142429442-1

Upload: bonneame

Post on 14-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEFINISISyok Kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism berasal akibat gangguan fungsi pompa jantung.Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)Syok kardiogenik adalah kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.Syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena disfungsi ventrikel kanan atau kiri, atau kedua-duanya. Kurangnya keadekuatan dari fungsi pemompaan menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan kegagalan sirkulasi. Ini terjadi kira-kira sekitar 6-10% pada pasien dengan infark miokard akut, dan ini merupakan penyebab utama kematian dengan MI ini. Rata-rata kematian pada syok kardiogenik ini telah dikurangi dengan terapi revaskularisasi awal sekitar 50-60%.Syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak cukup untuk mendistribusi bahan-bahan makanan dan pengambilan sisa-sisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok disebabkan oleh tidak adekuatnya perfusi jaringn akibat dari kerusakan fungsi ventrikel ini.Syok Kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, berasal akibat gangguan fungsi pompa jantung.Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)B. ETIOLOGI1. Gangguan kontraktilitas miokardium.2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik.3. Infark miokard akut ( AMI),4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.5. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).6. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya ).7. Penyakit katup jantungSyok kardiogenik bisa disebabkan oleh iskemia ventrikular primary, masalah struktural dam disritmia. Penyebab paling utama adalah infark miokard akut yang menyebabkn kehilangan 40% atau lebih fungsi miokardium. Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah salah satu infark miokard besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kuulatif sebagai akibat dari beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark miokard pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya. Masalah struktural pada sistem kardiopulmonari dan disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik. Jika mereka mengganggu aliran darah ke jantung.C. TANDA dan GEJALAa. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)b. Hipoperfusi jaringanc. Keadaan mental tertekan/depresid. Anggota gerak teraba dingine. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).f. takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit)g. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90110 kali/menith. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHgi. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)j. Distensi vena jugularisk. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.l. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.m. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut

D. PATOFISIOLOGISyok kardiogenik merupakan akibat dari terganggunya kemampuan ventrikel untuk memompa darah keseluruh tubuh, dimana menyebabkan penurunan di SV dan peningkatan didalam darah ventrikel kiri dan berakhir pada systol. Penurunan di SV mengakibatkan penurunan pada CO, yang mana menyebabkan penurunan suplai oksigen seluler dan ketidakefektifan perfusi jaringan. Biasanya, kinerja miokard menurun sebagai kompensasi vasokonstriksi yang meningkatkan miokardial afterload dan tekanan darah rendah sehingga memperburuk MI.

E. KOMPLIKASIa. Cardiopulmonary arrestb. Disritmic. Gagal multisistem organd. Strokee. Tromboemboli

F. PEMERIKSAAN DIAGNOTIKa. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.b. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.c. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.d. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.e. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.f. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.g. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.h. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.i. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

G. MANAJEMEN PENATALAKSANAANa. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.b. Berikan oksigen 8 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 120 mmHgc. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.e. Bila mungkin pasang CVP.f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.HENTI JANTUNG-->A. Pengertian Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi.Ada2 tipe henti jantung, yaitu:- Cardiac standstill (Asistole)- Fibrilasi ventrikel

B. Tanda dan Gejala1. Ketidaksadaransering terjadi sebagai kolaps yang tiba-tiba.2. Tidak ada denyut nadi yang terabarasakan baik untuk denyut karotis/ femoral3. Apnea/ gerakan nafas tidak efektif (henti nafas)4. Pupil dilatasi/ setelah 40 detik paska kolaps, pupil dilatasi. Pupil dilatasi maksimal menandakan sudah terjadi 50% kerusakan otak irreversible.5. Kulit keabuan/ putih/ sianosis (biru). Tanda-tanda di atas menunjukkan pasien mati secara klinis. Jika ventilasi dan sirkulasi tidak dimulai dalam waktu 3 menit, kematian biologis (kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi) akan terjadi.

