012 nautika
DESCRIPTION
Meningkatkan Disiplin Kerja Untuk Memperkecil Resiko Kecelakaan Kerja Di MV. JENNIFERTRANSCRIPT
-
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepatuhan anak buah kapal ( ABK ) terhadap peraturan yang
berlaku sesuai muster list di kapal , merupakan syarat mutlak untuk
terciptanya pengoperasian kapal yang lancar secara menyeluruh baik di
dek maupun di kamar mesin . Banyak manfaat yang di peroleh jika ABK
disiplin dalam bekerja , dimana semua pekerjaan dapat di selesaikan
dengan efektif dan efisien.Disiplinnya ABK memakai alat alat
keselamatan dalam bekerja dapat menghindari / memperkecil resiko
terjadinya kecelakaan terkait dengan pekerjaan diatas kapal .
Akan tetapi pengalaman penulis selama bekerja di atas kapal MV.
Jennifer menunjukkan bahwa dalam pengoperasian kapal sering
mengalami hambatan / kendala yang disebabkan oleh beberapa faktor ,
seperti peralatan kapal yang tidak siap pakai , kedisiplinan ABK yang
rendah , serta Sumber Daya Manusia yang kurang berpengalaman
dalam mengoperasikan kapal tersebut sehingga berpengaruh terhadap
keselamatan kerja di atas kapal.Hal ini tidak dapat diabaikan , untuk itu
keahlian , kecakapan , profesionalisme dan kedisiplinan dari awak kapal
sangat dituntut dalam mengoperasikan kapal dengan baik .
Semua kecelakaan kerja dapat dihindari dan keselamatan kerja
dapat di tingkatkan apabila para pekerja atau team kerja mau mengikuti
prosedur keselamatan kerja atau check list keselamatan kerja dengan
benar sesuai kebijakan Safety Management Manual dari perusahaan
sebagai wujud dari pelaksanaan International safety Management ( ISM)
Code, apalagi di dukung oleh Sumber Daya Manusia yang
berpengalaman serta adanya kepedulian dari perusahaan pemilik kapal
dan pencarter kapal itu sendiri.
-
2
Pada umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh manusia itu
sendiri yang diantaranya karena kurangnya pengalaman kerja
dibidangnya, ketidak hati hatian dalam bekerja , tidak mengikuti
prosedur kerja dengan benar, tidak dilakukan meeting atau diskusi
sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, termasuk banyak pekerjaan
yang dilakukan dengan jalan pintas, tidak mau mengikuti prosedur
dengan benar.
Pada saat melaksanakan tugas diatas kapal , awak kapal dituntut
untuk meningkatkan disiplin dan manajemen yang berkualitas. Dengan
disiplin yang cukup tinggi sangat menentukan apakah tugas dan
tanggung jawab ABK dapat dilaksanakan dengan baik ,sehingga
kecelakaan kerja dapat di cegah sedini mungkin agar keselamatan
kapal, awak kapal, dan muatan dapat terjamin aman.Kurangnya
pemahaman dan pengawasan dalam pelaksanaan prosedur
keselamatan kerja merupakan permasalahan yang menjadi penyebab
ABK tidak disiplin dalam melaksanakan pekerjaan diatas kapal yang
mengakibatkan resiko kecelakaan kerja diatas kapal menjadi tinggi.
Dengan latar belakang keterangan tersebut diatas , yang menarik
perhatian penulis dan berusaha menuangkannya dalam bentuk makalah
dan penulis beri judul Meningkatkan Disiplin Kerja Untuk Memperkecil Resiko Kecelakaan Kerja Di MV. JENNIFER dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab selama bekerja diatas kapal .
B. Tujuan dan manfaat penulisan
1. Tujuan penulisan a. Untuk mencari penyebab dari permasalahan kurangnya disiplin
ABK di kapal MV. JENNIFER.
b. Untuk mencari solusi bagaimana meningkatkan disiplin ABK di
kapal MV. JENNIFER.
-
3
2. Manfaat penulisan
a. Manfaat bagi dunia akademik
1) Memperkaya pengetahuan bagi penulis sendiri khususnya
maupun bagi para pelaut pada umumnya untuk mengetahui
bagaimana meningkatkan manajemen keselamatan di atas
kapal untuk Menghindari Kecelakaan Kerja .
2) Sumbangsih kepada perpustakaan BP3IP untuk menambah
perbendaharaan buku bacaan .
b. Manfaat bagi dunia praktis
1) Memberikan sumbang saran pengetahuan dan pengalaman
kepada kawan-kawan satu profesi dalam meningkatkan
manajemen keselamatan kerja yang pernah penulis
dapatkan selama bekerja diatas kapal MV. JENNIFER.
2) Sumbangsih kepada perusahaan pelayaran agar lebih
memperhatikan manajemen keselamatan kerja di semua
kapalnya .
C. Ruang lingkup
Mengingat luasnya permasalahan dalam memaksimalkan
pelaksanaan manajemen keselamatan untuk mengurangi resiko
kecelakaan kerja maka dalam penulisan makalah ini penulis membatasi
pembahasan hanya pada Meningkatkan Manajemen Keselamatan Kerja Untuk Menghindari Kecelakaan Di KM . JENNIFER .
