1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/jppp7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · hurlock, elizabeth,...
TRANSCRIPT
1 / 3
Table of Contents
No. Title Page
1 Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada RemajaLaki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta
1 - 11
2 Pengaruh Fear Of Failure Dan Motivasi Berprestasi Terhadap ProkrastinasiAkademik Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Program Akselerasi
12 - 20
3 Hubungan Antara Perceived Autonomy Support Siswa terhadap Guru denganKreativitas Siswa Kelas XI SMA Insan Mulia Surabaya
21 - 29
4 MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA BERPRESTASI DARIKELUARGA TIDAK MAMPU SECARA EKONOMI
30 - 36
5 Coping Pada Ibu yang Berperan Sebagai Orangtua Tunggal Pasca KematianSuami
37 - 41
6 Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Penyesuaian Diri Pada Taruna AkademiAngkatan Laut
42 - 49
7 Psychological Well-Being Ayah Tunggal Dengan Anak Penderita Cerebral Palsy 50 - 58
8 Hubungan Tingkat Self-Efficacy dengan Tingkat Burnout pada Guru SekolahInklusif di Surabaya
59 - 68
9 Confirmatory Factor Analysis Tes Inteligensi Kolektip Indonesia Tingkat Menengah(TIKI-M)
69 - 76
2 / 3
Vol. 3 - No. 1 / 2014-04TOC : 1, and page : 1 - 11
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran diSMK 'B' Jakarta
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran diSMK 'B' Jakarta
Author :Herdina Indrijati |Fakultas PsikologiNuri Aprilia | [email protected] Psikologi
Abstract
This research was intended to found out if there is any relationship between emotional intelligence and Vandalism in maleadolescents that involve in Vandalism at SMK 'B' Jakarta. Emotional itelligence revealed by Salovey and Mayer (1997)while the juvenille delliquincies mentioned by Jensen (1992). This research was applied to 44 male adolescents,between the age of 15-18 years old, involved in vandalisme between schools and currently studying in SMK 'B' Jakarta.Respondents are male. quessionares was used in this reseach. Emotional intelligence scale that are being used in thisresearch MSCEIT from the research of schutte, mal-ouff, and bhullar (2009) reliability score is 0.924 and for thevandalism scale was contructed by researcher with the reliability score of 0.917. Data analysis used is parametric statisticwith Pearson correlation test using SPSS 16.0 program from windows. The result reveals that emotional intelligencecorrelates with juvenille deliquincies. The correlations coefficient between two variables is 0.702 with the significants of0.000. This proves that the results denied the zero hypothesis and accepted the alternate hypothesis. This result showednegatif relations between emotional intelligence and Vandalism in male adolescents that involve in Vandalism at SMK 'B'Jakarta.
Keyword : Emotional, Intelligence, Juvenile, Delinquency, Adolescent, Tawuran, ,
Daftar Pustaka :1. Dariyo, A,, (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia2. Goleman D., (1997). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Heryana T, penerjemah.Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama3. Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan―(Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarno). Jakarta : Penerbit Erlangga
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
3 / 3
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta
Nuri Aprilia
Herdina Indrijati
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Korespondensi: Nuri Aprilia, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail: [email protected]
Abstract This research was intended to found out if there is any relationship between
emotional intelligence and Vandalism in male adolescents that involve in Vandalism at SMK 'B'
Jakarta. Emotional itelligence revealed by Salovey and Mayer (1997) while the juvenille
delliquincies mentioned by Jensen (1992). This research was applied to 44 male adolescents, between
the age of 15-18 years old, involved in vandalisme between schools and currently studying in
SMK 'B' Jakarta. Respondents are male. quessionares was used in this reseach. Emotional intel-
ligence scale that are being used in this research MSCEIT from the research of schutte, mal-
ouff, and bhullar (2009) reliability score is 0.924 and for the vandalism scale was contructed by
researcher with the reliability score of 0.917. Data analysis used is parametric statistic with Pearson
correlation test using SPSS 16.0 program from windows. The result reveals that emotional intel-
ligence correlates with juvenille deliquincies. The correlations coefficient between two variables
is 0.702 with the significants of 0.000. This proves that the results denied the zero hypothesis
and accepted the alternate hypothesis. This result showed negatif relations between emotional
intelligence and Vandalism in male adolescents that involve in Vandalism at SMK 'B' Jakarta.
Keywords: Emotional Intelligence, Juvenile Delinquency, Adolescent, Tawuran
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar
kecerdasan emosi dengan perilaku delinkuesi pada remaja yang pernah terlibat tawuran di
Jakarta. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini diungkapkan oleh Salovey dan
Mayer (1997), sedangkan perilaku delinkuensi diungkap oleh Jensen (1992). Penelitian ini
dilakukan pada 44 remaja laki-laki berusia 15-18 tahun, pernah terlibat dalam tawuran, dan
bersekolah di SMK 'B' Jakarta. Keseluruhan responden adalah laki-laki. Alat pengumpulan
data berupa kuisioner. Skala kecerdasan emosi penulis mentranslasi alat ukur Mayer-Salovey-
Carusso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) dalam penelitian Schutte, Malouff, & Bhullar
(2009), nilai reliabilitasnya adalah 0,924, sedangkan untuk skala perilaku
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No.01 , April 2014 1
PENDAHULUAN
Kota Jakarta adalah Ibukota Negara
Indonesia, dimana penduduknya dituntut untuk
berpikiran maju dan mempunyai perkembangan
yang pesat. Namun sebagai kota besar Jakarta tak
lepas dari banyak permasalahan. Salah satu
masalah yang terjadi adalah pada remajanya. Dari
sekian banyak permasalahan yang dialami oleh
remaja, yang cukup mencolok di Jakarta adalah
mengenai perkelahian antar pelajar atau tawuran
pelajar.
