108-1537-1-pb.pdf
DESCRIPTION
ikkamTRANSCRIPT
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2 (2012)
16
PENGARUH PENCUACAAN ALAMI TERHADAP PRODUK LATEKS KARET
ALAM BERPENGISI TEPUNG KULIT PISANG YANG DIPUTIHKAN DENGAN
HIDROGEN PEROKSIDA
Emelya Khoesoema, Erick Kamil, Hamidah Harahap
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara,
Jalan Almamater Kampus USU Medan 20155, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pengaruh tepung kulit pisang yang telah diputihkan sebagai pengisi produk lateks karet alam terhadap sinar
matahari dan cuaca dengan variasi pembebanan pengisi tepung kulit pisang yang diputihkan.Tepung kulit
pisang yang telah dihasilkan dikeringkan kemudian diputihkan dengan hidrogen peroksida dan dibuat
menjadi sistem dispersi.Lateks karet alam dicampur dengan tepung kulit pisang yang telah diputihkan
dengan pembebanan pengisi 0 hingga 20 bsk (bagian seratus karet).Produk lateks karet alam yang
dihasilkan kemudian digantung di udara bebas dan terpapar terhadap sinar matahari serta cuaca. Hasil
degradasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit pisang yang telah diputihkandengan hidrogen
peroksida dievaluasi dengan perhitungan kehilangan berat dan analisis Fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR).Produk lateks karet alam mengalami kehilangan berat setelah terpapar terhadap sinar
matahari dan cuaca dari waktu 1 hingga 16 minggu karena proses foto-oksidasi.
Kata kunci: lateks, tepung kulit pisang, biodegradasi, hidrogen peroksida, kehilangan berat
Abstract
The effect of exposing bleached banana skin powder-filled natural rubber products to sun light and weather
with variation of bleached banana skin powder filler loading. Banana skin powder was dried and bleached
with hydrogen peroxide and made into disperse system. Natural rubber latex was compounded with bleached
banana skin powder with filler loading of 0 to 20 phr (per hundred rubber). Natural rubber latex products,
which were produced, were hung in air and exposed to sun light and weather. The degradation of bleached
banana skin powder-filled natural rubber products were evaluated by calculating weight loss of samples and
performing Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) test. Natural rubber latex lost weight after
exposure to sun light and weather from 1 to 16 weeks due to photo-oxidation process.
Keywords: latex, banana skin powder, biodegradation, hydrogen peroxide, weight loss
Pendahuluan
Selama penggunaan bahan polimer, bahan
polimer akan terpapar terhadap lingkungan seperti
panas, kelembaban, oksigen, ozon dan sebagainya.
Berbeda dengan polimer lainnya, karet alam sangat
tahan terhadap degradasi karena pada rantai utama
molekul karet alam terdapat ikatan
rangkap.Degradasi karet alam pada umumnya
dipercepat oleh panas, kelembaban, sinar, ozon,
radiasi dan sebagainya [1].
Pada produk karet alam, degradasi pada
umumnya diakibatkan oleh molekul oksigen dan
ozon. Hal ini disebabkan karena karet alam
mengandung rantai yang memiliki ikatan tak jenuh
yang mudah diserang oleh molekul oksigen dan
ozon.Degradasi oleh ozon pada umumnya
mengakibatkan perubahan warna dan keretakan
pada permukaan produk karet alam. Sementara
degradasi oleh oksigen dan panas mengakibatkan
produk karet alam menjadi lebih lembut [1,2].
Pemberian pengisi akan mempengaruhi sifat
komposit polimer, termasuk sifat degradasi dan
stabilitas polimer [3]. Pengisi juga digunakan untuk
berbagai tujuan di antaranya sebagai penguat, dan
pengurangan biaya [4].Beragam pengisi digunakan
untuk karet alam secara komersil pada umumnya
adalah tanah liat, kalsium karbonat, dan titanium
dioksida [5]. Akhir-akhir ini penggunaan serat alam
sebagai pengisi komersil telah diteliti oleh peneliti
karena serat alam dapat diperbaharui, banyak
tersedia, murah, dan ramah lingkungan [6].
