#18 cekungan jawa barat utara

23
18. CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA 18.1 REGIONAL Nama Cekungan Polyhistory : Paleogene Cratonic Fracture - Neogene Continental Interior Sag Basin. Klasifikasi Cekungan : Cekungan Sedimen Dengan Produksi Hidrokarbon. 18.1.1 Geometri Cekungan Cekungan Jawa Barat Utara terletak disebelah utara atau di belakang Busur Gunung Api Jawa, sehingga saat ini dikenal sebagai cekungan busur belakang (back-arc basin). Namun berdasarkan beberapa penulis, pembentukan cekungan ini tidak berhubungan dengan struktur back-arc tapi terbentuk sebagai pull-apart basin. Secara geografis cekungan ini berada pada 106º 30' - 108º 40' BT dan 5º 00' - 6º 50' LS. Berbatasan dengan Seribu Platform di bagian barat, Cekungan Sunda dan Asri di sebelah baratlaut, dan di utara, berbatasan dengan Arjuna Platue. Bagian timur laut berbatasan dengan Cekungan Vera dan Busur Karimun Jawa. Sebelah timurnya berbatasan dengan Cekungan Jawa Tengah Utara, dan di

Upload: adam-budi-nugroho

Post on 10-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

#18 Cekungan Jawa Barat Utara

TRANSCRIPT

18. CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

18.1 REGIONAL

Nama Cekungan Polyhistory : Paleogene Cratonic Fracture - Neogene Continental

Interior Sag Basin.

Klasifikasi Cekungan : Cekungan Sedimen Dengan Produksi Hidrokarbon.

18.1.1 Geometri Cekungan

Cekungan Jawa Barat Utara terletak disebelah utara atau di belakang Busur Gunung Api Jawa,

sehingga saat ini dikenal sebagai cekungan busur belakang (back-arc basin). Namun berdasarkan

beberapa penulis, pembentukan cekungan ini tidak berhubungan dengan struktur back-arc tapi

terbentuk sebagai pull-apart basin.

Secara geografis cekungan ini berada pada 106º 30' - 108º 40' BT dan 5º 00' - 6º 50' LS.

Berbatasan dengan Seribu Platform di bagian barat, Cekungan Sunda dan Asri di sebelah

baratlaut, dan di utara, berbatasan dengan Arjuna Platue. Bagian timur laut berbatasan dengan

Cekungan Vera dan Busur Karimun Jawa. Sebelah timurnya berbatasan dengan Cekungan Jawa

Tengah Utara, dan di bagian selatan berbatasan dengan Cekungan Bogor yang dibatasi oleh

Sesar Baribis (Error: Reference source not found).

Penarikan batas Cekungan Jawa Barat Utara lebih dikontrol oleh batas isopach yang dipotong

pada nilai 1.500 m (Gambar 18.2). Pada peta anomali gaya berat (Gambar 18.2) terlihat adanya

anomali positif pada batas selatan cekungan. Di dalam cekungan juga terdapat beberapa anomali

yang menunjukkan rendahan dan tinggian. Rendahan dan tinggian ini merepresentasikan sub-

cekungan yang ada didalamnya.

Cekungan Jawa Barat Utara memiliki luas area 23.340 km2, dan tebal endapan sedimen

berdasarkan data isopach berkisar 2.000 – 4.500 m, dengan penebalan endapan ke selatan

cekungan.

Gambar 18.1 Lokasi Cekungan Jawa Barat Utara, kontur isopach, dan lokasi sumur pemboran.

Gambar 18.2 Peta anomali gaya berat (Pusat Survei Geologi, 2001).

18.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR

18.2.1 Tektonik Regional

Lempeng Paparan Sunda dibatasi oleh kerak samudera di selatan dan pusat pemekaran kerak

samudera di timur. Bagian barat dibatasi oleh kerak benua, dan tidak jauh ke selatan dibatasi

oleh batas pertemuan kerak samudera dan benua berumur Kapur (ditandai adanya Komplek

Mélange Ciletuh) dan telah tersingkap sejak umur Tersier. Sejak awal Tersier (Oligosen Akhir),

kerak samudera secara umum telah miring ke arah utara dan tersubduksi dibawah Dataran Sunda

(Hamilton, 1979).

