· web viewbab ix pertambangan dan energi 1. pendahuluan kebijaksanaan nasional di bidang...

94
PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Upload: buidieu

Post on 28-May-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Page 2:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,
Page 3:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

BAB IX

PERTAMBANGAN DAN ENERGI

1. Pendahuluan

Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repeli-ta IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pe-metaan, eksplorasi dan eksploitasi sumber mineral dan energi, pemanfaatan teknologi tepatguna, perluasan tenaga kerja, pe-ngembangan penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri dan peningkatan penelitian/pengembangan teknologi pertambangan.

Sektor pertambangan merupakan salah satu tulang punggung pembangunan dan merupakan sumber bahan baku dasar bagi kegi-atan dunia usaha. Untuk itu, maka telah dilakukan berbagai usaha berupa peningkatan produksi dan penganekaragaman produk-si hasil tambang.

Dalam rangka meningkatkan hasil-hasil tambang non migas, maka penyelidikan sumber daya mineral terus ditingkatkan. Pera-nan sumber daya mineral khususnya bahan galian golongan C untuk pembangunan di daerah cukup besar, terutama untuk penyerapan tenaga kerja dan pengembangan regional. Data statistik perusa-haan pertambangan golongan C di Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah 69.103 perusahaan yang menggunakan 386.714 tenaga kerja dengan nilai produksi sebesar Rp. 122,83 milyar. Angka-angka tersebut tidak termasuk produksi semen dan penggalian pa-sir laut di pulau Batam dan sekitarnya.

Dalam pada itu telah dilakukan pula peningkatan inventari-sasi dan eksplorasi endapan batubara dan gambut dalam rangka diversifikasi energi. Inventarisasi dan eksplorasi komoditi mineral yang laku di pasaran dunia untuk bahan galian strategis seperti kobalt dan mineral logam langka terus ditingkatkan. De-ngan berhasilnya inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mi-neral ini diharapkan dapat memberikan peranserta yang positip dalam menghadapi kesulitan pemasaran berbagai macam komoditi tambang di pasaran internasional.

Selama tahun pertama dan kedua Repelita IV telah berhasil ditemukan berbagai endapan, antara lain batubara di Meulaboh;

IX/3

Page 4:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

tembaga di pulau Bacan (Halmahera); timah putih (Sn), wolfram, timbal (Pb), sang (Zn) di Kalimantan Timur; logam krom (chromit) di Maluku dan Kalimantan Selatan; zeolith dan ben-tonite di Jawa; felspar di Kalimantan dan Sulawesi; serta en-dapan phospat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Madura.

Apabila keadaan pasaran dunia sudah membaik untuk beberapa jenis komoditi tambang maka hasil-hasil penyelidikan tersebut akan langsung dapat di eksploitasikan dan akan menambah devisa bagi negara.

Penyelidikan pemetaan geologi untuk memperoleh data dasar tentang adanya mineralisasi dilakukan dengan jalan penyelidikan pemetaan geofisika, geokimia, geoteknik maupun geologi tata lingkungan. Sedangkan untuk menghindarkan bahaya gunung api te-lah disusun peta bahaya gunung berapi disamping membangun pos pengamatan gunung api untuk memonitor aktivitas gunung berapi yang tergolong aktif.

Hasil-hasil produksi pertambangan selama 2 tahun pertama Repelita IV mengalami pasang surut sebagai akibat dari adanya krisis ekonomi dunia yang berkelanjutan. Produksi tambang logam pada umumnya mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan produksi pada akhir Repelita III, sedangkan yang mengalami kenaikan cukup berarti adalah produksi batubara yang meningkat sekitar dua kali produksi pada akhir Repelita III.

Dengan tidak berfungsinya Dewan Timah International harga timah jatuh, yang selanjutnya mengakibatkan pengurangan jumlah produksi untuk menghindari kerugian yang terlampau besar.

Situasi perekonomian kebanyakan negara industri yang lesu dan meningkatnya kegiatan negara industri menggali sumber-sumber minyak dan sumber energi non minyak dan gas bumi telah menimbulkan kelebihan produksi minyak di pasaran dunia dan se-lanjutnya mengakibatkan merosotnya harga minyak. Merosotnya harga minyak serta adanya ketentuan OPEC untuk membatasi jumlah produksi minyak bumi telah mengakibatkan penurunan produksi mi-nyak bumi secara bertahap selama Repelita IV ini dibandingkan dengan akhir tahun Repelita III. Walaupun produksi minyak bumi mengalami penurunan namun komoditi migas utama lainnya yaitu gas alam cair (LNG) yang menunjukkan peningkatan cukup berarti dibandingkan tahun terakhir Repelita III.

Penanaman modal di sektor pertambangan dan energi pada umumnya masih berlanjut terus dan hal ini memberikan prospek

IX/4

Page 5:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

yang baik pada sektor pertambangan dan energi. Bidang-bidang usaha pertambangan yang banyak peminatnya antara lain emas, batubara, minyak bumi yang kerjasama investasinya telah ditu-angkan dalam berbagai bentuk kontrak. Dalam tahun 1985/86 sudah disetujui usulan kontrak karya baru di bidang pertambangan umum sebanyak 35 buah, yang mencakup hampir seluruh wilayah Indone-sia, sehingga jika hal tersebut terlaksana dan berhasil, akan membuka peluang bagi perkembangan daerah dan kesempatan kerja.

Hasil-hasil yang telah dicapai serta perkembangan produksi berbagai hasil pertambangan sampai tahun kedua Repelita IV sebagaimana terdapat dalam Tabel IX-1 dapat diuraikan sebagai berikut.

2. Perkembangan Hasil Pertambangan

a. Minyak Bumi

Produksi minyak bumi pada tahun kedua Repelita IV adalah sebesar 487,7 juta barrel. Dibandingkan dengan produksi tahun terakhir Repelita III sebesar 517,6 juta barrel, maka telah terjadi penurunan sebesar 5,8%. Apabila dibandingkan dengan produksi minyak bumi pada tahun pertama Repelita IV maka terda-pat penurunan sebesar 3,8%. Penurunan produksi minyak bumi pada tahun kedua Repelita IV ini disebabkan adanya pembatasan pro-duksi oleh OPEC sesuai dengan keadaan pasar minyak bumi di dunia (Tabel IX-1).

Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi terus dilanjutkan sejalan dengan rencana pengembangan lapangan-lapangan minyak di mass mendatang. Dibanding dengan akhir Repelita III, eksploita-si pembuatan sumur uji yang dilaksanakan dalam tahun 1985/86 mengalami penurunan dari 250 sumur uji menjadi 196 buah sumur uji atau sekitar 21,6%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan tahun 1984/85 telah terjadi penurunan sekitar 11,7% yaitu dari 222 buah sumur uji dalam tahun 1984/85 menjadi 196 buah sumur uji dalam tahun 1985/86 atau penurunan sebanyak 26 buah sumur uji. Kegiatan eksplorasi yang lain adalah penyelidikan seismic. Jika dibandingkan dengan tahun 1983/84, kegiatan ini dalam tahun 1985/86 mengalami penurunan dari 59.944 km lintasan men-jadi 36.213 km lintasan atau turun sebesar 39,5%, tetapi jika dibandingkan dengan tahun 1984/85 mengalami peningkatan dari 30.520 km lintasan menjadi 36.213 km atau sekitar 18,6%.

Data eksplorasi yang tersedia menunjukkan bahwa di Indone-sia terdapat 50 cekungan yang prospektif mengandung minyak dan

IX/5

Page 6:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 1PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN,

1983/84 - 1985/86

Jenis Repelita IVNo. Satuan

Bahan Tambang 1983/84 1984/85 1985/86

1. Minyak Bumi (Mentah) juta barel 517,6 507,1 487,7

2. Gas Bumi milyar kakikubik 1.288,2 1.548,3 * ) 1.585,9

3. Batubara ribu ton 614,7 1.200,7 1.487,5

4. Logam Timah ribu ton 25,8 22,0 20,4

5. Bijih Nikel ribu ton 1.353,3 946,3 986,9

6. Bauksit ribu ton 841,9 1.009,6 712,8

7. Pasir Besi ribu ton 122,1 91,4 137,3

8. Emas kg 265,1 215,0 250,9

9. Perak Kg 1.684,0 2.171,0 1.770,0

10. Konsentrat Tembaga ribu ton 199,7 200,2 233,1

* ) Angka diperbaiki

IX/6

Page 7:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

gas bumi di daratan maupun di lepas pantai. Dari jumlah terse-but baru 18 cekungan yang telah dieksplorasi secara intensif dan 10 buah diantaranya sudah diusahakan (dieksploitasi). De-ngan demikian kegiatan eksplorasi yang harus dilakukan di seluruh Indonesia masih cukup besar yakni untuk menangani sisa cekungan yang masih belum dieksplorasi.

Dalam tahun 1985/86 telah ditandatangani 3 buah kontrak ba-ru yang meliputi daerah-daerah daratan dan lepas pantai Bunyu, Gebang dan Aru. Dengan penandatanganan kontrak-kontrak baru tersebut, diharapkan kegiatan eksplorasi minyak dapat lebih di-tingkatkan sehingga kemampuan produksi minyak dapat lebih me-ningkat lagi. Perkembangan hasil produksi minyak bumi sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1985/86 dapat dilihat dalam Tabel IX-2.

Pengilangan

Jumlah penjualan BBM dalam negeri pada tahun kedua Repelita IV mencapai 152,869 juta barrel. Dari jumlah itu sebagian besar kebutuhan BBM adalah dari jenis BBM hasil tengah misalnya, solar, minyak tanah dan bahan bakar jet. Peningkatan kebutuhan BBM dari tahun ketahun, telah diimbangi dengan usaha pengadaan-nya dan peningkatan produksi BBM dari kilang di dalam negeri sendiri. Usaha tersebut telah dilakukan dengan telah selesainya pembangunan perluasan kilang-kilang Cilacap, Balikpapan dan Unit Hydrocracker Dumai. Namun demikian, untuk beberapa jenis BBM, usaha peningkatan produksi BBM belum dapat mengimbangi pe-ningkatan kebutuhannya, sehingga pada tahun kedua Repelita IV ada beberapa jenis BBM yang masih diimpor.

Hasil pengilangan minyak bumi pada tahun 1985/86 adalah se-besar 218,0 juta barrel. Dibanding dengan tahun 1983/84 terjadi kenaikan sejumlah 19,7 juta barrel atau 9,9% dan dibanding de-ngan tahun 1984/85 terjadi kenaikan 25,5 juta barrel atau 13,3%. Hasil-hasil pengilangan minyak dapat dilihat pada Tabel IX-3.

