tokopresentasi.com · web viewalhamdulillah puji syukur kita panjatkan ke hadirat allah swt, tuhan...
TRANSCRIPT
SEKTOR INFORMAL DI SEKITAR LOKALISASI
PASAR KEMBANG
INFORMAL SECTOR AROUND PASAR KEMBANG
LOCALIZATION
SKRIPSIDiajukan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar kesarjanaan S1 pada
Fakultas Geografi UGM
Oleh
Galang Topan Paderi
11/316486/GE/07065
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS GEOGRAFI
YOGYAKARTA
2018
i
SEKTOR INFORMAL DI SEKITAR LOKALISASIPASAR KEMBANG
OlehGalang Topan Paderi11/316486/GE/07065
INTISARI
Kawasan sekitar lokalisasi Pasar Kembang menjadi salah satu tempat aktivitas perekonomian pada sektor informal yang cukup tinggi di Yogyakarta. Banyaknya pengunjung yang datang membuka peluang usaha bagi masyarakat Sosrowijayan dan warga di sepanjang jalan Pasar Kembang untuk mendapat keuntungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pekerja sektor informal serta menganalisis faktor – faktor yang memengaruhi pendapatan pekerja sektor informal.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu mencatat semua elemen yang dikaji. Semua data yang diperoleh dan terkumpul dari lapangan akan dituangkan dalam bentuk tertulis dan dianalisis dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang bersifat kuantitatif akan dianalisis dengan tabel frekuensi dan persentase untuk mengetahui kecenderungannya, serta tabel silang, korelasi, dan regresi untuk analisis pendapatan. Sedangkan data yang bersifat kualitatif akan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui karakteristik pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pekerja sektor informal berdasarkan usia mayoritas berusia produktif (25 – 54 tahun), jenis kelamin pekerja didominasi laki – laki, rata – rata pendidikan SMA, jumlah tanggungan keluarga pekerja rata – rata 1 orang, jenis usaha pekerja didominasi oleh kios/warung, jam kerja berkisar 10 jam, rata – rata jumlah modal Rp 2.154.167, masa kerja rata – rata 11 tahun, dan pendapatan rata – rata Rp 1.015.556. Hasil analisis uji korelasi dan regresi dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan pengaruh yang signifikan antara jam kerja dengan jumlah pendapatan. Sedangkan tingkat pendidikan, jumlah modal, lama kerja, dan usia teruji tidak berhubungan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama jam kerja maka semakin tinggi pula pendapatan. Namun, tingkat pendidikan, jumlah modal, lama kerja, dan usia tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tingkat pendidikan serta modal tidak terlalu berpengaruh dalam sektor informal.Kaca Kunci: sektor informal, pasar kembang, karakteristik, pendapatan.
iv
INFORMAL SECTOR AROUND PASAR KEMBANG LOCALIZATION
ByGalang Topan Paderi11/316486/GE/07065
ABSTRACT
Pasar Kembang becomes one of the places in Yogyakarta with quite high economic activity in the informal sector. The high number of visitors creating business opportunities for the Sosrowijayan people and residents along the Pasar Kembang street to make profit. This study aims to determine the characteristics of informal sector workers and analyze the factors that affect the informal sector workers' income.
Data collection techniques in this study using the census method, which records all elements studied. All data obtained and collected from the field will be poured in written form and analyzed by quantitative and qualitative methods. Quantitative data will be analyzed by frequency tables and percentages to determine trends, as well as cross-charts, correlations, and regressions for income analysis. While the qualitative data will be analyzed by qualitative descriptive method to know the characteristics of workers.
The results showed that the characteristics of informal sector workers based on age are productive (25- 54 years old), male-dominated, averaged high school education, total number of worker's family burden averaged 1 person, business type of worker dominated by kiosk / stalls, working hours ranging from 10 hours, average amount of capital Rp 2.154.167, average service life 11 years, and average income Rp 1.015.556. The results of correlation and regression test analysis in this study indicate a significant influence relationship between working hours and the amount of income. While the level of education, the amount of capital, duration of work, and age tested not related. This shows that the longer the working hours the higher the income. However, the level of education, the amount of capital, the length of work, and age did not show any significant effect. This is consistent with the theory that educational and capital levels are not very influential in the informal sector.Key words: informal sector, pasar kembang, characteristics, income.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan
pencipta dan pemilik alam semesta beserta seluruh isinya atas banyak nikmat yang
telah dilimpahkan kepada kita yang tidak terkira jumlahnya. Sholawat serta salam
selalu tercurah dan terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
memberikan teladan dalam setiap kehidupan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Sektor Informal di Sekitar
Lokalisasi Pasar Kembang”.
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk dapat
menyelesaikan proses pembelajaran dalam jenjang Strata-1 pada program studi
Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.rer.nat. Muh Aris Marfa’i, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan studi dengan baik.
2. Dr. Rika Harini, S.Si., M.P., selaku Ketua Departemen Geografi
Lingkungan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
3. Dr. RR. Wiwik Puji Mulyani, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi.
4. Prof. Dr. Ig.L. Setyawan Purnama, M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menjani
perkuliahan.
vi
5. Seluruh Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.
6. Orang tua tercinta Ayah Restu dan Ibu Karlinda, serta Abang Muhammad
Haikal Arisyi yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi,
doa, serta dukungan moril maupun materil yang terus diberikan untuk
senantiasa semangat dalam menyelesaikan skripsi.
7. Wahyu Fahreza, Sendi Permana, dan Andi Panca Putra yang telah
membantu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data.
8. Para Pekerja Sektor Informal di lokasi penelitian yang sudah bersedia
memberikan informasi terkait penelitian ini.
9. Semua pihak yang terkait yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, namun penyusun berharap kritik dan saran yang membangun dapat
disampaikan kepada penyusun agar menjadi bahan renungan dan perbaikan untuk
penyusun ke depannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
pada umumnya dan bagi mahasiswa geografi dan ilmu lingkungan khususnya.
Yogyakarta, Maret 2018
Penyusun
Galang Topan Paderi
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
ORISINALITAS PENELITIAN.........................................................................iii
INTISARI..............................................................................................................iv
ABSTRACT............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................11.1. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1.1. Latar Belakang...................................................................................11.1.2. Rumusan Masalah.............................................................................61.1.3. Tujuan Penelitian...............................................................................71.1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................8
1.2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................81.2.1. Tenaga Kerja......................................................................................81.2.2. Sektor Informal................................................................................101.2.3. Lokalisasi Prostitusi.........................................................................131.2.4. Karakteristik....................................................................................141.2.5. Pendapatan.......................................................................................151.2.6. Umur/Usia.........................................................................................161.2.7. Pendidikan........................................................................................161.2.8. Jam/Waktu Kerja............................................................................161.2.9. Lama Kerja.......................................................................................171.2.10. Modal............................................................................................18
1.3. PENELİTİAN TERKAİT TERDAHULU.....................................................181.4. KERANGKA PEMIKIRAN........................................................................201.5. HUBUNGAN ANTARA VARIABEL INDEPENDEN TERHADAP VARIABEL DEPENDEN.........................................................................................................21
1.5.1. Hubungan Umur Terhadap Pendapatan.......................................221.5.2. Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan...............221.5.3. Hubungan Jumlah Jam Kerja Terhadap Pendapatan.................221.5.4. Hubungan Lama Usaha Terhadap Pendapatan...........................231.5.5. Hubungan Modal Terhadap Pendapatan......................................23
BAB II METODE PENELITIAN............................................................242.1. PEMILIHAN WILAYAH PENELITIAN.....................................................242.2. POPULASI DAN SAMPEL........................................................................242.3. JENIS DAN SUMBER DATA....................................................................252.4. PENGUMPULAN DATA...........................................................................25
2.4.1. Observasi..........................................................................................252.4.2. Wawancara.......................................................................................26
2.5. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL........................262.6. ANALISIS DATA.....................................................................................28
viii
BAB III DESKRIPSI WILAYAH...........................................................293.1 SEJARAH PASAR KEMBANG.................................................................293.2 ADMINISTRATIF.....................................................................................303.3 LETAK DAN BATAS................................................................................303.4 KONDISI KEPENDUDUKAN....................................................................313.5 KONDISI SOSIAL EKONOMI..................................................................31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................334.1. KARAKTERISTIK PEKERJA...................................................................34
4.1.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin....................................354.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia....................................................364.1.3. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan........................................374.1.4. Karakteristik Berdasarkan Tanggungan......................................394.1.5. Karakteristik Berdasarkan Jenis Usaha........................................404.1.6. Karakteristik Berdasarkan Waktu Kerja.....................................424.1.7. Karakteristik Berdasarkan Lama Kerja.......................................444.1.8. Karakteristik Berdasarkan Modal.................................................454.1.9. Karakteristik Berdasarkan Pendapatan........................................47
4.2. ANALISIS PENDAPATAN........................................................................494.2.1. Tabel Silang......................................................................................514.2.2. Hasil Analisis Korelasi.....................................................................594.2.3. Hasil Analisis Regresi......................................................................61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................645.1. KESIMPULAN.........................................................................................645.2. SARAN....................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................66
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
1.1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tingkat
urbanisasinya tertinggi di Asia Tenggara, dengan 32 persen orang miskin tinggal
di daerah kota (Morrell dkk, 2008). Todaro dan Stilkind (1981) mengatakan
bahwa ada beberapa gejala yang dihadapi oleh negara berkembang, gejala tersebut
adalah jumlah pengangguran dan setengah pengangguran yang besar dan semakin
meningkat, cadangan tenaga kerja yang berkurang, dan selanjutnya adalah jumlah
penduduk dan tingkat pertumbuhannya sudah begitu pesat, sehingga pemerintah
tidak mampu memberikan layanan kesehatan, perumahan, pendidikan, dan
transportasi yang memadai. Simanjuntak (1985) mengungkapkan secara umum
ada beberapa faktor yang memengaruhi penyediaan tenaga kerja, seperti jam
kerja, pendidikan, produktivitas, dan lain-lain.
Berdasarkan data oleh Badan Pusat Statistik (2016), Indonesia memiliki
tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,61%. Untuk mengatasi masalah ini,
pemerintah Indonesia telah menerapkan beberapa strategi prioritas untuk
mengurangi tingkat pengangguran. Sebagai contoh, pemerintah telah membuka
banyak bidang pengembangan tenaga kerja, membangun program penanganan
pengangguran, menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan produktif dan job fair
baik oleh perusahaan publik maupun perusahaan swasta, mengembangkan
koperasi serta UKM (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2014).
1
Sektor informal menjadi pilihan alternatif warga urban (kota) maupun
tenaga kerja luar kota yang tidak berpendidikan dan tidak terampil yang tidak
diserap di sektor formal (Bhowmik, 2005; Effendi, 2005). Sebagian penduduk
miskin kota bekerja pada sektor informal, yang pertumbuhannya sudah melebihi
sektor formal (Manning & Roesad, 2006). Menurut Sethurahman (dalam Manning
& Effendi, 1985), kesempatan kerja dari sektor informal masih terbuka luas yakni
sekitar 20 - 70 %.