Penelitian mengenai degradasi dengan
penggantungan di udara produk lateks karet alam
berpengisi tepung kulit pisang juga telah dilakukan
oleh Hamidah Harahap et al dan dilaporkan bahwa
produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
pisang dapat didegradasi [7].Tepung kulit pisang
merupakan limbah di Indonesia yang
pemanfaatannya belum begitu banyak, sehingga
akan digunakan sebagai pengisi karet alam.Selain
itu, Anhwange melaporkan bahwa kulit pisang
mengandung serat sebanyak 31,70% [11] sehingga
merupakan potensi sumber serat alami untuk diolah
menjadi pengisi polimer. Penggunaan kulit pisang
yang merupakan sampah organik dari buah pisang
juga bisa mengurangi volume sampah atau limbah
yang akan mencemari lingkungan.
Tepung kulit pisang yang dikeringkan akan
berwarna hitam sehingga akan mempengaruhi
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2 (2012)
17
warna dari produk lateks karet alam. Tepung kulit
pisang terlebih dahulu diputihkan dengan hidrogen
peroksida dan kemudian dicampurkan dengan
lateks karet alam. Degradasi sampel dievaluasi
berdasarkan pengurangan berat sampel dan analisis
Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR).
Teori
Lateks karet alam merupakan dispersi koloid
yang stabil dari cis–1,4–poliisoprena dengan massa
molekul yang tinggi pada media cair [8].Sebelum
lateks digunakan untuk menghasilkan produk perlu
dilakukan sambung-silang terlebih dahulu. Tujuan
penyambung-silangan lateks adalah untuk
menentukan kekuatan film lateks yang dihasilkan
agar mencapai spesifikasi yang diinginkan. Proses
penyambung–silangan bagi lateks dilakukan
dengan mencampurkan bahan tambahan tertentu
kedalam lateks. Bahan tambahan didalam
campuran lateks pada mulanya memiliki ukuran
butiran yang lebih besar dari ukuran partikel lateks
itu sendiri. Jadi bahan tambahan ini perlu
disediakan dalam bentuk dispersi supaya dapat
disebarkan dengan baik dalam partikel lateks [9].
Bahan tambahan (bahan kuratif) yang biasa
digunakan didalam pencampuran lateks
mempunyai fungsi tertentu yang dinyatakan
sebagai berikut: bahan vulkanisasi, bahan pencepat,
bahan pengaktif, bahan penstabil, bahan
antioksidan dan pengisi [10].
Metodologi Penelitian
Penyediaan Pengisi
Kulit pisang dipotong hingga panjang 1 cm dan
dikeringkan pada suhu 100oC selama 24 jam.Kulit
pisang dihancurkan dan diayak hingga diperoleh
tepung kulit pisang dengan ukuran 100
mesh.Tepung kulit pisang diputihkan dengan
larutan hidrogen peroksida 6%.Larutan pemutih ini
terdiri dari larutan 6% hidrogen peroksida,
ditambah larutan natrium hidroksida 10% untuk
menaikan pH hingga 11.Tepung kulit pisang
diputihkan dalam larutan pemutih sambil diaduk
pada suhu 80oC selama 1 jam.Tepung kulit pisang
yang telah diputihkan dicuci dengan air hingga pH
netral dan dibuat ke dalam sistem dispersi. Sistem
dispersi terdiri dari tepung kulit pisang yang telah
diputihkan, air dan polivinil pirolidon dengan
perbandingan berat 15:83:2 dan dicampur selama
24 jam.
Pra-vulkanisasi dan vulkanisasi
Lateks dengan kadar amoniak tinggi dicampur
dengan bahan kuratif dan di-pra-vulkanisasi selama
15 menit pada suhu 70 oC. Karet yang telah di-pra-
vulkanisasi dicampur dengan dispersi tepung kulit
pisang dengan kadar pengisi 5 bsk, 10 bsk, 15 bsk
dan 20 bsk. Film lateks karet alam dibentuk dengan
teknik pencelupan yang mana terlelebih dahulu
dengan membersihkan pembentuk sebelum
mencelupkannya ke dalam senyawaan latex karet
alam. Film latex karet alam yang telah dicelup
divulkanisasi pada suhu 100 ºC.