Ekspor

Kecenderungan yang terlihat dalam tahun-tahun sebelumnya, masih berlanjut dalam dua tahun pertama Repelita IV. Ekspor mi-nyak bumi mengalami penurunan terus dan pada tahun 1985/86 te-lah menjadi 289,3 juta barrel. Apabila ekspor tahun 1985/86 di-bandingkan ekspor tahun terakhir Repelita III maka terjadi pe-nurunan sejumlah 66,7 juta barrel atau sekitar 18,7% dan jika

IX/7

Page 8:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 2

PRODUKSI MINYAK BUMI,

1983/84 – 1985/86

(juta barrel)

*) Angka diperbaiki

IX/8

Page 9:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX – 3

PENGGILINGAN MINYAK BUMI,

1983/84 – 1985/86(juta barrel)

IX/9

Page 10:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

GRAFIK IX - 2PENGILANGAN MINYAK BUMI.

1983/84 - 1985-86

5o

0 i983/84

192.5

218.0

IX/10

Page 11:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

dibandingkan dengan tahun 1984/85 telah terjadi penurunan se-jumlah 54,3 juta barrel atau sekitar 15,8%. Demikian pula angka ekspor hasil minyak mengalami penurunan yang cukup berarti. Hasil-hasil ekspor minyak bumi maupun hasil minyak tercantum pada Tabel IX-4.

Pemasaran Dalam Negeri

Meskipun sumber energi non BBM yang diperlukan seperti ba-tubara, tenaga air dan sebagainya akan terus meningkat, namun bahan bakar minyak merupakan sumber energi utama yang masih akan terus dipergunakan dalam kurun waktu Repelita IV ini.

Untuk memperluas dan memudahkan jangkauan bahan bakar mi-nyak terhadap konsumen, telah diusahakan pula peningkatan dan penambahan sarana penyaluran BBM yang meliputi pembangunan depot-depot baru dan perluasan depot lama, pembangunan pelabuh-an BBM, tangki penimbun, kapal tangki, truk tangki, kereta rel tangki (rail tank wagon), jalur pipa, dan stasiun pengisian BBM lainnya. Dalam rangka mempercepat pembangunan dan meratakan hasil-hasil pembangunan, khususnya di wilayah Indonesia Timur, telah diadakan pembangunan dan perluasan sarana BBM di wilayah tersebut dalam bentuk base depot maupun sub depot. Dengan mem-bangun base depot dan sub depot di wilayah ini, maka diharapkan juga akan mengembangkan sektor pengangkutan, perindustrian, ke-listrikan dan pariwisata di Indonesia bagian Timur.

Sampai dengan tahun 1985/86 telah dapat diselesaikan pemba-ngunan base depot dan sub depot dan juga telah beroperasi se-jumlah 39 buah atau kira-kira 90% dari jumlah yang direncanakan sejumlah 43 buah dalam Repelita IV ini.

Dalam tahun 1985/86 sarana BBM yang telah selesai dibangun dan telah beroperasi adalah fasilitas timbun depot Plumpang di Jakarta dan beberapa depot lagi sedang dalam penambahan kemam-puan timbunnya. Adapun jumlah tangki timbun di seluruh Indone-sia pada saat ini mencapai 1.010 buah dengan kapasitas timbun 1,9 juta kiloliter. Jumlah depot milik Pertamina pada saat ini ada sebanyak 102 depot/lokasi yang terdiri atas seafed de- pot sebanyak 77 buah dan inland depot sebanyak 25 buah. Depot khusus untuk melayani bahan bakar minyak pesawat terbang telah selesai dibangun sejumlah 36 buah yang tersebar pada berbagai pelabuhan udara.

Pemasaran bahan bakar minyak selama tahun 1985/86 mencapai jumlah 152,869 juta barrel yang menunjukkan penurunan 5% diban-

IX/11

Page 12:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 4

EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,

1983/84 - 1985/86(juta barrel)

Tahun Minyak bumil) Hasil Minyak Jumlah

1983/84 356,0 57,1 413,1

1984/85 343,6 56,7 400,3

1985/86 289,3 49,4 338,7

1) Termasuk kondensat

IX/12

Page 13:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

dingkan tahun terakhir Repelita III yang berjumlah 161,026 juta barrel dan jika dibandingkan dengan tahun pertama Repelita IV telah terjadi penurunan sejumlah 3% yaitu berkurang 5,28 juta barrel.

Penurunan pemakaian BBM di dalam negeri pada umumnya dise-babkan adanya kelesuan diberbagai sektor akibat resesi ekonomi dan akibat substitusi BBM dengan meningkatnya penggunaan energi non BBM seperti batubara, tenaga air dan gas bumi untuk indus-tri maupun rumah tangga.

Hasil minyak lain yang dipasarkan di dalam negeri diantara-nya adalah bahan pelumas. Pemasaran bahan pelumas mengalami ke-naikan menjadi 1,719 juta barrel selama tahun 1985/86. Apabila dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita III, pemasaran ba-han pelumas dalam tahun 1985/86 mengalami kenaikan sejumlah 0,382 juta barrel atau sebesar 28,6%, dan apabila dibandingkan dengan pemasaran tahun 1984/85 telah terjadi peningkatan sebe-sar 7,8%. Adanya peningkatan penggunaan bahan pelumas dalam ne-geri disebabkan oleh pembatasan impor bahan pelumas yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, dengan tujuan untuk peningkat-an pemanfaatan produksi dalam negeri dan melindungi konsumen dalam negeri dari pemalsuan minyak pelumas impor. Perkembangan pemakaian BBM dalam negeri dan bahan hasil minyak dapat dilihat pada Tabel IX-5.

b. Gas Bumi

Sejak Repelita II peranan gas bumi dalam perekonomian Indo-nesia menonjol yaitu sebagai sumber daya hidrokarbon yang di ekspor dalam bentuk gas yang dicairkan. Di samping itu gas bumi juga digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan pupuk urea serta sebagai sumber energi bersama-sama dengan minyak bumi.

Pada tahun 1985/86 produksi gas bumi telah meningkat men-jadi 1.585,9 milyar kaki kubik dan pemanfaatannya telah menjadi 1.454,6 milyar kaki kubik. Dengan meningkatnya pemanfaatan gas bumi berarti prosentase gas bumi yang dibakar sebagai flare te-lah semakin kecil. Satu hal yang menyebabkan prosentase pe-manfaatan gas bumi meningkat adalah karena dikembangkannya sumur-sumur penghasil gas bumi atau sumur pengeboran gas pada cadangan gas asli (non associated). Hasil produksi tahun 1985/86 tersebut jika dibandingkan dengan tahun terakhir Rape-lita III meningkat sebesar 23,1% dan bila dibandingkan terhadap tahun 1984/85 meningkat sebesar 2,4%.

1X/13

Page 14:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 5PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,

1983/84 - 1985/86(ribu barrel)

Repelita IV

No. J e n i s 1983/84 1984/85 1985/86

1. Bahan bakar minyak*) 161.026 158,149 * * ) 152.869

2. Bahan pelumas 1.337 1.594 * * ) 1.719

3. Hasil-hasil khueusdan bahan kimia 3.195 2.972 ** ) 4.709

* ) Termasuk Aviation Gasoline dan Bunker Oil yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia, Serta pemakaian sendiri

* * ) Angka diperbaiki

IX/14

Page 15:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

GRAFIK IX - 2PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,

1983/84 - 1985/86

IX/15

Page 16:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

Peningkatan pemanfaatan gas bumi pada masa ini terutama di-sebabkan karena meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk LNG serta untuk industri pupuk : Pupuk Kujang, Pupuk Asean, Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kalimantan Timur; pemakaian gas bumi sebagai pengganti BBM pada kilang Balikpapan; sebagai penolong proses produksi dan sebagai energi di PT Krakatau Steel dan penggunaan untuk gas kota di Jakarta, Bogor, Cirebon, Medan oleh Perusaha-an Gas Negara. Di samping itu juga dilakukan ekspor LNG ke Je-pang melalui kilang LNG Arun di Aceh dan Badak di Kalimantan Timur. Hasil-hasil produksi dan pemanfaatan gas bumi serta pro-duksi dan ekspor LNG dapat dilihat pada Tabel IX-6 dan Tabel IX-7.

c. Batubara

Pengembangan batubara dilakukan secara bertahap, tidak saja untuk memenuhi kebutuhan permintaan dewasa ini, akan tetapi yang lebih penting adalah untuk mempersiapkan pengembangan pro- duksi dalam tahun-tahun mendatang dengan kapasitas produksi yang lebih besar.

Produksi batubara Indonesia selama dua tahun pertama Repe-lita IV ini mengalami peningkatan yang cukup besar. Dalam tahun 1985/86 produksi batubara telah mencapai 1.487,5 juta ton atau mengalami kenaikan 141,9% dibandingkan produksi tahun 1983/84 dan kenaikan 23,8% dibandingkan produksi tahun 1984/85. Mening-katnya hasil ini adalah karena telah berproduksinya pertamba-ngan batubara di Sumatera dalam skala besar yang dilaksanakan oleh Perum Tambang Batubara Ombilin dan PT Tambang Batu-bara Bukit Asam.

Perum Tambang Batubara Ombilin mengadakan penambangan batu-bara di daerah Ombilin, Sumatera Barat. Peningkatan produksi terus dilaksanakan dengan peningkatan sarana penambangan, peng-angkutan dan peningkatan efisiensi kerja. Penambangan dilaku- kan secara tambang terbuka untuk cadangan sebanyak 25 juta ton dan secara tambang bawah tanah untuk cadangan sebanyak 16 juta ton. Untuk mengusahakan cadangan ini telah dibuka tambang ter-buka yang baru di daerah Parambahan dan telah diadakan persiap-an untuk tambang bawah tanah di daerah Waringin.

Selain penambangan batubara di Sumatera Barat, Perum Tam-bang Batubara Ombilin juga mengembangkan cadangan batubara di Kalimantan. Beberapa lokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan juga mempunyai deposit yang cukup besar dan telah dio-perasikan melalui kontrak karya dengan 8 kontraktor asing. Di

IX/16

Page 17:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 6

PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,

1983/84 - 1985/86

(milyar kaki kubik)

Tahun Produksi Pemanfaatan

1983/84 1.288,2 1.132,5

1984/85 1.548,3 *) 1.419,8 *)

Page 18:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

1985/86

*) Angka diperbaiki

1.585,9 1.454,6

IX/17

Page 19:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

GRAFIK IX - 3PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI.

