10 perancangan penjadwalan flowshop menggunakan pso rahmi maulidya dkk
DESCRIPTION
PSOTRANSCRIPT
-
Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 189
PERANCANGAN PENJADWALAN FLOWSHOP MENGGUNAKAN
PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK MEMINIMASI
NUMBER OF TARDY JOBS
Rahmi Maulidya, Docki Saraswati, Divani Vania
Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
ABSTRACT
This paper propose an algorithm for general flowshop scheduling problems using Particle
Swarm Optimization that can minimize number of tardy jobs. The algorithm is illustrated in a
case study from the heavy equipment manufacturing industry. The proposed algorithm based on
Particle Swarm Optimization algorithm developed by Tasgetiren using routing symbols,
combined with the characteristic of its production. The jobs would be process in first work
station using Particle Swarm Optimization approaches, for 2nd
until 11th works stasion using
first come first served rules and earliest due date rules for assemblys works station.
Keywords: scheduling, flowshop, particle swarm optimization, number of tardy job
1. PENDAHULUAN1
Penjadwalan merupakan proses
pengambilan keputusan yang peranannya
sangat penting dalam industri manufaktur
dan jasa (Pinedo, 2002). Penjadwalan yaitu
proses pengorganisasian, pemilihan, dan
pemberian waktu dalam penggunaan
sumber daya untuk melaksanakan aktivitas
yang diperlukan dalam menghasilkan
output yang diinginkan (Morton and
Pentico, 1993). Performansi yang menjadi
kriteria diantaranya adalah minimasi waktu
selesai dan minimasi keterlambatan job
(Baker, 1974).
Particle Swarm Optimization
dikembangkan oleh Tasgetiren (2007)
bertujuan untuk memberikan nilai
makespan yang lebih baik. PSO merupakan
salah satu metode optimasi yang setingkat
lebih baik dibandingkan dengan metode
meta heuristic. Penelitian ini merupakan
pengembangan dari studi yang dilakukan
oleh Tasgetiren (2007) terhadap proses
pengerjaan pada lantai produksi yang
melebihi batas due date dan mengakibatkan
keterlambatan dalam pengiriman produk.
Kriteria performansi yang diharapkan
adalah meminimasi jumlah job yang
terlambat dengan batasan bahwa tidak ada
job sisipan. Makalah ini disusun mencakup
Korespondensi :
Rahmi Maulidya
E-mail : [email protected]
pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi,
contoh studi kasus, dan kesimpulan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penjadwalan
Model penjadwalan flowshop yang terjadi
dalam proses produksi adalah :
a. Pure Flow Shop (semua tugas mengalir pada jalur yang sama)
b. General Flow Shop (bila suatu shop mengangani tugas yang bervariasi dan
tidak masuk ke semua mesin)
Aturan Flowshop menurut Pinedo (2002)
yaitu :
Flowshop (Fm) Setelah menyelesaikan satu job
kedalam beberapa mesin, job yang sedang
menunggu akan dialokasikan berdasarkan
aturan first come first served sehingga suatu
job tidak dapat melewati suatu proses apaila
job tersebut sedang menunggu untuk
dikerjakan di suatu mesin
Flexible Flowshop (FFs) Pada tipe flowshop ini memiliki
routing yang berbeda sehingga suatu job
dapat masuk kedalam stasiun. Apabila job
yang sedang mengantri atau menunggu
biasanya diterapkan metode yang sama
dengan Flowshop yaitu aturan first come
first served.
-
190 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Particle Swarm Optimization
Metode ini diperkenalkan Kennedy
dan Eberhart pada tahun 1995. Inisialisasi
dari algoritma ini dilakukan dengan
populasi solusi acak dan generasi baru akan
terus terbentuk seiring kecepatan
perubahannya. PSO mencari solusi dengan
efisiensi yang tinggi karena bersifat
evolusioner. Hal ini dikarenakan adanya
kombinasi dari local search (Personal Best)
dan Global best. PSO merupakan metode
evaluasi terbaru yang terinspirasi dari
evalutioner Strategy (ES), Evolutioner
Programming (EP) dan GA (Tasgetiren,
2007). PSO tidak membutuhkan solusi awal
dan PSO tidak menggunakan filltering
(crossover, mutation).
Karakteristik PSO seringkali dianggap
cocok karena terdapat fitness value
didalamnya sehingga menghasilkan
completion time dan makespan terbaik.
