2. landasan teori 2.1 gaya hidup 2.1.1 teori gaya hidup · 7 universitas kristen petra 2. landasan...
TRANSCRIPT
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Gaya Hidup
2.1.1 Teori Gaya Hidup
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) mendefinisikan bahwa gaya hidup
seseorang mempengaruhi kebutuhan, keinginan perilaku membeli serta bagaimana
kita menggunakannya dan apa yang kita pikirkan tentang produk tersebut. Gaya
hidup juga seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesu-
atu. Pembentukan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh situasi yang pernah di-
jumpainya, kelas sosialnya, kelompok sosial, keluarganya, dan ciri-ciri
pribadinya. Gaya hidup setiap orang mengarah pada ekspresi akan situasi,
pengalaman hidup, nilai-nilai, sikap dan harapan, salah satunya adalah gaya hidup
pada remaja. Menurut Mowen dan Minor (2001) gaya hidup didefinisikan secara
sederhana bagaimana seseorang hidup.
Gaya hidup (life style) menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu
mereka. Definisi gaya hidup menurut Kotler (2018) adalah sebagai pola hidup se-
seorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opini. Pengertian
ini sejalan dengan Sumarwan (2003), yang mengungkapkan bahwa gaya hidup se-
ring digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari seseorang (activities, in-
terests, and opinions). Gaya hidup merupakan pola hidup seseorang yang diung-
kapkan dalam kegiatan minat dan pendapat seseorang yang dapat mempengaruhi
dan menjadi motivasi dasar dalam membeli sesuatu. Gaya hidup pada intinya me-
lukiskan “keseluruhan orang” dalam berinteraksi di lingkungannya.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup
Menurut Hawkins et al., (2004) gaya hidup dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti nilai, demografi, motivasi, kelas sosial, kelompok referensi dan keluarga,
serta karakteristik individu, seperti motif, emosi dan kepribadian, seperti yang ter-
lihat pada Gambar 2.1 mengenai faktor penentu gaya hidup dan dampaknya terha-
dap perilaku.
8 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1 Faktor penentu gaya hidup dan dampaknya terhadap perilaku
Sumber: Hawkins, 2004
Keinginan gaya hidup pada individu mempengaruhi kebutuhan, sikap, pem-
belian dan juga mempengaruhi. Hal-hal seperti itu yang dapat menentukan kepu-
tusan untuk membeli atau konsumsi, yang akan memperkuat atau mengubah gaya
hidup. Hawkins (2007) mengungkapkan bahwa gaya hidup seringkali dijadikan
motivasi dasar serta pedoman dalam membeli sesuatu.
Menurut Prayogo (1997) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang dominan pada gaya hidup pembelian mobil adalah faktor
informasional, faktor activities, kemudian secara berurutan adalah faktor opinion,
faktor value expressive, faktor interest, faktor utilitarian. Penelitian Priyanto
(1998) menunjukkan bahwa faktor status sosial, faktor value expressive, faktor
komunitas, faktor demografi, faktor utilitarian, faktor keadaan ekonomi, faktor
informasi, faktor selera dan faktor kenyamanan, berturut-turut merupakan faktor
gaya hidup dominan yang mempengaruhi keputusan pembelian rumah. Penelitian
yang dilakukan Walker dan Li (2006) pun menemukan bahwa gaya hidup pada
masing-masing kelas yaitu kelas satu berorientasi pada sub-urban, gaya hidup
auto-oriented dengan tempat tinggal yang lebih besar.
Lifestyle
determinants
Demographics
Social class
Motives
Personality
Emotions
Values
Household
Life cycle
Culture
Past experiences
Lifestyle
How we live
Activities
Interest
Like/dislike
Attitudes
Consumption
Expectations
Feelings
Lifestyle
determinants
Purchases
How
When
Where
What
With whom
Consumption
Where
With whom
How
When
What
9 Universitas Kristen Petra
2.1.3 Indikator Gaya Hidup
Silvya (2009) mengemukakan bahwa gaya hidup merupakan bagian dari
perilaku konsumen yang dapat mempengaruhi tindakan konsumen dalam melaku-
kan pembelian. Keputusan pembelian konsumen tidak terlepas dari gaya hidup
mereka yang ingin membeli produk yang bermanfaat dan mempunyai kualitas
yang baik. Dalam pengukurannya dapat indikator gaya hidup diantaranya:
1. Activities (kegiatan)
Dimensi aktivitas mengungkapkan apa yang dikerjakan konsumen, produk
apa yang dibeli atau digunakan, kegiatan apa yang dilakukan untuk mengisi
waktu luang. Kegiatan ini biasanya dapat diamati, namun alasan untuk tin-
dakan tersebut jarang dapat diukur secara langsung.
