eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/3870/1/jurnal.docx · web viewmajas terdapat dalam unsur...
TRANSCRIPT
1
Penggunaan Majas dalam Novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki Ardi dan Hubungannya dengan
Pembelajaran Sastra SMA
Baiq Dina Wulandari
ABSTRACT
This thesis analyzes the use of figure of speech in the novel “Aku Bukan Jamilah” work of R. Juki Ardi and its relationship to learning high school literature. The purpose of this analysis is to determine the type of figure of speech used in the novel “Aku Bukan Jamilah” and to determine the relationship of the use of figure of speech in the novel “Aku Bukan Jamilah” work of R. Juki Ardi by learning high school literature. This research is qualitative research deskripstif that describe the kinds of figure of speech used by R. Juki Ardi in the novel “Aku Bukan Jamilah”. The data in this study is in the form of words, phrases, clauses, and sentences containing the figure of speech in the novel “Aku Bukan Jamilah” work of R. Juki Ardi.
Results of this analysis is that there are 235 figure of speech in the novel “Aku Bukan Jamilah” majas 73 majas affirmation, 142 majas comparison, 7 majas opposition, and 13 majas satire. The most widely used figure of speech by R. Juki Ardi in the novel I'm Not Jamilah is a figure of speech figure of speech simile is a comparison. The use of figure of speech in the novel I'm Not Jamilah R. masterpiece Juki Ardi literature related to learning first semester of high school class XI at KD analyze the elements of the novel intrinsic and extrinsic Indonesia / translation.
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis mengenai penggunaan majas dalam novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki Ardi dan hubungannya dengan pembelajaran sastra SMA. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui jenis majas yang digunakan dalam novel Aku Bukan Jamilah dan untuk mengetahui hubungan penggunaan majas dalam novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki Ardi dengan pembelajaran sastra SMA. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripstif kualitatif yaitu memaparkan jenis-jenis majas yang digunakan oleh R. Juki Ardi dalam novel Aku Bukan Jamilah. Data dalam penelitian ini adalah berupa kata, frase, klausa, dan kalimat yang mengandung majas dalam novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki Ardi.
Hasil dari analisis ini ialah terdapat 235 majas dalam novel Aku Bukan Jamilah yaitu majas 73 majas penegasan, 142 majas perbandingan, 7 majas pertentangan, dan 13 majas sindiran. Majas yang paling banyak digunakan oleh R. Juki Ardi dalam novel Aku Bukan Jamilah adalah majas perbandingan yaitu majas simile. Penggunaan majas dalam novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki Ardi berhubungan dengan pembelajaran sastra SMA kelas XI semester 1 yaitu pada KD menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ektrinsik dalam novel Indonesia/terjemahan.
Kata kunci : majas, novel, pembelajaran sastra
A. PENDAHULUAN
Sastra merupakan karya cipta yang di dalamnya mencerminkan suatu
kejadian yang digambarkan dengan bahasa yang imajinatif. Bahasa merupakan
1
aspek terpenting dalam suatu karya sastra. Seperti yang dikatakan oleh Ratna (2009:
148), bahasa adalah medium utama karya sastra. Tidak ada karya sastra tanpa
bahasa. Begitu pentingnya penggunaan bahasa dalam karya sastra sehingga tidak
akan terbentuk suatu karya sastra tanpa bahasa. Bahasa juga mencerminkan tingkat
estetika suatu karya sastra.
Karya sastra banyak jenisnya. Salah satu jenis karya sastra adalah novel.
Nurgiyantoro (1995: 10-11) memaparkan perbedaan novel dengan jenis karya sastra
lainnya; novel merupakan bentuk prosa yang mengemukakan sesuatu secara bebas,
menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak
melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan
jenis prosa lainnya seperti cerpen. Dalam menyajikan setiap kejadian dalam novel
dibutuhkan penggunaan bahasa yang imajinatif. Bahasa yang imajinatif sering
disebut dengan bahasa sastra. Bahasa sastra adalah bahasa yang telah direkayasa dan
dipoles sedemikian rupa (Endraswara, 2003: 72).
Dalam menyajikan setiap kejadian dalam novel setiap penulis memiliki gaya
bahasa yang berbeda-beda. R. Juki Ardi dalam novelnya yang berjudul Aku Bukan
Jamilah banyak menggunakan permainan kata untuk menggambarkan peristiwa
nyata pada era G30S/PKI yang sudah puluhan tahun berlalu. Dalam novel Aku
Bukan Jamilah banyak ditemukan penggunaan majas yang membuat novel ini tidak
kalah dari novel sastra lainnya.
