afihdf.files.wordpress.com file · web viewaspek-aspek pembinaan minat baca. makalah ini disusun...
TRANSCRIPT
ASPEK-ASPEK PEMBINAAN MINAT BACAMakalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembinaan Minat Baca
Semester VI Dosen Pengampu Afiati Handayu Diyah Fitriani, S.Pd., M.Pd.
oleh:
1. Budi Raharjo 09140102
2. Sudiarti Wulandari 10140008
3. Ulfika Yulianita 10140012
4. Nur Riani 10140076
5. Ridwan Nur Arifin 10140091
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN
INFORMASI
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca merupakan salah satu kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat perkembangan masyarakat sekarang ini yang telah menduduki era
informasi. Untuk menyesuaikan kondisi inilah maka membaca merupakan salah
satu cara yang tepat mengikuti perkembangan informasi yang ada. Membaca
dalam hal ini tidak terbatas pada buku, melainkan sumber-sumber informasi yang
terbaru dan terkini seperti halnya surat kabar, majalah, berita online dll.
Menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan untuk masyarakat Indonesia
tidaklah mudah, harus memunculkan minat dalam diri seseorang untuk membaca.
Minat dalam hal ini munculnya motivasi atau keinginan seseorang. Sehingga
minat dalam membaca berperan penting dalam perkembangan era informasi ini.
Pembinaan minat baca pada masyarakat merupakan tanggung jawab seluruh
pihak.
Pembinaan minat baca sangatlah perlu diperhatikan dalam waktu dekat ini.
Oleh sebab itu dalam makalah ini kami membahas aspek-aspek apa saja yang
perlu diperhatikan untuk melakukan pembinaan minat baca, sehingga diharapkan
dalam praktiknya seluruh aspek ini dapat berjalan bersamaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka
dapat ditarik rumusan masalah, yaitu “apa sajakah aspek-aspek dalam pembinaan
minat baca?”
2
BAB II
PEMBAHASANA. Pengertian Minat Baca
Sebelum membahas lebih jauh, dalam makalah ini akan disinggung
sedikit menenai minat dan membaca. Minat adalah kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan dan menikmati suatu aktivitas disertai dengan rasa
senang. Menurut Meichati dalam Safrina (2012) minat adalah perhatian yang
kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun
melakukan aktivitas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca adalah
melihat serta memahami isi dari apa yang ditulis (dengan melisankan atau
hanya dalam hati). Ada yang mengartikan bahwa membaca adalah proses
untuk memperoleh pengertiandari beberapa kombinasi huruf dan kata.
Dengan demikian minat baca dapat pula diartikan sebagai kecenderungan,
perhatian yang kuat dan intensif untuk memperoleh pengertian dan makna
dari apa yang tertulis didalam suatu bahan bacaan. Minat baca yang tinggi
akan mempengaruhi kehidupan seseorang dari bebagai aspek. Kegiatan
membaca yang dilakukan secara benar dan efektif telah terbukti mampu
meningkatkan kualitas hidup seseorang yang nantinya akan menjadikan suatu
budaya atau kebiasaan bagi dirinya. Budaya tersebut diawali dari tumbuhnya
minat baca, kemudian menjadi gemar membaca dan cinta membaca.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai aspek – aspek
pembinaan minat baca yang mendasari adanya pembinaan minat baca
tersebut. Aspek – aspek itu meliputi tujuan pembinaan minat baca, pembina
minat baca, binaan minat baca, alat pembinaan serta cara membina minat
baca.
B. Tujuan Pembinaan Minat Baca
Pembinaan minat baca pada dasarnya bertujuan untuk menumbuhkan serta
kemudian membina minat seseorang untuk membaca buku sehingga
3
menumbuhkan kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca,
meningkatkan frekuensi membaca, dan tujuan akhirnya adalah menumbuhkan
budaya baca yang tinggi di kalangan masyarakat binaan.
Adapun tujuan-tujuan pembinaan minat baca, yaitu:
1. Menumbuh kembangkan minat baca masyarakat
Minat membaca bukanlah suatu keahliaan yang sudah diwariskan sejak lahir
kepada seseorang, melainkan minat membaca merupakan ketrampilan yang
dimiliki oleh seseorang. Untuk menumbuhkan minat baca pada diri seseorang,
diperlukan beragam cara dan proses yang selanjutnya berkelanjutan sehingga
mampu menumbuh kembangkan minat baca tersebut.