2. Interest (minat)
Dimensi minat meliputi minat, kesukaan, kegemaran, dan prioritas dalam
hidup konsumen,baginya dengan hal ini berkaitan dengan motivasi.
3. Opinion (opini)
Dimensi opini merupakan pandangan dan perasaan konsumen dalam mena-
nggapi isu-isu global, lokal oral ekonomi dan sosial. Opini digunakan untuk
mendeskrifsikan penafsiran, harapan dan evaluasi, seperti kepercayaan me-
ngenai maksud orang lain, antisipasi sehubungan dengan peristiwa masa da-
tang dan penimbangan konsekuensi yang memberi balasan atau menghukum
dari jalannya tindakan alternatif.
2.1.4 Kategori Gaya Hidup
Menurut Simamora (2001) gaya hidup dapat di kategorikan menjadi dua ba-
gian yaitu:
a. Gaya hidup normatif (normative lifestyle)
Menggambarkan pengharapan cultural tersebut dibebankan kepada individu
oleh masyarakat mereka dan merujuk pada sistem nilai ekonomi dan konsu-
men sebuah masyarakat. Sistem nilai ini terdiri atas pengaruh sistem gabu-
ngan dari agama suatu masyarakat dan sikapnya terhadap pembangunan
ekonomi, hukum dan sebagainya.
10 Universitas Kristen Petra
b. Gaya hidup pribadi (personal lifestyle)
Merajuk kepada keyakinan individu tentang aktivitas konsumen individu
di dalam culture atau sub-culture mereka. Hal-hal seperti perilaku berbelan-
ja, kesadaran harga dan keterlibatan keluarga dan proses pembelian terwu-
jud akibat dari gaya hidup pribadi, sikap psikologis pengalaman situasi so-
sial dan ekonomi yang spesifik, lingkungan fisik dan yang lainnya.
2.2 Perilaku Konsumtif
2.2.1 Teori Perilaku Konsumtif
Menurut Tambunan (2001) perilaku merupakan tanggapan atau reaksi indi-
vidu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Kata
“konsumtif” sering diartikan sama dengan “konsumerisme”. Pengertian konsume-
risme mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan perilaku konsumtif yang
dapat diartikan sebagai suatu keinginan terhdap barang yang sebenarnya kurang
diperlukan dan secara berlebihan dikonsumsi untuk mencapai kepuasan maksimal.
Sejalan dengan pendapat Heni (2013) bahwa perilaku konsumtif ditandai dengan
adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap
mahal dan memberikan kepuasan serta kenyamanan fisik sebesar-besarnya. Hal
ini juga didukung dengan gaya hidup belanja yang proses perubahan dan
perkembangannya didorong oleh keinginan daripada kebutuhan.
Menurut Wahyudi (2013) berpendapat bahwa perilaku konsumtif merupa-
kan perilaku seseorang yang tidak lagi berdasarkan pemikiran dan pertimbangan
yang rasional. Kecenderungan matrealistik lebih menjadi preferensinya yaitu
hasrat yang besar untuk memiliki benda yang mewah dan berlebihan, serta segala
hal yang dianggap paling mahal hanya untuk memenuhi hasrat kesenangan
semata. Sementara menurut Amirullah (2002) berpendapat bahwa perilaku
konsumtif merupakan suatu tindakan yang tidak rasional dan bersifat kompulsif
sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefesiensi biaya.
Secara psikologis hal ini menimbulkan rasa kecemasan dan tidak aman.