3. METODOLOGI
Metodologi penelitian akan mengikuti
algoritma yang dikembangkan oleh
Tasgetiren (2007) dengan pengembangan
pada bagian simbol untuk routing job dan
bagian penentuan number of tardy job. Pada
bagian akhir dilakukan pembuktian
terhadap bilangan random yang berbeda.
Adapun notasi yang digunakan adalah :
Zij : Bilangan acak deret ke n pada
partikel i dan job j
Uij : Bilangan uniform partikel i dan job j
Xit : Partikel i dalam swarm pada iterasi t
t
jix , : Posisi value untuk partikel i dan pada
dimensi j dimana (j = 1,2,,n) dan n adalah number dimension.
Sehingga untuk iterasi awal,
dinotasikan sebagai
010 ,....,2010 , niii xxxX vij
t : velocity atau kecepatan partikel i dan
job j pada iterasi t t
ji, : Jumlah job j dari partikel i dalam permutasi pada iterasi t
NP : Number of Particle dimana
jumlahnya adalah 2 kali jumlah
dimensi (job)
fi t : Nilai makespan pada fitness value
dimana i menunjukkan partikel dan t
adalah iterasi
f pb
: Fungsi makespan terbaik dalam
personal best
f gb
: Fungsi makespan terbaik dalam
global best t
iP : Personal Best pada iterasi t dan
partikel i
pijt : Personal Best pada partikel i, job j
dan iterasi t tG : Global Best untuk iterasi t
gijt : Global Best pada partikel i dan job j
pada iterasi t
wt : Inertia Weight pada iterasi t
c1, c2 : nilai koefisien akselerasi dimana
nilai c1, c2 = 2
r1, r2 : nilai acak uniform bernilai 0
hingga 1 dimana nilai r1 adalah nilai
uniform untuk posisi partikel dan r2 adalah nilai uniform untuk
kecepatan partikel. Nilai r1 dan r2 merupakan nilai uniform dari Uij
Tit : Tardy pada partikel i dan iterasi t
Penentuan Routing job akan disimbolkan
sebagai berikut:
Jijk = Job, Part, Operasi-ke (1)
Dimana i adalah job yang akan dikerjakan,
j adalah part dari job dan k adalah proses
yang akan berlangsung. Penjadwalan yang
akan dilakukan, tidak hanya dari job yang
ada, namun part-part pembentuk dari job
tersebut juga akan dijadwalkan, karena
proses dari masing-masing part memiliki
waktu yang berbeda-beda.
Langkah pertama Particle Swarm
Optimization (PSO) adalah Initilization,
membangkitkan bilangan acak r1 dgn
metode LCG (Law&Kelton, 2000, h.406) :
iZ = (a Z 1i + b)(mod m) (2)
U i = Zi/m (3)
Dimana :
rij merupakan bilangan acak dengan range
[0,1]. (Lehmer's linear congruential pseudo
random numbers)
a : multiplier (faktor pengali) = 23
b : increment factor
m : modulus = 100000001
Z 1i : bilangan acak sebelumnya
-
Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 191
Untuk menentukan posisi dari setiap
partikel dapat ditulis : t
iX = tijttt xxxx ,...,,, 3,12,11,1 (4) Untuk menentukan posisi dari setiap
partikel di dalam populasi, digunakan
rumus :
1minmaxmin
0 *)( rxxxxji
(5)
Dimana minx = 0.0, maxx = 4.0, dan r 1(Tasgetiren, 2007, et.al) dan r1 merupakan
bilangan acak uniform bernilai antara 0 dan
1.
4. CONTOH STUDI KASUS
Penelitian membahas pesanan yang
diterima oleh PT. FG yang bergerak dalam
fabrikasi alat berat. Karakteristik lantai
produksi seperti terlihat pada Gambar 1.
bersifat general flowshop dan terdapat 12
stasiun kerja dimana stasiun kerja 1 hingga
stasiun kerja 11 merupakan stasiun kerja
permesinan dan stasiun kerja 12 merupakan
stasiun kerja assembly+polish. Pada stasiun
kerja 12 terdapat due date.