2. Menumbuhkan budaya baca
Budaya baca dan minat baca adalah dua hal yang berbeda namun saling
berkaitan. Budaya baca seseorang dapat tumbuh jika dibarengi dengan
tingginya minat baca. Minat baca merupakan hal yang mendasar, yaitu
sekedar ketertarikan seseorang pada suatu teks. Media yang digunakan tidak
harus buku, dapat berupa majalah, surat kabar, dan berita online. Agus (2012:
62) menyampaikan bahwa budaya membaca merupakan kondisi di mana
aktivitas membaca sudah atau belum menjadi bagian yang melekat dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi seseorang yang sudah memiliki budaya baca
tinggi maka dalam kehidupannya tiada hari tanpa membaca buku. Sehingga
diharapkan dari adanya proses pembinaan minat baca yang mengalami
keberlanjutan, mampu menumbuhkan minat baca masyarakat yang pada
akhirnya menumbuhkan budaya baca pada masyarakat.
3. Menciptakan masyarakat baca (reading society) dan masyarakat belajar
(learning society)
Masyarakat baca dapat terwujud dari tercapainya dua tujuan sebelumnya,
yaitu menumbuh kembangkan minat baca dan menumbuhkan budaya baca
pada seluruh lapisan masyarakat. Minat dan budaya baca masyarakat dapat
tumbuh ditandai dengan adanya kesenangan membaca, kesadaran akan
manfaat membaca, frekuensi membaca yang semakin meningkat, intensitas
membaca dominan lebih sering daripada aktivitas menonton televisi atau
4
mengobrol hal-hal yang tidak bermanfaat serta aktivitas lainnya yang hanya
membuang - buang waktu. Masyarakat baca juga diharapkan mampu
memberikan semangat dan motivasi kepada masyarakat yang belum sadar
akan manfaat membaca sehingga akan muncul perubahan dari masyarakat
illaterate menuju masyarakat yang literate.
C. Pembina
Pembina dalam hal ini merupakan seseorang atau sekelompok orang yang
memiliki peran penting dalam pembinaan minat baca masyarakat. Pembina minat
baca antara lain :
1. Keluarga
Pembinaan melalui jalur keluarga merupakan tanggung jawab orang
tua terhadap anak – anak bahkan terhadap semua anggota keluarga yang
termasuk di dalam lingkungan keluarga tersebut.
2. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan pusat terkumpulnya berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan baik yang berupa buku maupun bahan rekaman lainnya
yang diorganisasikan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pemakai
perpustakaan. Pentingnya perpustakaan diorganisasikan dengan baik agar
memudahkan pemakai dalam menemukan informasi yang dibutuhkannya,
karena bahan-bahan yang ada di perpustakaan itu sebenarnya adalah
himpunan ilmu pengetahuan yang diperoleh umat manusia dari masa ke masa.
Pembinaan minat baca merupakan suatu jenis pelayanan perpustakaan
dalam membantu dan memberi guidance kepada para pengunjung atau
masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan. Pembinaan minat baca meliputi
empat macam kegiatan, yaitu merencanakan program penumbuhan dan
pengembangan minat baca, mengatur pelaksanaan program, mengendalikan
pelaksanaan program serta menilai pelaksanaan program penumbuhan dan
pengembangan minat baca, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
5
3. Pustakawan
Telah banyak program atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka
upaya pembinaan minat baca masyarakat di Indonesia, namum hasilnya masih
perlu banyak peningkatan. Pustakawan dalam upaya pembinaan minat baca
masyarakat dewasa ini, tidak hanya bertumpu pada apa yang pernah
diterapkan didalam mengelola informasi dan bahan pustaka yang dimiliki saja,
kemudian menunggu pengguna yang datang dan tidak melengkapi sarana
perpustakaan dengan teknologi informasi yang mutakhir dan pustakawannya
tidak proaktif.
Apabila pustakawan telah berperan proaktif dalam menyiapkan anak-
anak sejak dini dengan mengenalkan, melatih dan membimbing sebagaimana
yang telah dikemukakan diatas, setidaknya anak akan terbiasa membaca
secara teratur dan membuat catatan yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini
merupakan budaya yang baik dimasyarakat yang dapat dilakukan oleh
pustakawan dalam kehidupan generasi penerus dan masyarakat.
