0299^9 - repository.sttaa.ac.id
TRANSCRIPT
TINJAUAN TERHADAP PRAKTEK TARIAN DALAMIBADAH
PENTAKOSTA/KHARISMATIK
SKRIPSI
DiajukaD KepadaSckolah Tinggi Teologi Amanat AgungUntuk Memenuhi Scbagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teologi (S.Th.)
Oleh:
RICHAN SINUR
1010611035
£OLOo1997
0299^9
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNGJAKARTA
2010
PERPUSTAKAAIn
3TT AMAMA.T AGUNG
SEKOLAH TINGGITEOLOGI
AMANAT AGUNG
Ketua Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung menyatakan bahwa skripsi yangbeijudul:
TINJAUAN TERHADAP TARIAN DALAMIBADAH
PENTAKOSTA/KHARISMATIK
dinyatakan lulus setelah diuji oleh Tim Penguji pada langgal 8 Desember 2010
Dosen Pembimbing/Penguji: Tanda Tangan
1. Astri Sinaga, M.Th.
2. Andreas Himawan, D.Th.
3. Rosyeline Tinggi, M.A.
Jakarta, 8 emty
m wan.dreas Him
DAFTARISI
UCAPAN TERIMA KASIH i
DAFTAR ISI ; v
BAB I PENDAHULUAN 1
I. Latar Belakang Permasalahan 1
II. Pokok Permasalahan 6
III. Tujuan Penulisan 7
IV. Pembatasan Penulisan 7
V. Metode Penelitian 9
VI. Sistematika Penulisan 9
BAB IITARIAN DALAM IB ADAH PENTAKOSTA/KHARISMATIK 11
I. Latar Belakang Munculnya Gerakan Pentakosta dan Kharismatik 11
A. Gerakan Pentakosta 11
B. Gerakan Kharismatik 13
II. Pemahaman Teologis Aliran Pentakosta/Kharismatik Mengenai Tarian 18
A. Allah Menari 18
B. Tarian Miryam 20
C. Tarian Raja Daud 21
D. Memuji Tuhan dengan Tarian 23
E. Perumpamaan Anak yang Hilang 24
F. Tubuh yang Menari 25
G. Yesus Menari 26
III. Praktek Tarian dalam Ibadah Fentakosta/Kharismatik 29
A. Pengertian Tarian 29
B. Fungsi Tarian 30
C. Ekspresi Tarian 32
D. Jenis Tarian 33
E. Tujuan Tarian 36
IV. Kesimpulan 39
BAB III PEMAHAMAN ALKITAB TENTANG TARIAN 41
I. Tarian di dalam Persfektif Pemahaman Alkitab 41
II. Tarian di dalam Kehidupan Bangsa Israel 45
III. Pengertian Ibadah
IV. Tinjauan Terhadap Ayat-Ayat Alkitab yang Umum Digunakan Golongan
Pentakosta/Kharismatik Sebagai Dasar Pemahaman Praktek Tarian 50
A. Kejadianl:2
B. Keluaran 15:20 55
C. 2S^uel6:16
D. Mazmur 149:3; Mazmur 150:4 61
E. Lukas 15:25 65
F. Roma 12:1; IKorintus 6:20 68
G. Baptisan Roh Kudus dan Dipenuhi Rob Kudus 70
V. Kesimpulan
VI
BAB IV TARIAN DALAMIBADAH PENTAKOSTA/KHARISMATIK
DALAM SEBUAH KAJIAN 75
I. Tinjauan Terhadap Permasalahan Pemahaman Konsep Tarian dalamIbadah Pentakosta/Kharismatik 75
A. Tarian Pada Hakikatnya adalah Ekspresi Manusia 75
B. Kelemahan dalam Penafsiian Ayat-Ayat Alkitab yang digunakansebagai Landasan Praktek Tarian dalam GerakanPentakosta/Kharismatik 76
C. Konsep Baptisan dan Pencurahan Roh Kudus Memberikan Maknayang Kurang Tepat pada Tarian 78
D. Nilai Tarian Telalu Tinggi Diletakkan dalam IbadahPentakosta/Kharismatik 81
II. Prinsip-Prinsip Penerapan Tarian dalam Ibadah 83
A. Spiritualitas Penari 83
B. Praktek Tarian dalam Ibadah Tidak Boleh Lepas dari Ibadah ituSendiri 85
1. Tarian Sebagai Pujian dan Penyembahan 85
2. Tarian dalam Lakon 86
C. Tarian dalam Ibadah Harus Sesuai dengan Konteks Budaya Jemaat 87
D. Praktek Tarian Harus Mengandung Nilai Edukasi 89
E. Tarian dalam Ibadah Harus Dilakukan Sesuai dengan Tujuan 90
1. Musik 90
2. Gerakan 91
3. Banner 91
III. Kesimpulan 93
REFLEKSI 95
DAFTAR PUSTAKA 97
Vll
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Permasalahan
Beribadah kepada Tuhan merupakan suatu tindakan yang senantiasa dilakukan
oleh pengikut Kristus. Ada banyak pengertian tentang kata ibadah. Kebanyakan orang
memahami beribadah adalah pergi ke gereja, berdoa, memuji Tuhan, kemudian
kembali lagi beraktifitas seperti biasa Pemahaman ini beranggapan bahwa ibadah
hanya dilakukan pada saat berada di gereja. Pemahaman lain yang lebih luas adalah,
ibadah bukan hanya pada saat berada di gereja, tetapi di dalam setiap tindakan
keseharian hidup orang percaya di hadapan Tuhan.