-
4
D. Metode penyajian
1. Metode pengumpulan data
a. Studi lapangan Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis selama
bekerja di kapal MV. JENNIFER dalam kurun waktu Agustus
2013 sampai Agustus 2014 dengan jabatan sebagai Chief Officer
ketika penulis melakukan penelitian di kapal semen curah.
b. Studi kepustakaan Dalam metode kepustakaan ini ,penulis mengambil data
data dari berbagai sumber bacaan yaitu buku yang berkaitan
dengan penulisan makalah ini serta buku yang ada di
perpustakaan BP3IP dan website terutama yang berkaitan
dengan disiplin ABK dalam menunjang keselamatan kerjadi atas
kapal yang sangat membantu sebagai landasan teori dan
pedoman di dalam mengumpulkan data.
2. Metode analisis data
Metode yang digunakan penulis melalui pengalaman dan
melakukan pengamatan langsung selama berada di atas kapal ,
kemudian di analisa dengan metode penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan fakta saja dan
dilakukan dengan menjelaskan serta menggambarkan variabel masa
lalu dan sekarang .
-
5
BAB II FAKTA DAN PERMASALAHAN
A. Fakta
1. Objek pengamatan
MV. JENNIFER adalah kapal jenis muatan semen curah yang
dimiliki oleh PT. ANDALAS BAHTERA BARUNA dimana penulis
mengadakan penelitian terhadap ABK dalam melaksanakan
pekerjaan sehari-hari ataupun berdinas jaga di atas kapal.
Perusahaan pelayaran ini telah mengikuti Safety Management
System ( SMS ) sejalan dengan ISM Code.
Kapal semen curah adalah kapal yang dirancang khusus untuk
memuat material semen dalam bentuk curah. Pemuatan dan
pembongkaran semen di operasikan oleh crew kapal dengan
menggunakan peralatan dari kapal dan membutuhkan waktu kurang
dari 24 jam untuk muat maupun bongkar di setiap pelabuhan. Dalam
hal ini ABK perlu menanamkan sikap kedisiplinan kerja serta
keseriusan / konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab agar tercapai hasil yang memuaskan demi tercapai maksud
dan tujuan perusahaan.
Pada saat kapal sandar di pelabuhan untuk bongkar di
pelabuhan MALAHAYATI ( ACEH ) tanggal 03 maret 2014
persiapan alat untuk bongkar mengalami keterlambatan karena
kurangnya personil dari kapal. Setelah beberapa lama bongkar
terjadi blocking ( semen tidak mengalir ) yang menyebabkan
kegiatan pembongkaran dihentikan.Ini di sebabkan personil jaga
yang kurang terampil, maka diadakan pengecekan sistem dan
ditemukan terjadi pemadatan semen di ruangan bucket. Hal inilah
yang menghambat proses bongkaran semen curah.
-
6
2. Fakta kondisi
Adapun fakta kondisi yang terjadi diatas kapal MV.JENNIFER
adalah sebagai berikut :
a. ABK yang tidak mengikuti manajemen keselamatan kerja
Kecelakaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh,
namun demikian setiap perencanaan keputusan dari organisasi
harus mengutamakan aspek keselamatan
( SAFETY FIRST ) .
ISM Code merupakan kumpulan manajemen kerja yang
menjamin keselamatan kerja apabila diikuti secar benar.Namun
dalam kenyataan sehari hari penulis sering melihat dalam
mengerjakan suatu arahan dari perwira, ABK sering
mengabaikan manajemen manajemen kerja ini. Sebagai
contoh, pada saat mengerjakan suatu pekerjaan di
dek.seharusnya ABK memakai safety shoes dan juga helm
keselamatan, begitu pula pada saat melakukan olah gerak
sandar ke dermaga di lanjutkan dengan kegiatan bongkar muat
barang di pelabuhan .
Salah satu kejadian pada tangggal 05 Mei 2014 pada saat
kapal berlayar di samudera Hindia ,penulis melihat ABK saat itu
bekerja di dek tidak memperhatikan kondisi di area pekerjaan
dimana dia sedang bekerja , tetapi justru dia sedang berbincang
bincang dengan rekan kerja. Sehingga mereka tidak melihat
bahaya yang mungkin terjadi bisa timbul saat bekerja di dek.
Contoh lain kerja di dek membersihkan karat ( chipping ), ABK
tersebut tidak memakai kacamata. Semua ini akan sangat
berbahaya terhadap keselamatan dari ABK itu sendiri, maka
perlu adanya pencegahan karena kecelakaan tidak bisa di
prediksi atau di perhitungkan.
-
7
b. Belum terbangunnya kesadaran ABK untuk bekerja sesuai dengan manajemen kerja
Terdapat pula ABK yang tidak bersungguh sungguh
melaksanakanpekerjaan dengan berbagai alasan mulai dari sifat
malas, bosan dengan rutinitas pertemuan sehingga Manajemen
dilaksanakan sacara formalitas. Bila terjadi audit biasanya akan
bermasalah karena tidak melaksanakan dan bila ada petugas
dari perusahaaan biasanya dengan berat hati melakukannya
dengan bersungguh sungguh.