1983/84 - 1985/86

IX/18I

Page 20:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 7

PRODUKSI DAN EKSPOR LNG,

1983/84 - 1985/86

( r i b u M M B T U )

T a h u n P r o d u k s i E k s p o r

1983/84 569.303,7 555.500,0

1984/85 794.500,0 772.000,0

1985/86 849.300,0 770.200,0

IX/19

Page 21:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

GRAFIK IX — 4PRODUKSI DAN EKSPOR LNG.

1983/84 — 1985/86

Produksi

Paaanteaten

Page 22:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

IX/20

Page 23:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

R E P E L I T A IV

Page 24:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

samping itu di Kalimantan Timur sudah dilakukan penambangan oleh 4 perusahaan swasta nasional pada tahun 1984 dan pada saat ini sudah berproduksi.

Pengembangan batubara di Sumatra Selatan dilaksanakan oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam yang beroperasi di daerah Tan-jung Enim. Tambang di daerah ini diusahakan dengan sistem tam-bang terbuka dan menggunakan bucket wheel excavator. Hasil pro-duksi dari tambang ini ditujukan untuk menyediakan bahan bakar bagi PLTU Suralaya di Jawa Barat.

Untuk menyalurkan hasil produksi batubara diperlukan sara-na pelabuhan pemuatan batubara yang pada saat ini sedang dilak-sanakan pembangunannya di Pelabuhan Teluk Bayur dan Terminal Batubara Tarahan.

Hasil-hasil produksi batubara dari Ombilin dan Bukit Asam adalah seperti pada Tabel IX-8.

d. Timah

Menurunnya harga timah di pasaran internasional sejak 1983 berkelanjutan terus. Hal ini sangat mempengaruhi usaha pengem-bangan pertambangan timah, karena 95% dari pada produksi timah Indonesia di ekspor ke pasaran internasional.

Pada tahun 1985 Dewan Timah Internasional tidak dapat ber-fungsi lagi sebagaimana yang diharapkan sehingga sejak bulan Oktober 1985 pasaran timah di London Metal Exchange dihentikan. Harga logam timah di pasaran internasional pada saat ini terca- tat sekitar US$ 5.500 per metrik ton, sedang pada tahun 1982 harga ini pernah mencapai US$ 16.629.

Sebagai akibat dari keadaan tersebut di atas maka produksi bijih timah 1985/86 hanya mencapai 20,9 ribu ton yang berarti menurun 18% dari produksi tahun 1983/84 yakni 25,4 ribu ton. Angka produksi tahun 1985/86 jika dibandingkan dengan produksi tahun 1984/85 mengalami penurunan sekitar 3,6% yaitu dari 21,7 ribu ton menjadi 20,9 ribu ton. Angka-angka produksi bijih dan logam timah terlihat pada tabel IX-9.

Dalam usaha memperbaiki keadaan timah di pasaran internasi-onal, maka pada tahun 1983 negara-negara produsen timah telah membentuk ATPC (Association of Tin Producing Countries). Pada saat ini sedang diusahakan pemikiran-pemikiran baru dalam rang-ka meningkatkan kegiatan ATPC untuk mengatasi persoalan yang

IX/21

Page 25:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 8

PRODUKSI BATUBARA,

1983/84 - 1985/86

(ribu ton)

Produksi pada unitTahun Jumlah

Ombilin Bukit Asam

1983/84 410,5 204,2 614,7

1984/85 625,3 575,4 1.200,7

1985/86 754,5 733,0 1.487,5

IX/22

Page 26:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,
Page 27:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

GRAFIK IX — 5PRODUKSI BATUBARA.

1983/84 — 1985/86

IX/23

Page 28:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 9

PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH,

1983/84 - 1985/86

(ribu ton)

Tahun Bijih Timah Logam Timah

1983/84 25,4

1984/85 2.1,7 *)

1985/86 20,9

*) Angka diperbaiki

25,8

22,0

20,4

IX/24

Page 29:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

dihadapi oleh para anggota negara produsen timah.

Jumlah ekspor dan penjualan timah di dalam negeri dalam ta-hun 1985/86 adalah 21,6 ribu ton dan 877 ton. Angka ekspor dan penjualan tersebut jika dibandingkan dengan tahun 1983/84 me-ngalami penurunan ekspor sebesar 3,4 ribu atau sekitar 13,6% dan mengalami kenaikan penjualan dalam negeri sebesar 471 ton atau sekitar 116%. Apabila dibandingkan dengan ekspor dan pen-jualan tahun 1984/85 terjadi kenaikan ekspor sebesar 700 ton atau sekitar 3,3% dan kenaikan penjualan dalam negeri sebesar 37 ton atau sekitar 4,4%. Hasil pemasaran logam timah antara tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1985/86 dapat dilihat pada Tabel IX-10.

e. Nikel

Penambangan nikel di Indonesia diusahakan oleh PT Aneka Tambang unit pertambangan nikel dan PT Indonesia Nickel Compa-ny. Daerah operasi PT Aneka Tambang adalah di Pomalaa, Sulawe-si Tenggara dan di Pulau Gebe, Maluku Utara. Hasil dari PT Ane- ka Tambang adalah bijih nikel dan ferronikel.

Dalam tahun 1985/86 produksi bijih nikel dan ferronikel masing-masing mencapai 986,9 ribu ton dan 4.801,2 ribu ton. Dibandingkan terhadap angka tahun 1983/84, produksi bijih nikel turun sebesar 27% dan produksi ferronikel turun 2,7%. Akan tetapi apabila produksi 1985/86 dibandingkan terhadap produksi tahun 1984/85 terdapat peningkatan produksi bijih nikel dari 946,3 ribu ton menjadi 986,9 ribu ton atau sekitar 4,2% dan pe-ningkatan produksi ferronikel dari 4.762,5 ton menjadi 4.801,2 ton atau kenaikan sekitar 0,8%. Hasil produksi dan ekspor bijih nikel dan ferronikel adalah seperti tampak pada Tabel IX-11 dan Tabel IX-12.

Jenis nikel lainnya yang dihasilkan di Indonesia yaitu ni-kel matte hasil produksi dari PT Indonesia Nickel Company di Soroako, Sulawesi Selatan. Kadar nikel pada nikel matte adalah sekitar 75%, dihasilkan oleh pabriknya di Soroako pula. Hasil produksi tahun 1985/86 yaitu 20.095 ton dan jika dibandingkan dengan produk tahun 1983/84 mengalami penurunan sejumlah 953 ton atau sekitar 4,5%. Produksi tahun 1985/86 tersebut jika dibandingkan dengan produksi tahun 1984/85 mengalami penurunan sejumlah 2.141 ton atau sekitar 9,6%.

Meskipun produksi nikel matte menurun namun jumlah ekspor-nya meningkat sekitar 19,2% terhadap ekspor tahun 1983/84 dan

IX/25

Page 30:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 10

PEMASARAN LOGAM TIMAH, 1983/84 - 1985/86

Ekspor(ribu ton)

1983/84 25,0

1984/85 20,9

1985/86 21,6

*) Angka diperbaiki

Penjualan Dalam Negeri (ton)

406,0

840,0*)

Tahun

IX/26

Page 31:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

877,0

Page 32:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 11

PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,

1983/84 - 1985/86

(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1983/84 1.353,3 788,7

1984/85 946,3 926,7

1985/8b 986,9 916,8

IX/27

Page 33:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 12

PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERRO NIKEL,

1983/84 - 1985/86

(ton)

Tahun Produksi Ekspor

1983/84 4.935,1 5.014,1

1984/85 4.762,5 4.910,3

1985/86 4.801,2 4.472,6

IX/28

Page 34:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

meningkat sekitar 18,1% terhadap ekspor tahun 1984/85. Hal ini terjadi karena adanya timbunan atau stok cadangan dari produksi tahun-tahun sebelumnya. Hasil-hasil produksi dan ekspor nikel matte sampai dengan tahun 1985/86 adalah seperti pada Tabel IX-13.

f. Bauksit

Pulau-pulau di sekitar pulau Bintan seperti pulau Tembi-ling, pulau Kelong dan pulau Dendang menghasilkan bauksit yang diusahakan oleh PT Aneka Tambang unit pertambangan bauksit. Da-lam tahun 1985/86 hasil produksi bauksit adalah 712,8 ribu ton dan ekspor menjadi 807,3 ribu ton. Jumlah produksi ini menga-lami penurunan sekitar 15,3% dibanding dengan produksi tahun 1983/84 dan menurun sekitar 29,4% dibanding dengan produksi ta-hun 1984/85. Demikian pula angka ekspor untuk tahun 1985/86 ju-ga mengalami penurunan dibanding dengan tahun 1983/84 sebesar sekitar 6,2% dan dibanding dengan tahun 1984/85 mengalami pe-nurunan sebesar sekitar 15,9%. Angka-angka produksi dan ekspor bauksit dari tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1985/86 adalah sebagaimana tercantum pada Tabel IX-14.

g. Pasir Besi

Pemanfaatan pasir best terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yakni pabrik-pabrik semen dan bagi cam-puran bahan-bahan bangunan lainnya. Penjualan pasir besi untuk ekspor hanya dalam jumlah terbatas dan tidak dilakukan secara terus menerus karena tergantung pada ada tidaknya permintaan.

Penambangan pasir besi dikerjakan oleh Unit Pertambangan Pasir Besi PT Aneka Tambang di daerah pantai Cilacap dan seki-tarnya. Pengambilan pasir besi dilakukan sesuai dengan permin-taan yang ada dan tidak dilakukan penimbunan cadangan dalam jumlah besar karena kemudahan dalam penambangannya.

Produksi pasir besi tahun 1985/86 mencapai 137,3 ribu ton, yang jika dibandingkan dengan tahun 1983/84 mengalami kenaikan sekitar 12,4% dan dibandingkan dengan tahun 1984/85 mengalami kenaikan sekitar 50,2%. Kenaikan produksi tersebut disebabkan karena penjualan untuk ekspor. Perkembangan produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor pasir besi adalah seperti pada Tabel IX-15.

IX/29

Page 35:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 13

PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE,

1983/84 - 1985/86

(ton)

Tahun Produksi Ekspor

1983/84 21.048 22.443

1984/85 22.236 22.664

1985/86 20.095 26.765

IX/30

Page 36:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 14

PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT,

1983/84 - 1985/86

(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1983/84 841,9 861,2

1984/85 1.009,6 960,6

1985/86 712,8 807,3

IX/31

Page 37:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 15

PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,

1983/84 - 1985/86

(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1983/84 122,1 12,0

1984/85 91,4 -

1985/86 137,3 12,2

IX/32

Page 38:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

h. Emas dan Perak

Daerah Cikotok di Jawa Barat merupakan lokasi penambangan emas dan perak yang dikelola oleh Unit Pertambangan Emas PT Aneka Tambang. Deposit etas dan perak adalah merupakan logam yang terdapatnya bersamaan, di samping juga logam lain yang me-nyertainya yang pada umumnya kurang berharga. Kandungan emas dan perak di Cikotok sudah semakin menipis karena sudah cukup lama dieksploitasikan. Lokasi lainnya yang menghasilkan emas dan perak adalah daerah Tembaga Pura di Irian Jaya, yang meng-hasilkan kedua logam tersebut sebagai logam ikutan dalam penam-bangan tembaga yang diusahakan oleh PT Freeport Indonesia. Di daerah-daerah Kalimantan, emas dihasilkan oleh penambangan rak-yat yang masih menggunakan peralatan serta cara yang sangat se-derhana sehingga hasil produksinya tidak dapat terus menerus karena tergantung keadaan dan cuaca.

