199928450 refsus meningitis tb

19
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman MENINGITIS TUBERKULOSA Disusun oleh : Kristanti Andarini (0808015042) Pembimbing : dr. William S. Tjeng, Sp. A

Upload: salzabila-bustam

Post on 25-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

khghkhk

TRANSCRIPT

Page 1: 199928450 Refsus Meningitis Tb

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

MENINGITIS TUBERKULOSA

Disusun oleh :

Kristanti Andarini (0808015042)

Pembimbing :

dr. William S. Tjeng, Sp. A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie

2013

Page 2: 199928450 Refsus Meningitis Tb

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara

berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu

penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara berkembang,

maupun juga di negara maju. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah

kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan

kematian sekitar 140.000 orang per tahun.1 Pada anak, 5 tahun pertama setelah

infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi TB.

Menurut wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran

limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3%

penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB.1

Meningitis TB merupakan salah satu penyulit tuberkulosis, yang

mempunyai morbiditas dan mortalitas tinggi, dengan prognosis buruk. Walaupun

pengobatan telah maju, gejala sisa dari meningitis TB masih sering ditemukan,

dan mortalitasnya masih cukup tinggi. Penyakit ini masih banyak ditemukan di

Indonesia dan insidensinya sebanding dengan insiden TB itu sendiri.2 Berdasarkan

hal ini, meningitis TB memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang

cepat, tepat, dan rasional. Komplikasi TB yang berbahaya inilah yang mendasari

pentingnya untuk mengetahui dengan baik tentang meningitis, khususnya

meningitis tuberkulosa.

TUJUAN

Tujuan dari pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk menambah

pengetahuan tentang penyakit infeksi pada selaput otak (meningitis), khususnya

meningitis tuberkulosa yang lazim terjadi sebagai komplikasi penyakit

tuberkulosis pada anak.

1

Page 3: 199928450 Refsus Meningitis Tb

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Meningitis tuberkulosa adalah radang selaput otak yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Biasanya jaringan otak ikut terkena sehingga disebut

sebagai meningoensefalitis tuberkulosa.3

EPIDEMIOLOGI

Meningitis tuberkulosa dilaporkan pertama kali oleh Robert Whytt pada

tahun 1768, namun sejak penemuan Streptomisin pada tahun 1974, kasus

meningitis tuberkulosa mulai berkurang. Jumlah kasus ini meskipun telah

berkurang, namun tetap merupakan masalah dalam bidang kesehatan anak,

terutama di negara-negara berkembang, karena angka kematian dan angka

kecacatan masih tinggi. Meningitis tuberkulosa merupakan yang paling banyak

menyebabkan kematian bila dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa yang

lain.4 Jumlah penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih sebanding dengan

prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa pada umumnya.2,4

Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering

dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Meningitis

tuberkulosa jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan dan hampir tidak

pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis ini paling sering pada

anak antara umur 6 bulan dan 4 tahun. Meningitis tuberkulosa merupakan

komplikasi dari sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak diobati pada anak.5

PATOFISIOLOGI

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberkulosis

primer. Dari fokus infeksi primer, basil masuk ke sirkulasi darah melalui duktus

torasikus dan kelenjar limfe regional. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam

jumlah besar akan langsung menyebabkan penyakit TB primer seperti TB milier

dan meningitis TB atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang

biasanya tenang.1,2 Meningitis TB juga dapat merupakan reaktivasi fokus TB (TB

2

Page 4: 199928450 Refsus Meningitis Tb

pasca primer) bertahun-tahun setelah pembentukannya pada fase infeksi TB

primer. Trauma kepala dapat menjadi pencetus reaktivasi tersebut.1

Rich mengemukakan terjadinya meningitis tuberkulosis adalah mula-

mula terbentuk tuberkel di otak, selaput otak, atau medula spinalis akibat

penyebaran basil secara hematogen selama masa inkubasi infeksi TB primer atau

selama perjalanan tuberkulosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul

meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah

karena rangsangan mungkin berupa trauma atau reaksi imunologis. Basil

kemudian langsung masuk ke ruang subaraknoid atau ventrikel. Hal ini mungkin

terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan

atau beberapa tahun. Penyebaran protein kuman TB ke ruang subaraknoid

merangsang reaksi hipersensitivitas yang hebat, selanjutnya menyebabkan reaksi

radang yang paling banyak terjadi di basal otak.1,2

Reaksi radang ini akan menyebabkan timbulnya eksudat kental

serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman serta toksin yang mengandung

sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblas.