Kebutuhan dan keinginan memiliki suatu perbedaan. Kebutuhan bersifat na-
luriah sedangkan keinginan merupakan kebutuhan buatan, yaitu kebutuhan yang
dibentuk oleh suatu lingkungan, seperti keluarga dan sosial lainnya. Dahulu
11 Universitas Kristen Petra
sebuah mobil hanya dibeli konsumen karena kemampuannya memenuhi kebutu-
han akan kendaraan angkutan, namun saat ini konsumen tidak lagi membeli mobil
semata-mata karena kebutuhan angkutan lagi tetapi juga untuk menunjang sta-
tusnya di masyarakat. Kebutuhan manusia tersusun dalam hierarki yang paling
mendesak sampai yang kurang mendesak. Berdasarkan tingkat kepentingannya,
kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, ke-
butuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini
berarti kepuasan dalam diri manusia bersifat sementara keinginan yang menuntut
kepuasan dapat mendorong seseorang untuk berperilaku konsumtif (Ferrinadewi,
2008).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku
konsumtif adalah tindakan konsumen dalam mendapatkan, menggunakan, dan
mengambil keputusan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi
kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti
mode, mencoba produk baru, bahkan hanya untuk memperoleh pengakuan sosial
dengan dominasi faktor emosi sehingga menimbulkan perilaku konsumtif.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Berbicara mengenai perilaku konsumtif, maka tidak lepas dari masalah pro-
ses keputusan pembelian. Perilaku konsumtif menurut Kotler (1997) dipengaruhi
oleh berbagai faktor yaitu:
1. Faktor budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perila-
ku. Faktor budaya antara lain terdiri dari:
a. Peran budaya
Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling 13
mendasar. Seorang anak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi,
preferensi dan perilaku dari keluarganya dan lembaga-lembaga penting
lain.
b. Sub budaya
12 Universitas Kristen Petra
Setiap budaya terdiri dari sub budaya yang lebih kecil yang
memberikan ciri-ciri sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub
budaya terdiri dari bangsa, agama, kelompok ras dan daerah geografis.
c. Kelas sosial pembeli
Masyarakat pada dasarnya memiliki strata sosial. Strata tersebut bi-
asanya terbentuk sistem kasta yang mana anggota kasta yang berbeda
dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah
keanggotaan kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam
bentuk kelas sosial.
2. Faktor Sosial
Perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti:
a. Kelompok acuan
Individu sangat dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka sekurang-ku-
rangnya dalam tiga hal. Kelompok acuan menghadapkan seseorang
pada perilaku dan gaya baru. Mereka juga mempengaruhi perilaku dan
konsep pribadi seseorang dan menciptakan tekanan untuk mengetahui
apa yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merk aktual
seseorang. Tingkat pengaruh kelompok acuan terhadap produk dan
merk berbeda-beda, pengaruh utama atas pilihan merk dalam barang-
barang seperti perabot dan pakaian.
b. Keluarga
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat dan telah menjadi obyek penelitian yang ekstensif.
Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yangpaling ber-
pengaruh. Keluarga primer terdiri dari orang tua dan saudara kandung.
Orang tua individu mendapatkan orientasi atas agama, politik, ekonomi,
ambisi pribadi, harga diri, dan cinta, meskipun pembeli tidak berinte-
raksi secara intensif dengan keluarganya maka pengaruh keluarga terha-
dap perilaku pembeli dapat tetap signifikan.
c. Peran dan status
Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh
seseorang. Setiap peran akan mempengaruhi beberapa perilaku
13 Universitas Kristen Petra
pembelian. Setiap peran memiliki status. Individu memilih produk yang
mengkomunikasikan peran dan status mereka dalam masyarakat.
3. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, karakte-
ristik pribadi tersebut terdiri dari:
a. Usia dan tahap siklus hidup
Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Ta-
hap siklus hidup, situasi keuangan dan minat produk berbeda-beda
dalam masing-masing kelompok. Pemasar sering memilih kelompok
berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sebagai sasaran mereka,
beberapa penelitian baru telah mengidentifikasikan tahap siklus hidup
psikologis. Orang dewasa mengalami “perjalanan dan transformasi”
sepanjang perjalanan hidupnya. Pemasar memberikan perhatian yang
besar pada situasi hidupnya. Pemasaran memberikan perhatian yang
besar pada situasi hidup yang berubah, bercerai dan dampak mereka
terhadap perilaku konsumtif.
b. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Pekerja ke-
rah biru akan membeli pakaian kerja, dan sepatu kerja. Direktur perusa-
haan akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan pesawat
udara. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang
memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka. Sebuah
perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok
pekerjaan tertentu.
c. Keadaan ekonomi
Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang.
Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan
(tingkat, kestabilan, pola, waktu) tabungan dan aktiva (presentase yang
lancar atau likuid), hutang, kemampuan untuk meminjam dan sikap atas
belanja dan menabung. Pemasar barang-barang yang peka terhadap
harga terus memperhatikan trend penghasilan pribadi, tabungan, dan
14 Universitas Kristen Petra
tingkat bunga. Jika indikator ekonomi menandakan resesi, pemasar
dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, melakukan
penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produk sehingga
mereka dapat terus menawarkan nilai pada pelanggan sasaran.
d. Gaya hidup
Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan pekerjaan
yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup
individu merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat, dan opini. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan
diri seseorang”, yang berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar
mencari hubungan antara produk dan gaya hidup kelompok. Misalnya
sebuah pabrik komputer menemukan sebagian besar pembeli komputer
berorientasi pada prestasi, sehingga pemasar dapat mengarahkan merek
pada gaya hidup achiever. Copywriter iklan kemudian dapat
menggunakan kata-kata dan simbol yang menarik bagi achiever.
e. Kepribadian dan konsep diri
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi
perilaku pembelian. Kepribadian merupakan karakteristik psikologis
yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Kepribadian
biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti percaya diri,
dominasi otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan, dan
kemampuan beradaptasi agar dapat menganalisa perilaku konsumen.
2.2.3 Indikator Perilaku Konsumtif
Menurut Wati dan Suyanto (2016) menjelaskan bahwa perilaku konsumtif
memiliki penjelasan yang variatif, akan tetapi pada intinya dasar dari perilaku
konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan yang rasional atau bukan
atas dasar kebutuhan pokok. Secara operasional indikatornya yang dapat
mengukurnya adalah:
1. Membeli produk karena mendapat hadiah
Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika
membeli barang tersebut.
15 Universitas Kristen Petra
2. Membeli produk karena packaging menarik
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus
dengan rapi dan dihias dengan warna-warna menarik. Artinya motivasi un-
tuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut di bungkus rapi
dan menarik.
3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi
Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umum-
nya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya
rambut dan sebagainya dengan tujuan agar konsumen selalu berpenampilan
yang dapat menarik perhatian yang lain. Konsumen membelanjakan uang-
nya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan dasar manfaatnya)
Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan
mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling
mewah.
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpa-
kaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat
menunjang sifat ekslusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan ber-
asal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat
memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengik-
lankan.
Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam
bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya.
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan me-
nimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Konsumen sangat terdorong untuk
mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh ik-
lan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda)
16 Universitas Kristen Petra
Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek
yang lain dari produk sebelum ia gunakan, meskipun produk tersebut belum
habis dipakainya.
2.2.4 Aspek-aspek perilaku konsumtif
Aspek-aspek perilaku konsumtif menurut (Wardhani, 2009) adalah:
a. Pembelian impulsif (impulsive buying)
Aspek ini menunjkkan bahwa seorang membeli semata-mata karena didasari
oleh hasrat tiba-tiba atau keinginan sesaat, dilakukan tanpa terlebih dahulu
mempertimbangkannya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian
dan biasanya bersifat emosional.
b. Pemborosan (wasteful buying)
Perilaku konsumtif sebagai salah satu perilaku yang menghamburkan-
hamburkan banyak dana tanpa disadari adanya kebutuhan yang jelas.
c. Mencari kesenangan (non rational buying)
Suatu perilaku saat konsumen membeli sesuatu yang dilakukan semata-mata
untuk mencari kesenangan.
2.2.5 Pengaruh Negatif Perilaku Konsumtif
Menurut Wahyudi (2013) berpendapat bahwa berperilaku konsumtif yang
berlebihan akan mengakibatkan hal yang lebih besar nilai negatif seperti sifat bo-
ros, yang hanya menghambur hamburkan uang dalam arti hanya menuruti nafsu
belanja dan keinginan semata. Kesenjangan atau ketimpangan sosial, artinya
terdapat kecemburuan, rasa iri, dan tidak suka didalam lingkungannya dia berada.
Tindakan kejahatan, artinya seseorang menghalalkan berbagai cara untuk
mendapatkan barang yang diinginkannya. Akan memunculkan orang yang tidak
produktif, dalam arti tidak dapat menghasilkan uang melainkan hanya memakai
dan membelanjakan.