Produksi emas dan perak pada tahun 1985/86 adalah 250,9 ki-1ogram yang apabila dibandingkan dengan produksi tahun 1983/84 mengalami penurunan sekitar 5,3% dan apabila dibandingkan de-ngan produksi tahun 1984/85 mengalami kenaikan sekitar 16,6%. Perkembangan produksi emas dan penjualan emas dari tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1985/86 terlihat pada Tabel IX-16, sedangkan perkembangan produksi logam perak dapat dilihat pada Tabel IX-17.

i. Tembaga

Konsentrat tembaga dihasilkan dari tambang tembaga di dae-rah Tembaga Pura di Irian Jaya dan dikelola oleh PT Freeport Indonesia. Hasil produksi konsentrat tembaga pada tahun 1985/86 adalah 233,1 ribu ton dan ekspor tahun 1985/86 yaitu 213,3 ribu ton. Produksi tahun 1985/86 apabila dibandingkan dengan produk-si tahun 1983/84 mengalami kenaikan sekitar 16,7% dan diban-dingkan dengan produksi tahun 1984/85 mengalami kenaikan seki-tar 16,4%. Kenaikan produksi tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan ekspor konsentrat tembaga. Hasil-hasil produksi konsentrat tembaga dari tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1985/86 adalah seperti terlihat pada Tabel IX-18.

J. Batu Granit.

Pulau Karimun di kepulauan Riau menghasilkan batu granit yang diusahakan oleh perusahaan-perusahaan yang memperoleh izin untuk mengelola penambangan ini. Batu granit yang dihasilkan pada umumnya dipergunakan sebagai bahan-bahan konstruksi. Pro-

IX/33

Page 39:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 16

PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM EMAS DI DALAM NEGERI,

1983/84 - 1985/86

(kilogram)

Tahun Produksi

1983/84 265,1

1984/85 215,0

1985/86 250,9

Penjualan Dalam Negeri

261,0

223,5

230,3

IX/34

Page 40:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 17

PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI,

1983/84 - 1985/86

(kilogram)

Page 41:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

Tahun Produksi Penjualan Dalam Negeri

Page 42:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

1983/84 1.684 1.700

1984/85 2.171 *) 2.207 *)

1985/86 1.770 2.229

*) Angka diperbaiki

Page 43:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

IX/35

Page 44:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 18

PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA,

1983/84 - 1985/86

(ribu ton kering)

Tahun Produksi Ekspor

1983/84 199,7 202,8

1984/85 200,2 203,6

1985/86 233,1 213,3

IX/36

Page 45:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

duksi batu granit dalam dua tahun pertama Repelita IV ini me-ngalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya permin-taan di dalam negeri dan berkurangnya permintaan untuk ekspor.

Pada tahun kedua Repelita IV atau tahun 1985/86, produksi batu granit menurun hingga mencapai 1.310,9 ribu ton dan jika dibandingkan dengan produksi tahun 1983/84 mengalami penurunan sekitar 40,2%, sedangkan apabila dibandingkan dengan produksi tahun 1984/85 telah terjadi penurunan sekitar 8,5%. Hasil-hasil produksi, penjualan dalam negeri, ekspor batu granit adalah se-perti tampak pada Tabel IX-19.

k. Bahan-bahan tambang lainnya.

Didalam kelompok ini adalah bahan-bahan galian golongan C, yaitu bahan-bahan galian untuk industri dan konstruksi, yang meliputi antara lain aspal, asbes, belerang, batu gamping, ben-tonite, fosfat, feldspar, pasir kuarsa, kaolin, yodium. Pada u-mumnya pengelolaan usaha pertambangan ini dilaksanakan oleh Pe-rusahaan Daerah, Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta nasional, dan disamping itu terdapat penambangan yang dilakukan oleh unit-unit usaha rakyat dalam ukuran kecil atau koperasi.

Hasil-hasil tambang ini terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yakni untuk industri-industri kecil, di samping untuk pabrik kertas, pabrik kimia dan konstruksi ba-ngunan. Dalam hal ini diperlukan bimbingan yang mengarahkan terhadap para pengusaha dalam mengolah bahan tambang tersebut menjadi bahan baku bagi industri maupun untuk konstruksi ba-ngunan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan petunjuk-petunjuk teknis dalam mengelola penambangan tersebut agar tidak terjadi kerusakan lingkungan dan tidak membahayakan keselamatan manusia maupun pekerja tambang serta dapat mengha-silkan bahan baku industri yang sesuai dengan standar bahan ba-ku yang telah ditentukan. Angka-angka perkembangan hasil pro-duksi pertambangan golongan ini adalah seperti tercantum pada Tabel IX-20.

3.Kegiatan Penunjang.

Penelitian dan penyelidikan geologi dan pertambangan dalam tahun kedua Repelita IV tercakup dalam kegiatan penelitian per-tambangan dan penyelidikan geologi. Pelaksanaan penyelidikan

IX/37

Page 46:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 19

PRODUKSI, EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT,

1983/84 - 1985/86(ribu ton)

Tahun Produksi Penjualandalam negeri

Ekspor

1983/84 2.190,7 334,7 1.390,4

1984/85 1.433,9 314,8 1.033,9

1985/86 1.310,9 224,6 1.028,1

IX/38

Page 47:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 20PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL,

PERUSAHAAN DAERAH, DAN LAINNYA,1983/84 - 1985/86

Repelita IVNo. Jenis Satuan 1983/84 1984/85 1985/86

Bahan Tambang

1. Mangan ton 8.318 700 942

2. Aspal ton 725.752 471.239 450.633

3. Yodium kg 25.139 24.970 13.416

4. Belerang ton 3.647 3.555 4.023

5. Fosfat ton 5.763 1.917 525

6. Asbes ton 74 - 20

7. Kaolin ton 60.146 75.902 106.879

8. Pasir Kwarsa ton 362.937 544.487 681.435

9. Marmer m2 slabs 24.374 16.108 9.699

10. Gamping (bahan semen) ton 11.856.786 9.132.718 11.836.737

11. Lempung (bahan semen) ton 2.182.988 1.247.479 2.158.638

12. Feldspar ton 11.939 13.417 24.496

13. Kalsit ton - 171 41

14. Bentonit ton 10.006 9.509 6.781

15. Gips ton 658 712 662

IX/39

Page 48:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

geologi yang dilakukan oleh tenaga-tenaga dari unit-unit sumber daya mineral, geologi tata lingkungan, vulkanologi, penelitian dap. pengembangan geologi serta pengembangan geologi kelautan, yang telah melaksanakan inventarisasi, eksplorasi dan melengka-pi sarana-sarana penyelidikan maupun penelitiannya diseluruh Indonesia. Sedangkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertambangan dilakukan oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mine-ral, unit-unit teknologi penambangan, pembinaan pengusahaan pertambangan dan unit pengembangan batubara.

Sebagai kelanjutan dari kegiatan dalam tahun-tahun sebelum-nya kegiatan penelitian dan penyelidikan geologi terutama di-arahkan untuk membuat peta geologi dalam berbagai bentuk, anta-ra lain peta geologi bersistem, peta geologi teknik, gerakan tanah, peta hidrogeologi bersistem, survai geofisika, seismik, peta gaya berat untuk masing-masing keperluannya dan dengan berbagai macam skala yaitu antara 1 : 100.000 dan 1 : 250.000. Kegiatan-kegiatan geologi tata lingkungan dan geologi teknik khusus terutama masih dipusatkan di daerah Pulau Jawa dan Madu-ra dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan daerah yang memperoleh tekanan paling berat oleh pesatnya perkembangan penduduk dan pembuatan prasarana maupun sarana lainnya. Penye-lidikan geologi yang tergolong masih baru adalah penyelidikan geologi kelautan dan pada saat ini sedang melaksanakan beberapa survai dan melengkapi sarana penelitiannya.

Dalam tahun kedua Repelita IV telah diselesaikan 84,5% pemetaan geologi di daerah Pulau Jawa dan Madura serta penyele-saian 72,4% pemetaan geologi di daerah luar Pulau Jawa dan Madura. Jumlah peta yang diperlukan dalam menggambarkan kea- daan geologi dalam bentuk peta geologi adalah sebanyak 58 lembar untuk daerah Pulau Jawa dan Madura serta sebanyak 181 lembar untuk daerah luar Pulau Jawa dan Madura.

Dari hasil survai penyelidikan geofisika, geokimia serta penelitian mineralisasi telah diperoleh petunjuk adanya berba-gai macam bahan-bahan galian yaitu antara lain tembaga, timah, seng, emas, perak serta cadangan batubara dan gambut diberbagai lokasi. Usaha eksplorasi batubara terutama dilaksanakan di Su-matera Selatan yaitu di daerah Muara Tiga dan Bangko serta Su-matera Barat yaitu di daerah Ombilin.

Dalam pada itu program pengembangan mineral regional yang dirintis oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral, perlu terus dikembangkan karena menunjang dan merangsang program pengem-bangan wilayah di daerah-daerah, melalui optimasi/konfigurasi

IX/40

Page 49:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

pendayagunaan/pemanfaatan mineral secara regional dan lintas regional antara lain dalam hal menunjang penciptaan efek ganda dalam pembangunan ekonomi secara lintas disiplin daerah dan penciptaan komoditi ekspor. Di samping program ini juga menun-jang keterkaitan lintas sektor dan lintas regional dalam meng-identifikasi dan menyusun jaringan penyebaran segi penyediaan sumber daya mineral dan dari segi permintaannya untuk : penyu-sunan konsepsi dan model-model transmigrasi pertambangan, pen-ciptaan lahan-lahan pertanian dan pengembangan pemukiman terpa-du di daerah perkotaan/pedesaan dan kawasan-kawasan yang tum-pang tindih.

Dengan bertambah meningkatnya pengusahaan bahan galian go-longan C, maka Pusat Pengembangan Teknologi Mineral sampai de-ngan tahun 1985/86 telah memberikan penyuluhan teknik geologi dan pertambangan bagi pejabat Pemda dan pemegang SIPD yang ber-jumlah 1.073 peserta.