C. Etiologi1. Infark miokard akut Karena fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.2. Emboli paru Karena penyumbatan aliran darah paru3. Aneurisma disekans Karena kehilangan darah intravaskuler.4. Hipoksia, asidosis Karena gagal jantung/ kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan syaraf pusat.5. Gagal ginjal Karena hiperkalemiaE. Penatalaksanaan1. RJP (Resusitasi Jantung Paru) Adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas/ henti jantung atau (yang dikenal dengan istilah kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.a. kontraindikasi orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis mati lebih dari 5 menit.b. tahap-tahap resusitasi Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap tahap dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disusun menurut abjad:1. Pertolongan dasar (basic life support)- Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap terbuka dan bersih.- Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara adekuat.- Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung.2. Pertolongan lanjut (advanced life support)- Drug & fluid, yaitu pemberian obat-obat dan cairan- Elektrocardiography, yaitu penentuan irama jantung- Fibrillation treatment, yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel3. pertolongan jangka panjang (prolonged life support)- Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung paru, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya penderita diselamatkan dan diteruskan pengobatannya.- Human mentation, yaitu penentuan kerusakan otak dan resusitasi cerebral.- Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang.

Gambaran Umum.1. Henti jantung adalah keadaan klinis di mana curah jantung secara efektif adalah nol. Meskipun biasanya berhubungan dengan fibrilasi ventrikel, asistole atau disosiasi elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan oleh disritmia yang lain yang kadang-kadang menghasilkan curah jantung yang sama sekali tidak efektif. Ini meliputi bradikardi yang hebat dan takikardi ventrikuler.

2. Untuk sebagian besar henti jantung, rencana evaluasi dan pengobatan harus mengikuti prinsip-prinsip dan detail-detail yang dipaparkan pada bagian ini. Namun, pada kasus-kasus yang khusus, obat-obatan atau prosedur operasi spesifik merupakan penyelamat hidup, jika diberikan atau dilaksanakan dengan segera. Ini berarti bahwa setiap kasus henti jantung harus dievaluasi terhadap penyebab-penyebab yang relatifjarang tetapi secara terapeutik dapat dipertanggungjawabkan. Ini meliputi hal-hal di bawah ini:a. Overdosis dan opiat atau propoksifen (Darvon) perlu diberikan nalokson 0,8 mg secara IV.b. Overdosis dan antidepresan trisiklik memberikan gambaran sebagai takidisritmia yang non perfusi, perlu diberikan fisostigmin 2 mg secara IV.c. Emboli paru yang masif perlu diberikan heparin 5000 unit secara IV, segera dan pertimbangkan selanjutnya untuk embolektomi.d. Tamponade perikard perlu dilakukan perikardiotomi terbuka atau dengan jarum.e. Pneumothorax tension perlu segera dilakukan dekompresi dengan jarum dan insersi tabung pada dada.f. Hipotermia perlu diberikan penghangatan kembali.

3. Setiap tim resusitasi henti jantung harus mempunyai satu orang yang berperan sebagai pimpinan. Agar pasien mendapat penanganan sebaik-baiknya, klinikus ini harus memberikan semua medikasi dan prosedur, dan menerima semua informasi laboratorium untuk mengambil keputusan klinis.

4. Setiap resusitasi henti jantung merupakan suatu rangkaian kejadian yang kompleks, banyak tindakan yang harus dilakukan secara simultan. Secara keseluruhan setiap aspek harus diteliti dengan cermat untuk meyakini bahwa resusitasi sedan dilaksanakan dengan se-. efektif mungkin. Khusus untuk hal-hal di bawah ini harus dilakukan:a. Evaluasi yang sering terhadap membran mukosa dan ekstremitas, auskultasi paru, dan kadang-kadang rontgen dada apabila ada indikasi, untuk mengecek ventilasi dan oksigenasi.b. Perhatikan teknik kompresi jantung dan adanya denyutan femoral yang teraba yang ditransmisikan oleh kompresi jantung tersebut.c. Pengukuran gas darah arteri untuk mengidentifikasi adanya hi-poksemia, hiperkarbia, asidosis atau alkalosis.d. Ulangi evaluasi terhadap riwayat klinis dan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi penyebab dasarnya sehingga dapat dilakukan terapi spesifik.