Jantung utama dari pembinaan minat baca di perpustakaan adalah
pustakawan. Pustakawan harus mampu menempatkan diri di masyarakat, baik
dari kalangan usia dini hingga usia lanjut. Pustakawan mempunyai tugas
utama yang besar dengan berdasarkan pembukaan undang – undang dasar
Negara Republik Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Masyarakat dan Lingkungan (Luar Sekolah)
Pembinaan minat baca melalui jalur masyarakat dan lingkungan (Luar
sekolah) merupakan tanggung jawab tokoh – tokoh masyarakat, ketua
Rt./Rw., Lurah/ Kepala Desa, Camat dan Muspida setempat.
5. Pembinaan melalui Jalur Pendidikan (sekolah)
Pembinaan melalui jalur pendidikan (sekolah) merupakan tanggung
jawab kepala sekolah, guru, termasuk orang tua murid
6. Pembinaan melalui Instansional (perkantoran)
Pembinaan minat baca melalui instansional (perkantoran) menjadi
tanggung jawab instansi dan perangkat pimpinan pada instansi tersebut.
6
7. Lembaga Swadaya Masuarakat(LSM)
Upaya peningkatan minat baca masyarakat selama ini terkesan
miskoordinasi. Tidak ada keterpaduan dalam gerakan meningkatkan minat
baca masyarakat. Pihak swasta, perorangan, maupun LSM berjalan sendiri
dengan memunculkan taman bacaan masyarakat dan wadah tertentu, seperti
Yayasan 1001 Buku yang berupaya menghimpun bantuan buku untuk
masyarakat. Sementara itu, pemerintah pun terkesan setengah hati
membangun perpustakaan yang memadai untuk meningkatkan minat baca
masyarakat.
Sebaiknya pemerintah bersama-sama swasta, perseorangan, dan LSM
mengoptimalkan dahulu konsep perpustakaan umum yang ada. Kalau konsep
yang ada saja belum dioptimalkan untuk apa membentuk konsep-konsep baru
untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Desa Buku yang pernah
dideklarasikan di daerah X dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca
masyarakat, kini hanyalah tinggal papan nama belaka. Tidak ada tindak
lanjutnya.
D. Masyarakat yang Dibina
Binaan atau masyarakat yang dibina merupakan salah satu aspek dari
pembinaan minat baca. Bagaimana tidak, jika tidak ada masyarakat yang dibina
maka pembinaan itu pun tidak bisa dilakukan. Diatas telah disinggung sedikitnya
mengenai definisi dari minat baca.
Perpustakaan sebagai lembaga yang mempunyai tugas utama dalam
pengembangan ini tentunya harus mengetahui aspek – aspek penting dari
pembinaan minat baca. Pustawakan harus mampu membaca dalam arti bukan
hanya membaca dari segi teks saja, akan tetapi konteksnya pun harus dikuasai.
Jika melihat kemampuan membaca dari segi konteks, maka masyarakat binaan
yang akan dibina dalam kegiatan pembinaan minat baca seharusnya sudah
7
dipahami, sehingga kegiatan pembinaan akan berjalan dengan sukses dan tercapai
dengan apa yang dicita- citakan. Setidaknya ada dua aspek penting yang bisa
dijadikan sebagai landasan bagi pembina (dalam hal ini perpustakaan dan
pustakawan) sebelum melakukan pembinaan minat baca. Aspek – aspek yang
termasuk dalam hal ini adalah :
1. Aspek Kognitif
Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada
pemanfaatan dari obyek tersebut. Dengan melihat aspek kognitif dari
masyarakat yang dibina, apakah itu dari kalangan anak – anak, remaja,
dewasa hingga usia lanjut, pustakawan dapat melakukan analisis situasi yang
akan memberikan jalan dan strategi yang efektif untuk mengadakan kegiatan
pembinaan minat baca dengan memanfaatkan kognisi dari masyarakat yang
akan dibina. Aspek kognitif tersebut menempatkan pengetahuan kognisi
seseorang terhadap sesuatu.
2. Aspek Afektif
Aspek afektif nampak dalam rasa suka atau tidak suka dan kepuasan pribadi
terhadap obyek tersebut. Aspek ini merupakan tindak lanjut atau hasil dari
aspek kognisi. Aspek ini sangat tergantung terhadap apa yang didapatkan oleh
masyarakat terhadap suatu bahan bacaan, pelayanan, dan ketersedian
kebutuhan masyarakat.