Di dalam masyarakat luas, gaya bahasa disamakan dengan majas. Bahkan
dalam dunia pendidikan di SMP dan SMA istilah gaya bahasa digunakan untuk
menyebut majas. Padahal majas dengan gaya bahasa memiliki perbedaan yang luas.
Menurut Ratna (2009: 164) majas adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud
2
penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Majas memiliki
cakupan yang lebih sempit dari gaya bahasa. Jika majas memiliki keterbatasan
karena sudah berpola, berbeda dengan gaya bahasa.
Gaya bahasa cakupannya lebih luas, tidak terbatas. Mulai dari panjang
pendeknya kalimat, tingkatan bahasa tinggi dan rendah, penggunaan kata-kata
serapan, penggunaan kosakata daerah, dan sebagainya. Bahkan gaya bahasa meliputi
cara-cara penyusunan unsur intrinsik dalam karya sastra, seperti plot, tokoh,
kejadian, dan sudut pandang. Walaupun demikian, penggunaan majas dalam karya
sastra juga sangat mempengaruhi keindahan karya sastra tersebut. Karena majas
merupakan penunjang untuk melengkapi gaya bahasa.
Ratna (2009: 164) membagi majas ke dalam empat kelompok, yaitu: (1)
majas penegasan, (2) majas perbandingan, (3) majas pertentangan, dan (4) majas
sindiran. Semua jenis majas tersebut bertujuan untuk menambah nilai estetika dalam
suatu karya sastra.
Majas merupakan salah satu kajian dari pembelajaran sastra di sekolah.
Majas terdapat dalam unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra. Unsur intrinsik
adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra tersebut. Dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang SMA kelas XI semester I terdapat
materi yang membahas mengenai unsur intrinsik dalam novel Indonesia atau
terjemahan.
Penggunaan majas dalam novel Aku Bukan Jamilah (selanjutnya ditulis ABJ)
karya R. Juki Ardi berusaha untuk menampilkan peristiwa-peristiwa yang sudah
puluhan tahun berlalu dengan pemilihan kata-kata yang menarik inilah yang menjadi
daya tarik dalam menganalisis novel ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis
3
mengambil judul “Penggunaan Majas dalam Novel Aku Bukan Jamilah karya R.
Juki Ardi dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMA”
Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui jenis-jenis majas yang
digunakan oleh R. Juki Ardi dalam novelnya yang berjudul Aku Bukan Jamilah,
serta untuk mengetahui hubungan penggunaan majas dalam novel Áku Bukan
Jamilah karya R. Juki Ardi dalam pembelajaran sastra di SMA.
Dalam penelitian ini, digunakan teori Ratna yang membedakan majas dengan
gaya bahasa. Ratna menegaskan bahwa majas dan gaya bahasa adalah berbeda.
Menurut Ratna (2009: 164), majas adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud
penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Ratna
membedakan gaya bahasa dengan majas. Ruang lingkup gaya bahasa lebih luas,
sebaliknya majas lebih sempit, sehingga majas bersifat membantu gaya bahasa
(Ratna, 2009: 165). Penggunaan majas dalam novel Aku Bukan Jamilah karya R.
Juki Ardi dianalisis dengan menggunakan teori Ratna yang membagi majas ke dalam
empat kelompok, yaitu majas penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan,
dan majas sindiran.
Majas penegasan terdiri dari tiga puluh majas yaitu: aferesis, aforisme,
alonim, anagram, antiklimaks, apofasis/preterisio, aposiopesis, arkhaisme,
bombastis, elipsis, enumerasio/akumulasio, ekslamasio, interupsi, inversi/anastrof,
invoksi, klimaks, kolokasi, koreksio/epanortosis, paralelisme, pararima, pleonasme,
praterio, repetisi (dibagi menjadi tiga belas, yaitu; aliterasi,
anadiplosis/epanadiplosis, anafora, antanaklasis, asonansi, epanalepsis,
epifora/epistrofa, epizeuksis, katafora, kiasmus, mesodiplosis, simploke, tautotes),
retoris/erotetis, sigmatisme, silepsis, sindenton (dibagi menjadi asindenton dan
4
polisindenton), sinkope/komtraksi, tautologi, dan zeugma. Majas perbandingan,
terdiri dari 21 jenis majas, yaitu: alegori, alusio, antonomasia, desfemisme, epitet,
eponim, eufemisme, hipalase/enalase, hiperbola, litotes, metafora, metonomia,
onomatope, paranomasia, perifrasis, personifikasi, simbolik, simile, sinekdoke
(dibagi menjadi dua, yaitu sinekdoke pars prototo dan sinekdoke totem proparte),
sinestesia, tropen.