Keadaan ini dalam jangka pendek akan dapat membantu mengurangi angka
pengangguran di Indonesia (Muzakir, 2010). Kesempatan kerja di bidang sektor
informal ini berperan dalam penyediaan kebutuhan barang dan jasa, termasuk
sektor informal PKL. Perkembangan atau pertumbuhan sektor informal di
Indonesia sendiri berlangsung pesat mulai tahun 1990-an. Kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia saat itu tidak menguntungkan bagi angkatan kerja,
karena ketidakmampuan sektor formal dalam menyerap angkatan kerja (Suharto,
2008).
Sektor informal menjadi katup pengaman dalam menghadapi masalah
angkatan kerja yang tidak terserap ke sektor maupun yang terlempar dari sektor
formal sejak terjadinya krisis ekonomi. Sektor informal yang bersifat adaptif dan
lentur dalam periode krisis perekonomian nasional masih tetap bertahan bahkan
mampu mengembangkan peluang-peluang usaha dibandingkan dengan
perusahaan besar (Muzakir, 2010). Hal ini terjadi karena selama krisis
berlangsung, para pekerja sektor konstruksi, perdagangan, industri, dan keuangan,
banyak yang keluar atau meninggalkan pekerjaan, karena mereka diberhentikan
atau perusahaan tidak beroperasi lagi karena bangkrut (Effendi, 2005).
2
Informalitas mencirikan semua aspek kehidupan kota di seluruh dunia, dan
berkorelasi erat dengan kemiskinan perkotaan (Beall, Guha-Khasnobis, & Kanbur,
2010). Pekerjaan di sektor informal sendiri adalah jenis pekerjaan yang tidak
menuntut adanya latar belakang pendidikan tertentu, artinya siapa saja dapat
melakukan pekerjaan ini. Jumlah pekerja yang berada di sektor informal relatif
stabil. Sekitar 58 persen dari keseluruhan pekerja berada di dalam ekonomi formal
pada periode 2016. Namun, tren dalam kurun waktu tiga tahun (2014-2016)
memperlihatkan adanya pergeseran ke arah formalitas dalam perekonomian
Indonesia (BPS, 2016).
Berdasarkan tabel 1.1, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan
dibantu buruh tetap/buruh dibayar dan kategori buruh/karyawan/pegawai,
sementara sisanya termasuk pekerja informal. Pada Agustus 2016, sekitar 50,2
juta orang (42,40 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 68,2 juta orang (57,60
persen) bekerja pada kegiatan informal. Selama Agustus 2014-Agustus 2016,
pekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar bertambah
sekitar 203 ribu orang dan pekerja berstatus buruh/karyawan/pegawai bertambah
sekitar 3,4 juta orang. Peningkatan ini menyebabkan jumlah pekerja formal
bertambah sebesar 3,6 juta orang dan persentase pekerja formal naik dari 40,62
persen pada Agustus 2014 menjadi 42,40 persen pada Agustus 2016. Komponen
pekerja informal terdiri dari pekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha
dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, pekerja bebas di pertanian, pekerja
bebas di non pertanian, dan pekerja keluarga/tak dibayar.
3
Selama kurun waktu dua tahun (Agustus 2014-Agustus 2016), pekerja
informal bertambah sebesar 135 ribu orang tetapi persentase pekerja informal
berkurang dari 59,38 persen pada Agustus 2014 menjadi 57,60 persen pada
Agustus 2016.
Tabel 1.1 Penduduk Indonesia 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama 2014 – 2016 (juta orang)
Status Pekerjaan
Utama
2014 2015 2016
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Berusaha Sendiri 20,321 20,487 21,653 19,530 20,392 20,015
Berusaha Dibantu
Buruh Tidak Tetap/Buruh
Tidak Dibayar
19,735 19,276 18,799 18,188 20,998 19,451
Berusaha Dibantu
Buruh Tetap / Buruh Dibayar
4,144 4,177 4,211 4,072 4,024 4,380
Buruh / Karyawan /
Pegawai43,349 42,382 46,618 44,434 46,301 45,828
Pekerja Bebas di Pertanian
4,739 5,094 5,076 5,086 5,240 5,500
Pekerja Bebas di
Non Pertanian
6,750 6,406 6,803 7,449 7,002 6,966
Pekerja Keluarga /
Tak Dibayar19,132 16,806 17,688 16,060 16,690 16,273
Tak Terjawab - - - - - -
Total 118,17 114,63 120,85 114,82 120,65 118,41
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)
4
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan bagi orang-orang luar
daerah dalam mencari pekerjaan. Karena sarana prasarana perekonomian di Kota
Yogyakarta lebih berkembang dibandingkan dengan daerah lain. Namun, hal ini
belum diimbangi dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai sehingga
kesejahteraan masyarakat menjadi kurang merata akibat terdapatnya ketimpangan
pada tingkat pendapatan.
Ketatnya persaingan dalam memperoleh pekerjaan di sektor formal, yaitu
sektor pekerjaan yang membutuhkan latar belakang pendidikan tertentu, dan juga
impitan ekonomi yang dialami oleh masyarakat Yogyakarta, membuat pekerjaan-
pekerjaan di sektor informal tumbuh subur. Aktivitas atau kegiatan di sektor
informal sering juga dikenal sebagai underground economy (Gerxhani, 2004).
Kata underground di sini dapat dimaknai bahwa sektor informal tidak hanya
berbentuk aktivitas atau kegiatan yang bersifat legal saja, akan tetapi bisa juga
mencakup aktivitas atau kegiatan yang bersifat ilegal. Contoh bentuk pekerjaan di
sektor informal yang bersifat ilegal adalah prostitusi.
Tergolong dalam sektor informal yang tidak legal, keberadaan Sarkem
sebagai forum untuk kegiatan sektor informal menjadi dilema bagi pemerintah.
Kehadiran PSK dan sektor informal lainnya seperti kios dan parkir liar yang
menjamur di pinggiran jalan Pasar Kembang sering dianggap sebagai masalah dan
mengganggu tata ruang kota. Persaingan di sektor formal yang sengit menjadi
kendala bagi sebagian besar pekerja sektor informal di Sarkem karena tidak
memiliki keterampilan dan pendidikan yang tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut,
serta hubungan antara prostitusi dan ekonomi informal yang belum banyak diteliti
(Boels, 2015), menjadikan hal ini menarik untuk dikaji.
5
Asumsi bahwa pertumbuhan sektor informal yang akan terus meningkat
melatarbelakangi penulis untuk mengkaji tingkat pendapatan serta karakteristik
pekerja sektor informal di sekitar lokalisasi prostitusi Pasar Kembang. Maka dari
itu penulis berkeinginan untuk melaksanakan penelitian dengan mengambil judul
“Sektor Informal di Sekitar Kawasan Lokalisasi Prostitusi Pasar Kembang”.
1.1.2.Rumusan Masalah
Lokasi Pasar Kembang yang strategis terletak di jantung kota Yogyakarta
dan tidak jauh dari pusat pariwisata Kota Yogyakarta membuat lokalisasi Pasar
Kembang atau yang lebih akrab disapa Sarkem ini tidak pernah sepi pelanggan.
Namanya juga sudah cukup populer, baik di lingkungan warga Yogyakarta sendiri
maupun di tingkat nasional. Banyaknya pengunjung yang datang membuka
peluang usaha bagi masyarakat Sosrowijayan dan warga di sepanjang jalan Pasar
Kembang untuk mendapat keuntungan. Seperti menyewakan kamar kepada
pengunjung, menjual makanan, minuman, dan rokok, baik asongan keliling
maupun gerobak angkringan.
Kendaraan bermotor yang dibawa oleh para pengunjung juga melahirkan
jasa parkir. Kebutuhan akan jasa transportasi yang terbilang tinggi membuat
banyak dijumpai tukang becak, ojek, dan taksi di sekitar lokalisasi. Belum lagi
toko yang menjual produk berkaitan dengan aktivitas seks seperti jamu atau obat
kuat, serta alat kontrasepsi. Pekerja Seks Komersial (PSK) dan penyalur (germo)
di dalam lokalisasi juga termasuk ke dalam pekerjaan sektor informal, meskipun
dapat dikatakan pekerjaan ini termasuk ke dalam sektor informal yang terbilang
ilegal. Setiap pekerja memiliki karakteristik dan latar belakang demografi,
ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda (Nisjar, 1997).
6
Pendapatan para pekerja di sektor informal ini, selain dari pengunjung
stasiun Tugu dan Malioboro, juga dipengaruhi oleh keberadaan lokalisasi ini. Hal
tersebut menjadikan banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari
keberadaan lokalisasi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keberadaan lokalisasi yang telah berdiri sejak lama tersebut tentunya sangat
memiliki pengaruh terhadap lingkungan sekitar lokalisasi dan juga Kota
Yogyakarta itu sendiri baik itu pengaruh positif maupun negatif. Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah di atas, terdapat pokok-pokok masalah yang dapat
diajukan pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pekerja sektor informal di sekitar Lokalisasi Pasar
Kembang?
2. Bagaimana pendapatan pekerja sektor informal di sekitar Lokalisasi Pasar
Kembang?
1.1.3.Tujuan Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik pekerja sektor informal di sekitar Lokalisasi Pasar
Kembang.
2. Menganalisis pendapatan pekerja sektor informal di sekitar Lokalisasi Pasar
Kembang.
7
1.1.4.Manfaat Penelitian
Secara akademis atau teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai masukan, perbandingan, dan pertimbangan bagi penelitian sejenis dan
lanjutan di masa yang akan datang, khususnya penelitian di bidang sosial. Selain
itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai gambaran yang jelas
mengenai peran sektor informal di sekitar Lokalisasi Pasar Kembang. Secara
nyata atau praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui
dampak Lokalisasi Pasar Kembang bagi perubahan perilaku ekonomi, sosial, dan
budaya masyarakat setempat, serta menambah wawasan bagi masyarakat
khususnya masyarakat Yogyakarta.
1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1.Tenaga Kerja
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah “setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa,
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Penduduk
usia kerja menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh International Labor Organization (ILO) adalah penduduk
usia 15 tahun ke atas yang dikumpulkan ke dalam angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Seseorang yang masuk dalam umur kerja dianggap mampu
bekerja (Putri, 2012). Pada dasarnya tenaga kerja dibagi ke dalam kelompok
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
8
Tenaga kerja yang termasuk dalam angkatan kerja adalah (1) golongan yang
bekerja dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Angkatan
kerja yang digolongkan bekerja menurut BPS (2013) adalah:
1. Angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah:
a. Mereka yang dalam seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau
keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit selama satu jam dalam
seminggu yang lalu.
b. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan
pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam tetapi mereka adalah:
1) Pekerja tetap, pegawai pemerintah/swasta yang sedang tidak masuk kerja
karena cuti, sakit, mogok, mangkir, ataupun perusahaan menghentikan
kegiatan sementara.
2) Petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena
menunggu hujan untuk menggarap sawah.
3) Orang yang bekerja di bidang keahlian sepeti dokter, dalang, dan lain-
lain.
2. Angkatan kerja yang digolongkan menganggur dan sedang mencari pekerjaan
yaitu:
a. Mereka yang belum pernah bekerja, tetapi saat ini sednag berusaha mencari
pekerjaan.
b. Mereka yang sudah pernah bekerja, tetapi pada saat pencacahan
menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan.
c. Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.
9
Sedangkan yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah
tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan tidak mempunyai
pekerjaan, yaitu orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar dan
mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan merupakan wanita
karier atau bekerja), serta penerimaan pendapatan tapi bukan merupakan imbalan
langsung dari jasa kerjanya (pensiun, penderita cacat) (Simanjuntak, 1985).
Pendapat yang dikemukakan oleh Wauran (2012) bahwa tenaga kerja adalah
semua orang yang mampu dan bersedia untuk bekerja termasuk mereka yang
menganggur akibat kurangnya kesempatan kerja sehingga dapat menghasilkan
barang maupun jasa. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah
penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk di suatu
negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap
tenaga kerja dan jika mereka ingin berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Menurut Simanjuntak (1985), tenaga kerja termasuk penduduk yang sedang atau
sudah pernah bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang
melakukan aktivitas lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
1.2.2.Sektor Informal
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil, yang dimaksud dengan sektor informal adalah “kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan serta kepemilikan”. Istilah sektor informal sendiri awal
mulanya pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart pada tahun 1970-an yang
merupakan hasil kajian atau studi mengenai aktivitas perekonomian perkotaan
yang unik di Accra, Ghana. Dalam penelitiannya itu, dia menemukan adanya
10
variasi yang besar dalam hal tersedianya peluang pendapatan legal dan ilegal pada
kelompok miskin perkotaan (Gilbert & Gugler, 1996). Keberadaan sektor
informal sampai saat ini masih cukup mendominasi di berbagai negara
berkembang. Wirosardjono (1985) mendefinisikan sektor informal sebagai sektor
kegiatan ekonomi marjinal (kecil-kecilan) yang mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
1. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaannya.
2. Tidak tersentuh oleh ketentuan atau peraturan yang diterapkan oleh
pemerintah.
3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian.
4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari
tempat tinggalnya.
5. Tidak mempunyai keterikatan (linkeges) dengan usaha lain yang besar.
6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang
berpendapatan rendah.
7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes
dapat menyerap bermacam-macaam tingkat pendidikan tenaga kerja.
8. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, dan lain sebagainya.
9. Umumnya tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari
lingkungan hubungan keluarga, atau dari daerah yang sama.
11
Karakteristik sektor informal sangat bervariasi dalam bidang kegiatan
produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara
perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya),
teknologi yang dipakai relatif sederhana, dan para pekerjanya sendiri biasanya
tidak memiliki pendidikan formal serta umumnya tidak memiliki keterampilan
dan modal kerja (Todaro, 1998). Sektor informal muncul dalam kegiatan
perdagangan yang bersifat kompleks oleh karena menyangkut jenis barang, tata
ruang, dan waktu. Berkebalikan dengan sektor formal yang umumnya
menggunakan teknologi maju, bersifat padat modal, dan mendapat perlindungan
pemerintah, sektor informal lebih banyak ditangani oleh masyarakat golongan
bawah.
Sektor informal ini umumnya berupa usaha berskala kecil, dengan modal,
ruang lingkup, dan pengembangan yang terbatas (Harsiwi, 2002). Sektor informal
adalah suatu bidang kegiatan ekonomi yang untuk memasukinya tidak selalu
memerlukan pendidikan formal dan keterampilan yang tinggi, serta tidak
memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk memproduksi barang
dan jasa (Hutajulu, 2004). Sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi
(unorganized), tidak teratur (unregulated), dan tidak terdaftar (unregistered)
(Widodo, 2005). Sifat usaha sektor informal cenderung bermodal kecil, teknologi
yang sederhana, dan relatif tidak terorganisasi (Pitoyo, 2007). Ekonomi informal
terdiri dari semua kegiatan ekonomi yang tidak diatur dan terdaftar secara resmi,
sehingga tidak dikenakan pajak (Ponsaers dkk, 2008). Akibatnya, penegakan
regulasi memiliki peran penting dalam menentukan batas-batas antara formalitas
dan informalitas.
12
Sektor informal mempunyai peran penting dalam mewujudkan tujuan
pemerataan pembangunan (Muzakir, 2010). Munculnya sektor informal sebagai
alternatif disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya jumlah penduduk yang
semakin banyak dan kepadatan penduduk yang semakin tinggi seiring dengan
bertambahnya jumlah pengangguran dan juga tingkat kemiskinan. Usaha kecil dan
usaha informal menawarkan kesempatan penting untuk menghasilkan pendapatan.
Namun, dengan investasi modal yang terbatas, portofolio produk yang sempit,
kejenuhan pasar, serta keterampilan kewirausahaan dan pengalaman yang
terbatas, akan membatasi potensi keuntungan (Gindling & Newhouse, 2014).
Pendapatan beberapa pedagang sektor informal lebih besar dibandingkan dengan
tenaga kerja yang tidak terampil (Rothenberg dkk, 2016).
1.2.3.Lokalisasi Prostitusi
Sihombing (1997) mengatakan bahwa “prostitusi pada hakikatnya adalah
perilaku seksual berganti-ganti pasangan, dapat dilakukan oleh pria dan wanita”.
Praktik prostitusi banyak dilakukan oleh perempuan. Alasan utama seseorang
terjun dalam prostitusi adalah masalah ekonomi. Perempuan yang terjun ke sektor
informal menjadi pekerja seks umumnya mencari penghasilan yang lebih tinggi
(Mahdavi, 2013). Definisi prostitusi itu sendiri berasal dari bahasa latin yakni pro
stituere yang berarti memungkinkan diri untuk melakukan perzinahan. Sementara
pelacur atau Pekerja Seks Komersial (PSK) atau Wanita Tuna Susila (WTS)
adalah wanita yang tidak pantas perilakunya dan dapat membawa penyakit, baik
untuk orang lain yang bergaul dengan dia ataupun untuk dirinya sendiri. Pelacur
adalah profesi yang menjual jasa untuk memenuhi kebutuhan seksual pelanggan.
13
Pelayanan jasa ini biasanya berlangsung dengan cara menyewakan
tubuhnya. Prostitusi bersifat negatif dan dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan
terhadap masyarakat (Zulfiqar, 2014). Prostitusi adalah salah satu bentuk penyakit
sosial (Kartono, 2005).
Selalu ada saja resistensi serta tekanan dari pihak-pihak seperti alim ulama
dan tokoh masyarakat, namun tidak sedikit lokalisasi yang masih beroperasi
seperti lokalisasi Pasar Kembang di Yogyakarta (Hull dkk, 1997). Hal ini karena
ada orang-orang yang mengambil keuntungan dari prostitusi. Beberapa di
antaranya seperti jasa menjaga parkir kendaraan, jasa transportasi, warung
makanan dan minuman, hingga menjual alat pengaman seks. Berdasarkan definisi
di atas, dalam konteks penelitian ini, semua bentuk prostitusi yang tidak diatur,
tidak terdaftar, dan tidak dikenai pajak, merupakan bagian dari ekonomi informal
(Weinstein, 2016).
1.2.4.Karakteristik
Karakteristik demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan
masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku
bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas
sosial. Karakteristik ekonomi adalah hal yang menggambarkan pendapat,
pengeluaran rumah tangga, serta penggunaan kredit dan kartu kredit sebagai
sumber daya ekonomi. Karakteristik sosial adalah status yang menunjukkan
kedudukan pekerja dalam kelas sosial pekerja tertentu, dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, interaksi, dan politis (Sunyoto, 2013).
14
1.2.5.Pendapatan
Pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah keseluruhan uang yang diterima
oleh individu atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun), pendapatan terdiri dari upah, bonus, pendapatan dari kekayaan seperti
bunga, dividen, dan sewa, serta pembayaran atau penerimaan dari pemerintah
seperti asuransi atau tunjangan sosial (Samuelson dkk, 1995). Pendapatan adalah
suatu hasil yang diperoleh dari penggunaan kapital dan pemberian jasa individu
atau keduanya berupa uang, barang bahan atau jasa selama jangka panjang waktu
tertentu. Pendapatan dapat diketahui dari total penerimaan (total revenue) pekerja
atau pelaku usaha itu sendiri (Soekartawi, 2000). Pendapatan bersih merupakan
pendapatan bruto setelah dikurangi biaya - biaya dalam proses produksi.
Secara garis besar pendapatan digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Gaji dan Upah, yaitu imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan
pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu minggu
atau satu bulan.
2. Pendapatan dari Usaha Sendiri, yaitu merupakan nilai total dari hasil produksi
yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dibayar dan usaha ini merupakan
usaha milik sendiri atau keluarga sendiri, nilai sewa kapital milik sendiri, dan
semua biaya ini biasanya tidak diperhitungkan.
3. Pendapatan dari Usaha Lain, yaitu pendapatan yang diperoleh tanpa
mencurahkan tenaga kerja dan ini merupakan pendapatan sampingan antara
lain: pendapatan dari hasil menyewakan aset yang dimiliki, bunga dari uang,
sumbangan dari pihak lain, pendapatan pensiun, dan lain-lain.
15
1.2.6.Umur/Usia
Umur atau usia seseorang dapat menggambarkan produktivitas sehingga
mempengaruhi pendapatannya (Fiess dkk, 2010). Meiners dan Miller (2004)
menyatakan bahwa "pendapatan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia dan
lama kerja; lewat dari batas titik puncak, pertambahan usia akan diiringi dengan
penurunan pendapatan. Batas itu diperkirakan ada pada umur empat puluh lima
sampai lima puluh lima tahun".
1.2.7.Pendidikan
Koto (2015) telah menyimpulkan bahwa latar belakang pendidikan
seseorang yang bekerja akan mempengaruhi pendapatannya. Adanya hubungan
antara pendidikan dengan pendapatan juga dikemukakan oleh Todaro (1998) yang
menyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan formal terhadap distribusi
pendapatan yaitu adanya korelasi positif antara pendidikan seseorang dengan
pendapatan yang akan diperolehnya. Menurut Carter (dalam Darmansjah, 2004),
mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan proses perkembangan kecakapan
individu dalam bentuk sikap dan perilaku yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat, serta proses sosial yang mana seseorang dipengaruhi oleh suatu
lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga mereka dapat mencapai
efisiensi sosial dan mengembangkan pribadinya.
1.2.8.Jam/Waktu Kerja
Jam kerja adalah waktu yang dialokasikan atau dijadwalkan bagi pekerja
untuk bekerja. Waktu kerja dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah waktu untuk melakukan pekerjaan.