Kedua aspek tersebut dapat menjadi landasan bagi pustakawan dalam
aksinya untuk menumbuhkan budaya membaca di masyarakat. Merubah suatu
karakter dan kepribadian masyarakat memang permasalahan yang besar dan
seakan tidak kunjung selesai. Tidak semudah membalikan telapak tangan dan
semua yang dilakukan harus bertahap, sedikit demi sedikit. Setidaknya
masyarakat yang dibina mulai dari lingkunp yang terkecil. Seperti dari kalangan
keluarga. Keluarga merupakan lingkungan paling awal dan dominan dalam
menanamkan, menumbuhkan, dan membina minat anak sejak dini. Orang tua
harus memberikan dan menanamkan kesadaran akan penting membaca dalam
kehidupan anak, setelah itu baru guru di sekolah, teman sebaya dan masyarakat
secara umum.
8
E. Alat Pembinaan Minat Baca
Minat baca merupakan kecenderungan jiwa yang senantiasa mendorong
seseorang untuk membaca. Upaya menumbuhkan minat baca tidak akan terlepas
dari unsur keinginan diri seseorang yang butuh akan membaca. Sarana dan
fasilitas yang kondusif juga ikut berperan dalam menumbuhkan minat baca.
Kurang kesadaran publik akan arti penting membaca bagi peningkatan
kemampuan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca
masyarakat Indonesia.
Membaca sangatlah penting untuk meningkkatkan kemampuan dan
kesejahteraan diri maupun bangsa. Melalui membaca seseorang akan mengalami
proses pencerahan diri dan peningkatan kualitas diri. Mengingat hal di atas, perlu
adanya srategi yang dilakukan, yaitu:
1. Mendesain kurikulum yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan
kegiatan membaca
2. Melakukan promosi dan sosialisasi pengembangan minat baca
3. Memanfaatkan perkembangan teknologi
4. Pengembangan minat baca harus dilakukan secara terencana, bertahap, dan
berkesinambungan
5. Mendorong terbentuknya tempat-tempat membaca
6. Melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam pengembangan minat baca.
Adapun strategi di atas dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
1. Melalui gerakan membaca
Gerakan ini biasanya dilakukan oleh pejabat negeri yang mulai melek
politik tentang strategi membaca dalam pencerdasan bangsa. Sebagai contoh,
Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) yang dicanangkan oleh
Megawati.
2. Perpustakaan
Perpustakaan dapat melakukan berbagai cara untuk menumbuhkan minat
baca, yaitu:
9
a. Menyediakan forum diskusi
Forum diskusi ini membahas masalah-masalah terkini akan suatu hal.
Diharapakan melalui forum ini mempunyai afater effect, yaitu keinginan
untuk membaca. Karena dari diskusi pasti tersisa pertanyaan-pertanyaan
yang harus menemukan solusinya. Melalui membaca buku mungkin akan
ditemukan solusi yang dibutuhkannya.
b. Bedah buku
Dapat menjadi agenda rutin perpustakaan untuk membedah suatu
buku baru. Bedah buku ini dapat menghadirkan penulisnya sendiri beserta
orang-orang yang ahli di bidangnya. Ini dimaksudkan agar yang mengikuti
bedah buku ini mampu termotivasi untuk membaca dan akhitnya mampu
menuliaskannya kembali.
c. Story telling
Kegiatan ini sangat efektif bagi para pemula untuk menumbuhkan
minat baca. Tujuan story telling adalah untuk membangun imajinative
learning yaitu mengajarkan anak untuk berimajinasi. Setelah kegiatan ini
usai dapat dilakukan diskusi ringan mengenai buku yang dibacakan,
membeiarkan anak bermain dengan bukunya, dan member kesempatan
anak untuk merealisasikan bacaan tersebut. Kaitannya dengan story
telling, kemampuan berkomunikasi sangatlah dibutuhkan.
d. Membuat alat kominikasi yang dapat berupa leaflet, booklet, maupun
pamflet.
e. Menambah koleksi buku dan merubah tata letak koleksi.
3. Pameran buku
Pameran buku dapat dilaksanakan dengan bekerjasama dengan penerbit.
Kegiatan ini dirasa efektif, kerena biasanya dari pemeran buku disediakn
buku-buku yang bisa dibaca gratis, seperti halnya di perpustkaan maupun took
buku tanpa harus membeli. Pemberian diskon diharpakan pula dapat
menimbulkan keinginan untuk membeli dan membaca yang lebih lanjut.