Produk yang akan diteliti berjumlah 9
produk yang diantaranya memiliki
komponen pembentuk, sehingga terdapat 17
job yang akan dikerjakan. Produk dan part
yang ada tidak semua masuk kedalam
mesin yang tersedia, tetapi sesuai dengan
proses produksi masing-masing part dan
produk. Untuk memudahkan, produk atau
job yang terdiri dari beberapa part akan
diberi penamaan sebagai berikut :
Jijk = Job, Part, Operasi-ke
simbol tersebut menunjukan proses job
yang ada, untuk simbol J111 yang memiliki
arti Job 1 untuk part 1 dan operasi 1, begitu
seterusnya hingga job ke 17 yang
dinotasikan dalam J911. Pada tabel 1 berikut
adalah hasil penamaan dari setiap produk
dan item yang akan dijadwalkan.
Tabel 1. Notasi Produk dan Notasi Job
Pada Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan
routing sheet dan routing mesin untuk
memproduksi kesembilan job tersebut.
STASIUN 1
Marking
STASIUN 2
Cutting
Wheel
STASIUN 3
Cutting Tos
STASIUN 4
Blender
STASIUN 5
Proffiling
STASIUN 6
Handy Auto
STASIUN 8
Drilling
STASIUN 7
Bor
STASIUN 9
BubutSTASIUN10
Bending
STASIUN11
Gerinda
STASIUN12Welding+polish
FIRST COME FIRST SERVED
FIRST COME FIRST SERVEDDUE DATE
Raw
Material
Finish
Good
Gambar 1. Tahapan proses produksi
-
192 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 2. Tabel Routing Sheet
Tabel 3. Routing Mesin
Gambar 2. Aliran Produksi
-
Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 193
Langkah awal atau Step 1 : intilization
t=0 adalah langkah dimana partikel
mencari posisi terbaiknya. Langkah ini
diawali dengan membangkitkan bilangan
acak menggunakan metode Linier
Congruential Generators (LCG) dimana
nilai Z0 = 47594118 m = 100000001, a =
23, c = 0 untuk mencari nilai random yang
disimbolkan dalam r1 dan r2. Nilai tersebut
akan digunakan untuk mencari posisi dan
kecepatan terbaik untuk 34 partikel
menggunakan aturan Smallest Posistion
Value (SPV) sehingga mendapatkan urutan-
urutan untuk setiap partikel . Urutan yang
didapat dialokasikan kedalam 12 stasiun
kerja menggunakan aturan first come first
served pada stasiun kerja permesinan dan
menggunakan atiran due date untuk stasiun
kerja assembly sehingga akan didapatkan
nilai makespan dan tardy untuk setiap
partikel.
Langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai makespan atau personal
best untuk setiap partikel. Dikarenakan
iterasi t=0 adalah langkah awal, maka
personal best atau posisi terbaik partikel
merupakan posisi itu sendiri. Pada iterasi
t=0 nilai makespan dengan tardy terkecil
berada pada partikel X1 sehingga global
best berada pada partikel tersebut dengan
nilai 7.6182 hari dan tardy sebanyak 3 unit.
Setelah mendapatkan nilai global best
pada iterasi t=0 maka akan dilanjutkan
iterasi t=1 dimana terdapat sedikit
perbedaan tahapan dengan iterasi awal t=0.
Pada iterasi 1, posisi dan kecepatan partikel
akan diperbaharui dari iterasi sebelumnya.
Rumus kecepatan akan terus diperbaharui
sesuai dengan iterasinya. Nilai kecepatan
ini yang akan mempengaruhi urutan-urutan
terbaik dari setiap partikel, karena pada
rumus kecepatan terdapat nilai personal
best dan juga nilai partikel global best pada
iterasi sebelumnya. Sehingga, konsep
dalam PSO tersebut memperbaharui setiap
posisi dan kecepatan sesuai dengan
kecepatan dan posisi terbaik pad itersi
sebelumnya. Namun, setelah posisi dan
kecepatan telah diperbaharui langkah
selanjutnya sama dengan iterasi t=0 yaitu
menentukan urutan job menggunakan
Smallest Position Value (SPV) sehingga
partikel-partikel yang ada memiliki urutan
baru yang akan dievaluasi fungsi
objektifnya. Urutan tersebut akan dihitung
nilai makespan dan tardy menggunakan
cara yang sama dengan iterasi sebelumnya.
