2. disertasi edit....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .dmldq...

35
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk menjaga orisinalitas penelitian ini, ditampilkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Kajian pustaka yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Riza (2009)yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Kelapa Sawit: Studi pada Petani Pindah Profesi dari Karet ke Kelapa Sawit di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi tahun 2008”. Penelitian Riza (2009) ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir program magister di Universitas Gadjah Mada. Dalam kajian itu Riza membeberkan hasil penelitian dengan mencantumkan beberapa poin.Pertama, faktor-faktor yang dianggap penting yang menjadi pertimbangan dalam memilih pindah profesi dari karet ke kelapa sawit. Kedua, jumlah produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor produksi jumlah tenaga kerja dan faktor biaya pupuk dan obat-obatan yang memilih elastisitas yang inelastis. Faktor pertama dipengaruhi oleh beberapa hal yakni (a) faktor kemudahan pemasaran, (b) faktor peningkatan penghasilan, (c) faktor bantuan teknologi dan modal, (d) faktor kerja lebih ringan, dan (e) faktor pendampingan pengelolaan. Menurut Reza, elastisitas produksi faktor input terdiri atas obat- obatan dan pupuk adalah 0,7376. Hal itu mengindikasikan bahwa jika ada penambahan faktor produksi input sebanyak satu persen, akan terjadi peningkatan 11

Upload: others

Post on 21-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Untuk menjaga orisinalitas penelitian ini, ditampilkan hasil-hasil

penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Kajian pustaka

yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh

Riza (2009)yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi

Kelapa Sawit: Studi pada Petani Pindah Profesi dari Karet ke Kelapa Sawit di

Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi tahun 2008”. Penelitian Riza (2009) ini

dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir program magister di Universitas

Gadjah Mada. Dalam kajian itu Riza membeberkan hasil penelitian dengan

mencantumkan beberapa poin.Pertama, faktor-faktor yang dianggap penting yang

menjadi pertimbangan dalam memilih pindah profesi dari karet ke kelapa sawit.

Kedua, jumlah produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor produksi jumlah

tenaga kerja dan faktor biaya pupuk dan obat-obatan yang memilih elastisitas

yang inelastis. Faktor pertama dipengaruhi oleh beberapa hal yakni (a) faktor

kemudahan pemasaran, (b) faktor peningkatan penghasilan, (c) faktor bantuan

teknologi dan modal, (d) faktor kerja lebih ringan, dan (e) faktor pendampingan

pengelolaan. Menurut Reza, elastisitas produksi faktor input terdiri atas obat-

obatan dan pupuk adalah 0,7376. Hal itu mengindikasikan bahwa jika ada

penambahan faktor produksi input sebanyak satu persen, akan terjadi peningkatan

11

Page 2: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

12

hasil produksi (output) sebanyak 0,7376 persen dengan catatan apabila faktor-

faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).

Analisis penelitian Riza lebih meniktiberatkan pada analisis faktor

produksi kelapa sawit yang menyebabkan petani pindah profesi.Penelitian Riza ini

sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai industri kelapa sawit

dan kondisi pekerjanya. Hal ini membatu penelitian penulis dalam mengungkap

berbagai ragam pengalaman yang di alami para pekerja kelapa sawit khususnya

pekerja perempuan.Penekanan dalam penelitian yang dilakukan Riza lebih

ditujukan pada faktor perpindahkan pekerja karet ke industri kelapa sawit yang

dipengaruhi oleh faktor produksinya. Penelitian Riza dan penelitian penulis sama-

sama mengambil bidang industri kelapa sawit sebagai objek penelitian.Namun,

dalam hal fokus pengkajian menunjukkan hal yang berbeda, yakni penulis lebih

menekankan pada aspek marginalisasi pekerja perempuan.

Penelitian lain yang erat kaitannya dengan penelitian penulis ialah tesis

yang ditulis oleh Haris. Haris memberikan nama proyek penelitiannya dengan

judul “Kontribusi Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

dan Peningkatan Pendapatan Pekerja Lokal Kabupaten Gunung Mas (Kasus PT

Archipelago Timur Abadi). Tesis yang ditulis tahun 2011 ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap

penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pekerja lokal Kabupaten

Gunung Mas. Lebih jauh, penelitian ini juga hendak mengecek apakah ada

perbedaan pendapatan pekerja lokal dengan upah minimum Provinsi Kalimantan

Page 3: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

13

Tengah dan pendapatan per kapita Kabupaten Gunung Mas. Perlu dicatat bahwa

studi kasus ini dilakukan di PT Archipelago Timur Abadi.

Hasil penelitian diperoleh melalui uji beda dua rata-rata. Data keseluruhan

ditunjukkan dengan nilai Z hitung sebesar 5,42358 yang lebih besar dari pada Z

tabel sebesar 1,96. Artinya, pendapatan pekerja lokal Kabupaten Gunung Mas

perbulan lebih tinggi 28,28% dari pada upah minimum Provinsi Kalimantan

Tengah. Fakta ini juga menunjukkan kenyataan bahwa pendapatan pekerja lokal

lebih tinggi 125,97% dari pada pendapatan per kapita Kabupaten Gunung Mas.

Penelitian yang dilakukan oleh Haris mengenai kontribusi perkebunan kelapa

sawit terhadap penyerapan tenaga kerja ini sangat bermanfaat bagi penelitian

penulis. Hal tersebut menunjang analisis penulis dalam menganalisis aspek

perekrutan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit. Penelitian Haris dan

penelitian penulis sama-sama mengambil perkebunan kepala sawit sebagai objek

penelitian, tetapi berbeda dalam hal fokus kajian. Haris hanya menekankan pada

unsur kontribusi perusahaan dalam penyerapan tenaga kerja, sedangkan

penelilitan penulis lebih difokuskan dan dispesifikan pada aspek marginalisasi

pekerja, khususnya pekerja perempuan.

Alisyahbana (2007), juga mengangkat isu pemberdayaan masyarakat di

perkebunan sawit. Tulisan yang disusun untuk memenuhi sebagian gelar master

ini berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Perkebunan Kelapa

Sawit pada PT Sungai Rangit di Kecamatan Kota Waringin Lama: Studi Kasus

Pola Kemitraan Inti Plasma”. Tesis ini berakhir pada simpulan bahwa tingkat

Page 4: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

14

keberhasilan pemerintah dalam mengakomodasikan kepentingan masyarakat

terhadap kebijakan pengembangan SDM belum sepenuhnya berhasil.

Alisyahbana menunjukkan bahwa PT Sungai Rangit belum optimal

memberikan kontribusinya pada pelaksanaan kebijakan pemberdayaan masyarakat

oleh Pemerintah Kecamatan Kota Waringin Lama. Ada beberapa faktor yang

mengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan tersebut, yaitu sosialisasi program

yang merata, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program, kelembagaan

masyarakat yang efektif, kemudahan dalam memperoleh bantuan, dan kesadaran

masyarakat. Sementara itu, di pihak lain, ada beberapa hambatan yang dirasa

cukup berarti, yakni birokrasi yang rumit, dana yang terbatas, belum jelasnya

pembagian kerja, kurangnya koordinasi kelembagaan, kurangnya pemahaman

masyarakat terhadap maksud program, kurangnya monitoring pemerintah, dan

pengelolaan keuangan yang masih belum tertib. Penelitian yang dilakukan oleh

Alisyahbana memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis, yakni

sama-sama melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit.Akan tetapi, terdapat

perbedaan yang sangat mendasar, yakni Alisyahbana menitikberatkan pada

pembedayaan masyarakat melalui program perkebunan kelapa sawit, sedangkan

fokus penelitian yang dikerjakan penulis lebih meniktiberatkan pada aspek

marginalisasi pekerja perempuan. Namun, penelitian Alisyahbana tetap

memberikan sumbungan informasi yang berharga, khususnya yang kerkaitan

dengan analisis akses dan kontrol pada karyawan perkebunan kepala sawit.