Majas pertentangan, terdiri dari tujuh jenis majas, yaitu: anakronisme,
antitesis, kontadiksio, oksimoron, okupasi, paradoks, prolepsis/antisipasi.
Sementara majas sindiran, terdiri dari enam jenis majas, yaitu: anifrasis, inuendo,
ironi, permainan kata, sarkasme, sinisme.
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang memaparkan jenis-jenis majas yang digunakan oleh R. Juki
Ardi dalam novel ABJ. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode content analysis atau analisis isi. Metode content analysis merupakan
suatu metode yang menganalisis isi suatu dokumen atau bacaan dengan cara
menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Dalam penelitian ini dokumen
atau bacaan yang dianalisis adalah novel ABJ karya R. Juki Ardi.
2. Data Dan Sumber Data
2.1 Data
Data dalam penelitian ini berupa kata, frase, klausa, dan kalimat yang
mengandung majas dalam novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki Ardi.
5
2.2 Sumber Data
Sumber data primer adalah novel Aku Bukan Jamilah karya R. Juki
Ardi. Sumber data sekunder meliputi buku-buku mengenai gaya bahasa dan
majas, jurnal, skripsi, dan lain-lain sumber yang terkait erat dengan data
primer.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode studi kepustakaan dan metode catat.
4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa
tabel sebagai berikut:
NnN
o Kutipan Hlm
Majas
Penegasan P Perbandingan Pertentangan Sindiran
5. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan analisis data model Miles and Huberman
(dalam Sugiyono (2009: 246-253) menjelaskan dalam menganalisis data dalam
penelitian jenis kualitatif, dapat digunakan analisis data model Miles and
Huberman yang terdiri dari tiga langkah analisis data, yaitu data reduction
(reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion
drawing/verification (penarikan kesimpulan).
6
6. Metode Penyajian Data
Dalam laporan penelitian, data yang berupa kutipan disajikan dengan
cara mengelompokkan data-data tersebut ke dalam empat jenis majas: majas
penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas sindiran.
Masing-masing majas tersebut memiliki jenis-jenis majas yang diurutkan
secara teratur dalam kelompak-kelompoknya. Kutipan-kutipan tersebut
diberikan format italic kemudian kata-kata yang menunjukkan majas
diberikan format bold. Setelah kutipan selesai diketik, kemudian penjelasan
mengenai data ditaruh di bawah kutipan. Setelah itu, pada bagian berikutnya
hasil penelitian penggunaan majas dalam novel ABJ karya R. Juki Ardi
dihubungkan dalam pembelajaran sastra SMA. Berdasarkan metode
penyajian data inilah akan terbentuk penyajian hasil penelitian yang tertata
rapi.
C. PEMBAHASAN
1. Penggunaan Majas dalam Novel ABJ Karya R. Juki Ardi
Dalam penelitian ini ditemukan 235 penggunaan majas dalam novel ABJ
karya R. Juki Ardi, yang masing-masing terdiri dari 73 majas penegasan, 142
majas perbandingan, 7 majas pertentangan, dan 13 majas sindiran.
1.1 Majas Penegasan
Dalam novel ABJ ditemukan majas penegasan yang terdiri atas berbagai
jenis majas penegasan, yaitu 5 penggunaan majas alonim, 2 penggunaan majas
aforisme, 1 majas anagram, 1 majas antiklimaks, 1 majas apofasis/preterisio,
1 majas arkhaisme, 2 majas bombastis, 8 majas elipsis, 1 majas ekslamasio, 7
7
majas interupsi, 7 majas inversi, 3 majas klimaks, 1 majas
koreksio/epanortosis, 1 majas pararima, 1 majas pleonasme, 9 majas repetisi,
10 majas retoris, 6 majas sindenton, 1 majas tautologi, dan 4 majas zeugma.
Penggunaan berbagai jenis majas tersebut, beberapa dapat dilihat pada kutipan
di bawah ini:
a. Mas Har, suami pertama Jemilah adalah teman dekatku (Ardi, 2011: 4).
Kutipan di atas merupakan bentuk penggunaan majas alonim. Hal ini
dikarenakan digunakan varian nama dalam menyebutkan nama tokoh. Har
merupakan varian nama dari Haryanto. Seperti yang dijelaskan pada kutipan
berikutnya, Nama lengkapnya Haryanto (Ardi, 2011: 5)
b. “Tidak lagi, aku coba mengimani dan mengamini nasibku.” (Ardi,
2011: 23)
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas anagram karena dalam
kutipan tersebut terdapat kata yang mengalami pertukaran huruf di dalamnya
sehingga menimbulkan makna baru. Hal ini terlihat pada kata mengimani yang
bertukar urutan hurufnya sehingga menjadi mengamini. Mengimani memiliki
makna meyakini dan mempercayai, setelah mengalami pertukaran huruf dan
berubah menjadi kata mengamini, maka timbul makna baru, yaitu menyetujui
nasib yang dialaminya.
