10 perancangan penjadwalan flowshop menggunakan pso rahmi maulidya dkk

10
Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 189 PERANCANGAN PENJADWALAN FLOWSHOP MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK MEMINIMASI NUMBER OF TARDY JOBS Rahmi Maulidya, Docki Saraswati, Divani Vania Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti ABSTRACT This paper propose an algorithm for general flowshop scheduling problems using Particle Swarm Optimization that can minimize number of tardy jobs. The algorithm is illustrated in a case study from the heavy equipment manufacturing industry. The proposed algorithm based on Particle Swarm Optimization algorithm developed by Tasgetiren using routing symbols, combined with the characteristic of its production. The jobs would be process in first work station using Particle Swarm Optimization approaches, for 2 nd until 11 th works stasion using first come first served rules and earliest due date rules for assembly’s works station. Keywords: scheduling, flowshop, particle swarm optimization, number of tardy job 1. PENDAHULUAN 1 Penjadwalan merupakan proses pengambilan keputusan yang peranannya sangat penting dalam industri manufaktur dan jasa (Pinedo, 2002). Penjadwalan yaitu proses pengorganisasian, pemilihan, dan pemberian waktu dalam penggunaan sumber daya untuk melaksanakan aktivitas yang diperlukan dalam menghasilkan output yang diinginkan (Morton and Pentico, 1993). Performansi yang menjadi kriteria diantaranya adalah minimasi waktu selesai dan minimasi keterlambatan job (Baker, 1974). Particle Swarm Optimization dikembangkan oleh Tasgetiren (2007) bertujuan untuk memberikan nilai makespan yang lebih baik. PSO merupakan salah satu metode optimasi yang setingkat lebih baik dibandingkan dengan metode meta heuristic. Penelitian ini merupakan pengembangan dari studi yang dilakukan oleh Tasgetiren (2007) terhadap proses pengerjaan pada lantai produksi yang melebihi batas due date dan mengakibatkan keterlambatan dalam pengiriman produk. Kriteria performansi yang diharapkan adalah meminimasi jumlah job yang terlambat dengan batasan bahwa tidak ada job sisipan. Makalah ini disusun mencakup Korespondensi : Rahmi Maulidya E-mail : [email protected] pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi, contoh studi kasus, dan kesimpulan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Penjadwalan Model penjadwalan flowshop yang terjadi dalam proses produksi adalah : a. Pure Flow Shop (semua tugas mengalir pada jalur yang sama) b. General Flow Shop (bila suatu shop mengangani tugas yang bervariasi dan tidak masuk ke semua mesin) Aturan Flowshop menurut Pinedo (2002) yaitu : Flowshop (Fm) Setelah menyelesaikan satu job kedalam beberapa mesin, job yang sedang menunggu akan dialokasikan berdasarkan aturan first come first served sehingga suatu job tidak dapat melewati suatu proses apaila job tersebut sedang menunggu untuk dikerjakan di suatu mesin Flexible Flowshop (FFs) Pada tipe flowshop ini memiliki routing yang berbeda sehingga suatu job dapat masuk kedalam stasiun. Apabila job yang sedang mengantri atau menunggu biasanya diterapkan metode yang sama dengan Flowshop yaitu aturan first come first served.

Upload: aditya-risqi-pratama

Post on 19-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

PSO

TRANSCRIPT

  • Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 189

    PERANCANGAN PENJADWALAN FLOWSHOP MENGGUNAKAN

    PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK MEMINIMASI

    NUMBER OF TARDY JOBS

    Rahmi Maulidya, Docki Saraswati, Divani Vania

    Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti

    ABSTRACT

    This paper propose an algorithm for general flowshop scheduling problems using Particle

    Swarm Optimization that can minimize number of tardy jobs. The algorithm is illustrated in a

    case study from the heavy equipment manufacturing industry. The proposed algorithm based on

    Particle Swarm Optimization algorithm developed by Tasgetiren using routing symbols,

    combined with the characteristic of its production. The jobs would be process in first work

    station using Particle Swarm Optimization approaches, for 2nd

    until 11th works stasion using

    first come first served rules and earliest due date rules for assemblys works station.