Bagi yang bersungguh sungguh melaksanakannya sudah
tentu melakukan mulai dari program kerja , kemudian kepala
kerja meminta ijin kerja kepada safety officer atau perwira jaga di
anjungan . Dimana safety officer akan membuat permit to work
atau check list dengan segera mengadakan meeting untuk
semua team kerja yang akan bekerja. Prosedur prosedur kerja
dan keselamatan kerja sudah berjalan sebagaimana mestinya ,
namun yang namanya sifat manusia ada yang mau
melaksanakan dengan sungguh sungguh dan ada pula
hanya sebatas formalitas.
B. Permasalahan
1. Identifikasi masalah
Seperti yang telah penulis paparkan pada fakta yang terjadi di
atas dimana telah teridentifikasi permasalahan yang ada selama
penulis bekerja pada MV. JENNIFER, dan berdasarkan fakta
tersebut penulis akan memaparkan permasalahan yang dialami
sebagai berikut :
-
8
a. Perbedaan latar belakang pendidikan
Dari pengalaman penulis selama bekerja di atas kapal MV.
JENNIFER, seluruh ABK memiliki latar belakang pendidikan yang
berbeda. Misalkan, ada yang hanya lulus dari sekolah menengah
atau sekolah atas bahkan ada yang lulusan sarjana hukum,
tetapi ada yang sekolah menengah pelayaran yang memang
telah disiapkan untuk bekerja di atas kapal.
Perbedaan pendidikan dan pengalaman tersebut di atas
sangat mempengaruhi cara berpikir ABK untuk menerima arahan
dan memahami tugas dan tanggung jawabnya sesuai
jabatannya.
Mereka hanya berfikir bekerja sampai batas kontrak bekerja
habis dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dengan
adanya rutinitas kerja yang tetap para ABK hanya berpikir
menjaga kapal bongkar muat berdasarkan kebiasaan, bahkan
terkadang tidak memantau informasi setiap terjadi perubahan
dalam aktifitas operasi bongkar muat dan tanpa memikirkan
efek samping atas kelalaian kerja dapat mengakibatkan hal yang
sangat fatal. Mereka tidak berfikir sebagai pelaut yang cakap
atau professional.
b. Rendahnya produktivitas kerja sebagian Anak Buah Kapal
Anak Buah Kapal seharusnya memiliki motivasi kerja yang
baik dalam mempertahankan atau meningkatkan produktivitas
kerja. Namun sebagian Anak Buah Kapal di MV. JENNIFER
kurang memiliki motivasi kerja yang baik, mereka tidak peduli
dengan aturan dan petunjuk dan Perwira Kapal dan Nakhoda,
sehingga kondisi kapal kurang terawat dengan baik. Seharusnya
pada saat kapal berlabuh jangkar untuk menunggu order, Anak
Buah Kapal dapat melakukan pemeliharaan rutin misalnya
-
9
pembersihan karat pada deck utama dan bagian deck Iainnya
serta penggantian suku cadang mesin yang sudah
tualrusak agar kondisi kapal tetap terjaga dengan baik dan dapat
beroperasi setiap saat.
c. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan kerja dari perwira
Para Perwira di atas kapal MV. JENNIFER kurang
melakukan pengawasan terhadap masing-masing Anak Buah
Kapal. Apabila kapal kembali ke pangkalan/berlabuh jangkar,
telah diterapkan tugas jaga pelabuhan dalam mana daftar nama
Anak Buah Kapal jaga telah disusun dan disesuaikan
dengan jadwal masing-masing. Pada pelaksanaan tugas jaga
tersebut kenyataan Anak Buah Kapal jaga tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik karena Iemahnya pengawasan Perwira
terhadap Anak Buah Kapal, hal ini dapat mengakibatkan resiko
bahaya terhadap kapal apabila petugas jaga di atas kapal tidak
melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
d. Rendahnya tingkat disiplin kerja Anak Buah Kapal
Pengetahuan Anak Buah Kapal yang kurang tentang tugas
dan tanggung jawabnya di kapal MV. JENNIFER sesuai dengan
Peraturan dan Petunjuk Pelaksanaan Kerja yang dibuat
Nakhoda dan Perwira kapal mengakibatkan rendahnya tingkat
disiplin kerja Anak Buah Kapal. Kekurangan Pengetahuan dapat
ditingkatkan apabila Anak Buah Kapal mau menjalankan
Peraturan dan Petunjuk Kerja tersebut, tetapi yang terjadi saat ini
justru sebaliknya. Saat kapal direncanakan akan berangkat
sering terjadi Anak Buah Kapal datang terlambat dan ditambah
dengan kondisi mesin yang sering mengalami kerusakan,
-
10
sehingga mengakibatkan jadwal operasional kapal tertunda.
e. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada ABK diatas kapal
Setiap Anak Buah Kapal di atas kapal MV. JENNIFER telah
diberikan tugas dan tanggung jawab masing- masing
disesuaikan dengan jabatannya. Nakhoda dan Perwira telah
berusaha memberikan arahan-arahan agar Anak Buah Kapal
mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, tetapi sebagan besar
Anak Buah Kapal kurang peduli sehingga kurang mengetahui
tugas dan tanggung jawabnya.
f. Kurang harmonisnya lingkungan kerja di atas kapal
Suasana kerja di atas kapal yang kurang nyaman, akibat
pengelompokan orang, menyebabkan disiplin kerja kurang baik.