Melanjutkan data tawuran pelajar oleh
Bimmas Polda Metro Jaya tersebut, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan
sedikitnya sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat
tawuran di wilayah Jabodetabek sejak 1 Januari 2012
hingga 26 September 2012. Jumlah ini meningkat
dari tahun sebelumnya yang memakan korban 12
jiwa pelajar. Pada enam bulan pertama tahun 2012
saja telah terjadi 128 kasus tawuran di Jakarta dan 12
kasus perkelahian menyebabkan kematian.
Sementara itu pada tahun 2011 terjadi 335 kasus
tawuran yang menyebabkan 82 anak meninggal
dunia. (“Tawuran Pelajar Meningkat”, 2012). Data
terbaru yang d idapatkan o leh Komis i
Perlindungan Anak tercatat sepanjang Januari-
November 2013 ini terdapat 255 kasus tawuran
pelajar di kota Jakarta. Menurut Komnas Anak
jumlah ini meningkat sekitar 44 persen di
bandingkan tahun lalu yang hanya 128 kasus.
Dalam 255 kasus kekerasan antarpelajar SMP dan
SMA yang tercatat, 20 siswa meninggal dunia. Dan
ratusan lainnya mengalami luka berat dan luka
ringan. (“2013, Tawuran Meningkat Tajam”, 2013).
Peneliti melakukan penelitian di SMK 'B'
Jakarta, namun peneliti tidak bisa mendapatkan
data resmi mengenai jumlah siswa yang pernah
melakukan tawuran dari pihak sekolah.
Dikarenakan pihak sekolah merasa jika
sekolahnya sedang menjadi sorotan. Dan mereka
mengatakan tidak dapat memberikan data
dikarenakan untuk nama baik sekolah itu sendiri.
Namun Informasi yang peneliti dapat dari staff
pendidik di SMK tersebut, yaitu guru bimbingan
konseling sekolah ini, mereka mengakui jika
memang para siswanya sering terlibat di dalam
sebuah tawuran. Ini di dapatkan dari hasil
wawancara singkat peneliti dengan guru
bimbingan konseling SMK 'B' Jakarta. Berikut
pernyataan dari guru bimbingan konseling
sekolah tersebut.
“Setiap bulan sih pasti ada mbak
kasus yang berhubungan dengan
tawuran. Guru bolak-balik dipanggil
kepolisian itu sudah biasa. Beberapa
siswa kami juga ada yang meninggal
karena tawuran. Tapi dari sekolah
sendiri sudah melakukan banyak
cara untuk mengatasi tawuran.
Misalnya memberi penyuluhan,
memberikan sanksi berat kepada
siswa yang terlibat tawuran, dan
sekolah sudah melakukan banyak
cara untuk mengatasi tawuran.
Misalnya memberi penyuluhan,
memberikan sanksi berat kepada
2
Nuri Aprilia, Herdina Indrijati
tawuran disusun sendiri oleh penulis dengan nilai reliabilitas 0,917. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah statistic parametric dengan teknik uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson
menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecer-
dasan emosi memiliki korelasi dengan perilaku delinkuensi. Besarnya koefisiensi korelasi (r) antara
dua variabel tersebut adalah 0,702 dengan taraf signifikansi 0,000. Sehingga hal ini membuat hipotesis
nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hasil temuan ini menunjukkan jika terdapat hubungan
negatif antara kecerdasan emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat
Tawuran di SMK 'B' Jakarta.
Kata kunci : Kecerdasan emosi, perilaku delinkuensi, tawuran, remaja
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 3 No. 01 , April 2014
siswa yang terlibat tawuran, dan
sekolah sudah melakukan sweeping
ke lokasi-lokasi yang biasa dijadikan
tempat berkumpul para siswa setiap
pulang sekolah dan melakukan
tawuran. Tapi kadang anak kami
tawuran itu untuk melindungi
dirinya karena diserang duluan sama
sekolah lain”
Pernyataan dari guru SMK 'B' Jakarta
tersebut menggambarkan jika tawuran
memang pernah beberapa kali terjadi pada
siswa sekolah ini. Walaupun tidak dapat
diketahui secara kuantitatif berapa kali
jumlah pasti siswa yang melakukan
tawuran.
Dari data-data mengenai tawuran diatas,
memang hampir seluruhnya dilakukan para
pelajar SMA maupun SMP. Para pelajar ini masih
masuk ke dalam kategori remaja. Dimana masa
remaja awal dalam rentang 12-15 tahun, masa
remaja pertengahan dalam rentang 15-18 tahun
dan masa remaja akhir dalam rentang 18-21 tahun
(Monks, 1999). Umumnya di Indonesia usia 12-18
tahun merupakan usia bagi pelajar Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
Dalam masa remaja juga disebutkan
sebagai masa badai dan stress (storm and stress)
yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Meningginya emosi disebabkan karena
remaja berada dalam sebuah tekanan yang
menuntutnya untuk menjadi harapan baru yang
baik di masa depan. Keadaan tertekan semacam
ini juga dapat menyebabkan gagalnya seorang
remaja menyelesaikan sebuah permasalahannya,
sehingga masa remaja sering dikatakan sebagai
usia bermasalah. Masalah-masalah yang terjadi
pada remaja sering menjadi masalah yang sulit
untuk diatasi juga dikarenakan para remaja merasa
mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri dan menolak bantuan
keluarga, orangtua dan guru. Selain itu, remaja
juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap
pengendalian perilaku sosialnya sendiri, sesuai
dengan harapan sosial (Hurlock, 1999).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kenakalan yang dilakukan oleh remaja,
misalnya tumbuh dalam keluarga yang
berantakan, kemiskinan dan lain sebagainya.