    Keywords: scheduling, flowshop, particle swarm optimization, number of tardy job

    1. PENDAHULUAN1

    Penjadwalan merupakan proses

    pengambilan keputusan yang peranannya

    sangat penting dalam industri manufaktur

    dan jasa (Pinedo, 2002). Penjadwalan yaitu

    proses pengorganisasian, pemilihan, dan

    pemberian waktu dalam penggunaan

    sumber daya untuk melaksanakan aktivitas

    yang diperlukan dalam menghasilkan

    output yang diinginkan (Morton and

    Pentico, 1993). Performansi yang menjadi

    kriteria diantaranya adalah minimasi waktu

    selesai dan minimasi keterlambatan job

    (Baker, 1974).

    Particle Swarm Optimization

    dikembangkan oleh Tasgetiren (2007)

    bertujuan untuk memberikan nilai

    makespan yang lebih baik. PSO merupakan

    salah satu metode optimasi yang setingkat

    lebih baik dibandingkan dengan metode

    meta heuristic. Penelitian ini merupakan

    pengembangan dari studi yang dilakukan

    oleh Tasgetiren (2007) terhadap proses

    pengerjaan pada lantai produksi yang

    melebihi batas due date dan mengakibatkan

    keterlambatan dalam pengiriman produk.

    Kriteria performansi yang diharapkan

    adalah meminimasi jumlah job yang

    terlambat dengan batasan bahwa tidak ada

    job sisipan. Makalah ini disusun mencakup

    Korespondensi :

    Rahmi Maulidya

    E-mail : [email protected]

    pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi,

    contoh studi kasus, dan kesimpulan.

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    Penjadwalan

    Model penjadwalan flowshop yang terjadi

    dalam proses produksi adalah :

    a. Pure Flow Shop (semua tugas mengalir pada jalur yang sama)

    b. General Flow Shop (bila suatu shop mengangani tugas yang bervariasi dan

    tidak masuk ke semua mesin)

    Aturan Flowshop menurut Pinedo (2002)

    yaitu :

    Flowshop (Fm) Setelah menyelesaikan satu job

    kedalam beberapa mesin, job yang sedang

    menunggu akan dialokasikan berdasarkan

    aturan first come first served sehingga suatu

    job tidak dapat melewati suatu proses apaila

    job tersebut sedang menunggu untuk

    dikerjakan di suatu mesin

    Flexible Flowshop (FFs) Pada tipe flowshop ini memiliki

    routing yang berbeda sehingga suatu job

    dapat masuk kedalam stasiun. Apabila job

    yang sedang mengantri atau menunggu

    biasanya diterapkan metode yang sama

    dengan Flowshop yaitu aturan first come

    first served.

  • 190 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

    Particle Swarm Optimization

    Metode ini diperkenalkan Kennedy

    dan Eberhart pada tahun 1995. Inisialisasi

    dari algoritma ini dilakukan dengan

    populasi solusi acak dan generasi baru akan

    terus terbentuk seiring kecepatan

    perubahannya. PSO mencari solusi dengan

    efisiensi yang tinggi karena bersifat

    evolusioner. Hal ini dikarenakan adanya

    kombinasi dari local search (Personal Best)

    dan Global best. PSO merupakan metode

    evaluasi terbaru yang terinspirasi dari

    evalutioner Strategy (ES), Evolutioner

    Programming (EP) dan GA (Tasgetiren,

    2007). PSO tidak membutuhkan solusi awal

    dan PSO tidak menggunakan filltering

    (crossover, mutation).

    Karakteristik PSO seringkali dianggap

    cocok karena terdapat fitness value

    didalamnya sehingga menghasilkan

    completion time dan makespan terbaik.

    3. METODOLOGI

    Metodologi penelitian akan mengikuti

    algoritma yang dikembangkan oleh

    Tasgetiren (2007) dengan pengembangan

    pada bagian simbol untuk routing job dan

    bagian penentuan number of tardy job. Pada

    bagian akhir dilakukan pembuktian

    terhadap bilangan random yang berbeda.

    Adapun notasi yang digunakan adalah :

    Zij : Bilangan acak deret ke n pada

    partikel i dan job j

    Uij : Bilangan uniform partikel i dan job j

    Xit : Partikel i dalam swarm pada iterasi t

    t

    jix , : Posisi value untuk partikel i dan pada

    dimensi j dimana (j = 1,2,,n) dan n adalah number dimension.