B. E n e r g i

Untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri telah di-manfaatkan berbagai macam energi yaitu minyak bumi, tenaga air, batubara, gas bumi, panas bumi serta sumber energi lainnya se-perti kayu bakar, gas bio, dan lain-lainnya. Penggunaan berba-gai sumber energi tersebut tidak berimbang sehingga diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan penggunaaan Jenis sumber energi tertentu agar diperoleh keseimbangan yang memberikan dampak po-sitip dalam pengembangan sumber daya alam dan memberikan man-faat bagi sektor lainnya.

Pelaksanaan pengembangan didasarkan pada kebijaksanaan umum bidang energi yang menggariskan untuk memanfaatkan sumber ener-gi secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhitungkan pening-katan kebutuhan yaitu untuk pemakaian dalam negeri dan kebutuh-an ekspor, serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang.

Dengan memperhatikan kebijaksanaan energi tersebut, telah dilanjutkan pelaksanaan pengembangan sumber energi non minyak melalui penelitian, proyek percontohan maupun pemanfaatan ber-bagai sumber energi non minyak, antara lain biomasa, biogas, tenaga surya, tenaga air, panas bumi, batubara. Kegiatan pe-ngembangan penggunaan sumber energi diwujudkan sebagai program diversifikasi atau penganekaragaman sumber energi yang mening-katkan penggunaan energi baru, tenaga air, batubara dan panas bumi. Di samping itu juga dilaksanakan suatu kegiatan di pihak

IX/41

Page 50:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

pemakaian energi yaitu konservasi energi dan indeksasi energi. Konservasi energi ditujukan untuk menghemat energi melalui pe-makaian energi secara terkendali dan efisien, sedangkan indek-sasi juga dimaksud untuk menghemat energi tetapi melalui peng-gunaan sumber energi yang tepat bags peralatan yang memerlukan energi, misalnya bag' pemanasan air dianjurkan untuk tidak menggunakan listrik karena energi listrik yang kita miliki se- bagian besar dibangkitkan dari pemanasan (pembangkit listrik thermal).

Dalam tahun 1985/86 telah ditingkatkan penggunaan tenaga air dengan menyelesaikan PLTA Saguling tahap pertama yang ber-kapasitas sebesar 350 MW dan di samping itu juga dilanjutkan pembangunan pusat listrik tenaga air berkapasitas besar lainnya yaitu PLTA Cirata, PLTA Mrica, PLTA Bakaru serta menyelesaikan beberapa pembangkit listrik mikrohidro di beberapa lokasi di luar pulau Jawa.

Pemanfaatan batubara untuk berbagai macam keperluan juga meningkat sejalan dengan pemanfaatan batubara bags industri se-men dan penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit lis-trik thermal. Batubara sudah mulai digunakan untuk industri se-men dan percobaan batubara untuk pembangkit listrik yang besar juga sudah dilaksanakan.

Tenaga panas bumi terutama digunakan sebagai penggerak pem-bangkit listrik, karena pemanfaatan untuk kegiatan lainnya be-lum dikenal secara baik. Adapun manfaat lainnya adalah untuk digunakan dalam berbagai proses di sektor pertanian. Penerapan tenaga ini sudah dilaksanakan dalam pembangkitan tenaga listrik di Kamojang yang pada saat ini juga sedang dilaksanakan persi-apan untuk perluasannya. Lokasi-lokasi pengembangan panas bumi yang lain adalah Dieng di Jawa Tengah, Lahendong di Sulawesi U-tara, Kerinci di Jambi, Salak di Jawa Barat serta tempat lain-nya yang masih dalam tarap penelitian.

Konsumsi kayu bakar dalam jumlah besar terutama di pedesaan merupakan satu segi yang perlu mendapat pengamatan terus-mene-rus agar tidak mengganggu kelestarian lingkungan. Di samping itu juga dilakukan usaha pembuatan kebun energi yaitu menanam pohon-pohon yang dapat tumbuh dengan cepat dan menghasilkan ka-yu bakar serta dapat memperbaiki lingkungan karena bisa ber-fungsi sebagai tanaman penyubur tanah dan pencegahan erosi. Meskipun demikian, peningkatan pemakaian kayu bakar juga diusa-hakan untuk dikurangi dengan memberikan bimbingan dalam menggu-nakan tungku kayu bakar dan pengarahan penggunaan energi lain-

IX/42

Page 51:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

nya kepada masyarakat pedesaan. Energi biogas, tenaga angin me-rupakan energi yang diharapkan dapat dimasyarakatkan sehingga dapat mengurangi pemakaian kayu bakar atau menekan pertumbuhan pemakaian kayu bakar.

Usaha-usaha penghematan energi atau konservasi energi de-ngan tidak mengurangi laju pembangunan merupakan suatu kegiatan pokok dalam tahun 1985/86. Kegiatan ini berdasarkan Instruksi Presiden No. 9/1982 dan terutama diarahkan pada instansi-ins-tansi Pemerintah sehingga penghematan energi diharapkan dapat membudaya di masyarakat melalui kegiatan penunjang lainnya ya-itu penyuluhan, peragaan dan proyek-proyek percontohan. Arah konservasi pada saat ini ditujukan pada penghematan energi di sektor perindustrian seperti di pabrik besar melalui pendekatan dan pengamatan atas pemakaian energi bagi proses produksi. Hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan konservasi dan diver-sifikasi ini bersifat kualitatip, namun hasil tersebut dapat dirasakan dengan adanya pertumbuhan konsumsi energi di dalam negeri yang tidak begitu tinggi dan pengurangan peranan minyak bumi dalam menyediakan energi di dalam negeri.

Tenaga listrik

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Pola Umum Repelita Keempat disebutkan bahwa pembangunan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota dan desa serta untuk mendorong kegiatan ekonomi khususnya industri. Sehubungan dengan itu perlu ditingkatkan sarana penyediaan listrik, serta ditingkatkan pula pemanfaatan dan pengelolaannya agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dengan mutu pelayanan yang baik serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di samping sebagaimana dimaksudkan pada Undang-undang No. 15/1985 tentang Ketenaga-listrikan, maka dimungkinkan pula partisipasi koperasi dan swasta dalam penyediaan tenaga listrik untuk meme-nuhi kebutuhan masyarakat. Di samping itu usaha listrik masuk desa perlu lebih ditingkatkan untuk mendorong kegiatan sosial dan ekonomi di daerah pedesaan.

Adanya Undang-undang No. 15/1985 tentang Ketenaga-listrikan memungkinkan ditingkatkannya peranan PLN dalam pembinaan ling-kungannya, sehingga dapat lebih ditingkatkan keikutsertaan usa-ha dalam negeri di berbagai bidang pembangunan kelistrikan.

Kerangka landasan pembangunan tenaga listrik berupa usaha untuk menyeimbangkan bidang tenaga listrik yang terdiri atas pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi dan distribusinya

IX/43

Page 52:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

dengan unsur-unsur di luar tenaga listrik misalnya sektor in-dustri, perhubungan, pengembangan daerah dan sebagainya.

Sesuai dengan Repelita IV di bidang tenaga listrik, telah dilakukan usaha untuk penambahan sarana penyediaan tenaga lis-trik melalui pengelolaan pengusahaan yang optimal maupun peren-canaan serta pembangunan kelistrikan yang terpadu. Selanjutnya atas dasar kebijaksanaan umum bidang energi, maka langkah yang ditempuh dalam rangka pembangunan tenaga listrik dalam Repelita IV adalah melalui diversifikasi sumber energi, seperti penggu-naan tenaga air, panas bumi dan pendayagunaan sumber energi la-in yang bukan minyak, seperti batubara dan gas bumi. Perluasan jaringan transmisi dan distribusi dimaksudkan bukan hanya untuk menyebarluaskan pemanfaatan tenaga listrik sehingga dapat men-dorong pertumbuhan ekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi baik di kota maupun di daerah pedesaan, tetapi juga dalam rangka pe-ningkatan efisiensi perusahaan. Di samping itu, usaha untuk me-ningkatkan dayaguna dan keandalan seluruh sistem tenaga listrik dilanjutkan pelaksanaan interkoneksi antara sistem-sistem ja-ringan.

Sasaran utama program listrik masuk desa adalah untuk mem-berikan aliran listrik kepada semua desa swasembada termasuk seluruh ibukota kecamatan dan desa-desa lain yang berpotensi, termasuk desa-desa transmigrasi yang sudah berkembang. Apabila diperlukan pembangunan pembangkit tenaga listrik setempat, maka diutamakan untuk memanfaatkan sumber energi bukan minyak yang terdapat di daerah yang bersangkutan.

Kebijaksanaan peningkatan sarana penyediaan tenaga listrik tidak dapat dipisahkan dari usaha pengembangan wilayah. Oleh karena itu semua studi kelayakan dan survai tenaga listrik se-lalu dikaitkan dengan kebutuhan tenaga listrik jangka panjang di setiap wilayah pembangunan.

Penggunaan tenaga listrik dalam rumah tangga dan industri pada dasarnya akan memperbaiki lingkungan hidup dari segi ke-bersihan, kerapian, keindahan dan kenyamanan. Tetapi instalasi tenaga listrik terutama yang besar dapat menimbulkan dampak kurang baik terhadap lingkungan hidup seperti pencemaran udara dan air. Oleh karena itu analisa dampak lingkungan selalu diperhatikan dalam tahap studi kelayakan sehingga usaha meles-tarikan lingkungan hidup menjadi bagian dari setiap pembangun- an tenaga listrik.

Kegiatan penelitian, pengembangan dan jasa teknik merupakan

IX/44

Page 53:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

bagian terpadu dari program pengembangan tenaga listrik yang diarahkan kepada pemecahan masalah perencanaan, pembangunan, pengusahaan baik yang bersifat teknis maupun strategis.

Selain peningkatan sarana penyediaan tenaga listrik, mutu penyediaan tenaga listrik dan pelayanan kepada konsumen juga ditingkatkan. Peningkatan ini antara lain meliputi peningkatan pemasaran listrik, peningkatan keandalan sistem kelistrikan dan peningkatan kestabilan frekuensi dan lamanya gangguan.

Kegiatan dalam pembangunan tenaga listrik selain dilaksana-Kan pemerintah, juga dilakukan oleh koperasi dan swasta. Sei-ring dengan itu kemampuan industri peralatan listrik dalam ne-geri secara bertahap ditingkatkan agar menjadi pelaksana yang tangguh dalam pembangunan tenaga listrik.