c. Juga agar mereka tahu bahwa di negeri ini pernah terjadi kebiadaban
dan kejahatan kemanusiaan yang melampaui batas nalar sehat, jika
tidak boleh dikata mendekati tabiat hewan (Ardi, 2011: 2)
Kutipan di atas dikatakan sebagai majas apofasis/preterisio karena
dalam pernyataan di atas, penulis seolah-olah tidak ingin mengatakan bahwa
8
kebiadaban dan kejahatan yang dialaminya sudah mendekati tabiat hewan,
padahal penulis dengan jelas mengungkapnya. Penulis menggunakan frase jika
tidak boleh dikata untuk membeberkan kenyataan yang ada sehingga seolah-
olah penulis menutupi bahwa pernah terjadi kebiadaban dan kejahatan yang
mendekati tabiat hewan.
d. Aku tidak paham mengapa ada perasaan takut yang amat sangat di
hatiku (Ardi, 2011: 11).
Kutipan di atas dikelompokkan sebagai majas bombastis karena dalam
kutipan di atas terdapat kata amat sangat yang digunakan dalam
menggambarkan perasaan takut. Kata amat sangat merupakan bentuk
penggunaan keterangan yang berlebihan yang digunakan oleh penulis
sehingga kutipan tersebut merupakan majas bombastis.
e. Wah, pokoknya aku tak punya talenta untuk ke sana (Ardi, 2011: 28).
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas ekslamasio karena
dalam kutipan di atas terdapat penggunaan kata seru, yaitu wah. Kata wah
digunakan untuk menyatakan penegasan yang berupa penggunaan kata seru,
bahwa kemampuannya memang tidak sesuai untuk menjadi petani.
f. Kembali ia terdiam (Ardi, 2011: 3).
Kutipan di atas dikatakan sebagai majas inversi karena memiliki susunan
yang terbalik dari yang biasanya. Seharusnya kutipan di atas menjadi ia
kembali terdiam sehingga sesuai dengan susunan yang biasa digunakan.
g. Jemilah istriku telah memberiku dua anak laki-laki yang tampan, gagah,
dan sehat (Ardi, 2011: 1).
9
Pada kutipan di atas terdapat penggunaan majas klimaks, yang terlihat
pada kata tampan, gagah, dan sehat yang digunakan untuk menggambarkan
dua anak laki-laki Jemilah. Kata tampan, gagah, dan sehat mempunyai urutan
kepentingan yang semakin meningkat, mulai dari hal yang dianggap rendah
hingga yang paling penting. Mempunyai anak yang sehat jauh lebih penting
dari pada mempunyai anak yang tampan. Maka dari itu, sehat ditempatkan
pada posisi kepentingan terpuncak dari dua kata sebelumnya, yaitu tampan,
dan gagah.
h. Salah lagi, galak lagi, kukira ia sudah benar-benar loyo, eh, tahunya
masih bisa mengentak hati (Ardi, 2011: 13).
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas koreksio/epanortosis
karena dalam kutipan tersebut terdapat kata eh, tahunya masih bisa mengentak
hati yang digunakan untuk memperbaiki pernyataan sebelumnya yang
dianggap salah.
i. Ceplas-ceplos seakan tidak pernah ia pikir dulu. (Ardi, 2011: 26)
Kutipan di atas dikelompokkan sebagai majas pararima karena dalam
kutipan di atas terdapat kata ceplas-ceplos yang mengulang konsonan pada
awal dan akhir kata tersebut. Konsonan yang diulang adalah huruf c dan s.
j. Merekalah salah satu alasan hidup kami. Merekalah api semangat
hidup kami (Ardi, 2011: 1).
Pada kutipan terlihat penggunaan majas repetisi dengan jenis anafora.
Hal ini terlihat pada kata merekalah yang diulang pada kalimat berikutnya.
Hal ini memberikan penekanan kepada pembaca bahwa mereka (anak-anak
10
Jemilah dan Bob) merupakan hal yang paling berharga dalam hidup Jemilah
dan Bob.
k. Wajahnya tampak takut dan gemetar (Ardi, 2011: 54).
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas zeugma karena dalam
kutipan di atas terdapat kata-kata yang rancu dan tidak gramatikal. Hal ini
terlihat pada potongan kutipan di atas, takut dan gemetar. Seharusnya kutipan
di atas agar logis, tidak rancu, dan sesuai gramatikal diubah menjadi wajahnya
tampak takut dan badannya gemetar. Karena tidak logis jika wajah gemetar.