    Sehingga untuk iterasi awal,

    dinotasikan sebagai

    010 ,....,2010 , niii xxxX vij

    t : velocity atau kecepatan partikel i dan

    job j pada iterasi t t

    ji, : Jumlah job j dari partikel i dalam permutasi pada iterasi t

    NP : Number of Particle dimana

    jumlahnya adalah 2 kali jumlah

    dimensi (job)

    fi t : Nilai makespan pada fitness value

    dimana i menunjukkan partikel dan t

    adalah iterasi

    f pb

    : Fungsi makespan terbaik dalam

    personal best

    f gb

    : Fungsi makespan terbaik dalam

    global best t

    iP : Personal Best pada iterasi t dan

    partikel i

    pijt : Personal Best pada partikel i, job j

    dan iterasi t tG : Global Best untuk iterasi t

    gijt : Global Best pada partikel i dan job j

    pada iterasi t

    wt : Inertia Weight pada iterasi t

    c1, c2 : nilai koefisien akselerasi dimana

    nilai c1, c2 = 2

    r1, r2 : nilai acak uniform bernilai 0

    hingga 1 dimana nilai r1 adalah nilai

    uniform untuk posisi partikel dan r2 adalah nilai uniform untuk

    kecepatan partikel. Nilai r1 dan r2 merupakan nilai uniform dari Uij

    Tit : Tardy pada partikel i dan iterasi t

    Penentuan Routing job akan disimbolkan

    sebagai berikut:

    Jijk = Job, Part, Operasi-ke (1)

    Dimana i adalah job yang akan dikerjakan,

    j adalah part dari job dan k adalah proses

    yang akan berlangsung. Penjadwalan yang

    akan dilakukan, tidak hanya dari job yang

    ada, namun part-part pembentuk dari job

    tersebut juga akan dijadwalkan, karena

    proses dari masing-masing part memiliki

    waktu yang berbeda-beda.

    Langkah pertama Particle Swarm

    Optimization (PSO) adalah Initilization,

    membangkitkan bilangan acak r1 dgn

    metode LCG (Law&Kelton, 2000, h.406) :

    iZ = (a Z 1i + b)(mod m) (2)

    U i = Zi/m (3)

    Dimana :

    rij merupakan bilangan acak dengan range

    [0,1]. (Lehmer's linear congruential pseudo

    random numbers)

    a : multiplier (faktor pengali) = 23

    b : increment factor

    m : modulus = 100000001

    Z 1i : bilangan acak sebelumnya

  • Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 191

    Untuk menentukan posisi dari setiap

    partikel dapat ditulis : t

    iX = tijttt xxxx ,...,,, 3,12,11,1 (4) Untuk menentukan posisi dari setiap

    partikel di dalam populasi, digunakan

    rumus :

    1minmaxmin

    0 *)( rxxxxji

    (5)

    Dimana minx = 0.0, maxx = 4.0, dan r 1(Tasgetiren, 2007, et.al) dan r1 merupakan

    bilangan acak uniform bernilai antara 0 dan

    1.

    4. CONTOH STUDI KASUS

    Penelitian membahas pesanan yang

    diterima oleh PT. FG yang bergerak dalam

    fabrikasi alat berat. Karakteristik lantai

    produksi seperti terlihat pada Gambar 1.

    bersifat general flowshop dan terdapat 12

    stasiun kerja dimana stasiun kerja 1 hingga

    stasiun kerja 11 merupakan stasiun kerja

    permesinan dan stasiun kerja 12 merupakan

    stasiun kerja assembly+polish. Pada stasiun

    kerja 12 terdapat due date.

    Produk yang akan diteliti berjumlah 9

    produk yang diantaranya memiliki

    komponen pembentuk, sehingga terdapat 17

    job yang akan dikerjakan. Produk dan part

    yang ada tidak semua masuk kedalam

    mesin yang tersedia, tetapi sesuai dengan

    proses produksi masing-masing part dan

    produk. Untuk memudahkan, produk atau

    job yang terdiri dari beberapa part akan

    diberi penamaan sebagai berikut :

    Jijk = Job, Part, Operasi-ke

    simbol tersebut menunjukan proses job

    yang ada, untuk simbol J111 yang memiliki

    arti Job 1 untuk part 1 dan operasi 1, begitu

    seterusnya hingga job ke 17 yang

    dinotasikan dalam J911. Pada tabel 1 berikut

    adalah hasil penamaan dari setiap produk

    dan item yang akan dijadwalkan.

    Tabel 1. Notasi Produk dan Notasi Job

    Pada Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan

    routing sheet dan routing mesin untuk

    memproduksi kesembilan job tersebut.

