajian datanya tidak memungkinkan suatu
analisis yang mudah dan praktis untuk perencanaan, pengambilan keputusan, dan
penentuan laba. Oleh karena itu, setiap biaya yang dinyatakan dalam perhitungan
rugi- laba yang konvensional harus dianalisis guna menetapkan bagian-bagian
yang tetap dan variabel. Dari ketiga golongan biaya (tetap, semi variabel,
variabel) biaya semivariabel harus dipisahkan ke dalam komponan tetap dan
variabel. Bagian tetap akan dinyatakan dalam jumlah total, sedangkan bagian
variabel dinyatakan sebagai suatu tarif atau persentase.
Analisis break-even dapat didasarkan pada data historis, kegiatan-kegiatan
yang telah lalu, atau penjualan dan biaya di masa datang. Dalam hal yang terakhir,
titik awal dari analisis adalah penentuan biaya taksiran atau biaya standar untuk
berbagai tingkatan output dengan bantuan anggaran fleksibel. Kemudian analisis
tersebut dipecah menjadi tiga bagian utama, yaitu penetapan volume dan harga
jual, penentuan biaya tetap dan variabel, dan menghubungkan biaya dengan
volume. Pendapatan penjualan yang diharapkan ditentukan berdasarkan kondisi
pasar dan dibatasi oleh kapasitas pabrik. Anggaran fleksibel ditinjau dan
diperbaiki dengan memasukkan unsur perubahan harga yang diperkirakan dan
kondisi operasi yang diharapkan. Ramalan produksi (dalam unit produk atau jam
kerja) akan menjadi dasar guna menetapkan biaya standar untuk bahan, buruh dan
overhead pabrik. Nilai yang ditentukan kemudian digabungkan dalam anggaran.
Sedapat mungkin standar untuk kegiatan pemasaran dan administrasi juga
digunakan dalam penyusunan anggaran, yang akan menjadi suatu ikhtisar standar-
standar.
Data-data dalam anggaran fleksibel dapat langsung digunakan tanpa
perbaikan yang terperinci untuk analisis break-even atau dapat diubah ke dalam
grafik break-even. Biaya-biaya standar yang berlaku, yang akurat, dan yang
34
merupakan sumber-sumber data yang dapat segera diperoleh untuk berbagai jenis
laporan analisis dan biaya, membentuk sarana yang paling bernilai bagi
penyusunan suatu analisis guna menunjukkan kemungkinan-kemungkinan laba
masa depan.
2.2.6.3. Analisis Break-Even untuk Pengambilan Keputusan
Data akuntan yang digunakan, asumsi-asumsi yang dibuat, cara bagaimana
informasi itu diperoleh dan cara data tersebut dinyatakan merupakan kendala yang
harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan hasil ana lisis break-even. Bagan
break-even pada dasarnya merupakan suatu analisis yang statis. Dalam
kebanyakan kasus, perubahan-perubahan hanya dapat diperlihatkan dengan
membuat bagan baru atau rangkaian bagan-bagan. Jumlah biaya tetap dan biaya
variabel dan juga kemiringan dari garis penjualan hanya mempunyai arti pada
suatu jangkauan (range) kegiatan yang ditetapkan dan harus ditetapkan kembali
untuk kegiatan di luar jangkauan yang relevan itu. Selanjutnya, biaya linier dan
perilaku penjualan telah diterima secara umum dalam jangkauan relevan.
Walaupun terdapat beberapa keterbatasan, analisis break-even
memberikan aplikasi yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan,
untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif, atau untuk maksud-maksud
pengambilan keputusan yang lain.
Dalam menggunakan analisis break-even, manajemen harus memahami
bahwa:
• Suatu perubahan dalam biaya variabel per unit akan mengubah rasio margin
kontribusi dan titik break-even.
• Suatu perubahan dalam harga jual akan mengubaha rasio margin kontribusi
dan titik break-even.
• Suatu perubahan dalam biaya tetap akan mengubah titik break-even tetapi
tidak mengubah margin kontribusi
• Suatu perubahan gabungan dalam biaya tetap dan variabel pada arah yang
sama akan mengakibatkan perubahan yang sangat tajam dalam titik break-
even.
35
2.2.6.4. Kegunaan Analisis Break-Even
Terdapat banyak kegunaan dari analisis break-even yang dapat
dimanfaatkan oleh manajemen. Beberapa diantaranya yang cukup penting
diringkaskan di bawah ini:
• Membantu pengendalian anggaran.
Membantu menunjukkan perubahan apa, bila ada, yang diperlukan untuk
menjadikan biaya sepadan dengan pendapatan.
• Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan.