Fitriani (2013) mengungkapkan dampak perilaku konsumtif akan menim-
bulkan dampak negatif, terutama bagi remaja. Dampak negatif perilaku konsumtif
antara lain kecemburuan sosial, mengurangi kesempatan untuk menabung dan
cenderung tidak memperhitungkan kebutuhan yang akan datang. Kecemburuan
sosial muncul karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa
17 Universitas Kristen Petra
memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan
atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup
untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
2.3 Keputusan Pembelian
2.3.1 Teori Keputusan Pembelian
Menurut Peter dan Olson (2000) keputusan pembelian merupakan rangkaian
proses mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perila-
ku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Sependapat dengan Schiffman
dan Kanuk (2000) keputusan pembelian adalah pemilihan suatu tindakan dari dua
pilihan alternatif atau lebih. Assauri (2004) mengungkapkan bahwa keputusan
pembelian merupakan suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang
mencakup penentuan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan
keputusan itu diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Definisi lain
keputusan pembelian adalah keputusan pembeli tentang merek mana yang dibeli.
Konsumen dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai
(Kotler & Amstrong, 2008).
Menurut Pranoto (2008) juga berpendapat bahwa perilaku pengambilan ke-
putusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian produk atau jasa diawali de-
ngan adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan atau keinginan dan menyadari
adanya masalah selanjutnya, maka konsumen akan melakukan beberapa tahap
yang pada akhirnya sampai pada tahap evaluasi pasca pembelian.
Dari beberapa pengertian pengambilan keputusan yang telah dipaparkan di-
atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keputusan pembelian adalah suatu
proses pengambilan keputusan akan pembelian yang akan menentukan dibeli atau
tidaknya pembelian tersebut yang diawali dengan kesadaran atas pemenuhan atau
keinginan
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
yaitu, produk, harga, promosi dan lokasi atau yang dikenal dengan bauran pema-
saran. Bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi, dan promosi
merupakan salah satu alat strategi pemasaran yang pada aplikasinya memerlukan
18 Universitas Kristen Petra
pemahaman mendalam dari perusahaan untuk mengkombinasikan faktor-faktor
tersebut untuk memaksimalkan kesuksesan aktivitas pemasaran perusahaan
(Hintze, 2015).
Sebuah bidang usaha dengan berbagai caranya masing-masing. Berbagai
macam strategi diterapkan oleh suatu perusahaan baik perusahaan jasa maupun
manufaktur. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariadi
(2012) yang menyatakan bahwa bauran pemasaran (produk, harga, lokasi, dan
promosi) berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Meskipun
bauran pemasaran dianggap sebagai konsep pemasaran klasik yang digunakan
perusahaan untuk menawarkan produk kepada konsumen melalui diferensiasi dan
manipulasi bauran pemasaran (Peck, Payne, Christopher, & Clark, 1997).
Sebagain besar penjelasan mengenai definisi perilaku pembelian konsumen terkait
dengan keputusan pembelian konsumen berlandaskan pada proses pengambilan
keputusan sebelum dan sesudah melakukan pembelian (Engel, Blackwell, &
Miniard, 1993).
Ada tiga faktor yang menyebabkan timbulnya keputusan untuk membeli,
yaitu:
1. Sikap orang lain yaitu tetangga, teman, orang kepercayaan, keluarga, dll.
2. Situasi tak terduga yaitu harga, pendapatan keluarga, manfaat yang diharap-
kan.
3. Faktor yang dapat diduga yaitu faktor situasional yang dapat diantisipasi
oleh konsumen.
2.3.3 Indikator Keputusan Pembelian
Berdasarkan teori model of buyer behavior bagian buyer responses dari Kot-
ler dan Amstrong (2018) dikembangkan indikator-indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel keputusan pembelian yang dalam hal ini untuk mengukur
keputusan konsumen mengenai produk atau brand yang dipilih:
1. Sikap konsumen
Konsumen yang memiliki sikap positif terhadap sneakers branded berarti
memiliki tingkat keputusan pembelian yang tinggi.
2. Preferensi produk
19 Universitas Kristen Petra
Konsumen yang memiliki tingkat preferensi produk yang tinggi terhadap
produk sneakers branded berarti memiliki tingkat keputusan pembelian
yang tinggi.