    STASIUN 1

    Marking

    STASIUN 2

    Cutting

    Wheel

    STASIUN 3

    Cutting Tos

    STASIUN 4

    Blender

    STASIUN 5

    Proffiling

    STASIUN 6

    Handy Auto

    STASIUN 8

    Drilling

    STASIUN 7

    Bor

    STASIUN 9

    BubutSTASIUN10

    Bending

    STASIUN11

    Gerinda

    STASIUN12Welding+polish

    FIRST COME FIRST SERVED

    FIRST COME FIRST SERVEDDUE DATE

    Raw

    Material

    Finish

    Good

    Gambar 1. Tahapan proses produksi

  • 192 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

    Tabel 2. Tabel Routing Sheet

    Tabel 3. Routing Mesin

    Gambar 2. Aliran Produksi

  • Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 193

    Langkah awal atau Step 1 : intilization

    t=0 adalah langkah dimana partikel

    mencari posisi terbaiknya. Langkah ini

    diawali dengan membangkitkan bilangan

    acak menggunakan metode Linier

    Congruential Generators (LCG) dimana

    nilai Z0 = 47594118 m = 100000001, a =

    23, c = 0 untuk mencari nilai random yang

    disimbolkan dalam r1 dan r2. Nilai tersebut

    akan digunakan untuk mencari posisi dan

    kecepatan terbaik untuk 34 partikel

    menggunakan aturan Smallest Posistion

    Value (SPV) sehingga mendapatkan urutan-

    urutan untuk setiap partikel . Urutan yang

    didapat dialokasikan kedalam 12 stasiun

    kerja menggunakan aturan first come first

    served pada stasiun kerja permesinan dan

    menggunakan atiran due date untuk stasiun

    kerja assembly sehingga akan didapatkan

    nilai makespan dan tardy untuk setiap

    partikel.

    Langkah selanjutnya adalah

    menghitung nilai makespan atau personal

    best untuk setiap partikel. Dikarenakan

    iterasi t=0 adalah langkah awal, maka

    personal best atau posisi terbaik partikel

    merupakan posisi itu sendiri. Pada iterasi

    t=0 nilai makespan dengan tardy terkecil

    berada pada partikel X1 sehingga global

    best berada pada partikel tersebut dengan

    nilai 7.6182 hari dan tardy sebanyak 3 unit.

    Setelah mendapatkan nilai global best

    pada iterasi t=0 maka akan dilanjutkan

    iterasi t=1 dimana terdapat sedikit

    perbedaan tahapan dengan iterasi awal t=0.

    Pada iterasi 1, posisi dan kecepatan partikel

    akan diperbaharui dari iterasi sebelumnya.

    Rumus kecepatan akan terus diperbaharui

    sesuai dengan iterasinya. Nilai kecepatan

    ini yang akan mempengaruhi urutan-urutan

    terbaik dari setiap partikel, karena pada

    rumus kecepatan terdapat nilai personal

    best dan juga nilai partikel global best pada

    iterasi sebelumnya. Sehingga, konsep

    dalam PSO tersebut memperbaharui setiap

    posisi dan kecepatan sesuai dengan

    kecepatan dan posisi terbaik pad itersi

    sebelumnya. Namun, setelah posisi dan

    kecepatan telah diperbaharui langkah

    selanjutnya sama dengan iterasi t=0 yaitu

    menentukan urutan job menggunakan

    Smallest Position Value (SPV) sehingga

    partikel-partikel yang ada memiliki urutan

    baru yang akan dievaluasi fungsi

    objektifnya. Urutan tersebut akan dihitung

    nilai makespan dan tardy menggunakan

    cara yang sama dengan iterasi sebelumnya.

    Setelah nilai makespan didapatkan, maka

    personal best akan diperbaharui. Apabila

    nilai makespan pada iterasi t=1 lebih kecil

    dari iterasi t=0 maka personal best akan

    berubah nilainya mengikuti iterasi dengan

    nilai terkecil. Setelah iterasi t=1 selesai

    dikerjakan, maka akan didapatkan nilai

    global best sebesar 7.6182 hari dengan

    Tardy sebanyak 3 unit berada pada partikel

    X11. Nilai tersebut sebenarnya sudah

    konstan dari nilai dan posisi pada iterasi t=0

    namun, iterasi tetap dilanjutkan karena

    perbandingan dengan itersi t=0 masih tidak

    valid untuk itu diperlukan lagi iterasi yang

    dapat membuat nilai tersebut sudah valid.