Meskipun pada dasarnya telah dicapai hasil pembangunan te-naga listrik yang cukup menggembirakan, akan tetapi masih ba-nyak masalah-masalah yang tidak mudah ditanggulangi dan secara potensial dapat mengganggu kelancaran pengusahaan dan pemba-ngunan tenaga listrik di masa datang.

Dalam rangka peningkatan efisiensi pengusahaan dan pemba-ngunan tenaga listrik dijumpai berbagai masalah. Masalah-masa-lah pokok yang dihadapi dewasa ini antara lain adalah :

a. Unsur biaya bahan baku minyak masih merupakan bagian terbe-sar dari keseluruhan biaya produksi listrik, meskipun telah dibangun beberapa pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar bukan minyak seperti PLTU Suralaya dan PLTA Saguling.

b. Laju pertumbuhan peningkatan penjualan listrik PLN telah menurun secara drastis, yaitu dari tingkat 25% (1979/80), hingga menjadi hanya 9,9% (1983/84), 10,3% (1984/85) dan 14,5% (1985/86).

c. Meskipun penyediaan daya terpasang tenaga listrik dari PLN telah meningkat tetapi ternyata pembangkit tenaga listrik non-PLN (captive power) terus bertambah.

d. Proyek-proyek tenaga listrik makin besar dan kompleks, me-merlukan waktu pembangunan beberapa tahun, pendanaan dari beberapa sumber, berbagai kontrak dan bermacam disiplin de-ngan teknologi canggih.

e. Efisiensi pengusahaan masih perlu ditingkatkan,dengan su-

IX/45

Page 54:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

sut jaringan yang masih tinggi, efisiensi termal yang ren-dah, demikian juga faktor beban, faktor daya maupun faktor kapasitas.

f. Mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik maupun tingkat pelayanan kepada masyarakat masih perlu ditingkatkan.

Walaupun masih ada masalah-masalah yang antara lain dise-butkan di atas, pada tahun 1984/85 telah dapat diselesaikan pembangkit tenaga listrik sebesar 601,67 MW dan pada tahun 1985/86 sebesar 832,18 MW. Fungsi Transmisi dan Gardu Induk te-lah dapat diselesaikan pada tahun 1984/85 sebesar 289,59 kms dan 250,5 MVA dan pada tahun 1985/86 sebesar 779,221 kms dan 548 MVA. Selain itu telah dapat diselesaikan listrik pedesaan yang pada tahun 1984/85 sejumlah 1.606 desa dan pada tahun 1985/86 sejumlah 1.472 desa.

Bertolak dari posisi kelistrikan dewasa ini dan dengan mem-perhatikan masalah pokok tersebut di atas serta berpegang kepa-da kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan maka dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan tenaga listrik telah disu-sun sasaran pokok yang ingin dicapai dalam kurun waktu 3 tahun mendatang, yaitu : peningkatan pelayanan dan kegiatan pemasaran listrik, peningkatan pelaksanaan proyek dalam mendukung pening-katan efisiensi dan pemasaran listrik, percepatan alih teknolo-gi dan peningkatan penggunaan produksi dan jasa dalam negeri, percepatan proses digunakannya manajemen modern, serta perce-patan iklim tumbuhnya profesionalisme di bidang kelistrikan, peningkatan efisiensi perusahaan di segala bidang, dan diguna-kannya berbagai ragam tolok ukur penampilan.

Dengan melihat perkembangan dan hasil fisik pembangunan yang telah dicapai selama 2 tahun pertama Repelita IV maupun pemasaran listrik dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan serta memperhatikan masalah-masalah yang timbul, maka sasaran pokok yang akan dicapai tiga tahun mendatang adalah :

a. Peningkatan pemasaran listrik.Pemasaran listrik akan ditingkatkan bukan hanya dengan tu-Juan pemanfaatan kapasitas yang telah ada, yang secara langsung akan mendukung upaya pemerintah di bidang pening-katan efisiensi; tetapi terutama dengan maksud agar diver-sifikasi energi dapat lebih terasa.

b. Peningkatan Pelaksanaan Proyek untuk mendukung pemasaran Listrik.

IX/46

Page 55:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

Pelaksanaan pembangunan proyek-proyek tenaga listrik dalam kurun waktu lima tahun mendatang direncanakan dapat disele-saikan sesuai dengan jadwal, dengan mutu yang baik serta biaya yang seekonomis mungkin dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Peningkatan pelaksanaan proyek-proyek tenaga listrik tersebut dimaksudkan untuk menyedia-kan tenaga listrik dalam jumlah yang sesuai dengan kebu-tuhan, yang merata di seluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.

c. Mempercepat alih teknologi dan peningkatan penggunaan pro-duksi dan jasa dalam negeri. Upaya mempercepat alih tekno-logi dan meningkatkan penggunaan produksi dan jasa dalam negeri bertujuan untuk secara bertahap mengurangi ketergan-tungan perusahaan terhadap tenaga kerja asing, barang-barang produksi dan jasa luar negeri. Untuk merangsang pro-dusen dan jasa dalam negeri ditingkatkan pembinaan kepada usaha-usaha nasional serta pemberian kesempatan untuk ikut berpartisipasi lebih banyak dalam pembangunan dan pengelo-laan sarana tenaga listrik. Di samping itu perlu pula di-tingkatkan pembinaan dan penyuluhan terhadap penyelengga-raan perusahaan yang akan meningkatkan keselamatan kerja dan keselamatan umum.

d. Peningkatan Pelayanan.Peningkatan mutu pelayanan dan mutu penyediaan tenaga lis-trik bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong laju pertumbuhan industri dan kegiatan ekono-mi serta menimbulkan kepercayaan masyarakat kepada perusa-haan.

e. Peningkatan Perputaran Modal Kerja dan Penyediaan Dana.Peningkatan perputaran modal kerja dan penyediaan dana di-maksudkan untuk dapat menyediakan dana yang cukup dan tepat waktu guna mendukung tercapainya sasaran pengembangan peru-sahaan. Penggunaan anggaran dan dana dilakukan secara he- mat, efisien, terarah dan terkendali.

f, Peningkatan Efisiensi Perusahaan.Peningkatan efisiensi perusahaan di segala bidang bertujuan agar perusahaan dapat menyediakan tenaga listrik dengan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan, dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat dan memberikan cukup keun-tungan, sehingga perusahaan dapat mengembangkan diri secara sehat dengan kemampuan sendiri. Digunakannya pola manajemen modern dengan berbagai tolok ukur itu serta ditumbuhkannya

IX/47

Page 56:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

iklim profesionalisme, merupakan upaya dasar dalam rangka peningkatan efisiensi perusahaan.

Dalam tahun kedua Repelita IV, kegiatan pembangunan kelis-trikan ditekankan pada perluasan jaringan, guna menyalurkan te-naga listrik yang ada, satu dan lainnya untuk mempertinggi fak-tor penggunaan fasilitas pembangkitan listrik yang telah maupun yang akan dibangun. Di samping itu perluasan dan perbaikan ja-ringan listrik diharapkan akan dapat menurunkan susut jaringan listrik yang selama beberapa tahun terakhir ini cenderung mena-ik terus.

Hasil pelaksanaan pembangunan kelistrikan dalam tahun kedua Repelita IV adalah pembangunan pembangkit tenaga listrik sebe-sar 832,18 MW yang terdiri atas PLTA Saguling 2 unit (2x175 MW), PLTD tersebar termasuk PLTD listrik pedesaan sebesar 30,18 MW, PLTU Suralaya unit 2 (1x400 MW), PLTG di Kalimantan Selatan (1x21 MW), Ujung Pandang (1x21 MW) dan Bali (1x21 MW) serta PLTM 2,6 MW di Kepala Curup (1x1 MW) dan Hanga-hanga (1x1,6 MW). Sedangkan tambahan jaringan transmisi yang dapat disele-saikan sepanjang 779,221 kms, yaitu di Sumatera 351,421 kms, serta di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta Raya 427,8 kms. Gardu induk yang dapat diselesaikan sebanyak 14 buah, yang merupakan pembangunan baru seluruhnya dengan jumlah kapasitas 548 MVA, yaitu di Sumatera 5 buah/55 MVA, Kalimantan 1 buah/27 MVA, serta daerah Jawa 8 buah/406 MVA dengan perluasan 1 buah/60 MVA. Perluasan jaringan distribusi untuk daerah pede-saan dan kota yang dapat diselesaikan dalam tahun kedua Re-pelita IV adalah jaringan tegangan menengah sepanjang 6.678,548 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 6.923,894 kms, gardu distribusi sebanyak 6.166 buah dengan jumlah kapasitas 463.284,08 kVA, serta pelaksanaan perubahan tegangan rendah ba-gi 37.037 konsumen. Pelaksanaan program listrik pedesaan telah dapat memenuhi kebutuhan listrik 1.472 desa meliputi 519.898 konsumen.

Selanjutnya perkembangan kegiatan pembangunan kelistrikan dalam tahun kedua Repelita IV secara regional adalah seperti diuraikan berikut ini.

Pembangunan kelistrikan di Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1985/86 telah dapat menyelesaikan pembangunan baru maupun per-luasan PLTD tersebar, baik untuk daerah pedesaan maupun kota dengan jumlah kapasitas 5,16 MW. Selain itu, juga dapat dilis-triki 35 desa yang mencakup 7.063 konsumen. Selanjutnya, untuk tambahan penyediaan tenaga listrik di waktu mendatang, peneli-

IX/48

Page 57:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

tian untuk pembangunan PLTA Peusangan (50 MW), PLTA Takengon dan PLTU Banda Aceh (2 X 25 MW) terus dilanjutkan.

Mengenai pembangunan kelistrikan di daerah Sumatra Utara dalam tahun 1985/86, telah dapat diselesaikan perluasan jaring-an transmisi sepanjang 120,38 kms, 3 buah gardu induk 40 MVA serta perluasan jaringan distribusi baik untuk daerah pedesaan maupun kota dengan jaringan tegangan menengah serta jaringan tegangan rendah, masing-masing sepanjang 383,069 kms dan 328,181 kms berikut gardu distribusi sebanyak 171 buah, dengan kapasitas 20.414 kVA. PLTU Belawan (2 X 65 MW) dan PLTD terse-bar baik untuk daerah pedesaan maupun kota dengan jumlah kapa-sitas 4,58 MW telah mulai beroperasi. Selain itu juga sudah da-pat dilistriki 45 desa dengan 11.253 konsumen. Selanjutnya pem-bangunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di masa menda-tang, sedang dilaksanakan pula studi perluasan PLTA Asahan.

