111524907 paper essay kelp 8

46
TUGAS SEMINAR AKUNTANSI PAPER ESSAY “PERSEDIAAN DAN MANAJEMEN PERSEDIAAN” Oleh Kelompok 8 (sesi pagi) Anggota : Ifani Al Imami (0910531002) Anita Fitri Tanjung (0910532062) Gesty (0910533124) 1

Upload: dnov-funz

Post on 27-Sep-2015

229 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

abc

TRANSCRIPT

TUGAS SEMINAR AKUNTANSI

PAPER ESSAY

PERSEDIAAN DAN MANAJEMEN PERSEDIAAN

Oleh Kelompok 8 (sesi pagi)

Anggota :

Ifani Al Imami (0910531002)

Anita Fitri Tanjung (0910532062)

Gesty (0910533124)

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Andalas

2012

Daftar Isi

Daftar Isi2

Bab 1

1.1 Pendahuluan3

1.2 Rumusan Masalah 4

Bab 2

2.1 pengertian persediaan 5

2.2 sifat-sifat, fungsi, dan tujuan persediaan 6

2.3 jenis-jenis persediaan 7

2.4 faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persediaan 10

2.5 tujuan dan metode penilaian persediaan 11

2.6 faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan17

2.7 metode pencatatan persediaan 19

2.8 manajemen persediaan 20

2.9 pengaplikasian manajemen persediaan 25

Bab 3 : kesimpulan 28

Daftar pustaka 30

BAB 1

1.1 PENDAHULUAN

Tujuan utama dari suatu usaha adalah mencari laba sebanyak-banyaknya.Dalam mencari laba ini,perusahaan melakukan penjualan barang dagang dan jasa yang merupakan sumber utama pendapatan usaha,baik itu perusahaan jasa,dagang,maupun manufaktur.Untuk itu perusahaan sebagai unit usaha harus dapat mengelola sumber-sumber yang memiliki nilai ekonomis yang terdapat di dalam perusahaan.Hal ini tentunya juga melibatkan peranan pihak manajemen perusahaan untuk membuat kebijakan-kebijakan dalam mengelola sumber daya tersebut untuk mencapai tujuan perusahaan.

Salah satu sumber daya di dalam perusahaan adalah persediaan. Persediaan biasanya merupakan jumlah yang relatif besar dari aktiva lancar atau bahkan dari seluruh aktiva perusahaan. Di dalam perusahan dagang dimana perusahaan membeli barang untuk dijual kembali, maka pengelompokan persediaan hanya pada persediaan barang dagang dan persediaan perlengkapan. Sedangkan pada perusahaan manufaktur dimana perusahaan mengolah bahan baku menjadi barang jadi, maka persediaan dikelompokkan pada persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi, persediaan bahan penolong dan persediaan perlengkapan.

Persediaan barang dagang merupakan aktiva yang paling aktif perputarannya dalam sebuah perusahaan dagang karena secara terus menerus terjadi transaksi pembelian dan penjualan atas barang tersebut. Oleh karenanya, persediaan memerlukan perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan yang baik agar tidak terjadi kekurangan persediaan yang dapat mengakibatkan aktivitas perusahaan tersebut terganggu.

Adanya persediaan yang cukup untuk melayani permintaan pelanggan atau untuk keperluan produksi, merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan. Jika terjadi penumpukan persediaan dalam jumlah yang berlebihan yang disebabkan oleh buruknya perputaran persediaan akan menimbulkan resiko dalam penyediaan dana atau modal kerja, peningkatan biaya penyimpanan, biaya pemeliharaan, biaya kesempatan dan resiko kerusakan persediaan.

Pada umumnya hampir dapat dipastikan bahwa tidak semua barang yang dibeli atau diproduksi dalam suatu periode akuntansi dapat dijual dalam periode yang sama. Hal inilah yang menjadi faktor utama penyebab timbulnya masalahmasalah akuntansi terhadap persediaan. Persediaan yang dimiliki harus dapat dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) yang akan dilaporkan dalam laba rugi dan mana yang masih belum terjual yang akan menjadi persediaan dalam neraca.

Menurut Harnanto (2002 : 223) tujuan pokok akuntansi terhadap persediaan adalah untuk:

1. Menentukan laba rugi periodik (income determination) yaitu melalui proses mempertemukan antara harga pokok barang dijual dengan hasil penjualan dalam suatu periode akuntansi; dan

2. Menentukan jumlah persediaan yang akan disajikan di dalam neraca. Dalam hal ini disamping adanya penggolongan persediaan sesuai dengan jenisnya juga sangat penting artinya masalah penilaian (inventory valuation) terhadap persediaan itu sendiri.

Begitu pentingnya peranan persediaan sehingga kesalahan akuntansi terhadap persediaan baik pencatatan maupun pengolahannya, secara langsung akan berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan yakni laporan laba rugi dan neraca untuk tahun berjalan maupun tahun berikutnya. Hal ini disebabkan karena persediaan pada akhir periode merupakan persediaan pada awal periode akuntansi berikutnya.

Persoalan yang timbul di dalam masalah penilaian (inventory valuation) terhadap persediaan adalah penentuan dan identifikasi fisik barang dagang, jenis dan kuantitas barang-barang yang termasuk dalam persediaan dan masalah penentuan harga yang akan dipakai sebagai dasar penilaian terhadap kuantitas barang-barang yang ada dalam persediaan. Dengan demikian jumlah persediaan di akhir periode yang akan disajikan di neraca ikut menentukan besarnya laba rugi dalam periode yang bersangkutan karena secara material mempengaruhi kedua laporan keuangan tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal-hal yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Apakah pengertian persediaan ?

2. Bagaimanakah sifat-sifat dan fungsi persediaan ?

3. Jelaskan mengenai jenis- jenis persediaan !

4. Apakah factor-faktor yang mempengaruhi tingkat persediaan ?

5. Apakah tujuan dan metode penilaian persediaan ?

6. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan?

7. Bagaimanakah metode pencatatan persediaan ?

8. Bagaimanakah manajemen persediaan itu ?

9. Bagaimanakah bentuk aplikasi manajemen persediaan dalam perusahaan ?

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Persediaan

Secara umum pengertian Inventory adalah merupakan suatu aset yang ada dalam bentuk barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam operasi perusahaan maupun barang-barang yang sedang di dalam proses pembuatan.

Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi. Akuntansi persediaan merupakan pertimbangan utama bagi banyak entitas karena sifatnya yang sangat penting pada laporan laba rugi (harga pokok penjualan) dan laporan posisi keuangan.

Menurut Skousen, Stice, Stice (2004:653), persedian ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi.

Kieso, Weygandt, Warfield (2002:443) mengatakan bahwa persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual.

Pendapat Warren, reeve, Fess (2005:440) mengatakan persediaan adalah barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam operasi bisnis perusahan, dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau disimpan untuk tujuan itu. Persediaan yang diperoleh perusahaan langsung dijual kembali tanpa mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan barang dagang.

Menurut Koher,Eric L.A. Inventory adalah : " Bahan baku dan penolong, barang jadi dan barang dalam proses produksi dana barang-barang yang tersedia, yang dimiliki dalam perjalanan dalam tempat penyimpanan atau konsinyasikan kepada pihak lain pada akhir periode".

Menurut Lalu Sumayung (2003), inventory atau persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses danbarang jadi.

Menurut Sofjan Assauri (2004), inventory atau persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi / produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan konsumen atau pelanggan setiap waktu.

Menurut Hani Handoko (2000), inventory atau persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumer daya-sumber daya organisasi yang disimpan alam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.

Menurut PSAK 14 dan IAS 2, inventory atau persediaan adalah aktiva yang :

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal

b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Dengan demikian intinya persediaan barang dagang adalah untuk dujual dalam operasi bisnis perusahaan, dan sesuai dengan pendapat warren, reeve dan Fess maka perusahaan bisa saja menyimpan persediaan sebelum dijual didalam sebuah gudang yang sering berlaku untuk pedagan-pedagang besar seperti retail yang perputaran persediaannya cukup tinggi dan beragam untuk mengantisipasi penjualan supaya tidak terjadi kekurangan persediaan.

