05 jalur-jalur penetrasi.docx

4
JALUR-JALUR PENETRASI Oleh : H. Sofyan Siraj Abdul Wahab, Lc. MM Dewan Penasehat Ikatan Da’I Indonesia (IKADI) Riau Islam harus difahami secara komprehensif, tidak boleh sebagaian atau secara parsial. Karena kalau memahami islam secara sebagian dapat mengakibatkan kesalahpahaman sehingga mereka akan menjauhi islam. Seperti Abu Jahal yang tidak mampu membedakan antara kepemimpinan dan kenabian, sehingga ia sangat antipati terhadap kebenaran yang dibawa oleh Muhammad saw. Hal ini disebabkan kehidupan yang mereka jalani penuh gejolak dan simpang siur yang mengakibatkan pikiran mereka tidak tenang. Padahal islam seluruhnya adalah kebaikan dan kemaslahatan, namun mereka melihat islam dengan pandangan yang berlawanan dengan kepentingan mereka. Sebab mereka melihat dengan pandangan syahwat dan pemenuhan panggilan selera yang sukar dikendalikan. Sehingga mereka selalu dalam keadaan terjajah, menghadapi kesulitan hidup serta dihantui oleh pikiran gelisah. Ini pula yang menyebabkan mereka melakukan pelarian dari permasalahan yang menerpa dengan menenggelamkan dirinya dalam kehidupan seksual dan dekadensi moral yang melalaikan. Mereka mengira setiap ikatan adalah hambatan, dan dalam pandangan mereka hokum islam itu mengikat dan abadi, sehingga dengan demikian hokum islam itu merupakan ikatan bagi mereka. Mengenai hal ini Muhammad Iqbal telah memberikan pencerahan dan jalan pintas bagi mereka dengan menyampaikan dialog-dialog rasional yang jelas : Bintang telah berjalan dengan menjaga posisi Kepatuhan undang-undang baginya telah ditundukkan

Upload: eddy-syahrizal

Post on 20-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

JALUR-JALUR PENETRASIOleh : H. Sofyan Siraj Abdul Wahab, Lc. MMDewan Penasehat Ikatan DaI Indonesia (IKADI) Riau