Tektonik kompresi dan ekstensi dihasilkan oleh gaya tekan pergerakan Lempeng Indo-Australia

dan putaran Kalimantan ke utara, membentuk rift atau half-graben sepanjang batas selatan

Lempeng Paparan Sunda pada Eosen - Oligosen (Hall, 1997). Karakter struktur di daratan terdiri

atas perulangan struktur cekungan dan tinggian, dari barat ke timur, yaitu Tinggian Tangerang,

Cekungan Ciputat, Tinggian Rengasdengklok, Cekungan Pasir Putih, Tinggian dan Horst

Pamanukan-Kandanghaur, Sub-Cekungan Jatibarang, dan Cekungan Cirebon (Gambar 18.3).

Pola struktur batuan dasar di lepas pantai yang terbentuk termasuk Cekungan Sunda dan Asri,

Seribu Platform, Cekungan Arjuna, Tinggian F, Cekungan Vera, Eastern Shelf, Cekungan

Billiton, Busur Karimun Jawa, dan Bawean Trough. Beberapa bukti menunjukkan adanya

gabungan antara symmetrical sag dan half-graben pada tektonik awal pembentukan cekungan di

daerah Jawa Barat Utara.

Gambar 18.3 Kerangka struktur batuan dasar cekungan-cekungan di disekitar Jawa Barat Utara

(PERTAMINA-BPPKA, 1996).

18.2.2 Struktur Geologi

Bagian utara didominasi oleh struktur ekstensi, sedangkan struktur kompresi sedikit sekali.

Sesar-sesar yang terbentuk di cekungan yaitu sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara, utara dan

timurlaut yang membentuk rift dan beberapa cekungan pengendapan yang dikenal sebagai Sub-

Cekungan Arjuna Utara, Arjuna Tengah, dan Arjuna Selatan, serta Sub-Cekungan Jatibarang,

dan sesar-sesar geser menganan berarah timur-timurlaut.

Fase rifting pada Eosen-Oligosen, memiliki arah ekstensi utama berarah timurlaut-baratdaya

hingga barat-timur. Cekungan ini tidak terbentuk sebagai cekungan busur belakang, namun

sebagai cekungan pull-apart (Gambar 18.4). Hamilton (1979), menyebutkan adanya dua hal

yang dapat menjelaskan tersebut yaitu, pertama, arah ekstensi cekungan hampir tegak lurus

dengan zona subduksi saat ini, dan kedua, kerak benua yang tebal terlibat dalam pembentukan

struktur rift cekungan tersebut.

Gambar 18.4 Model pull-apart basin pola struktur Cekungan Jawa Barat Utara.

18.2.3 Tektonostratigrafi

Terdiri atas dua grup sedimen, yaitu syn-rift sedimen yang didominasi oleh non-marin/sedimen

darat, dan post-rift sedimen (sag) yang didominasi oleh sikuen endapan marin dan transisi.

Batuan dasarnya merupakan batuan dasar Pra-Tersier yang mewakili kerak benua Daratan

Sunda, terdiri atas batuan beku dan metamorf berumur Kapur atau lebih tua, juga endapan klastik

dan gamping yang terbentuk pada awal Tersier. Sebaran batuan dasar lebih didominasi oleh

granodiorit dan diorit di sebelah barat, batuan metamorf dan batuan volkanik di sebelah timurnya

(Gambar 18.5).

Gambar 18.5 Sebaran batuan dasar di daerah Jawa Barat Utara.

Endapan syn-rift (Paleosen?/ Eosen-Miosen Awal), diawali pengendapan Formasi Jatibarang (di

Cekungan Sunda, terendapkan Formasi Banuwati) yang dicirikan oleh perselingan volkanik-

klastik dan sedimen lakustrin. Selanjutnya (Oligosen-Miosen Awal) diendapkan secara tak

selaras Formasi Talangakar ekuivalen yang terdiri atas Anggota Zelda (Talang Akar bagian

bawah, berperan sebagai reservoir) dan Anggota Gita (Talang Akar bagian atas). Endapannya

didominasi oleh sedimen non-marin yang terdiri dari fluviatil batupasir, serpih, dan batubara

(serpih dan batubara dari Anggota Zelda menjadi sumber batuan induk).