2.2 Sifat-Sifat, Fungsi, dan Tujuan Persediaan

a. Sifat-Sifat Persediaan

Biasanya merupakan aktiva lancer (current assets) karena masa perputarannya biasanya kurang dari atau sama dengan satu tahun

Merupakan jumlah yang besar dari asset, terutama dalam perusahaan dagang dan industry

Mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan persediaan pada akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aktiva lancar dan total aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak penghasilan, pembagian deviden dan laba rugi ditahan, kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.

Contoh-contoh dari perkiraan yang biasa digolongkan sebagai persediaan :

Bahan baku (raw material)

Barang dalam proses (work in process)

Barang jadi (finished goods)

Suku cadang (spare-parts)

Bahan pembantu, seperti : oli, bensin, solar

Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang ang sudah dikirim oleh supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan

Barang konsinyasi, yang terdiri dari : consignment out (barang perusahaan yang dititip untuk dijual pada perusahaan lain) dan consignment in (barang perusahaan lain yang dititip tetapi tidak dilaporkan / dicatat sebagai persediaan perusahaan.

b. Fungsi Persediaan

1. Menurut Rangkuti (2007) :

Fungsi decoupling : untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier

Fungsi economic lot sizing : persediaan ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko, dan sebagainya)

Fungsi antisipasi : untuk mengantisipasi dan mengadakan permintaan musiman (seasonal inventories), menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan untuk menyediakan persediaan pengamanan (safety stock)

2. Menurut Herjanto (1997) terdapat enam fungsi penting yang dikandung persediaan dalam memenuhi kebutuhan persahaan :

Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan

Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan

Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi

Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran

Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount)

Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersedianya bahan yang diperlukan.

c. Tujuan Persediaan :

Menghilangkan pengaruh ketidakpastian

Memberi waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian

Untuk mengantisipasi perubahan pada permintaan dan penawaran

2.3 Jenis-Jenis Persediaan

1. Jenis-jenis persediaan dalam suatu perusahaan menurut fungsinya dapat dibedakan atas:a. Bath Stock/Lot Size Inventory adalah persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu.

Keuntungannya:

Potongan harga pada harga pembelian.

Efisiensi produksi.

Penghematan biaya angkutan.

b. Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.

c. Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat.

2. Setiap jenis persediaan memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolan yang berbeda, sehingga dapat dilihat dari jenis dan posisi barang. Persediaan menurut jenis dan posisi barang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:

a. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang dugunakan dalam proses produksi.

b. Persediaan bagian produk atau komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi.

d. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim kepada pelanggan.

3. Dalam Manajemen persediaan, barang-barang dapat dibagi menurut beberapa sudut pandang/pendekatan, yang antara lain dapat disampaikan sebagai berikut:

a. Menurut jenis :

barang umum (general materials), barang jenis ini biasanya cukup banyak, pemakainnya tidak tergantung dari peralatan, harganya relatif lebih kecil. Dan penentuan kebutuhannya relatif gampang.

Suku cadang (spare parts), barang jenis ini macamnya sangat banyak, harganya biasanya lebih mahal, pemakaiannya tergantung dari peralatan, dan penentuan kebutuhannya lebih sulit.

b. Menurut harga :

Barang berharga tinggi (high value items), barang ini biasanya berjumlah sekitar hanya 10% dari jumlah item persediaan, namun jumlah nilainya mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, dan oleh sebab itu memerlukan tingkat pengawasan yang tinggi.

Barang berharga menengah (medium value items), barang ini biasanya berjumlah kira-kira 20% dari jumlah item persediaan, dan jumlah nilainya juga sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat pengawasan cukup saja.

Barang berharga rendah (low value items), berlawanan dengan barang berharga tinggi, jenis barang ini biasanya berjumlah kira-kira 70% dari seluruh pos persediaan, namun nilai harganya hanya mewakili 10% saja dari seluruh nilai barang persediaan, sehingga hanya menerlukan tingkat pengawasan rendah.

c. Menurut frekuensi penggunaan.

Barang yang cepat pemakaiannya atau pergerakannya (fast moving items), barang ini frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun lebih dari sekian bulan tertentu, misalnya lebih dari 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang lebih sering.

Barang lambat pemakaian atau pergerakannya (slow moving items), barang yang frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun kurang dari sekian bulan tertentu, misalnya dibawah 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang tidak sering.

d. Menurut tujuan penggunaan :

Barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi (MRO materials), barang ini sifatnya habis pakai, digunakan untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan, atau reparasi dan operasi dan kalau pada suatu saat persediaan habis, operasi masih dapat berjalan sementara.

Barang program (program materials), barang yang sifatnya juga habis pakai, jumlah kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksi/kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Dan kalau pada suatu saat persediaan habis, kegiatan peusahaan akan langsung berhenti.

e. Menurut jenis anggaran :

Barang Operasi (operating materials), barang yang digunakan untuk keperluan operasi biasa, yang dianggarkan dalam anggaran operasi, dan apabila digunakan sebagai biaya, dan proses persetujuan anggarannya biasanya lebih cepat dan sederhana.

Barang investasi (capital materials), barang yang biasanya berbentuk peralatan dan digunakan untuk penambahan, perluasan, dan pembangunan proyek, atau sebagai asset perusahaan, dianggarkan dalam anggaran investasi, bukan dalam anggaran operasi, dan dibukukan dalam akun aset perusahaan, sedangkan biayanya dihitung dengan metode penyusutan sesuai dengan metode perhitungan yang telah ditentukan, dan proses persetujuan anggarannya biasanya lebih sulit dan lama.

f. Menurut cara pembukuan perusahaan.

Barang persediaan (stock items), jenis barang yang setibanya barang tersebut dari proses pembelian, dibukukan dalam akun persediaan barang perusahaan dan barangnya sendiri disimpan digudang persediaan. Setelah barang tersebut digunakan oleh suatu bagian, baru dibebankan pada akun bagian yang bersangkutan. Penggunaan barang ini berulang-ulang, sehingga memang perlu disediakan digudang.

Barang dibebankan langsung (direct charged materials), jenis barang yang setelah dibeli langsung dikirimkan dan dibebankan kebagian yang akan menggunakan. Barang jenis ini memang biasanya tidak disediakan dalam persediaan, karena jarang sekali digunakan.

g. Menurut hubungannya dengan produksi

Barang Langsung (direct materials), jenis barang yang langsung digunakan dalam produksi, yang akan menjadi bagian dari produk akhir. Jadi bahan mentah, bahan penolong, barang setengah jadi, dan barang komoditas (barang jadi) termasuk dalam kategori ini.

Barang tidak langsung ( indirect materials), jenis barang yang tidak ada huungannya dengan proses produksi, namun diperlukan untuk memelihara mesin dan fasilitas yang digunakan dalam proses produksi. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang suku cadang, barang umum dan barang proyek.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Persediaan

Pada dasarnya ada fakfor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat persediaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat persediaan, antara lain :

1. Biaya persediaan barang (Inventory cost). Biaya yang berkaitan dengan pemilikan barang dapat dibedakan ke dalam :

a. Holding atau Carrying cost, yaitu biaya yang dikeluarkan karena memelihara atau menyimpan barang; atau opportunity cost karena melakukan investasi dalam bentuk barang dan bukan investasi lainnya,

b. Ordering cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memesan barang dari supplier untuk mengganti barang yang telah dijual,

c. Stock out cost, yaitu biaya yang timbul karena kehabisan barang pada saat diperlukan.

2. Sejauh mana permintaan barang oleh pembeli dapat diketahui. Jika permintaan barang dapat diketahui, maka perusahaan dapat menentukan berapa kebutuhan barang dalam suatu periode.

3. Lama penyerahan barang antara saat dipesan dengan barang tiba, atau disebut sebagai lead time atau delivery time.

4. Terdapat atau tidak kemungkinan untuk menunda pemenuhan pesanan dari pembeli atau disebut sebagai backlogging atau backordering.

