repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · web viewkasus...

30
TINDAKAN SCHOOL BULLYING PADA SISWA KELAS IX SMP AL FAJAR CIPUTAT TANGERANG SELATAN Hasyim Asy;ari & Lia Dahlia, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, [email protected] PENDAHULUAN Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Sisdiknas Pasal 1 menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. 1 Guna mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan kondisi belajar yang kondusif, aman, dan nyaman serta jauh dari berbagai tindakan yang mungkin dapat membahayakan diri siswa. Sebagai salah satu institusi pendidikan, sekolah seharusnya mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi para peserta didik, seperti telah yang diamanatkan dalam Pasal 54 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang menjelaskan bahwa “Anak didalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan 1 Undang –Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 1

Upload: hoangcong

Post on 02-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

TINDAKAN SCHOOL BULLYING PADA SISWA KELAS IX SMP AL FAJAR CIPUTAT TANGERANG SELATAN

Hasyim Asy;ari & Lia Dahlia, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, [email protected]

PENDAHULUAN

Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Sisdiknas Pasal 1 menjelaskan

bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. 1

Guna mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan kondisi belajar yang

kondusif, aman, dan nyaman serta jauh dari berbagai tindakan yang mungkin

dapat membahayakan diri siswa.

Sebagai salah satu institusi pendidikan, sekolah seharusnya mampu

memberikan rasa aman dan nyaman bagi para peserta didik, seperti telah yang

diamanatkan dalam Pasal 54 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan

anak, yang menjelaskan bahwa “Anak didalam dan dilingkungan sekolah

wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola

sekolah atau teman-temanya didalam sekolah yang bersangkutan atau

lembaga pendidikan lainnya”. 2

Namun dewasa ini, kita sering dikejutkan dengan berbagai kasus mengenai

kekerasan yang sering kali terjadi dalam dunia pendidikan. Secara umum,

tindakan kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang merugikan

orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Dan tindakan kekerasan yang

terjadi dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan istilah bullying. Sekolah

yang harusnya menjadi tempat untuk memperoleh ilmu pengetahuan,

pembangan potensi serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif

untuk siswa ternyata malah menjadi tempat tumbuhnya praktik bullying.

1 Undang –Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 20032 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 54

1

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

Kasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit

dipermukaan, namun sebenarnya akan terlihat lebih besar jika kita teliti

secara lebih dalam. Tindakan kekerasan mungkin seringkali kita jumpai

dalam kehidupan sehari-hari, baik yang terjadi dalam ruang lingkup,

keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Dalam lingkungan sekolah, tindakan

kekerasan ini bisa dilakukan oleh siapa saja, misalnya antara teman sekelas,

kaka kelas dengan adik kelas (senior terhadap junior), pemimpin sekolah

terhadap staffnya, bahkan guru terhadap muridnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF (2006) dibeberapa

daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% tindakan kekerasan

yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Seperti yang terjadi di Solo pada

awal Mei tahun ini, menjelaskan bahwa ada kasus siswa kelas IV SD dipukuli

Guru (Radar Solo, 4/05/2013). Pada Tahun 2009, kepolisian mencatat dari

seluruh laporan kasus kekerasan, 30% diantaranya dilakukan oleh anak-anak,

dan 48% kasus kekerasan tersebut terjadi dilingkungan sekolah dengan motif

dan kadar yang bervariasi. 3

Dalam ceramah pendidikan pada upacara hari pendidikan pada tahun 2012

lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah menegaskan bahwa

tidak boleh ada lagi pendidikan yang disertai kekerasan baik di sekolah

maupun perguruan tinggi. Pernyataan itu disampaikan menanggapi kekerasan

di beberapa sekolah terkait masa orientasi sekolah baru-baru ini.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2012 juga telah

merilis data kasus kekerasan yang terjadi pada anak disekolah. Disebutkan

bahwa, 87,6 % anak Indonesia masih mengalami kasus kekerasan disekolah,

dengan perincian, 29% dari guru, dan 28% dari teman sekelas (Unsur

Kekerasan, 2012). Dan belum lama salah satu kasus yang terjadi disekolah

adalah beredarnya video asusila yang dilakukan oleh pelajar SMP di Jakarta.