Endapan Post-rift/sag basin fill (Miosen Awal-Plistosen), merupakan fase transgresif di daerah

Laut Jawa. Pada endapan post-rift tersebut diendapkan secara selaras batugamping Formasi

Baturaja ekuivalen dan batupasir (merupakan bagian atas dari Anggota Gita). Pengendapan

selanjutnya berupa endapan laut dangkal Formasi Cibulakan Atas dan Foramsi Parigi.

Pengendapan terakhir ialah Formasi Cisubuh yang berada dibawah endapan aluvial yang terjadi

hari ini.

18.3 STRATIGRAFI

Kerangka stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara didasari oleh batuan dasar Pra-Tersier yang

terdiri dari batuan beku dan metamorf, serta sedimen yang berumur Tersier Awal. Diatasnya

ditutupi oleh Formasi Banuwati yang tak selaras diatasnya. Formasi Banuwati ini sebanding

dengan Formasi Jatibarang yang ditemukan di sebelah timur cekungan. Selanjutnya diendapkan

Formasi Talang Akar Ekuivalen, dan Formasi Baturaja yang mencirikan berkurang atau

terhentinya aktifitas tektonik pada umur tersebut.

Di atas Formasi Baturaja diendapkan Formasi Gumai, lalu Formasi Air Benakat, dan terakhir

Formasi Cisubuh diendapkan sebelum endapan aluvial saat ini. Selain batuan tersebut didapati

pula beberapa batuan beku yang berhubungan dengan aktifitas tektonik yang terjadi di Pulau

Jawa.

18.3.1 Batuan Dasar

Terdiri atas batuan Pra-Tersier yang merepresentasikan kerak benua Daratan Sunda. Terdiri dari

batuan beku dan metamorf berumur Kapur dan lebih tua, juga batuan yang lebih muda yaitu

batugamping dan sedimen klastik Tersier Awal. Batuan metasedimen, batuan beku, dan meta-

batuan beku ini merupakan produk subduksi aktif selama Kapur dan Paleosen. Berdasarkan data

umur, metamorfisme regional berakhir pada Kapur Akhir, sedangkan deformasi, pengangkatan,

dan erosi terus berlangsung hingga Paleosen.

18.3.2 Formasi Banuwati

Berumur Eosen-Oligosen, diendapkan pada early rift-fill aluvial dan fluviatil, later marginal-

lacustrine, fluvial, delta, dan turbidit. Terjadi progradasi menjadi lingkungan laut dalam ketika

fasies lakustrine sedang diendapkan.

Formasi ini sebanding dengan Formasi Jatibarang yang terdiri atas endapan volkanik. Formasi

Jatibarang menutupi secara tidak selaras batuan dasar Pra-Tersier. Terdiri atas tufa yang

berselingan dengan batuan ektrusif gunung api, dengan ketebalan lebih dari 1.200 m dan

umumnya menipis ke arah barat Sub-Cekungan Jatibarang. Tufa yang terekahkan merupakan

reservoir bagi minyak dan gas di daerah tersebut.

18.3.3 Formasi Talang Akar Ekuivalen

Formasi ini dibagi atas Anggota Zelda (Oligosen) dan Anggota Gita (Miosen). Stacked

sandstone sungai teranyam, distributary channel, dan fasies point bar yang menunjukkan pola

fluvial channel mengasar ke atas yang berbeda pada bagian bawah Anggota Zelda hingga

endapan amalgamated channel pada bagian atasnya. Mineral kaolinit yang terbentuk selama

diagenesa, semakin dalam semakin menyumbat rongga pori pada kedalaman sekitar 2.438,4 m.

Anggota Gita memiliki umur yang lebih muda ke arah utara, mengindikasikan transgresi laut

yang bergerak dari selatan ke utara. Batuannya terdiri dari batupasir distributary channel,

butirnya menghalus ke atas dan semakin ke atas berubah menjadi endapan laut.

18.3.4 Formasi Baturaja

Bagian bawah formasi ini terbentuk di atas paleotopografi berupa bukit atau lembah yang

terpotong dalam paparan dangkal (Park dkk., 1995 dalam Bishop, 2000). Seri Formasi Baturaja

merupakan terumbu dan karbonat lagoon yang berada di tepi Batuan Beku Pra-Tersier dan

Kepulauan Volkanik. Batugamping Formasi Baturaja bagian atas dan bawah, juga Batugamping

Gumai di lokasi ini terbentuk pada plunging platform yang berulang kali terendam dan

tersingkap.