5. Kemungkinan diperolehnya diskonto untuk pembelian dalam jumlah besar. Dengan menerima diskonto untuk pembelian dalam jumlah besar, total biaya persediaan barang akan berkurang. Tetapi pembelian dalam jumlah besar akan meningkatkan biaya penyimpanan atau holding cost. Sedangkan pembelian kurang dari jumlah minimum tidak memperoleh diskonto, tetapi biaya pesanan akan meningkat. Dengan demikian terdapat pertimbangan untung rugi dalam keputusan untuk mengambil diskonto atau tidak.

2.5 Tujuan dan Metode Penilaian Persediaan

a. Tujuan Metode Penilaian Persediaan

Tujuan utama dari penilaian persediaan digunakan untuk proses penandingan antara pendapatan dan biaya. Proses penandingan ini dilakukan dalam menentukan besarnya biaya dari barang yang tersedia untuk dijual, untuk kemudian dikurangi dengan pendapatan pada periode berjalan, sehingga dari proses penandingan ini akan diperoleh besarnya laba perusahaan.

Menurut pendapat dari Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield yang diterjemahkan oleh Emil Salim (2002:457) menyatakan bahwa:

Tujuan utama dari pemilihan asumsi arus biaya adalah untuk memilih asumsi yang paling mencerminkan laba periodic sesuai dengan kondisi yang berlaku.

Sedangkan Menurut C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve dan Philip E.Fees yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait dan Helda Gunawan (2000:363) menytakan sebagai berikut:

Pada saat barang dagang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya perunit agar ayat jurnal akuntansi yang tepat dapat dijual.

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang paling pokok dari penilaian persediaan adalah untuk menentukan laba perusahaan dengan tujuan cara membandingkan antara pendapatan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan.

b. Metode-Metode Penilaian Persediaan

1. Penilaian Persediaan Berdasarkan Harga Pokok

Penentuan harga pokok persediaan sangat bergantung dari metode penilaian yang dipakai yaitu metode identifikasi khusus, FIFO, LIFO dan metode weighted average.

a) Metode Identifikasi khusus

Dyckman, Dukes, Davis (2000:392) mengatakan bahwa: metode identifikasi biaya khusus mensyaratkan bahwa setiap barang yang disimpan harus ditandai secara khusus sehingga biaya per unitnya dapat di identifiksi setiap waktu. Jika barang yang terlibat berjumlah besar atau mahal atau hanya dalam jumlah kecil yang ditangani, mungkin bisa dilaksanakan penandaan atau penomoran setiap barang ketika dibeli atau diproses. Metode ini memungkinkan dilakukannya identifikasi biaya per unit khusus untuk setiap barang yang terjual pada tanggal penjualan dan tiap barang yang tetap ada di persediaan. Dengan demikian, metode identifikasi biaya khusus menghubungkan arus biaya secara langsung dengan arus baya secara periodik.

Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan terdiri dari berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban membebani dan memakan biaya. Oleh karena itu, metode ini sangat jarang digunakan oleh perusahaan dagang.

b) Metode LIFO (Last In First Out)

Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14,21) merumuskan metode LIFO sebagi berikut, rumus MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terlebih dahulu. Dycman, Dukes, Davis (2000:396) mengatakan bahwa, metode LIFO untuk kalkulasi biaya persediaan menandingkan persediaan yang dinilai pada biaya per unit akuisisi terbaru dengan pendapatan penjualan periode berjalan. Unit-unit yang tetap ada dipersedian akhir dibebankan pada biaya per unit terlama yang terjadi, dan unit-unit tersebut termasuk pada harga pokok penjualan yang dibebankan pada biaya per unit terbaru yang muncul.

Metode LIFO atau MTKP terdiri dari dua macam yaitu:

Sistem periodik

Metode LIFO sistem periodik adalah penilaian persediaan yang ditentukan dengan cara saldo periodik yang ada dikalikan harga pokok per unit barang yang masuk pada awal periode. Bila saldo periodik terlalu besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan dari harga pokok per unit yang masuk berikutnya.

Contoh perhitungan Metode LIFO sistem pencatatan periodik

Harga pokok barang yang tersedia untk dijual $1.120

Dikurangi persediaan akhir (300 unit per perhitungan fisik )

200 unit @$1 (terlama tesedia , dari persedian 1 Januari) $200

100 unit @ $1, 10 ( terlama tersedia berikutnya dari tgl 9 Jan) 110

Persediaan akhir 310

Harga pokok penjualan $810

Sistem perpetual

Metode LIFO sistem perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran), langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nialai persediaan akhir. Selama periode inflasi, penggunaan metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang terendah. Alasannya adalah karena harga pokok barang yang diperoleh terakhir akan mendekati nilai ganti barang yang dijual. Dengan demikian metode ini memberikan perbandingan yang lebih sesuai antara harga pokok dan laba. Keuntungan lain metode ini adaah penghematan pajak karena laba yang dihasilkan adalah yang paling rendah, sehingga akan menghasilkan pajak penghasilan yang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan metode FIFO ataupun metode rata-rata dalam periode deflasi, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya. Metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang tertinggi. Alasan utama bagi mereka yang membela metode ini adalah adanya kecenderungan untuk mengurangi pengaruh perkembangan harga pada laba bersih. Kritik terhadap penggunaan metode ini adalah nilai persediaan barang dagang yang ditetapkan di neraca dapat jauh berbeda dengan nilai gantinya. Tetapi hal ini dapat diungkapkan dalam catatan yang menyertai laporan keuangan.

c) Metode FIFO (First in First Out)

Menurut Zulian( 2005:200), dengan metode FIFO, biaya persediaan dihitung berdasarkan asumsi bahwa barang akan dijual atau dipaki sendiri dan sisa dalam persediaan menunjukkan pembelian atau produksi yang terakhir.

Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14.21) merumuskan metode FIFO sebagai berikut, formula MPKP/FIFO mengasumsikan barang dalm persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian.

Sebagian perusahaan mengeluarkan barang sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, Toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan tanggal kadaluarsanya. Begitu juga dengan toko pakian memajang pakaian sesuai dengan musim. Pada akhir musim toko ini biasanya memberikan diskon untuk menjual pakaian yang musimnya sudah lewat atau ketinggalan mode . Jadi, Metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus periodik atau pergerakan barang .

Metode FIFO/MTKP dibagi atas dua bagian, yakni:

Sistem periodik

Menurut sistem FIFO yang berdasarkan atas metode periodik niali persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo periodik yang ada dikalikan dengan harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila saldo periodik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya dipergunakan harga pokok per unit yang masuk sebelumnya.

Contoh perhitungan metode FIFO sistem pencatatan periodik

Persediaan awal (200 unit pada $1) $200

Ditambah pemebelian selama periode tersebut 920

Harga pokok barang tersedia untuk dijual 1120

Dikurangi persediaan akhir perhitungan periodik persdiaan

100 unit @ $1,26 (pembelian terbaru tgl 24) $126

200 unit @$ 1,16 (pembelian terbaru berikutnya tgl 15) 232

Total biaya persediaan akhir 538

Harga pokok penjualan $762

Sistem perpetual

Metode FIFO perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan terus menerus dalm kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran) barang, langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir merupakan nilai persediaan akhir. Selama periode inflasi atau kenaikan harga terus menerus, penggunaan metode FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba tertinggi dibandingkan dengan metode-metode yang lain, karena perusahaan cenderung untuk menaikkan harga jualnya sesuai dengan perkembangan pasar tanpa memperhatikan kenyataan bahwa barang yang terdapat dalam persediaan telah diperoleh sebelum terjadinya kenaikan harga. Kenaikan laba karena naiknya harga persediaan ini sering disebut sebagai laba persediaan (inventory profit) atau laba semu (ilusory profit). Dalam periode deflasi dimana terjadi penuruna harga, pengaruh yang terjadi adalh kebalikannya. Metode FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang terendah. Kritik utama terhadap metode ini adalah adanya kecenderungan untuk lebih menambah pengaruh kenaikan /penurunan harga pada laba yang di laporkan.

d) Metode Rata-Rata

Rata-rata tertimbang ( Sistem pencatatan periodik)

Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14.21) merumuskan metode rata-rata sebagai berikut: dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama peride. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala atau pada setiap penerimaan kiririman, bergantung pada keadaan perusahaan.