Eksudat ini terutama berkumpul di dasar tengkorak, dan menyebar melalui

pembuluh-pembuluh darah piamater dan menyerang otakdi bawahnya, sehingga

proses sebenarnya adalah meningoensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat

aliran CSS, seperti menymbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi dan foramen

Luschka sehingga akan terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial

yang memunculkan papil edema. Kelainan juga terjadi pada pembuluh darah yang

berjalan dalam ruang subaraknoid, akan memunculkan kongesti, peradangan, dan

penyumbatan sehingga dapat terjadi arteritis, flebitis, dan infark otak terutama

bagian korteks, medula oblongata dan ganglia basalis.2

Secara patologi, ada 3 keadaan yang terjadi pada meningitis TB.

Pertama adalah araknoiditis proliferatif yang terutama terjadi di basal otak berupa

pembentukan masa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan menembus

pembuluh darah. Kedua berupa vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh

darah yang melintasi membrana basalis atau berada dalam parenkim otak.

Kelainan inilah yang sering meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.

Kelainan ketiga adalah hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke

3

Page 5: 199928450 Refsus Meningitis Tb

sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi likuor

serebrospinal.1

PATOLOGI

Rich membagi meningitis tuberkulosa dalam empat jenis berdasarkan

patologi anatominya, umumnya terdapat lebih dari satu jenis dalam setiap

penderita meningitis tuberkulosa. Klasifikasi meningitis tersebut antara lain:2

1. Tuberkulosis miliaris yang menyebar

Jenis ini merupakan komplikasi tuberkulosa miliaris, biasanya dari

paru-paru yang menyebar langsung ke selaput otak secara hematogen.

Keadaan ini terutama terjadi pada anak, jarang pada dewasa. Pada selaput otak

terdapat tuberkel-tuberkel yang kemudian pecah sehingga terjadi peradangan

difus dalam ruang subaraknoid. Tuberkel-tuberkel juga terdapat pada dinding

pembuluh darah kecil di hemisfer otak bagian cekung dan dasar otak.

2. Bercak-bercak pengejuan fokal

Pada klasifikasi ini, terdapat bercak-bercak pada sulkus-sulkus dan

terdiri dari pengejuan yang dikelilingi oleh sel-sel raksasa dan epitel, dari sini

terjadi penyebaran ke dalam selaput otak, kadang-kadang terdapat juga

bercak-bercak pengejuan yang besar pada selaput otak sehingga dapat

menyebabkan peradangan yang luas.

3. Peradangan akut meningitis pengejuan

Jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai, lebih kurang

78%. Pada jenis ini terjadi invasi langsung pada selaput otak dari fokus-fokus

tuberkulosis primer bagian lain dari tubuh, sehingga terbentuk tuberkel-

tuberkel baru pada selaput otak dan jaringan otak. Meningitis timbul karena

tuberkel-tuberkel tersebut pecah, sehingga terjadi penyebaran kuman–kuman

ke dalam ruang subaraknoid dan ventrikulus.

4. Meningitis proliperatif

Perubahan-perubahan proliperatif dapat terjadi pada pembuluh-

pembuluh darah selaput otak yang mengalami peradangan berupa endarteritis

dan panarteritis. Akibat penyempitan lumen arteri-arteri tersebut dapat terjadi

4

Page 6: 199928450 Refsus Meningitis Tb

infark otak. Perubahan-perubahan ini khas pada meningitis proliperatif yang

sebelum penemuan kemoterapi jarang dilihat.