Setelah nilai makespan didapatkan, maka
personal best akan diperbaharui. Apabila
nilai makespan pada iterasi t=1 lebih kecil
dari iterasi t=0 maka personal best akan
berubah nilainya mengikuti iterasi dengan
nilai terkecil. Setelah iterasi t=1 selesai
dikerjakan, maka akan didapatkan nilai
global best sebesar 7.6182 hari dengan
Tardy sebanyak 3 unit berada pada partikel
X11. Nilai tersebut sebenarnya sudah
konstan dari nilai dan posisi pada iterasi t=0
namun, iterasi tetap dilanjutkan karena
perbandingan dengan itersi t=0 masih tidak
valid untuk itu diperlukan lagi iterasi yang
dapat membuat nilai tersebut sudah valid.
Iterasi dilanjutkan hingga iterasi t=4 dan
nilai partikel yang didapatkan sudah
konstan dan berada pada posisi yang sama
sehingga iterasipun diberhentikan dan
penjadwalan serta urutan terbaik berada
pada iterasi t=3 dengan partikel X303 berikut
akan ditampilkan hasil rekapitulasi nilai
makespan dan tardy hinga iterasi t=4 :
Tabel 4. Hasil Rekapitulasi PSO
Iterasi Partikel Makespan
(hari)
Tardy
(Tit)
t=0 X1 7.6182 3
t=1 X1 7.6182 3
t=2 X30 7.6182 3
t=3 X30 7.6182 3
t=4 X30 7.6182 3
Pada tabel 4, nilai makespan dan tardy
sudah konstan berada pada posisi partikel
X30 sehingga dapat disimpulkan iterasi
sudah tidak dilanjutkan kembali.
Iterasi t=2 nilai makespan dan tardy
terkecil memiliki nilai yang sama pada
iterasi sebelumnya, namun posisi partikel
berubah menjadi partikel X30 sehinggga
nilai dan posisi partikel dapat dikatakan
belum pada posisi stabil. Untuk itu
diperlukan penambahan iterasi hingga nilai
makespan dan tardy berada pada posisi
stabilnya. Setelelah dilakukan perhitungan
hingga iterasi t=4, didapatkan nilai
makespan konstan dan tidak mengalami
pernurunan sebesar 7.6182 hari dan tardy
sebanyak 3 unit berada pada partikel X30.
-
194 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Iterasi tidak dilanjutkan dikarenakan hasil
yang telah dicapat telah konstan. Sehingga
penjadwalan terbaik berada pada iterasi t=3
partikel X30 dengan urutan job sebagai
berikut : J12 J32 J51 J71 J52 J61 J22
J81 J13 J33 J91 J41 J23 J21 J24 J11 J31
Tabel 5. Perbandingan Hasil PSO dengan metode perusahaan
Hasil perbandingan antara PSO dengan
metode perusahaan, didapatkan penurunan
jumlah job yang terlambat atau number of
tardy jobs menjadi 3 produk yang semula
berjumlah 7 unit dan hasil completion time
terpanjang atau makespan berkurang dari
semula 9.0874 hari menjadi 7.6182 hari
atau 16.16% dari makespan semula.
Hasil PSO masih ada job yang
mengalami keterlambatan, yaitu pada job 3,
job 4 dan job 5. Untuk job 4 tetap menjadi
produk yang terlambat yaitu memiliki nilai
penyelesaian sebesar 5.7831 hari sedang
untuk job 3 sebesar 5,2625 hari dan job 5
sebesar 4.145 hari. Ketiga job tersebut
masih terlambat dikarenakan proses
permesinan yang cukup lama. Dengan kata
lain, urutan maksimal yang dapat
meminimasi keterlambatan tidak
mempertimbangkan job-job tersebut dalam
urutan pengerjaan awal. Selain itu, untuk
job 3 dan job 5 merupakan produk dengan
beberapa komponen pembentuk sehingga
pada proses assembly harus menunggu
semua part telah jadi. Untuk itu, dibutuhkan
minimasi waktu ketika proses permesinan
berlangsung pada job-job yang masih
mengalami keterlambatan
Cara lainnya untuk memperkecil
kembali produk yang telat yaitu dengan
cara memberlakukan overtime atau jam
lembur pada setiap operator. Jam lembur
yang ditetapkan tidak boleh lebih dari 2 jam
setiap perharinya. Berikut adalah
perhitungan bila menambahkan overtime
pada setiap produk :
Job 4 Completion Time
: 5.7831 hari
Overtime Maksimal