5. Pada sebagian besar keadaan tindakan kompresi jantung tertutup adalah efektif. Kadang-kadang berhubung dengan penyebab spesifik atau apabila teknik resusitasi kardiopulmonar sudah adekuat tetapi tidak ada denyutan femoral atau karotis yang teraba, torakotomi darurat dan masase internal jantung harus dipertimbangkan. Situasi ini biasanya paling sering timbul pada kasus-kasus di bawah ini:

a. Henti jantung traumatik sekunder akibat dari:(1) Luka tembus jantung.(2) Tamponade jantung yang tidak responsif terhadap tindakan perikardiosentesis.(3) Trauma hebat yang masif pada daerah toraks.(4) Trauma tumpul pada dada dengan kecurigaan adanya ruptur dari atrium, ventrikel atau aorta.

b. Hipotermia hebat dengan fibrilasi ventrikel. (denyutan dapat dirasakan dengan RJP) dan tidak ada by pass kardiopulmonar, yakni diperlukan adanya penghangatan kembali secara langsung terhadap jantung.

c. Perdarahan masif yang tidak responsif terhadap terapi pengganti cairan dan darah, yakni jepitan silang terhadap aorta desendens.

d. Bentuk-bentuk abnormal yang menghalangi efektifitas tindakan masase dada eksternal:(1) Pasien emfisematous dengan dada berbentuk tabung (barrel chest).(2) Pektus karinatum yang hebat.(3) Kifoskoliosis yang hebat.

e. Syok elektrik dengan fibrilasi ventrikel yang refrakter. Denyutan sering didapat dengan RJP.

6. Keputusan untuk menghentikan tindakan resusitasi henti jantung terletak pada ketua tim penolong dan dokter yang merawat si pasien (jika dokter yang merawat ada). Meskipun setiap keputusan adalah individual, di dalam literatur kedokteran terdapat banyak sekali bukti-bukti yang menyatakan bahwa pada keadaan-keadaan di bawah ini terdapat indikasi kuat untuk menghentikan resusitasi, dikarenakan probabilitas yang sangat kecil untuk berhasilnya tindakan tersebut.a. Indikasi.(1) Tidak terabanya denyut nadi dan apnea selama lebih dari 10 menit sebelum dimulainya tindakan RJP.(2) Tidak terdapat respons klinis sesudah lebih dari 30 menit advanced cardiac life support (ACLS), termasuk di sini yang dilakukan di luar rumah sakit.(3) Tidak terdapat aktivitas ventrikel pada EKG, yakni asistole yang persisten sesudah lebih dari 10 menit tindakan ACLS.(4) Sebelumnya terdapat penyakit dengan stadium terminal seperti kanker stadium terminal dan penyakit jantung stadium terminal.

b. Pengecualian.Keadaan hampir tenggelam, hipotermia dengan berbagai sebab dan trauma dengan perdarahan, terutama pada orang- orang muda. Pada keadaan-keadaan demikian, tindakan resusitasi harus dilakukan secara agresif dan terapi spesifik seperti disebutkan sebelumnya harus dimulai secepatnya.

B. Evaluasi dan pengobatan.1. Konfirmasikan keadaan yang tidak responsif. Pada keadaan trauma, kurangi seminim mungkin risiko cedera vertebra servikal. Mintalah bantuan!

2. Pertahankan jalan napas dengan memakai manuver kepala tengadah dagu diangkat, karena korban dengan henti jantung mungkin terjatuh dan menderita cedera leher. Apabila teknik kepala tengadahdagu diangkat tidak berhasil, gunakan tehnik mendorong dagu atau manuver kepala tengadah leher diangkat untuk mempertahankan jalan napas yang adekuat (Gambar 3-1 sampai 3-4). Periksalah mulut dengan cepat, bersihkan setiap makanan yang ada, muntahan atau gigi palsu.