Bajuri (2004) juga mengadakan penelitian di lokasi penanaman kelapa

sawit. Ia menuliskan judul penelitiannya dengan redaksi “Pengaruh Produksi

Page 5: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

15

Kelapa Sawit terhadap Pendapatan Petani dengan Pola PIR di Kecamatan Long

Ikis, Kabupaten Pasir, Provinsi Kalimantan Timur”. Tesis ini tidak diterbitkan dan

menjadi koleksi perpustakaan pusat UGM. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh produksi kelapa sawit terhadap pendapatan petani plasma

dengan pola perkebunan inti rakyat di Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Pasir.

Beberapa indikator yang digunakan ialah pengaruh umur, luas, dan faktor

produksi terhadap produksi sawit. Di samping itu, juga mengetahui tingkat

efisiensi penggunaan input produksi.

Analisis regresi dengan metode kuadrat terkecil mampu mengidentifikasi

variabel umur dan tenaga kerja yang diketahui berpengaruh secara signifikan

terhadap produksi sawit. Akan tetapi, penggunaan input produksi yang belum

optimal menunjukkan fakta bahwa diperlukan penambahan jumlah input agar

produksi total dapat meningkat. Tingkat kemampuan petani plasma terhadap

pengembalian pinjaman kredit kebun sawit diketahui berdasarkan perhitungan

pada saat umur sawit dewasa dengan range umur 13 tahun ke atas. Buktinya,

pinjaman tersebut dapat dilunasi selama 2,33 tahun. Penelitian yang dilakukan

oleh Bajuri itu memiliki titik kesamaan dengan yang dikerjakan penulis, yakni

terletak pada sama-sama melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit.

Namun, aspek dan fokus kajian menunjukkan perbedaanyang sangat signifikan.

Hal ini terlihat pada penelitian yang dilakukan penulis lebih difokuskan pada

aspek marginalisasi pekerja perempuan, sedangkan Bajuri lebih pada pengaruh

produksi kelapa sawit terhadap pendapatan petani. Walaupun menujukkan

perbedaan, penelitian Bajuri tersebut tetap menjadi acuan yang relevan, khususya

Page 6: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

16

terkait dengan penganalisisan pada aspek upah karyawan yang bekerja di

perkebunan kelapa sawit.

Tahwali (2011) menulis penelitian yang lebih fokus pada program

kemitraan demi pengembangan perkebunan sawit. Tesis yang disusun tahun 2011

ini bertajuk “Gerakan Masyarakat Petani Merespons Program Kemitraan

Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Singkoyo Kabupaten Banggai”.

Dengan menggunakan logika contentious politics, penelitian ini menyimpulkan

bahwa pergerakan masyarakat petani Singkoyo melawan kekuasaan ekonomi

diupayakan melalui berbagai bentuk perlawanan. Hal itu bertujuan untuk

memperkuat posisi tawar masyarakat dalam sistem kemitraan pola inti plasma.

Kepercayaan publik dapat diraih melalui organisasi gerakan memobilisasi

massa dengan memanfaatkan peluang otonomi daerah, isu demokratisasi, dan

pemilihan kepala daerah. Organisasi itu dilengkapi dengan membingkai kejadian-

kejadian kontemporer sehingga menimbulkan kepercayaan publik. Pergerakan

masyarakat petani dilakukan melalui upaya perjuangan secara konvensional atau

formal (demonstrasi, mediasi, arbitrasi, konsolidasi, dan legalisasi) dan secara

inkonvensional atau mengamuk (pendudukan, sabotase, dan tindakan destruktif).

Proses perjuangan yang dilakukan mendorong respons aktor-aktor pemerintah dan

swasta (perusahaan) dengan berbagai motif kepentingan. Secara teoretik

penelitian ini juga mengambarkan fungsi teori proses kunci contention politics

dalam menjelaskan proses pergerakan masyarakat petani Singkoyo. Penelitian

yang dilakukan oleh Tahwali memiliki relevansi dengan penelitian ini dalam hal

sama-sama mengungkap persoalan yang dihadapi pekerja di industri kelapa sawit.

Page 7: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

17

Namun, pada sisi yang lain juga menujukkan perbedaan yang signifikan, yakni

penelitian ini mengangkat isu bias gender dalam bentuk marginalisasi pekerja

perempuan, sedangkan penelitian Tahwali lebih fokus pada perlawanan petani

melawan kekuasaan ekonomi perusahaan. Pada sisi yang lain penelitian Tahwali

ini membantu peneliti dalam mengungkapperlawanan demi perlawanan pekerja

perempuan akibat pengaruh kekuasaan perusahaan.

Wiasti (1998) ikut memberikan sumbangan berharga dalam tesisnya

berjudul “Konstruksi Gender pada Masyarakat Bali: Kasus Wanita Pekerja

Kerajinan Bambu di Banjar Kebon, Desa Belega, Blahbatuh, Gianyar. Penelitian

yang dilakukan oleh Wiasti (1998) ini bertujuan untuk memahami perbedaan

status dan peran laki-laki dan wanita pada masyarakat Bali. Penelitian tersebut

menggunakan kerangka pemikiran Peter L. Berger mengenai pendekatan

konstruksi sosial, yang menjelaskan hubungan dialektis individu dengan

masyarakat. Salah satu hasil penelitian tersebut, yaitu adanya perbedaan status dan

peran laki-laki dan wanita yang termanifestasi pada dua hal, yakni pada

pembagian pekerjaan dan pembagian upah. Wanita terkonsentrasi pada pekerjaan

tidak terampil dan semiterampil, sedangkan laki-laki tertampung pada pekerjaan

semiterampil dan terampil. Dalam penelitian ituWiasti (1998) menyimpulkan

bahwa perbedaan status dan peran antara laki-laki dan wanita yang terjadi dalam

kerajinan bambu merupakan konstruksi sosial budaya Bali, yang dikenal dengan

perbedaan gender. Penelitian yang dilakukan oleh Wiasti memberikan kontribusi

sangat positif bagi penelitian ini. Hubungan penelitian Wiasti dengan penelitian

ini adalah sama-sama mengangkat isu gender, yakni pada pekerja perempuan

Page 8: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

18

sebagai titik sentral kajian. Namun, memiliki perbedaan yang menonjol, yakni

Wiasti lebih mengonsentrasikan penelitiannya pada konstruksi gender pada

masyarakat Bali, sedangkan penelitian penulis ini lebih dikosentrasikan pada

aspek marginalisasi pekerja perempuan di perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi,

penelitian Wiasti tersebut tetap memberikan sumbangan informasi yang sangat

berharga terkait dengan penganalisisan pembagian peran antara laki-laki dan

perempuan.