Asumsi metode ini adalah unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan. Biaya rata-rata tertimbang per unit yang sama digunakan dalam menentukan biaya persediaan barang pada akhir periode. Dycman, Dukes, Davis (2000:393) menyatakan bahwa, biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan dengan jumlah unit persediaan awal ditambah unit pembelian selama peroide tersebut.

Contoh Rata-rata tertimbang ( sistem pencatatan periodik)

unit harga total biaya

per unit

Barang tersedia

1 Januari Persediaan awal 200 $1,00 $200

9 Pembelian300 1,10 330

15 Pembelian 400 1,16 464

24 Pembelian 100 1,12 126

Total tersedia 1000 1.120

persediaan akhir rata-rata tertimbang

31 Jan 300 1,12 336

Harga pokok penjualan rata-rata tertimbang:

Penjualan selama Januari 700 1,12 $784

Unit biaya rata-rata tertimbang ($1.120:1000)

Pengaruh perkembangan harga berjalan secara rata-rata dalam hal penetapan laba bersih maupun dalam penetapan harga pokok persediaan. Untuk suatu pembelian tertentu harga pokok rata-ratanya akan sama, tanpa memperhatikan dari harga perkembangan harga. Misalnya apabila urutan serta harga pokok per unit barang yang tersedia untuk dijual adalah kebalikan dari urutan, maka hal ini tidak akan mempunyai pengaruh terhadap laba bersih maupun harga pokok persediaan. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data dalam metode rata-rata tertimbang biasaya akan lebih banyak dibandingkan dengan metode-metode lain. Biaya tambahan yang harus di keluarkan mungkin akan besar apabila pembelian dilakukan berkali-kali dan jenis barangnya banyak.

Rata-rata bergerak ( sistem pencatatan perpetual)

Apabila digunakan sistem pencatatan perpetual, maka biaya per unit rata-rata bergerak digunakan. Metode rata-rata bergerak biasanya dipandang objektif, konsisten dan tidak mudah melakukan manipulasi karena sistem perpetual yang melakukan pencatatan setiap terjadinya transaksi dam metode ini memberikan biaya rata-rata periode berjalan atas dasar berkelanjutan.

Metode ini tidak menandingkan biaya per unit paling akhir dengan pendapatan penjulan periode berjalan. Namun menandingkan biaya rata-rata periode tersebut dengan pendapatan dan nilai persediaan akhir, oleh karena itu jika biaya per unit pasti meningkat atau menurun maka metode rata-rata bergerak akan memberikan jumlah persediaan dan harga pokok yang berada diantara metode penilaian FIFO dan LIFO.

2. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok

Dalam beberapa kasus, persediaan dapat dinilai selain dari harga pokok. Warren, Reeve, Fess (2005:456) mengatakan bahwa situasi macam itu timbul apabila biaya penggantian barang-barang persediaan lebih rendah dari biaya yang tercatat dan persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang, perubahan gaya, atau penyebab lainnya.

a) Nilai terendah antara harga pokok atau harga pasar

Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya maka metode nilai terendah antara harga pokok atau harga pasar (lowerof cost market method LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM adalah biaya untuk mengganti barang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok. Dalam bisnis yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun namun, dalam bisnis yang teknologinya berubah cepat (misalnya televisi dan komputer), penuruna harga sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan laba bersih ) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar.

Skousen, Albrecht, Stice, Stice (2001:395) mengatakan dasar pedoman dalam menerapakan aturan ini adalah:

Menetapkan nilai pasar sebagai berikut:

Biaya penggantian jika jatuh diantara harga tertinggi dan harga terendah

Harga terendah, jika biaya penggantian lebih kecil dari harga terendah

Harga tertinggi, jika biaya penggantian lebih tinggi dari pada harga harga tertinggi (sebagian dalam praktik, pada saat biaya penggantian, harga tertinggi dan harga terendah dibandingkan dengan harga pasar terendah selalu nilai di tengah-tengah).

Membandingkan nilai pasar dengan harga pertama-tama dan memilih jumlah yang lebih rendah.

b) Penilaian Pada Nilai Realisasi Bersih

Barang dagang yang telah usang, rusak, cacat atau yang hanya bisa dijual dengan harga dibawah harga pokok harus diturunkan nilaianya. Barang dagang semacam itu harus dinilai dengan nilai realisasai bersih. Warren, Reeve, Fess (2005:457) mengatakan bahwa, nilai realisasi bersih (net realizeble) adaah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14.5) menjelaskan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah (the lower of cost and net reliazible value). Nilai persediaan bersih yang telah ditentukan harus ditinaju kembali pada setiap periode berikutnya. Apabila kondisi yang semula mengakibatkan penurunan nilai persediaan dibawah biaya ternyata tidak lagi berlaku, maka jumlah penurunan nilai harus dieliminasi balik (reversed) sedemikian rupa sehingga jumlah tercatat baru persediaan adalah yang terendah dari biaya atau nilai realisasi bersih yang telah direvisi. Hal ini timbul misalnya, jika suatu barang persediaan, yang dicantumkn sebesar nilai realisasi karena harga jualnya telah turun, masih dimiliki pada periode berikutnya dan harga jualnya telah meningkat.

c) Metode Eceran

Untuk penentuan harga pokok persediaan Warren, Reeve, Fess (2005:459) mengatakan, metode persediaan eceran (retail inventory method) megestimasikan biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang sama. Untuk menggunakan metode ini harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan dijumlahkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan mengalihkan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tesredia untuk dijual.

d) Persediaan Berdasarkan Metode Laba Kotor

Soemarso (2002:394) menyatakan bahwa, metode laba bruto atau metode laba kotor (gross profit method): metode penetapan harga pokok persediaan secara taksiran yang didasarkan atas hubungan, yang terdapat dalam periode yang lalu, antara laba bruto dengan harga jual. Metode laba kotor menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestmasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimsikan dari tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dengan harga pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat laba kotor, penjualan untuk suatu periode dapat dibagi dalam dua komponen: laba kotor dan harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang tersedia untuk dijual guna mendapat estimasi persediaan akhir barang dagang.

Metode laba kotor sangat berguna dalam mengistemasi persediaan untuk laporan keuangan bulanan atau triwulan daam system persediaan periodik. Metode ini juga berguna dalam mengistemasi harga pokok barang dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya.

MENURUT PSAK 14 (revisi 2008) dan IFRS 2010 (IAS 2 ) :

Metode yang diperbolehkan hanya metode FIFO dan metode biaya rata-rata. Sedangkan metode LIFO tidak diperbolehkan pada standar ini karena dianggap dapat memberikan pelaporan laba yang lebih rendah serta pembayaran pajak yang juga lebih rendah (tax saving).

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan :

A. Struktur kepemilikan

Struktur kepemilikan ditunjukan dari besarnya kepemimpinan (menejer) suatu perusahaan oleh pemilik perusahaan (shareholder) tersebut. Manajer merupakan pengelola perusahaan yang dipercayakan oleh shareholder. Sehubungan dengan pemilihan metode akuntansi persediaan, maka antara manajer dengan pemilik akan timbul konflik kepentingan (agency theory). Masing-masing pihak, yaitu manajer dan pemilik akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan masing-masing.

Perusahaan yang memilih metode rata-rata akan memperoleh keuntungan berupa penghematan pajak (tax saving) akibat laba yang lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan metode FIFO. Oleh karena itu, pemilik (shareholder) akan memilih metode rata-rata. Sedangkan manajer akan memilih menggunakan metode FIFO agar memperoleh laba yang besar sehingga kompensasi yang akan diterima juga akan menjadi besar.

Pada suatu perusahan seringkali manajer ikut memiliki saham perusahaan tersebut. Hal ini akan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan oleh manajer dalam perusahaan. Apabila manajer memiliki persentase kepemilikan saham yang kecil pada suatu perusahaan maka manajer mempunyai kecenderungan memilih metode FIFO. Metode FIFO akan memberikan laba yang lebih besar, sehingga bonus yang akan diterima juga menjadi besar. Dengan demikian kesejahteraan manajer menjadi tujuan utama dalam pemilihan metode persediaan. Sebaliknya apabila manajer memiliki saham dengan persentase yang relative besar, maka manajer akan memilih metode yang bisa memperoleh penghematan pajak (tax saving), yaitu metode rata-rata.

B. Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Perusahaan besar akan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan laba, agar laporan keuangan bisa rata (smooth) (Lee dan Hsieh, 1985). Demikian pula apabila terjadi perusabahan harga, maka manajer persediaan bisa mengganti dengan metode yang pas dengan keadaan harga yang terjadi, karena pada perusahaan besar manajer mempunyai keahlian dan spesialisasi yang lebih disbanding perusahaan kecil.

Pengawasan dari pemerintah terhadap kegiatan perusahaan akan membuat perusahaan hati-hati dalam bertindak. Biaya politik (polical cost) dari pemerintah yang berupa ancaman regulasi dan nasionalisasi lebih besar dirasakan oleh perusahaan besar. Pemerintah lebih mudah mengawasi kegiatan perusahaan melalui laporan keuangan yang ada. Apabila perusahaan ini melaporkan laba yang besar, maka dapat dicurigai melakukan monopoli (Horgn-Ching Kuo, 1993). Karena itu, perusahaan besar akan memilih metode akuntansi yang bisa mengurangi laba yang dilaporkan (Watts dan Zimmerman, 1990).

Dalam menghadapi para pesaing, perusahaan juga bisa menggunakan metode persediaan yang bisa menurunkan laba. Apabila pesaing yang dihadapi adalah pesaing asing maka dengan adanya penurunan laba perusahaan bisa meminta perlindungan pada pemerintah untuk menghalangi kegiatan asing tersebut. Selain itu, laba yang kecil juga dimaksudkan untuk menghindari masuknya pesaing baru. Apabila laba yang dihasilkan dan dilaporkan besar maka perusahaan baru akan tertarik untuk masuk ke industry tersebut sehingga jumlah pesaing menjadi banyak (Sidharta Utama, 2000).

Kecenderungan metode akuntansi persediaan yang akan digunakan perusahaan besar adalah metode rata-rata yang bisa menurunkan laba. Penggunaan metode rata-rata selain bisa menghindari biaya politik (political cost) juga memperoleh penghematan pajak (tax saving). Dana dari perusahaan besar umumnya diperoleh dari investor dan investor lebih menyukai perusahaan dengan pajak yang lebih kecil. Sedangkan pada perusahaan kecil, untuk mendapatkan dana dari bank atau lemabaga keuangan lainnya membutuhkan laba yang tinggi agar dianggap mempunyai kinerja yang bagus. Salah satu cara untuk menaikkan laba dengan kecenderungan menggunakan metode akuntansi persediaan FIFO.

C. Financial Laverage

Financial laverage menunjukkan kemampuan perusahaan membayar utangnya dengan kekayaan yang dimilikinya (Jogiyanto, 1998, hal. 207). Perusahaan dengan financial laverage tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki hutang yang besar sehingga risiko dan biaya atas hutang perusahaan juga tinggi, sedangkan perusahaan dengan financial laverage yang rendah, maka resiko dan biaya atas hutangnya juga kecil.

Pemilihan metode akuntansi persediaan oleh perusahaan tergantung dari tingkat financial laverage perusahaan. Apabila perusahaan mempunyai tingkat financial laverage yang tinggi maka perusahaan akan berusaha memilih metode yang bisa menaikkan laba yaitu dengan metode FIFO (Zmijewski dan Hagerman, 1981). Hal ini merupakan cara perusahaan untuk menghindari perusahaan masuk ke dalam situasi technical default. Sedangkan pada perusahaan dengan financial laverage yang rendah akan memilih metode rata-rata agar bisa memperoleh tax saving.

D. Variabilitas persediaan

Variabilitas persediaan menggambarkan variasi dari nilai persediaan suatu perusahaan. Apabila suatu perusahaan mempunyai nilai persediaan yang relative stabil, maka pengaruhnya pada variasi laba akan kecil. Sedangkan pada perusahaan yang mempunyai nilai persediaan yang bervariasi pada setiap tahun, maka laba yang dihasilkan juga akan bervariasi.

Dari penelitian Cushing dan Le Clere (1992) diketahui bahwa perusahaan yang memilih menggunakan metode LIFO mempunyai variasi persediaan yang kecil. Sedangkan perusahaan yang memilih menggunakan metode FIFO mempunyai variasi persediaan yang cukup besar.

Perusahaan dengan variasi persediaan yang kecil bisa memilih menggunakan metode rata-rata. Dengan menggunakan metode ini, maka laba yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan metode FIFO. Perusahaan akan memperoleh penghematan pajak (tax saving). Sedangakan pada perusahaan yang variasi persediaannya tinggi, akan menggunakan metode FIFO sehingga laba menjadi lebih besar dan tidak bisa melakukan penghematan pajak (tax saving).

E. Rasio Lancar

Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dapat dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang.

Nilai dari rasio lancar akan mempengaruhi penilaian keuangan perusahaan. Apabila rasio lancar suatu perusahaan relative besar maka kepastian akan kesanggupan melunasi kewajiban jangka pendeknya akan besar. Tetapi jika nilai rasio lancarnya lebih kecil maka kesanggupan untuk melunasi kewajiban jangka pendek juga akan rendah. Para banker pada umumnya melihat nilai dari rasio ini dalam memberikan kredit kepada perusahaan.

Perusahaan yang memiliki rasio lancar yang tinggi akan lebih mendapat kepercayaan dari kreditor. Perusahaan ini pada umumnya akan memilih metode rata-rata yang akan menghasilkan laba yang rendah sehingga bisa memperoleh penghematan pajak. Sedangkan perusahaan dengan rasio lancar yang rendah akan berusaha menaikkan laba agar bisa menunjukkan kinerja yang bagus. Perusahaan ini akan memilih metode FIFO yang akan memberikan laba yang relative besar.

2.7 Metode Pencatatan Persediaan

1. Sistem Periodik

Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2007:262) mengemukakan bahwa: dalam sistem persediaan periodik (periodic inventory system), rincian persediaan barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus menerus dalam satu periode. Harga pokok penjualan barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi (secara periodik). Pada saat itu, dilakukan perhitungan persediaan secara periodik untuk menentukan harga pokok barang yang tersedia (persediaan barang dagang). Untuk menentukan harga pokok penjualan dalam sistem periodik, harus: (1) menentukan harga pokok barang yang tersedia pada awal periode (coet of goods on hand), (2) menambahkannya pada harga pokok barang yang dibeli (cost of goods purchsed), (3) mengurangkannyadengan harga pokok barang yang tersedia pada akhir periode akuntansi.

Menurut Dycman, Dukes, Davis (2000:381) mengatakan bahwa: dalam sistem persediaan periodik, perhitungan periodik aktual atas barang-barang yang ada ditangan pada akhir periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang-barang dihitung, ditimbang, atau jika tidak diukur, dan jumlahnya dikaitkan dengan unit biaya untuk memberi nilai persediaan.

2. Sistem Perpetual

Menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fess (1999:366): dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan baran dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit persediaan barang dagang dengan mengkredit kas atau utang usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang dagang.

Penggunaan sistem perpetual memberikan sarana pengendalian yang paling efektif atas aktiva tersebut, demikian juga adanya kekurangan dapat ditentukan dengan mengadakan perhitungan periodik barang dan membandingkan perhitungan tersebut dengan saldo buku tambahan. Pemesanan kembali barang secara tepat waktu dan pencegahan kelebihan persediaan dapat dicapai dengan membadingkan saldo buku tambahan dengan tingkat persediaan maksimum dan minimum yang ditentukan terlebih dahulu.