Namun ada peran yang dilakukan oleh
keterampilan atau kecerdasan emosional yang
melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi, dan
peran itu sangat penting dalam menentukan
sejauh mana remaja atau seorang anak tidak
dipengaruhi oleh kekerasan atau sejauh mana
mereka menemukan inti ketahanan guna
menanggung kekerasan. (Goleman, 2000).
Kecerdasan emosional diartikan sebagai
kemampuan mengenali perasaan sendiri dan
orang lain serta mampu mengelola emosi tersebut
dengan memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosi
sangat diperlukan oleh anak, terutama remaja
yang sangat rentan dengan tindakan delinkuen
(Gottman, 1992), bahwa anak-anak yang bisa
mengenali dan menguasai emosinya lebih percaya
diri, lebih baik prestasinya dan akan menjadi orang
dewasa yang mampu mengendalikan emosinya.
Kecerdasan emosi menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk mengatur dan mengelola
dorongan-dorongan emosi yang terdapat dalam
diri individu. Keberhasilan atau kegagalan remaja
dalam mengelola emosinya inilah yang digunakan
peneliti untuk menyoroti apakah kecerdasan
emosi memiliki hubungan dengan terjadinya
perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah
terlibat tawuran. Peneliti tertarik meneliti
mengenai kenakalan remaja dilihat dari sudut
pandang individualnya yaitu sisi kecerdasan
emosinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja Laki-Laki
Banyak teor i yang menje laskan
bagaimana sebuah agresivitas muncul, apakah
karena pengaruh biologis genetis, pengaruh
3
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang PernahTerlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01, April 2014
lingkungan atau karena pengaruh dari
proses pembelajaran. Selain itu, ada pula yang
mengansumsikan bahwa, pengaruh budaya sangat
mempengaruhi perilaku agresif, setidaknya
muncul dalam stereotip budaya. Dalam psikologi
gender, juga ada anggapan bahwa, sikap agresivitas
juga dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Sering diungkapkan bahwa laki-laki lebih
agresif daripada perempuan, ini dibuktikan dari
banyaknya penelitian yang berbeda dengan
indicator yang sama. Penelitian eksperimen yang
dilakukan oleh Bandura menguatkan pernyataan,
bahwa laki-laki lebih agresif dari pada perempuan.
Hasil penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh
Whiting dan Edward (dalam Segall dkk, 1999),
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: Anak
lelaki lebih menunjukkan ekspresi dominan, Anak
laki-laki merespon secara agresif hingga memulai
tingkah laku agresif, Anak laki-laki lebih
menampilkan agresi dalam bentuk fisik atau
verbal. Pada anak perempuan, agresivitas
diwujudkan secara tidak langsung. Bentuknya
adalah menyebarkan gossip atau kabar burung,
atau dengan menolak atau menjauhi seseorang
sebagai bagian dari lingkungan pertemanan
(Baron & Byrne, 1994).
Penelitian-penelitian ini menunjukkan
bahwa, memang terdapat bukti kuat yang
membedakan perilaku agresivitas antara laki-laki
dan perempuan, baik dari segi intensitas, arah, dan
bentuk-bentuk agresi yang dimunculkan. Remaja
laki-laki lebih menujukkan agresivitas dalam
ekspresi fisik, sedangkan perempuan lebih kepada
ekspresi emosional. Hal ini juga sejalan dengan
kasus-kasus tawuran pelajar yang terjadi hampir
seluruhnya dilakukan oleh anak laki-laki.
Perilaku Tawuran
Menurut Kartono (2006), kelompok tawuran
remaja ini pada masa awalnya merupakan
kelompok bermain yang dinamis. Permainan yang
mula-mula bers i f a t net ra l , ba ik , dan
menyenangkan, kemudian berubah menjadi
sebuah perilaku eksperimental yang berbahaya
dan sering mengganggu atau merugikan orang
lain. Pada akhirnya kegiatan tersebut menjadi
sebuah tindakan kriminal. Dengan semakin sering
frekuensi kegiatan bersama dalam bentuk
keberandalan dan kejahatan itu membuat
kelompok remaja ini menjadi semakin “ahli”
dalam berkelahi dan terbentuk sebuah perilaku
“perkelahian kelompok”, pengeroyokan, perang
batu, dan termasuk perkelahian antarsekolah.
Aksi demikian ini mempunya tujuan khusus yaitu
mendapatkan prestige individual juga memiliki
dalih untuk menjunjung tinggi nama sekolah.
Mustofa (1998) membagi jenis-jenis tawuran
pelajar menjadi:
a. Tawuran pelajar antara dua kelompok
pelajar dari sekolah yang berbeda yang
mempunyai rasa permusuhan yang telah
terjadi turun-temurun / bersifat tradisional.
b. Tawuran pelajar antara dua kelompok
pelajar. Kelompok yang satu berasal dari satu
sekolah, sedangkan kelompok yang lainnya
berasal dari suatu perguruan yang didalamnya
tergabung beberapa jen is sekolah .