Peneltiaan Muniarsih (2004)yang berjudul “Strategi Adaptasi Kelompok

Buruh Cimahi Selatan dalam Memperjuangkan Hak-Hak Kesejahteraan

Sosialnya: Suatu Tinjauan Gender” juga menjadi bahan referensi. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dan menerapkan teori strukturasi, gender, dan

kritis masyarakat yang dikemukakan oleh Habermas dan Karl Marx. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelompok buruh Cimahi Selatan dapat

digolongkan sebagai organisasi sosial yang bersifat paguyuban di luar sistem

pabrik. Selain itu, kelompok buruh Cimahi Selatan bermakna penting dalam

upaya peningkatan social ekonomi kaum buruh. Dalam penelitian Muniarsih juga

dikemukakan bahwa perjuangan kelompok buruh Cimahi Selatan menghadapi

kendala dari luar, yakni kebijakan pabrik yang masih otoriter dan dukungan LSM

yang masih belum efektif sehingga perjuangan kelompok buruh tersebut tidak

selalu berhasil. Penelitian yang dilakukan Muniarsih dengan penelitian ini

menujukkan sisi persamaan, yakni sama-sama mengkaji buruh dengan tinjauan

gender. Namun, memiliki juga sisi perbedaan yang sangat menonjol, yakni pada

penelitian Muniarsih lebih difokuskan pada strategi buruh dalam memperjuangkan

Page 9: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

19

hak-hak kesejahteraannya, sedangkan analisispada penelitian ini lebih fokus pada

aspek marginalisasi pekerja perempuan di perkebunan kelapa sawit. Penelitian

Muniarsih ini sangat relevan sebagai sumbungan informasi analisis aspek

marginalisasi yang dikaji dari segi tingkat kesejahteraan yang dapat diukur, baik

melalui upah yang didapatkan maupun dari sisi perlindungan pekerja perempuan,

baik mencakup kesehatan maupun keselematan kerjanya.

Beberapa penelitian di atas mempertegas apa yang selama ini telah

dicurigai. Gilligan mengklaim bahwa kebanyakan ahli dalam teori perkembangan

moral telah secara keliru menggunakan norma laki-laki sebagai norma manusia

untuk mengukur perkembangan moral perempuan dan laki-laki. Dengan

demikian, kebanyakan ahli itu telah secara keliru menyimpulkan bahwa secara

moral perempuan kurang berkembang dibandingkan dengan laki-laki.

Menurutnya, tipe penalaran moral perempuan tidak lebih buruk daripada

penalaran moral laki-laki (Tong, 2010:224--229).

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

menujukkan perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Artinya, yang

menjadi titik sentral dan fokus permasalahan atau isu utama penelitian ini

adalahmarginalisasi pekerja perempuan. Aspek-aspek yang menjadi marginalisasi

dalam penelitian ini terdiri atas partisipasi, akses, kontrol, dan manfaat. Selain itu,

penelitian ini melihat lebih jauh faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

marginalisasi dan implikasinya terhadap kehidupan pekerja perempuan dengan

menggunakan pendekatan kultural studies. Penelitian ini juga menggunakan teori

kritis sebagai landasan analisis, yaitu teori feminisme, gender, dan relasi kuasa.

Page 10: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

20

Walaupun penelitian-penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian ini,

secara keseluruhan terdapat sejumlah relevansi yang dapat dimanfaatkan untuk

memudahkan dan memperkaya analisis penelitian ini. Hasil penelitian Wiasti

(1998) memberikan sumbangan, khususnya terkait dengan perbedaan status dan

peran laki-laki dan perempuan dalam hal pembagian kerja dan pembagian upah.

Penelitian yang dilakukan oleh Riza (2009), Haris (2011), Alisyahbana (2007),

Bajuri (2004), dan Tahwali (2011) memberikan sumbangan pemikiran mengenai

kondisi para pekerja di kebun kelapa sawit, khususnya terkait dengan adanya

gerakan perlawanan para petani akibat kekuasaan ekonomi perusahaan. Muniarsih

(2004) memberikan sumbangan dalam hal pemanfaatan teori gender dalam

menganalisis data perjuangan hak-hak kesejahteraan para buruh, khususnya yang

terkait dengan penempatan perempuan sebagai the second sex.

2.2 Konsep

Penelitian ini memiliki sejumlah konsep yang perlu dijelaskan untuk

memberikan pemahaman yang baik mengenai tujuan penelitian. Adapun, konsep-

konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut.

2.2.1 Pekerja Perempuan

Untuk mendalami konsep ini perlu diketahui pengertian kerja dan pekerja

untuk lebih memahami pekerja perempuan itu sendiri. Moore dalam Saptari dan

Holzner (1997) mengemukakan bahwa kerja merupakan hal yang dikerjakan oleh

seorang individu baik untuk substansi, dipertukarkan atau diperdagangkan,

maupun menjaga kelangsungan hidup keluarga atau masyarakat. Sementara

Page 11: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

21

Saptari dan Holzner (1997) mengategorikan pekerjaan perempuan dalam tiga

kategori, yakni (1) produksi atau reproduksi, kategori ini di dasarkan pada hasil

yang diberikan oleh pekerjaan yang dilakukan, (2) domestik atau bukan domestik,

kategori ini didasarkan atas tempat dilakukannya kegiatan pekerjaan, (3) kerja

upahan atau bukan upahan, batasan perbedaan kerja ini tidak terlalu tajam seperti

pada kedua ketegori di atas.

Di dalam UU No. 13, Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan

pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. Biasanya buruh lapangan pada perusahaan kelapa

sawit tidak dituntut memiliki pendidikan tinggi.Mereka hanya diharapkan

memilikiketerampilan(skill) di bidang yang dikerjakan.Perusahaan umumnya

memberikan beberapa pelatihan atau bimbingan dan pedoman kepada para buruh

sebelum mulai diperkerjakan.

Pekerja adalah seseorang yang bekerja dan mendapatkan sejumlah upah

dari pengusaha (Semaoen, 2000). Pekerja terbagi dalam dua kategori, yaitu

pekerja tetap dan pekerja lepas. Pekerja perempuan yang bekerja di pabrik

memiliki karakteristik tertentu yang dapat diamati dari ekonomi dan sosial

(Hutagaulunget al., 1992). Berdasarkan latar belakang sosial, pekerja perempuan

biasanya berasal dari keluarga golongan menengah ke bawah. Pekerja tersebut

memiliki keterbatasan dalam segi keahlian. Di pihak lain dari segi ekonomi

mereka memiliki pendapatan ekonomi yang lemah dan berpendidikan rendah.

Pada dasarnya pekerja perempuan memiliki upah yang sama dengan laki-laki,

yang berbeda adalah kesempatan dalam memperoleh upah yang lebih tinggi.

Page 12: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

22

Hutagalunget al.(1992) mengemukakan bahwa biasanya pekerja

perempuan masuk kerja dengan mengajukan lamaran pada perusahaan atau juga

biasanya melalui calo. Selain itu, pekerja perempuan masuk kerja juga dengan

bantuan teman atau keluarga yang di bekerja di pabrik yang berstastus pekerja

juga di pabrik itu dengan menjadi pekerja lepas atau pekerja harian. Pada sisi yang

lain, pekerja perempuan yang bekerja di pabrik besar, biasanya masih berusia

muda, yaitu 18 sampai 28 tahun. Pekerja perempuan dalam konteks penelitian ini

adalah setiap orang yang bekerja di PT Damai Jaya Lestari yang berjenis kelamin

perempuan dan berumur diatas 18 tahun. Pekerja perempuan tersebut dapat

berupa buruh harian, kontrak, atau pekerja tetap di PT Damai Jaya Lestari.

2.2.2 Genderdan Ketidakadilan Gender

Untuk memahami konsep gender terlebih dahulu harus dibedakan antara

kata gender dan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan

penafsiran atau pembagian dua jenis antara laki-laki dan perempuan yang

ditentukan secara biologis yang melekat pada setiap jenis kelamin tertentu.