Dycman, Dukes, Devis (2000:383) mengatakan bahwa, apabila sistem persediaan atas akun buku besar atas dasar lancar. Catatan persediaan perpetual untuk setiap barang harus memberikan informasi penerimaan, pengeluaran dan saldo ditangan. Dengan inforasi ini, kuantitas periodik dan penilaian barang yang ada ditangan tersedia setiap waktu. Jadi perhitungan periodik tidak diperlukan kecuali memverifikasi jumlah persediaan. Perhitungan periodik bisanya dilakukan secara tahunan untuk tujuan audit yang membandingkan persediaan ditangan dengan catatan perpetual dan menyatakan data untuk setiap jurnal penyesuaian yang dibutuhkan (misalnya kesalahan dan kerugian). Catatan persediaan harus disesuaikan ke perhitungan periodik apabila terdapat perbedaan pencatatan.

2.8 Manajemen Persediaan

Pentingnya diadakan persediaan adalah : untuk menunjang kelancaran rposes produksi atau operasi, maka bahan baku dan barang dalam proses harus selalu ada setiap saat sehingga menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Manajemen persediaan merupakan hal yang mendasar dalam penetapan keunggulan kompetitif jangka panjang. Mutu, rekayasa, produk, harga, lembur, kapasitas berlebih, kemampuan merespon pelanggan akibat kinerja kurang baik, waktu tenggang (lead time) dan profitabilitas keseluruhan adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh tingkat persediaan. Perusahaan dengan tingkat persediaan yang lebih tinggi daripada pesaing, cenderung berada dalam posisi kompetitif yang lemah. Kebijakan manajemen persediaan telah menjadi sebuah senjata untuk memenangkan kompetitif.

Maksud dari manajemen persediaan adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang disimpan, yaitu seberapa banyak persediaan yang disimpan, berapa banyak yang harus dipesan, dan kapan persediaan harus diisi kembali.

Indrajat dan Djoko Pranoto (2003) dalam Henmaidi dan Heryseptemberiza (2007) menyatakan, manajemen persediaaan (inventory control) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material sehingga kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktuny dan persediaan dapat ditekan secara optimal.

Manajemen persediaan juga berkaitan dengan manajemen logistik, manajemen logistik juga membahas mengenai gudang, pergerakan (pemindahan) dan penyimpanan. Manajemen logistik menurut Donal (2002) proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para supplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan.

Prestasi logistik diukur dengan:

Availability (penyediaan), Availability adalah menyagkut kemampuan perusahaan untuk secara konsisten memenuhi kebutuhan material atau produk, jadi availability menyangkut level persediaan.

Capability (kemampuan), menyangkut jarak dan waktu antara penerimaan suatu pesanan dengan pengantaran barangnya. Capability terdiri dari kecepatan pengantaran dan konsistennya dalam jangka waktu tertentu.

Quality (mutu), menyangkut berapa jauh baiknya tugas logistic itu secara keseluruhan dilaksanakan, dilihat dari besarnya kerusakan, item-item yang betul, pemecahan masalah-masalah yang tak terduga.

Praktisnya, persediaan hanya mengatur jumlah dan kapan pemesanan dilakukan, sedangkan logistik mengatur secara detail mengenai posisi barang di gudang, bagaimana sirkulasi barang di gudang bisa lancar, tidak hanya mengenai berapa dan kapan persediaan harus dilakukan.

Prinsip-prinsip manajemen persediaan :

Penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan haruslah sedemikian rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi dilain pihak sekaligus harus dijaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang tersebut seminimal mungkin

i. Perencanaan dan pengendalian

Tujuannya :

Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan

Menjaga agar persediaan tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil

ii. Jumlah yang harus disediakan

Keuntungan persediaan banyak:

Dapat menjamin kelancaran produksi dan pelayanan terhadap konsumen

Menimbulkan kepercayaan terhadap konsumen

Harga per unit barang bisa lebih rendah

Kerugian akibat kenaikan harga dikemudian hari bisa dihindari

Pengangkutan lebih ekonomis

Total biaya pemesanan per periode bisa lebih rendah

Keuntungan persediaan dalam jumlah yang kecil :

Ruang penyimpanan yang digunakan lebih sedikit

Uang yang terikat pada persediaan lebih sedikit

Biaya asuransi lebih rendah

Persediaan selalu baru

Persediaan yang lama nampaknya akan menjadi kecil

Yang harus diperhatikan dalam manajemen persediaan adalah

a. waktu kedatangan barang yang akan dipesan kembali. Jika barang waktu yang dipesan cukup lama pada periode tertentu maka persediaan barang tersebut harus disesuaikan hingga barang tersebut ada setiap saat hingga barang yang dipesan selanjutnya ada.

b. Berapa kuantitas jumlah barang yang akan disimpan. Jumlah kuantitas barang yang dipesan harus disesuaikan karena jika terlalu banyak akan terjadi pemborosan namun jika terlalu sedikit akan menimbullkan terhenti proses produksi.

c. Perhatikan juga safety stock atau persediaan pengamanan. yaitu persediaan buat jaga jaga (buffer) jika terjadi sesuatu hal yang menghambat terjadinya waktu pembeliaan sehingga stock barang persediaan masih ada untuk beberapa waktu ke depan.

Biaya persediaan

Untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan, ada beberapa biaya yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan. Hani Handoko (2000) menjelaskan bahwa biaya yang timbul dari persediaan itu adalah:

1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying ), adalah biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk dalam penyimpanan adalah:

a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas dan pendingin).

b. Biaya modal (opportunity cost of capital, yaitu alternative pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan).

c. Biaya keusangan

d. Biaya perhitungan phisik dan konsiliasi laporan

e. Biaya asurani persediaan

f. Biaya pajak persediaan

g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan

h. Biaya penanganan persediaan.

2. Biaya pemesanan (ordering cost), mencakup biaya pasokan, pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, upah, biaya telephone, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke gudang, biaya hutang lancar.

3. Biaya penyiapan (manufacturing). Biaya penyiapan biasanya lebih banyak digunakan dalam pabrik, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi komponen tertentu.

4. Biaya kehabisan atau kekurangan. Biaya kekurangan bahan (shortage cost) sangat sulit diperkirakan, biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya yang temasuk pada biaya ini antara lain: kehilangan penjualan, kehilangan langganan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga, terganggunya operasi, tambahan pengeluaran kegiatan manajerial.

Pengawasan Persediaan

Pengawasan persediaan sangat berperan penting dalam mengetahui keadaan persediaan di gudang. Menurut Donal (2002) Pengawasan persediaan adalah suatu prosedur mekanis untuk melaksanakan suatu kebijakan persediaan. Aspek accountability dari pengawasan ini akan mengukur berapa unit yang ada di tangan pada suatu lokasi tertentu dan terus mengikuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar..

Sukanto (2003) menyatakan bahwa pengawasan persediaan berfungsi: Sebagai penyangga factor proses produksi sehingga proses dapat berjalan terus, menetapkan banyaknya yang harus disimpan sebagai sumber daya agar tetap ada, sebagai pengurang inflasi,menghindari kekurangan/kelebihan bahan

Sedangkan menurut Rangkuti (2007), Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan, supaya pembentukan persediaan stabil dan menghindari pembelian kecil-kecilan sehingga terjadi pemesanan yang ekonomis.

Sistem Pengendalian Persediaan

Tujuan dari pengendalian persediaan yaitu untuk membantu mengetahui aliran barang yang sudah habis terjual dan yang masih tinggal di gudang.

Menurut Sugiri ( 1995 ), terdapat dua alternatif sistem pengendalian persediaan, yaitu :

a. Sistem Fisik ( Periodik )

Pada sistem fisik, harga pokok penjualan baru dihitung dan dicatat pada akhir periode akuntansi. Cara yang dilakukan dengan menghitung kuantitas barang yang ada digudang di setiap akhir periode, kemudian mengalikan dengan harga pokok per satuannya. Dengan cara ini, maka jumlahnya baik fisik maupun harga pokoknya, tidak dapat diketahui setiap saat. Konsekuensinya, jumlah barang yang hilang tidak dapat dideteksi dengan sistem ini.

b. Sistem Perpectual

Dalam sistem perpectual, perubahan jumlah persediaan dimonitor setiap saat. Caranya adalah dengan menyediakan satu kartu persediaan untuk setiap jenis persediaan. Kartu ini berfungsi sebagai buku pembantu persediaan dan digunakan untuk mencatat mutasi setiap hari.