1.2 Majas Perbandingan
Dalam novel ABJ ditemukan majas perbandingan yang terdiri atas
berbagai jenis majas perbandingan, yaitu 1 majas alegori, 14 majas alusio, 5
majas antonomasia, 2 majas disfemisme, 1 majas eponim, 2 majas eufemisme,
28 majas hiperbola, 1 majas litotes, 12 majas metafora, 7 majas onomatope, 2
majas perifrasis, 13 majas personifikasi, 3 majas simbolik, 46 majas simile, 4
majas sinekdoke, dan 1 majas sinestesia. Penggunaan berbagai jenis majas
tersebut, beberapa dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
a. Tapi, bukankah matahari harus menyedekahkan cahayanya untuk bumi
setelah semalam penuh dikungkung oleh kegelapan yang pekat? (Ardi,
2011: 2)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai majas alegori karena
membandingakan sesuatu dengan keadaan alam secara utuh. Arti kutipan di
atas adalah perumpamaan kehidupan bahwa tidak selamanya manusia
mengalami kesulitan, ada saatnya kesulitan itu hilang berganti kebahagiaan.
b. Aku kembali duduk dengan tetap pasang muka masam (Ardi, 2011: 17)
11
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas alusio karena dalam
kutipan di atas terdapat kata muka masam yang merupakan sebuah ungkapan.
Muka masam berarti cemberut, wajah yang kecewa, atau tidak peduli. Dalam
kutipan di atas muka masam diartikan sebagai gambaran wajah dari tokoh aku
yang merasa kecewa oleh sikap Haryanto sehingga wajah tokoh aku berubah
menjadi cemberut.
c. “Ndan, ini anak yang kita cari dari kemarin hari.” (Ardi, 2011: 62)
Kutipan di atas dikelompokkan sebagai majas antonomasia karena
dalam kutipan di atas digunakan gelar seseorang untuk menggantikan nama
orang tersebut. Gelar yang dimaksud adalah Komandan.
d. “Oho, sudah ketangkap rupanya Srikandi yang selama ini
menggegerkan dunia itu.” (Ardi, 2011: 89).
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas eponim karena terdapat
kata Srikandi yang merupakan sebuah nama yang menunjukkan ciri-ciri
tertentu. Srikandi merupakan tokoh tokoh perwayangan wanita yang bisa
berubah menjadi pria. Srikandi merupakan nama yang sering disangkutkan
dengan ciri-ciri wanita kuat, tangguh dan memiliki keberanian seperti pria.
Dalam kutipam di atas, Jemilah dikatakan Srikandi karena dianggap sebagai
Jamilah yang memiliki keberanian membunuh para jenderal.
e. Mukanya dicakar-cakar menggunakan sangkur begitu niat mereka
hendak menggagahi ibu muda itu gagal (Ardi, 2011: 92).
Kutipan di atas dikelompokkan sebagai majas eufemisme karena dalam
kutipan di atas terdapat kata menggagahi yang digunakan oleh penulis sebagai
pengganti kata memperkosa.
12
f. “Waktu itu aku mati-matian menolak rencana mereka, namun apalah
aku, seberapakah kekuatanku melawan mereka? (Ardi, 2011: 5)
Kutipan di atas dikatakan sebagai majas hiperbola karena kata mati-
matian dianggap terlalu berlebihan untuk menggambarkan penolakan Jemilah
terhadap keputusan orangtuanya yang ingin menikahkannya dengan Haryanto.
Jemilah seolah-olah mempertaruhkan jiwanya dan berani mati untuk menolak
keputusan tersebut
g. Ia letakkan kepalanya di atas pahaku yang aku julurkan di atas kasur
butut (Ardi, 2011: 7).
Kutipan di atas termasuk majas litotes karena terdapat pernyataan yang
merendahkan diri. Pada kutipan di atas, kata kasur butut merupakan kata yang
digunakan untuk merendahkan diri.
h. Jakarta menjadi kuburan besar yang seram dan mencekam (Ardi, 2011:
55).
Kutipan di atas dikelompokkan sebagai majas metafora karena dalam
kutipan di atas Jakarta diumpamakan dengan kuburan besar tanpa
menggunakan kata perumpamaan. Kuburan merupakan suatu tempat yang sepi
dan menakutkan. Begitu juga dengan Jakarta. Setelah dibunuhnya beberapa
jendral pada peristiwa G30S/PKI, Jakarta menjadi sebuah daerah yang sepi
dan menakutkan. Sehingga Jakarta disamakan dengan kuburan besar.
i. Jemilah mengusir nyamuk yang mulai berdatangan dengan suara
melebah (Ardi, 2011: 29).