16
Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai pukul 18.00, sehari adalah
waktu selama 24 jam, dan seminggu adalah waktu selama 7 hari (pasal 1 ayat 27-
29). 7 jam/hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu (pasal 77 ayat 2 poin a), atau 8
jam/hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu (pasal 77 ayat 2 poin b). Jones G dan
Bondan Suprapto telah membagi lama jam kerja seseorang dalam satu minggu
menjadi tiga kategori, yaitu (Ananta dan Hatmaji, 1985):
1. Seseorang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Jika seseorang bekerja
dibawah 35 jam per minggu, maka ia dikategorikan bekerja dibawah jam
normal.
2. Seseorang yang bekerja antara 35 sampai 44 jam per minggu. Di sini seseorang
dikategorikan bekerja pada jam kerja normal.
3. Seseorang yang bekerja di atas 45 jam per minggu. Bila seseorang dalam satu
minggu bekerja di atas 45 jam, maka ia dikategorikan bekerja dengan jam kerja
panjang.
1.2.9.Lama Kerja
Lamanya seorang pelaku bisnis atau usaha menekuni bidang usahanya akan
dapat mempengaruhi tingkat produktivitas (kemampuan / keahliannya), sehingga
dapat menambah efisiensi dan mampu mengurangi biaya produksi lebih kecil dari
pada hasil penjualan. Keterampilan kewirausahawaan merupakan kemampuan
yang dimiliki seseorang untuk menyusun dan menggunakan faktor-faktor lain
dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat
(Sukirno, 1994).
17
1.2.10. Modal
Modal adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan secara
langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah output.
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor-faktor produksi
dan tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa baru. Modal adalah faktor
yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar
(Tambunan, 2002). Sinaga (2013), Wauran (2012), dan Lamba & Mace (2011)
dalam penelitiannya menjelaskan adanya pengaruh positif yang signifikan antara
modal yang dikeluarkan terhadap pendapatan. Pebisnis atau pengusaha informal
kecil seperti pedagang kaki lima sering menghadapi kendala dalam memperoleh
modal yang cukup untuk produksi. Modal terdiri dari:
1. Modal usaha adalah kapital semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan
langsung maupun tidak langsung, untuk menambah output. Modal usaha ini
sendiri dari modal tetap seperti bangunan, peralatan dan modal bergerak seperti
uang kas dan barang dagangan.
2. Modal kerja adalah kapital yang diperlukan untuk membelanjai operasi sehari -
hari atau disebut biaya tetap suatu usaha. Contoh: uang muka dan gaji pegawai.
Di mana uang tersebut akan kembali lagi masuk ke perusahaan melalui hasil
penjualan.
1.3. Penelitian Terkait Terdahulu
Berdasarkan hasil penelusuran terkait tema penelitian yang peneliti lakukan,
setidaknya ada enam referensi yang bisa dijadikan rujukan. Terdapat kemiripan
dengan penelitian ketiga yakni lokasi penelitian yang akan dilakukan merupakan
lokalisasi prostitusi. Perbedaannya, referensi tersebut belum mengkaji secara
18
detail bagaimana pendapatan pekerja sektor informal di sekitar lokalisasi
sebagaimana penelitian yang penulis lakukan. Lima penelitian lainnya
mempunyai topik yang mirip yakni mengenai pedagang yang termasuk pekerja
sektor informal. Perbedaannya adalah selain analisis pendapatan, penelitian ini
juga ingin melihat karakteristik pekerja sektor informal di sekitar lokalisasi
prostitusi.
Tabel 1.2 Penelitian Terkait Terdahulu
Peneliti Judul Tujuan
Liza Febriani (2006)
Analisis Pendapatan Pedagang Sepatu Sektor Informal di Kota Bengkulu (Studi Kasus Pasar Minggu)
Mengetahui pengaruh modal, jam kerja dan umur terhadap pendapatan pedagang sepatu sektor informal di Kota Bengkulu
Endang Hariningsih dan Rintar Simafupang (2013)
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Kota Yograkarta)
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pedagang eceran
Liska Rahayu (2014)
Modal Sosial Sebagai Strategi Kelangsungan Hidup Perempuan Pekerja Seks
(Studi Kasus Wilayah Transaksi Seksual Teluk Bintuni, Papua Barat dan Pasar Kembang, Kota Yogyakarta)
1. Menganalisis karakteristik wilayah transaksi seksual dan profil perempuan pekerja seks di Distrik Bintuni, Teluk Bintuni serta Pasar Kembang, Kota Yogyakarta
2. Menganalisis karakteristik bentuk pemanfaatan modal sosial sebagai upaya strategi kelangsungan hidup perempuan pekerja seks di wilayah transaksi seksual Distrik Bintuni, Teluk Bintuni & Pasar Kembang, Kota Yogyakarta
19
Agus Winoto (2016)
Kajian Karakteristik dan Faktor Pemilihan Lokasi Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi pedagang kaki lima
2. Mengetahui faktor pemilihan lokasi berdagang
3. Mengetahui dampak positif dan negatif keberadaan pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta
Heti Nurwinda (2016)
Mobilitas Vertikal Dan Horisontal
(Studi Kasus Pedagang Bubur Kacang Hijau di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta)
Mengetahui peranan mobilitas vertikal (dinamika ketenagakerjaan) dan mobilitas horisontal (cakupan ruang gerak) terhadap keberhasilan pedagang bubur kacang hijau
Neily Nurul Isti’Any (2016)
Partisipasi Perempuan dalam Sektor Informal di Daerah Istimewa Yogyakarta
(Analisis Susenas Kor Tahun 2014)
Mengetahui pengaruh umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan jumlah anak terhadap partisipasi perempuan dalam sektor informal di Daerah Istimewa Yogyakarta
1.4. Kerangka Pemikiran
Pendapatan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh pekerja sektor
informal. Pendapatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor
umur/usia, pendidikan, waktu kerja, lama kerja, dan modal. Kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
20
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
1.5. Hubungan Antara Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
Secara umum, jenis variabel (dilihat dari sifat hubungan antar variabel)
dapat dibedakan pada variabel bebas dan variabel dependen. Istilah variabel bebas
dan variabel dependen berasal dari logika matematika, di mana X dinyatakan
sebagai 'sebab' dan Y sebagai 'akibat'. Namun pemahaman ini tentu saja tidak
mencerminkan sifat sebenarnya dari konsep variabel independen dan dependen.
Karena pada kenyataannya, terutama dalam penelitian ilmu sosial, hubungan antar
variabel tidak selalu merupakan hubungan kausal. Yang bisa dipastikan adalah
adanya variabel yang saling terkait, di satu sisi ada yang disebut variabel bebas
dan di sisi lain ada yang disebut variabel dependen. Kedua variabel ini dibutuhkan
oleh masing-masing studi kuantitatif. Ada sifat kausal dari hubungan, dan ada
juga yang tidak.
Pendapatan (Y)
Waktu Kerja (X1)
Lama Kerja (X2)
Modal (X3)
Pendidikan (X4)
Umur / Usia (X5)
21
1.5.1.Hubungan Umur Terhadap Pendapatan
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Hariningsih dan Rintar Agus
Simatupang (2008) menyimpulkan adanya pengaruh positif hubungan umur
dengan tingkat pendapatan yang diperoleh. Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Liza Febriani (2006), di mana variabel umur tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan.
1.5.2.Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan
Endang Hariningsih dan Rintar Agus Simatupang (2008) dalam
penelitiannya mengatakan tingginya tingkat pendidikan dapat dimungkinkan
memengaruhi pola pikir seseorang dalam pengambilan keputusan bisnis, yang
akhirnya berdampak pada perolehan pendapatan bersih yang lebih tinggi
dibandingkan pedagang kaki lima yang hanya berpendidikan rendah.
1.5.3.Hubungan Jumlah Jam Kerja Terhadap Pendapatan
Hasil Penelitian Endang Hariningsih dan Rintar Agus Simatupang (2008)
membuktikan adanya hubungan langsung antara jam kerja dengan tingkat
pendapatan. Penentuan jam kerja dalam memasarkan barang dagangan
berpengaruh terhadap pendapatan bersih yang akan diterima. Pedagang kaki lima
harus menetapkan jam kerja yang tepat sesuai dengan karakteristik produk mereka
agar dapat menjual barang dagangannya.
22
1.5.4.Hubungan Lama Usaha Terhadap Pendapatan
Lamanya suatu usaha dapat menimbulkan pengalaman berusaha, di mana
pengalaman dapat memengaruhi pengamatan seseorang dalam bertingkah laku
(Sukirno, 1994). Lama pembukaan usaha dapat mempengaruhi tingkat
pendapatan, lama seorang pelaku bisnis menekuni bidang usahanya akan
memengaruhi produktivitasnya (kemampuan profesionalnya/keahliannya),
sehingga dapat menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih
kecil dari pada hasil penjualan. Lama usaha akan menentukan keterampilan dalam
melaksanakan suatu tugas tertentu. Lama usaha dan pengalaman setiap individu
dapat berdampak positif terhadap kemampuan kerja seseorang.
1.5.5.Hubungan Modal Terhadap Pendapatan
Modal merupakan input (faktor produksi) yang sangat penting dalam
menentukan tinggi rendahnya pendapatan. Tetapi bukan berarti merupakan faktor
satu-satunya yang dapat meningkatkan pendapatan (Suparmoko dalam Firdausa,
2012). Sehingga dalam hal ini modal bagi pedagang juga merupakan salah satu
faktor produksi yang memengaruhi tingkat pendapatan.
23
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Pemilihan Wilayah Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Pasar Kembang Yogyakarta. Keputusan
peneliti untuk memilih lokasi penelitian di Pasar Kembang ini didasari oleh dua
pertimbangan. Pertimbangan tersebut meliputi pertimbangan secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis, peneliti memilih lokasi penelitian di
wilayah Pasar Kembang karena menurut peneliti wilayah ini memenuhi kriteria
sebagai sebuah wilayah dengan aktivitas atau kegiatan manusianya di sektor
informal yang khas dan layak untuk dijadikan sebagai sebuah objek penelitian
geografi. Sedangkan secara praktis, karena peneliti menganggap kondisi geografis
wilayah mudah dijangkau dengan pertimbangan akses, tenaga, dan waktu.
2.2. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian merupakan para pekerja serta pelaku usaha sektor
informal, baik di bidang jasa maupun perdagangan, yang bekerja atau berusaha di
sekitar lokalisasi Pasar Kembang. Jika populasi kurang dari 100, maka populasi
menjadi sampel atau penelitian populasi (Singarimbun dan Efendi, 1989).
Menurut Arikunto (2006) apabila subjeknya kurang dari seratus, lebih baik
diambil semuanya sehingga penelitian yang dilakukan adalah penelitian populasi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode sensus, yaitu mencatat semua elemen yang
diselidiki, jadi menyelidiki semua objek, semua gejala, semua kejadian atau
peristiwa (Marzuki, 1977). Roscoe (1975) yang dikutip Sekaran (2006)
24
memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran jumlah sampel minimal demi
memperoleh hasil penelitian korelasional yang baik adalah 30. Leedy (1980)
dalam Yunus (2016) menegaskan mengenai hal tersebut sebagai berikut: …the
sampling distribution of means is very nearly normal for N > 30 even when the
population may be non-normal.