    Iterasi dilanjutkan hingga iterasi t=4 dan

    nilai partikel yang didapatkan sudah

    konstan dan berada pada posisi yang sama

    sehingga iterasipun diberhentikan dan

    penjadwalan serta urutan terbaik berada

    pada iterasi t=3 dengan partikel X303 berikut

    akan ditampilkan hasil rekapitulasi nilai

    makespan dan tardy hinga iterasi t=4 :

    Tabel 4. Hasil Rekapitulasi PSO

    Iterasi Partikel Makespan

    (hari)

    Tardy

    (Tit)

    t=0 X1 7.6182 3

    t=1 X1 7.6182 3

    t=2 X30 7.6182 3

    t=3 X30 7.6182 3

    t=4 X30 7.6182 3

    Pada tabel 4, nilai makespan dan tardy

    sudah konstan berada pada posisi partikel

    X30 sehingga dapat disimpulkan iterasi

    sudah tidak dilanjutkan kembali.

    Iterasi t=2 nilai makespan dan tardy

    terkecil memiliki nilai yang sama pada

    iterasi sebelumnya, namun posisi partikel

    berubah menjadi partikel X30 sehinggga

    nilai dan posisi partikel dapat dikatakan

    belum pada posisi stabil. Untuk itu

    diperlukan penambahan iterasi hingga nilai

    makespan dan tardy berada pada posisi

    stabilnya. Setelelah dilakukan perhitungan

    hingga iterasi t=4, didapatkan nilai

    makespan konstan dan tidak mengalami

    pernurunan sebesar 7.6182 hari dan tardy

    sebanyak 3 unit berada pada partikel X30.

  • 194 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

    Iterasi tidak dilanjutkan dikarenakan hasil

    yang telah dicapat telah konstan. Sehingga

    penjadwalan terbaik berada pada iterasi t=3

    partikel X30 dengan urutan job sebagai

    berikut : J12 J32 J51 J71 J52 J61 J22

    J81 J13 J33 J91 J41 J23 J21 J24 J11 J31

    Tabel 5. Perbandingan Hasil PSO dengan metode perusahaan

    Hasil perbandingan antara PSO dengan

    metode perusahaan, didapatkan penurunan

    jumlah job yang terlambat atau number of

    tardy jobs menjadi 3 produk yang semula

    berjumlah 7 unit dan hasil completion time

    terpanjang atau makespan berkurang dari

    semula 9.0874 hari menjadi 7.6182 hari

    atau 16.16% dari makespan semula.

    Hasil PSO masih ada job yang

    mengalami keterlambatan, yaitu pada job 3,

    job 4 dan job 5. Untuk job 4 tetap menjadi

    produk yang terlambat yaitu memiliki nilai

    penyelesaian sebesar 5.7831 hari sedang

    untuk job 3 sebesar 5,2625 hari dan job 5

    sebesar 4.145 hari. Ketiga job tersebut

    masih terlambat dikarenakan proses

    permesinan yang cukup lama. Dengan kata

    lain, urutan maksimal yang dapat

    meminimasi keterlambatan tidak

    mempertimbangkan job-job tersebut dalam

    urutan pengerjaan awal. Selain itu, untuk

    job 3 dan job 5 merupakan produk dengan

    beberapa komponen pembentuk sehingga

    pada proses assembly harus menunggu

    semua part telah jadi. Untuk itu, dibutuhkan

    minimasi waktu ketika proses permesinan

    berlangsung pada job-job yang masih

    mengalami keterlambatan

    Cara lainnya untuk memperkecil

    kembali produk yang telat yaitu dengan

    cara memberlakukan overtime atau jam

    lembur pada setiap operator. Jam lembur

    yang ditetapkan tidak boleh lebih dari 2 jam

    setiap perharinya. Berikut adalah

    perhitungan bila menambahkan overtime

    pada setiap produk :

    Job 4 Completion Time

    : 5.7831 hari

    Overtime Maksimal

    : 2 jam = 0.285 hari

    Hasil pengurangan dengan overtime

    : 5.7832-0.285 = 5.598 hari

    Job 5 Completion Time

    : 4.145 hari

    Overtime Maksimal

    : 2 jam = 0.285 hari

    Hasil pengurangan dengan overtime

    : 4.145-0.285 = 3.3855 hari

    Job 3 Completion Time

    : 5.3635 hari

    Overtime Maksimal

    : 2 jam = 0.285 hari

    Hasil pengurangan dengan overtime

    : 5.3635-0.285 = 5.078 hari

    Hasil pengurangan dengan overtime,

    didapat pengurangan number of tardy jobs

    yang ditunjukkan pada job 5. Untuk job 5

    memiliki nilai completion time sebesar

    4.145 hari dan ketika jam lembur

    dipertimbangkan ternyata dapat

    meminimasi waktu penyelesesaian sebesar

    3.855. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai

    due date. Sedangkan untuk job lainnya

    Completion (hari) Tardy (unit) Completion (hari) Tardy (unit)