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas onomatope. Hal ini
terlihat pada kata melebah yang merupakan tiruan bunyi dari suara lebah.
13
j. Rasanya tidak rela ia membiarkan kedua anak kami dikerubuti binatang
penghisap darah itu (Ardi, 2011: 23).
Kutipan di atas merupakan majas perifrasis. Hal ini terlihat pada kata
binatang penghisap darah yang dianggap bentuk pemborosan kata. kata
binatang penghisap darah dapat diganti dengan satu kata saja, yaitu nyamuk.
k. Semua itu harus aku kerjakan dengan hati-hati dan sembunyi-sembunyi,
karena di dalam sana tembok bermata, segenap langit-langit bertelinga,
serta semua daun pintu bisa bicara ke depan para serdadu (Ardi, 2011:
11)
Kutipan di atas dielompokkan sebagai majas personifikasi karena pada
kutipan tersebut penulis banyak menggunakan sifat-sifat insani pada benda
mati, seperti bermata, bertelinga, dan bisa bicara. Pada kutipan di atas tembok
dikatakan memiliki mata, langit-langit dikatakan memiliki telinga, bahkan
daun pintu pun bisa berbicara. Semua itu adalah bentuk personifikasi yang
digunakan dalam kutipan di atas.
l. Tinggal aku dan seorang prajurit yang kelihatan seperti anjing lapar
yang siap menerkamku (Ardi, 2011: 77).
Kutipan di atas dikelompokkan sebagai majas simile karena kutipan di
atas mengumpamakan seorang prajurit dengan anjing yang kelaparan. Anjing
yang kelaparan akan segera menerkam apapun yang bisa dimakan yang ada di
depannya. Begitu juga dengan prajurit tersebut, akan segera ‘menghabisi’
Jemilah.
m. Di sana ia duduk beristirahat seraya mengatupkan kedua matanya yang
terasa pedas diterba angin kencang sepanjang jalan (Ardi, 2011: 37).
14
Kutipan di atas dikelompokkan ke dalam majas sinestesia karena dalam
kutipan di atas digunakan dua indera sekaligus. Hal ini terlihat pada
penggalam kutipan mengatupkan kedua matanya yang terasa pedas. Mata
berhubungan dengan indera penglihatan sementara pedas berhubungan dengan
indera pencecapan/indera perasa, sehingga dalam kutipan di atas dikatakan
mengandung majas sinestesia karena terdapat penggunaan indera penglihatan
dan indera pencecapan.
1.3 Majas Pertentangan
Dalam novel ABJ ditemukan majas pertentangan yang terdiri atas
berbagai jenis majas pertentangan, yaitu 6 majas antitesis dan 1 majas
kontradiksio. Penggunaan berbagai jenis majas tersebut, beberapa dapat dilihat
pada kutipan di bawah ini:
a. Itu semua harus kita hadapi bersama sebagai suami-istri yang berjuang
demi keturunan (Ardi, 2011: 18).
Kutipan di atas dikategorikan sebagai majas antitesis karena dalam
kutipan tersebut terdapat penggunaan kata-kata yang berlawan. Hal ini terlihat
pada kata suami-istri. Suami merupakan lawan kata istri, begitu juga
sebaliknya.
b. Jauh di hari-hari awal, para keluarga yang ditinggal harus mengurai
air mata yang sudah mengering sumbernya karena terkuras hari-hari
sebelumnya (Ardi, 2011: 11).
Kutipan di atas dikelompokkan dalam majas kontradiksio karena dalam
kutipan tersebut, penulis menggunakan kata-kata yang berlawanan secara
situasi. Ha ini terlihat pada kutipan ditinggal harus mengurai air mata yang
15
sudah mengering sumbernya, kutipan tersebut berlawanan secara situasional.
Penulis mengatakan kelurga tapol berurai air mata sementara pada kata
berikutnya penulis mengatakan bahwa air mata keluarga tapol sudah
mengering. Lalu jika sumber air mata keluarga tapol sudah mengering,
bagaimana bisa kelurga tapol masih berurai air mata saat mendengar anggota
keluarganya akan dibuang. Bentuk pernyataan yang berlawanan secara
situasional inilah yang dikatakan sebagai majas kontradiksio.
1.4 Majas Sindiran
Dalam novel ABJ ditemukan majas sindiran yaitu 14 jenis majas
sarkasme. Penggunaan majas sarkasme dapat dilihat pada kutipan di bawah
ini:
a. Aku tidak tanya suamimu, goblok! (Ardi, 2011: 68).