Misalnya, jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki jekala (kala menjing) dan

memproduksi sperma. Sebaliknya perempuan memiliki alat reproduksi seperti

rahim dan saluran melahirkan dalam arti bahwa alat-alat tersebut secara biologis

tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan

ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat

(Fakih, 2013:8).

Gender merupakan suatu sifat yang melekat baik pada kaum laki-laki

maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Misalnya,

Page 13: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

23

perempuan itu dikenal lebih lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara

laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, atau perkasa. Ciri atau sifat tersebut

dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah, lembut, serta

keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Semua

hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan itu bisa berubah

dari waktu ke waktu serta berbeda, baik dari tempat ke tempat lainnya maupun

dari suatu kelas ke kelas lainnya (Fakih, 2013:8--9).

Gender adalah konstruksi sosial yang mengacu pada perbedaan sifat

perempuan dan laki-laki yang tidak didasarkan pada perbedaan biologis, tetapi

pada nilai-nilai sosial budaya yang menentukan peranan perempuan dan laki-laki

dalam kehidupan perseorangan (pribadi) dan dalam tiap gender masyarakat yang

menghasilkan peran gender. Dengan kata lain gender mengacu pada hubungan

perempuan dengan laki-laki serta cara dan proses implementasi gender

dikonstruksikan di masyarakat (Hubies, 2010:79).

Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak

melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi

persoalan, ternyata perbedaan gender ini telah menimbulkan ketidakadilan, baik

bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. ketidakadilan gender

termanifestasi dalam pelbagai bentuk ketidakadilan, yaitu seperti berikut.

1. Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi

Proses marginalisasi banyak mengakibatkan kemiskinan dalam masyarakat

atau negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan, tetapi dominan

dialami oleh perempuan. Perempuan termarginalisasi dan terpinggirkan dari

Page 14: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

24

program pembangunan pemerintah yang lebih mengutamakan laki-laki. Pada

sisi yang lain perempuan juga termarginalisasi dalam rumah tangga,

masyarakat, atau kulturnya. Marginalisasi juga diperkuat,baik oleh adat

istiadat maupun tafsir keagamaan (Fakih, 2013:15).

2. Subordinasi merupakan anggapan bahwa perempuan itu irasional sehingga

perempuan tidak bisa tampil memimpin. Hal itu mengakibatkan munculnya

sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Bentuk

ini merupakan suatu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih

penting atau lebih utama dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.

Penomorduaan (subordinasi) melahirkan munculnya pembedaan perlakuan

terhadap salah satu identitas social. Pelabelan negatif (stereotype) pada

perempuan mengakibatkan kaum perempuan kurang dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan (DeVries, 2006).

3. Stereotipe pada dasarnya merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu

kelompok. Pandangan ini selalu bersifat negatif dan cenderung selalu

merugikan dan sering menimbulkan ketidakadilan. Misalnya, masyarakat

memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani

suami. Akibatnya, perempuan dipaksa tunduk dan peran-peran perempuan

sering kali dianggap tidak penting dan kurang dihargai dibandingkan dengan

laki-laki.

4. Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi, baik terhadap fisik maupun

integrasi mental psikologi seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia

pada dasarnya berasal dari berbagai sumber.Namun, salah satu kekerasan

Page 15: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

25

terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh anggapan gender. Bentuk

pemerkosaan, tindakan pemukulan, penyiksaan, ancaman, kekerasan seksual,

baik pada laki-laki ataupun perempuan yang mangalaminya akan tertekan dan

terganggu kehidupannya.

5. Beban kerja, yakni adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat

memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga.

Hal itu mengakibatkan semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi

tanggung jawab perempuan. Akhirnya, karena anggapan gender ini, sejak dini

telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Di pihak lain,

kaum laki-laki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis

pekerjaan domestik itu. Semua ini telah memperkuat pelanggengan secara

kultural dan struktural beban kerja kaum perempuan.

2.2.3 Ketimpangan Peran Genderdalam Sistem Kerja

Pembeda tubuh biologis perempuan dan laki-laki yang mengumandangkan

laki-laki sebagai sosok perkasa dan perempuan sosok yang lemah tidak benar.

Perbedaan biologis hanya berlaku pada aspek reproduktif, yaitu haid, hamil,

melahirkan dan menyusui serta kemampuan menghasilkan sperma pada laki-laki

yang bersifat komplemen. Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu adanya repersepsi

atau reimage yang mengacu pada suatu pengakuan bahwa laki-laki atau

perempuan sebagai seorang manusia adalah sama dalam hal tanggungjawab

terhadap keluarga juga dalam hal kemampuan berprestasi diluar rumah, Hubies

(2010:74).

Page 16: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

26

Selanjutnya, Hubies (2010:83--84) menyatakan bahwa secara universal

peran gender untuk perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga peran

pokok, yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif (publik), dan peran

sosial (masyarakat). Peran reproduktif adalah kegiatan yang sangat penting dalam

melestarikan kehidupan keluarga, tetapi jarang dipertimbangkan sebagai bentuk

pekerjaan yang konkret. Kegiatan reproduktif pada umumnya memerlukan waktu

yang lama, bersifat rutin, cenderung sama dari hari ke hari, dan hampir selalu

merupakan tanggungjawab perempuan dan anak perempuan. Peran produktif

menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan

diperjualbelikan (petani, nelayan, konsultan, jasa, dan lain-lain). Pembagian kerja

dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan jelas perbedaan

tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Pekerjaan ini dapat dikerjakan,

baik oleh gender laki-laki maupun perempuan dan dibayar dengan uang (tunai)

atau natura.

Seperti telah dijelaskan bahwa pada dasarnya perbedaan gender tidak

menjadi persoalaan, tetapi ternyata perbedaan ini tetap menimbulkan masalah dan

selalu melibatkan perempuan sebagai pihak yang dirugikan. Fakih (2013:13)

menyatakan bahwa salah satu bentuk ketimpangan gender itu adalah

marginalisasi. Magrinalisasi merupakan bentuk peminggiran perempuan.

Scott dalam Saptari dan Holzner (1997) mengemukakan bahwa bentuk

marginalisasi meliputi empat dimensi, yakni(1) pengucilan, perempuan dikucilkan

dari pekerjaanya;(2) pergeseran perempuan ke pinggiran, yaitu adanya

kecenderungan perempuan memasuki pekerjaan dengan upah rendah dan dinilai

Page 17: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

27

tidak memiliki keterampilan yang memadai;(3) feminisasi atau segresi, yaitu

pemutusan tenaga kerja perempuan pada jenis-jenis pekerjaan tertentu atas dasar

jenis kelamin atau biologis; dan(4) ketimpangan ekonomi yang meningkat, yaitu

ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan akibat perbedaan upah serta

perbedaan akses keuntungan dan fasilitas kerja, termasuk askes pelatihan untuk

pengembangan karier.

2.2.4 Implikasi

Menurut Ali (1998:114)dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implikasi

didefinisikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi atas temuan hasil suatu

penelitian.Akan tetapi, secara bahasa memiliki arti sesuatu yang telah tersimpul di

dalamnya.

Dalam laman http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-

implikasi/yang diakses 25 April 2018disebutkan bahwa implikasi adalah akibat

langsung yang terjadi karena suatu hal, misalnya penemuan atau karena hasil

penelitian. Kata implikasi memiliki makna yang cukup luas sehingga maknanya

cukup beragam. Implikasi bisa didefinisikan sebagai suatu akibat yang terjadi

akibat suatu hal. Implikasi memiliki makna bahwa sesuatu telah disimpulkan

dalam suatu penelitian yang lugas dan jelas.