Dalam hal ini ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait

menyatakan bahwa, “sekolah gagal membentuk lingkungan pendidikan

sebagai zona anti kekerasan psikis, bully, kekerasan seksual dan bentuk

3 (Sumber: edukasi.kompas.com), diakses pada tanggal 2 November 2013 pukul 13.45

2

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

lainnya”. Hal ini menunjukkan bukti bahwa manajemen sekolah gagal untuk

menjalankan fungsinya dalam hal pengawasan. (Kompas, 29/10/2013).

Dari hasil penelitian tersebut terlihat jelas bahwa berbagai kasus kekerasan

yang terjadi di Indonesia sampai saat ini kiranya belum mendapatkan

perhatian dan penanganan yang serius baik dari pemerintah (Kemendikbud),

kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Untuk mengatasi

permasalahan school bullying ini, sekolah memiliki peranan yang sangat

penting sebagai bagian internal pendidikan, dan salah satu upaya yang bisa

dilakukan khususnya dari pihak sekolah adalah dengan memperbaiki

pelaksanaan fungsi manajemen pengawasan disekolah yang selama ini

pelaksanaanya belum berjalan secara optimal.

Landasan Teori Bullying

Bullying berasal dari kata bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada

pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang kepada orang lain

(yang umumnya lebih lemah dari pelaku), sehingga menimbulkan

gangguan fisik maupun psikis bagi korbanya.4

Definisi bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah

penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik

ataupun mental. Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, emosional,

dan seksual.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaaan secara psikologis maupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying atau yang biasa disebut bully bisa dari seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah tak berdaya, dan selalu merasa terancam oleh bully.5

4 (http://harunnihaya.blogspot.com/2011/12/bullying-dan-solusinya.html diakses pada

tanggal 22 september pukul 11.30 WIB)5 Jurnal Pengalaman Intervensi dari Beberapa Kasus Bullying, (Djuwita, 2005 : 8).

3

Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

Komnas Perlindungan Anak memberikan definisi bullying sebagai

kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang

atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri

dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti atau

membuat orang tertekan, trauma, atau depresi dan tidak berdaya.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai bullying, maka

dapat penulis simpulkan bahwa bullying adalah salah satu bentuk

kekerasan baik secara fisik maupun psikologis yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang yang merasa memiliki kekuasaan

terhadap orang/kelompok yang lebih lemah darinya.

Berbagai definisi mengenai bullying diatas menunjukkan bahwa

bullying bisa terjadi dimana saja, dan salah satunya disekolah, maka dalam

hal ini penulis hanya akan membatasi konteksnya dalam school bullying.

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan

school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang

oleh seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap

siswa/i lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti siwa/i tersebut.6

Dalam konteks bullying disekolah, korban bullying adalah seorang

siswa. Dari beberapa penjelasan menurut para ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa school bullying merupakan salah satu bentuk agresi

fisik maupun psikologis yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok

siswa yang memiliki kekuasaan, dan dilakukan secara sengaja dan

berulang-ulang dalam periode waktu tertentu terhadap siswa lain yang

lebih lemah.

Karakteristik Tindakan Bullying

Sullivan menjelaskan bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan ke

dalam tindakan bullying, jika memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Ada niatan untuk melukai orang lain.

6 Jurnal Psikologi Sosial 12 (01), 2005 : (1 – 13).

4

Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

2) Ada ketidakseimbangan kekuatan, dimana pelaku lebih kuat atau

lebih berkuasa dari korban.

3) Seringkali terorganisasi, sistematis, dan sembunyi.

4) Dilakukan secara berulang-ulang dalam suatu periode waktu.

5) Korban bullying tersakiti secara fisik dan/atau psikologis.7

Seperti hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli, salah

satunya menurut Rigby dalam Astuti (2008:8), tindakan bullying yang

banyak dilakukan disekolah atau beberapa hal yang mencirikan bahwa

sekolah yang mudah terkena kasus bullying pada umumnya yaitu:

a. Sekolah yang didalamnya terdapat perilaku diskriminatif baik

dikalangan guru maupun siswa.

b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari kepala sekolah,

para guru dan petugas sekolah.

c. Terdapat kesenjangan besar antara siswa yang kaya dan miskin.