Permusuhan yang terjadi di antara dua
kelompok ini juga bersifat tradisional.
c. Tawuran pelajar antara dua kelompok
pelajar dari sekolah yang berbeda yang bersifat
insidental. Perkelahian jenis ini biasanya
dipicu situasi dan kondisi tertentu. Misalnya
suatu kelompok pelajar yang sedang menaiki
bus secara kebetulan berpapasan dengan
kelompok pelajar yang lainnya. Selanjutnya
terjadilah saling ejek-mengejek sampai
akhirnya terjadi tawuran.
d. Tawuran pelajar antara dua kelompok
pelajar dari sekolah yang sama tetapi berasal
dari jenjang kelas yang berbeda, misalnya
tawuran antara siswa kelas II dengan siswa
kelas III.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Tawuran
Menurut Kartono (2006) ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perkelahian antar
kelompok atau tawuran, dan faktor-faktor itu
4
Nuri Aprilia, Herdiana Indrijati
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. No. 01 , April 2014
terbagi ke dalam dua jenis yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal mencakup reaksi frustasi negatif,
gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri
remaja,gangguan cara berfikir pada diri remaja,
dan gangguan emosional/perasaan pada diri
remaja. Tawuran pada dasarnya dapat terjadi
karena tidak berhasilnya remaja untuk
mengontrol dirinya sendiri.
Gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri
remaja antara lain berupa : ilusi, halusinasi, dan
gambaran semu. Pada umumnya remaja dalam
memberi tanggapan terhadap realita cenderung
melalui pengolhan batin yang keliru, sehingga
timbullah pengertian yang salah. Hal ini
disebabkan oleh harapan yang terlalu muluk-
muluk dan kecemasan yang terlalu berlebihan.
aman dan takut terhadap sesuatu yang tidak jelas;
dan perasaan rendah diri yang dapat melemahkan
cara berfikir, intelektual dan kemauan anak.
2. Faktor Eksternal
Selain faktor dari dalam (internal) yang dapat
menyebabkan tawuran juga ada beberapa faktor
dari luar, yaitu keluarga, lingkungan sekolah yang
tidak menguntungkan dan lingkungan sekitar.
Keluarga memegang peranan penting dalam
membentuk watak anak. Kondisi keluarga sangat
berdampak pada perkembangan yang dialami
seorang anak, apabila hubungan dalam
keluarganya baik maka akan berdampak positif
begitupun sebaliknya, jika hubungan dalam
keluarganya buruk maka akan pula membawa
dampak yang buruk terhadap perkembangan
anak. Misalnya rumah tangga yang berantakan
a k a n m e n ye b a b k a n a n a k m e n g a l a m i
ketidakpastian emosional, perlindungan dari
orang tua, penolakan orang tua dan pengaruh
buruk orang tua.
Bentuk-Bentuk Perilaku Tawuran
Menurut sarwono (2010) ada beberapa bentuk
perilaku yang biasa muncul pada saat suatu
kelompok tawuran yaitu:
1. Perkelahian, pengancaman atau
intimidasi pada orang lain,
2. Merusak fasilitas umum. Seperti
melakukan penyerangan ke sekolah lain, dll.
3. Mengganggu jalannya aktifitas orang lain.
Tawuran yang terjadi juga menyebabkan
terganggunya aktifitas orang lain atau
masyarakat d i seki tarnya . Sepert i
pembajakan bus atau kendaraan umum.
4. Melanggar aturan sekolah,
5. Melanggar undang-undang hukum yang
berlaku di suatu Negara
6. Melanggar aturan orang tua
Perilaku tawuran pelajar yang dilakukan oleh para
remaja ini memang sudah dikategorikan sebagai
bentuk tindakan kriminal karena tidak hanya
membahayakan bagi diri sendiri namun juga
menjadikan pihak lain sebagai korban, bahkan
masyarakat sekitar yang tidak ikut terlibat dalam
perilaku tawuran ini juga mendapatkan kerugian
fisik maupun materi. Bentuk tindakan tawuran ini
sudah termasuk ke dalam bentuk perilaku
delinkuensi (juvenile delinquency).
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional merupakan tipe
dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan untuk memonitor emosi diri dan
orang lain, membedakan jenis emosi tersebut dan
menggunakannya untuk mengerahkan pikiran
dan kemampuan dirinya sendiri. Konsep ini
kemudian dikembangkan oleh Goleman sendiri
sebagai suatu kecakapan emosional yang meliputi
kemampuan mengendalikan diri, memiliki
semangat dan ketekunan, kemampuan
memotivasi diri, ketahanan menghadapi frustasi,
kemampuan mengatur suasana hati, dan
kemampuan menunjukkan empati, harapan serta
optimism. Individu juga mampu membina
hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah
mengenali emosi pada orang lain dengan penuh
perhatian (Goleman, 1997).
Menurut Salovey dan Mayer (1990)
medefinisikan arti formal dari kecerdasan
5Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan
Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang
Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta
emosional adalah Kemampuan untuk
memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan
orang lain, untuk membedakan diantara
mereka, dan menggunakan informasi ini untuk
menjadi suatu dasar pemikiran dan tindakan
dari seseorang. Kemudian definisi ini
disempurnakan dan dipecah menjadi empat
bagian kemampuan yang berbeda namun tetap
berkaitan, yaitu: mengamati, menggunakan,
memahami, dan mengelola emosi (Mayer &
Salovey, 1997).