Di daerah Sumatera Barat dan Riau, pelaksanaan pembangunan kelistrikan dalam tahun kedua Repelita IV telah dapat menyele-saikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 68,311.kms, 2 buah gardu induk dengan kapasitas 15 MVA serta perluasan ja-ringan distribusi yang mencakup jaringan di daerah pedesaan, yang terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 527,013 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 460,445 kms berikut gardu distribusi 353 buah dengan kapasitas 41.831 kVA, pelaksa-naan listrik masuk desa yang meliputi 58 desa dengan 13.644 konsumen. Dewasa ini sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, PLTD yang tersebar sampai pedesaan, dan dilanjutkan pula pelaksanaan studi kela-yakan PLTA Singkarak dan PLTA Rokan.

Dalam rangka pembangunan kelistrikan di daerah Sumatera Se-latan, Jambi, Lampung dan Bengkulu pada tahun 1985/86 telah da-pat diselesaikan PLTD dengan jumlah kapasitas 12,6 MW dan PLTM Kepala Curup sebesar 1 MW, dan perluasan transmisi sepanjang 162,73 kms. Selain itu juga dapat diselesaikan perluasan ja-ringan distribusi termasuk untuk daerah pedesaan berupa jaring-an tegangan menengah 417,2 kms, jaringan tegangan rendah 379,355 kms serta gardu distribusi sebanyak 243 buah dengan kapasitas 11.260 kVA. Dalam rangka listrik masuk desa, telah dapat disediakan listrik untuk 65 desa yang mencakup 14.736 konsumen. Selanjutnya, guna memenuhi kebutuhan tenaga listrik sedang dibangun PLTG Palembang unit 2 (1x21 MW) serta PLTD yang tersebar dan PLTA Tes (4x4 MW), PLTU Bukit Asam (2x65 MW).

Pelaksanaan pembangunan kelistrikan di Kalimantan Barat da-

IX/49

Page 58:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

lam tahun 1985/86, telah menyelesaikan pembangunan PLTD yang tersebar sampai pedesaan dengan jumlah kapasitas 680 kW, serta penambahan jaringan distribusi termasuk jaringan untuk daerah pedesaan, yaitu tegangan menengah 51,02 kms, jaringan tegangan rendah 41,68 kms berikut gardu distribusi sebanyak 12 buah de-ngan kapasitas 850 kVA. Selanjutnya, untuk penambahan pembang-kit listrik baik di kota maupun di pedesaan dibangun beberapa PLTD tersebar. Program listrik masuk desa telah dapat mencakup 22 desa dengan 2.530 konsumen.

Kegiatan pembangunan kelistrikan dalam tahun 1985/86 di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Ti-mur, telah menyelesaikan perluasan jaringan distribusi untuk daerah pedesaan dan kota, berupa 1 buah gardu induk dengan ka-pasitas 27 MW, jaringan tegangan menengah 34,542 kms, jaringan tegangan rendah 28 kms, berikut gardu distribusi sebanyak 20 buah dengan kapasitas 3.220 kVA serta PLTG Trisakti dengan ka-pasitas 21 MW dan untuk program listrik masuk desa telah dapat dilistriki 78 desa dengan 8.807 konsumen. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik yang semakin meningkat, 4ilanjutkan pula pembangunan PLTD-PLTD di Tarakan dan Banjarma-sin dengan jumlah kapasitas 12.000 kW serta PLTD-PLTD yang ter-sebar dengan kapasitas 6.000 kW.

Dalam tahun 1985/86, pelaksanaan pembangunan kelistrikan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah telah dapat diselesaikan pembangunan PLTM Hanga-hanga 1,6 MW. Selain itu dapat disele-saikan pula tambahan jaringan distribusi yang meliputi juga ja-ringan pedesaan, terdiri atas jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah masing-missing sepanjang 18,34 kms dan 15,06 kms dan gardu distribusi sebanyak 14 buah dengan kapasi-tas 2.240 kVA. Untuk pelaksanaan listrik masuk desa telah dise-lesaikan PLTD pedesaan dengan kapasitas 1.240 kW yang dapat me-listriki 35 desa yang mencakup 10.263 konsumen. Untuk menambah penyediaan daya terpasang sedang dilaksanakan pekerjaan persi-apan untuk pembangunan PLTA Tanggari (2 x 8.500 kW).

Kegiatan pembangunan kelistrikan dalam tahun 1985/86 di da-erah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara telah menyelesaikan pembangunan PLTG Ujung Pandang unit III (1 X 21 MW) dan bebera-pa PLTD Pedesaan dan kota yang tersebar dengan kapasitas 23,2 MW. Perluasan jaringan distribusi yang mencakup jaringan untuk listrik pedesaan yang terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 152,73 kms, jaringan tegangan rendah 137,345 kms be-serta gardu distribusi sebanyak 107 buah dengan kapasitas 10.150 kVA. Pelaksanaan program listrik masuk desa juga diting-

IX/50

Page 59:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

katkan, dan telah dapat dilistriki lagi 91 buah desa yang meli-puti 42.474 konsumen. Sedangkan beberapa PLTD yang tersebar ma-sih dilanjutkan dan pembangunan prasarana di Bakaru dalam rang-ka pembangunan pusat listrik tenaga air kini dalam tahap disain teknis.

Di daerah Maluku kegiatan pembangunan dalam tahun 1985/86 telah menyelesaikan pembangunan PLTD yang tersebar di pedesaan dan kota dengan kapasitas 980 kW, jaringan distribusi termasuk untuk listrik pedesaan, terdiri atas jaringan tegangan menengah 167,948 kms, jaringan tegangan rendah 140,313 kms, serta gardu distribusi 132 buah dengan kapasitas 11.875 kVA, sedang desa yang dapat dilistriki 26 desa dengan 5.227 konsumen.

Pelaksanaan pembangunan kelistrikan di Irian Jaya pada ta-hun 1985/86 telah dapat menyelesaikan pembangunan jaringan dis-tribusi termasuk listrik pedesaan, terdiri atas jaringan te-gangan menengah 56,8 kms, jaringan tegangan rendah 72 kms, ser-ta gardu distribusi sebanyak 32 buah dengan kapasitas 5.020 kVA dan jumlah desa yang dapat dilistriki 3 desa dengan 878 konsu-men. Sementara itu untuk meningkatkan penyediaan tenaga lis-trik, sedang dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar serta persiapan pelaksanaan pembangunan PLTA Sentani (2 X 6,5 MW) yang masih dalam tahap disain teknis.

Dalam tahun 1985/86 Repelita IV, pembangunan kelistrikan untuk daerah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur, telah menyelesaikan pembangunan PLTD yang tersebar dengan jumlah kapasitas 2.740 kW, PLTG Denpasar 21 MW, tambahan jaringan distribusi yang mencakup juga jaringan untuk daerah pedesaan yang terdiri atas jaringan tegangan menengah 323,975 kms, jaringan tegangan rendah 479,245 kms, berikut gardu dis-tribusi sebanyak 256 buah dengan kapasitas 30.475 kVA. Untuk listrik pedesaan dapat dilistriki sebanyak 65 desa dengan 22.596 konsumen. Sementara itu untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik di Bali, sedang dilaksanakan pembangunan PLTD tersebar.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, terutama dengan semakin berkembangnya sektor industri di daerah Jawa Timur, ma-ka pelaksanaan pembangunan kelistrikan dalam tahun 1985/86 an-tara lain telah dapat menyelesaikan perluasan gardu induk de-ngan kapasitas 60 MVA. Di samping itu telah dapat diselesaikan pula pembangunan jaringan distribusi di daerah pedesaan serta kota yang terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 1.532,718 kms, jaringan tegangan rendah 1.733,765 kms beserta

IX/51

Page 60:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

gardu distribusinya sebanyak 1.706 buah dengan kapasitas 79.013,75 kVA. Selanjutnya untuk pelaksanaan program listrik masuk desa telah dapat pula dilistriki 113 buah desa dengan 80.820 konsumen. Sementara itu sudah dimulai pembangunan PLTA Sengguruh dengan kapasitas 1 X29 MW dan sedang dibangun ja-ringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV berikut gardu induknya yang merupakan jaringan interkoneksi dengan sistem ke- listrikan Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Kegiatan pembangunan kelistrikan di Jawa Tengah dan DI Yog-yakarta dalam tahun 1985/86 telah dapat menyelesaikan pemba-ngunan jaringan distribusi untuk daerah pedesaan serta kota be- rupa jaringan tegangan menengah sepanjang 1.266,464 kms, ja-ringan tegangan rendah 1.122,333 kms berikut gardu distribusi sebanyak 1.914 buah dengan kapasitas 59.035 kVA, sedang untuk listrik pedesaan telah dapat dilistriki 572 desa dengan 148.150 konsumen. Di samping itu telah dapat diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 153,4 kms dan 1 buah gardu induk dengan kapasitas 16 MVA. Selanjutnya guna memenuhi permintaan akan tenaga listrik yang semakin mendesak, telah dimulai pemba-ngunan PLTA Mrica (3 x 60 MW) sedang kegiatan studi kemungkinan pembangunan PLTA Mating (2 x 95 MW) masih dilanjutkan. Dalam pa-da itu, guna menyalurkan tenaga listrik dan untuk persiapan in-terkoneksi kelistrikan seluruh Jawa di daerah Jawa Tengah sudah dibangun jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV beri-kut gardu induk dari pusat pengatur beban untuk Jawa Bagian Te-ngah.

Daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya, merupakan daerah yang padat industrinya, sehingga kebutuhan tenaga listriknya juga besar. Untuk itu kegiatan pembangunan kelistrikan terus ditingkatkan. Dalam tahun 1985/86 telah diselesaikan pembangun-an jaringan transmisi 70 kV dan 150 kV sepanjang 274,4 kms be-rikut 7 buah gardu induk dengan kapasitas 390 MVA. Sedangkan jaringan distribusi yang selesai dibangun meliputi daerah pede-saan dan kota terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 1.746,5755 kms, jaringan tegangan rendah 1.975,1705 kms berikut gardu distribusi sebanyak 1.087 buah dengan kapasitas 193.740 kVA.

Mengenai listrik pedesaan, telah dapat disediakan listrik untuk 264 desa dengan 149.750 konsumen. Selanjutnya guna menam-bah penyediaan tenaga listrik, sudah dibangun beberapa pusat pembangkit tenaga listrik beserta sarana penyalurannya. Dengan adanya sistem interkoneksi, pusat-pusat pembangkit listrik di Jawa Barat dapat menyediakan tenaga listrik untuk daerah lain

IX/52

Page 61:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

di pulau Jawa. Pembangunan PLTU Suralaya unit 1, 2 (2 x 400 MW) yang sudah mulai beroperasi menggunakan batubara dari Bukit Asam sebagai energi primernya. Selain itu dimulai pelaksanaan PLTA Cirata tahap pertama (4 x 125 MW). Dalam pada itu juga dilanjutkan pelaksanaan pembangunan jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi dengan tegangan 500 kV sepanjang 742 km, tahap I mengikuti jalur PLTU Suralaya - Gandul (Jakarta) - PLTA Sagu-ling - Cigereleng (Bandung) - Ungaran (Semarang) - gardu induk 500 kV sudah selesai dibangun di Suralaya, Gandul, Cigereleng dan Ungaran dengan jumlah kapasitas 2.000 MVA dari Pusat Penga-tur Beban untuk seluruh Jawa.