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pada meningits tuberkulosa dihasilkan oleh proses

infeksi, eksudasi (dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan

menghasilkan hidrosefalus), serta vaskulitis (sekunder dari inflamasi pada

pembuluh darah, menimbulkan infark pada otak dan medula spinalis).2

Pemburukan klinis meningitis tuberkulosa dapat cepat atau perlahan-lahan.

Pemburukan cepat cenderung lebih sering terjadi pada bayi dan anak muda, yang

dapat mengalami gejala hanya untuk beberapa hari sebelum mulai hidrosefalus

akut, kejang-kejang, dan edema otak. Tanda-tanda dan gejala-gejala lebih sering

memburuk perlahan-lahan selama beberapa minggu dan dapat dibagi menjadi tiga

stadium.5

Stadium pertama, yang secara khas berakhir 1-2 minggu, ditandai oleh

gejala-gejala nonspesifik seperti demam, nyeri kepala, iritabilitas, mengantuk, dan

malaise. Tanda-tanda neurologis setempat tidak ada, tetapi bayi dapat mengalami

stagnasi atau gangguan perkembangan.5 Pada anak kecil, kenaikan suhu yang

ringan bahkan sering tanpa panas, muntah-muntah, tak ada nafsu makan, murung,

berat badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung, cengeng, tidur terganggu,

dan kesadaran berupa apatis sering terlihat.6

Stadium kedua, biasanya mulai lebih mendadak, tanda-tanda yang paling

sering adalah lesu, kaku kuduk, kejang-kejang, tanda kernig atau brudzinski

positif, hipertoni, muntah, kelumpuhan saraf kranial, dan tanda-tanda neurologis

setempat lain. Percepatan penyakit klinis biasanya berkorelasi dengan

perkembangan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial, dan vaskulitis.

Beberapa anak tidak mempunyai tanda-tanda ensefalitis, seperti disorientasi,

gangguan gerakan, atau gangguan bicara.5

Stadium ketiga, ditandai dengan koma, hemiplegi atau paraplegi,

hipertensi, sikap deserebrasi, kemunduran tanda-tanda vital, dan akhirnya

kematian.5 Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang

disebabkan oleh terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernapasan dan nadi

5

Page 7: 199928450 Refsus Meningitis Tb

juga tak teratur dan terdapat gangguan pernapasan dalam bentuk Cheyne-Stokes

atau Kussmaul. Gangguan miksi berupa retensi atau inkontinensia urin,

didapatkan pula adanya gangguan kesadaran makin menurun sampai koma yang

dalam. Pada stadium ini, penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu

bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya.6

DIAGNOSIS

Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita

tuberkulosis, keadaan sosio-ekonomi, imunisasi, dan sebagainya, sementara itu

gejala-gejala yang khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai oleh tekanan

intrakranial yang meninggi, muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif, dan

pada bayi tampak fontanela yang menonjol.2

Tes tuberkulin terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil. Hasilnya

seringkali negatif karena reaksi anergi, terutama pada stadium terminal. Uji

tuberkulin yang tidak reaktif ada pada sampai 50% kasus.2 Uji laboratorium yang

paling penting untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosa adalah pemeriksaan