Ibadah menurut pandangan Alkitab adalah ibadah yang aktif, termasuk
menggerakkan badan seperti bibir, untuk mengekspresikan kepatuhan kepada
perjanjian Tuhan dan untuk menunjukkan kegembiraan yang meluap-luap di hadirat-
Nya.' Melalui pengertian ini, maka ibadah adalah respon manusia kepada Allah, yang
diwujudnyatakan dalam bentuk pujian, perkataan, sikap dan juga gerakan tubuh.
Artinya, totalitas hidup manusia dipersembahkan kepada Allah. Pengertian totalitas
sikap tubuh dalam beribadah, tidak hanya menekankan sikap hati saja, tetapi juga
sikap tubuh yang berespon selama beribadah kepada Tuhan, sebagaimana terdapat
dalam Rom. 12:1, "....mempersembahkan tubuhmu sebagaipersembahanyang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati"
Ada pergerakan atau perubahan yang teijadi pada cara orang beribadah di
gereja. Sebagai contoh, ibadah dengan model liturgi, berkembang menjadi model
1. Richard C. Leonard, "Old Testament Vocabulary of Worship," dalam The BiblicalFoundations of Christian Worship, Vol. 1, ed. Robert E. Webber (Nashville, Tennessee* StarSong1993), 4.
tradisional, kemudian berkembang lagi menjadi model revivalist, model praise and
worship, kemudian model seeker.^ Masing-masing dari model ibadah ini memiliki
keunikan tersendiri, misalnya cara beribadah, lagu-lagu yang dipergimakan, dan lain
sebagainya. Misalnya, untuk model liturgical dan tradisional, pada umumnya
menggunakan lagu-lagu hymn, dan bersifat fonnal, sedangkan untuk model praise
and worship ]axsLn%, bahkan tidak lagi, menggunakan lagu-lagu hymn. Demikian juga
dengan ekspresi dalam beribadah, tidak terlalu fonnal, tetapi bersifat fleksibel.
Setiap model ibadah yang dipergunakan di dalam suatu ibadah, baik yang
dilakukan di dalam gereja, maupun ibadah persekutuan-persekutuan yang dilakukan
di dalam komunitas-komunitas Kristen, pada umumnya memiliki tata ibadah, yang
umum disebut dengan liturgi. Ada unsur-unsur liturgi di dalam setiap ibadah. Dalam
buku Unsur-Unsur Liturgia, Abineno menuliskan beberapa hal yang termasuk di
dalam liturgi yang pada umumnya dipakai oleh gereja-gereja di Indonesia. Unsur-
unsur liturgi tersebut antara lain, "votum, salam, introitus, pengakuan dosa,
pemberitaan anugerah dan hukum, glcriei, kyrie eleison dan nyanyian pujian, doa,
pembacaan Alkitab dan kotbah, mazmur, haleluya, pengakuan iman, doa syafaat,
persembahan, paduan suara dan berkat."^ Unsur-unsur liturgi tersebut umum terdapat
dalam liturgi yang digunakan gereja-gereja Injili. Akan tetapi, gereja-gereja beraliran
Pentakosta/Kharismatik biasanya meraasukkan beberapa unsur liturgi yang lain,
misalnya drama dan tari-tarian.