d. Adanya pola kedisiplinan yang terlalu kaku ataupun lemahnya

tingkat kedisiplinan disekolah baik oleh siswa maupun guru.

e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.8

Selain dari hal diatas, berdasarkan hasil beberapa penelitian

menunjukkan bahwa perilaku yang bisa dikategorikan sebagai bullying

adalah sebagai berikut:

1) Perilaku yang berupa kontak fisik langsung seperti memukul,

mendorong, menggigit, menjambak, serta berbagai serangan fisik

lainnya, termasuk merusak barang-barang yang dimiliki oleh orang

lain

2) Perilaku yang berupa kontak verbal langsung seperti mengancam,

mempermalukan, merendahkan, memberi panggilan nama,

sarkasme, mengintimidasi, dan juga menyebarkan gosip.

7 Sali sulisiana, Perlindungan Anak, (Yogyakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, 2012), h.66.

8 Andrian Ariesto. Pelaksanaan Program Anti Bullying. FISIP UI, 2009.

5

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

3) Perilaku yang berupa perilaku non verbal langsung seperti melihat

dengan sinis, menampilkan ekspresi muka merendahkkan,

mengejek, dan mengancam.

4) Perilaku yang berupa perilaku non verbal tidak langsung seperti

mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga

hubunganya menjadi retak, dengan sengaja mengucilkan seseorang.

5) Perilaku yang berbentuk pelecehan seksual (kadang dikategorikan

sebagai perilaku agresi fisik atau verbal). Pelecehan seksual

biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan.

Pelecehan seksual dilakukan ssecara fisik atau lisan menggunakan

ejekan atau kata-kata yang tidak sopan untuk menunjuk pada

sekitar hal yang sensitif. Pada tindak kekerasan seksual bisa juga

terjadi dalam bentuk penghinaan-penghinaan terhadap lawan jenis

atau sejanis seperti halnya mengatakan teman laki-laki “banci” bagi

laki-laki yang feminim. Terjadinya tindak kekerasan ini bisa terjadi

di dalam kelas ataupun di luar kelas, baik dalam situasi yang serius

atau saat bersenda gurau. 9

Berdasarkan karakteristik diatas, banyak pelaku bullying memiliki

karakteristik psikologi. Tetapi pada umumnya perilaku bullying siswa

dipengaruhi oleh toleransi sekolah atas perilaku bullying, sikap guru, dan

faktor lingkungan termasuk lingkungan keluarga. Bully biasanya berasal

dari keluarga yang memperlakukan mereka dengan kasar. (Craig, Peters

& Konarski, 1998, dan Pepler & Sedighdellam, 1998 dalam Sciarra

(2004; 353). 

Alasan yang paling jelas mengapa seseorang menjadi pelaku

bullying adalah bahwa pelaku bullying merasakan kepuasan apabila ia

berkuasa di kalangan teman sebayanya. Selain itu, tawa teman-teman

sekelompok saat ia mempermainkan sang korban memberikan penguatan

9 Intan Indira Riauskina, dkk. “Gencet-gencetan” dimata siswa/siswi Kelas 1 SMA: naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak “gencet-gencetan (Depok: Fakultas Psikologi UI, 2005).

6

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

terhadap perilaku bullyingnya. (Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008;

14). Selanjutnya Barbara Coloroso (2007; 55-56) memaparkan sifat-sifat

yang dimiliki bully, yakni:

a) Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan

keinginannya

b) Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan sendiri, bukan

pada kebutuhan, hak-hak, dan perasaan-perasaan orang lain

c) Cenderung melukai anak lain ketika tidak ada pengawasan dari

orang tua atau orang dewasa lainnya

d) Memandang anak yang lebih lemah sebagai mangsa

e) Menggunakan kesalahan, kritikan, dan tuduhan-tuduhan yang

keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapannya pada target

f) Tidak mau bertanggung jawab pada tindakannya

Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku Bullying.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku

bullying. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Keluarga.

Seseorang yang melakukan bullying seringkali berasal dari

keluarga bermasalah, dimana orang tua kerap menghukum anaknya

secara berlebihan atau siatuasi rumah yang penuh agresi dan

permusuhan. Hal ini terjadi, karena ia pernah menerima perlakuan

bullying pada dirinya, yang mungkin dilakukan oleh seseorang di

dalam keluarga.