dan biakan cairan serebrospinal.5 Pungsi lumbal memperlihatkan cairan

serebrospinal yang jernih, kadang-kadang sedikit keruh atau ground glass

appearence. Bila cairan serebrospinal didiamkan, maka akan terjadi pengendapan

fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10-500/ml dan

kebanyakan limfosit, kadang-kadang oleh reaksi tuberkulin yang hebat terdapat

peningkatan jumlah sel, lebih dari 1000/ml. Kadar glukosa rendah antara 20-40

mg%, kadar klorida dibawah 600 mg%. Kadar protein naik dan mungkin sangat

tinggi (400-5000 mg/dl) akibat hidrosefalus dan blokade spinal. Cairan

serebrospinalis dan endapan sarang laba-laba dapat diperiksa untuk pembiakan

atau kultur menurut pengecatan Ziehl-Nielsen. Jika 5-10 ml cairan serebrospinal

lumbal dapat diambil, pewarnaan tahan asam sedimen cairan serebrospinal positif

sampai pada 30% kasus dan biakan positif pada 50-70% kasus.5

Pemeriksaan radiografi dapat membantu dalam mendiagnosis meningitis

tuberkulosa. Tomografi terkomputerisasi (CT) atau citra resonansi magnetik

(MRI) otak penderita meningitis tuberkulosis mungkin normal selama stadium

penyakit. Bila penyakit memburuk, pembesaran basilar dan hidrosefalus

komunikan dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia setempat awal

6

Page 8: 199928450 Refsus Meningitis Tb

merupakan penemuan yang paling sering.3 Pemeriksaan EEG menunjukkan

kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.2

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terhadap penderita meningitis secara umum dibagi

menjadi dua, yaitu:

1. Perawatan umum, penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah

sakit, di bagian perawatan intensif, dan dengan menentukan diagnosis secepat

dan setepat mungkin, pengobatan dapat segera dimulai. Perawatan penderita

meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh,

antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan gizi pada umumnya,

posisi penderita dan pencegahan dekubitus, serta perawatan kandung kemih

dan defekasi, serta perawatan umum lainnya sesuai kondisi penderita.

Kebutuhan cairan, elektrolit , serta gizi dapat diberikan melalui infus maupun

saluran pipa hidung.6

2. Pengobatan, Terapi segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis

ke arah meningitis tuberkulosa. Saat ini telah tersedia berbagai macam

tuberkulostatika. Tiap jenis tuberkulostatika mempunyai spesifikasi

farmakologik tersendiri, untuk itu perlu pemahaman yang sebaik-baiknya.

Beberapa contoh tuberkulostatika yang dapat diperoleh di Indonesia antara

lain:1, 6

a. Isoniazida atau INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat

ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan

metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat

bakteriostatik terhadap kuman yang diam. INH diberikan secara oral

dengan dosis harian biasa 5-15 mg/kgBB/hari maksimal 300 mg/hari

pada anak, dan diberikan dalam satu kali pemberian. INH mempunyai

dua efek toksik utama, yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer.

b. Rifampisin, bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat

memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman

yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan

baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam

7

Page 9: 199928450 Refsus Meningitis Tb

sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam.

Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20

mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali

pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10

mg/kgBB/hari. Pada anak-anak dibawah 5 tahun harus bersikap hati-hati

karena dapat menyebabkan neuritis optika. Efek samping rifampisin

lebih sering daripada isoniazid berupa perubahan warna urin, ludah,

keringat, sputum, dan air mata menjadi warna oranye kemerahan, selain

itu juga terjadi gangguan gastrointestinal dan hepatotoksisitas.

c. Pirazinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh terutama

cairan serebrospinalis, bakterisid hanya pada intrasel suasana asam, dan

diresorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral

sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari.

Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksisitas, anoreksia, iritasi

saluran cerna.

d. Etambutol, jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada

mata. Obat ini memiliki aktivitas bakterostatik, tetapi dapat bersifat

bakterisid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten.

Etambutol diberikan dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari maksimal 1,25

gram/hari dengan dosis tunggal. Etambutol tidak berpenetrasi dengan

baik pada susunan saraf pusat, demikian juga pada keadaan meningitis.

Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optika dan buta warna

merah-hijau, sehingga penggunaannya seringkali dihindari pada anak

yang belum dapat diperiksa tajam penglihatanya.

e. Streptomisin, bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk

membunuh kuman intraseluler. Saat ini, streptomisin jarang digunakan

dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunannya penting pada

pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosa dan multidrug resisten

tuberkulosis. Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis

15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram/hari. Oleh karena bersifat

8

Page 10: 199928450 Refsus Meningitis Tb

autotoksik maka harus diberikan dengan hati-hati, bila perlu dilakukan

pemeriksaan audiogram.