2.3. Jenis dan Sumber Data
Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara dengan pekerja yang masuk ke dalam kriteria penelitian.
Data primer diperoleh berdasarkan hasil pertanyaan menggunakan kuesioner yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder yang digunakan berasal
dari data kelurahan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta serta
sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian ini berupa literatur, publikasi,
dan sumber pendukung lainnya.
2.4. Pengumpulan Data
2.4.1.Observasi
Observasi pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu metode dengan cara
mengamati dan mencatat secara langsung fenomena-fenomena yang diteliti
(Mardalis, 2003). Metode observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
pengamatan langsung kondisi lapangan di sekitar Lokalisasi Pasar Kembang. Hal
ini dilakukan karena dengan mengamati aktivitas dan kegiatan pekerja sektor
informal di sekitar lokalisasi, penulis dapat memahami dan menginterpretasikan
bagaimana perilaku pekerja sektor informal di sekitar lokalisasi. Hasil
pengamatan berupa pemahaman dan interpretasi penulis digunakan sebagai data
dasar untuk penelitian atau pengumpulan data lebih lanjut.
25
2.4.2.Wawancara
Metode wawancara adalah proses memperoleh informasi untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab tatap muka antara pewawancara dan orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara
(Bungin, 2001). Wawancara ini dilakukan oleh dua pihak, pihak pertama adalah
pewawancara yang menanyakan pertanyaan dan pihak kedua adalah terwawancara
yang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan oleh
pewawancara (Maleong, 2006). Bentuk wawancara yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah wawancara terlibat yang dilakukan dalam situasi informal,
santai, dan spontan tanpa kuesioner, sehingga memungkinkan peneliti untuk
mengajukan pertanyaan di luar pedoman untuk wawancara (Patilimia, 2007).
Metode wawancara digunakan secara kondisional untuk meningkatkan keakraban
antara peneliti dan subjek penelitian. Keakraban dimaksudkan agar timbul
keterbukaan dan rasa saling percaya. Peneliti juga menggunakan bantuan aplikasi
perekam telefon genggam untuk membantu kelancaran analisis hasil wawancara.
2.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Variabel Dependen (Terikat), adalah pendapatan pekerja sektor informal.
2. Variabel Independen (Bebas), adalah waktu kerja, lama kerja, modal,
pendidikan, dan umur/usia.
Definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
26
1. Pendapatan (Y)
Pendapatan merupakan penghasilan dari usaha berupa uang yang
didapatkan dalam satu hari kerja, yang dinyatakan dalam satuan rupiah
dengan akumulasi selama satu bulan.
2. Waktu Kerja (X1)
Waktu kerja merupakan lamanya waktu yang digunakan untuk bekerja
atau menjalankan usaha, dimulai sejak mulai atau buka hingga selesai atau
tutup. Waktu kerja dihitung dalam satuan jam setiap harinya.
3. Lama Kerja (X2)
Lama kerja merupakan lamanya bekerja pada pekerjaan atau usaha yang
sedang digeluti atau dijalani saat ini. Lama kerja diukur dengan satuan
tahun.
4. Modal (X3)
Modal atau biaya yang digunakan dalam konteks ini merupakan biaya
variabel dan biaya tetap, yang pada kenyataannya digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan produksi sehari-hari yang selalu berputar.
Biaya-biaya ini dinyatakan dalam bentuk rupiah yang dikeluarkan setiap
harinya dengan akumulasi selama satu bulan.
5. Pendidikan (X4)
Pendidikan merupakan jenjang yang berhasil ditempuh dan ditamatkan
pada pendidikan formal. Ukuran yang dipakai dalam variabel ini yaitu
tingkat pendidikan terakhir yang sukses ditempuh.
27
6. Umur (X5)
Umur merupakan data variabel metris dan diukur menggunakan ukuran
rasio dengan satuan tahun.
2.6. Analisis Data
Semua data yang diperoleh dan terkumpul dari lapangan akan dituangkan
dalam bentuk tertulis dan dianalisis dengan metode kuantitatif dan kualitatif
(Nasution, 1996). Data yang bersifat kuantitatif akan dianalisis dengan tabel
frekuensi dan persentase untuk mengetahui kecenderungannya, serta tabel silang,
korelasi, dan regresi untuk analisis pendapatan. Sedangkan data yang bersifat
kualitatif akan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui
karakteristik pekerja.
28
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH
Deskripsi wilayah berisi informasi deskriptif mengenai lokasi penelitian
yang bertujuan untuk memberi gambaran mengenai lokasi penelitian. Bab ini juga
dimaksudkan sebagai informasi tentang batasan wilayah penelitian. Salah satu
kawasan yang menjadi pusat kegiatan sektor informal di Yogyakarta adalah
kawasan di sekitar Stasiun Tugu dan Malioboro, yang di dalamnya terdapat lokasi
lokalisasi prostitusi Pasar Kembang, yang sebenarnya adalah nama jalan yang
berada tepat di bagian Selatan Stasiun Tugu Yogyakarta.
3.1 Sejarah Pasar Kembang
Pasar Kembang memiliki sejarah yang panjang dari masa terbentuknya
hingga sampai saat ini. Daerah Sosrowijayan Kulon dikenal sebagai tempat
prostitusi kurang lebih sejak 125 tahun yang lalu, yaitu seiring dengan proses
pembangunan rel kereta api yang menghubungkan kota-kota di Jawa seperti
Jakarta, Bogor, Cianjur, Bandung, Cilacap, Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun
1884. Sejalan dengan peningkatan aktivitas pembangunan rel kereta api,
berkembang juga berbagai macam fasilitas seperti penginapan dan mulai
bermunculan perempuan-perempuan yang bekerja untuk melayani pekerja
bangunan di masing-masing daerah yang dilalui kereta api, termasuk Yogyakarta
(Prastya & Darma, 2011). Keramaian di lokalisasi prostitusi memberikan
keuntungan bagi masyarakat sekitar kawasan (Amalia, 2013).
29
3.2 Administratif
Secara administratif, wilayah ini merupakan bagian dari Kecamatan
Gedongtengen Kelurahan Sosromenduran, tepatnya berada di RW Sosrowijayan
Kulon. Tetapi kemudian masyarakat lebih mengenal RW Sosrowijayan Kulon ini
dengan sebutan Sarkem yang merupakan singkatan dari Pasar Kembang. Sarkem
adalah gang ketiga dari arah Timur Jalan Pasar Kembang.
3.3 Letak dan Batas
Lokasi penelitian termasuk ke dalam Kecamatan Gedongtengen, tepatnya
Kelurahan Sosromenduran. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer ke utara dari titik nol
Kota Yogyakarta. Sebagian besar merupakan daerah pemukiman dan penginapan,
mulai hotel-hotel kelas melati hingga berbintang. Banyaknya penginapan karena
lokasinya yang terletak tepat di sisi barat bagian utara Jalan Malioboro, sehingga
banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri (Statistik Daerah Kecamatan
Gedongtengen, 2016). Lokasi penelitian merupakan daerah yang strategis di
bidang transportasi karena terletak tepat di sebelah selatan dari Stasiun Tugu Kota
Yogyakarta. Stasiun ini merupakan andalan utama bagi para pengguna layanan
kereta api. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1. Batasan lokasi
penelitian lebih jelasnya sebagai berikut:
Sebelah Utara : Jalan Pasar Kembang dan Stasiun Tugu Kota Yogyakarta.
Sebelah Timur : Jalan Malioboro dan Kecamatan Danurejan.
Sebelah Selatan : Jalan Sosrowijayan (Kawasan Wisata Sosromenduran).
Sebelah Barat : Jalan Gandekan.
30
3.4 Kondisi Kependudukan
Berdasarkan data Dinas Dukcapil Kota Yogyakarta, penduduk Kelurahan
Sosromenduran pada tahun 2015 tercatat sebanyak 7.791 orang dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 3.793 orang dan penduduk perempuan sebanyak
3.998 orang. Pada tahun 2015, kepadatan penduduk Kelurahan Sosromenduran
adalah 15.582 orang per Km2. Jumlah mutasi di Kelurahan Sosromenduran dari
sisi kedatangan lebih rendah dari sisi kepergian.
3.5 Kondisi Sosial Ekonomi
Berdasarkan data Monografi se Kecamatan Gedongtengen, terakhir tercatat
jumlah kedatangan di Kelurahan Sosromenduran tahun 2015 mencapai 185 orang
dan jumlah kepergian di Kelurahan Sosromenduran mencapai 205 orang.
Berdasarkan data yang tersedia dari subdin pariwisata, Kelurahan Sosromenduran
memiliki 97 unit hotel non bintang dan 29 unit asrama/pondokan. Hal ini tidak
terlepas dari tingginya jumlah wisatawan, sehingga penginapan-penginapan
murah tumbuh subur. Selain penginapan, terdapat juga fasilitas atau sarana
perekonomian seperti toko kelontong, restoran, kedai makan, dan minimarket.
Fasilitas atau sarana terbanyak adalah toko kelontong sebanyak 33 unit, restoran
sebanyak 8 unit, kedai makan sebanyak 16 unit, dan minimarket sebanyak 5 unit
(Laporan Tahunan Kecamatan dalam Statistik Daerah Kecamatan Gedongtengen,
2016). Secara tidak langsung, aktivitas sektor informal di sekitar lokalisasi
prostitusi Pasar Kembang (Sarkem) dapat menciptakan lapangan kerja dalam
jumlah besar, terutama bagi perempuan dan mencegah mereka dari kemiskinan.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gedongtengen, Kelurahan
Sosromenduran. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
pekerja sektor informal di sekitar Lokalisasi Pasar Kembang serta menganalisis
faktor – faktor yang memengaruhi pendapatan pekerja sektor informal di sekitar
Lokalisasi Pasar Kembang dan. Pertumbuhan sektor informal adalah salah satu
fenomena yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam rangka
mengurangi angka pengangguran.
Sektor informal menjadi solusi dalam menghadapi masalah angkatan kerja
yang tidak dapat ditampung oleh sektor formal. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah hasil pengolahan data primer yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan responden yang telah masuk kriteria penelitian dan data
sekunder berasal dari instansi-instansi terkait. Pembahasan akan disajikan dalam
bentuk tertulis dan grafis melalui analisis deskriptif antara variabel terikat dan
variabel - variabel bebas, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Data yang bersifat kuantitatif akan dianalisis dengan tabel frekuensi dan
persentase untuk mengetahui kecenderungannya, serta tabel silang, korelasi, dan
regresi untuk analisis pendapatan. Sedangkan data yang bersifat kualitatif akan
dianalisis dengan metode deskriptif antara variabel terikat dan variabel – variabel
bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pendapatan pekerja sektor
informal, sedangkan variabel bebas adalah waktu kerja, lama kerja, modal,
pendidikan, dan umur/usia.