1. Cabang pertama dari kecerdasan
emosional, perceiving emotions atau
mengamati emosi, adalah kemampuan
untuk mendeteksi dan mengartikan emosi
di wajah, gambar, suara, dan artefak budaya.
Ini juga mencakup kemampuan untuk
mengidentifikasi emosi sendiri. Mengamati
emosi merupakan aspek yang paling dasar
kecerdasan emosional, karena membuat
semua proses lainnya dari informasi
emosional menjadi mungkin.
2. Cabang kedua kecerdasan emosional,
using emotions atau menggunakan emosi,
adalah kemampuan untuk memanfaatkan
emosi untuk memfasilitasi berbagai
kegiatan kognitif, seperti berpikir dan
memecahkan suatu masalah.
3. Cabang ketiga kecerdasan emosional,
understanding emotions atau pemahaman
emosi , adalah kemampuan untuk
memahami bahasa emosi dan untuk
menghargai hubungan yang rumit antara
emosi.
4. C a b a n g k e e m p a t k e c e r d a s a n
emosional, managing emotions atau
mengelola emosi, terdiri dari kemampuan
untuk mengatur emosi dalam diri kita
sendiri dan orang lain. Semua orang pasti
sudah akrab dengan waktu dalam hidup
mereka yang kapan akan mereka miliki
s e m e n t a r a , d a n k a d a n g - k a d a n g
memalukan, kehilangan mengendalikan
emosi mereka. Oleh karena itu, orang yang
cerdas emosi dapat memanfaatkan emosi,
bahkan yang negatif, dan mengatur mereka
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti
adalah penelit ian kuantitat i f. teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik survey. Berdasarkan tujuannya,
penelitian ini termasuk dalam penelitian
eksplanasi. Penelitian eksplanasi adalah
penelitian yang berusaha untuk menjelaskan
sebab dari suatu fenomena yang terjadi
(Neuman, 2006). Populasi penelitian ini adalah
seluruh siswa laki-laki di kelas XII di SMK 'B'
Jakarta. Pengisian alat ukur dilakukan oleh
seluruh siswa laki-laki kelas XII di SMK 'B'
Jakarta. Namun untuk analisis data hanya
menggunakan data dari 44 siswa yang pernah
terlibat dalam tawuran di Jakarta.
Penelitian ini dilakukan pada 44 remaja laki-laki
berusia 15-18 tahun, pernah terlibat dalam
tawuran, dan bersekolah di SMK 'B' Jakarta.
Keseluruhan responden adalah laki-laki. Alat
pengumpulan data berupa 2 buah kuisioner.
Skala kecerdasan emosi penulis mentranslasi
alat ukur milik Mayer-Salovey-Carusso
Emotional Intelligence Test (MSCEIT) dalam
penelitian Schutte, Malouff, & Bhullar (2009),
nilai reliabilitasnya adalah 0,924, sedangkan
untuk skala perilaku tawuran disusun sendiri
oleh penulis dengan nilai reliabilitas 0,917.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah statistic parametric dengan teknik uji
korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson
menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for
Windows.
HASIL PENELITIAN
Hasil uji korelasi antara kecerdasan emosi
dengan perilaku tawuran menunjukkan bahwa
nilai p kedua variabel tersebut sebesar p = .000.
Berdasarkan dasar pengambilan keputusan uji
korelasi maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan diantara kedua variabel
6
Nuri Aprilia, Herdina Indrijati
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014
tersebut sebesar -0.702, arti tanda (-) berarti hasil
uji korelasi adalah negatif. Dapat dilihat jika
korelasi antara kedua variabel cukup tinggi
diantara 0,50 – 1,0 (Cohen, dalam Pallant 2011),
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa arah
hubungan kedua variabel tersebut adalah negatif.
Dari hasil analisis data tersebut berarti bisa
diartikan jika kecerdasan emosi tinggi maka
perilaku tawuran pada Remaja Laki-laki yang
Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta akan
cenderung rendah begitu juga sebaliknya.
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini hasil analisa data
menunjukkan jika terdapat hubungan negatif
antara kecerdasan emosi dengan perilaku
tawuran pada remaja laki-laki yang terlibat
tawuran. Dari hasil analisis data tersebut berarti
bisa diartikan jika kecerdasan emosi tinggi maka
perilaku tawuran pada remaja akan cenderung
rendah. Kecerdasan emosi dalam penelitian ini
mencakup kemampuan seseorang mengamati
emosi, kemampuan menggunakan emosi,
memahami emosi, dan kemampuan mengelola
emosi. Untuk perilaku tawuran yang termasuk ke
dalam perilaku delinkuensi, maka dikategorikan
ke dalam kenakalan yang menimbulkan korban
fisik pada orang lain, menimbulkan korban
materi pada orang lain, dan kenakalan yang
melawan status. Penelitian ini sejak awal telah
menyebutkan jika perilaku tawuran adalah salah
satu bentuk dari perilaku delinkuensi,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
tinjauan pustaka.