: 2 jam = 0.285 hari
Hasil pengurangan dengan overtime
: 5.7832-0.285 = 5.598 hari
Job 5 Completion Time
: 4.145 hari
Overtime Maksimal
: 2 jam = 0.285 hari
Hasil pengurangan dengan overtime
: 4.145-0.285 = 3.3855 hari
Job 3 Completion Time
: 5.3635 hari
Overtime Maksimal
: 2 jam = 0.285 hari
Hasil pengurangan dengan overtime
: 5.3635-0.285 = 5.078 hari
Hasil pengurangan dengan overtime,
didapat pengurangan number of tardy jobs
yang ditunjukkan pada job 5. Untuk job 5
memiliki nilai completion time sebesar
4.145 hari dan ketika jam lembur
dipertimbangkan ternyata dapat
meminimasi waktu penyelesesaian sebesar
3.855. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai
due date. Sedangkan untuk job lainnya
Completion (hari) Tardy (unit) Completion (hari) Tardy (unit)
J1 Cover Trafo MEPE 33 MVA MH 42.672.000 3 2.1719 0 2.3112 0
J2 Tank Trafo MEPE 333 MVA MH.40.672.000 8 9.0874 1 7.6182 0
J3 Main Conservator MEPE 33 MVA MH.47.672.000 4 4.5191 1 5.6587 1
J4 Accesoris Piping MEPE 33 MVA MH 686 4 4.8269 1 5.6679 1
J5 Lifting Lug Comp MEPE 33 MVA MS. 0124 4 4.3853 1 4.4881 1
J6 Ladder MEPE 33 MVA MS 0025 7 7.0883 1 6.7402 0
J7 Stiffner MEPE 33 MVA Det 130 7 7.2171 1 6.9993 0
J8 Stiffner MEPE 33 MVA Det 165, 150 7 7.383 1 6.8882 0
J9 Stiffner MEPE 33 MVA Det 135 7 6.2459 0 5.749 0
9.0874 7.6182
63.6118 53.3274
Completion Time (Hari)7 3
Completion Time (Jam)
Job ProductDUEDATE
(hari)
METODE AWAL METODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
-
Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 195
tidak mengalami perubahan apabila
overtime digunakan,
Penjadwalan Particle Swarm
Optimization Bilangan Acak Kedua
Perhitungan Particle Swarm
Optimization menggunakan bilangan acak
kedua yaitu Z0= 41200311 bertujuan untuk
mengevaluasi bilangan acak yang akan
digunakan dan hasil yang didapat sama
dengan bilangan acak yang digunakan
sebelumnya. Untuk perhitungan bilangan
acak kedua ini, digunakan langkah-langkah
dan cara yang sama dengan bilangan acak
sebelumnya.
Diawali dengan membangkitkan
bilangan random menggunakan Linier
Congruential Generators (LCG) dimana
nilai Z0 = 41200311 m = 100000001, a =
23, c = 0 hingga mendapatkan posisi dan
kecepatan untuk setiap partikel. Setelah
nilai posisi dan kecepatan didapatkan,
langkah selanjutnya adalah mengurutkan
posisi partikel tersebut menggunakan
Smallest Position Value (SPV) sehingga
didapatkan urutan untuk 34 partikel.
Urutan-urutan tersebut akan dialokasikan
kedalam stasiun kerja menggunakan aturan
first come first served untuk stasiun kerja
permesinan dan aturan due date untuk
stasiun assembly. Sehingga akan didapatkan
nilai makespan dan tardy untuk t=0 yang
berada pada partikel X1. Langkah
selanjutnya adalah memperbaharui
kecepatan, posisi partikel dan iterasi dengan
menggunakan tahapan yang sama dengan
bilangan acak sebelumnya. Dimana iterasi
tersebut diperbaharui menjadi iterasi t=1
dan menghasilkan nilai makespan dan tardy
terbaik yang berada pada partikel X3. Iterasi
untuk PSO bilangan acak Z0=
41200311dilanjutkan hingga iterasi
maksimum pada partikel terbaik telah
menemukan posisi yang konstan dan tidak
mengalami penurunan nilai untuk
makespan dan tardy. Langkah selanjutnya
adalah menghitung nilai makespan atau
personal best untuk setiap partikel.
Dikarenakan iterasi t=0 adalah langkah
awal, maka personal best atau posisi terbaik
partikel merupakan posisi itu sendiri. Pada
iterasi t=0 nilai makespan dengan tardy
terkecil berada pada partikel X1 sehingga
global best berada pada partikel tersebut
dengan nilai 7.6182 hari dan tardy
sebanyak 3 unit.