2. Paul Basden, The Worship Maze: Finding a Style to Fit Your Church (IWmois: InterVarsityPress, 1996), 36.
3. J. L. CH. Abineno, Unsur-Unsur Liturgia:yang Dipakai oleh Gereja-Gereja di Indonesia(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), vii-viii.
Di dalam buku Worship Matters, Bob Kauflin menuliskan beberapa ekspresi
tubuh yang memuliakan Tuhan, yaitu bertepuk tangan, bemyanyi, membungkuk,
berlutut, mengangkat tangan, bersorak-sorai, memainkan alat-alat musik, menari dan
berdiri di dalam sikap kekaguman (Mzm. 46:1, 6; 95:6; 134:2; 33:1; 150:3-4; 33:8;
Kel. 12:27)/ Salah satu ekspresi dari sikap tubuh dalam beribadah adalah menari.
Sebagian gereja tertentu menolak atau menabukan penggunaan tari-tarian di dalam
ibadah, tetapi sebagian gereja lainnya menerima. Untuk golongan Injili, menari pada
saat beribadah jarang dilakukan. Umumnya, tarian hanya dilakukan di momen-
momen tertentu saja, misalnya perayaan natal, atau ulang tahun gereja, sekalipun
hanya terbatas pada tarian rebana atau tarian yang menggunaan alat seperti pita.
Dalam sebuah buku beijudul Why I Left the Contemporary Christian Music
Movement? Dan Lucarini menuliskan bahwa, "tidak pantas dan sopan bagi orang
Kristen, perempuan dan laki-laki, menari dan bergoyang dengan cara duniawi ketika
mereka bemyanyi memuji dan menyembah Tuhan." Menurutnya, "orang-orang
tersebut melakukan hal demikian karena style dan beat musik rock, bukan karena
mereka ingin menari di hadapan Tuhan, seperti Daud menari."^ Dalam buku ini
dengan jelas dia menolak adanya tarian di dalam ibadah. Demikian halnya, dalam
sebuah artikel bequdul Utio'gjkxdDarKe DuringMass, seorang uskup dari Melboume,
Australia bemama Rev. Peter John Elliott, berpendapat bahwa "tari-tarian tidak biasa
dilakukan di dalam suatu ibadah yang kudus. Baginya, tari-tarian lebih tepat
dilakukan pada saat pra-ibadah, di dalam panggung atau ibadah-ibadah di luar
4. Bob Kauflin, Worship Matters (Wheaton, lllmois: Crossway Books, 2008), 171.5. Dan Lucarini, Why I Left the Contemporary Christian Music Movement?: Confession of a
Former Worship Leader (USA: Evangelis Press, 2002), 71.
gedung. Dengan pengertian ini, tari-tarian dilakukan pada upacara level kedua di
dalam ibadah."^
Tidak dapat dipungkiri, mengapa ada gereja-gerejatertentu yang menolak
penggunaan tarian dalam ibadah. Adakalanya penari yang berada di depan panggung
dapat menemukan kepuasan di dalam beribadah dengan mengekspresikan perasaan
pribadi mereka melalui gerakan artistik, tetapi pada saat yang sama, mereka dapat
menghalangi jemaat yang sedang berusaha keras untuk menyembah Tuhan secara
pribadi.' Tidak jarang, jemaat akan lebih tertarik untuk memperhatikan para penari
yang menari di depan panggung daripada ibadah itu sendiri. Apabila kondisi ini yang
teqadi, maka dapat dipastikan jemaat yang menonton tersebut, tidak lagi terfokus
pada ibadah, pujian dan penyembahan kepada Tuhan.
Berbeda dengan ibadah golongan Injili, berbagai bentuk gerak-gerik tubuh
cukup menyolok di dalam ibadah golongan Pentakosta dan Kharismatik.® Dua ayat
finnan Tuhan yang paling umum digunakan sebagai dasar pemahaman mereka
tentang tari-tarian adalah 2 Samuel 6:14 dan 16 yang berbunyi, "Z)a« Baudmenari-
nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga;...Daud meloncat-loncat serta
menari-nari di hadapan TUHAN' danMazmur 149:3 yang berbunyi, "Biarlah
mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur
kepada-Nya dengan rebana dan kecapiP' Berdasarkan kedua ayat di atas dan ayat-
ayat seperti Roma 12:1, mereka berpendapat beribadah kepada Tuhan dapat
6. www.evangeIi2ationstation.com. diakses tanggal 15 Februari 2010.7. Ernest B. Gentile, Worship God!: Exploring the Dynamics of Psalmic Worship {PonXmA,
Oregon: City Bible, 1994), 206.8. James D. Berkley, Leadership Handbook of Preaching and Worship (Grand Rapids,
Michigan: Baker Books, 2003), 153.
dilakukan baik dengan puji-pujian, mengangkat tangan, bahkan melompat-lompat
atau menari-nari dengan sekuat tenaga.'