Berlaku sebagai sinyal peringatan untuk menggugah manajemen terhadap
kesulitan potensial dalam program penjualan. Jika penjualan secara relatif
tidak cukup tinggi dibandingkan dengan biayanya seperti yang semestinya,
kenyataan ini akan diperlihatkan. Dengan demikian mungkin akan tersedia
cukup waktu guna mengevaluasi kembali teknik penjualan, latihan staf
penjualan, dan jalur produk yang dijual dengan kaitannya dengan langganan.
• Menganalisis dampak perubahan volume.
Memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan khusus seperti berapa
banyak volume penjualan saat kini yang dapat dilepas oleh perusahaan
sebelum menderita rugi dan berapa banyak kenaikan laba bila ada kenaikan
volume.
• Menganalisa harga jual dan dampak perubahan biaya.
Menunjukkan pengaruh yang mungkin terjadi atas laba akibat perubahan
dalam harga jual dalam gabungan dengan perubahan lainnya.
• Merundingkan upah.
Membantu manajemen dengan menunjukkan dengan cepat kemungkinan
pengaruh perubahan usulan gaji terhadap laba (dianggap tidak perubahan
dalam efisiensi pegawai) dan memberikan bantuan dalam menentukan
kemungkinan penghematan dan efisiensi yang dapat melindungi posisi laba
perusahaan.
• Menganalisa bauran produk.
Memungkinkan dilakukannya pengujian kritis atas bauran produk.
Analisis break-even untuk setiap jalur produk merupakan bantuan yang
36
berharga dalam menentukan produk mana yang harus ditingkatkan dan produk
mana yang mungkin harus dihapus.
• Menilai keputusan-keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan.
Memberikan sarana guna menilai lebih dahulu pengeluaran modal yang
diusulkan yang dapat mengubah struktur biaya dari perusahaan.
• Menganalisa margin pengaman.
Berlaku sebagai pedoman untuk margin pengaman dan bagaimana
perubahan-perubahan bisa mempengaruhinya.
2.2.7. Peta Proses Operasi
2.2.7.1. Pengertian Peta Proses Operasi
Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan (bahan-bahan) baku mengenai
urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk
jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi- informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material
yang digunakan, dan tempat atau alat mesin yang dipakai.
Jadi dalam suatu Peta Proses Operasi, dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan
operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang
penyimpanan.
2.2.7.2. Kegunaan Peta Proses Operasi
Dengan adanya informasi- informasi yang bisa dicatat melalui PPO, kita
bisa memperoleh banyak manfaat diantaranya:
• Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
• Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan
efisiensi ditiap operasi/pemeriksaan)
• Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
• Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
• Sebagai alat untuk latihan kerja
• dll.
37
2.2.7.3. Lambang- lambang yang Digunakan
Dalam tahun 1947, American Siciety of Mechanical Engineers (ASME)
membuat standar lambang- lambang yang terdiri dari 5 macam lambang:
OPERASI
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan
sifat, baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan
informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Operasi merupakan kegiatan
yang paling banyak terjadi dalam suatu proses dan biasanya terjadi pada suatu
mesin atau stasiun kerja.
PEMERIKSAAN
Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan
mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Lambang ini
digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu obyek atau
membandingkan obyek tertentu dengan suatu standar.
TRANSPORTASI
Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja, atau
perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari
suatu operasi. Suatu pergerakan yang merupakan bagian dari operasi atau
disebabkan oleh petugas pada tempat bekerja sewaktu operasi atau pemeriksaan
berlangsung, bukanlah merupakan transportasi.
MENUNGGU
Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerjaatau perlengkapan
tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya sebentar). Kejadian
ini menunjukkan bahwa suatu obyek ditinggalkan untuk sementara tanpa
pencatatan sampai diperlukan kembali.
PENYIMPANAN
Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka
waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya
memerlukan suatu prosedur perizinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk
menyatakan suatu objek yang mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan
atau dilindungi terhadap pengeluaran tanpa ijin tertentu. Prosedur perijinan dan
38
lamanya waktu adalah dua hal yang membedakan antara kegiatan menunggu dan
penyimpanan.
Selain kelima lambang standar di atas, kita bisa menggunakan lambang
lain apabila merasa perlu untuk mencatat suatu aktivitas yang memang terjadi
selama proses berlangsung dan tidak terungkapkan oleh lambang- lambang tadi.
Lambang tersebut ialah:
AKTIVITAS GABUNGAN
Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan
dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
2.2.7.4. Prinsip-prinsip Pembuatan Peta Proses Operasi
Untuk bisa menggambarkan PPO dengan baik, ada beberapa prinsip yang
perlu diikuti sebagai berikut:
• Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses
Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat
peta, tanggal dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor
gambar.
• Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
• Lambang- lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
• Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai
dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau
sesuai dengan proses yang terjadi.
• Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
Agar diperoleh gambar Peta operasi yang baik, produk yang biasanya
paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu, berarti
dipetakan dengan garis vertikal disebelah kanan halaman kertas.