33
Analisis karakteristik tenaga kerja juga menggunakan tambahan data
variabel jenis kelamin, tanggungan, serta jenis usaha. Data yang digunakan untuk
analisis ini adalah 36 pekerja di mana pekerja tersebut yaitu pelaku usaha sektor
informal bidang perdagangan dan jasa yang berlokasi di sekitar lokalisasi Pasar
Kembang yang memenuhi kriteria sesuai yang dengan batasan-batasan yang telah
ditentukan oleh peneliti. Setelah dilakukan pengolahan data, hasil statistik
deskriptif data dari variabel - variabel yang digunakan dalam analisis pendapatan
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel
Variabel N Minimum Maksimum Mean Modus
Jam Kerja 36 6 jam 14 jam 10 jam 9 jam
Lama Kerja 36 1 minggu 40 tahun 11 tahun 4 tahun
Modal 36 Rp 0 Rp 15.000.000 Rp 2.154.167 Rp 0
Pendidikan 36 Tak Sekolah S1 - SMA
Umur/Usia 36 19 tahun 73 tahun 51 tahun 42 tahun
Pendapatan 36 - Rp 400.000 Rp 4.000.000 Rp 1.015.556 Rp 300.000
Sumber: olahan data primer (2018)
4.1. Karakteristik Pekerja
Sub-bab ini berisi analisis deskriptif mengenai karakteristik pekerja sektor
informal dan variabel-variabel yang diteliti. Deskripsi akan mencoba
menggambarkan karakteristik pekerja berdasarkan gender, usia, pendidikan
terakhir, tanggungan, jenis usaha, jam operasional usaha, lama usaha, modal
usaha, dan pendapatan yang diperoleh. Adapun deskripsi dari beberapa
karakteristik pekerja sektor informal tersebut adalah sebagai berikut.
34
4.1.1.Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil survei lapangan, didapatkan data mengenai persentase
jenis kelamin pada perkerja sektor informal. Perbedaan persentase jenis kelamin
pekerja sektor informal tidak terlalu besar, dengan persentase gender pria lebih
dominan dibandingkan persentase gender perempuan. Hal tersebut terjadi karena
salah satunya dikarenakan ada kecenderungan pria menjadi pencari nafkah utama
guna memenuhi kebutuhan rumah tangga dalam keluarga. Sedangkan untuk
wanita seringkali bekerja hanya untuk membantu suami mendapatkan uang
tambahan. Persentase gender pria adalah 56% atau sebanyak 20 orang pekerja,
sementara untuk gender wanita sebesar 44% atau sebanyak 16 orang pekerja.
56%44%
Gambar 4.1 Persentase Gender
PriaWanita
Sumber: olahan data primer (2018)
35
Tabel 4.2 Frekuensi dan Persentase Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Pria 20 55.6
2 Wanita 16 44.4
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
4.1.2.Karakteristik Berdasarkan Usia
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa jumlah pekerja sektor
informal dengan usia produktif di wilayah penelitian menjadi mayoritas. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya persentase pekerja dengan usia antara 25 – 54 tahun di
wilayah tersebut dengan frekuensi 21 pekerja atau 58.3%. Sementara itu,
sebanyak 38,9% atau 14 pekerja merupakan pekerja usia 55 tahun ke atas dan
2,8% atau hanya 1 pekerja dari total pekerja yang berusia 15 – 24 tahun.
Umur seseorang dapat mencerminkan kemampuan dan kondisi seseorang
secara fisik, yang memungkinkan menjadi pertimbangan dalam pasar tenaga kerja.
Adapun pekerja sektor informal dengan usia termuda yaitu 19 tahun dengan jenis
usaha kuliner sate. Artinya tidak ada pekerja sektor informal berusia sekolah yang
ditemui.
Sedangkan pekerja sektor informal dengan usia tertua yaitu 73 tahun dengan
jenis usaha kios/warung. Berdasarkan sebaran data didapati rata-rata usia pekerja
sektor informal yaitu 51 tahun dan modus atau freskuensi tertinggi usia pekerja
yaitu 42 tahun. Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat persentase pengelompokan
pekerja sektor informal berdasarkan umur/usia mayoritas pada usia produktif 25 –
54 sebesar 58% atau sebanyak 21 orang pekerja, diikuti oleh usia 55 tahun ke atas
36
sebesar 39%, sedangkan persentase terendah yaitu sebesar 3% yang berada pada
usia 15-24 tahun.
Tabel 4.3 Frekuensi dan Persentase Usia
No. Usia (Tahun) Frekuensi Persentase
1 15 – 24 1 2.8
2 25 – 54 21 58.3
3 55 + 14 38.9
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
3%
58%
39%
Gambar 4.2 Persentase Umur / Usia
15 - 2425 - 5455 +
Sumber: olahan data primer (2018)
4.1.3.Karakteristik Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan tabel 4.4, peneliti mengelompokkan tingkat pendidikan ke
dalam 4 kategori, yaitu tidak sekolah, SD, SMP, dan SMA ke atas. Pekerja
dengan tingkat pendidikan SMA ke atas menduduki posisi terbanyak di antara
kategori yang lain dengan jumlah 17 pekerja diikuti dengan tingkat pendidikan
37
SMP 12 pekerja, lalu SD 16 pekerja, dan kategori tidak sekolah hanya 1 pekerja.
Artinya, walaupun pekerja di wilayah tersebut kebanyakan berasal dari
masyarakat menengah, namun memiliki latar belakang pendidikan yang cukup
tinggi yaitu SMA ke atas sebanyak 47,2% dari total pekerja dan hanya 2,8% atau
1 pekerja saja yang tidak sekolah.
Adapun sebaran tingkat pendidikan pekerja sektor informal yang tertinggi
adalah S1, sedangkan yang terendah adalah tidak sekolah. Berdasarkan sebaran
data didapati bahwa modus tingkat pendidikan pekerja sektor informal yaitu
SMA. Jenis usaha pekerja sektor informal yang menamatkan sampai jenjang S1
memiliki usaha jahit (tailor), sedangkan jenis usaha pekerja sektor informal yang
tidak mengenyam pendidikan berprofesi sebagai juru parkir. Berdasarkan gambar
diagram 4.3, dapat dilihat bahwa pendidikan pekerja sektor infornal mayoritas
pada jenjang pendidikan SMA ke atas dengan persentase 47% atau sebanyak 17
orang pekerja. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pekerja sektor informal yang
kedudukannya sekunder dalam perekonomian kota namun tingkat kesadaran para
pekerja sektor informal akan pentingnya pendidikan cukup tinggi. Walaupun,
masih adanya pekerja yang tidak sekolah sebanyak 3% atau 1 orang pekerja.
Tabel 4.4 Frekuensi dan Persentase Pendidikan
No Pendidikan Frekuensi Persentase
1 Tidak Sekolah 1 2.8
2 SD 6 16.7
3 SMP 12 33.3
4 SMA ke Atas 17 47.2
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
38
3%17%
33%
47%
Gambar 4.3 Persentase Pendidikan
Tidak SekolahSDSMPSMA ke atas
Sumber: olahan data primer (2018)
4.1.4.Karakteristik Berdasarkan Tanggungan
Pada gambar 4.4 dan tabel 4.5 dapat dilihat jumlah tanggungan pekerja
sektor informal yang menjadi pekerja di sekitar lokalisasi Pasar Kembang terdapat
pada tanggungan 1 orang sebesar 36% atau 13 pekerja. Kelompok pekerja ini
didominasi kepala rumah tangga yang hanya menanggung seorang pasangan yang
relatif sudah masuk usia lanjut dan sudah tidak menanggung anaknya lagi.
Kemudiaan diikuti jumlah tanggungan 2 orang sebesar 28% atau 10 pekerja.
Kelompok pekerja ini didominasi pasangan suami istri dengan tanggungan 1 anak.
Kemudian diikuti jumlah tanggungan keluarga 3, 0, 4, dan 5 orang masing-masing
sebesar 14%, 11%, 8%, dan 3%.
39
11%
36%
28%
14%
8%3%
Gambar 4.4 Persentase Tanggungan
012345
Sumber: olahan data primer (2018)
Tabel 4.5 Frekuensi dan Persentase Tanggungan
No Tanggungan Frekuensi Persentase1 0 4 11,12 1 13 36,13 2 10 27,84 3 5 13,95 4 3 8,36 5 1 2,8
Total 36 100
Sumber: olahan data primer (2018)
4.1.5.Karakteristik Berdasarkan Jenis Usaha
Usaha merupakan setiap aktivitas yang dilakukan manusia untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Jenis - jenis usaha yang ditemui di sekitar
lokalisasi Pasar Kembang antara lain angkringan, kios/warung, kuliner, laundry,
parkir, rental, dan usaha lainnya. Variasi jenis usaha pekerja didominasi oleh
usaha kios/warung sebesar 31%, kemudian diikuti jenis usaha angkringan dan
kuliner yang mempunyai persentase sama sebesar 17%.
40
Selanjutnya ada usaha laundry, parkir, usaha lainnya, dan rental di mana
persentase masing - masing sebesar 14%, 8%, 8%, dan 5%. Jenis usaha informal
yang mendominasi di sekitar lokalisasi Pasar Kembang yaitu kios/warung. Hal ini
tidak terlepas dari lokasi Pasar Kembang yang berada dekat dengan stasiun Tugu
dan Malioboro, yang menjadi peluang usaha masyarakat sekitar untuk mencari
penghasilan dengan melakakukan aktivitas usaha warung/kios, angkringan, dan
kuliner lainnya.
Usaha laundry merupakan usaha yang membuka kesempatan bagi pelaku
usaha di mana wisatawan yang datang dan menetap beberapa hari akan
mengambil pilihan untuk memilih jasa laundry. Usaha parkir cenderung semakin
berkurang karena adanya penertiban parkir liar di Selatan Stasiun Tugu dan
kebijakan relokasi pemusatan tempat parkir di taman parkir Abu Bakar Ali.
Adapun pengguna jasa rental motor sebagian besar merupakan wisatawan asing.
17%
31%
17%
14%
8%6%
8%
Gambar 4.5 Jenis Usaha
AngkringanKios / WarungKulinerLaundryParkirRentalLainnya
Sumber: olahan data primer (2018)
41
Tabel 4.6 Frekuensi dan Persentase Jenis Usaha
No Jenis Usaha Frekuensi Persentase
1 Angkringan 6 16,7
2 Kios / Warung 11 30,6
3 Kuliner 6 16,7
4 Laundry 5 13,9
5 Parkir 3 8,3
6 Rental 2 5,6
7 Lainnya 3 8,3
Total 36 100
Sumber: olahan data primer (2018)
4.1.6.Karakteristik Berdasarkan Waktu Kerja
Berdasarkan hasil data yang didapat dari lapangan, infografis persentase
waktu kerja pekerja informal dapat dilihat pada gambar 4.6. Berdasarkan tabel 4.7
diketahui bahwa dari 36 pekerja terdapat 17 pekerja atau 47,2 % yang masuk ke
dalam waktu kerja 10 jam, dan 19 pekerja masuk ke dalam waktu > 10 jam.