3. Preferensi harga
Konsumen yang memiliki tingkat preferensi tinggi terhadap harga sneakers
branded berarti memiliki tingkat keputusan pembelian yang tinggi.
4. Preferensi promosi
Konsumen yang memiliki tingkat preferensi tinggi terhadap promosi snea-
kers branded berarti memiliki tingkat keputusan pembelian yang tinggi.
5. Preferensi lokasi
Konsumen yang memiliki tingkat preferensi tinggi terhadap lokasi sneakers
branded berarti memiliki tingkat keputusan pembelian yang tinggi.
2.3.4 Proses-Proses dalam Keputusan Pembelian
Pemahaman kebutuhan dan proses pembelian konsumen adalah sangat pen-
ting dalam membangun strategi pemasaran yang efektif. Dengan mengerti bagai-
mana pembeli melalui proses pengenalan masalah, pencarian informasi, mengeva-
luasi alternatif, memutuskan membeli, dan perilaku setelah membeli para pemasar
dapat menentukan perencanaan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan pem-
beli. Berikut ini beberapa pendapat ahli mengenai proses pengambilan keputusan
membeli yang dilakukan konsumen.
Proses keputusan pembelian diawali saat pembeli menyadari adanya masa-
lah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi
sesungguhnya dan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan
oleh rangsangan internal maupun eksternal. Sumarwan (2011) mengungkapkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengaktifan kebutuhan,
diantaranya waktu, perubahan situasi, pemilikan produk, konsumsi produk,
perbedaan individu, dan pengaruh pemasaran.
Menurut Kotler (2009) terdapat lima proses keputusan pembelian yang
dilalui oleh setiap individu dalam melakukan pembelian, yaitu:
20 Universitas Kristen Petra
1. Pengenalan kebutuhan tahap awal keputusan membeli
Konsumen mengenali adanya masalah kebutuhan akan produk yang akan
dibeli. Konsumen merasaadanya perbedaan antara keadaan nyata dan keada-
an yang di inginkan. Kebutuhan sangat dipicu oleh ransangan internal (ke-
butuhan) dan eksternal (pengaruh pengguna produk serupa sesuai kebu-
tuhan).
2. Pencarian informasi
Tahap keputusan pembelian yang dapat meransang konsumen untuk men-
cari informasi lebih banyak. Konsumen mungkin hanya meningkatkan per-
hatian atau mungkin aktif mencari informasi.
3. Evaluasi alternatif
Proses yang dilakukan konsumen untuk menggunakan informasi yang dida-
pat untuk mengevaluasi alternatif yang ada, proses memilih produk yang
akan dibeli.
4. Keputusan pembelian
Konsumen merencanakan untuk membeli sebuah produk dan kemudian
membeli produk tertentu untuk pemenuhan kebutuhan.
5. Tingkah laku pasca pembelian
Tindak lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidaknya
konsumen pada produk yang digunakannya.
2.3.5 Peran dalam Keputusan Pembelian
Dalam keputusan pembelian umumnya ada lima macam peranan yang dapat
dilakukan seseorang. Kelima peran tersebut meliputi, Simamora (2001) :
1. Pemrakarsa (initiator)
Pemrakarsa adalah orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu
produk atau jasa tertentu.
2. Pemberi pengaruh (influencer)
Pemberi pengaruh adalah orang yang pandangan atau nasihatnya memberi
bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
21 Universitas Kristen Petra
3. Pengambil keputusan (decider)
Pengambil keputusan adalah orang yang sangat menentukan sebagian atau
keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan
hendak membeli, bagaimana cara membeli, dan yang mana akan membeli.
4. Pembeli (buyer)
Pembeli adalah orang yang melakukan pembelian nyata.
5. Pemakai (user)
Pemakai adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau
jasa.