Misalnya Anak Buah Kapal bagian Deck tidak sependapat
dengan Anak Buah Kapal bagian Mesin, maka Anak Buah Kapal
tersebut tidak mau bekerja sama dalam melaksanakan tugas
yang berat, yang apabila dilakukan sendiri tanpa mengingat
resiko pekerjaan, kecelakaan dapat terjadi.
2. Masalah utama
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis mencari
dua permasalahan utama yaitu :
a. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen
keselamatan kerja
Kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan manajemen
keselamatan kerja dapat menimbulkan adanya resiko bahaya
-
11
kerja , karena tidak semua ABK melaksanakan tugasnya dengan
disiplin . Jadi harus selalu diawasi untuk meminimalisir terjadinya
resiko kecelakaan kerja .
b. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada ABK diatas kapal
Kurangnya sosialisasi terhadap manajemen keselamatan
kerja dapat mengakibatkan terjadinya resiko kecelakaan kerja,
karena awak kapal tersebut belum memahami tugas dan
tanggung jawabnya dalam hal manajemen keselamatan kerja
yang sesuai dengan prosedur.
-
12
BAB III PEMBAHASAN
A. Landasan teori 1. Pengertian pengawasan
Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis
oleh manajemen untuk membandingkan kinerja standar, rencana,
atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan
apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk
mengambil tindakan penyembuhan yang diperlukan untuk melihat
bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan
seefisien mungkin didalam mencapai tujuan. George R. Tery (2006:395) mengartikan pengawasan sebagai
mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan
tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu
merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga
membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan
pekerjaan organisasi. Kertonegoro (1998 : 163) menyatakan
pengawasan itu adalah proses melaui manajer berusaha
memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan perencanaannya.
Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17) menyatakan Pengawasan adalah
untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi
atasannya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan
untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Dale (dalam
Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya
-
13
melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan
mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan
meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa
yang direncanakan.
Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) mengatakan bahwa pada
pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang
membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah
dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua
pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya.
Donnelly (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan
menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu :
a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).
Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan.
Pengawasan Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting
pada kerja yang diinginkan yang dihasilkan sebelum
penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan Pendahuluan
mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar
kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya
dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan.
Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya
deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya
yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya
ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh
struktur organisasi yang bersangkutan.
-
14
Dengan ini, manajemen menciptakan kebijaksanaan-
kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang
ditujukan pada hilangnya perilaku yang menyebabkan hasil kerja
yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari sudut
prespektif demikian, maka kebijaksanaan--kebijaksanaan
merupakan pedoman-pedoman yang baik untuk tindakan masa
mendatang.
Pengawasan pendahuluan meliputi; Pengawasan
pendahuluan sumber daya manusia, Pengawasan pendahuluan
bahan-bahan, Pengawasan pendahuluan modal dan Pengawasan
pendahuluan sumber-sumber daya financial.
b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)
Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan.
Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa
sasaran-sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri
dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan
pekerjaan para bawahan mereka.
c. Pengawasan Feed Back (feed back control)
Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan
yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang
mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar.
Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional
dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian
sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metode-
metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa
dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan
untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Dari beberapa teori diatas yang dapat saya simpulkan yaitu,
pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk
-
15
menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan-tujuan
perencanaan, merancang system informasi umpan balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi
yang diperlukan.
2. Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti
mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses
perbuatan cara memahami (Em Zul, Fajri & Ratu Aprilia Senja, 2008
: 607-608) Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya : a. pengertian; pengetahuan yang banyak.
b. pendapat, pikiran.
c. aliran; pandangan.
d. mengerti benar (akan); tahu benar (akan).
e. pandai dan mengerti benar.
Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti:
a. mengerti benar (akan); mengetahui benar.
b. memaklumi.
Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya:
a. proses,
b. perbuatan,
c. cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik
supaya paham) (Depdikbud, 1994: 74).
Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu
proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham
dan pengetahuan banyak.
-
16
Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan
kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam
berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi
yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan
tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran),
pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan
berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain.
Pemahaman (comprehension), kemampuan ini umumnya
mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Menurut
Bloom Here we are using the tern comprehension to include those
objectives, behaviors, or responses which represent an
understanding of the literal message contained in a communication.
Artinya : Disini menggunakan pengertian pemahaman mencakup
tujuan, tingkah laku, atau tanggapan mencerminkan sesuatu
pemahaman pesan tertulis yang termuat dalam satu komunikasi.
Oleh sebab itu siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang
diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan hal-
hal yang lain. (Bloom Benyamin, 1975: 89).
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna
dan arti dari bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996: 245). W.S
Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang
dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom
membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari
aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki
kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi.
Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih
tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan (Nana Sudjana, 1992:
-
17
24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3
kategori, yaitu :
1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan
menerapkan prinsip-prinsip.
2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu
menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui
berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok .
3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi.
Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang
mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi,
prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang
diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan
membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan
konsekuensinya.
Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44)
menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga,
yaitu:
1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini
bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu
kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak
menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah
orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan
dengan kata kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan
dalam kategori menerjemahkan.
2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas
daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan
memahami ide utama suatu komunikasi.
-
18
3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan
dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut
kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 115) pemahaman
(comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia
memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau
konsep. Menurut Nana Sudjana (1992: 24) pemahaman dapat
dibedakan dalam tiga kategori antara lain :
1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan
prinsip-prinsip.
2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu
menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui
berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian,
membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.
3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman
ektrapolasi.
B. Analisis penyebab masalah 1. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan
kerja
Dari permasalahan ini penulis menganalisa penyebab
penyebabnya yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan pengawas terhadap prosedur
keselamatan kerja
Dengan masih kurang memadainya bimbingan yang biasa
perusahaan lakukan terhadap calon pimpinan dan ABK yang
-
19
akan bekerja di kapal kapalnya, yang pada umumnya hanya
terbatas pada cara membuat laporan harian, laporan bulanan
dan sistem perencanaan perawatan kapal ( planned
maintenance system ). Tetapi tidak disertai dengan yang
menyangkut manajemen keselamatan kerja dan penegasan
mengenai pentingnya perhatian dan pengawasan yang cukup
dalam pelaksanaan Manajemen Keselamatan Kerja (Safety
Awareness & Safety Concern) yang harus dilakukan oleh
pimpinan maupun perwira perwiranya terutama oleh safety
officer sebagai ship safety officer diatas kapal. Apalagi perwira
perwira kapal tersebut tidak serius untuk membaca atau
mempelajari buku buku petunjuk yang ada di kapal dari
perusahaan maupun dari pencharter sesuai dengan yang telah di
anjurkan oleh perusahaan dan pencharter sebagai bahan
pengetahuan saat pengawas melakukan tugasnya . Dengan
tidak memadainya pembinaan tersebut diatas membuat Safety
Officer dan perwiraperwira lainnya kurang pemahaman tentang
cara pengawasan terhadap pelaksanaan keselamatan kerja.
b. Kurang tegasnya pengawasan Manajemen Keselamatan Kerja oleh pengawas ( perwira jaga )
Masih ada perwira perwira diatas kapal, khususnya
Safety Officer yang tidak mau serius membaca atau mempelajari
buku buku petunjuk mengenai manajemen keselamatan kerja
yang harus dilaksanakan dikapal dari perusahaan maupun dari
pencharter. Mereka tidak pernah tahu bahkan tidak pernah
melaksanakan manajemen keselamatan kerja yang benar sesuai
kebijakan perusahaan.
Ada diantara para perwira yang telah membaca buku
buku petunjuk dari perusahaan tersebut, bahkan telah
-
20
berpengalaman dibidangnya, akan tetapi mereka
melaksanakannya hanya sebatas laporan lembar kerja. Tetapi
tidak melaksanakannya secara nyata, karena kebanyakan
mereka beranggapan hanya membuang buang waktu dan
menambah kegiatan saja. Sebab pekerjaan yang akan
dikerjakan sudah berulang ulang dikerjakan selalu lancar dan
aman yang membuat mereka lalai dari tanggung jawab sebagai
pengawas terhadap keselamatan kerja .Kebiasaan melakukan
suatu pekerjaan dengan jalan pintas dan tidak mengikuti
manajemen keselamatan kerja yang ada agar pekerjaan dapat
cepat selesai ,tidak membuang buang waktu tanpa memikirkan
segi keselamatannya sehingga dapat mengakibatkan
kecelakaan.
2. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada ABK diatas kapal
Dari permasalahan ini penulis menganalisa penyebab
penyebabnya yaitu:
a. Kurangnya pemahaman manajemen keselamatan kerja oleh Mualim I ( perwira manajemen )
ABK belum mengerti dan memahami prosedur keselamatan
kerja dikarenakan kurangnya sosialisasi pada saat akan bekerja
diatas kapal . ABK baru tidak mendapatkan informasi dari
tugas tugas pekerjaan ABK yang lama . Dimana pekerjaan
yang akan dilakukan diatas kapal memiliki resiko kecelakaan
yang sangat tinggi.
Menurut SMS manual yang ditetapkan oleh perusahaan,
sosialisasi harus dilakukan selama dua hari sebelum serah
terima jabatan antara ABK lama dan baru .Namun yang sering
-
21
terjadi diatas kapal sosialisasi dilakukan tidak sampai 1 hari ,
dikarenakan mobilitas yang tinggi atau jadwal pelayaran yang
sangat padat. Sehingga ABK baru tersebut tidak memiliki cukup
waktu untuk melakukan sosialisasi mengenai semua sistim dari
prosedur yang ada , manajemen tersebut mengenai keselamatan
kerja, tugas tugas serta tanggung jawab ABK selama bekerja
diatas kapal dan peraturanperaturan sesuai dengan kebijakan
perusahaan.