Setelah mendapatkan nilai global best
pada iterasi t=0 maka akan dilanjutkan
iterasi t=1 dimana terdapat sedikit
perbedaan tahapan dengan iterasi awal t=0.
Pada iterasi 1, posisi dan kecepatan partikel
akan diperbaharui dari iterasi sebelumnya.
Kecepatan ini akan terus diperbaharui
sesuai dengan iterasinya. Nilai kecepatan
ini yang akan mempengaruhi urutan-urutan
terbaik dari setiap partikel, karena pada
rumus kecepatan terdapat nilai personal
best dan juga nilai partikel global best pada
iterasi sebelumnya. Sehingga, konsep
dalam PSO tersebut memperbaharui setiap
posisi dan kecepatan sesuai dengan
kecepatan dan posisi terbaik pada iterasi
sebelumnya. Namun, setelah posisi dan
kecepatan telah diperbaharui langkah
selanjutnya sama dengan iterasi t=0 yaitu
menentukan urutan job menggunakan
Smallest Position Value (SPV) sehingga
partikel-partikel yang ada memiliki urutan
baru yang akan dievaluasi fungsi
objektifnya. Urutan tersebut akan dihitung
nilai makespan dan tardy menggunakan
cara yang sama dengan iterasi sebelumnya.
Setelah nilai makespan didapat maka
personal best akan diperbaharui. Apabila
nilai makespan pada iterasi t=1 lebih kecil
dari iterasi t=0 maka personal best akan
berubah nilainya mengikuti iterasi dengan
nilai terkecil. Setelah iterasi t=1 selesai
dikerjakan, maka akan didapatkan nilai
global best sebesar 7.6182 hari dengan
Tardy sebanyak 3 unit berada pada partikel
X31. Nilai tersebut sebenarnya sudah
konstan dari nilai dan posisi pada iterasi t=0
namun, iterasi tetap dilanjutkan karena
perbandingan dengan iterasi t=0 masih
tidak valid untuk itu diperlukan lagi iterasi
yang dapat membuat nilai tersebut sudah
valid. Iterasi dilanjutkan hingga iterasi t=4
dan nilai partikel yang didapatkan sudah
konstan dan berada pada posisi yang sama
sehingga iterasipun diberhentikan dan
penjadwalan serta urutan terbaik berada
pada iterasi t=3 dengan partikel X303 berikut
akan ditampilkan hasil rekapitulasi nilai
makespan dan tardy hinga iterasi t=4.
Tabel 6 berikut adalah hasil personal best
dan global best hingga iterasi t=3.
-
196 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 6. Personal Best Bilangan Acak Kedua Iterasi t=3
X1 7.6182 4 7.8773 5 8.8492 5 7.7662 4 7.6182 X13
X2 7.9259 4 8.3775 4 7.7592 6 8.4886 5 7.7592 X22
X3 8.8492 4 7.6182 3 8.5226 5 8.1088 4 7.6182 X33
X4 7.629 4 7.975 4 8.736 6 8.7785 4 7.629 X43
X5 8.4131 5 8.9831 5 8.216 5 7.7662 4 7.7662 X53
X6 8.4481 4 8.9783 5 7.7198 5 7.8079 5 7.7198 X63
X7 8.2165 5 8.3506 5 7.7804 3 8.414 4 7.7804 X72
X8 8.2538 4 8.8492 5 7.6182 3 7.6182 3 7.6182 X83
X9 8.436 4 8.7425 4 8.1033 6 8.2896 5 8.1033 X92
X10 8.1659 5 8.2896 5 8.4282 5 7.7662 3 7.7662 X103
X11 8.9245 5 9.2451 6 7.7043 5 9.2066 4 7.7043 X112
X12 9.2451 4 8.1088 4 7.8954 3 7.9259 3 7.8954 X122
X13 7.9259 5 8.5214 6 7.6559 4 8.8365 4 7.6559 X132
X14 9.3461 4 7.7662 4 7.7043 4 7.8064 3 7.7043 X142
X15 9.0144 4 7.6182 4 8.7625 4 8.3167 4 7.6182 X153
X16 9.344 5 7.7887 4 7.7219 4 8.7681 4 7.7219 X162
X17 8.4211 5 9.3385 4 8.1088 4 9.3385 4 8.1088 X172
X18 8.8492 4 8.8492 4 8.3903 4 8.8492 5 8.3903 X182
X19 8.7785 4 9.863 4 7.9706 4 7.8363 3 7.8363 X193