Formasi Baturaja bagian atas terdiri dari batugamping yang terbentuk dalam kondisi highstand di

dalam interior platform yang dangkal, dengan sirkulasi air terbatas. Batuannya terdiri dari sikuen

wackestone yang selanjutnya ditutupi oleh packstone dan rudstone dengan runtuhan koral dan

berkurangnya kandungan lempung. Bagian atas setiap sikuennya menunjukkan peningkatan

porositas, bukti bahwa batugamping ini pernah tersingkap, diindikasikan pada bagian atas tiap

sikuen, dan diagenesa pada lingkungan vadose hadir pada bagian atas batas kontak dengan

Formasi Gumai (Wicaksono dkk., 1995).

18.3.5 Formasi Gumai

Terdiri atas dua anggota utama, yaitu Anggota Serpih dan Anggota Batugamping. Formasi

Gumai pada Miosen Awal menunjukkan adanya periode transgresi yang diakhiri dengan

pengendapan serpih secara regional. Sedangkan Batugamping Gumai hadir sebagai karbonat

tumbuh (buildup) di sebelah tenggara cekungan. Terdiri atas empat siklus batuan laut dalam

hingga dangkal, hanya batuan tertua yang terindikasi pernah tersingkap ke permukaan. Menurut

Wicaksono dkk (1995), fase pelarutan yang tersebar luas diakibatkan oleh pencucian platform

karbonat oleh air meteorik sebelum pengendapannya berakhir.

18.3.6 Formasi Air Benakat

Berupa sikuen batulempung berumur Miosen Tengah. Batuannya terdiri atas serpih dengan

beberapa perselingan batupasir dan batugamping, yang diendapkan pada lingkungan paparan

dalam hingga luar. Beberapa lapisan batupasir dan batugamping menjadi reservoir minyak dan

gas di dearah tersebut.

18.3.7 Formasi Cisubuh

Formasi ini berumur Miosen Akhir – Kuarter, terdiri dari serpih dengan sedikit perselingan

batupasir, konglomerat, dan sisipan serpih karbonatan pada bagian bawah, dan bagian atasnya

terdiri dari endapan volkanik muda dan aluvial (berumur Kuarter).

18.3.8 Batuan Beku

Terbentuk dalam beberapa periode dan berhubungan dengan mekanisme subduksi yang terjadi di

selatan Jawa. Pertama ialah magmatisme berumur Kapur Akhir – Paleogen, dilanjutkan dengan

magmatisme andesitik yang berlangsung hingga Eosen Awal. Selanjutnya ialah magmatisme

Pliosen berupa basalt alkali, dan hadir sebagai sill atau korok ataupun sebagai gunung api.

Gambar 18.6 Kolom stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara.

Dari penampang sesimik yang ada (Gambar 18.7), bentuk cekungan ini umumnya berupa graben-graben kecil di dalam beberapa

half-graben besar.

Gambar 18.7 Penampang seismik Cekungan Jawa Barat Utara; penampang A-B (PERTAMINA-BEICIP, 1992), penampang C-D dan

E-F (Anadarko, 2003).

18.4 SISTEM PETROLEUM

18.4.1 Batuan Induk

Terdiri atas batuan dari bagian atas Formasi Jatibarang, Anggota Cibulakan Bawah (Formasi

Talang Akar), Anggota Cibulakan Tengah (Formasi Baturaja). Formasi Baturaja juga dapat

bertindak sebagai batuan induk mengingat kandungan material organik yang cukup, meskipun

nilai HI rendah. Hal ini juga didukung oleh Napitulu dkk (1997) yang menyebutkan adanya

minyak dari karbonat yang ditemukan dalam sumur NWJ-1 dan NWJ-2.

18.4.2 Batuan Reservoir

Berupa batupasir tufa-volkanik Formasi Jatibarang, batupasir delta Anggota Cibulakan Bawah

(Formasi Talang Akar) dan batupasir delta Anggota Cibulakan Atas. Batugamping Formasi

Baturaja, Formasi Gumai, dan Formasi Parigi ditemukan di dalam dua sumur pemboran di

daerah Jatibarang.