Dampak dari kurangnya sosialisasi mengenai manajemen
keselamatan kerja terhadap ABK membuat ABK baru tersebut
tidak mengetahui tugas dan tangung jawabnya serta tidak
menyadari pentingnya keselamatan kerja sehingga ABK
mengabaikan manajemen keselamatan kerja .
b. Kurangnya pengetahuan mualim I dalam pelaksanaan prosedur manajemen keselamatan.
Kurangnya pengetahuan anak buah kapal dalam
pelaksanaan prosedur manajemen keselamatan ( safety
procedure ), seringkali menimbulkan masalah yang dapat
mengganggu produktivitas awak kapal dan kegiatan pelayaran,
salah satunya adalah kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap perusahaan pelayaran dan terhadap awak
kapal itu sendiri.
Proses pembinaan sumber daya manusia tidak sama ,
sekalipun umum memandangnya sebagai proses yang identik.
Jika pendidikan lebih mengutamakan pengembangan proses
intelektual , pembinaan ini sangat menitik beratkan pada
pembinaan kemampuan yang sifatnya fungsional.
Pelatihan kerja diatas kapal harus dilaksanakan minimal
sebulan sekali mengingat pekerjaan mereka membutuhkan
-
22
keterampilan khusus. Perwira senior dalam hal ini mualim I (
chief officer ) sekaligus sebagai kepala kerja di bagian dek
diwajibkan memberikan petunjuk dan latihan agar semua Anak
Buah Kapal dalam melaksanakan tugasnya dapat mengerti
menggunakan peralatan sesuai dengan funsinya.
C. Analisis pemecahan masalah
Untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja, maka penulis mencari
pemecahan masalah atau solusi dalam rangka meningkatkan disiplin
ABK untuk keselamatan kerja di MV. JENNIFER diantaranya yaitu
sebagai berikut:
1. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan kerja
Dari permasalahan tersebut diatas , penulis menganalisis dan
mencari solusi pemecahannya sebagai berikut:
a. Pelaksanaan sosialisasi kepada pengawas mengenal
pelaksanaan manajemen keselamatan Pada waktu perekrutan Safety Officer maupun anak buah
kapal sebelum naik ke kapal , pihak perusahaan bagian
keselamatan khususnya dalam hal ini adalah DPA dengan
dibantu oleh Company Safety Officer harus lebih meningkatkan
lagi dengan waktu yang cukup pensosialisasian dan pembinaan
awal ( briefing ) terhadap Safety Officer yang akan di tempatkan
dikapal.
Didalam pensosialisasian dan pembinaan awal
pelaksanaan ISM Code tersebut diutamakan kepada Safety
Officer mengenai kebijakan kebijakan dalam pelaksanaan ISM
-
23
Code dikapal yang salah satunya adalah pelaksanaan SMS
manual. Perusahaan harus menjelaskan apakah itu SMS
Manual, apakah itu prosedur prosedur keselamatan kerja,
tujuan dan manfaatnya, menjelaskan bagaiman cara
melaksanakannya dan pengawasannya, serta cara membuat
laporan kerjanya, juga menjelaskan akibatnya kalau tidak
melaksanakannya.Tentu dengan langkah pensosialisasian dan
pembinaan awal seperti ini di harapkan agar bagi perwira kapal
terutama kepada Chief Officer dan Ship Safety Officer diatas
kapal yang baru atau belum pernah berpengalaman akan
mengerti, bagi ABK yang telah berpengalaman untuk mengingat
kembali pelaksanaan ISM Code tersebut sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan mereka sebagai pengawas terhadap
pengawasan pelaksanaan prosedur keselamatan kerja tersebut.
b. Pemberian sanksi kepada pengawas yang tidak tegas pada saat melakukan tugas
Sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak
mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan
kepada pihak pelaku karena melakukan perilaku atau tindakan
yang menyimpang. Hukuman semestinya di berikan sebanding
dengan kualitas penyimpangan yang dilakukan. Pemberian
hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Safety Officer yang tidak menjalankan tugas dengan baik
hendaknya diberi sanksi agar kelalaian dan kesalahannya tidak
terjadi lagi diwaktu yang akan datang .sanksi tersebut berupa
teguran dari Nakhoda apabila pada saat mengawasi kegiatan
kerja Safety Officer, Nakhoda melihat ada beberapa pelanggaran
yang dilakukan misalnya Safety Officer merokok bukan di area
khusus merokok, atau dalam melakukan pekerjaan justru Safety
-
24
Officer tidak memberikan panutan yang baik dengan tidak
menggunakan alat alat keselamatan kerja saat menjalankan
tugas.
Apabila sanksi berupa teguran atau peringatan yang
diberikan oleh nakhoda masih tetap diabaikan oleh Safety Officer
dan masih terus ada kelalaian dan pelanggaran yang dilakukan
Safety Officer atau crew yang lain maka sanksi utama yaitu
Nakhoda melaporkan crew tersebut ke perusahaan. Pihak
Manajemen Perusahaan akan menegur langsung crew yang
bermasalah tersebut atau mengirimkan surat peringatan .Apabila
hal tersebut ternyata tidak dapat mengatasi masalah yang ada
maka pihak manajemen perusahaan memberikan sanksi
penurunan crew itu sebelum kontrak kerjanya habis.