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku

kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan

fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi

contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan kurangnya

kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan

membuat anak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku

bullying. Sebuah studi membuktikan bahwa perilaku agresif

7

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

meningkat pada anak yang menyaksikan kekerasan yang dilakukan

sang ayah terhadap ibunya.

Pengawasan dan disiplin orang tua yang keras dan berubah-ubah,

sikap orang tua yang dingin, atau menolak. Konflik keluarga,

perpisahan orang tua, sikap orang tua yang memaklumi perilaku

bermasalah, kehilangan hak sosial dan ekonomi. Keluarga

berpenghasilan rendah dan perumahan kumuh, serta teman-teman

yang terlibat perilaku bermasalah juga menjadi penyebab terjadinya

school bullying.

b. Faktor Kepribadian

Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying

adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan

yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada

perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang

yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying

dibandingkan orang yang pasif atau pemalu.

Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan

popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang

diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa

diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang

lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa

pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka

tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap

orang lain.

c. Faktor Sekolah

Tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan

seringnya terjadi peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat

pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan

8

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

erat dengan berkembangnya perlaku bullying di kalangan siswa.

Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan

lapangan, karena biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying

kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari guru atau pengawas

terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku

bullying yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan

kemungkinan perilaku itu terulang.

Intelegensi rendah dan kinerja buruk sekolah, kurangnya komitmen

bagi sekolah termasuk suka membolos, sikap-sikap yang memaklumi

perilaku bermasalah (narkoba, kriminalitas anak muda, kehamilan

dimasa sekolah dan kegagalan disekolah juga merupakan faktor

penyebab terjadinya masalah bullying, hal ini juga menjadi ancaman

besar yang sangat berpengaruh pada perkembangan siswa dan sekolah

untuk kedepanya.10

Selain ketiga faktor tersebut, ada beberapa faktor pendorong atau

faktor penyebab timbulnya kekerasan terhadap siswa/remaja antara

lain sebagai berikut:

1) Kekerasan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai

dengan hukuman terutama dengan hukuman fisik.

2) Kekerasan bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna

kekerasan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta

didika akan jera dengan hukuman fisik yang diberinya.

Padahal sebaliknya, mereka akan benci, dendam, dan tidak

respek lagi padanya.

3) Komunitas Sekolah, karena tidak teraturnya organisasi sekolah

termasuk daya juang yang rendah dari para staf, manajemen

kelas yang buruk, sehingga muridnya dijatuhi hukuman,

tiadanya pujian bagi murid, dan lemahnya kepemimpinan dari

10 http://muhamadmarwans.blogspot.com/2011/08/perilaku-school-bullying-masalah.html , artikel ini diakses pada tanggal 2 November 2013 pukul 13.30

9

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

para guru dan pengurus sekolah, kehadiranya geng, senjata,

dan narkoba.

4) Lingkungan atau masyarakat yang lebih luas. Dalam hal ini,

ketidaksetaraan ekonomi dan sosial antar kelompok yang

berbeda. Susunan politis seperti sampai pada tingkat mana

masyarakat mampu menegakkan hukum yang ada terhadap

kekerasan dan perlindungan sosial oleh negara.

Dampak Negatif Kekerasan Sekolah (shchool Bullying)

Ali As’ad Wathifah dalam penelitianya yang sangat luas, mengenai

segala bentuk tindakan kekerasan yang kerap kali terjadi dalam proses

pendidikan, baik itu sekolah ataupun dirumah, akan memiliki dampak

buruk yang sangat besar bagi perkembangan akhlak dan tingkah laku anak.

Beliau mengatakan “sikap semena-mena dalam mendidik sangat berbahaya

dan mengancam proses pendidikan. kemuncullanya melahirkan sikap

kebencian, kemarahan, keras hati, susah diatur, malu, takut, merasa

bersalah, merasa kurang, hilang rasa percaya diri, suka diremehkan, dan

larut dalam perasaan bersalah...”.11

Perilaku bullying, merupakan tindak kekerasan yang bisa menimbulkan

kerugian pada korban, baik dalam hal fisik maupun psikis. Carlise

menguraikan efek pengalaman menjadi korban bullying yang terjadi pada

siswa yaitu:

a. Psikologis, Perasaan kesepian, malu, timbul perkara untuk balas

dendam, cemas, mudah merasa tertekan, tidak percaya diri, kesulitan

membaur dengan kelompok, dan sebagainya.12

b. Dampak Psikologis juga meliputi rasa takut, rasa tidak aman, dendam,

dan menurunya semangat belajar siswa, daya konsentrasi, kreatifitas,

hilang inisiatif, daya tahan (mental), menurunya rasa percaya diri,

11 Muhammad Nabil Khazim, Mendidik Anak Tanpa Kekerasan, (Pustaka Al-Kautsar, 2010), cet ke-1, h. 156

12 Hoasel waluyo Erlan, Gambaran Percieved Long tern Effect dari Bullying pada Individu Dewasa yang pernah menjadi korban, h. 114

10

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

stress, depresi, dan sebagainya. Dan dalam jangka panjang bisa

berakibat pada penurunan prestasi dan perubahan perilaku siswa.

c. Fisik, mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan,

seperti memar, luka-luka, dan sebagainya.

Secara spesifik, Rigby membagi dampak psikologis korban bullying

menjadi empat kategori, yaitu:

1) Memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. pada ketegori ini

kesadaran mental korban menjadi lemah, namun kodisi ini tidak

terlalu berbahaya. Perasaan tidak bahagia muncul pada diri korban,

selain juga perasaan mudah marah, sensitif, serta harga dirinya yang

rendah.

2) Memiliki pandangan dan kemampuan sosial yang rendah. korban yang

berada pada kategori ini seringkali menarik diri dari pergaulan, dan

sebaliknya lebih suka mengisolasi diri dari dan cenderung untuk

membolos sekolah.

3) Psychological distress, pada kategori ini korban memiliki tingkat

kecemasan yang sangat tinggi. Korban merasa depresi dan memiliki

dorongan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

4) Dampak negatif secara fisik, misalnya luka-luka akibat serangan fisik,

serta penyakit lainnya seperti sakit kepala, deman, flu dan batuk.13

Cara Mengatasi tindakan bullying

Kekerasan telah menjadi ciri yang biasa dari kehidupan sekolah,

banyak faktor yang menyebabkan munculnya tindakan kekerasan tersebut.

World Health Organizaton (WHO) mendefinisikan bahwa kekerasan

adalah “digunakanya daya atau kekuatan fisik, baik berupa ancaman

maupun sebenarnya, terhadap diri sendiri, orang lain, atau terhadap

13 Irwan Indera Putra, Hubungan Antara Perlikau Bullying dengan Permasalahan Penyesuaian Psikososial pada siswa sisiwi SMA, h. 32

11

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

kelompok yang memiliki kemungkinan cedera, kematian, bahaya fisik, dan

perkembangan atau kehilangan”. (2002:5). (hlm 14)

Kekerasan terhadap anak-anak juga dianggap sebagai pelenggaran

hak-hak dasar mereka, terutama hak keselamatan fisik, psikologis dan

kesejahteraanya. Maka munculah kepedulian untuk memahami akar

permasalahan tersebut sekaligus untuk menemukan cara-cara untuk

mengurangi bahkan mencegahnya.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2002)

tentang kekerasan dan kesehatan merekomendasikan empat langkah utama

dalam proses mengurangi dan mencegah kekerasan.

a. Mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin tentang fenomena

kekerasan pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

b. Menyelidiki penyebab terjadinya kekerasan.

c. Mencari cara untuk mencegah kekerasan dengan merancang,

mengimplementasikan, memantau, dan mengevaluasi intervensi.

d. Mengimplementasikan intervensi dari berbagai pihak, menentukan

evektivitas biaya dari intervensi tersebut serta menyebarluaskan

invormasi tentang mereka.

Banyak pendidik dan akademis diseluruh eropa menolak pandangan

bahwa prestasi akademis merupakan tujuan tunggal, yang harus

ditekuni oleh anak-anak dan kaum muda jika mereka ingin

berpendidikan dan suskses. Ada bukti riset yang menyatakan bahwa

“Lingkungan sekolah adalah penentu terbesar tingkat kompetensi

emosional dan sosial, serta kesejahteraan murid dan guru”. (Weare dan

Grey 2003).