Di dalam buku beijudul Higher Level Worship, Ted C. Stewart menuliskan
beberapa sikap tubuh di dalam beribadah. "Gemetar, bergoyang dan berguncang
sepertl gempa bnmi juga termasuk di dalam sikap tubuh yang baik ketika menyembah
Tuhan di dalam ibadah."'" Mendasarkan pandangannya pada Ibrani 12:21 dan Kisah
Para Rasul 7:32b,'' Stewart berpendapat, "bertepuk tangan, melompat, mengayunkan
tubuh dan menari di dalam roh adalah bentuk pujian."
Berdasarkan pembahasan di atas, timbul pertanyaan, apakah tarian
diperbolehkan di dalam suatu ibadah? Atau sebaliknya, tidak diperbolehkan? Atau
diperbolehkan, namun dengan batasan-batasan tertentu? Namun sangat disayangkan
bahwa permasalahannya tidak sesederhana demikian. Bukan hanya sekadar masalah
boleh atau tidak boleh menari, permasalahan yang lebih pelik terletak pada jenis
tarian itu sendiri. Gereja-gereja tertentu sudah menggunakan tarian sekular, seperti
break dance, modern dance, hip hop, dan Iain-lain sehingga ibadah yang berlangsimg
tidak terkesan sebagai penyembahan lagi. Apabila diteliti lebih lanjut, maka
sebenamya tarian itu sudah tidak memiliki unsur penyembahan kepada Tuhan,
melainkan lebih merupakan suatu pertunjukan. Selain itu, beberapa gerakan yang ada
di dalam tanan juga terkesan erotis, apalagi penari, temtama penari wanita.
9. Berkley, Leadership Handbook of Preaching and Worship, 153.10. Ted C. Stewart, Higher Level Worship (Yogyakarta: Andi, 2008), 51.11. Ibrani 12:21 Dan sangat mengerikan pemandangan itu, sehingga Musa berkata: "Aku sangat
ketakutan dan sangat gemetar." Kisah Para Rasul 7:32 Maka gemetarlah Musa, dan ia tidak beiani lagimelihatnya.
12. Stewart, Higher Level Worship, 130.
mengenakan busana yang ketat, sehingga bentuk tubuh terlihat demikian jelas
sehingga mengganggu jemaat.
II. Pokok Permasalahan
Praktek tarian dalam ibadah Pentakosta/Kharismatik tidak hanya terjadi dalam
ibadah mereka. Namun, praktek tarian ini pun sudah mempengaruhi gereja-gereja
«o«-Pentakosta/Kharismatik. khususnya ibadah pemuda dan remaja. Kaum muda di
gereja-gereja tradisional pun mulai membuka dirinya untuk melakukan praktek tarian
dalam ibadah. Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan pertama, praktek tarian
yang merebak di kalangan Pentakosta/Kharismatik, khususnya kaum muda, telah
membuka lebar terhadap berbagai jenis tarian yang seakan-akan tidak ada batasan
praktek tarian dalam ibadah, dan hal ini dapat membuat ibadah tidak fokus lagi
kepada penyembahan kepada Tuhan. Kedua, praktek tarian dalam
Pentakosta/Kharismatik memiliki penganih yang sangat besar sampai kepada gereja-
gereja non- Pentakosta/Kharismatik khususnya kaum muda. Ketiga, perlu adanya
pemahaman Alkitab yang benar untuk menjelaskan fimgsi dan praktek tarian dalam
ibadah, sehingga praktek tarian dalam ibadah dapat dilakukan dengan benar.
Golongan Pentakosta/Kharismatik sendiri sangat meyakini bahwa praktek tarian
memiliki dasar Finnan Tuhan yang jelas. Salah satu contoh nas Alkitab yang umum
digunakan adalah 2Sam. 6:14. Secara sepintas, ayat tersebut mendukung penggunaan
tarian dalam ibadah. Akan tetapi, apakah ayat itu masih berlaku untuk masa kini?