    J1 Cover Trafo MEPE 33 MVA MH 42.672.000 3 2.1719 0 2.3112 0

    J2 Tank Trafo MEPE 333 MVA MH.40.672.000 8 9.0874 1 7.6182 0

    J3 Main Conservator MEPE 33 MVA MH.47.672.000 4 4.5191 1 5.6587 1

    J4 Accesoris Piping MEPE 33 MVA MH 686 4 4.8269 1 5.6679 1

    J5 Lifting Lug Comp MEPE 33 MVA MS. 0124 4 4.3853 1 4.4881 1

    J6 Ladder MEPE 33 MVA MS 0025 7 7.0883 1 6.7402 0

    J7 Stiffner MEPE 33 MVA Det 130 7 7.2171 1 6.9993 0

    J8 Stiffner MEPE 33 MVA Det 165, 150 7 7.383 1 6.8882 0

    J9 Stiffner MEPE 33 MVA Det 135 7 6.2459 0 5.749 0

    9.0874 7.6182

    63.6118 53.3274

    Completion Time (Hari)7 3

    Completion Time (Jam)

    Job ProductDUEDATE

    (hari)

    METODE AWAL METODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

  • Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 195

    tidak mengalami perubahan apabila

    overtime digunakan,

    Penjadwalan Particle Swarm

    Optimization Bilangan Acak Kedua

    Perhitungan Particle Swarm

    Optimization menggunakan bilangan acak

    kedua yaitu Z0= 41200311 bertujuan untuk

    mengevaluasi bilangan acak yang akan

    digunakan dan hasil yang didapat sama

    dengan bilangan acak yang digunakan

    sebelumnya. Untuk perhitungan bilangan

    acak kedua ini, digunakan langkah-langkah

    dan cara yang sama dengan bilangan acak

    sebelumnya.

    Diawali dengan membangkitkan

    bilangan random menggunakan Linier

    Congruential Generators (LCG) dimana

    nilai Z0 = 41200311 m = 100000001, a =

    23, c = 0 hingga mendapatkan posisi dan

    kecepatan untuk setiap partikel. Setelah

    nilai posisi dan kecepatan didapatkan,

    langkah selanjutnya adalah mengurutkan

    posisi partikel tersebut menggunakan

    Smallest Position Value (SPV) sehingga

    didapatkan urutan untuk 34 partikel.

    Urutan-urutan tersebut akan dialokasikan

    kedalam stasiun kerja menggunakan aturan

    first come first served untuk stasiun kerja

    permesinan dan aturan due date untuk

    stasiun assembly. Sehingga akan didapatkan

    nilai makespan dan tardy untuk t=0 yang

    berada pada partikel X1. Langkah

    selanjutnya adalah memperbaharui

    kecepatan, posisi partikel dan iterasi dengan

    menggunakan tahapan yang sama dengan

    bilangan acak sebelumnya. Dimana iterasi

    tersebut diperbaharui menjadi iterasi t=1

    dan menghasilkan nilai makespan dan tardy

    terbaik yang berada pada partikel X3. Iterasi

    untuk PSO bilangan acak Z0=

    41200311dilanjutkan hingga iterasi

    maksimum pada partikel terbaik telah

    menemukan posisi yang konstan dan tidak

    mengalami penurunan nilai untuk

    makespan dan tardy. Langkah selanjutnya

    adalah menghitung nilai makespan atau

    personal best untuk setiap partikel.

    Dikarenakan iterasi t=0 adalah langkah

    awal, maka personal best atau posisi terbaik

    partikel merupakan posisi itu sendiri. Pada

    iterasi t=0 nilai makespan dengan tardy

    terkecil berada pada partikel X1 sehingga

    global best berada pada partikel tersebut

    dengan nilai 7.6182 hari dan tardy

    sebanyak 3 unit.

    Setelah mendapatkan nilai global best

    pada iterasi t=0 maka akan dilanjutkan

    iterasi t=1 dimana terdapat sedikit

    perbedaan tahapan dengan iterasi awal t=0.

    Pada iterasi 1, posisi dan kecepatan partikel

    akan diperbaharui dari iterasi sebelumnya.