Artinya, selisih antara pekerja yang bekerja 10 jam dengan pekerja yang
bekerja >10 jam tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar 5,6 %. Adapun sebaran
waktu pekerja sektor informal yang terlama adalah 14 jam dengan jenis usaha
rental motor. Lamanya durasi kerja karena jenis usaha ini karena sifatnya yang
fleksibel. Pekerja berasumsi bahwa durasi kerjanya sepanjang hari kecuali saat
mereka tidur. Sedangkan yang tersingkat adalah 6 jam, dengan jenis usaha
angkringan yang buka dari setelah maghrib sampai tengah malam hari.
42
Berdasarkan sebaran data didapati bahwa rata-rata waktu kerja pekerja
selama 10 jam per hari, dan modus waktu kerja pekerja sektor informal yaitu 9
jam. Waktu kerja pekerja sektor informal berbeda-beda, dimulai dari pagi hari
hingga tutup sore hari atau malam hari dan ada juga yang buka siang hari dan
tutup dini hari. Hal ini berbeda dengan ketetapan Undang-undang No. 13 Tahun
2003, tentang ketenagakerjaan adalah waktu bekerja selama 7 jam/hari untuk 6
hari kerja dalam seminggu (pasal 77 ayat 2 poin a), atau 8 jam/hari untuk 5 hari
kerja dalam seminggu (pasal 77 ayat 2 poin b). Kondisi ini menggambarkan
sektor informal tidak terikat waktu dalam menjalankan usahanya.
47%53%
Gambar 4.6 Persentase Waktu Kerja
≤ 10 Jam> 10 Jam
Sumber: olahan data primer (2018)
Tabel 4.7 Frekuensi dan Persentase Waktu Kerja
No. Waktu Kerja (Jam) Frekuensi Persentase
1 10 17 47.2
2 > 10 19 52.8
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
43
4.1.7.Karakteristik Berdasarkan Lama Kerja
Berdasarkan hasil data yang didapat dari lapangan, diketahui bahwa dari 36
jumlah pekerja hanya sekitar 7 orang pekerja yang merupakan pekerja baru di
wilayah tersebut atau hanya 19,4% dari total pekerja. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa keberadaan pekerja informal di wilayah tersebut terbilang sudah cukup
lama yang dapat ditunjukkan dari persentase yang lebih besar terhadap pekerja
sektor informal yang masa kerjanya sudah lebih dari 3 tahun. Ringkasan
karakteristik pekerja berdasarkan lama kerja dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah.
Tabel 4.8 Frekuensi dan Persentase Lama Kerja
No. Lama Kerja (Tahun) Frekuensi Persentase
1 3 7 19.4
2 > 3 29 80.6
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
19%
81%
Gambar 4.7 Persentase Lama Kerja
≤ 3 Tahun> 3 Tahun
Sumber: olahan data primer (2018)
44
Pada gambar diagram di atas dapat dilihat persentase perbandingan antara
lama kerja dari pekerja sektor informal. Dapat diketahui dari keseluruhan jumlah
pekerja sektor informal dengan lama kerja > 3 tahun menjadi yang terbanyak
dengan persentase 81% atau sebanyak 29 orang dan hanya 19% atau sebanyak 7
orang pekerja yang merupakan pekerja baru ( 3 tahun). Dapat disimpulkan
bahwa pekerja atau pengusaha lama lebih mendominasi dibandingkan pekerja atau
pengusaha baru.
Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas atau kegiatan sektor informal di
sekitar lokalisasi Pasar Kembang sudah berlangsung lama. Berdasarkan hasil olah
data dari 36 orang pekerja informal, dapat diketahui bahwa rata - rata lama kerja
atau usaha adalah 11 tahun. Pengusaha paling lama adalah seorang pedagang yang
telah membuka kios atau warungnya selama 40 tahun. Sementara pengusaha
paling baru adalah sepasang suami istri paruh baya yang baru membuka usaha
gado – gado mereka selama seminggu.
4.1.8.Karakteristik Berdasarkan Modal
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui frekuensi dan persentase
modal pekerja informal yang dapat dilihat pada tabel 4.9. Pada tabel di bawah,
diketahui ada 16 pekerja yang mengeluarkan modal ratusan ribu untuk usaha
informalnya, dilanjutkaan dengan 15 pekerja dengan modal jutaan, lalu tanpa
modal. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyaknya persentase pekerja
sektor informal yang modalnya berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Tabel 4.9 Frekuensi dan Persentase Modal
No. Modal Frekuensi Persentase
45
1 Tanpa Modal 5 13.9
2 Ratusan Ribu 16 44.4
3 Jutaan 15 41.7
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran usaha atau pekerjaan di wilayah
tersebut cukup besar mengingat jumlah modal yang dibutuhkan untuk membuat
usaha atau pekerjaan tersebut cukup tinggi dan besar yaitu antara ratusan ribu
hingga jutaan rupiah dibandingkan jumlah pekerja yang bekerja tanpa modal.
Adapun sebaran modal pekerja sektor informal yang terbanyak adalah Rp
15.000.000 dengan jenis usaha kuliner sate. Berdasarkan data pekerja, masih
didapati pekerja dengan tanpa modal dengan jenis pekerjaan sebagai juru parkir
yang notabene tidak membutuhkan modal untuk bekerja.
14%
44%
42%
Gambar 4.8 Persentase Modal
Tanpa ModalRatusan RibuJutaan
Sumber: olahan data primer (2018)
46
Berdasarkan gambar 4.8 di atas, dapat dilihat persentase tingkatan modal
para pekerja sektor informal. Selisih Persentase antara modal ratusan ribu dan
modal jutaan tidak terlalu besar, hanya 2 % yang artinya bahwa ukuran usaha atau
pekerjaan di wilayah tersebut cukup besar untuk ekonomi kelas menengah
mengingat jumlah modal yang dibutuhkan untuk membuat usaha atau pekerjaan
tersebut cukup tinggi dan besar yaitu antara ratusan ribu hingga jutaan. Dapat
dilihat juga ada 14% atau 5 orang pekerja sektor informal dengan tanpa modal, hal
itu mungkin saja terjadi melihat pekerjaannya adalah seorang juru parkir.
4.1.9.Karakteristik Berdasarkan Pendapatan
Tabel 4.10 menyajikan mengenai jumlah pekerja menurut pendapatan.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pendapatan merupakan penghasilan
dari usaha berupa uang yang didapatkan oleh pedagang dalam satu hari kerja,
yang dinyatakan dalam satuan rupiah dengan akumulasi selama satu bulan.
Berdasarkan gambar 4.9 di bawah dapat dilihat dari segi pendapatan, mayoritas
pekerja sektor informal di wilayah tersebut memiliki pendapatan di bawah Rp
1.500.000 yaitu sebanyak 72,2% atau 26 pekerja dari total jumlah pekerja.
Tabel 4.10 Frekuensi dan Persentase Pendapatan
No Pendapatan (Rupiah) Frekuensi Persentase
1 < 1.500.000 26 72.2
2 1.500.000 - 2.500.000 5 13.9
3 2.500.000 - 3.500.000 3 8.3
> 3.500.000 2 5.6
Total 36 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
47
72%
14%
8%6%
Gambar 4.9 Pendapatan
< 1.500.0001.500.000 - 2.500.0002.500.001 - 3.500.000> 3.500.000
Sumber: olahan data primer (2018)
Artinya jika dilihat dari sisi ekonomi, menjadi pekerja sektor informal di
wilayah tersebut adalah kurang menjanjikan dari segi ekonomi, namun mungkin
akibat dari tuntutan hidup sehingga banyak masyarakat yang memilih mengais
rezeki di sektor informal wilayah tersebut walaupun dengan pendapatan yang ala
kadarnya. Pendapatan dari 36 pekerja selama sebulan terakhir memiliki rata - rata
sebesar Rp 1.015.556. Rata - rata pendapatan tersebut menunjukkan bahwa
pendapatan keseluruhan tersebut masih berada di bawah Upah Minimum Kota
(UMK) Yogyakarta tahun 2018 sebesar Rp 1.709.150.
Pendapatan terendah berupa kerugian senilai minus Rp 400.000 yang
dialami oleh seorang pengusaha roti. Sementara pendapatan tertinggi Rp
4.000.000 didapatkan oleh seorang pengusaha rental motor. Hal ini menunjukkan
gap atau perbedaan pendapatan yang sangat jauh dan mencolok antara dua jenis
usaha ini.
48
Data juga menunjukkan bahwa semakin besar atau tinggi kategori
pendapatan maka semakin sedikit frekuensi pekerja yang masuk ke dalam
kategori tersebut. Pendapatan kategori Rp 1.500.000 – Rp 2.500.000 berjumlah 5
pekerja atau 13,9%, lalu di bawahnya Rp 2.500.001 – Rp 3.500.000 dengan 3
pekerja atau 8.3% dan terakhir kategori lebih dari 3.500.000 dengan 2 pekerja atau
5.6%.
4.2. Analisis Pendapatan
Analisis data dilakukan setelah semua data dari observasi lapangan sudah
terkumpul, dan setelah itu data yang didapat diolah dari perangkat lunak yang
mendukung (SPSS). Analisis data terdiri dari tabel silang, korelasi, dan regresi
untuk analisis pendapatan. Hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen menjelaskan tentang adanya kemungkinan keterkaitan antara variabel
dependen dengan variabel independen. Rata - rata pendapatan tenaga kerja sektor
informal berdasarkan jenis kelamin, tanggungan, dan jenis usaha ditunjukan pada
gambar 4.10 hingga 4.12.
Rupiah0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000 1108750
899063
Gambar 4.10 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Jenis Kelamin
Pria Wanita
Sumber: olahan data primer (2018)
49
0 1 2 3 4 50
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
575000
794615
1395000
11460001300000
350000
Gambar 4.11 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Tang-gungan
Rupiah Tren
Sumber: olahan data primer (2018)
Gambar 4.10 di atas menunjukan bahwa rata-rata tingkat pendapatan pria
pada pekerja sektor informal lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat
pendapatan wanita pada pekerja sektor informal. Hal ini wajar saja terjadi
mengingat pria cenderung lebih kuat untuk mencari uang sebagai nafkah guna
memenuhi kebutuhan keluarga sedangkan wanita biasanya hanya mencari uang
tambahan saja dan alasan lain adalah fleksibilitas waktu yang fokusnya terbagi
mengurus keluarga sebagai seorang istri dan/atau ibu. Berdasarkan grafik 4.11 di
atas dapat dilihat rata-rata pendapatan berdasarkan tanggungan dalam keluarga.