Dan sebagian negara-negara eropa (spanyol, Irlandia, Norwegia,

Belgia, dan Bulgaria) telah mengembangkan ide dari proyek VISTA

(Violence in School Training Action) yaitu dengan melibatkan

komunitas sebanyak mungkin termasuk guru, manajemen sekolah,

anggota staff bukan pengajar, organisasi dan perwakilan luar dari

masyarakat yang lebih luas secara keseluruhan. Tujuan dari pendekatan

12

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

ini adalah untuk mempromosikan meniadakan tindakan kekerasan,

meningkatkan pedoman keyakinan sekolah, meningkatkan hubungan

antar staf, anak-anak, remaja, orang tua, guru, dan mendukung

kesehatan emosi dan kesejahteraan remaja, sertas seluruh anggota dari

komunitas sekolah. 14

Selain dengan cara tersebut, peranan kebijakan sekolah juga

berperan penting untuk mencegah terjadinya bullying. Hal ini lebih

dikhususkan pada saat proses pembelajaran, maka diperlukan metode

pembelajaran yang dapat mempromosikan nilai-nilai kerjasama

sekaligus melatih murid dalam berkomunikasi dengan efektif. Guru

dapat meneladani cara saling berhubungan dengan mengasuh kelompok

kerja kooperatif (pendekatan konpetitif) didalam kelas, agar terjalinya

hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa maupun antar

siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al Fajar yang berlokasi di Jl.

Aria Putra No. 102 Kedaung, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang

Selatan, Banten. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama empat

bulan yang dimulai dari bulan September sampai dengan bulan Desember

2013.

14 Helen Cowie dan Dawn Jennifer, Penanganan Kekerasan Disekolah Pendekaran Lingkup

Sekolah Untuk Mencapai Praktik Terbaik, cet 1, PT Indeks, 2009, h. 3

13

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah

kualitatif untuk mendeskripsikan tentang peranan manajemen pengawasan

sekolah dalam mengatasi masalah school bullying di SMP Al Fajar. Dimana

pelaksanaan fungsi manajemen pengawasan sekolah memegang peranan

penting dalam penyelenggaraan pendidikan dan proses pembelajaran

disekolah dalam upaya mengatasi atau bahkan mencegah terjadinya berbagai

kasus kekerasan (bullying) yang terjadi dalam lembaga pendidikan khususnya

dikalangan pelajar.

Responden dari penelitian ini adalah Kepala sekolah SMP Al Fajar,

Waka bidang Kesiswaan SMP, dan dua orang siswa/siswi Kelas IX di SMP

Islam Al Fajar.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi dan Analisa Data Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian terlihat bahwa kasus school bullying ini sebenarnya

sudah berlangsung lama, sehingga dapat menjadi tradisi di lingkungan

sekolah jika dibiarkan terus-menerus. Kasus ini tentu bukan hanya terjadi di

SMP Al Fajar, tetapi juga beberapa sekolah lainya.

Seperti salah satu hasil penelitian yang dilakukan Plan Indonesia dan

Yayasan Sejiwa dengan melakukan survei yang melibatkan 1.500 pelajar

SMP dan SMK di 3 kota besar yaitu, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada

tahun 2008. Hasilnya, 67% pelajar SMP dan SMK menyatakan bahwa

tindakan bullying pernah terjadi disekolah mereka, dan kategori tertinggi

tindakan bullying berupa mengucilkan, peringkat kedua ditempati kekerasan

verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). 15 Namun

ternyata, masih ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa tindakan

bullying bukan merupakan masalah besar karena dianggap sudah menjadi

sesuatu yang biasa terjadi dalam pendidikan, dan ternyata ada juga yang

15 http://bigloveadagio.files.wordpress.com/2010/03/informasi_perihal_bullying.pdf , artikel ini diakses pada tanggal 15 November 2013

14

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

menganggap bullying ini sebenarnya dapat memberikan dampak positif bagi

perkembangan pribadi siswa untuk menegakkan disiplin, menguji mental, dan

lain-lain.

Perilaku bullying ini sebenarnya sudah mengakar dalam kehidupan

remaja di sekolah, dalam masalah ini khusunya yaitu siswa SMP. Jika hal ini

terus dibiarkan, masalah bullying akan menjadi semakin besar, dan

membahayakan bukan hanya bagi korban dan pelaku bully, tetapi juga bagi

perkembangan sekolah untuk kedepanya.