3. Usahakan pemberian 2 kali pernapasan buatan secara cepat dan pastikan bahwa dadanya bergerak dengan tepat; jika tidak terjadi gerakan, lakukan manuver untuk menghilangkan obstruksi jalan napas.a. Sekali lagi, periksa mulut pasien untuk melihat adanya benda asing dan gigi palsu yang longgar dengan cara menyapu menggunakan jari tangan.

b. Pemeriksaan secara langsung daerah faring dan laring dapat menemukan adanya benda asing yang dapat di rai h dengan forsep McGill.

c. Berikan 4 dorongan pada abdomen dengan berlutut di samping paha korban atau duduk mengangkanginya dan lakukan dorongan yang terpusat pada daerah epigastrium untuk wanita yang gemuk atau korban yang hamil, berikan 4 dorongan pada dada dengan meletakkan satu telapak tangan pada masing-masing sisi dari bagian bawah dada anterior dan lakukan dorongan ke posterior. Periksa mulut dan usaha ventilasi sebagai bukti adanya perbaikan obstruksi jalan napas. Ulangi beberapa kali sebanyak yang dibutuhkan. Jika tidak ada perbaikan ulangi seperti di atas sampai obstruksinya dapat diatasi.

d. Apabila tidak berhasil lakukan di bawah ini: Balikkan si korban ke arah anda dan berikan 4 backslaps di antara kedua bahu.Periksalah mulut dengan cara menyapu menggunakan jari dan usahakan ventilasi.

e. Terakhir kali, kalau semua usaha gagal krikotirotomi harus dilaksanakan. Prosedur ini jauh lebih efektif dan aman dibandingkan dengan trakeostomi pada keadaan ini. Trakeostomi dapat dilakukan sesudahnya sebagai tindakan elektif, apabila diperlukan lobang trakea yang lebih permanen. .

f. Mulai RJP dan saat anggota tim tiba, delegasikan tanggung jawab untuk penatalaksanaan jalan napas, intepretasi EKG dan pemberian obat-obatan.

g. Pertahankan kontrol jalan napas sbb:(1) Teruskan pernapasan mulut ke mulut atau mulut ke masker ventilasi sampai tersedianya kantong masker yang baik.

(2) Intubasi trakea tidak diperlukan dengan segera, karena pada sebagian besar keadaan, kantong masker ventilasi yang berkatup sudah adekuat untuk memperbaiki oksigenasi. Intubasi trakea dapat dilakukan hanya apabila terdapat orang yang ahli mengenainya. Setiap usaha harus dibatasi sampai 30 detik, dan usaha yang gagal harus dilanjutkan segera dengan kantong ventilasi masker berkatup untuk mengurangi hipoksia. Panjang tabung harus diperhatikan untuk menghindari intubasi bronkus utama kanan. Tabung endotrakeal harus diimobilisasi dengan aman memakai plester perekat.

(3) Pada pasien-pasien dengan trauma, penanganan harus sebaik mungkin untuk mengurangi risiko terjadinya trauma pada vertebra servikalis, pada waktu intubasi dilakukan. Traksi servikal in line dibutuhkan.