Tabel 1. Bahan-bahan senyawaan latex
pravulkanisasi
Bahan Berat basah (gr)
High Ammonia Lateks 166,67
Larutan Sulfur 50 % 3
Larutan ZDEC† 50 % 3
Larutan ZnO 30 % 0,83
Larutan Antioksidan 50 % 2
Larutan KOH 10 % 3
Pengisi (tepung kulit pisang) 0, 5, 10, 15, 20, 25
†ZDEC: Zinc Diethylditiocarbamate
Untuk proses degradasi, produk lateks karet
alam berpengisi tepung kulit pisang yang telah
diputihkan dengan hidrogen peroksida ditimbang
dan dicatat massa dari setiap sampel yang akan
diuji. Kemudian sampel tersebut digantung pada
tempat yang terpapar sinar matahari dan cuaca.
Proses menggantung sampel, dilakukan selama
1minggu, hingga 16 minggu. Sampel yang telah
terdegradasi dianalisa.
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kehilangan berat produk film lateks karet alam
akibat biodegradasi sebanding dengan lama
penggantungan. Produk lateks karet alam 0 bsk
menunjukan kehilangan berat yang paling besar
yaitu 27,4678%. Semakin banyak pembebanan
pengisi, maka semakin kecil persentase kehilangan
berat. Persentase kehilangan berat yang paling kecil
pada adalah produk lateks karet alam 20 bsk
sebesar 9,3750 %. Sedangkan persentase
kehilangan berat produk karet lateks karet alam
dengan pembebanan pengisi 15 bsk; 10 bsk; dan 5
bsk adalah 9,7046%; 13,1780% dan 19,3277%
secara berurutan.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2 (2012)
18
Gambar 1. Pengaruh pembebanan pengisi terhadap
biodegradasi produk lateks karet alam dengan
metode penggantungan
Kehilangan berat yang paling besar adalah
produk lateks karet alam yang tanpa pembebanan
pengisi (0 bsk).Semakin ditambahnya pembebanan
pengisi, maka kemampuan terdegradasi semakin
kecil.Hal ini terlihat dari kehilangan berat yang
semakin kecil seiring dengan bertambahnya
pembebanan pengisi.Produk lateks karet alam 0 bsk
setelah digantung dari 1 hingga 16 minggu
menunjukan sifat yang lengket dan lembut serta
perubahan warna menjadi semakin gelap. Karet
alam apabila teroksidasi oleh oksigen yang
mengakibatkan pemutusan ikatan rangkap, maka
akan menjadi lengket dan telah menjadi sifat alami
karet alam [13]. Sifat yang lengket dan lembut ini
karena perusakan sambung silang oleh oksidasi
oksigen dan ultraviolet sinar matahari [1, 12].
Pembebanan 5 bsk juga menunjukan sifat yang
hampir sama seperti sifat produk lateks karet alam
yang tidak diberikan pengisi (0 bsk), sementara
pembebanan yang semakin banyak mengakibatkan
produk lateks karet alam yang digantung selama 16
minggu menjadi rapuh, tetapi tidak lengket dan
warna tidak berubah.Hal ini disebabkan pengisi
juga dapat menyebabkan sinar ultraviolet matahari
tidak dapat menembus matriks karet alam, sehingga
degradasi hanya terjadi pada permukaan karet dan
timbul keretakan pada permukaan karet [12].
Pemaparan sampel terhadap cuaca
mengakibatkan berbagai reaksi terjadi di dalam
produk lateks karet alam, yang mengakibatkan
perubahan hasil spektrum FTIR jika dibandingkan
sampel setelah penggantungan dan sebelum
penggantungan. Dapat dilihat pada Gambar 2
bahwa ada kemunculan dan kehilangan dari
beberapa puncak pada spektrum FTIR. Gugus
karbonil (C=O) pada daerah 1724,36 cm-1
(a) dan
1743,65 cm-1
(b) dan gugus hidroksil (O-H)
3282,84 cm-1
(a) dan 3566,38 cm-1
(b) terdapat
pada sampel yang belum dan sudah digantung.