    Kecepatan ini akan terus diperbaharui

    sesuai dengan iterasinya. Nilai kecepatan

    ini yang akan mempengaruhi urutan-urutan

    terbaik dari setiap partikel, karena pada

    rumus kecepatan terdapat nilai personal

    best dan juga nilai partikel global best pada

    iterasi sebelumnya. Sehingga, konsep

    dalam PSO tersebut memperbaharui setiap

    posisi dan kecepatan sesuai dengan

    kecepatan dan posisi terbaik pada iterasi

    sebelumnya. Namun, setelah posisi dan

    kecepatan telah diperbaharui langkah

    selanjutnya sama dengan iterasi t=0 yaitu

    menentukan urutan job menggunakan

    Smallest Position Value (SPV) sehingga

    partikel-partikel yang ada memiliki urutan

    baru yang akan dievaluasi fungsi

    objektifnya. Urutan tersebut akan dihitung

    nilai makespan dan tardy menggunakan

    cara yang sama dengan iterasi sebelumnya.

    Setelah nilai makespan didapat maka

    personal best akan diperbaharui. Apabila

    nilai makespan pada iterasi t=1 lebih kecil

    dari iterasi t=0 maka personal best akan

    berubah nilainya mengikuti iterasi dengan

    nilai terkecil. Setelah iterasi t=1 selesai

    dikerjakan, maka akan didapatkan nilai

    global best sebesar 7.6182 hari dengan

    Tardy sebanyak 3 unit berada pada partikel

    X31. Nilai tersebut sebenarnya sudah

    konstan dari nilai dan posisi pada iterasi t=0

    namun, iterasi tetap dilanjutkan karena

    perbandingan dengan iterasi t=0 masih

    tidak valid untuk itu diperlukan lagi iterasi

    yang dapat membuat nilai tersebut sudah

    valid. Iterasi dilanjutkan hingga iterasi t=4

    dan nilai partikel yang didapatkan sudah

    konstan dan berada pada posisi yang sama

    sehingga iterasipun diberhentikan dan

    penjadwalan serta urutan terbaik berada

    pada iterasi t=3 dengan partikel X303 berikut

    akan ditampilkan hasil rekapitulasi nilai

    makespan dan tardy hinga iterasi t=4.

    Tabel 6 berikut adalah hasil personal best

    dan global best hingga iterasi t=3.