Pada umumnya, tuberkulostatika diberikan dalam bentuk kombinasi,

ialah kombinasi antara INH dengan jenis tuberkulostatika yang lain.6 Terapi

tuberkulosis sesuai dengan konsep baku, yaitu 2 bulan fase intensif dengan 4-5

obat antituberkulosis (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan

etambutol), dilanjutkan dengan 2 obat antituberkulosis (isoniazid dan

rifampisin) hingga 12 bulan.1

Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 1-2

mg/kgBB/hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 4-6

minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off)

selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen.1

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat menyertai meningitis tuberculosis dapat bermacam-

macam, yang terberat adalah dapat menyebabkan kematian. Komplikasi terdapat pada

25-50% anak dan kurang lebih 10%pada dewasa. Sekuel dapat berupa kejang,

pertumbuhan terhambat, hidrosefalus (85% pada anak dan 50% pada dewasa).

SIADH dan hiponatremia meningkatkan resiko kejang dan oedem otak.

Syringomielia dapat muncul beberapa tahun setelah meningitis tuberkulosis,

kemungkinan akibat vaskulitis korda spinalis. Kematian terjai 2-20% dari total

kejadian, bahkan di tempat dengan alat diagnosis lengkap dan pengawasan ketat.

Pasien dengan imunodefisiensi dan usia lanjut meningkatkan insidensi kematian.7

PROGNOSA

Meningitis tuberkulosa yang tidak diobati, prognosisnya buruk sekali.

Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Prognosis ditentukan oleh

kapan pengobatan dimulai dan stadiumnya. Umur penderita juga mempengaruhi

prognosis.6 Bayi muda biasanya lebih buruk daripada pada anak yang lebih tua.5

Literatur lain menyebutkan anak dibawah 3 tahun dan dewasa diatas 40 tahun

mempunyai prognosis yang jelek.6

BAB III

9

Page 11: 199928450 Refsus Meningitis Tb

PENUTUP

KESIMPULAN

Meningitis tuberkulosa adalah radang selaput otak akibat komplikasi

tuberkulosis primer. Meningitis tuberkulosa paling sering pada anak antara umur

6 bulan dan 4 tahun, serta merupakan komplikasi dari sekitar 0,3% infeksi primer

yang tidak diobati pada anak. Penyebabnya adalah kuman mikobakterium

tuberkulosa varian hominis. Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari

proses tuberkulosis primer di luar otak. Klasifikasi meningitis ada empat, antara

lain tuberkulosis miliaris yang menyebar, bercak-bercak pengejuan fokal,

peradangan akut meningitis pengejuan, meningitis proliperatif.

Tanda dan gejala meningitis tuberkulosa dapat dibagi menjadi tiga

stadium. Diagnosis didasarkan pada anamnesis yang baik serta pemeriksaan

penunjang yang tepat seperti uji tuberkulin, pemeriksaan cairan serebrospinal,

serta pemeriksaan lainnya. Penatalaksanaan dibagi menjadi perawatan umum dan

pengobatan dengan obat-obat tuberkulostatika serta kortikosteroid sesuai

indikasinya. Komplikasi dari meningitis tuberkulosa ini antara lain, hidrosefalus,

epilepsi, gangguan jiwa, buta karena atrofi nervus II, tuli, kelumpuhan otot yang

disarafi nervus III, IV, VI, serta hemiparesis. Prognosa ditentukan oleh kapan

pengobatan dimulai dan stadiumnya, serta umur penderita.

10

Page 12: 199928450 Refsus Meningitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe, N., Supriyatno, B., Setyanto, D.B. 2013. Buku Ajar Respirologi

Anak Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta.

2. Soetomenggolo, T., Ismael, S. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan

Dokter Anak Indonesia: Jakarta.

3. Pudjiadi, A.H. dkk. 2013. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Ikatan Dokter

Anak Indonesia: Jakarta.

4. Yoes, R. 2003. Meningitis Tuberkulosa. Kapita Selekta Neurologi Edisi

Kedua. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

5. Starke, J.R. 1999. Tuberkulosis. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II

Edisi 15. EGC: Jakarta.

6. Harsono, dkk. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University

Press: Yogyakarta.

7. Koppel, Barbara. 2007. CNS tuberculosis. In: Brust John CM, editor. Lange:

neurology current diagnosis and treatment. Mc Graw Hill: New York.

11