h. Pasanglah infus, bersamaan itu lakukan intepretasi EKG, sebab defibrilasi yang cepat merupakan tindakan yang menyelamatkan jiwa (Iihat selanjutnya). Infus dengan mempergunakan jarum yang besar harus dipasang seawal mungkin dan jika memungkinkan alat pemantau tekanan harus dimasukkan sampai ke sirkulasi sentral. Vena-vena ekstremitas termasuk vena femoralis harus dicoba. Vena subklavia dan vena jugularis eksternaatau interim harus dicoba untuk dimasukkan dengan alat pemantau tekanan sesudah jalan napas aman atau jika sirkulasi belum terkoreksi sesudah pemberian obat-obatan melalui vena perifer. Pada stadium ini suatu alat pemantau tekanan melalui salah satu rute-rute ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk tetapi selanjutnya. Injeksi intrakranial harus dihindari, karena risiko terjadinya laserasi A. Coronaria dan kecenderungan terjadinya disritmia yang sulit diatasi sebagai akibat dari tindakan yang kurang hati-hati menyuntikkan obat secara Iangsung ke dalam miokardium. Instalasi obat-obatan ke dalam trakea melalui tabung endotrakeal merupakan alternatif yang efektif, apabi la keadaan tidak memungkinkan untuk memasang rute intravena secara cepat. Obat-obatan harus dengan volume antara 5-10 ml dan dosis awal dari epinefrin, lidokain, dan atropin adalah mirip dengan dosis yang diberikan secara IV, tetapi dosis selanjutnya harus ditakar lebih rendah. Obat-obatan ini harus disuntikkan ke dalam tabung endotrakeal dengan mempergunakan kateter CVP atau jarum panjang, diikuti dengan pemberian besar-besaran. Akhir-akhir ini tidak ada bukti tentang kemanjuran dari obat henti jantung yang lain yang diberikan melalui rute endotrakeal. Area sublingual, jaringan yang sangat vaskular, harus dipertimbangkan sebagai tempat pemberian obat-obatan ini. Dosis IV harus digunakan. Pemberian Natrium bikarbonat harus dipertimbangkan hanya sesudah terapi obat spesifik pada permulaan telah diberikan tanpa perbaikan dari sirkulasi. Dosis permulaan adalah 1 mg/kg. Dosis selanjutnya didasarkan atas hasil analisa gas darah arterial. Apabila hasil analisa ini tidak dapat diperoleh, natrium bikarbonat dapat diberikan setiap 10-15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal.

i. Tentukan irama EKG dengan menggunakan penilai cepat pada alat defibrilator jika tersedia atau pengamat EKG standar. Pengobatan tergantung irama dari jantung.

(1) Fibrilasi ventrikel (FV).

a. Berikan energi sebanyak 200 joule dengan segera. Jika tidak berhasil, berikan kejutan kedua sebanyak 200-300 J dengan segera, dan jika perlu berikan ketiga kalinya sampai 360 J. Berikan 0,5-1 mg epinefrin secara IV jika tindakan defibrilasi tidak berhasil. Pada henti jantung yang tidak terawasi pertimbangkan dahulu natrium bikarbonat. Sesudah pemberian epinefrin dan bikarbonat ulangi tindakan defibrilasi. Pemberian natrium bikarbonat tambahan harus didasarkan atas hasil analisa gas darah arterial. Pada kasus henti jantung di luar Rumah sakit, berikan setengah dari dosis awal setiap 10-15 menit. Epinefrin dapat diulang setiap 5 menit atau dapat lebih sering.

b. Jika fibrilasi ventrikel dapat diatasi, lakukan reevaluasi pasien secara hati-hati untuk mencari hipoksia yang belum diketahui yang berhubungan dengan pneumotoraks, peletakkan tabung endotrakeal yang tidak benar atau hipovolemi, dan lakukan koreksi ketidakseimbangan asam basa. Jika tidak berhasil, cobalah obat-obatan ini dan lakukan tindakan defibrilasi sesudah setiap obat ini diberikan:(i) Lidokain I mg/kg berat badan secara IV bolus dan ulangi tindakan defibrilasi. Jika tidak berhasil, ulangi bolus dan pertahankan infus rumatan pada dosis 1-4 mg/menit.(ii) Bretilium, 5 mg/kg secara IV bolus, dan ulangi tindakan defbrilasi.(iii) Prokainamid 100 mg secara IV bolus selama I menit, 200 mg selama 5 menit sampai tercapai suatu loading dose sebesar 1 gram, dan ulangi tindakan defibrilasi.(iv) Propanolol 1-5mg dengan dosis 1 mg/menit secara IV dan ulangi tindakan defibrilasi.(v) Atropin 1 mg secara IV, ulangi tindakan defibrilasi.