X20 8.9873 5 8.4675 5 8.3479 4 8.4368 4 8.3479 X202
X21 8.8492 4 8.5756 4 8.1151 5 7.6182 4 7.6182 X213
X22 8.124 5 8.5379 5 7.803 4 8.7288 5 7.803 X222
X23 8.8492 4 7.9877 4 7.9259 4 8.0363 4 7.9259 X232
X24 9.4635 5 8.4283 5 8.5733 4 8.124 4 8.124 X243
X25 8.1849 5 7.7662 5 8.8492 4 8.5288 4 7.7662 X252
X26 7.9844 4 9.0026 4 8.2199 4 7.7186 3 7.7186 X263
X27 8.436 5 9.1102 4 8.8492 6 8.3306 5 8.3306 X273
X28 8.0551 5 9.513 5 8.0551 5 9.4192 4 8.0551 X282
X29 9.2451 4 8.619 5 7.7587 4 9.4569 5 7.7587 X292
X30 7.8192 4 7.6654 4 7.6182 4 9.1226 5 7.6182 X302
X31 7.9999 4 7.9659 4 7.9626 4 7.9626 5 7.9626 X312
X32 8.3094 4 7.9999 3 7.7289 3 8.2742 4 7.7289 X322
X33 8.5789 5 7.9314 5 8.5288 4 7.7011 4 7.7011 X333
X34 8.4837 5 8.4789 5 7.6563 4 7.7011 4 7.6563 X342
Personal Best
(Pit)
Tardy
(Tit)
Tardy
(Tit)
Tardy (Tit)Partikel
Makespan
t=0 (hari)
Makespan
t=1 (hari)
Makespan
t=2 (hari)
Makespan
t=3 (hari)f
pb Tardy
(Tit)
-
Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 197
Gambar 3. Gantt Chart hasil penjadwalan terbaik
Tabel 7. Hasil Makespan dan Tardy
Metode Makespan
(hari)
Makespan
(jam)
Tardy
(unit) Persentase
Penjadwalan Perusahaan 9.0874 63.6118 7 -
PSO Z0 = 47594118 7.6182 53.3274 3 16.6%
PSO Z0 = 41200311 7.6182 53.3274 3 16,6%
Dari hasil personal best diatas,
didapatkan nilai global best terbaik yaitu
sebesar 7.6182 hari dan tardy sebanyak 3
unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hasil dari bilangan acak pertama dan kedua
tidak mengalami perbedaan hanya posisi
partikel yang berbeda. Tabel 7 berikut
adalah tabel kesimpulan untuk bilangan
acak pertama dan kedua dan metode
perusahaan.
5. KESIMPULAN
Hasil perhitungan pada studi kasus
menunjukkan bahwa penjadwalan job
dengan particle swarm optimization dapat
meminimasi jumlah job yang mungkin
terlambat (number of tardy jobs). Hasil
Number of Tardy Jobs berkurang dari
sebelumnya 7 produk menjadi 3 produk dan
Completion time terpanjang atau makespan
berkurang dari 9,087 hari menjadi 7,6182
hari atau 16.6%. Ini berarti perusahaan
perlu meninjau ulang penetapan due date
antar job yang saling berdekatan.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Baker, Kenneth R. 1974. Introduction to Sequencing and
Scheduling. John Wiley & Sons,
Inc.Canada
[2] Bedworth, David D. and Bailey, James E. 1987. Integrated
Production Control System. John
Wiley & Sons, Inc. Singapore
-
198 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
[3] Brucker, Peter. 2006. Scheduling Algorithms: Springer 5
th edition.
German
[4] Clerc, M. 2005. Particle Swarm Optimization. Lavosier Iste. London
[5] Law, A.M dan Kelton, A.W. 2000. Simulation Modeling and Analysis:
MGH 3rd Edition. New Jersey
[6] Morton, T. and Pentico, D. 1993. Heuristic scheduling system . Jhon
Wiley Interscience
[7] Pinedo, Michael. 2002. Scheduling: Theory, Algorithms, and Systems.
New Jersey: Prentice Hall Inc. 2nd
Edition.
[8] Tasgetiren, M. F., Liang, Y.-C., Sevkli, M., dan Gencyilmaz, G.
2007. A Particle Swarm Optimization Algorithm for
Makespan and Total Flowtime
Minimization in Permutation
Flowshop Sequencing Problem. European Journal of Operational
Research, Vol 177, 1930 1947.