Peran Kepala Sekolah

Selain pentingnya peranan guru dalam hal pengawasan, kepala sekolah juga

memiliki peranan yang sangat penting terutama sebagai supervisor sekolah.

Dari hasil wawancara dengan wali kelas memang terlihat, kepala sekolah

jarang melakukan supervisi kelas atau mengawasi ketika guru sedang

melaksanakan proses pembelajaran.

Sebagai supervisor, tugas kepala sekolah adalah mensupervisi

pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga pendidik dan kependidikan untuk

memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan

sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang

lebih efektif.

Kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai macam

pengawasan dan pengendalian bukan hanya untuk meningkatkan kinerja

tenaga pendidik dan kependidikanya sebagai tindakan preventif agar para

pendidiknya tidak melakukan penyimpangan, tetapi juga mengawasi sikap

dan perilaku siswa disekolah, dengan cara melakukan koordinasi dengan

berbagai pihak agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang

telah ditetapkan.

Dengan menyadari pentingnya peranan kepala sekolah dan guru

sebagai pengawas pendidikan disekolah, koordinasi antara kepala sekolah,

guru, dan petugas sekolah lainnya dalam hal pengawasan itu sangat penting,

15

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

dengan harapan berbagai kasus school bullying ini bisa diminimalisir atau

bahkan dihilangkan.

Cara Mengatasi Bullying di SMP Islam Al Fajar

Pada umumnya kualitas sekolah itu dilihat dari segi akademik atau

nilai prestasi siswa yang tinggi, fasilitas sarana dan pasarana sekolah yang

memadai, tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas, tetapi yang

jauh tidak kalah penting dilihat adalah manajemen sekolah yang baik.

Pelaksanaan manajemen sekolah yang baik tentu akan mempengaruhi

penyelenggaraan proses pendidikan yang lebih efektif.

Implementasi manajemen sekolah ini tidak hanya berkaitan dengan

perencanaan dan pelaksanaan, tetapi juga pengawasan dan evaluasi, dalam hal

ini khusunya melakukan pengawasan terhadap perilaku siswa yang melanggar

peraturan dan tata tertib sekolah, agar membentuk pribadi mereka yang bukan

hanya cerdas secara kognitif, tapi juga afektif (sikap/akhlaknya). Sekolah

telah menyadari bahwa kurangnya manajemen pengawasan sekolah menjadi

salah satu penyebab munculnya kasus bullying disekolah. Dan berbagai upaya

telah dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi masalah ketidakdisiplinan dan

khususnya untuk mengatasi berbagai kasus bullying yang akhir-akhir ini

sering terjadi. Seperti yang di ungkapkan Bapak Hasbih selaku waka

kesiswaan bahwa untuk meningkatkan kedisiplinan siswa bukanlah hal

mudah, terutama melihat kondisi siswa di SMP Al Fajar ini. Sejak awal

pendaftaran siswa baru, sekolah telah menyiapkan form yang berisikan surat

perjanjian yang ditandatangani orang tua terhadap siswanya untuk mematuhi

dan menaati tata tertib sekolah.

Selain itu, sekolah juga menerapkan sistem point bagi siswa yang

melanggar peraturan sekolah, mulai dari jenis pelanggaran yang masih bisa

ditolerir sampai pada pelanggaran dengan point. Semua itu telah ada

aturanya, tetapi dalam pelaksanaanya tetap saja masih ada siswa yang

melanggar bahkan sampai dipanggil orangtuanya untuk menghadap kesekolah

atas dasar pelanggaran yang ia lakukan. Kiranya hal ini belum cukup jika

16

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

hanya dilakukan oleh waka kesiswaaan sendiri, untuk itulah ada beberapa hal

yang bisa dilakukan untuk mengatasi kasus bullying disekolah yaitu:

1) Menjalin hubungan komunikasi yang harmonis baik antara guru dengan

siswa, kepala sekolah dengan guru dan komunikasi sekolah dengan para

orang tua siswa.

2) Meningkatkan dan mengoptimalkan peranan fungsi manajemen

pangawasan sekolah, baik secara internal, eksternal, maupun melekat.