10
F. Cara Pembinaan Minat Baca
Dalam pembahasan ini, penulis berinisiatif untuk menyederhanakan
“kasus” pada makalah kali ini sesuai dengan judul dan “kekasih” dari Sang Judul
itu sendiri (“Cara”). Oleh karenanya, aspek – aspek yang ditekankan disini adalah
aspek – espek dalam ranah cara, dan caranya tersebut akan dikupas dalam dua
pendekatan, yakni 1) Pendekatan cara berdasarkan Fiqh Taysir (Metode Praktis
kemudahan atau Penyederhanaan) 2) pendekatan cara berdasarkan Fiqh Prioritas
(Metode Keseimbangan atau Piramida Kebutuhan). Pada pendekatan kedua ini
diharapkan akan membawa khazanah tersendiri bagi seluruh pihak, terlebih
sebuah khazanah yang justru akan menghentakkan ide atau narasi keilmuan
seorang Mahsiswa Teknik Kecerdasan Sosial atau Ilmu Perpustakaan itu sendiri.
Pendekatan – pendekatan tersebut antara lain :
1. Aspek Fikih Taysir
Pada pendektan ini, perlu diserap secara baik dan benar agar
memberikan sebuah pembekalan yang memang tidak mungkin terlepas dari
identitas sebagai masyarakat informasi. Hal ini merupakan keharusan bagi
calon dan para pustakawan baik muda maupun senior, ilmuwan baik pribadi,
kelompok, atau lembaga perpustakaan dengan level yang berbeda lainnya.
Taysir merupakan hal yang dituntut dalam pembinaan minat baca itu sendiri.
Bukan sekedar merespon desakan realitas kebodohan atau kecerdasan
pemustaka serta penyesuaian dengan semangat keinformasian, sebagaimana
dianggap oleh sebagian orang. (Qardhawi : 2001 : 5)
Harus ditegaskan, konstruksi pembinaan minat baca sejati berdiri diatas
kemudahan, bukan kesulitan, dan pengajarannya kepada peserta didik
dibangun diatas kemudahan bukan penyulitan. Kecerdasannya tegak diatas
penjelasan bukan birokrasi penginstruksian yang bertele-tele.
Sedangkan pengajaran dan pembentukan minat baca diatas kemudahan
merupakan sesuatu yang sangat jelas didalam ayat – ayat Al-Qur’an. Allah
SWT berfirman agar menghilangkan kesulitan dalam bertata kehidupan
secara umum melalui firman-Nya yang Artinya : “.....DIA sekali – kali tidak
11
menjadikan kamu dalam bertata-kehidupan suatu kesempitan.” (Q.S al-
Hajj: 78).
Hakikat pengajaran dan pembentukan minat baca berada diatas
kemudahan bukan kesulitan. Ini dibuktikan oleh Hadits shahih, dantaranya :
Dan ketika Nabi SAW mengutus abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal
ke Yaman, Nabi SAW membekali mereka dengan wasiat padat dan ringkas
sembari bersabda, “Mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah kabar
gembira dan jangan kalian mengancam dan janganlah kalian berselisih.”
(H.R Bukhari dan Muslim dari Anas r.a) (Qardhawi, 2001 : 2)
Mungkin agak prematur, namun ada dua benang merah yang dapat
ditarik dari sini, yakni pertama. mencerdaskan itu dengan cara
mempermudah, dan yang kedua adalah dengan Tidak seyogyanya
memperlakukan seluruh peserta didik dengan tingkatan yang sama, maka
dari itu pula tujuan dari metode ini adalah (Qardhawi, 2001 : 7):
a. Mempermudah pemahaman terhadap pemenuhan Informasi atau Ilmu
yang hakiki bagi peserta didik masa kini yang mempunyai kesibukan
dan sarat dengan berbagai pengetahuan dan informasi yang bersumber
dari berbagai sumber publikasi. Setiap hari bahkan setiap saat
menggunakan komputer. Inilah yang kini dikenal sebagai revolusi ilmu
pengetahuan, revolusi informasi dan sebagainya.
b. Melejitkan kecepatan dan ketepatan pola pikir peserta didik dalam
berpandang dan bersikap hidup, dengan menjauhkan pemaksaan dan
pengetatan tetapi dengan mencari yang paling sesuai kebutuhan,
mendekatkan suatu peringanan dan kemudahan atau memilih yang
lebih ringan untuk dipahami.