Menurut Islamy (2002:114--115),implikasi adalah segala sesuatu yang

telah dihasilkan dengan adanya proses perumusan kebijakan. Dengan kata lain

implikasi adalah dampak, akibat, dan konsekuensi yang timbul akibat

dilaksanakannya suatu kebijakan atau keputusan tertentu.Menurut Winarno

Page 18: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

28

(2002:171--174),setidaknya ada lima dimensi yang harus dibahas dalam

memperhitungkanimplikasi dari sebuah kebijakan. Dimensi-dimensi tersebut

adalah sebagai berikut.Pertama,implikasi kebijakan pada masalah-masalah publik

dan implikasi kebijakanpada orang-orang yang terlibat. Kedua, kebijakan

mungkin mempunyaiimplikasi pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok

diluar sasaran atautujuan kebijakan. Ketiga, kebijakan mungkin akan mempunyai

implikasi padakeadaan-keadaan sekarang dan yang akan datang. Keempat,

evaluasi jugamenyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang dikeluarkan

untukmembiayai program-program kebijakan publik. Kelima, biaya-biaya

tidaklangsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota

masyarakatakibat adanya kebijakan publik.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan implikasi dalam penelitian ini adalah suatu dampak yang terjadi

atau ditimbulkan dari suatu peristiwa marginalisasi pekerja perempuan di industri

kelapa sawit PT Damai Jaya Lestari Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe

Utara.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Feminisme

Ritzer (2011:403--404) mengemukakan bahwa teori feminisme adalah

sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupan sosial dan

pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada

wanita. Teori ini terpusat pada wanita dalam tiga hal. Pertama, sasaran utama

Page 19: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

29

studi, titik tolak seluruh penelitian, situasi dan pengalaman wanita dalam

masyarakat. Kedua, dalam proses penelitian, wanita dijadikan “sasaran” sentral,

artinya melihat dunia khusus dari sudut pandang wanita terhadap dunia sosial.

Ketiga, teori feminisme dikembangkan oleh pemikir kritis dan aktivis atau

pejuang demi kepentingan wanita, yang mencoba menciptakan kehidupan yang

lebih baik untuk wanita. Di pihak lain Fakih (2013:6) mendefinisikan feminisme

sebagai gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum

perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi serta usaha untuk mengakhiri

penindasan dan eksploitasi tersebut.

2.3.1.1Variasi Teori Feminisme

Tipologi teori feminisme didasarkan atas pertanyaan paling mendasar “apa

peran wanita?” secara esensial ada jawaban untuk pertanyaan tersebut. Pertama,

posisi dan pengalaman perempuan dari kebanyakan situasi berbeda dari yang

dialami laki-laki. Kedua, posisi wanita dalam kebanyakan situasi tak hanya

berbeda, tetapi juga kurang menguntungkan atau tak setara dibandingkan dengan

laki-laki. Ketiga, bahwa situasi wanita harus pula dipahami dilihat dari sudut

hubungan kekuasaan langsung antara laki-laki dan wanita. Wanita “ditindas”

dalam arti dikekang, disubordinasi, dibentuk, dan digunakan, serta disalahgunakan

oleh laki-laki. Keempat, wanita mengalami pembedaan, ketimpangan, dan

berbagai penindasan berdasarkan posisi total mereka dalam stratifikasi atau faktor

penindasan dan hak istimewakelas, ras, etnisitas, umur, status perkawinan, dan

posisi global (Ritzer, 2011:416).

Page 20: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

30

Feminisme kultural pada dasarnya berkaitan lebih erat dengan peningkatan

nilai-nilai perbedaan perempuan dibandingkan dengan menjelaskan asalusulnya.

Perbedaan gender yang utama menyatakan bahwa gender ditentukan oleh jenis

kelamin (sex). Di samping itu, sex juga menentukan sebagian besar factor, seperti

kepribadian, kecerdasan, kekuatan fisik, dan kapasitas menjadi pemimpin

masyarakat. Argumen perbedaan gender yang kekal ini pertama kali dipakai

untuk melawan perempuan dalam diskurus patriarkis laki-laki untuk mengklaim

bahwa perempuan adalah inferior dan tunduk pada laki-laki. Akan tetapi, argumen

itu dibalikkan oleh beberapa feminisme gelombang pertama yang menciptakan

teori feminisme kultural, yang memuji aspek positif dari apa yang dilihat seperti

“karakter perempuan” atau “personalitas perempuan”. Para teoretis seperti

Margaret Fuller, Frances Willard, Jane Addams yang merupakan proponen

feminisme kultural yang mengatakan bahwa dalam mengatur negara, masyarakat

memerlukan nilai-nilai perempuan, seperti kerja sama, perhatian, pasifisme, dan

penyelesaian konflik tanpa menggunakan kekerasan (Deegan dan Hill, 1998;

Donovan, 1985; Lengermann dan Niebrugge-Brantley 1993 dalam Ritzer, 2011:

418). Dalam implikasinya yang lebih luas untuk perubahan sosial, feminisme

kultural mengatakan bahwa cara perempuan dalam menjalani hidup dan

mendapatkan pengetahuan bisa menjadi model yang lebih baik untuk

menghasilkan masyarakat yang adil daripada preferensi tradisional dari kultur

androsentris laki-laki.

Page 21: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

31

2.3.1.2 Feminisme Radikal

Feminisme radikal didasarkan atas dua keyakinan sentral, yaitu (1) wanita

mempunyai nilai positif mutlak sebagai wanita, suatu keyakinan yang ditegaskan

untuk menentang apa yang dinyatakan sebagai devaluasi wanita universal dan (2)

dimana-mana wanita ditindas dengan keras oleh sistem patriarki. Feminisme

radikal melihat bahwa di dalam setiap institusi dan di dalam masyarakat yang

paling mendasar terdapat sistem penindasan, yaitu orang tertentu mendominasi

orang lain. Penindasan itu terjadi antarseks (jenis kelamin), kelas, kasta, etnis,

umur, dan warna kulit. Struktur penindasan paling mendasar terdapat dalam

sistem patriarki, yaitu penindasan laki-laki atas wanita (Ritzer, 2011:432).

Patriarki eksis sebagai bentuk sosial yang hampir bersifat universal karena

laki-laki dapat menghimpun sumber kekuatan sangat mendasar, yaitu kekuatan

fisik untuk menegakkan kontrol. Laki-laki menciptakan dan mempertahankan

patriarki tidak hanya karena mereka mempunyai sumber daya untuk berbuat

demikian, tetapi juga mempunyai kepentingan nyata dalam menjadikan wanita

sebagai pelayan yang selalu mengalah. Dalam satu hal wanita adalah tenaga kerja

yang bermanfaat. Mereka pun dapat dijadikan lambang penghias status dan

kekuasaan laki-laki. Feminisme radikal memberikan penjelasan tentang

penindasan gender universal dan sebuah model untuk memahami perbedaan jenis

penindasan ini menurut kultur.

Jaggar dalam Fafik (2013:85) menyatakan bahwa penindasan terhadap

kaum perempuan oleh laki-laki dianggap berakar pada jenis kemalin laki-laki itu

sendiri berserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian, kaum laki-laki, baik

Page 22: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

32

secara biologis maupun politis, merupakan bagian dari permasalahan. Aliran

feminisme ini menganggap bahwa patriarki merupakan dasar dari ideologi

panindasan dan sistem hierarki seksual,artinya laki-laki memiliki kekuasaan

superior dan privilege ekonomi (Eisenstein dalam Fakih, 2013:85).