3) Harus adanya ketegasan dari kepala sekolah dan guru terhadap siswa-

siswa yang melanggar peraturan sekolah baik dalam masalah ringan dan

khususnya yang berat, wali kelas juga harus lebih aktif mencari informasi

tentang siswanya dan mengetahui perkembangan setiap siswanya.

4) Meningkatkan jalinan kerjasama dari semua pihak antara kepala sekolah,

orang tua, guru, masyarakat, pemerintah dan seluruh stakeholders sekolah.

5) Memperdalam ilmu agama khususnya tentang akhlak, dengan mengadakan

kembali pengajian rutin dan sholat dhuha berjamaah yang selama ini telah

vakum untuk mengisi waktu luang siswa ketika jam istirahat sekolah.

PENUTUP

Berbagai pelanggaran, sikap tidak disiplin, dan kasus kekerasan yang terjadi

pada siswa sebenarnya bukan sepenuhnya menjadi kesalahan pribadi siswa, tetapi

juga bisa disebabkan oleh faktor guru. Hal ini terlihat dari kurangnya tanggung

jawab guru sebagai pendidik serta lemahnya pengawasan dari guru juga bisa

membuat siswa mudah untuk melakukan tindakan bullying pada teman sekelasnya

ketika proses pembelajaran.

17

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

Dari hasil observasi memang terlihat pengawasan dari kepala sekolah

belum optimal, karena jarang melakukan supervisi kelas atau mengawasi ketika

guru sedang melaksanakan proses pembelajaran. Walaupun memang tugas kepala

sekolah bukan hanya mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga pendidik,

tetapi juga mengawasi perilaku siswa disekolah dalam upaya memberikan

layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah.

Untuk mencegah terjadinya tindakan bullying disekolah antara lain perlu;

Menjalin komunikasi yang baik dan efektif antara pihak sekolah dengan orang tua

siswa, agar dapat mendidik dan mengawasi perkembangan siswa secara bersama

guna mencegah terjadinya tindakan bullying agar dapat membentuk pribadi siswa

yang berkhlakul karimah sesuai dengan visinya. Kepala sekolah bersama dengan

guru harus bekerjasama dan berkoordinasi untuk meningkatkan dan

mengoptimalakan kembali fungsi manajemen pengawasan sekolah agar

terciptanya masyarakat belajar yang taat pada aturan dan tata tertib sekolah. Pihak

sekolah seharusnya menjalin kerjasama dengan masyarakat dan lingkungan

sekitar sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku bullying yang terjadi di

luar lingkungan sekolah.

Daftar Pustaka

Ariesto, Andrian. Pelaksanaan Program Anti Bullying. FISIP UI, 2009.Muhammad Nabil Khazim, Mendidik Anak Tanpa Kekerasan, (Pustaka Al-Kautsar, 2010), cet ke-

1, h. 156Helen Cowie dan Dawn Jennifer, Penanganan Kekerasan Disekolah Pendekaran Lingkup Sekolah

Untuk Mencapai Praktik Terbaik, cet 1, PT Indeks, 2009.Indera Putra, Irwan, Hubungan Antara Perlikau Bullying dengan Permasalahan Penyesuaian

Psikososial pada siswa sisiwi SMA, h. 32Riauskina, Intan Indira, dkk. “Gencet-gencetan” dimata siswa/siswi Kelas 1 SMA: naskah kognitif

tentang arti, skenario, dan dampak “gencet-gencetan (Depok: Fakultas Psikologi UI, 2005).Sali Sulisiana, Perlindungan Anak, Yogyakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan

Informasi, 2012.Undang –Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 54http://bigloveadagio.files.wordpress.com/2010/03/informasi_perihal_bullying.pdf , Sumber: edukasi.kompas.com), diakses pada tanggal 2 November 2013 pukul 13.45 http://harunnihaya.blogspot.com/2011/12/bullying-dan-solusinya.html

Jurnal Pengalaman Intervensi dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005.Jurnal Psikologi Sosial 12 (01), 2005 : (1 – 13).http://muhamadmarwans.blogspot.com/2011/08/perilaku-school-bullying-masalah.html ,

18

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26693... · Web viewKasus ini seakan seperti fenomena gunung es yang hanya terlihat sedikit dipermukaan,

19