Kutipan di atas dikategorikan sebagai majas sarkasme karena terdapat
sindiran dengan menggunakan kata-kata yang kasar. Hal ini terlihat pada kata
goblok yang digunakan Mayor untuk menyindir Jemilah yang menjawab
pertanyaan Mayor dengan memberikan penjelasan mengenai suaminya.
b. “Kamu masih berkelit saja rupanya, anjing Gerwani!” (Ardi, 2011: 77)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai majas sarkasme karena terdapat
sindiran dengan menggunakan kata-kata yang kasar. Hal ini terlihat pada kata
anjing yang digunakan serdadu untuk menyindir Jemilah yang tetap tidak mau
mengakui hal yang memang tidak pernah dia lakukan.
16
D. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu:
1.1 Novel ABJ karya R. Juki Ardi memuat empat jenis majas, yaitu: (1) majas
penegasan yang ditemukan dalam novel ABJ terdiri dari 73 kutipan, (2)
majas perbandingan terdiri dari 142 kutipan, (3) majas pertentangan terdiri
dari 7 kutipan, dan (4) majas sindiran terdiri dari 13 kutipan. Majas yang
paling banyak digunakan oleh R. Juki Ardi dalam novel ABJ adalah majas
perbandingan yang berupa majas simile. Sementara majas yang paling
sedikit digunakan adalah majas pertentangan.
1.2 Materi pembelajaran sastra di SMA yang berhubungan dengan penelitian ini
adalah Kompetensi Dasar kelas XI semester I, yaitu: Menganalisis unsur-
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan. Indikator
dalam kompetensi dasar ini adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur,
tema, penokohan, sudut pandang, latar, amanat, dan majas) dan unsur
ekstrinsik (nilai moral, nilai sosial, nilai religius, dan lain-lain) dalam novel
Indonesia. Adapun indikator yang berhubungan dengan penelitian ini adalah
menganalisis unsur intrinsik yaitu penggunaan majas dalam novel
Indonesia. Dengan demikian dapat diketahui bahwa majas tidak hanya
dipelajari dalam bidang bahasa saja tetapi juga dijadikan kajian dalam
pembelajaran sastra. Hal ini terlihat pada dianalisisnya majas dalam novel
Indonesia.
17
2. Saran
Keterbatasan ruang lingkup penelitian ini membuat tidak semua
penelitian mengenai unsur intrinsik dalam novel dapat dikaji, penelitian ini
hanya terfokus pada penggunaan majas dalam novel ABJ karya R. Juki Ardi.
Untuk itu, diharapkan kepada peneliti lain yang ingin meneliti novel ABJ karya
R. Juki Ardi hendaknya meneliti lebih luas lagi unsur intrinsiknya dan
menganalisis pula nilai-nilai yang terkandung dalam novel tersebut.
Daftar Pustaka
Ardi, R. Juki. 2011. Aku Bukan Jamilah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Badudu, J.S, Syofyan Zakaria, dan Livain Lubis. 1997. Aku Mahir Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Depdiknas. 2006. Standar Isi (SI) Permen 22 Bidang Studi Bahasa Indonesia MTs/SMP dan SMA/MA Berdasarkan KTSP. Jakarta: Depdiknas.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Fitri, Yulidar Annisa. 2011. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi Chairil Anwar “Aku Ini Binatang Jalang” dan Hubungannya dengan Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMP. Skripsi Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.
Jumrah. 2012. Gaya Bahasa dan Aspek Pendidikan yang Terkandung dalam Cerita Mbojo “La Kasipahu” dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurhayani. 2012. Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: Cakrawala Media
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
18
Putra, Nanang Syah. 2012. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa dalam Ceramah Abdullah Gymnastiar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Berbicara di SMA. Skripsi Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika, Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sapiin. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menyimak Bahasa dan Sastra Indonesia. Mataram : Unram Press.
Siswantoro. 2011. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores: Nusa Indah.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai pustaka
Wahyuningtyas, Sri, dan Wijaya Heru Santoso. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa. Surakarta: Yuma Pressindo.