Hal tersebut dilakukan agar pelanggaran pelanggaran
yang dilakukan oleh Safety Officer tidak diikuti oleh ABK lainnya
yang bekerja diatas kapal. Selain itu agar menjadi pelajaran bagi
awak kapal atau ABK lainnya bahwa akan diberikan sanksi yang
tegas bagi siapapun yang tidak disiplin dan melakukan
pelanggaran, apalagi dampaknya berhubungan dengan
keselamatan jiwa awak kapal. Pemberian sanksi ini juga
bertujuan agar tidak terjadi kesalahan yang sama diwaktu yang
akan datang, sehingga manajemen keselamatan kerja dapat
dipatuhi dan dijalankan dengan baik sehingga mencegah resiko
kecelakaan kerja diatas kapal.
2. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada
ABK diatas kapal Dari permasalahan tersebut diatas, penulis menganalisa dan
mencari solusi pemecahan sebagai berikut :
-
25
a. Pelaksanaan sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada ABK diatas kapal
Sosialisasi sangat diperlukan bagi ABK yang akan bekerja
diatas kapal minimal 3 hari setelah diatas kapal. Sosialisasi yang
dilakukan tidak sampai 1 hari ternyata tidak efektif bagi ABK
yang akan joint diatas kapal. ABK yang baru joint diatas kapal
kurang mendapatkan sosialisasi karena jadwal kapal yang padat.
Untuk mengatasinya ABK yang akan turun diikutkan lagi diatas
kapal untuk mendampingi ABK yang baru yang akan
menggantikan pekerjaannya. ABK yang lama memberi
pengarahan mengenai tugas tugas yang harus dikerjakan,
tanggung jawab dan hal hal lainnya yang berkaitan dengan
pekerjaan ABK yang lama tersebut. Pengarahan atau petunjuk
yang diberikan ABK lama bertujuan agar ABK yang baru
mengetahui dan mengerti manajemen kerja yang benar diatas
kapal. Setelah itu Nakhodda memberitahu kepada perusahaan
mengenai ABK lama yang masih mengikuti pelayaran
mendampingi ABK baru, agar diberikan bonus sesuai dengan
waktu tambahan selama diatas kapal.
Selain itu, ABK baru juga mendapat bimbingan dan
pengarahan dari Safety Officer. Dengan memberikan bimbingan
dan pengenalan awal secara bijaksana terhadap ABK yang baru
naik kapal. Safety Officer akan menjelaskan prosedur prosedur
yang berlaku diatas kapal, tentang keselamatan kerja dan
peraturan peraturan dikapal sesuai dengan kebijakan
perusahaan, termasuk pelaksanaan manajemen keselamatan
kerja.
Safety officer melaksanakan pengarahan secar rutin.
Pengarahan tersebut berupa sosialisasi manajemen
keselamatan kerja yang dikerjakan setiap dua kali dalam
-
26
sebulan. Sosialisasi ini bertujuan agar ABK dapat mengambil
pelajaran berharga, dimana dalam pengarahan tersebut safety
Officer memberikan program yang berkaitan tentang pentingnya
keselamatan kerja. Program tersebut diantaranya berupa
pengarahan , pelatihan dan penayangan video video tentang
manajemen keselamatan kerja yang apabila tidak diterapkan
dalam melaksanakan pekerjaan diatas kapal maka akan
menimbulkan bahaya dan resiko kecelakaan kerja.
Dengan meningkatkan sosialisasi manajemen keselamatan
kerja terhadap ABK diatas kapal dengan memberikan
pengarahan dari ABK lama dan bimbingan prosedur
keselamatan kerja dari Safety Officer.Hal tersebut dapat
memberikan pengetahuan tentang Manajemen keselamatan
kerja agar ABK dapat mengetahui dan mengerti tugas dan
tanggung jawabnya serta meningkatkan kesadaran ABK akan
pentingnya keselamatan kerja diatas kapal .
b. Pelatihan khusus untuk mualim I oleh perusahaan Mualim I adalah seseorang yang bertanggung jawab penuh
atas keselamatan kerja dan memegang peranan sebagai
pengawas kerja ABK dan memberikan instruksi kepada kepala
kerja ( Bosun ). Selain itu, chief Officer memiliki kewajiban untuk
menjelaskan manajemen kerja dan keselamatan kerja,
mengawasi ABK untuk disiplin serta memperingatkan ABK
apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan manajemen
kerja maupun keselamatan kerja tersebut.
Untuk mendapatkan chief officer yang berkualifikasi,
perusahaan melakukan sistem merekrut chief officer yang
profesional dan berpengalaman di bidangnya. Perusahaan harus
lebih selektif dalam hal penerimaan chief officer yang hendak
-
27
bekerja diatas kapal. Seorang chief Officer juga akan menjadi
contoh atau panutan bagi ABK serta motor penggerak utama
dilapangan, maka seorang chief Officer tidak hanya sekedar
mengetahui manajemen, tetapi juga dapat menerapkan dalam
pekerjaan sehari hari diatas kapal. Misalnya pada saat berada
di Area tempat kerja, dalam menggunakan alat alat
keselamatan kerja agar tidak membahayakan keselamatan jiwa
chief Officer tersebut dan ABK lain akan mengikuti manajemen
keselamatan kerja yang dilakukan chief Officer.
Upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang
manajemen kerja yang telah dibuat oleh perusahaan salah
satunya memberikan pelatihan kepada chief Officer yang akan
bekerja diatas kapal. Pelatihan tersebut menjelaskan manajemen
kerja yang berisi tentang cara kerja, tugas dan tanggung jawab.
Perusahaan juga senantiasa memberikan pelatihan khusus
diatas kapal terhadap semua awak kapal disetiap ada
kesempatan yang dinilai tidak mengganggu operasional kapal.
Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan pelatihan
bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan
berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis
dan segera berarti yang sudah dilatihkan atau dipraktikkan.
Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang
relatif singkat (pendek). Suatu pelatihan berupaya menyiapkan
para karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi
(Samsudin , 2010 : 110 ).
Perusahaan harus memberikan pelatihan tentang
manajemen keselamatan kerja terhadap chief Officer. Tujuan
dari pelatihan ini untuk mengevaluasi setiap hasil kerja dan
memberikan masukan masukan kepada chief Officer mengenai
cara kerja sesuai dengan manajemen yang telah dibuat oleh
-
28
perusahaan agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan efektif
dan efisien. Manajemen harus tetap dilaksanakan walaupun
pekerjaan yang dilakukan setiap hari dan sudah berulang ulang
dilaksanakan agar setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan
lancar dan aman serta resiko kecelakaan kerja dapat di hindari.
Apabila chief Officer yang sudah bekerja diatas kapal
kurang profesional dan memiliki pengetahuan yang minim
mengenai manajemen keselamatan kerja, Nakhoda sebagai
pimpinan dan pemegang kekuasaan tertinggi diatas kapal
memberikan pengarahan dan pelatihan kepada chief Officer.
Setelah itu nakhoda mencontohkan cara memberikan pelatihan
dan briefing tentang manajemen keselamatan kerja terhadap
ABK. Nakhoda juga memberikan buku pedoman tentang
keselamatan kerja kepada chief Officer agar dapat dipelajari dan
segera dipahami oleh chief Officer. Kemudian nakhoda
mengawasi dan memperhatikan perkembangan chief Officer
diatas kapal dalam menjalankan maupun mengarahkan prosedur
keselamatan kerja yang wajib dipatuhi seluruh awak kapal
sehingga tidak terjadi pelanggaran dan meminimalisir resiko
kecelakaan kerja diatas kapal .
-
29
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam Bab III , maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kurangnya pengawasan pelaksanaan manajemen keselamatan kerja
disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengawas terhadap
prosedur keselamatan kerja dan kurang tegasnya pengawas
terhadap manajemen keselamatan kerja pada saat melaksanakan
tugasnya sehingga terjadi kecelakaan kerja dan menyebabkan
banyak ABK yang bekerja tidak sesuai prosedur kerja dan
mengabaikan manajemen keselamatan kerja yang berakibat dapat
menimbulkan resiko kecelakaan kerja saat melaksanakan pekerjaan
diatas kapal. 2. Kurangnya sosialisasi manajemen keselamatan kerja kepada ABK
di kapal menyebabkan banyak ABK yang kurang paham tentang
tugas dan tanggung jawabnya dan kurangnya pengetahuan semua
ABK tentang pelaksanaan prosedur keselamatan kerja . B. Saran
1. Hendaknya perusahaan memberikan sosialisasi kepada pengawas
terhadap pelaksanaan manajemen keselamatan kerja agar setiap
pekerjaan di atas kapal dilaksanakan sesuai manajemen
keselamatan kerja dengan jalan pembinaan awal setidaknya satu kali
sebelum ditempatkan di atas kapal dan hendaknya perusahaan
meningkatkan rasa tanggung jawab pengawas terhadap manajemen
keselamatan kerja dengan melakukan pengarahan dan
-
30
meningkatkan pemahaman sebelum bekerja diatas kapal ,serta
kesadaran terhadap pelaksanaan manajemen keselamatan kerja. 2. Hendaknya perusahaan memberikan sosialisasi dan pelatihan
khusus tentang pelaksanaan prosedur manajemen keselamatan
kerja Training before joint Ship kepada mualim I sebelum
bergabung dengan suatu perusahaan pelayaran , agar pelaksanaan
manajemen keselamatan diatas kapal dapat terlaksana dengan baik
dan dapat menghindari terjadinya kecelakaan diatas kapal.
-
31
DAFTAR PUSTAKA
Emile Durkheim, website : http //mbegedut.blogspot.com/2011/06/faktor-faktor pendorong perilaku.html Faktor Pendorong Disiplin
Hasibuan, Malayu SP, (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, jakarta.
Jatim, Rozaimi, (2003) Kodefikasi Manajemen Keselamatan Internasional (ISM CODE). penerbit Yayasan Bina Citra samudra Jakarta.
R.Moedjiman, (2012) Penulisan Karya Ilmiah Terapan Dan Prosedur Penulisan Makalah Penerbit BP3IP, Jakarta.
Rumidi, Sukandar , ( 2006 ) Metodologi Penelitian . Penerbit Gadjah Mada University Press
Sumamur (1981). Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Gunung agung, jakarta.