Maka dari beberapa uraian diatas dan
hasil uji analisis, hasil penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya yaitu sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Lomas, Stough, Hansen &
Downey (2011) yang mengatakan jika kecerdasan
emosi memiliki hubungan dengan keterlibatan
remaja melakukan perilaku delinkuensi atau
kenakalan pada remaja.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Castillo, Salguero,
Berrocal, & Balluerka (2013) pada remaja di
Negara Spanyol menemukan sebuah hasil
penelitian jika remaja yang mempunyai
kecerdasan emosi yang baik akan membuat
tingkat perilaku delinkuensi seseorang menjadi
rendah, begitu pula sebaliknya. Penelitian
selanjutnya dilakukan oleh Setyowati (1999) yang
menunjukkan bahwa remaja yang memiliki
kecerdasan emosi rendah cenderung melakukan
perbuatan delinkuen daripada mereka yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
Penelitian ini menggunakan hipotesis
berarah dikarenakan ingin mendukung
penelitian yang telah dilakukan oleh Moesono
dkk (1996) yang mengatakan jika terdapat
perbedaan gambaran kecerdasan emosi pada
siswa yang sering ikut terlibat dalam tawuran.
Remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang
baik akan dapat mengontrol diri agar tidak
melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang
merugikan diri mereka sendiri maupun orang
lain. Penelitian lainnya yang juga mendukung
penelitian ini adalah penelitian dari Moskat dan
Sorensen (2012). Penelitian tersebut meyebutkan
jika individu yang memiliki kecerdasan
emosional yang lebih tinggi akan lebih mampu
menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial
yang terbentuk sebelumnya, sehingga menjadi
kurang agresif dan kurang cenderung untuk
melanggar hukum juga melakukan perilaku
kekerasan atau perilaku delinkuensi.
Hasil hubungan antara kecerdasan emosi
dengan perilaku delinkuensi pada remaja yang
terlibat tawuran di Jakarta pada penelitian ini
tergolong besar, yakni 0,702. Berarti terdapat
hubungan yang cukup kuat dari kecerdasan
emosi terhadap terjadinya perilaku delinkuensi.
Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Goleman
(2000) yang menyatakan jika banyak faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya kenakalan yang
dilakukan oleh remaja, misalnya tumbuh dalam
keluarga yang bermasalah, kemiskinan dan lain
sebagainya. Namun ada peran yang dilakukan
oleh keterampilan atau kecerdasan emosional
yang melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi,
7Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan
Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang
Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta
dan peran itu sangat penting dalam menentukan
sejauh mana remaja atau seorang anak tidak
dipengaruhi oleh kekerasan atau sejauh mana
mereka bertahan saat menghadapi kekerasan.
Kecerdasan emosi dari subjek penelitian
ini sebagian besar tergolong pada kategori
sedang dan rendah (tabel 4.6). Dari data tersebut
telah digabungkan antara subjek penelitian yaitu
44 remaja laki-laki yang pernah terlibat tawuran
di SMK 'B' Jakarta, dan populasi yaitu jumlah
keseluruhan kelas XII di SMK 'B' Jakarta. Dari 127
siswa yang mengikuti pengisian kuisioner dalam
penelitian ini terdapat 44 siswa yang pernah
terlibat tawuran dan 83 siswa yang tidak pernah
melakukan tawuran. Dari norma untuk
kecerdasan emosi dapat dilihat jika terdapat 26
subjek yang tergolong ke dalam kecerdasan
emosi rendah dan sangat rendah. Jumlah
keseluruhan subjek yang tergolong rendah dan
sangat rendah terdapat pada subjek yang pernah
terlibat tawuran, dan 18 subjek yang pernah
terlibat tawuran memiliki kecerdasan emosi
yang tergolong sedang. Dari data norma yang ada
dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi dari
subjek penelitian cenderung rendah.
Sedangkan untuk perilaku tawuran dari
subjek penelitian ini sebagian besar tergolong
sedang, tinggi, dan sangat tinggi (tabel 4.9). dari
127 siswa yang mengisi kuisioner terlihat jelas
pada tabel 4.9 jika 44 subjek yang pernah terlibat
tawuran tergolong ke dalam kategori tinggi dan
sangat tinggi. Hanya 4 subjek yang masuk ke
dalam kategori sedang. Terlihat jelas perbedaan
antara siswa yang pernah terlibat dalam tawuran
dan yang tidak pernah terlibat dalam tawuran.
Dari kecerdasan emosinya-pun terlihat jika siswa
yang pernah terlibat tawuran memiliki
kecerdasan emosi yang cenderung rendah.
Analisis norma ini semakin menguatkan hasil
penelitian ini jika terdapat hubungan negatif
antara kecerdasan emosi dengan perilaku
tawuran pada remaja laki-laki di SMK 'B' Jakarta.
Walaupun dari 127 remaja laki-laki di
SMK 'B' Jakarta hanya 44 siswa yang dapat
dijadikan subjek penelitian untuk remaja yang
pernah terlibat tawuran, namun hal ini cukup
mengkhawatirkan dikarenakan hanya dalam
satu sekolah di Jakarta jumlah siswa yang
melakukan perilaku tawuran cukup tinggi. Jika
dikaitkan dengan data dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia mengenai kasus tawuran pelajar
di DKI Jakarta pada tahun 2013 yang berjumlah
255 kasus, maka bisa dikatakan jika remaja yang
terlibat dalam tawuran di Jakarta ini sangat
banyak jumlahnya.
Dengan banyaknya remaja yang terlibat
d a l a m t a w u r a n i n i m e n j a d i s a n g a t
mengkhawatirkan mengingat salah satu tugas
perkembangan pada masa remaja adalah
menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.