Apakah konteks pada jaman raja Daud dapat diterapkan pada konteks masa kini?
Bagaimana budaya orang Israel pada masa itu? Apakah budaya bangsa Israel sama
dengan budaya masa kini? Yang paling penting diketahui adalah, apa inti utama
pengajaran dari perikop ini secara keseluruhan? Pertanyaan-pertanyaan ini, patut
dipertanyakan terlebih dahulu, sebelum menerapkan suatu prinsip kebenaran firman
Tuhan, sebagai suatu landasan untuk melakukan suatu tindalcan^ seperti menari di
dalam ibadah.
III. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk:
1. Menjelaskan konsep tarian di dalam pemahaman aliran Pentakosta dan
Kharismatik.
2. Menjelaskan praktek tarian dan pengaruh budaya terhadap tarian menurut
perspektif Alkitab.
3. Memberikan tinjauan dan evaluasi terhadap praktek tarian di dalam ibadah
Pentakosta dan Kharismatik.
4. Memberikan prinsip-prinsip penerapan tarian dalam ibadah.
IV. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan tujuan penulisan skripsi ini maka perlu diadakan pembatasan
cakupan pembahasan. Skripsi ini diawali dengan memaparkan konsep pemahaman
praktek tarian dalam ibadah Pentakosta dan Kharismatik. Skripsi ini tidak akan
membahas secara komprehensif sejarah perkembangan munculnya aliran Pentakosta
dan Kharismatik. Skripsi ini hanya akan membahas sekilas tentang sejarah
munculnya aliran Pentakosta dan Kharismatik, yang berkaitan dengan perkembangan
tarian dalam ibadah.
Sekalipun pemahaman yang dianut oleh golongan Pentakosta dan Kharismatik
memiliki persamaan, tetapi pada dasamya di dalam praktek-praktek beribadah
golongan ini memiliki keragaman. Golongan Pentakosta dan Kharismatik memiliki
banyak aliran di dalamnya, dan bersifat otonom dimasing-masing gerejanya. Dengan
kondisi ini maka, pemahaman golongan Pentakosta dan Kharismatik tentang praktek
tarian yang dibahas dalam skripsi ini mimgkin tidak dapat secara menyeluruh
mewakili semua golongan Pentakosta dan Kharismatik. Namun, pemahaman yang
dipaparkan dalam skripsi ini dapat memperlihatkan sejauh mana golongan ini
memahami tari-tarian.
Tarian yang dimaksud dalam skripsi ini adalah tarian pertunjukan
{performance) dan ekspresi komunal di dalam suatu ibadah, bnkan tarian dalam
pengertian dunia sekular. Demikian halnya pemahaman teologi ibadah yang akan
dibahas dalam skripsi ini, tidak akan membahas teologi ibadah secara keseluruhan.
Pembahasan mengenai teologi ibadah, akan difokuskan terhadap, bagaimana sikap
tubuh pada saat beribadah.
Pembahasan mengenai praktek tarian menurut perspektif Alkitab yang akan
dibahas dalam skripsi ini, akan lebih banyak menggunakan prisip-prinsip dalam
Peijanjian Lama, karena dalam Peganjian Baru sangat sedikit bagian yang membahas
tentang konsep tarian dalam ibadah.
V. Metodologi Penulisan
Dalam skripsi ini penulis melakukan studi literatur dengan metode deskriptif
mengenai tarian dalam ibadah Kristen, yang pengumpulan datanya dilakukan lewat
buku-buku, jumal, kamus dan literatur-literatur dan sumber-sumber dari intemet yang
terkait dengan pembahasan skripsi ini. Selanjutnya, pendekatan yang digunakan
adalah, dengan menggunakan prinsip-prinsip pemahaman Alkitab, mengenai konsep
dan penggunaan tarian dalam ibadah Kristen.
VI. Sistematika Penulisan
Bab pertama berisi tentang pendahuluan skripsi. Pada bab ini, bagian-bagian
yang akan dibahas adalah latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan
penulisan, pembatasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas bagaimana sejarah munculnya aliran Pentakosta dan
Kharismatik, dan bagaimaan tarian dalam ibadah tumbuh subur di dalam latar
belakang dan pemahaman teologis mereka.