Dalam konteks kepustakawanan, sebagian dan mungkin keseluran dari
mahasiswa ilmu perpustakaan sudah memiliki pandangan atau titik terang
dari poin ini. Sebagai seorang mahasiswa, sepatutnya jangan mau untuk
terus menerus disuapin dengan hal – hal yang bersifat kaku dan tidak
fleksibel.
12
Contoh real : (Pengalaman Mengajar)
Ketika saya mengajar tentang materi keagamaan dalam sebuah
lingkungan yang terbilang cukup madani dan lokasi pengajarannya berada
dalam ruang utama Masjid serta peserta didiknya pun beraneka ragam. Dari
SD kelas III sampai mahasiswa Semester VI. Satu pertanyaan dasar yang
saya lontarkan kepada mereka semua adalah “apa itu Agama ?”, mayoritas
dari mereka tidak tahu dan sedikit yang menjawab tetapi jawabannya pun
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Saya jelaskan kepada mereka
kalau Agama itu diambil dari bahasa sansekeerta, “A” berarti tidak dan
“Gama” berarti kacau, jadi agama atau orang yang beragama adalah orang
yang tidak kacau. Alhamdulillah semua memiliki kecepatan pemahaman
yang seimbang.
2. Aspek Fikih Prioritas (Piramida Kebutuhan)
Pendekatan ini merupakan aspek sekaligus studi penting bagi seorang
pustakawan beserta profesi sejenisnya karena ia memberikan solusi terhadap
ketiadaannya keseimbangan dari sudut pandang tata informasi atau ilmu
dalam memberikan penilaian terhadap informasi – informasi, pemikiran dan
perbuatan. Mendahulukan sebagian informasi atas sebagian informasi yang
lain, memilah dan memilih informasi yang perlu didahulukan, dan
menentukan pula informasi yang perlu diakhirkan. Informasi yang harus
diletakkan dalam urutan pertama, dan informasi mana yang mesti
ditempatkan pada urutan ke sekian pada anak tangga perintah Tuhan dan
petunjuk Nabi saw dalam mencerdaskan kehidupan peserta didik (Qardhawi
: 1996 : 3).
Persoalan ini begitu penting mengingat keseimbangan terhadap
masalah-masalah yang perlu diprioritaskan atau disosialisasikan oleh
seorang pustakawan, telah menjauh dari pemustaka atau peserta didik pada
saat sekarang ini. Seolah kebanyakan dari pemustaka atau peserta didik
mengkonsumsi informasi berdasarkan keinginannya, bukan berdasarkan
kebutuhan vitalnya, dan bukan berdasarkan metode sistematis keilmuannya.
13
Dengan demikian, diharapkan terjadi suatu upaya meminimalisir secara
maksimal oleh seorang pustakawan dalam mendampingi pemustaka ketika
proses distribusi keilmuan itu terjadi.
Sedikit kami tegaskan ulang, yang dimaksud dengan istilah Fikih
Priorotas ialah meletakkan segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil,
dari segi nilai dan pelaksanaannya. Informasi yang penting harus
didahulukan tentunya berdasarkan penilaian syari'ah yang shahih sesuai
petunjuk oleh cahaya wahyu, dan diterangi oleh akal. "... Cahaya di atas
cahaya..." (an-Nuur: 35) sehingga sesuatu yang tidak penting, tidak
dinformasikan atau diajarkan atas sesuatu yang penting. Sesuatu yang
penting tidak didahulukan atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang
tidak kuat (marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih) serta
sesuatu yang biasa - biasa saja tidak didahulukan atas sesuatu yang utama.
Sesuatu yang semestinya didahulukan harus didahulukan, dan yang
semestinya diakhirkan harus diakhirkan. Sesuatu yang kecil tidak perlu
dibesarkan, dan sesuatu yang penting tidak boleh diabaikan. Setiap perkara
mesti diletakkan di tempatnya dengan seimbang dan lurus, tidak lebih dan
tidak kurang (Qardhawi : 1996 : 6).