2.4 Hubungan Antar Konsep dan Hipotesis Penelitian
2.4.1 Hubungan Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian
Menurut Engel et.al., (1993) menjelaskan pilihan produk dan jasa diterima
atau ditolak konsumen berdasarkan sejauh mana keduanya dianggap relevan de-
ngan kebutuhan gaya hidup yang dibutuhkan. Sedangkan menurut Fatmanovita
(2008) mengemukakan bahwa gaya hidup dapat berpengaruh pada pembelian, pe-
rubahan kebiasaan, citarasa, perilaku pembelian konsumen. Berdasarkan
penelitian Lin dan Shih (2011) menyatakan bahwa gaya hidup dengan
indikatornya adalah aktivitas, minat dan pendapat memiliki pengaruh positif yang
signifikan pada keputusan pembelian dengan indikatornya adalah pemilihan
produk, merek seleksi dan pemilihan toko. Dalam penelitian Hsu dan Chang
(2008) menyatakan bahwa adanya perbedaan dan pengaruh antara pola
komunikasi keluarga dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian sepatu
olahraga dan pakaian kasual untuk kalangan dewasa muda.
Dalam penelitian Krishnan (2011) menyimpulkan bahwa karakteristik gaya
hidup memiliki dampak yang besar pada perilaku pembelian cluster. Selain itu
bahwa ada efek kausal dari individu gaya hidup pada perilaku konsumsinya. Dari
beberapa teori dan uraian penelitian terdahulu diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa gaya hidup memiliki perbedaan dan pengaruh terhadap keputusan
pembelian.
Berdasarkan pertimbangan di atas yang merujuk pada pengaruh gaya hidup
terhadap keputusan pembelian, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:
22 Universitas Kristen Petra
H1: Diduga gaya hidup memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap keputu-
san pembelian sneakers branded oleh generasi Z di Surabaya.
2.4.2 Hubungaan Gaya Hidup terhadap Perilaku Konsumtif
Dewasa ini perilaku konsumtif telah melanda semua kalangan masyarakat
yang diperkenalkan kepada masyarakat mulai dari media scetak, media elektronik,
media sosial menjadi pedoman masyarakat saat ini terutama di kalangan remaja.
Remaja menjadi sasaran utama bagi pemasaran berbagai produk industri karena
dinilai sebagai salah satu pasar potensial bagi produsen. Kelompok remaja mudah
terpengaruh teman sebaya, terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan dan, mengha-
biskan uangnya untuk kebutuhan yang kurang atau tidak diperlukan sehingga
mengarah pada perilaku konsumtif. Menurut Antrock (2012) pada masa remaja,
individu akan cenderung menyukai berbagai hal baru yang cukup menantang bagi
dirinya, hal tersebut dikarenakan remaja berupaya untuk mencapai kemandirian
dan menemukan identitas dirinya. Sependapat oleh Hylander (2013) bahwa
remaja merupakan salah satu kelompok yang sangat potensial bagi pemasar
sebagai target pemasaran produk mereka, sehingga remaja tumbuh dalam budaya
konsume-risme yang membuat remaja terlibat dalam perilaku konsumtif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariyono (2015) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup dengan perilaku konsumtif pada re-
maja di SMA Negeri 5 Samarinda, artinya semakin tinggi gaya hidup maka
semakin tinggi perilaku konsumtif. Kecenderungan remaja untuk berperilaku
konsumtif dikarenakan semakin banyaknya sarana dan prasarana yang ada seperti
pusat perbelanjaan atau mall, cafe, tempat makan atau restoran yang mengalami
peningkatan mengakibatkan remaja yang terjebak dalam kehidupan perilaku
konsumtif seringkali menghabiskan uangnya hanya untuk membeli berbagai
macam keperluan yang berdasarkan keinginannya bukan kebutuhan (Maulana,
2013). Hal ini sejalan dengan pendapat Solomon (1996) yang mengungkapkan
bahwa sebagian besar uang remaja digunakan hanya untuk membeli produk-
produk yang dapat memberikan kesenangan dan kepuasan pada diri mereka
sendiri.
23 Universitas Kristen Petra
Mahasiswa yang digolongkan remaja menemukan adanya pergaulan masya-
rakat kota besar yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan hidup. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Wahidah (2014) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh perilaku konsumtif terhadap gaya hidup mahasiswa sebesar 51,4%.
Berbelanja tidak lagi berdasarkan kebutuhan melainkan berbelanja karena ingin
selaras dengan norma-norma yang ada di dalam kelompok pergaulannya.
Seseorang yang mempunyai gaya hidup yang sama cenderung akan mengelompok
dengan sendirinya ke dalam kelompok berdasarkan apa yang mereka minati.