Sebelum penggantungan terdapat puncak pada
2908,65 cm-1
(a) dan setelah penggantungan
muncul puncak 2939,52 cm-1
dan 2868,15 cm-1
yang merupakan puncak untuk gugus alkane (CH3).
Sebelum penggantungan, gugus alkane
menunjukan puncak yang tajam, sementara sesudah
penggantungan, puncak menjadi datar dan
kehilangan intensitas. Gugus polisakarida pada
puncak 1031,92cm-1
dan 1002,98 cm-1
pada sampel
sebelum penggantungan juga hilang. Hal ini
mengindikasikan terjadi perubahan senyawa pada
sampel. Setelah penggantungan, muncul puncak
yang lebar 3213,41 cm-1
(b) yang merupakan gugus
asam karboksilat, demikian pula muncul puncak
pada daerah 1743,65 cm-1
(b) yang merupakan
gugus karbonil dari ikatan ester. Serangan ozon
mengakibatkan terbentuknya ozonida yang tidak
stabil yang akan membentuk produk yang beragam
berupa asam, ester, keton, dan aldehida [12].
Kesimpulan
Penggunaan tepung kulit pisang yang telah
diputihkan sebagai pengisi produk film lateks karet
alam mengakibatkan proses degradasi menjadi
lebih lambat. Hasil FTIR menunjukan bahwa
produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit
pisang yang diputihkan juga mengalami degradasi.
Setelah penggantungan, produk lateks karet alam
yang tidak berpengisi menjadi lebih lembut dan
lengket karena oksidasi oksigen dan degradasi oleh sinar
ultraviolet sementara produk karet berpengisi tepung
kulit pisang yang diputihkan tidak begitu lembut karena
sinar ultraviolet tidak dapat menembus matriks karet
karena adanya pengisi, sehingga lebih tahan untuk
produk yang terpapar sinar matahari dan cuaca.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2 (2012)
19
(a)
(b)
Gambar 2. Spektrum FTIR dari Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Pisang yang Diputihkan
dengan Hidrogen Peroksida 20 bsk Sebelum (a) dan Sesudah Penggantungan (b)
Daftar Pustaka
[1] V.S. Vinod, S. Varghese, dan B. Kuriakose.
Polym. Deg.and Stab. 75, pp.405-412, 2002.
[2] Datta R.N. dan Huntink. Degradation and
Protection: Current Topics in Elastomer
Research. Penerbit Taylor & Francis, pp.61,
2008.
[3] M.T. Bryk. Degradation of Filled Polymers.
Penerbit Ellis Horwood, London, pp.101,
1991.
[4] N. Rattanasom, T. Saowapark, dan C.
Deeprasertkul. Polym. Test. 26 pp. 369-377,
2006.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2 (2012)
20
[5] J. A. Kent. Kent and Riegel’s Handbook of
Industrial Chemistry and Biotechnology.
Penerbit Springer, New York. pp. 695, 2007.
[6] M. J. John, R. D. Anandjiwala, dan S.
Thomas. Penerbit Old City Publishing,
Philadelphia. pp. 201-202, 2008.
[7] H. Harahap, A. Boy dan N. Sitorus. J. Ilmu
Pengetahuan dan Terapan Reintek 6(1),
pp.23-30, 2011.
[8] D. C. Blackley. Polymer Latices Science and
Technology. Penerbit Chapman & Hall,
London. pp.1-2, 1997.
[9] Indra Surya. Bahan Ajar Teknologi Karet,
Universitas Sumatera Utara, 2006.
[10] J. E. Mark, E. Burman, dan F. R. Eirich. The
Science and Technology of Rubber. Edisi ke–
3. Penerbit Elsevier, Inc., New York. pp. 130-
131, 2005.
[11] B. A. Anhwange, T. J. Ugye dan T. D.
Nyiaatagher. E. J. of Env., Agri., and Food
Chem. 8(6), pp.437-442, 2008.
[12] K. Muniandy, H.Ismail, dan N. Othman.
BioRes. 7 pp. 3999-4011, 2012.
[13] G. R. Hamed, A. N. Gant, dan K. Baranwal.
Elastomer Technology. Penerbit The Rubber
Division ACS, Ohio. pp.16, 2003.