Setidaknya bagi calon ataupun yang sudah menjadi pustakawan,
sepatutnya memahami kalaulah memperhatikan kehidupan informasi dari
berbagai sisi, baik dari sisi keinginan maupun kebutuhan, baik dari sisi
intelektual maupun emosional, maka sejatinya akan menemukan timbangan
prioritas keinformasian mayoritas yang saat ini seolah sudah tidak seimbang
lagi. Dalam pembahasan ini tidak terlalu muluk membahasa apa – apa saja
yang sudah menjadikkannya sebuah penyimpangan prioritas keinformasian
oleh orang – orang pandai. Disini kami akan mencoba menyentuh
penyelesaian permasalahannnya dari sisi paling sederhana dan terdekat,
yakni diri kita sendiri untuk segera terus memperbaiki hal – hal yang
berkaitan dengan persoalan ini. Karena perubahan hakiki atas kekacauan
prioritas keilmuan itu sendiri dimulai dari disi sendiri, selebihnya akan
14
secara alami orang atau peserta didik terinspirasi untuk melakukan hal yang
sama.
Contoh real : (pengalaman)
Diawal pertemuan mengajar al-Qur’an, saya selalu bertanya pada
peserta didik mengenai nilai filosofis yang terkandung dalam huruf Hijaiyah
(‘Alif dan Ba’), kenapa saya memulai pertanyaan tersebut diawal pertemuan
? dan kenapa juga tidak langsung memulai ngaji dengan Makhrajul Huruf
(pengucapan huruf secara baik dan benar) sebagaimana mestinya ? jawab
saya sederhana, saya ingin mereka menjiwai atas apa yang mereka baca,
karena mengaji al-Qur’an bukanlah sekedar bahasa bunyi tetapi juga bahasa
jiwa yang harus tertancap semantap – mantapnya. Alhamdulillah, Selama
penjelasannya dilakukan secara tenang mereka akan berkonsentrasi secara
alami apa yang didengarnya – ditanggapinya sehingga dapat terwujud dalam
karakter kesehariannya.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang tersaji diatas, setidaknya kita dapat memetik
beberapa point kesimpulan, diantaranya adalah:
1. Hakikat persoalan aspek – aspek pembinaan minat baca itu sendiri
sebenarnya berpacu pada pengedepanan studi komposisi kasus, bukan
berpacu pada studi ke-ilmuan “internal – eksternal”.
2. Jika kita sudah memiliki acuan depan dalam membedah kasus ini, yakni
kasus aspek pembinaan minat baca, maka yang menjadi barometer dari
pembahasan ini adalah kasusnya itu sendiri, bukan disiplin ilmunya,
artinya ilmu menyesuaikan komposisi kasus.
3. Memang pembahasan di sini terlihat kurang merekat atau kurang memiliki
frekuensi yang sejenis, akan tetapi justru di sinilah kelebihannya, dimana
kita diajak menelaah sesuatu yang berhubungan dengan Pembinaan Minat
Baca secara “Bhieka Tunggal Ika”.
4. Dengan adanya ke-Bhineke Tunggal Ika-an tersebutlah, masing – masing
Bab akan saling menutupi kelemahan atau kekurangan pembahasan tiap
BAB.
5. Dalam pelaksanaan seluruh aspek perlu adanya koordinasi dan kerja sama
untuk tercapainya tujuan yang telah dijelaskan sebelumnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Agus M. Irkham. 2012. “Membangun Budaya Baca” dalam Gempa Literasi: dari
kampung untuk nusantara. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Muhammada, Tawwaf. 2010. “Srategi Pengembangan Minat dan Budaya Baca
Masyarakat Desa”. Dalam Bulletin Perpustakaan UIN SUSKAS Riau. NO.
07/ tahun IV. Riau.
Nunu, A. Hamijaya, Nunung K. Rukmana, dan Idea Suciati. 2008. “QUICK
Reading: Melejitkan DNA Membaca”. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Qardhawi, Yusuf. 1996. “Fikih Priorotas. Jakarta : Rabbani Press.
Qardhawi, Yusuf. 2001. “Fikih Taysir: Metode Praktis Mempelajari Fikih”.
Jakarta : Pustaka al-Kautsar.
Rasdanelis. 2011. “Pengaruh Minat Baca: dalam Pengembangan Profesi
Pustakawan pada Lingkungan Masyarakat”. Dalam Bulletin Perpustakaan
UIN SUSKAS Riau. NO. 08/ tahun V. Riau.
Safrini. 2012. “Meningkatkan Minat Baca Sejak Dini”. Dalam
http://www.pemustaka.com/meningkatkan-minat-baca-masyarakat-sejak-
dini.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2013 Pukul 21.05 WIB.
17