Menurut Prasetijo dan John (2004) gaya hidup merupakan bagaimana sese-
orang hidup, menggunakan uangnya dan bagaimana seseorang mengalokasikan
waktunya. Gaya hidup yang menekankan pada kehidupan untuk mencari kenik-
matan dan kesenangan semata identik dengan gaya hidup hedonis. Gaya hidup
hedonis juga menyerang kaum mahasiswa yang menyukai kehidupan mewah.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukitasari dan Muis (2016)
menunjukkan bahwa kecenderungan gaya hidup hedonis pada mahasiswa Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya Angkatan 2012–2013 sebagian
besar ditunjukkan dengan adanya sikap berbelanja dan mengoleksi barang-barang
bermerek, mengisi waktu luang dengan mengunjungi tempat nongkrong di tempat
hiburan serta aktivitas yang tergolong sering.
Menurut Kunzman, Stange, dan Jordan (2005), hedonisme merupakan pan-
dangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah
tujuan utama hidup. Remaja yang menganut paham ini, bersenang-senang, pesta-
pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, baik itu menyenangkan bagi
orang lain atau tidak. Pola gaya hidup hedonis adalah hanya untuk mencari kese-
nangan, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak ber-
main, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal dan bermerk
yang disenanginya (Praja, 2001).
Berdasarkan pertimbangan di atas yang merujuk pada pengaruh gaya hidup
terhadap perilaku konsumtif, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:
H2: Diduga gaya hidup memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku
konsumtif.
24 Universitas Kristen Petra
2.4.3 Hubungan Perilaku Konsumtif terhadap Keputusan Pembelian
Menurut Mandey (2009) gaya hidup merupakan bagian dari perilaku kon-
sumen yang dapat mempengaruhi tindakan konsumen terhdap pembelian. Keputu-
san pembelian konsumen tidak terlepas dari gaya hidup mereka yang ingin
membeli produk yang bermanfaat dan mempunyai kualitas yang baik.
Keanekaragaman konsumen dalam memenuhi kebutuhannya dipengaruhi oleh
karakteristik gaya hidup yang diukur berdasarkan aktivitas di mana seseorang me-
lakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya seperti pekerjaan, hobi, belanja,
hiburan, olahraga, dan minat seseorang berdasarkan keinginan terhadap produk
yang dinginkan, serta pendapat atau pandangan seseorang terhadap produk yang
akan dibeli sehingga dapat mempengaruhi perilaku keputusan konsumen.
Berdasarkan penelitian terdahulu tentang gaya hidup konsumtif dan keputu-
san pembelian, Afrida (2012) mengungkapkan bahwa gaya hidup berpengaruh da-
lam mempengaruhi keputusan pembelian dari konsumen. Hal ini juga didukung
oleh penelitian Syaiful (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa merupakan masya-
rakat yang tingkat konsumerismenya tinggi (memiliki kecenderungan bergaya hi-
dup konsumtif). Dalam penelitian dari Puspitasari (2012) menunjukkan bahwa
gaya hidup konsumtif wanita karir mempengaruhi keputusan pembeliannya dalam
penelitian tersebut yakni tas imitasi. Berdasarkan pertimbangan di atas yang
merujuk pada pengaruh perilaku konsumtif pembelian, maka dapat disimpulkan
hipotesis sebagai berikut:
H3: Diduga perilaku konsumtif memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap
keputusan pembelian sneakers branded oleh generasi Z di Surabaya.
25 Universitas Kristen Petra
2.5 Kerangka Penelitian
Berdasarkan pada studi literatur yang telah dilakukan serta rumusan masalah
yang ada, maka kerangka konseptual yang dihasilkan adalah:
Gambar 2.2 Kerangka penelitian
Sumber: Silvya (2009), Kotler dan Amstrong (2018), dan Wati dan Suyanto
(2016)
Gaya Hidup (X1)
1. Aktivitas
2. Ketertarikan
3. Pendapat
Silvya (2009)
Perilaku Konsumtif (X2)
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah
2. Membeli produk karena kemasan menarik
3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi
4. Membeli produk atas pertimbangan harga
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal
akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda)
Wati & Suyanto (2016)
H1
H2
H1
H3
H1
Keputusan Pembelian (Y)
1. Sikap konsumen
2. Preferensi produk
3. Preferensi harga
4. Preferensi promosi
5. Preferensi lokasi
Kotler dan Amstrong (2018)