  • 196 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

    Tabel 6. Personal Best Bilangan Acak Kedua Iterasi t=3

    X1 7.6182 4 7.8773 5 8.8492 5 7.7662 4 7.6182 X13

    X2 7.9259 4 8.3775 4 7.7592 6 8.4886 5 7.7592 X22

    X3 8.8492 4 7.6182 3 8.5226 5 8.1088 4 7.6182 X33

    X4 7.629 4 7.975 4 8.736 6 8.7785 4 7.629 X43

    X5 8.4131 5 8.9831 5 8.216 5 7.7662 4 7.7662 X53

    X6 8.4481 4 8.9783 5 7.7198 5 7.8079 5 7.7198 X63

    X7 8.2165 5 8.3506 5 7.7804 3 8.414 4 7.7804 X72

    X8 8.2538 4 8.8492 5 7.6182 3 7.6182 3 7.6182 X83

    X9 8.436 4 8.7425 4 8.1033 6 8.2896 5 8.1033 X92

    X10 8.1659 5 8.2896 5 8.4282 5 7.7662 3 7.7662 X103

    X11 8.9245 5 9.2451 6 7.7043 5 9.2066 4 7.7043 X112

    X12 9.2451 4 8.1088 4 7.8954 3 7.9259 3 7.8954 X122

    X13 7.9259 5 8.5214 6 7.6559 4 8.8365 4 7.6559 X132

    X14 9.3461 4 7.7662 4 7.7043 4 7.8064 3 7.7043 X142

    X15 9.0144 4 7.6182 4 8.7625 4 8.3167 4 7.6182 X153

    X16 9.344 5 7.7887 4 7.7219 4 8.7681 4 7.7219 X162

    X17 8.4211 5 9.3385 4 8.1088 4 9.3385 4 8.1088 X172

    X18 8.8492 4 8.8492 4 8.3903 4 8.8492 5 8.3903 X182

    X19 8.7785 4 9.863 4 7.9706 4 7.8363 3 7.8363 X193

    X20 8.9873 5 8.4675 5 8.3479 4 8.4368 4 8.3479 X202

    X21 8.8492 4 8.5756 4 8.1151 5 7.6182 4 7.6182 X213

    X22 8.124 5 8.5379 5 7.803 4 8.7288 5 7.803 X222

    X23 8.8492 4 7.9877 4 7.9259 4 8.0363 4 7.9259 X232

    X24 9.4635 5 8.4283 5 8.5733 4 8.124 4 8.124 X243

    X25 8.1849 5 7.7662 5 8.8492 4 8.5288 4 7.7662 X252

    X26 7.9844 4 9.0026 4 8.2199 4 7.7186 3 7.7186 X263

    X27 8.436 5 9.1102 4 8.8492 6 8.3306 5 8.3306 X273

    X28 8.0551 5 9.513 5 8.0551 5 9.4192 4 8.0551 X282

    X29 9.2451 4 8.619 5 7.7587 4 9.4569 5 7.7587 X292

    X30 7.8192 4 7.6654 4 7.6182 4 9.1226 5 7.6182 X302

    X31 7.9999 4 7.9659 4 7.9626 4 7.9626 5 7.9626 X312

    X32 8.3094 4 7.9999 3 7.7289 3 8.2742 4 7.7289 X322

    X33 8.5789 5 7.9314 5 8.5288 4 7.7011 4 7.7011 X333

    X34 8.4837 5 8.4789 5 7.6563 4 7.7011 4 7.6563 X342

    Personal Best

    (Pit)

    Tardy

    (Tit)

    Tardy

    (Tit)

    Tardy (Tit)Partikel

    Makespan

    t=0 (hari)

    Makespan

    t=1 (hari)

    Makespan

    t=2 (hari)

    Makespan

    t=3 (hari)f

    pb Tardy

    (Tit)

  • Perancangan Penjadwalan Flowshop (Rahmi Maulidya) 197

    Gambar 3. Gantt Chart hasil penjadwalan terbaik

    Tabel 7. Hasil Makespan dan Tardy

    Metode Makespan

    (hari)

    Makespan

    (jam)

    Tardy

    (unit) Persentase

    Penjadwalan Perusahaan 9.0874 63.6118 7 -

    PSO Z0 = 47594118 7.6182 53.3274 3 16.6%

    PSO Z0 = 41200311 7.6182 53.3274 3 16,6%

    Dari hasil personal best diatas,

    didapatkan nilai global best terbaik yaitu

    sebesar 7.6182 hari dan tardy sebanyak 3

    unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

    hasil dari bilangan acak pertama dan kedua

    tidak mengalami perbedaan hanya posisi

    partikel yang berbeda. Tabel 7 berikut

    adalah tabel kesimpulan untuk bilangan

    acak pertama dan kedua dan metode

    perusahaan.

    5. KESIMPULAN

    Hasil perhitungan pada studi kasus

    menunjukkan bahwa penjadwalan job

    dengan particle swarm optimization dapat

    meminimasi jumlah job yang mungkin

    terlambat (number of tardy jobs). Hasil

    Number of Tardy Jobs berkurang dari

    sebelumnya 7 produk menjadi 3 produk dan

    Completion time terpanjang atau makespan

    berkurang dari 9,087 hari menjadi 7,6182

    hari atau 16.6%. Ini berarti perusahaan

    perlu meninjau ulang penetapan due date

    antar job yang saling berdekatan.

    6. DAFTAR PUSTAKA

    [1] Baker, Kenneth R. 1974. Introduction to Sequencing and

    Scheduling. John Wiley & Sons,

    Inc.Canada

    [2] Bedworth, David D. and Bailey, James E. 1987. Integrated

    Production Control System. John

    Wiley & Sons, Inc. Singapore

  • 198 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

    [3] Brucker, Peter. 2006. Scheduling Algorithms: Springer 5

    th edition.

    German

    [4] Clerc, M. 2005. Particle Swarm Optimization. Lavosier Iste. London

    [5] Law, A.M dan Kelton, A.W. 2000. Simulation Modeling and Analysis:

    MGH 3rd Edition. New Jersey

    [6] Morton, T. and Pentico, D. 1993. Heuristic scheduling system . Jhon

    Wiley Interscience

    [7] Pinedo, Michael. 2002. Scheduling: Theory, Algorithms, and Systems.

    New Jersey: Prentice Hall Inc. 2nd

    Edition.

    [8] Tasgetiren, M. F., Liang, Y.-C., Sevkli, M., dan Gencyilmaz, G.

    2007. A Particle Swarm Optimization Algorithm for

    Makespan and Total Flowtime

    Minimization in Permutation

    Flowshop Sequencing Problem. European Journal of Operational

    Research, Vol 177, 1930 1947.