Dimana untuk dapat mewujudkan tugas ini,
umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri
dengan menempuh pendidikan formal dan non-
formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan,
keterampilan/ keahlian yang professional
Havighurst (dalam Dariyo, 2004). Schaie (dalam
Dariyo, 2004) mengatakan jika masa tersebut
diistilahkan sebagai masa aquisitif yakni masa di
mana remaja berusaha untuk mencari bekal
pengetahuan dan keterampi lan guna
mewujudkan cita-citanya agar menjadi seorang
ahli yang profesional di bidangnya. Karena itu
adalah hal wajar agar remaja dipersiapkan dan
mempersiapkan diri secara matang dan sebaik-
baiknya. Setiap sekolah yang ada pastinya
mengajarkan hal-hal baik kepada siswanya guna
mempersiapkan diri para siswa untuk terjun ke
masyarakat. Namun kenyataan yang terjadi pada
saat ini marak terjadi tawuran atau perkelahian
antar sekolah yang dilakukan oleh para siswa.
Tentu saja tawuran ini adalah kegiatan yang
negatif dan tidak ada manfaatnya untuk para
remaja. Tawuran hanya akan menyebabkan
korban dan kerugian fisik maupun materi.
Perilaku penyerangan atau tawuran ini
adalah perilaku yang diakibatkan kurangnya
kemampuan seorang remaja untuk mengelola
emosi atau kemarahannya. Hal ini sejalan
8
Nuri Aprilia, Herdina Indrijati
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014
dengan pernyataan Salovey dan Mayer (1990)
yang mengatakan jika orang yang memiliki
kecerdasan emosi mampu menyalurkan
kemarahannya untuk hal-hal yang positif. Bisa
dicontohkan dalam hal tawuran remaja ini. Jika
seorang remaja yang merasa marah atau tidak
terima jika sekolahnya diserang atau diperolok
oleh sekolah yang dianggap 'musuh'nya, remaja
yang mempunyai kecerdasan emosi yang baik
akan dapat menyalurkan kemarahannya melalui
hal yang lebih positif, contohnya mungkin
dengan melakukan sesuatu yang bisa membuat
s e k o l a h n y a l e b i h b e r p r e s t a s i l a g i .
Kemarahannya bisa dijadikan sebuah motivasi
untuk menjadi lebih baik. Sehingga hasil yang
didapat dari penelitian ini adalah remaja yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka
akan membuat perilaku delinkuensi pada
remaja cenderung menjadi rendah.
Dari hasil wawancara singkat dengan
guru sekolah tersebut, yang hasil wawancara
terdapat pada latar belakang, dapat diambil
kesimpulan jika sekolah sendiri sudah cukup
banyak mengupayakan cara agar meminimalisir
terjadinya tawuran ini. Namun kembali lagi
kepada siswanya masing-masing. Tiap-tiap
individu pastinya memiliki cara berpikir dan
kemampuan mengolah emosi yang berbeda.
Dan kemampuan mengolah emosi yang rendah
inilah yang membuat seorang remaja akan
melakukan tawuran. Semua doktrin ataupun
ajakan untuk melakukan tawuran, perkelahian,
ataupun penyerangan terhadap sekolah lain
tidak akan berpengaruh untuk remaja yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
Penelitian ini dilakukan hanya pada
subjek laki-laki. Dikarenakan dalam beberapa
teori mengenai peri laku del inkuensi
menyebutkan jika anak laki-laki lebih banyak
y a n g m e l a k u k a n ke n a k a l a n r e m a j a
dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki
lebih sering terlibat dalam perilaku kekerasan.
Menurut penelitian dari Saad (2003)
perbandingan anak laki-laki dan anak
perempuan melakukan tindakan perkelahian
pelajar adalah 50:1.
Penelitian ini tentunya memiliki
beberapa kelemahan yang dapat mempengaruhi
pembahasan atau analisis pada subjek. Beberapa
kelemahan dalam penelitian ini yaitu : Metode
pengambilan data menggunakan uji terpakai.
Dimana alat ukur yang digunakan pada subjek
tidak melalui uji coba awal sebelumnya. Uji coba
berguna untuk mengetahui apakah aitem-aitem
yang tersedia sudah cukup jelas dan mudah
dipahami. Sedang dalam penelitian ini
penyusunan alat ukur hanya dibantu oleh rater
atau professional judgment dalam menilai
perbaikan kalimat yang digunakan dalam alat
ukur tersebut. Namun uji coba terpakai
digunakan karena keterbatasannya jumlah
populasi subjek. Kelemahan selanjutnya
penelitian ini hanya dilakukan di satu sekolah.
Sehingga jumlah subjek yang didapat tidak
terlalu banyak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil uji analisa data
didapatkan sebuah kesimpulan jika terdapat
hubungan negatif antara kecerdasan emosi
dengan perilaku delinkuensi pada remaja yang
pernah terlibat tawuran di Jakarta. Hubungan
negative ini menunjukkan jika semakin tinggi
kecerdasan emosi seorang remaja makan akan
semakin rendah perilaku delinkuensi atau
kenakalan pada remaja. Saran untuk peneliti
selanjutnya : mengumpulkan data pasti jumlah
pelajar yang tawuran sehingga memungkinkan
untuk menggunakan metode random sampling.