Perencanaan Kebutuhan Persedian:

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut Petrus (2001), ada model sederhana untuk menentukan berapa jumlah dan kapan persediaan harus diadakan, yaitu dengan menggunakan model yang menyatakan:

1. Simpan persediaan sebanyak kebutuhan selama satu tahun

2. Pesan kembali jika persediaan hampir habis

3. Jangan pesan persediaan jika tidak ada tempat untuk menyimpannya.

Model ini tidak mempunyai dasar perhitungan tertentu. Pada prinsipnya model tersebut hanya melihat masalah waktu, ketersediaan barang dan tempat penyimpanan.Model EOQ pertama kali diperkenalkan oleh FW. Harris pada tahun 1915. Persediaan dianggap mempunyai dua macam biaya, biaya pesan/ ordering cost/ set up cost dan biaya simpan/carring cost/holding cost.Heizer dan Render (2005) menyatakan EOQ merupakan salah saru teknik pengendalian persediaan tertua dan paling terkenal. Teknik ini relative mudah digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi:

1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan

2. Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan, diketahui, dan bersifat konstan. Ada dua macam pegertian Lead time, pada produksi, berarti jangka waktu sejak barang mulai dibuat sampai dengan selesai dikerjakan; dalam pembelian, berarti jangka waktu sejak barang dipesan sampai barang tiba/datang.

3. Persediaan diterima dengan segera. Dengan kata lain, persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu.

4. Tidak mungkin diberikan diskon

5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan biaya penahanan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu.

6. Keadaan kehabisan stok (out of stock) dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.

Rumusan EOQ yang biasa digunakan adalah:

2 A S

EOQ = ---------------

C P

EOQ = Economic Order Quantity

A = Kebutuhan Bahan Baku untuk Tahun yang akan datang

S = Biaya pemesanan variabel setiap kali pemesanan

C = Biaya/unit, harga faktur dan biaya angkut/unit yang dibeli

P = Biaya penyimpanan variabel yang dihitung berdasarkan % dari C

2. Titik Pemesanan Ulang (reorder point)

Menurut Heizer dan Render (2005) model-model persediaan mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menuggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman akan diterima. Keputusan akan memesan biasanya diungkapkan dalam konteks titik pemesanan ulang, tingkat persediaan dimana harus dilakukan pemesanan.

ROP atau biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang, misalnya suatu tambahan/ekstra stock. Menurut Freddy Rangkuti, reorder point mempunyai beberapa model, diantaranya yaitu:

1. Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah konstan.

2. Jumlah permintaan adalah variable, sedangkan masa tenggang adalah konstan

3. Jumlah permintaan adalah konstan, sedangkan masa tenggang adalah variable

4. Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah variable.

Reorder Point sangat membantu perusahaan dibandingkan MRP dalam mengatasi masalah kapan harus dilakukan pemesanan. Menurut Rangkuti (2000) MRP (Material requirement planning) adalah suatu jenis system perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses/fase.MRP digunakan untuk persediaan dengan system dependent inventori, sedangkan reorder point digunakan untuk Independent Inventory.

Pengisian kembali atau reorder point tidak bisa dilakukan hanya memperkirakan saja atau ramalan (forecast), karena permintaan langganan adalah di luar wewenang perusahaan, dalam arti bahwa calon langganan bebas untuk memilih apa yang mereka ingin dan kapan mereka menghendakinya. Kombinasi dari kebijaksanaan EOQ dan persediaan pengamanan menentukan standart bagi mekanisme pemesanan kembali (reordering).

Dari ketiga faktor di atas, maka reorder point dapat dicari dengan rumus berikut ini :

Reorder Point = (LD x AU) + SS

LD = Lead Time

AU = Average Usage = Pemakaian rata-rata

SS = Safety Stock

3. Safety Stock

Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti yaitu dengan metode sebagai berikut :

1. Metode Perbedaan Pemakaian Maksimum dan Rata-Rata.

Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu (misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.Misalkan PT. Agung memperkirakan pemakaian maksimum bahan-bahan perminggu sebesar 650 kg, sedangkan pemakaian rata-ratanya sebesar 500 kg dan lamanya lead time 2 minggu, maka data-data tersebut safety stock sebesar:

Safety Stock = (650 500) 2

= 300 Kg

2. Metode Statistika

Untuk menentukan besarnya safety stock dengan metode ini, maka dapat digunakan program komputer kuadrat terkecil (least square). Untuk menggambarkan penggunaan metode ini, maka diberi contoh berikut ini, yaitu untuk menaksir safety stock tahun 2001 didasarkan pada data tahun 2000.

4. Just In Time

JIT merupakan pendekatan untuk meminimalkan total biaya penyimpanan dan persiapan yang sangat berbeda dari pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mengakui biaya penyiapan dan kemudian menentukan kuantita pesanan yang merupakan saldo terbaik dari dua kategori biaya. Dilain pihak, JIT tidak mengakui biaya persiapan, tetapi sebaliknya JIT mencoba menekan biaya-biaya ini sampai nol. Jika biaya penyiapan tidak menjadi signifikan, maka biaya tersisa yang akan diminimalkan adalah biaya penyimpanan, yang dilakukan dengan mengurangi persediaan sampai ketingkat yang sangat rendah. Pendekatan inilah yang mendorong untuk persediaan nol dalam sistem JIT.

Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan : kegagalan mesin, kerusakan bahan, dan ketidaktersediaan bahan baku, sehingga memiliki persediaan merupakan salah satu solusi tradisional atas semua masalah tersebut.

Mereka yang mendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa persediaan yang banyak tidak akan memecahkan masalah, tetapi hanya menyamarkan atau menutupi masalah. JIT dapat memecahkan ketiga masalah di atas dengan menekankan pada pemeliharaan total dan pengendalian mutu total serta membina hubungan baik dengan pemasok.

Beberapa hambatan dalam manajemen persediaan :

Tidak ada ukuran kinerja yang jelas

Status pesanan tidak akurat

Sistem informasi tidak handal

Kebijakan persediaan terlalu sederhana dan mengabaikan ketidakpastiaan

Biaya-biaya persediaan tidak ditaksir dengan benar

Keputusan supply chain yang tidak terintegrasi

2.9 Pengaplikasian Manajemen Persediaan

Penerapan Sistem Just In Time di PT. Astra Daihatsu Motor

Penerapan sistem produksi Just In Time (JIT) sudah dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor sebagai wujud dari aplikasi penerapan Toyota Production System di perusahaan tersebut. Penerapan sistem produksi ini merupakan suatu bentuk keseragaman sistem dari perusahaan Daihatsu di seluruh dunia yang menginduk pada pengaplikasian Toyota Production System di Daihatsu Motor Company (DMC) Jepang.

Just In Time bukan merupakan sistem keseluruhan yang terdapat di PT. Astra Daihatsu Motor, melainkan salah satu bagian atau sistem pendukung yang menyusun Toyota Production System. Sistem inipun tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya dua komponen penunjang lainnya yaitu Jidouka (autonomatisasi) dan Heijunka (produksi campur merata). Pada pelaksanaan sistem produksi, Just In Time dipandang sebagai cara yang digunakan dalam proses produksi dengan menggunakan TPS. Jadi Just In Time bukan merupakan sistem utama, melainkan bagian atau sistem penunjang yang menjadi satu kesatuan dalam Toyota Production System.

Implementasi dari sistem Just In Time ini dapat berjalan dengan lancar jika memenuhi tiga prinsip yang harus berjalan secara sempurna, yaitu proses yang mengalir, adanya takt time, serta melakukan sistem tarik (pull system) dalam proses produksinya. Jika salah satu dari ketiga prinsip ini tidak berjalan dengan sempurna, maka kondisi Just In Time tidak dapat terpenuhi. Implikasi dari ketidaksempurnaan ini adalah akan menimbulkan kegagalan sistem dan terhentinya proses produksi (line stop).

1 Proses Mengalir (One Piece Flow)

Proses mengalir atau yang juga dikenal dengan istilah one piece flow,merupakan suatu cara untuk menciptakan aliran barang yang kontinu. Melalui proses mengalir, perusahaan akan mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah produk mulai dari material hingga barang jadi dengan kualitas terbaik, biaya terendah dan waktu pengiriman tersingkat.

Implementasi one piece flow di pabrik PT ADM diwujudkan dengan pembuatan satu unit produk pada setiap proses dalam conveyor (ban berjalan) secara kontinu dan berurutan. Saat pesanan datang yang ditandai dengan pelemparan kanban, hal itu akan memicu proses produksi mulai dari aliran material atau komponen produksi dari pemasok yang mengalir ke pabrik, lalu pekerja akan membuat komponen dan merakit pesanan tersebut. Pesanan yang telah selesai ini akan segera mengalir ke pelanggan. Keseluruhan proses mengalir ini hanya memerlukan waktu beberapa jam atau hari kerja saja, bukan beberapa minggu ataupun bulan.Penerapan proses mengalir secara ideal mungkin sedikit sulit untuk diwujudkan, namun hal ini selalu di usahakan untuk menciptakan kondisi yang mendekati ideal. Aliran komponen produksi dari pemasok yang rentan akan keterlambatan akibat proses transportasi, memaksa perusahaan untuk menggunakan lot kecil dengan tetap menyimpan sekecil mungkin safety stock. One piece flow secara murni dan ideal telah berhasil diterapkan pada lini perakitan di PT ADM. Aliran produksi mengalir tepat satu unit dari proses satu ke proses berikutnya. Melalui cara ini, pekerja akan mempersingkat waktu tempuh produksi dan menghilangkan tertumpuknya barang setengah jadi diantara proses.

2 Pacu Kerja (Takt Time)

Prinsip kedua dari Just In Time adalah pacu kerja (takt time). Takt time didefinisikan sebagai lamanya waktu yang dipergunakan untuk memproduksi 1 buah part atau produk. Takt adalah istilah dalam bahasa Jerman yang artinya ritme. Pacu kerja ini dinyatakan dalam satuan waktu seperti detik, menit, bahkan jam. Hitungan takt di PT ADM adalah menggunakan satuan detik. Melalui penggunaan takt time, kita dapat mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 unit produk guna memenuhi permintaan pelanggan. Rasio jumlah waktu produksi yang tersedia berbanding dengan jumlah permintaan pada satu waktu merupakan cara untuk menentukan takt time dalam proses produksi. Formula dalam menghitung takt time dinyatakan dalam Persamaan (5).

Takt Time = waktu produksi yang tersedia (5)

permintaan pelanggan

3. Sistem Tarik (Pull System)

Prinsip selanjutnya dalam penerapan Just in Time di PT. ADM adalah sistem tarik (pull system). Sistem ini merupakan revolusi dari sistem konvensional yang biasanya melakukan sistem dorong (push system) dalam melaksanakan proses produksi. Pada push system setiap proses akan menghasilkan unit sebanyak mungkin untuk diserahakan ke proses berikutnya tanpa mengetahui apakah proses berikutnya sudah membutuhkanya atau belum. Berbeda dengan penerapan sistem tarik, proses selanjutnya akan menarik part dari proses sebelumnya sesuai dengan jenis, jumlah, dan pada saat diperlukan saja. Sehingga produk dari proses sebelumnya merupakan bahan baku pada proses selanjutnya.Penerapan sistem tarik ini sangat membantu kelancaran proses produksi. Setiap harinya kegiatan produksi akan dijalankan seefisien mungkin dengan tingkat pemborosan akibat over production dan inventory yang besar bisa diminimalisir. Selain itu penggunaan sistem tarik ini sangat fleksibel dalam menghadapi berbagai perubahan permintaan seperti perubahan jumlah atau model produk yang diminta konsumen. Penyesuaian terhadap perubahan hanya dilakukan pada lini akhir dari produksi, sedangkan proses sebelumnya akan secara otomatis mengikuti perubahan tersebut. Dengan demikian kemungkinan terjadinya out of product di antara proses dapat dihindari.

BAB 3

KESIMPULAN

1. Definisi persediaan adalah barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untuk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan.

2. Persediaan memiliki sifat seperti asset lancar,merupakan jumlah yang besar dari asset dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan posisi keuangan dan laba rugi.

3. Persediaan memiliki beberapa fungsi seperti membantu perusahaan utnuk memenuhi kebutuhan para pelanggan (fungsi decopling) ,mengantisipasi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan menyediakan safety stock (fungsi antisipasi), menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.

4. Tujuan persediaan adalah untuk menghilangkan pengaruh ketidakpastian,member waktu luang utnuk pengelolaan produksi dan pembelian dan untuk mengantisipasi perubahan permintaan dan penawaran.

5. Jenis persediaan dikelompokkan berdasarkan fungsi,jenis dan posisi barang,segi manajemen persediaan.Berdasarkan fungsinya,persediaan terdiri dari bath stock/lot size inventory,fluctuation stock dan anticipation stock.Berdasarkan jenis dan posisi barang,persedian terbagi atas persediaan bahan mentah,persediaan bagian produk,persediaan bahan pembantu,persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi.Sedangkan berdasarkan segi manajemen persediaan,persediaan dikelomppokkan jadi: menurut jenis (barang umum dan suku cadang),menurut harga (barang berharga tinggi,barang berharga menengah dan barang berharga rendah),menurut frekuensi penggunaan (barang yang cepat pemakaiannya dan barang yang lambat pemakaiannya),menurut tujuan penggunaan (barang pemeliharaan,perbaikan dan operasi; serta barang program),menurut jenis anggaran (barang operasi dan barang investasi),menurut cara pembukuan perusahaan (barang persediaan dan barang dibebankan langsung),menurut hubungannya dengan produksi (barang langsung dan barang tidak langsung).

6. Faktor yang mempengaruhi tingkat persediaan terdiri dari biaya persediaan barang,permintaan pembeli,lead time,ada atau tidak penundaan pemenuhan pesanan pembeli,dan kemungkinan diperolehnya diskonto untuk pembelian dalam jumlah besar.

7. Ada beberapa metode penilaian persediaan yang dikelompokkan berdasarkan harga pokok (metode identifikasi khusus,LIFO,FIFO,Average) dan berdasarkan selain dari harga pokok (the lower of cost or market,net realizable value,metode eceran dan metode laba kotor).Namun didalam PSAK 14 revisi 2008 dan IFRS 2010 tidak memperbolehkan penggunaan metode LIFO karena metode LIFO dianggap dapat memberikan pelaporan laba yang rendah dan juga akan mengakibatkan pembayaran pajak yang rendah (tax saving). Tujuan dari penilaian persediaan ini adalah untuk proses penandingan antara pendapatan dan beban.

8. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan seperti struktur kepemilikan,ukuran perusahaan,financial leverage,variabilitas persediaan dan rasio lancar.

9. Metode pencatatan persediaan ada berdasarkan system periodik dan ada yang berdasarkan system perpetual.

10. Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,pelaksanaan,dan pengawasan,penentuan kebutuhan material sehingga kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan persediaan dapat ditekan secara optimal.Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam perencanaan kebutuhan persedian yaitu economic order quantity,reorder point,safety stock dan just in time.Namun,manajemen persedian menghadapi bebarapa hambatan seperti tidak ada ukuran kinerja yang jelas,status pesanan yang tidak akurat,system informasi tidak handal,kebijakan persediaan terlalu sederhana,keputusan supply chain yang tidak terintegrasi dan kesalahan penaksiran biaya persediaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. IFRS 2010 by Wiley

2. PSAK 14 Revisi 2008 : Akuntansi Persediaan

3. Jurnal Manajemen Persediaan oleh Erlina,SE Fakultas Ekonomi,USU

4. Skripsi Analisis Kinerja Manajemen Persediaan pada PT UnitedTractors,Tbk Cabang Semarang oleh Happy Ganadial Stephyna,Universitas Diponegoro

5. http://shelmi.wordpress.com/2009/05/05/jenis-jenis-persediaan/

6. http://tips-belajar-internet.blogspot.com/2009/09/pengertian-inventory-dan-klasifikasinya.html

7. http://id.scribd.com/doc/19867001/10/Pengertian-Inventory

1