Pembahasan terhadap tarian dalam ibadah menurut perspektif Alkitab akan
dibahas di dalam bab tiga. Pada bagian awal bab ini akan dibahas pengertian tarian di
dalam perspektif Alkitab, kemudian tarian di dalam kehidupan bangsa Israel. Bagian
berikutnya membahas tarian dalam ibadah bangsa Israel. Pada bagian ini akan
dibahas pengertian ibadah dalam pemahaman Alkitab, dan akan membahas ayat-ayat
Alkitab yang umum digunakan golongan Pentakosta/Kharismatik sebagai dasar
pemahaman praktek tarian.
Bab empat akan memberikan kajian terhadap pemahaman konsep tarifln dalflm
ibadah Pentakosta dan Kharismatik. Skripsi ini akan memberikan tinjauan terhadap
beberapa permasalahan pemahaman konsep tarian dalam badah
Pentakosta/Kharismatik, yaitu: hakikat tarian; kelemahan penafsiran ayat-ayat yang
digunakan sebagai landasan praktek tarian; konsep baptisan dan pencurahan Roh
Kudus dalam kaitan dengan praktek tarian; dan permasalahan mengenai nilai tarian
dalam ibadah Pentakosta/Kharismatik. Melalui pembahasan terhadap permasalahan
konsep pemahaman tarian dalam ibadah Pentakosta dan Kharismatik, maka pada
bagian berikutnya, penulis akan memberikan beberapa prinsip penerapan tarian dalam
ibadah.
10
REFLEKSI
Beribadah kepada 1 uhan berarti memberikan suatu penghormatan, penghargaan
bagi Tuhan, memberikan suatu persembahan yang kudus, yang berkenan di hadapan-
Nya. Ketika seseorang yang beribadah mempersembahan yang kudus bagi Tuhan,
dengan sendirinya orang tersebut akan memperhatikan dengan seksama apa yang dia
persembahkan bagi Tuhan. Salah satu bentuk persembahan yang kudus di hadapan
Tuhan pada saat beribadah adalah tari-tarian. Tarian pada saat dilakukan dengan
pemahaman, motivasi dan sikap hati yang benar, maka tarian dapat memuliakan
Tuhan. Akan tetapi, ketika seseorang melakukannya tanpa ada pemahaman dan sikap
hati yang benar, maka tarian tersebut bukan saja menjadi persembahan yang tidak
kudus, tetapi juga dapat menyebabkan jemaat tidak lagi menyembah Tuhan. Tarian-
tarian yang dipersembahkan lebih bersifat pertunjukan yang mempertunjukkan
kemampuan. Pada akhimya ibadah akan berpusat pada manusia bukan lagi kepadaTuhan.
an tidak hanya dapat dilakukan secara spontanitas seperti bergerak ke kiri
dan ke kanan. Ada banyak unsur yang terdapat di dalam tarian, misalnya musik,
gerakan, dan juga alat-alat yang dapat digunakan pada saat menari seperti pita,
bendera dan sebagainya. Maka sebaiknya ketika suatu gereja hendak menerapkantarian dalam ibadah harus dipersiapkan dengan baik, dengan mengingat adanya
unsur-unsur di ddamnya.
Bagi gereja-gereja yang telah melakukan praktek tarian di dalam ibadah
sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip yang harus diterapkan pada saat
melakukaiinya. Salah satu hal yang paling penting yang harus dipahami adalah alasan
melakukan praktek tarian, yaitu untuk memuliakan Tuhan, maka sebelum melakukan
praktek tanan setiap penari harus memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan.
Dengan demikian, setiap penari memiliki fokus yang benar pada saat melakukan
praktek tarian. Sebaliknya, bagi gereja-gereja yang belum menerapkan, bahkan anti
terhadap praktek tarian, sebaiknya dapat membuka diri dengan tarian, karena tarian
bukan sesuatu yang tabu untuk dilakukan. Tarian merupakan salah satu karya seni
yang memiliki keindahan di dalamnya. Selain untuk memuji dan menyembah Tuhan,
tarian juga dapat dipakai sebagai ilustrasi kotbah, mendramakan cerita Alkitab atau
untuk mengajarkan sesuatu kepada jemaat. Jadi, beberapa karya seni pada dasamya
dapat digimakan di dalam ibadah, asal penggunaannya tepat dan dilakukan dengan
motivasi yang benar dan hanya untuk kemuliaan nama Tuhan.
96