18.4.3 Perangkap

Terdiri dari perangkap struktur berupa antiklin, sesar-antiklin, dan sesar. Juga didapati perangkap

stratigrafi, yaitu berupa perubahan fasies dan batugamping, ketidakselarasan dan pembajian.

18.4.4 Batuan Penyekat

Terdiri dari serpih Formasi Gumai dan Formasi Air Benakat, dan batulempung Formasi Cisubuh.

18.5 KONSEP PLAY REGIONAL

Play konsep untuk cekungan ini dapat dilihat pada Gambar 18.8 dan Tabel 18.1.

Gambar 18.8 Play konsep Cekungan Jawa Barat Utara (PERTAMINA-BEICIP, 1992).

Tabel 18.1 Play konsep Cekungan Jawa Barat Utara (PERTAMINA-BEICIP, 1992).

TypeTYPE

COMMENTSAGE FORMATION LIHOLOGY TRAP

1 PLIOCENE-MIOCENE

CISUBUH CARBONATE STRATIGRAPHIC STRUCTURAL

Submarine fan (turbidites). Negative factor: low porosities. Potential: not

proven play

2 LATE-MIDDLE MIOCENE

PARIGI CARBONATE REEF Fault act as migration pathways

3 MIDDLE MIOCENE PRE-PARIGI CARBONATE REEF Fault act as migration pathways4 MIDDLE MIOCENE MID-MAIN SANDSTONE REEF Associated to basement highs

5EARLY-MIDDLE

MIOCENE MASSIVE/MAIN CARBONATEDRAPE OR TILTED

FAULT BLOCK

6 EARLY MIOCENE BATURAJA CALCARENITE REEF Associated to basement highs

7 EARLY MIOCENE BATURAJA EQ. SANDSTONE STRATIGRAPHIC STRUCTURAL

Fans in the slope/ basin area of BRF carbonate platform

8 EARLY MIOCENE UPPER TAF SANDSTONE FOLD Upthrusted block

9 EARLY MIOCENE UPPER TAF SANDSTONE TILTED FAULT BLOCK

10 EARLY MIOCENE UPPER TAF SANDSTONE STRATIGRAPHIC Point bars/ channels/ crevasse splays11 EARLY MIOCENE UPPER TAF SANDSTONE DRAPE Draping over basement highs12 EARLY MIOCENE UPPER TAF SANDSTONE ROLL OVER FAULT

13 EARLY MIOCENE UPPER TAF SANDSTONE STRATIGRAPHIC onlaps and pinchouts against

basement

14 OLIGOCENE LOWER TAF SANDSTONE STRATIGRAPHIC onlaps and pinchouts against

basement

15 OLIGOCENE LOWER TAF SANDSTONE TILTED FAULT BLOCK

16 OLIGOCENE BANUWATISANDSTONE

CONGLOMERATE STRATIGRAPHIC Alluvial fan (proven play)

17 OLIGOCENE JATIBARANG VOLCANICLASTICS TILTED FAULT BLOCK

Negative factor: discontinuous and generally poor reservoir

18 PRE TERTIARY BASEMENT Fractured/ weathered basement

rocks (potential play)

19 OLIGOCENE TAF SANDSTONE STRATIGRAPHIC STRUCTURAL

Drapping, onlaps and pinchouts of TAF sandstone over or againts basement highs. Critical factor:

Presence and quality of source rocks.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. van, 1949. The Geology of Indonesia, Martinus Nijhoff The Hague,

Netherlands.

Napitupulu, H., Mitteler, Richard M., Molelos-Gamia, J.A., 1997, Differentiation Of Oils From

The Nw Java Basin Into Three Oil Types Based On Biomarker Composition,

Proceedings Of The Petroleum Systems Of Se Asia And Australasia Conference,

Indonesian Petroleum Association.

PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1992, Global Geodynamics, Basin Classification and

Exploration Play-types in Indonesia, Volume I, PERTAMINA, Jakarta.

Wright, A.V.R., 1995, Seismic Atlas of Indonesian Oil and Gas Fields: Vol. II: Java,

Kalimantan, Natuna, Irian Jaya, MAXUS SE Sumatra, Inc.