19
Indeks Subjek
A
Aferesis, 4
Aforisme, 4
Alegori, 5, 11
Aliterasi, 4
Alonim, 4, 7, 8
Alur, 17
Alusio, 5, 11, 12
Amanat, 17
Anadiplosis/epanadiplosis, 4
Anafora, 4, 10
Anagram, 4, 7, 8
Anakronisme, 5
Analisis data, 6
Analisis isi, 5
Anifrasis, 5
Antanaklasis, 4
Antiklimaks, 4, 7
Antitesis, 5, 15
Antonomasia, 5, 11, 12
Apofasis/preterisio, 4, 7, 8
Aposiopesis, 4
Arkhaisme, 4, 7
Asindenton, 4
Asonansi, 4
Aspek, 3
Aspek keindahan, 4
B
Bahasa, 1, 17
Bahasa sastra, 2
Bombastis, 4, 7, 9
C
Ceplas-ceplos, 10
Cerpen, 2
conclusion drawing/verification ,6
Content analysis, 5
D
Data, 5, 7
data display, 6
data reduction, 6
Deskriptif kualtitatif, 5
Disfemisme, 5, 11
Dokumen, 5
E
Elipsis, 4, 7
Enumerasio/akumulasio, 4
Epanalepsi, 4
Epifora/epistrofa, 4
Epitet, 5
Epizeuksis, 4
Eponim, 5, 11, 12
Era, 2
Esklamasio, 4, 7, 9
Estetika, 2, 3
Eufemisme, 5, 11, 12
F
Frase, 5, 9
20
Format bold, 7
Format italic, 7
G
Gaya bahasa, 2, 3, 4, 6
Gelar, 12
Gerwani, 16
Gramatikal, 11
H
Hipalase/enalase, 5
Hiperbola, 5, 11, 13
I
Imajinatif, 1
Indikator, 17
Insturmen penelitian, 6
Insani, 14
Interupsi, 4, 8
Inuendo, 5
Inversi, 4, 8, 9
Invoksi, 4
Ironi, 5
J
Jenderal, 13
Jenjang, 3
Jurnal, 6
K
Kajian, 3
Kalimat, 5
Karya, 1, 4
Karya cipta, 1
Karya sastra, 2, 3
Katafora, 4
Kata serapan, 2
Kiasmus, 4
Klausa, 5
Klimaks, 4, 8, 10
Komandan, 12
Kolokasi, 4
Kompetensi dasar, 17
Kompleks, 2
Konsonan, 10
Kontradiksio, 5, 15, 16
Koreksio/epanortosis, 4, 8, 10
Kosakata, 2
Kualitatif, 6
Kurikulum, 3
Kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan, 3
L
Latar, 17
Litotes, 5, 11, 13
M
Majas, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, , 10, 11
Majas penegasan, 3, 4, 7, 17
Majas perbandingan, 3, 5, 7, 11, 17
Majas pertentangan, 3, 5, 7, 15, 17
Majas sindiran, 3, 5, 7, 16, 17
Materi, 3
21
Medium, 2
Mesodiplosis, 4
Metafora, 5, 11, 13
Metode, 5
Metode analisis data, 6
Metode catat, 5
Metode penelitian, 5
Metode pengumpulan data, 6
Metode penyajian data, 7
Metode studi kepustakaan, 5
Metonimia, 5
N
Nalar, 8
Nilai estetika, 3
Nilai moral, 17
Nilai religius, 17
Nilai sosial, 17
Novel, 2, 4, 18
Novel Indonesia, 3, 17
O
Oksimoron, 5
Okupasi. 5
Onomatope, 5, 11, 13
P
Paradoks, 5
Paralelisme, 4
Paranomasia, 5
Pararima, 4, 8, 10
Penokohan, 17
Penyajian data, 6
Perifrasis, 5, 11, 14
Permainan kata, 5
Personifikasi, 5, 11, 14
Pleonasme, 4, 8
Plot, 3
Polisindenton, 5
Praterio, 4
Prolepsis/antisipasi, 5
Prosa, 2
R
Rancu, 11
Reduksi data, 6
Retoris/erotetis, 4, 8
Repetisi, 4, 8, 10
Ruang lingkup, 4, 18
S
Sarkasme, 5, 16
Sastra, 1, 3
Sigmatisme, 4
Silepsis, 4
Simbolik, 5, 11
Simile, 5, 11, 14, 17
Simploke, 4
Sindenton, 4, 8
Sinekdoke, 5, 11
Sinekdoke pars prototo, 5
Sinekdoke totem proparte, 5
Sinestesia, 5, 11, 15
Sinisme, 5
22
Sinkope/kontraksi, 5
Skripsi, 6
Sudut pandang, 3, 17
Sumber data, 6
Sumber data primer, 6
Sumber data sekunder, 6
T
Tabel, 6
Talenta, 9
Tapol, 16
Tautologi, 5, 8
Tautotes, 4
Tema, 17
Teori, 4
Tokoh, 3, 8
Tropen, 5
U
Unsur, 3, 17
Unsur ekstrinsik, 17
Unsur instrinsik, 3, 17, 18
V
Varian, 8
Z
Zeugma, 5, 8, 11
23
Indeks Nama
A
Ardi, R. Juki, 2, 3, 4, 5,6, 7, 17
E
Endraswara, Suwardi, 2
M
Miles dan Huberman, 6
N
Nurgiantoro, Burhan, 2
R
Ratna, Nyoman Kutha, 2, 3, 4
S
Sugiyono, 6
24