(2) Asistole ventrikel (AV).

a. Konfirmasikan pada 2 lead EKG. Jika meragukan obati sebagai FV.b. Berikan epinefrin 0,5-1 mg secara IV bolus. Jika rute IV perifer tidak tersedia gunakan rute sublingual IV atau berikan kedalam trakea dan berikan ventilasi secara besar-besaran. Apabila tersedia aktifkan alat pacu jantung per kutaneus. Jika tidak efektif, lakukan di bawah ini.c. Berikan Atropin 1-2 mg secara IV bolus.d. Pertimbangkan pemberian natrium bikarbonat 1 mEq/kg, terutama jika henti jantung itu tidak terawasi atau kejadian berlarut-larut.e. Sangat jarang suatu alat pacu jantung transvena dapat merestorasi ke suatu irama efektif.

(3) EMD.

a Dicirikan dengan suatu kompleks EKG yang terorganisir dengan tanpa adanya bukti-bukti aksi pemompaan mekanis, yakni untuk mengesampingkan tamponade perikardial, tension pneumotoraks, hipovolemia, asidosis yang berat dan emboli paru.b Berikan epinefrin 0,5-1 mg secara IV.c Pertimbangkan natrium bikarbonat 1 mEq/kg.d Jika EKG memperlihatkan irama idioventrikuler di mana tidak terdapat gelombang P dan terdapat QRS yang lebar dan aneh, pertimbangkan pemberian atropin 1 mg secara IV.

Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest)Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT),pulseless electrical activity(PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/Basic Life Supportdan bantuan hidup lanjutan/Advanced Cardiovascular Life Support(ACLS) (American Heart Association(AHA), 2005).Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA.The American Heart Association(AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:1. Sesegera mungkin memanggil bantuanEmergency Medical Service(EMS) atau tenaga medis terdekat.2. Sesegera mungkin melakukan RJP3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi4. Sesegera mungkin dilakukanAdvanced Life Supportdiikuti oleh perawatan postresusitasi.Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

Gambar . Algoritma BLS untuk dewasa

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas,Breathing/ usaha nafas,Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung, contoh: kamu tidak apa-apa?; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil banttuan dengan menelepon nomoremergencyterdekat.

AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:1. Gunakantriple maneuver(head tilt-chin lift maneuveruntuk membuka jalan nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan teknikJaw-thrusttanpa ekstensi leher.3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas denganfinger swabatausuctionjika ada.

BREATHING (Cek pernafasan)Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain: Cek pernafasan dilakukan dengan caralook(melihat pergerakan pengembangan dada),listen(mendengarkan nafas), danfeel(merasakan hembusan nafas) selama 10 detik. Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasigaspingpada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang). Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml). Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunancardiac outputsehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saatprolonged VF SCA3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada. Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada. Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid). -Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada.

CIRCULATIONBeberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru:

Kompresi yang efektif diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa+100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks). Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong). Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi daricardiac arrest. Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (citTucker, 1994). -Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik melebihi CPR standar (citSwensen 1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasildari studi pada manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien dengancardiac arrest.Selain bantuan hidup dasar/Basic Life Support, dalam penanganancardiac arrestjuga memerlukan bantuan hidup lanjutan/Advanced Cardiovascular Life Support(ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/Advanced Cardiovascular Life Support(ACLS) untukpulseless arrest:

Gambar . Algoritma ACLSProtap Penanganan Pasien Henti JantungPengertianHenti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan pasien tidak sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi.Pada keadaan seperti ini kesepakatan diagnostis harus ditegakkan dalam 3 4 menit.Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak.Harus dilakukan resusitasi jantung paru.

TujuanSebagai acuan dalam penanganan pasien henti jantung

KebijakanPenanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien / mengembalikan fungsi cardiovascular.

Prosedur1.Tahap I :1.1.Berikan bantuan hidup dasar1.2.Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.1.3.Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.1.4.Jika nadi tidak teraba :1.4.1.Satu penolong : tiup parukali diselingi kompres dada 30 kali.1.4.2.Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.2.Tahap II :2.1.Bantuan hidup lanjut.2.2.Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.2.3.Langkah berikutnya :2.3.1.Berikan adrenalin 0,5 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan.Dapat diberikan Bic Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu.Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.2.3.2.Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock.2.3.3.Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.2.3.4.Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.3.Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.4.Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.