2.3.1.3 Feminisme Marxis

Menurut Fakih (2013:86),feminisme marxis merupakan kelompok yang

menolak kayakinan kaum feminis radikal yang menyatakan biologi sebagai dasar

pembedaan gender. Padahal, pada prinsinya penindasan perempuan merupakan

bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan perempuan

selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas kapatalisme. Menurut Marx

hubungan suami dan istri serupa dengan hubungan antara proletar dan borjuis.

Selain itu, tingkat kemajuan masyarakat dapat diukur dari status perempuannya.

Pada zaman kapitalisme, penindasan perempuan malah dilanggengkan

oleh berbagai cara dan alasan karena menguntungkan. Pertama, melalui apa yang

disebut eksploitasi pulang ke rumah, yakni suatu proses yang diperlukan untuk

membuat laki-laki yang dieskploitasi di pabrik bekerja lebih produktif. Buruh

laki-laki yangbekerja di pabrik dan dieksploitasi oleh kapitalis, selanjutnya pulang

ke rumah dan terlibat dalam suatu hubungan kerja dengan istrinya masing-masing.

Dalam analisis ini sistem dan struktur hubungan antara kapitalis, buruh, dan

istrinya merupakansistem yang akhirnya menguntungkan pihak kapitalis. Kedua,

kaum perempuan dianggap bermanfaat bagi sistem kapitalisme dalam reproduksi

buruh murah. Ketiga, masuknya perempuan sebagai buruh juga dianggap oleh

mereka menguntungkan sistem kapitalisme karena dua alas an, yaitu (1) upah

Page 23: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

33

buruh perempuan seringkali lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, dan (2)

masuknya perempuan dalam sektor perburuhan juga dianggap menguntungkan

sistem kapitalisme karena proses itu dianggap sebagai proses penciptaan buruh

cadangan yang tek terbatas. Feminisme Marxian memandang bahwa subordinasi

perempuan tidak berasal dari aspek biologis yang dianggap kekal, tetapi berasal

dari relasi sosial yang menempatkan divisi kelas bekerja di kapitalisme dalam

sistem ekonomi modern (Ritzer, 2011:438)

Menurut penganut feminisme marxis, penindasan perempuan merupakan

kelanjutan dari sistem eksploitasi yang bersifat struktural. Artinya feminisme

marxis tidak menganggap patriarki ataupun laki-laki sebagai permasalahan, tetapi

sistem kapitalisme yang sesungguhnya merupakan penyebab masalahnya. Dengan

demikian, penyelesaiannya pun harus bersifat struktural, yakni hanya dengan

melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan sistem

kapitalisme internasional (Fakih, 2013:89).

2.3.1.4 Feminisme Sosialis

Ritzer (2011:436) menyebutkan bahwa penekanan teori feminisme sosialis

dikembangkan di seputar tiga tujuan, yaitu (1) mencapai kritik yang distingtif dan

saling berkaitan terhadap penindasan patriarki dan kapitalisme dari sudut pandang

pengalaman perempuan; (2) mengembangkan metode yang eksplisit dan memadai

untuk analisis sosial yang berasal dari pemahaman materialisme historis yang

diperluas; dan (3) menggabungkan pemahaman terhadap signifikansi ide dengan

analisis materialis atas determinasi persoalan manusia. Dalam kerangka teori

feminisme sosial ini dapat dibagi menjadi tiga penekanan yang berbeda. Pertama,

Page 24: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

34

feminisme materialis menekankan dan meletakkan relasi gender dalam struktur

sistem kelas kapitalis kontemporer, khususnya sistem yang dewasa ini berlaku

secara global. Di dalam kapitalis global, perempuan menerima upah yang lebih

rendah daripada laki-laki karena ideologi patriarki menetapkan status rendah bagi

perempuan. Karena patriarki menempatkan tanggung jawab rumah tangga sebagai

tugas mereka, perempuan secara struktural diposisikan lebih berbahaya di dalam

pekerjaan bergaji daripada laki-laki sehingga lebih sulit berorganisasi.Kedua,

relasi kuasa, yaitu proses dominasi patriarki kapitalis diperkuat melalui sistem

kontrol interdependen yang tidak hanya meliputi sistem ekonomi, tetapi juga

mencakup negara dan profesi istimewa. Ketiga, diskursusfeminisme sosial

direpresentasikan oleh apa yang dideskripsikan sebagai materialisme kultural oleh

feminism materialis.

Fakih (2013:90) menyatakan bahwa bagi feminisme sosialis penindasan

perempuan terjadi di kelas mana pun, bahkan revolusi sosialis tidak serta merta

menaikkan posisi perempuan. Feminism sosialis menganggap bahwa penindasan

perempuan dapat melahirkan kesadaran revolusi, tetapi bukan revolusi model

perempuan sebagai jenis kelamin (women as sex) yang diproklamasikan oleh

feminis radikal. Pandangan feminis tidak saja memodifikasi teori marxis, tetapi

juga menggunakan fakta universal subordinasi perempuan (yang berbeda isinya

dari masa ke masadan di bawah perbagai mode of production) sebagai landasan

studi perbandingan dan praksis baru.

Page 25: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

35

2.3.1.5 Feminisme Liberal

Ekspresi utama teori ketimpangan gender adalah feminisme

liberal.Feminisme liberal berargumen bahwa perempuan dapat mengklaim

kesamaan dengan laki-laki atas dasar kapasitas esensial manusia sebagai agen

moral yang bernalar, ketimpangan gender adalah akibat dari pola eksis dan

patriarki divisi kerja, kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengubah divisi

kerja, dan keseteraan gender dapat dicapai dengan mengubah divisi kerja melalui

pemolaan ulang institusi-institusi kunci hukum, pekerjaan, keluarga, pendidikan,

dan media (Bem dalam Ritzer, 2011:420).

Ritzer (2011:421) mengemukakan bahwa feminisme liberal berdasarkan

beberapa kayakinan. Adapun keyakinan tersebut adalah (1) semua manusia

mempunyai ciri esensial tertentu, yaitu kapasitas sebagai agen moral, nalar, dan

aktualisasi diri; (2) pelaksaaan kapasitas ini dapat dijamin melalui pengakuan

legal hak-hak universal; (3) ketimpangan antara lelaki dan perempuan diciptakan

secara sosial (socially constructed) dan tidak ada dasarnya dalam “alam”, dan (4)

perubahan sosial untuk kesetaraan dapat dicapai dengan mengajak kontemporer

mengembangkan argumen-argumen ini dengan memperkenalkan konsep gender

sebagai cara untuk memahami semua ciri socially constructed dari ide-ide

identitas kelamin dipakai untuk dianggap perempuan.

Page 26: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

36

2.3.2 Teori Relasi Gender

2.3.2.1 Perbedaan Gender

Ritzer (2011:417) menyatakan bahwa dalam sejarah pemikiran feminisme,

“perbedaan” menjadi masalah dalam beberapa perdebatan penting. Semua teori

perbedaan gender menghadapi persoalan yang biasanya diistilahkan sebagai

“argumen esensial”, yaitu tesis bahwa perbedaan fundamental antara laki-laki dan

perempuan adalah kekal (immutable). Kekekalan itu biasanya dapat dirunut ke

dalam tiga factor, yaitu (1) biologis, (2) kebutuhan institusional laki-laki dan

perempuan untuk mengisi peran yang berbeda-beda, khususnya tetapi tidak

semata-mata, dalam keluarga, dan (3) kebutuhan eksistensial atau fenomenologis

manusia untuk menghasilkan “other” sebagai bagian dari tindakan definisi diri.