Dengan meningkatnya pembangunan kelistrikan, maka bidang pengusahaan tenaga listrik juga mengalami kenaikan. Untuk tahun 1985/86, produksi meningkat menjadi 16.852.745 MWh, penjualan tenaga listrik menjadi 12.643.776 MWh, daya tersambung mengala-mi kenaikan menjadi 8.149.993 kVA dan jumlah langganan mening-kat menjadi 5.953.293 konsumen.

Hasil-hasil pembangunan kelistrikan dalam tiga tahun terak-hir dan pengusahaannya adalah seperti tercantum pada Tabel IX-21, Tabel IX-22 dan Tabel IX-23.

Gas Kota

Kegiatan pengembangan jangka panjang untuk memperluas sis-tem gas kota diarahkan pada peningkatan penyaluran serta peman-faatan gas bumi bagi kota-kota di Pulau Jawa yang sudah mempu-nyai jaringan gas kota serta di daerah lainnya yang memerlukan dan mempunyai kelayakan untuk penyaluran gas kota. Kota yang sudah masuk dalam rencana pengembangan jaringan distribusi gas bumi adalah kota Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan, sedangkan studi kelayakan untuk mempelajari kemungkinan penyaluran gas bumi bagi kota lainnya yang telah memiliki jaringan gas kota juga sedang dilaksanakan yaitu seperti Bandung, Semarang, Sura-baya dan Ujung Pandang.

Mengingat gas buatan dari minyak bumi, batubara maupun yang lainnya mempunyai kapasitas yang kecil serta peralatan yang di-miliki telah sangat tua dan tidak lagi memiliki kelayakan eko-nomis maupun keandalan teknis, maka untuk kota yang masih belum memungkinkan penggantiannya dengan gas bumi akan digantikan dengan gas LPG.

Dari berbagai macam studi yang dilakukan, telah diperoleh kesimpulan untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi pada jaring-

IX/53

Page 62:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 21

KEADAAN TENAGA LISTRIK,1983/84 - 1985/86

Hasil Pelaksanaan FisikPembangunan

No. U r a i an Satuan Repelita IV

1983/84 1984/85*) 1985/86

1. Pembangkit Tenaga Listrik MW 495,52 601,67 832,182. Jaringan Transmisi kms 963,86 289,59 779,223. Gardu Induk bh/MVA 21/1.106 10/250,5 14/5484. Jaringan Tegangan Menengah kms 1.720,18 2.474,15 3.274,045. Gardu Distr ibus i bh/kVA 1.453/171.720 1.968/309.672 3.657/334.734

6. Jaringan Tegangan Rendah kms 1.330,87 1.930,07 3.455,047. Perubahan Tegangan Rendah konsumen 16.846 23.500 37.0378. L i s t r i k Pedesaan :

- Jumlah Desa desa 1.405 1.606 1.472- Jumlah Konsumen konsumen 365.682 451.508 519.898- PLTD Desa MW 6,28 11,77 13,60- Jaringan Tegangan Menengah kms 2.164,55 2.939,45 3.404,53- Gardu Distr ibus i bh/kVA 2.494/80.830 3.903/157.748 2.509/128.548- Jaringan Tegangan Rendah kms 2.183,71 2.802,34 3.468,86

* ) Angka sementara

IX/54

Page 63:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 22

PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,1983/84 - 1985/86

Repelita IV

No. U r a i a n Satuan 1983/84 1984/85 1985/86*)

1. Produksi Tenaga L is t r ik MWh 13.391.832 14.776.524 16.852.745

2. Penjualan Tenaga L i s t r i k MWh 10.022.294 11.041.451 12.643.776

3. Daya Tersambung kVA 6.126.669 7.120.682 8.149.993

4. Jumlah Langganan konsumen 4.406.077 5.133.231 5.953.293

Keterangan

MWh: Mega Watt hour kVA : kilo Volt Ampere kW : kilo Watt

* ) Angka sementara

IX/55

Page 64:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 23PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH,

1983/84 - 1985/86

IX/56

Page 65:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

an gas kota dan untuk tahap pertama telah diselesaikan studi peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk kota Jakarta, Bogor dan Medan. Sasaran utama pengembangan jaringan gas kota ditujukan pada para pemakai gas dalam jumlah besar karena dalam menjang-kau pemakai gas yang besar tidak begitu banyak investasi yang diperlukan dan relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan menjangkau konsumen rumah tangga yang pemakaiannya dalam jumlah kecil. Permintaan sambungan gas untuk konsumen rumah tangga diarahkan pada daerah perumahan yang mudah dijangkau oleh pipa dinas distribusi gas, atau dengan memperhatikan potensi permin-taan dan jarak dengan jaringan yang ada seperti pada daerah-daerah Perumnas dan pada daerah pemukiman yang sudah ada ja-ringan gas kota.

Dengan telah mengalirnya gas bumi di kota-kota Cirebon, Bo-gor, Jakarta maka terjadi kecenderungan peningkatan penjualan gas dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat terjadi karena ter-sedianya gas bumi dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang bersaing, sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pema-kai besar untuk komersial maupun industri.

Penyelesaian proyek pengembangan gas kota pada umumnya ya-itu untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi di kota Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan melalui peningkatan jaringan gas kota maupun perluasan serta mengurangi kebocoran gas serta member-sihkan pipa gas kota maupun sarana produksi lainnya untuk kota Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang. Khusus untuk kota Suraba-ya sedang dilanjutkan percobaan penyaluran gas LPG pada jaring-an distribusi gas kota di Surabaya Selatan.

Dalam tahun 1985/86 atau tahun kedua Repelita IV telah di-selesaikan penyaluran gas untuk pembangkit listrik gas di Me-dan, penyambungan pipa tekanan tinggi di Jakarta Barat, penyam-bungan jaringan di Perumnas Klender dan Pluit, pembuatan insta-lasi pencampuran LPG dengan udara untuk jaringan distribusi gas kota di Surabaya Selatan serta pembuatan studi kelayakan untuk penyaluran gas bumi Cikampek ke Bandung.

Hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan tahun 1985/86 meliputi peningkatan kapasitas terpasang menjadi 3.705,754 ribu m3 per hart, yang jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang pada tahun 1983/84 berarti meningkat sekitar 30,8% dan diban-dingkan dengan tahun 1984/85 meningkat sekitar 14,3%. Pening-katan ini disebabkan adanya tambahan instalasi pencampur LPG dan tambahan kemampuan penyaluran gas bumi. Peningkatan sarana lainnya adalah penambahan jaringan pipa transmisi yang diguna-

IX/57

Page 66:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 24

KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA,1983/84 - 1985/86

IX/58

Page 67:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

No. U r a i a n Satuan 1983/84 Repelita IV

1984/85 1985/86

Page 68:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

1. Kapasitas Terpasang

a. Gas Batubara ribu m3/hari 99,840 99,840 99,840

b. Gas Minyak Thermis ribu m3/hari 231,600 231,600 231,600

c. Gas Minyak Katalitis

ribu m3/hari 76,800 76,800 76,800

d. Gas Bumi ribu m3/hari 2.423,200 2.831,440 2.276,872

Jumlah : 2.831,440 3.239,680 3.705,754

2. Jaringan

a. Distribusi kilometer 290,00 328,89 328,89

b. Pipa Transmisi kilometer 214,00 219,33 259,70

Jumlah : 504,00 548,22 588,59

Page 69:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

TABEL IX - 25

PENGUSAHAAN GAS KOTA,

1983/84 - 1985/86

No. U r a i a n SatuanRepelita IV

1983/84 1984/85 1985/86

1. Produksi Gas Kota

a. Gas Minyak Thermis ribu m3 14.606 14.301 8.709

c. Gas Minyak Katalitis ribu m3 10.141 9.819 8.699

A. Gas Bumi ribu m3 58.842 67.221 98.271

83.589 91.341 115.679

2. Kehilangan Gas Kota (%) persen 28,52 28,65 14,52

3. Penjualan Gas Kota ribu m3 66.482 71.925 95.713

4. Jumlah Langganan konsumen 21.172 20.873 21.668

IX/59

Page 70:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1. Pendahuluan Kebijaksanaan nasional di bidang pertambangan dalam Repelita IV adalah melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan,

kan untuk menyalurkan gas bumi menjadi 588,59 km, yang apabila dibandingkan dengan tahun 1983/84 dan 1984/85 masing-masing mengalami peningkatan sekitar 16,7% dan 7,3%. Angka-angka kapa-sitas terpasang dan jaringan distribusi gas kota adalah seperti pada Tabel IX-24.

Hasil pengusahaan gas kota pada tahun 1985/86 mengalami peningkatan menjadi 115.679 ribu m3 dan apabila dibandingkan dengan produksi tahun 1983/84 maupun tahun 1984/85 terjadi peningkatan sekitar 38,3% dan 26,6%. Kenaikan produksi belum memberikan suatu kepastian akan adanya peningkatan penjualan gas, karena apabila kenaikan produksi tidak diimbangi dengan perbaikan jaringan maka terjadi kebocoran gas dalam jumlah pro-sentase yang tinggi. Pada tahun 1985/86 kebocoran yang telah dapat diturunkan menjadi 14,52% dan jika dibandingkan dengan tahun 1983/84 dan tahun 1984/85 telah terjadi penurunan kebo-coran sekitar 14% dan 14,13%.

Penjualan gas kota dalam tahun 1985/86 berjumlah 95.713 ribu m3, jika dibandingkan dengan tahun 1983/84 dan tahun 1984/85 mengalami kenaikan sekitar 43,9% dan 33%. Kenaikan ini disebabkan adanya pemakaian oleh pemakai besar dan adanya per-tambahan jumlah langganan pada pemakai rumah tangga. Akan teta-pi apabila ditinjau semenjak Repelita I sampai dengan tahun 1985/86 terlihat bahwa jumlah langganan relatif konstan karena beberapa langganan yang berhenti digantikan oleh langganan baru. Hasil-hasil pengusahaan selama tiga tahun terakhir adalah seperti pada Tabel IX-25.

1X/60