Islam harus difahami secara komprehensif, tidak boleh sebagaian atau secara parsial. Karena kalau memahami islam secara sebagian dapat mengakibatkan kesalahpahaman sehingga mereka akan menjauhi islam. Seperti Abu Jahal yang tidak mampu membedakan antara kepemimpinan dan kenabian, sehingga ia sangat antipati terhadap kebenaran yang dibawa oleh Muhammad saw. Hal ini disebabkan kehidupan yang mereka jalani penuh gejolak dan simpang siur yang mengakibatkan pikiran mereka tidak tenang.Padahal islam seluruhnya adalah kebaikan dan kemaslahatan, namun mereka melihat islam dengan pandangan yang berlawanan dengan kepentingan mereka. Sebab mereka melihat dengan pandangan syahwat dan pemenuhan panggilan selera yang sukar dikendalikan.Sehingga mereka selalu dalam keadaan terjajah, menghadapi kesulitan hidup serta dihantui oleh pikiran gelisah. Ini pula yang menyebabkan mereka melakukan pelarian dari permasalahan yang menerpa dengan menenggelamkan dirinya dalam kehidupan seksual dan dekadensi moral yang melalaikan.Mereka mengira setiap ikatan adalah hambatan, dan dalam pandangan mereka hokum islam itu mengikat dan abadi, sehingga dengan demikian hokum islam itu merupakan ikatan bagi mereka.Mengenai hal ini Muhammad Iqbal telah memberikan pencerahan dan jalan pintas bagi mereka dengan menyampaikan dialog-dialog rasional yang jelas :Bintang telah berjalan dengan menjaga posisiKepatuhan undang-undang baginya telah ditundukkanMenjalankan orbit dalam tekadnyaOrang yang dikubur dalam belenggu aturannya1Inilah isyarat yang disampaikan Iqbal yang menyamakan fenomena-fenomena psikologis dengan fenomena-fenomena alam semesta. Karena manusia dalam ikatannya ini menjaga ketinggiannya, sebagaimana bintang menjaga ketinggiannya, kontinitasnya dan geraknya yang tiada henti dengan ikatan-ikatan gravitasinya.Jadi gravitasi adalah ikatan, tetapi ikatan yang menggerakkan dan menerbangkan. Seperti itu pula hokum islam, manusia yang smengikat dirinya dengannya tidak terhalang untuk menemukan kebebasan. Sebaliknya hukum islam menempatkannya dalam orbit yang tinggi dan tidak bisa dibayangkan oleh jangkauan rendah akal manusia.Dengan denikian, kesalahan-kesalahan itulah yang menyimpangkan manusia dari hakikat kebenaran. Mereka lebih berpegang kepada bujukan syahwat yang menggelincirkan. Dan menganggap akal di atas segalanya, sehingga memarginalkan hukum islam yang sesuai dengan fitrah penciptanya.Mereka menetapkan hukum Allah swt dan memutuskan perkara-perkara di antara hamba-hambaNya dengan ucapan yang rusak dan dipenuhi oleh hawa nafsu. Untuk tujuan itu, wahyu menjadi sasaran menyimpangan dan takwil, dan agama diidentikkan dengan upaya penghancuran dan penggantian.2Inilah kondisi umat islam yang tercemar, seperti keislaman mutazilah dan kalangan rasionalis saat mereka memutuskan hukum. Mereka mengambil dan meninggalkan sesuka hati, sambil mentakwili apabila mengira ada kontradiksi.Sebab itu Allah swt tidak menerima pemilahan islam. Sebaliknya mengatur masalah manusia secara utuh dan seimbang. Allah swt berfirman :Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka dan mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan diantara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari yang sebagiannya. Katakanlah,sesungguhnya aku hanya diperintahkan untuk menyembah Allah dan tidak tidak mempersekutukan sesuatu pun selaian Dia. Hanya kepadaNya aku seru (manusia) dan hanya kepadaNya aku kembali. Dan demikanlah, kami telah menurunkan Al-Qurkan sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.3Itulah dorongan baru bagi daI islam untuk melakukans penetrasi ke dalam berbagai aktivitas dan amal terencana, melawan kelompok-kelompok manusia tersebut, dalam mendekati tujuan yang pasti secara hati-hati, terukur kecepatannya, dan terancang bersbagai jangkauannya.Amal-amal individu yang ditekuni orang-orang mukmin tidak mencukupi. Karena itu harus ada pemikiran kolektif, perencanaan kolektif dan pelaksaan kolektif.Jamaah yang melakukan penetrasi itu dinanti oleh banyak kewajiban dan lapangan kegiatan yang baru. Kewajiban pertama adalah membenahi lingkungan, karena dhal itu akan membantu para daI untuk mewujudkan ketenangan pada manusia sehingga dengan kewajiban mereka dapat merenungkan manhaj dakwah dan menanamkan kesadaran dalam jiwa mereka, sehingga mereka melihat kebaikan-kebaikan dai.Dalam kondisi apapun seorang daI hendaknya mengupayakan setiap perkataan baik dan setiap perbuatan baik. Karena perkataan kecil dan perbuatan sepele memiliki pengaruh peresapan budaya dan moral yang berarti, sehingga endapan amal islami semakin bertambah secara bertahap.Jadi, jika terjadi ketidaksamaan pendapat dengan lingkungan maka sedapat mungkin diuoayakan islah. Tidak boleh memunculkan pikiran-pikiran yang radikal karena hal itu akan merugikan dakwah. Sebaiknya kita mengambil sesuatu yang berharga dari mereka dan selalu mendekati mereka untuk tujuan utama dakwah yang sedang kita jalankan. Dan sikap lemah lembut terhadap mereka lebih utama.Dalam melakukan interaksi dengan mereka harus dilakukan dengan hati-hati jangan samdpai terkontaminasi dengan sikap mereka yang malas beribadah dan moral mereka yang cacat. Kita tetap pada posisi yang dapat dibenarkan syariat islam. Sedangkan yang di luar itu tidak dapat dibenarkan. Identitas seorang daI harus tetap dijaga bebas dari kontaminasi bidah.Jangkauan dakwah mesti menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sebab itu masyarakat pedesaan harus pula mendapatkan perhatian yang serius dari para daI, sebab mereka adalah separuh dari jumlah penduduk. Karena bagaimanapun juga kuantitas jamaah dalam pergerakan dakwah adalah hal yang cukup menentukan akan keberhasilan tujuan-tujuan dakwah secara keseluruhan.Kepedualian terhadap kaum perempuan juga suatu hal yang mutlak disebabkan jumlah mereka yang banyak serta pengaruh mereka dalam kehidupan kontemporer semakin meningkat, khususnya melalui jalur pendidikan.Pergerakan dakwah juga tidak lepas dari pengkaderan para pemuda, karena dpemuda adalah sumber utama bagi kwalitas daI yang tegar dan penuh dedikasi. Dakwah benar-benar membutuhkan generasi pemuda yang pemberani, ringan tangan, cepat langkah,dan rindu terhadap taman-taman syurga.

Catatan kaki :1 Diwan Al Asrar war Rumuz, hal 382 Di nukil dari Madariyus, jilid II hal 703 QS. Ar Rad : 36-37