Gender mengacu ke peran perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan

secara sosial. Peran tersebut berubah dari waktu ke waktu dan beragam menurut

budaya dan antarbudaya. Sebaliknya, identitas seks biologis ditentukan oleh ciri-

ciri genetika dan anatomis. Sebagaimana dikemukakan oleh Nasarudin Umar

bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi

perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi social budaya. Ann Oakley

salah saorang feminisme pertama dari Inggris yang menggunakan konsep gender

mengatakan bahwa gender adalah masalah budaya, merujuk pada klasifikasi sosial

laki-laki dan perempuan menjadi maskulin dan feminin, berbeda karena waktu

dan tempat. Sifat tetap jenis kelamin harus diakui, demikian juga sifat tidak tetap

gender. Perbedaan jenis kelamin atau perbedaan biologis merupakan perbedaan

dari kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang diciptakan oleh kaum

Page 27: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

37

laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang

(Istibsyaroh, 2004:59).

Anak laki-laki dan perempuan tumbuh menjadi laki-laki dan perempuan

(dewasa) dengan nilai-nilai dan kebaikan gender yang khas, yaitu (1)

merefleksikan pentingnya keterpisahan pada kehidupan laki-laki keterkaitan pada

kehidupan perempuan dan (2) berfungsi untuk membudayakan laki-laki dan

melemahkan perempuan dalam masyarakat patriarkat (Tong, 2010:224). Struktur

sosial masyarakat yang membagi-bagi antara laki-laki dan perempuan sering kali

merugikan perempuan. Perempuan diharapkan dapat mengurus dan mengerjakan

berbagai pekerjaan rumah tangga walaupun mereka bekerja di luat rumah tangga.

Sebaliknya, tanggung jawab laki-laki dalam mengurus rumah tangga sangat kecil

Istibsyaroh (2004:65) menyatakan bahwa peran laki-laki dan perempuan

mempunyai perbedaan berdasarkan komunitas, status, dan kekuasaan mereka.

Perbedaan peran gender dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor,

mulai dari lingkungan alam hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk

memecahkan teka-teki perbedaan jenis kelamin. Ia melanjutkan bahwa

genderadalah konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan dari segi sosial

budaya, tidak dilihat dari jenis kelamin. Di pihak lain relasi gender

mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumber daya

dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, kekuasan, dan previlese.

2.3.2.2 Ketimpangan Gender

Ritzer (2004:41420) mengemukakan bahwa munculnya marginalisasi di

tengah-tengah kehidupan kaum wanita merupakan suatu fenomena ketimpangan

Page 28: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

38

gender. Ada empat tema yang menandai ketimpangan gender. Pertama, lelaki dan

wanita diletakkan dalam masyarakat tak hanya secara berbeda, tetapi juga

timpang. Secara spesifik, wanita memperoleh sumber daya material, status sosial,

kekuasaan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri lebih sedikit daripada yang

diperoleh laki-laki yang membagi-bagi posisi mereka berdasarkan kelas, ras,

pekerjaan, suku, agama, pendidikan, kebangsaan, atau berdasarkan faktor sosial

penting lainnya. Kedua, ketimpangan ini berdasarkan organisasi masyarakat,

bukan perbedaan biologis atau kepribadian penting antara laki-laki dan wanita.

Ketiga, meskipun manusia individual agak berbeda ciri dan tampangnya satu

sama lain, tidak ada perbedaan pola alamiah signifikan yang membedakan laki-

laki dan wanita. Keempat, semua teori ketimpangan gender menganggap, baik

laki-laki maupun wanita, akan menanggapi situasi dan struktur sosial yang makin

mengarah kepersamaan derajat (egalitarian) dengan mudah dan secara alamiah.

Pada dasarnya identitas gender dapat dijelaskan melalui tiga teori

psikologi, yaitu teori psikoanalisis Freud, teori sosialisasi, dan teori

perkembangan kognitif (Nugroho, 2008:54). Teori psikoanalisis menjelaskan

bahwa perilaku seseorang terkait dengan faktor biologis, seperti evolusi, gen, dan

anatomi. Sebaliknya, teori sosialisasi menjelaskan berdasarkan konsep

naturenurture dan melihat bahwa perbedaan peran gender merupakan hasil dari

tuntutan dan harapan lingkungan. Di pihak lain teori perkembangan kognitif

merupakan teori interaksi yang menekankan pada interaksi antara keadaan

organisasi atau perkembangan kognitif dan informasi yang ada dalam lingkungan

budaya.

Page 29: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

39

1. Teori Nurture

Menurut teori nurture, perbedaan perempuan dan laki-laki adalah

konstruksi sosial budaya yang menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.

Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan

kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki–laki dalam

perbedaan kelas. Laki–laki diidentikkan dengan kelas borjuis, sedangkan

perempuan sebagai kelas proletar.

2. Teori nature

Menurut teori nature, pembedaan laki–laki dan perempuan adalah

kodratyang harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan

implikasi bahwa kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang

berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak

dapat karena memang bebeda secara kodrat alamiah.

2.3.3 Teori Relasi Kuasa

Menurut Foucault, kekuasaan bukan milik sekelompok orang seperti yang

dikemukakan oleh Marx bahwa kekuasaan adalah milik golongan kapitalis.Akan

tetapi,Foucault memandang bahwa semua golongan memiliki potensi untuk

mendapatkan kekuasaan. Yang dibutuhkan untuk memperoleh kekuasaan adalah

strategi bukan kekerasan ataupun penindasan. Strategi tersebut berlangsung

Page 30: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

40

dimana-mana yang didalamnya termuat serangkain sistem, aturan, susunan, dan

regulasi. Bagi Foucault, suatu kekuatan akan selalu ada selama sebuah relasi dan

iteraksi terus berkembang. Pada proses itu selalu ada pihak yang mendominasi

dan didominasi. Bahkan, kekuasaan itu ada disetiap tempat dan menuggu untuk

ditempati.

Gagasan mengenai kuasa merupakan inti atau pusat pemikiran dan

pandangan filosofis Foucault. Foucault mengakui bahwa ada sekian banyak

kekuatan dan kuasa yang menyebar luas dalam relasi antarmanusia. Kekuatan-

kekuatan ini ditemukan dalam berbagai aspek relasi antarmanusia, misalnya relasi

antarmanusia dan relasi manusia dengan lingkungan dan situasi mereka, dan lain-

lain (Beoang, 1997:50--51).

Perlu diperhatikan di sini bahwa pengertian tentang kekuasaan menurut

Foucault sama sekali berbeda dengan pengertian yang dipahami oleh masyarakat

selama ini. Pada umumnya kekuasaan dipahami dan dibicarakan sebagai daya

atau pengaruh yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga untuk memaksakan

kehendaknya kepada pihak lain. Dalam konteks ini kekuasaan diartikan secara

represif dan kadangkala malah impresif,yakni adanya dominasi antara subjek dan

objek kekuasaan. Semisal kekuasaan negara pada masyarakat, raja pada

rakyatnya, suami pada istri, pemilik modal kepada para karyawannya

(Haryatmoko, 2002:10).