Jika ingin meneliti mengenai tawuran pelajar
bisa melakukan penelitian di beberapa sekolah
agar mendapat subjek yang lebih banyak. Saran
untuk sekolah yang siswanya terlibat tawuran :
bisa memberikan pendekatan secara individual
kepada siswa yang terlibat tawuran. Karena
pendekatan individual ini dapat melatih siswa
agar lebih memiliki keterampilan memahami
emosi. Saran untuk remaja yang terlibat tawuran
: untuk mencegah terjadinya tawuran sebaiknya
9
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan
Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang
Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014
siswa langsung kembali ke rumah masing-masing setelah pulang sekolah. Jika ingin melakukan aktifitas
lain bisa dilakukan di sekolah karena akan lebih aman dengan pengawasan guru, dan kemungkinan
terjadinya penyerangan dari sekolah lainpun semakin kecil. Untuk para remaja yang merasa mudah
terpancing emosi akibat penyerangan sekolah lai dapat mencoba untuk menyalurkan kemarahannya pada
kegiatan seperti olahraga dan ekstrakulikuler lainnya di sekolah.
DAFTAR PUSTAKABaron, R.A., Byrne, D. (1994). Social psychology: understanding human interaction, (10th ed.), Allyn &
Bacon, A Division of Simon & Schuster, Inc, Boston.Castillo R, Salguero JM, Fernández-Berrocal P, Balluerka N. (2013). Effects of an emotional intelligence
intervention on aggression and empathy among adolescents. Journal of adolescent.Dariyo, A, (2004). Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor : Ghalia Indonesia. E. Bynum, Jack. Dan E. Thompson, William. (2002). Juvenile Delinquency a Sociological Approach. Boston:
A Pearson Education Company. Fifth editions.Goleman D. (1997). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Heryana T,
penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan” (Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarno). Jakarta: Penerbit Erlangga.Jensen, G., & Rojek, D. G. (1992). Delinquency and youth crime. Prospect Heights, Ill: Waveland.Kartono, Kartini. (2006). Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo PersadaKim, D. H., Wang, C., Ng, K. M. (2010). A rasch rating scale modeling of the schutte self - Report
emotional intelligence scale in a sample of international students. Assessment, 17,4, 484-496.Lomas, J., Stough, C., Hansen, K. e Downey, L. A. (2011) Brief report: Emotional intelligence,
victimisation and bullying in adolescents. Journal of Adolescence, doi:10.1016/j.adolescence.2011.03.002.
Magai, C., Distel, N., & Liker, R. (1995). Emotion socialisation, attachment and patterns of adult emotional traits. Cognition and Emotion, 9(5),461–481.
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? In P. Salovey & D. Sluyter (Eds.), Emotional development and emotional intelligence: Educational implications (pp. 3–31). New York, NY: Basic Books.
Moskat,H.J., & Sorensen, K.M. (2012). Let's talk about feelings: Emotional Intelligence and Aggression Predict Juvenile Offense. Honors in Psychology, Whitman College.
Moesono, A. dkk. (1996). Faktor-faktor pendukung terjadinya perkelahian sekolah dan kecenderungan pemecahan masalah oleh siswa. Kerjasama proyek Pembinaan Anak & Remaja Dirjend Kebudayaan dan Pusat Penelitian Kemasyarakatan & Budaya Lembaga Penelitian UI.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Rahayu, Haditono, Siti, (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Cetakan 2, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.
Munthe, J. (2013, 21 Desember). 2013, Tawuran meningkat tajam. sh.news [on-line]. Diakses pada tanggal 27 Desember 2013 dari http://www.shnews.co/detile-29900-2013-tawuran-pelajar-meningkat-tajam.html
Mustofa, M. (1998). Perkelahian massal pelajar antar sekolah di DKI Jakarta Studi kasus berganda, rekonstruksi berdasarkan paradigma konstruksivisme. Disertasi (Tidak Diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Pallant, J. (2011). SPSS Survival Manual (4th Ed). Sydney: Midland Typesetter.thPapalia, D.E., Olds, S.W. dan Feldman, R.D. (2007). Human Development. 10 edition. New York :
McGraw Hill. International Edition.
10
Nuri Aprilia, Herdina Indrijati
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol.3 No.01 , April 2014
Priliawito, E & Ruqoyah, S. (2012, 28 September). Sederet Tawuran Pelajar di Jabodetabek Sejak Awal 2012 Metronews [on-line]. Diakses pada tanggal 18 April 2013 dari http://metro.news.viva.co.id/news/read/354946-sederet-tawuran-pelajar-di-jabodetabek-sejak-awal-2012
Saad, Hasballah M. (2003). Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di Jakarta. Yogyakarta: Galang Press.
Salovey P and Mayer J. (1990). Emotional Intellidence. Imagination, cognition, and personality, 9(3), 185-21
Santrock, John W, (2007). Adolescence (�nd ed). Washingtin, DC:Mc Graw-Hill.
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo.
Schutte, N. S., Malouff, J. M., & Bhullar, N. (2009). The Assessing Emotions Scale. In C. Stough, D.Saklofske & J. Parker (Eds.), The Assessment of emotional intelligence (pp. 119-135). New York: Springer.
Segall, M. H., Berry, J. W., Poortinga, Y. H., & Dasen, P. R. (1999). Cross-cultural psychology: Research and applications. Cambridge: Cambridge University Press
Teja, M. (2012).Tawuran Pelajar dan Pendidikan Karakter di Jakarta. Info Singkat Kesekahteraan Sosial. IV (19), 9-10.
Tawuran pelajar meningkat (2012, 23 November) Antara.news [on-line]. Diakses pada tanggal 18 April 2013 dari http://www.antaranews.com/berita/322987/tawuran-pelajar-meningkat
11Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No.01 , April 2014
Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan
Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang
Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta