1 bab i pendahuluan a. latar belakang pt. pln sebagai badan
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara merupakan suatu perusahaan
yang bergerak dalam bidang penyediaan energi listrik di Indonesia. Pada awalnya PT.
PLN ditetapkan sebagai pemegang usaha ketenagalistrikan, namun sejak tahun 1992
pemerintah memberikan kesempatan pada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis
penyediaan tenaga listrik. Oleh karena itu, bulan Juni 1994 PLN dialihkan dari
perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero).
PT. PLN (Persero) yang diberi kuasa Ketenagalistrikan oleh Pemerintah,
sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, memiliki
tugas utama untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi sebesar-
besarnya untuk kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan Nasional Indonesia
seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya untuk
ikut memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk serta dibarengi dengan pembangunan
sarana dan prasana serta peningkatan di bidang usaha dan kegiatan ekonomi, maka
kebutuhan akan tenaga listrik harus tersedia dan perlu ditingkatkan, agar dapat
menyediakan tenaga listrik yang cukup serta merata dengan mutu pelayanan yang
baik.
Universitas Sumatera Utara
2
Undang-undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yang disahkan
oleh Presiden Republik Indonesia Tahun 2009, serta di dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5052 merupakan salah satu peraturan pokok tentang
Ketenagalistrikan di negeri ini,1 dan sebelum berlakunya Undang-undang tersebut,
peraturan tentang Ketenagalistrikan tertuang dalam Undang-undang Nomor 15 tahun
1985 tentang ketenagalistrikan.
Diterbitkannya Undang-Undang tersebut, PLN sebagai salah satu ujung
tombak pelayanan di bidang jasa ketenagalistrikan dari waktu ke waktu, seharusnya
PLN melakukan peningkatan pelayanan masyarakat (konsumen). Kepedulian tersebut
seharusnya tidak hanya terbatas pada pelayanan di bidang bisnis utama PT. PLN
(Persero), yaitu pengadaan listrik dengan kualitas yang baik dengan segala indikator
sesuai harapan pelanggan pada umumnya, tetapi juga kepada peningkatan
administrasi pelayanan pelanggan.
Peningkatan pelayanan dibidang administrasi kepada pelanggan antaranya
yaitu tentang Perjanjian Jual beli Tenaga Listrik antara PT PLN (PERSERO) dengan
Pelanggannya, karena pada saat seorang calon pelanggan yang akan mengajukan
sambungan listrik rumahnya dan si calon pelanggan tersebut telah menyetujui syarat-
syarat yang ditentukan oleh PT PLN (PERSERO), kondisi seperti ini seharusnya
ditindak lanjuti dengan suatu perjanjian, yaitu perjanjian jual beli tenaga listrik
1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, Tentang Ketenagalistrikan, Lembaran Negara RINomor 133 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5052.
Universitas Sumatera Utara
3
dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pelanggan (konsumen) dengan
PT PLN (PERSERO), karena di dalam Perjanjian tersebut akan diatur secara jelas hak
dan kewajiban antara pelanggan dengan PT PLN (PERSERO), di samping itu juga
berpedoman kepada Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan sistem
perlindungan kepada pelanggan, serta keterbukaan informasi sekaligus
menumbuhkan kesadaran PLN sebagai pelaku usaha (produsen), mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sebagai perwujudan kepedulian PLN kepada
pelanggan (konsumen).
Hak dan perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang menarik
untuk dibahas, karena perlindungan konsumen sampai sekarang ini masih banyak
kasus yang timbul, banyak yang masih tidak terselesaikan dengan baik. Tindakan
pelaku usaha dalam hal ini banyak menyebabkan kerugian bagi pihak konsumen,
masalah hak dan perlindungan konsumen maka kita harapkan dapat lebih memahami
apa sebenarnya yang dikatakan dengan perlindungan konsumen. Pihak konsumen
selama ini masih ada yang tidak mengerti apa saja yang menjadi hak mereka dan
kewajiban yang harus mereka dapatkan pada suatu pelaku usaha yang menjual jasa
ataupun bentuk pelayanan lainnya.
Dalam hal ini peran pemerintah dalam memberikan sanksi tegas terhadap
pelaku usaha dan memperhatikan hak dan kewajiban konsumen yang lebih besar,
karena oleh karena itu masalah perlindungan terhadap konsumen tidak saja menjadi
tanggung jawab penjual barang dan jasa, tetapi juga merupakan tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
4
pemerintah, yang dalam hal ini sebagai pemberi pelayan terhadap publik, dikarenakan
cita-cita hukum dan asas-asas hukum merupakan bagian penting budaya hukum
karena menyangkut ide, pemikiran, gagasan bahkan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai yang akan mempengaruhi komponen-komponen sistem hukum lainnya baik
struktur maupun substansi hukumnya yang akan pula mempengaruhi bekerjanya
hukum dalam masyarakat.2
Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu
antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang dan/ atau jasa baginya, dan menumbuh
kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Dalam hal itu
hakekat hukum itu sendiri adalah untuk menjamin kelangsungan keseimbangan
dalam perhubungan antara anggota masyarakat.3
Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi
dalam tiga bagian utama, yaitu:
1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang/atau jasa
kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya.
2. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-unsur
kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan
informasi itu.
2 Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, (PT. Softmedia, Medan, 2009), hal. 103 Kansil C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet.VIII, (Balai Pustaka,
Jakarta, 1989), hal.40
Universitas Sumatera Utara
5
3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.4
Banyak konsumen atau pelanggan yang merasa dirugikan akibat tidak
jelasnya perlindungan terhadap mereka, salah satu penyebab dikarenakan oleh
lemahnya hukum dan perlindungan terhadap konsumen, selain itu juga pihak
konsumen yang merasa dirugikan dengan pemadaman listrik namun tidak pernah
melapor kepada pihak yang berwenang terhadap kerugian yang telah dideritanya.
Setiap orang baik secara individu maupun berkelompok pada suatu saat nanti
pasti menjadi konsumen dari suatu produk barang atau jasa tertentu. Namun
demikian, hubungan perdata antara pelaku usaha dan konsumen tidak selamanya akan
berlangsung harmonis dan saling menguntungkan. Karena konsumen sebagai pihak
yang dilayani, biasanya berada di posisi lemah, maka pelaku usaha sebagai salah satu
badan usaha pelayanan jasa berpotensi atau berpeluang besar untuk wanprestasi atau
merugikan konsumennya dengan mudah.
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu, telah ditemukan suatu sistem
ketenagalistrikan yang berperan penting bagi perkembangan hidup dan kehidupan
masyarakat berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan. Menanggapi perkembangan teknologi tersebut, Pemerintah
Indonesia telah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan untuk memberi
rambu-rambu hukum secara tertulis kepada perorangan atau lembaga yang
4 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (PenerbitGhalia Indonesia, Bogor, 2008), hal 9.
Universitas Sumatera Utara
6
berkepentingan dengan perlindungan konsumen tersebut, berdasarkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Indonesia, Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun
2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Tenaga listrik kini merupakan landasan bagi kehidupan modern, dan
tersedianya dalam jumlah dan mutu yang cukup menjadi syarat bagi suatu masyarakat
yang memiliki kehidupan yang lebih baik dan perkembangan industry yang maju.
Dengan adanya energi listrik dalam keberadaannya untuk mewujudkan suatu
pembangunan energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai
proses kegiatan meliputi energi listrik adalah daya yang dapat digunakan untuk
melakukan berbagai proses kegiatan meliputi energi listrik, mekanik dan panas.
Keberadaaan energi listrik sebagai sarana penerangan bagi masyarakat, dan
berfungsi menjadi salah satu indikator untuk dapat dilaksanakannya pembangunan.
Banyak aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya didalam
meningkatkan kesejahteraan mempergunakan energi listrik.
Pentingnya energi listrik bagi masyarakat dapat ditunjukkan dengan besarnya
penggunaan listrik oleh masyarakat baik itu untuk konsumsi rumah tangga maupun
industri dan perdagangan dalam skala lokal maupun nasional. Tentunya ini sangat
Universitas Sumatera Utara
7
mempengaruhi produksi barang maupun jasa. Hal lainnya yang tak kalah penting
sehubungan dengan fungsi listrik ini adalah adanya kemajuan teknologi komunikasi
maupu informatika yang turut memperluas ruang gerak arus tranportasi barang
maupun jasa.
Dengan demikian dapat dilihat, bahwa energi listrik diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengingat arti penting listrik dalam
kehidupan masyarakat dan pengusaha, maka penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh
Negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh PT. PLN yang melaksanakan usaha
penyediaan tenaga listrik dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan di Indonesia.
Bahwa Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan
pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Tenaga listrik, sebagai salah satu hasil pemanfaatan
kekayaan alam, mempunyai peranan penting bagi negara dalam mewujudkan
pencapaian tujuan pembangunan nasional.5
Pasokan listrik yang mencukupi, harga yang terjangkau adalah harapan
seluruh konsumen pelanggan listrik di Indonesia, namun kenyataannya seringkali
konsumen menemui kenyataan bahwa arus listrik terpaksa naik dengan berbagai
5 Lihat penjelasan Umum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan,alinea ke-1
Universitas Sumatera Utara
8
alasan dan seringnya pemadaman arus listrik bergilir dengan berbagai alasan pula. PT
PLN (Persero) mengklaim selama 2011 lalu, pelanggan listrik di Indonesia rata-rata
hanya mengalami pemadaman sekira lima kali dalam setahun. Angka ini berangsur-
angsur terus turun selama beberapa tahun terakhir.6 Selain seringnya pemadaman
listrik yang dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen adalah pembayaran
rekening listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian konsumen, dan sering sekali
konsumen terpaksa membayar harga yang telah ditentukan dalam tagihan rekening
listrik walaupun kenyataanya pemakaian listrik oleh konsumen tidak sebesar yang
tercantum dalam tagihan tersebut.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, konsumen mendapat
perlindungan secara hukum. Sejak dikeluarkanya Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sedikit banyak telah membuat lega
masyarakat yang notabene adalah konsumen. Namun sebagaimana perlindungan
terhadap hak-hak konsumen ketenagalistrikan. Masyarakat Indonesia sebagai
penerima jasa layanan publik sering mengalami kesulitan akibat ketiadaan standar
pelayanan yang jelas. Masyarakat atau konsumen akan mudah secara sepihak
dijatuhi sanksi jika yang bersangkutan terlambat membayar kewajibannya, tetapi
sebaliknya sanksi yang sama tidak dapat diarahkan kepada pejabat tata usaha Negara
6 Gina Nur Maftuhah, PLN: Pemadaman, (Online:http://economy.okezone.com), diakses padatanggal 6 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
9
yang terlambat merealisasikan pelayananya kepada masyarakat. Ketimpangan ini
dapat terjadi di semua sektor kehidupan.7
Termasuk juga yang terjadi pada pelayanan publik yang diberikan oleh PT.
PLN, hal-hal yang masih mewarnai masalah kelistrikan yang dialami oleh masyarakat
atau konsumen dapat ditemukan antara lain:
a) Kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik;
b) Pemadaman listrik tanpa pemberitahuan;
c) Biaya penyambungan baru;
d) Voltage listrik naik turun (berakibat rusaknya alat-alat elektronik/rumah
tangga);
e) Pembongkaran KWH meter/ alat pembatas dan pengukur (dengan alasan
menunggak rekening listrik beberapa bulan, padahal baru beberapa hari
menyalah, segel tidak ada);
f) Pembayaran rekening dikaitkkan dengan pembayaran punggutan/retribusi;
g) Pemasangan jaringan baru tanpa memakai KWH meter. 8
Asas dan tujuan yang dianut Undang-undang tentang ketenagalistrikan, bahwa
pembangunan ketenagalistrikan (PT. PLN) bertujuan untuk menjamin ketersediaan
tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan
7 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), Hal 173
8 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (PT. CitraAditya Bakti,Bandung,2000), Hal 176
Universitas Sumatera Utara
10
merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,9 telah mencerminkan
adanya kewajiban memberikan perlindungan terhadap konsumen listrik. Pelanggaran
terhadap ini tentu ada konsekuensi hukumnya, kecuali terbukti adanya keadaan
mendesak diluar kemampuan manusia (force majeur) seperti bencana alam atau
gempa bumi yang tidak dapat dihindarkan.
Konsekuensi hukumnya tidak hanya sekedar permintaan maaf, melainkan
kalau perlu pemberian ganti rugi kepada para pelanggan/ konsumen akibat padamnya
listrik. Konskuensi ini wajar, mengingat bila konsumen di duga merugikan PT. PLN,
padahal belum tentu terbukti kebenaranya menurut hukum, konsumen terpaksa
membayar dugaan kerugian tersebut karena kepentingan agar listrik konsumen tidak
diputus. Terhentinya penyediaan tenaga listrik dalam batas-batas tertentu ternyata
dilindungi oleh Undang-undang melalui standar mutu dan keandalan. Artinya harus
ada penetapan standar jumlah dan lama terhentinya penyediaan tenaga listrik karena
gangguan. Bila PT. PLN melanggar standar ini terbuka peluang kecil untuk
mengajukan gugatan ganti rugi.10
Lain halnya dengan penghentian listrik untuk sementara, tidak memberikan
hak bagi konsumen/pelanggan untuk menuntut ganti kerugian, asal dipenuhi salah
satu atau lebih persyaratan sebagai berikut :
9 Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang KetenagalistrikanJo. Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 Tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik.
10 Yusuf Shofie, Op-Cit, hal. 202 dan 203
Universitas Sumatera Utara
11
1. Diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau
rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;
2. Terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan yang bukan karena kelalaian
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik;
3. Terjadi keadaan yang secara teknis berpotensi membahayakan keselamatan
umum; dan/ atau
4. Untuk kepentingan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.11
Ternyata dimensi hukum padamnya aliran listrik tidak mengembirakan bagi
pelanggan/ konsumen listrik terutama konsumen rumah tangga. Karena sampai
sekarang, Hak konsumen listrik untuk mendapatkan ganti kerugian dari PT. PLN
masih belum terealisasi berdasarkan Undang-undang ketenagalistrikan.
Namun demikian masih dijumpai peluang yang sangat kecil untuk
mengajukan gugatan ganti rugi kepada PT. PLN atas dasar perbuatan melawan
hukum sesuai dengan ketentuan pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo
Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 dimana konsumen/
pelanggan dihadapkan pada beban pembuktian yang berat karena harus membuktikan
dengan unsur-unsur yaitu:
1. Perbuatan melawan hukum;
2. Kesalahan/ kelalaian tergugat;
11 Pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 Tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik
Universitas Sumatera Utara
12
3. Kerugian yang dialami pelanggan/ konsumen;
4. Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang
dialami konsumen.12
Dengan keluarnya UUPK, maka membuka peluang untuk konsumen listrik
dalam menuntut hak mereka terhadap kerugian yang ditimbulkan dari kelalaian PT.
PLN. Bahwa energi listrik merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat.
Seiring meningkatnya pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat membuat
kebutuhan energi listrik juga terus meningkat. Sumber daya dan bahan baku untuk
menghasilkan energi listrik juga terus meningkat, tetapi sumber daya dan bahan baku
untuk menghasilkan energi listrik semakin menipis, hal itu membuat harga bahan
baku menjadi naik. Kenaikan itu membuat pemerintah juga harus menaikkan harga
listrik jika tidak ingin mengalami defisit. Kesulitan yang dialami masyarakat
membuat mereka melakukan segala hal untuk mendapatkan sesuatu tanpa mereka
harus mengeluarkan uang, termasuk mendapatkan listrik secara cuma-cuma. Banyak
media online maupun cetak yang memberitakan tentang kasus pelanggaran hukum
arus listrik. Sebenarnya yang mereka lakukan itu merugikan banyak pihak. Termasuk
pelakunya sendiri. .
Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai
lembaga secara bersama-sama, seperti hukum dan tradisi dan dalam masyarakat juga
dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnya dalam
12 Lihat Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012, Tentang Penyediaandan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Universitas Sumatera Utara
13
menciptakan ketertiban itu. 13 Hukum menjadi aspek dari kebudayaan seperti halnya
dengan agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan yang masing-masing menjadi
anasir kebudayaan kita.14 Dikarenakan kehidupan bermasyarakat itu sering terdapat
adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup
masyarakat terutama yang dikenal dengan nama norma hukum.
Penyimpangan norma hukum di masyarakat disebut dengan kejahatan.
Sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari norma pergaulan hidup. Kejahatan
merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat
dimana perilaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Kejahatan yang
merupakan suatu bentuk dari timbulnya gejala sosial itu tidak berdiri sendiri,
melainkan ada hubungan dengan berbagai perkembangan baik kehidupan sosial
ekonomi, hukum, maupun tekhnologi.
Dari keadaan inilah yang menarik perhatian dan mendorong penulis untuk
melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli
Tenaga Listrik Antara PT. PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.“
B. Perumusan Masalah
Dalam menentukan identifikasi masalah maka perlu dipertanyakan apakah
yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk
menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut.15
Berdasarkan latar belakang tersebut dia atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
13 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 1314 Utrecht/ Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Ictiar Baru,
1989), hal. 315 Ronny Kountir, Metode Penelitian Untuk Penelitian Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,
2003), hal. 35
Universitas Sumatera Utara
14
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara hukum dalam
hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan
Pelanggan ?
2. Apakah upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN terhadap
pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli arus listrik ?
3. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT. PLN dalam menanggulangi
pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan ?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dalam hal perjanjian jual beli
tenaga listrik terhadap para pihak yang dilakukan pelaksanaan perjanjian jual beli
tenaga listrik antara hukum dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT.
PLN (Persero) dengan Pelanggan.
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN
(Persero) terhadap Pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli
arus listrik.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi PT. PLN
(Persero) dalam menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh planggan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu;
Universitas Sumatera Utara
15
1. Secara teoritis untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran
dalam ilmu hukum, terutama perlindungan hukum perjanjian jual beli tenaga
listrik terhadap PT. PLN (PERSERO) dengan Pelanggan.
2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi tambahan bahan dalam
mengembangkan kajian ilmu hukum, serta dapat menjadi masukan kepada
pelanggan listrik sehingga dapat mengantisipasi implikasi tindakan perbuatan
melawan hukum dalam memenuhi hak dan kewajiban konsumen Pembangkit
Listrik Negara.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai perlindungan hukum ini sebelumnya udah pernah
dilakukan di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yaitu:
1. Nurhalimah Tusa’diyah, 017005058 dengan Judul Peningkatan Pelayanan
Podusen dalam Rangka Perlindungan Konsumen (Studi Mengenai Pelayanan
PT. PLN (Persero) Sumatera Utara
2. Binsar Hutabarat, 097005083, dengan judul Perubahan Status Perusahaan Listrik
Negara dari Perum menjadi Perseroan dalam kaitannya dengan Public Service
Obligation (PSO).
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya
pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan
Judul “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.
PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan“, belum pernah dilakukan pendekatan dan
Universitas Sumatera Utara
16
perumusan masalah yang sama, walaupun ada topik penelitian tentang hak dan
perlindungan hukum perjanjian namun jelas berbeda. Sehingga penelitian ini dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya secara lmiah dan terbuka terhadap masukan
serta saran-saran yang membangun dalam penulisan penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi.16 Dan suatu teori harus diuji menghadapkan pada fakta-
fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Teori diperlukan untuk
mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum.
Didalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan
kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu
proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling
bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang
minimal.18
Sebagai tolak ukur untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti suatu
teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal
sebagai berikut:
16 J J M M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia, 1996), hal. 203
17 Ibid, hal 1618 Syafrudin Kalo, Teori dan Penemuan Hukum, (Medan, 2009), hal. 19
Universitas Sumatera Utara
17
1) Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2) Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.
3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.
4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin factor-faktor
tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
5) Teori memberikan petunjuk-petumjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan
penelitian.19
Dengan kata lain kerangka teori adalah kerangka berfikir atau butir-butir
pendapat, teori, thesis, mengenai kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi
bahan perbandingan, pegangan teoritis dalam penelitian.20 demikian sesuai dengan
penelitian ini maka sifat penelitian adalah deskriptif analisis.21
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, bahwa selain tergantung pada
metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.
Deskriptif maksudnya penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat.22 Tentang aspek
Perlindungan Hukum terhadap hak-hak konsumen Listrik ditinjau dari Undang-
19 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni 1983), hal 25420 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994),
hal. 8021 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1982) hal 5022 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Cetakan Kelimabelas, Penerbit Raja
Grafindo Persada, 2003), hal 75
Universitas Sumatera Utara
18
undang Nomor 30 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang
Kebijakan Energi Nasional dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Dan sanksi yang diterapkan oleh PLN (PERSERO) apabila
adanya terjadinya pelanggaran yang dilakukan Konsumen atau Pelanggan terhadap
pelanggaran hukum arus listrik.
Menurut Sultan Remy Sjahdeini, Mengartikan perjanjian standar sebagai
perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pemakaianya
dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau
meminta perubahan. Adapun yang dilakukan hanya beberapa hal, misalnya yang
menyangkut jenis harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal yang
spesifik dari obyek yang dijanjikan.23
Tujuan dibuatnya perjanjian standar untuk memberikan kemudahaan
(kepraktisan) bagi para pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, bertolak dari tujuan
itu, Mariam darus Badruzzaman lalu mendifenisikan perjanjian standar sebagai
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.24
Dalam ilmu hukum kita mengenal dua macam subyek hukum yaitu subyek
hukum pribadi (orang-perorangan) dan subyek hukum berupa badan hukum. Terdapat
masing-masing subyek hukum berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan
yang lainya, meskipun dalam hal tersebut keduanya dapat diterapkan suatu aturan
23 Sultan Remy Sjahdeini, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan Yang seimbang BagiPara Pihak Dalam perjanjian Kredit Bank di Indonesia,(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1995),hal 66
24 Mariam Darus Badruzzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari perjanjianbaku (standar), (Bandung: Bina Cipta, 1986), hal 58
Universitas Sumatera Utara
19
yang berlaku umum, bahwa dalam Undang-undang perseroan terbatas dengan secara
tegas dinyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum.25 Ini berarti perseroan
tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada
keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi
kepentingan masyarakat. Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan
manakala subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo
menyatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau
peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu
pihak yang tercermin dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah
yang diberikan oleh hukum.26
Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk
perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum Preventif
artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan
menyelesaikan sengketa. 27
Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait dengan pemerintah dan
tindak pemerintah sebagai titik sentralnya, sehingga lahirnya konsep ini dari
25 Lihat Pasal 1, ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang PerseroanTerbatas
26 Purwanto, Agus J. 2002, Transformasi Demokrasi dan Perbaikan Pelayanan Publik,(Jakarta, Universitas Terbuka), hal. 2
27 Phillipus. M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina ilmu,2006), hal. 5
Universitas Sumatera Utara
20
perkembangan hukum administrasi negara-negara barat. Dengan tindakan pemerintah
sebagai titik sentral, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu:28
a. Perlindungan Hukum Preventif.
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan
untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya
sengketa.
Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah
yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dangan adanya perlindungan
hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam
mengambil keputusan yang didasarkan pada dekresi. Di Indonesia belum ada
pengaturan secara khusus mengenai sarana perlindungan hukum preventif.
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Peradilan Umum dan Peradilan Administrasi
di Indonesia termasuk katagori perlindungan hukum ini.
Pada hukum Represif, tujuan hukum adalah ketertiban dan dasar
keabsahannya adalah pengamatan masyarakat. Aturan-aturannya bersifat terperinci
namun kurang mengikat pembuat aturan, sertingkali terjadi diskresi.29
28Ibid, hal. 20629 Mulyana W. Kusuma dan Paul S. Baut, Hukum, Politik, dan Perubahan Sosial, (Jakarta:
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1988), hal.15
Universitas Sumatera Utara
21
Salah satu asas yang dikenal dan dianut dalam hukum perjanjian di Indonesia
ialah asas kebebasan berkontrak. Asas ini dapat disimpulkan bahwa segala perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.30 Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari
pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak.
Eksistensi hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada keseimbangan
antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi kepentingan masyarakat.
Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek hukum
diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan
kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau peraturan, melainkan
perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin
dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah yang diberikan oleh
hukum.31
Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk
perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum Preventif
artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan
30 Lihat pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata31 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal.40
Universitas Sumatera Utara
22
menyelesaikan sengketa. Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait dengan
pemerintah.
Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa
membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.
Dan dari perkembangan tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali
dilakukan dalam bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana sifatnya
membatasi asas kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan
dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau
setidak-tidaknya diawasi pemerintah.
Bahwa dalam penelitian ini dipakai teori keadilan oleh Radburch yang
menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk mengemban nilai keadilan bagi
kehidupan konkrit manusia, dengan demikian keadilan sebagai suatu nilai memiliki
sifat normatif sekaligus konstitutif. Normatif berarti keadilan sebagai landasan moral
hukum sekaligus sebagai parameter bagi hukum positif, konstitutif bermakna
keadilan harus menjadi unsur yang mutlak bagi hukum. 32
Berdasarkan keterangan di atas dapatlah dilihat bahwa hubungan teori
keadilan yang diterangkan di atas sesuai dengan perjanjian jual beli tenaga listrik
yang dilakukan antara PT. PLN (PERSERO) dengan Pelanggan.
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai
sesuatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan
32 Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,(Yogyakarta: Penerbit Genta Publishing, 2010), hal.130
Universitas Sumatera Utara
23
pertimbangan.33 Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori,
konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu
yang konkrit,yang disebut juga dengan Operational definition.34
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh
karena itu untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini harus definisikan
beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan, atau peranan konsep dalam penelitian adalah
untuk menghubungkan dunia teori dengan observasi, antara abstrasi dan realitas.35
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari
hal-hal yang khusus.36
Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul
penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkonsumsikanya semata-mata kepada
pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun
peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan.37
Konsepsi yang digunakan dalam judul adalah:
1. Tinjauan Hukum adalah meninjau secara yuridis.
33 Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah karya tulis Ilmiah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Hal. 122
34 Op-Cit,1995,hal 1035 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1996), hal 6336 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian,( Yogyakarta: Liberty, 2003) hal 337 Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999)
hal 107-108
Universitas Sumatera Utara
24
2. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.38
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa persetujuan adalah: “Suatu
pengertian, yang dalam Undang-Undang Hindia Belanda dulu dinamakan
Overeenkomsten yaitu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta
kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak”.39
Menurut Subekti suatu perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”40 Abdulkadir Muhammad dalam Subekti mengatakan
bahwa perjanjian adalah: ”Suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan.”41
3. Jual Beli merupakan perjanjian timbal balik di mana pihak yang satu (penjual)
berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain
(si pembeli) berjanji untuk membayar harga barang yang diterimanya
4. Tenaga Listrik Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang
dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan,
tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau
isyarat.42
38 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata39 Wirjono Prodjodikoro. Azas-azas Hukum Perjanjian. (Jakarta: Mandar Maju, 2000) hal. 1140 Subekti. Aneka Hukum Perjanjian. (Bandung: Pradnya Paramit, 1995) hal. 141 Ibid. hal. 7842 Lihat Pasal 1 angka 3 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
Universitas Sumatera Utara
25
5. Pelanggan (konsumen) aalah Konsumen adalah setiap orang atau badan yang
membeli tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. 43
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis yakni
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-
norma adalah hukum positif. Penelitian normative analisis menggunakan pendekatan
perundang-undangan (Statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan
perundang-undangan dengan tema sentral penelitian tentang perjanjian jual beli
tenaga listrik antara PLN dan Pelanggan.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penyusuanan tesis ini adalah dengan
menggunakan data sekunder, yang terdiri atas:
a. Bahan Hukum Primer, antara lain peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan jabatan notaris yaitu adalah KUH Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor
14 Tahun 2012 Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
b. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan dengan kode etik Notaris.
43 Lihat Pasal 1 angka 7 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
Universitas Sumatera Utara
26
c. Bahan Hukum Tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer,
sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, dan jurnal ilmiah, serta
bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk
melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenaranya, maka pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cara:
a) Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk mendapatkan data-data
sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah dan
bahan-bahan hukum lainya yang terkaitan masalah penelitian ini.
b) Studi lapangan (field research) dilakukan untuk mendapatkan data-data
primer dengan cara melakukan wawancara kepada pihak yang berkaitan
dengan permasalahan ini.
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan atau data-data hukum
sekunder adalah KUH Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 Tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009
tentang Ketenagalistrikan dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait
langsung dengan permasalahan ini.
Universitas Sumatera Utara
27
Untuk menguatkan data sekunder dari penelitian kepustakaan, maka dalam
penelitian lapangan ini juga menggunakan metode wawancara yang akan diadakan
dengan beberapa informan, seperti : Pejabat PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan. Responden/informan ditentukan secara purposive sampling,44 yaitu
penarikan sample dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan
tertentu.45
Untuk menguatkan data sekunder melalui metode wawancara di lapangan,
metode wawancara dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang
tidak dapat diperoleh lewat pengamatan.46 Teknik wawancara yang dilakukan adalah
melalui wawancara terstruktural (guided interview).
4. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan
analisa data. Analisa data pada penelitian hukum lajim dikerjakan melalui pendekatan
kuantatif dan/atau pendekatan kualitatif.47 Pada penelitian terhadap permasalahan ini,
maka digunakan metode analisis normative-kualitatif. Normatif, karena penelitian
bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum positif.
44P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,1991), hal. 33, menyebutkan bahwa cara purposive sample diambil berdasarkan pertimbangansubyektif peneliti, dimana persyaratan yang dibuat sebagai criteria harus dipenuhi sebagai sample
45Ronny Hanitijo Soemitro, hal 51. purposive sampling dilakukan dengan cara mengambilsubyek didasarkan pada tujuan tertentu, haruslah dipenuhi persyaratan sebagai berikut:a) Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama
populasi.b) Subyek yang diambil sebagai sample harus benar-benar merupakan subyek yang paling banyak
mengandung ciri-ciri populasi.c) Penentuan karakteristik populasi yang ditentukan dengan teliti dalam studi pendahuluan.
46 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1996) hal 5947 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan kedua, (Jakarta:
Penerbit Sinar Grafika, 1996), hal 19
Universitas Sumatera Utara
28
Analisis data dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan pemeriksaan,
pengelompokan, pengolahan dan evaluasi, sehingga diketahui tingkat validitasnya.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode berfikir dedukatif,
sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang sesuai dengan
permasalahan.
Universitas Sumatera Utara