Kekuasaan beroperasi secara tak sadar dalam jaringan kesadaran

masyarakat. Kekuasaan tidak datang dari luar,tetapi menentukan susunan, aturan-

aturan, dan hubungan-hubungan itu dari dalam. Di sini dapat disebutkan,misalnya

Page 31: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

41

hubungan keluarga yang menormalkan bahwa suami yang harus bekerja untuk

mencari nafkah, sementara istri hanya bertugas mengurusi rumah tangga dan

merawat anak-anaknya. Contoh lain tentang karyawan yang secara berdisiplin

bekerja sesuai dengan tugas-tugasnya. Ketaatan karyawan tersebut bukan karena

adanya represi dari bos atau pimpinan,melainkan karena adanya regulasi-regulasi

dari dalam yang menormalkan. Mereka bekerja dengan giat bukan hanya karena

ada ancaman atau tekanan,melainkan juga karena adanya semacam struktur

diskursif yang mengatakan akan ada penghargaan bagi karyawan yang berprestasi

dalam bekerja.

Menurut Foucault, kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan dan

pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa. Penyelenggaraan pengetahuan

menurut Foucault selau memproduksi pengetahuan sebagai basis kekuasaan.

Hampir tidak mungkin kekuasaan tidak ditopang dengan suatu ekonomi wacana

kebenaran. Pengetahuan bukan merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi

kuasa, artinya pengetahuan berada dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri. Kuasa

memproduksi pengetahuan, bukan hanya karena pengetahuan berguna bagi kuasa.

Tidak ada pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa

pengetahuan. Konsep Foucault ini membawa konsekuensi bahwa untuk

mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan

yang melandasi kekuasaan. Hal itu terjadi karena setiap kekuasaan disusun,

dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan dan wacana tertentu. Wacana

tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu, yang menimbulkan

efek kuasa. Semula orang beranggapan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah

Page 32: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

42

bidang yang netral. Kesadaran orang tumbuh ketika Foucault untuk pertama

kalinya mempertentangkan bahwa pengetahuan ternyata mengandung kekuasaan

(power). Jadi, antara pengetahuan dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan (Fakih,

2013:55).

Foucault mendefinisikan strategi kekuasaan sebagai sesuatu yang melekat

pada kehendak untuk mengetahui. Melalui wacana, kehendak untuk mengetahui

terumus dalam pengetahuan. Wacana muncul begitu saja, tetapi diproduksi oleh

zamannya masing-masing. Wacana ini mampu menepis segala hal yang tidak

termasuk dalam garis ketentuannya, tetapi juga bisa memasukkan apa yang

dianggap oleh struktur diskursif yang membentuknya benar. Dalam hal ini objek

bisa jadi tidak berubah, tetapi struktur diskursif dibuat. Hal itu menyebabkan

objek berubah,seperti bakteri di lautan yang dahulu dikategorikan sebagai hewan,

tetapi kini dikategorikan dan diklasifikasikan sebagai tumbuhan. Dalam hal ini

tidak ada yang berubah dari objek bakteri tersebut.Namun, ada struktur diskursif

yang melingkupinya kemudian kita memperlakukan, mempelajari, dan

menempelkan sifat-sifat makhluk itu pada tumbuhan.

Nietzsche juga ikut berkonstribusi dalam memberikan pandangannya

mengenai kekuasaan, khususnya kehendak untuk berkuasa. Lubis (2014:16)

mengemukakan pandangan Nietzsche yang menyatakan bahwa realitas dunia

bukanlah kehendak untuk eksis, melainkan kehendak untuk berkuasa. Kehendak

berkuasa merupakankemampuan individu dalam memiliki semangat yang lebih

tinggi, keberanian, daya imajinasi, dan kreaktif yang tinggi tanpa terbentur oleh

aturan-aturan dan nilai-nilai masyarakat.

Page 33: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

43

Semua teori yang diuraikan di atas dijadikan sebagai dasar atau acuan

dalam manganalisis permasalahan penelitian ini. Teori-teori tersebut digunakan

secara eklektik atau bersama dalam menjawab semua rumusan masalah penelitian.

Ketimpangan dan bias gender yang mengakibatkan termarginalisasinya pekerja

perempuan dianalisis dengan teori feminisme (feminisme radikal dan feminisme

marxis)dan teori relasi gender. Di pihak lain pengaruh kekuasan yang

mendominasi dan melemahkan pekerja perempuan dianalisis dengan teori relasi

kuasa.

2.4 Model Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan pada bab 1, perlu

digambarkan model penelitian untuk memberikan pedoman penelitian. Model

penelitian ini mengarahkan peneliti untuk dapat menganalisis data secara

sistematis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, model penelitian ini

dapat memberikan arah yang jelas dan mengarahkan penelitian ini tidak keluar

dari tujuan yang ingin dicapai.Adapun, model penelitian tersebut dapat dilihat

pada bagan berikut.

Page 34: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

44

Keterangan:

: garis yang menujukkan saling mengaruhi

: garis yang memberikan hubungan atau pengaruh secara sepihak

: garis yang memberikan pengaruh tidak langsung secara sepihak

Model penelitian di atas dapat dibaca sebagai berikut. Budaya global dan

budaya lokal saling memengaruhi satu sama lain. Hasil salingmengaruhi kedua

aspek tersebut menimbulkan berbagai fenomena yang menarik untuk dikaji.

Marginalisasi Pekerja Perempuan di PT Damai Jaya

Lestari

Bentuk-bentuk marginalisasi pekerja perempuan di PT

Damai Jaya Lestari

Dimensi sosial budaya yang melatarbelakangi terjadinya

marginalisasi pekerja perempuan di PT Damai Jaya

Lestari

Implikasi marginalisasi pekerja perempuan di PT

Damai Jaya Lestari terhadap kehidupan mereka

Teori: Feminisme, Analisis Gender, dan Relasi Kuasa

Analisis: Deskriptif Kualitatif

TemuanPenelitian

Budaya Global:

Ekonomi, Pendidikan, Kemajuan Teknologi, dan Ilmu Pengetahuan

Budaya Lokal : Tradisi, Adat Istiadat,

Organisasi Kemasyarakatan

Page 35: 2. DISERTASI EDIT....$-,$1 3867$.$ .216(3 /$1'$6$1 7(25, '$1 02'(/ 3(1(/,7,$1 .DMLDQ 3XVWDND 8QWXN PHQMDJD RULVLQDOLWDV SHQHOLWLDQ LQL GLWDPSLONDQ KDVLO KDVLO SHQHOLWLDQ WHUGDKXOX

45

Fenomena menarik yang dikaji dalam penelitian ini,yaitu pekerja perempuan

dalam industri kelapa sawit PT Damai Jaya Lestari di Kecamatan Wiwirano,

Kabupaten Konawe Utara. Kajian ini menfokuskan pada aspek gender, yaitu

kondisi pekerja perempuan di perusahaan tersebut dalam sudut pandang kultural

studies. Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu bentuk-bentuk marginalisasi

pekerja perempuan di PTDamai Jaya Lestari,dimensi sosial budaya yang

melatarbelakangi terjadinya marginalisasi pekerja perempuan di PT Damai Jaya

Lestari, dan implikasi marginalisasi pekerja perempuan di PT Damai Jaya Lestari

terhadap kehidupan mereka.

Tujuan penelitian ini dicapai dengan menganalisis data, baik data primer

yang diperoleh dari wawancara dan observasi maupun data sekunder yang

diperoleh dari hasil studi dokumen dan penelitian-penelitian terdahulu. Kedua

jenis data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan teori

feminisme, analisisgender, dan relasi kuasa. Melalui analisis data menggunakan

ketiga teori tersebut, dihasilkan temuan penelitian.