Terihat bahwa jumlah tanggungan tidak ada hubungannya dengan rata-rata jumlah
pendapatan. Rata-rata pendapatan tertinggi terdapat pada tanggungan 2 orang
yang memiliki rata-rata pendapatan Rp 1.395. 000, dan rata-rata pendapatan
terendah berada pada jumlah tanggungan 5 dengan rata-rata pendapatan Rp
350.000.
50
Rupiah0
50000010000001500000200000025000003000000350000040000004500000
1225000778636
1117500
368000 200000
3875000
1250000
Gambar 4.12 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Jenis Usaha
Angkringan Kios / Warung Kuliner LaundryParkir Rental Lainnya
Sumber: olahan data primer (2018)
Berdasarkan gambar 4.12 di atas dapat dilihat variasi tingkat rata-rata
pendapatan berdasarkan jenis usaha. Terlihat perbedaan pendapatan yang sangat
jauh dari jenis usaha rental terhadap jenis usaha lainnya. Jenis usaha rental
memiliki rata-rata pendapatan tertinggi dengan rata-rata pendapatan Rp 3.875.000
dikarenakan jenis usaha rental tidak banyak mengeluarkan biaya yang akan
mengurangi pendapatannya. Sedangkan yang paling rendah ada pada jenis usaha
parkir yang memiliki rata-rata pendapatan Rp 200.000.
4.2.1.Tabel Silang
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dan didapat di lapangan, data akan
dianalisis dengan menggunakan tabel silang. Data yang akan dianalisis adalah
hubungan Pendapatan (Y) dengan Waktu Kerja (X1), Lama Kerja (X2), Modal
(X3), Pendidikan (X4), dan Usia (X5). Hasil tabel silang dapat dilihat sebagai
berikut.
51
Pada tabel 4.11 dapat dilihat bahwa kategori yang paling banyak terdapat di
waktu kerja 10 jam dengan jumlah 16 pekerja atau 44,4% yang memiliki
pendapatan < Rp 1.500.000. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
semakin panjang jam kerja para pekerja tersebut maka semakin meningkatkan
jumlah pendapatan mereka. Tabel tersebut juga memberikan informasi bahwa
hanya 2 orang yang bekerja > 10 jam per hari memperoleh pendapatan > Rp
3.500.000 sedangkan tidak ada pekerja yang bekerja < 10 jam per hari yang
memperoleh pendapatan > Rp 3.500.000. Kategori pendapatan 1.500.000 –
2.500.000 di waktu kerja 10 jam terdapat 1 pekerja atau 2.8% dan waktu kerja
> 10 jam terdapat 2 pekerja atau 5.6% dari total pekerja.
Tabel 4.11 Pendapatan Berdasarkan Waktu Kerja
Pendapatan (Rupiah)
Total< 1.500.000
1.500.000 -
2.500.000
2.500.001 -
3.500.000
> 3.500.000
Jam Kerja
10
F 16 0 1 0 20
% 44.4 0.0 2.8 0.0 55.6
> 10
F 10 5 2 2 16
% 27.8 13.9 5.6 5.6 44.4
TotalF 26 5 3 2 36
% 72.2 13.9 8.3 5.6 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
52
Rupiah0
200000400000600000800000
1000000120000014000001600000
746087
1492308
Gambar 4.13 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Jam Kerja
≤ 10 Jam > 10 Jam
Sumber: olahan data primer (2018)
Berdasarkan gambar 4.13 di atas, dapat dilihat bahwa semakin lama jam
kerja maka semakin meningkat pula pendapatan. Adapun rata – rata pendapatan
pekerja yang bekerja kurang dari 10 jam sebesar Rp 746.087, sedangkan yang
bekerja lebih dari 10 jam sebesar Rp 1.492.308. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan antara jam kerja dengan jumlah perolehan pendapatan.
Berdasarkan tabel 4.12 di bawah, terlihat bahwa mayoritas pekerja
merupakan pekerja yang telah bekerja lebih dari 3 tahun namun memiliki
pendapatan di bawah Rp 1.500.000. Kategori ini berjumlah 21 pekerja atau 58.3%
dari total pekerja. Sebaran data ini memperlihatkan bahwa walaupun lama kerja
atau jam terbang tinggi, namun tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan.
Hal ini terjadi dikarenakan sektor informal tidak memperhatikan sudah
berapa lamanya seseorang itu bekerja. Sebaliknya, dapat dilihat pada gambar 4.14,
rata - rata pendapatan lama kerja kurang dari 3 tahun justru lebih besar dengan
53
rata-rata pendapatan Rp. 1.113.571 dibandingkan level rata-rata pendapatan lebih
dari 3 tahun dengan rata-rata pendappatan Rp 991.897.
Tabel 4.12 Pendapatan Berdasarkan Lama Kerja
Pendapatan (Rupiah)
Total< 1.500.000
1.500.000 -
2.500.000
2.500.001 -
3.500.000
> 3.500.000
Lama Kerja
(Tahun)
< 3
F 5 1 0 1 7
% 13.9 2.8 0.0 2.8 19.4
> 3
F 21 4 3 1 29
% 58.3 11.1 8.3 2.8 80.6
TotalF 26 5 3 2 36
% 72.2 13.9 8.3 5.6 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
<= 3 Tahun > 3 Tahun900000
950000
1000000
1050000
1100000
11500001113571
991897
Gambar 4.14 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Lama Kerja
Rupiah
Sumber: olahan data primer (2018)
54
Berdasarkan tabel 4.13 di bawah, dapat disimpulkan bahwa besarnya modal
tidak berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat pendapatan yang diterima
oleh pekerja sektor informal. Hal itu terlihat dengan semakin tingginya modal
yang dikeluarkan tidak diiringi/dibarengi dengan tingginya tingkat pendapatan
pekerja sektor informal. Berdasarkan gambar 4.15 di bawah terlihat pekerja
dengan tanpa modal memiliki rata-rata pendapatan yang terbanyak yaitu Rp
1.670.000 sedangkan pekerja dengan modal jutaan memiliki pendapatan Rp
1.170.000.
Tabel 4.13 Pendapatan Berdasarkan Modal
Pendapatan (Rupiah)
Total< 1.500.000
1.500.000 -
2.500.000
2.500.001 -
3.500.000
> 3.500.000
Modal (Rupiah)
Tanpa Modal
F 3 0 0 2 5
% 8.3 0.0 0.0 5.6 13.9
Ratusan Ribu
F 14 1 1 0 16
% 38.9 2.8 2.8 0.0 44.4
JutaanF 9 4 2 0 15
% 25.0 11.1 5.6 0.0 41.7
TotalF 26 5 3 2 36
% 72.2 13.9 8.3 5.6 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
55
Tanpa Modal Ratusan Ribu Jutaan0
200000400000600000800000
10000001200000140000016000001800000 1670000
666250
1170000
Gambar 4.15 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Modal
Rupiah
Sumber: olahan data primer (2018)
Tidak Sekolah SD SMP SMA ke Atas0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
300000
804167913333
1204412
Gambar 4.16 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Pendidikan
Rupiah Tren
Sumber: olahan data primer (2018)
Berdasarkan tabel 4.14 di bawah dapat diketahui bahwa walaupun sebaran
pekerja mayoritas berpendidikan SMA ke atas (47,4%), namun pendapatannya
masih di bawah Rp 1.500.000 atau sebesar 72,2%. Dapat disimpulkan bahwa
tingkat pendidikan tidak memengaruhi tingkat pendapatan, walaupun trend yang
ditunjukkan pada gambar 4.16 bahwa rata-rata pendapatan pekerja menunjukkan
56
peningkatan seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Untuk rata-rata
pendapatan terendah pekerja sektor informal berada di pendapatan Rp 300.000
yang diterima oleh level pendidikan yang tidak bersekolah dan rata-rata
pendapatan tertinggi pekerja sektor informal adalah dengan pendapatan Rp
1.204.412 pada level pendidikan SMA ke atas.
Tabel 4.14 Pendapatan Berdasarkan Pendidikan
Pendapatan (Rupiah)
< 1.500.000
1.500.000 -
2.500.000
2.500.001 -
3.500.000
> 3.500.000
Pendidikan
Tidak Sekolah
F 1 0 0 0 1
% 2.8 0.0 0.0 0.0 2.8
SDF 5 1 0 0 6
% 13.9 2.8 0.0 0.0 16.7
SMPF 10 0 1 1 12
% 27.8 0.0 2.8 2.8 33.3
SMA ke Atas
F 10 4 2 1 17
% 27.8 11.1 5.6 2.8 47.2
TotalF 26 5 3 2 36
% 72.2 13.9 8.3 5.6 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
Berdasarkan tabel 4.15 di bawah, dapat dilihat bahwa pekerja dengan usia
produktif dengan rentang usia 25 – 54 tahun memperoleh pendapatan lebih besar
dibanding pekerja dengan rentang usia lainnya. Berdasarkan gambar 4.17 di
bawah dapat dilihat rata - rata pendapatan menurut kelompok usia. Kelompok usia
57
15 - 24 tahun rata – rata pendapatannya paling rendah, yaitu sebesar Rp 350.000.
Kemudian rata – rata pendapatan yang paling tinggi berada pada usia produktif
yaitu 25 - 54 tahun dengan jumlah pendapatan rata - rata yaitu Rp 1.131.905.
Sedangkan pada kelompok usia 55+ didapati rata-rata pendapatan sebesar Rp
888.571. Hal tersebut secara teoritis dikarenakan kekuatan fisik dan semangat
yang lebih prima sehingga pekerja dengan usia produktif dapat bekerja dengan
lebih giat sehingga pendapatan mereka pun lebih besar.
Tabel 4.15 Pendapatan Berdasarkan Usia
Pendapatan (Rupiah)
Total< 1.500.000
1.500.000 -
2.500.000
2.500.000 -
3.500.000
> 3.500.000
Usia (Tahun
)
15 -
24
F 1 0 0 0 1
% 2.8 0.0 0.0 0.0 2.8
25 -
54
F 15 2 2 2 21
% 41.7 5.6 5.6 5.6 58.3
> 55
F 10 3 1 0 14
% 27.8 8.3 2.8 0.0 38.9
TotalF 26 5 3 2 36
% 72.2 13.9 8.3 5.6 100.0
Sumber: olahan data primer (2018)
58
15 - 24 24 - 54 55 +0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
350000
1131905
888571
Gambar 4.17 Rata - Rata Pendapatan Berdasarkan Kelompok Umur / Usia
Rupiah Tren
Sumber: olahan data primer (2018)
4.2.2.Hasil Analisis Korelasi
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dan didapat di lapangan, data akan
dianalisis dengan menggunakan tabel korelasi. Data yang akan dianalisis adalah
hubungan Pendapatan (Y) dengan Waktu Kerja (X1), Lama Kerja (X2), Modal
(X3), Pendikan (X4), danUsia (X5) untuk menguji apakah tiap-tiap variabel
independen secara individual berpengaruh / signifikan terhadap variabel
dependen. Dalam pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi (α) 0,05. Hasil
tabel uji dapat dilihat sebagai berikut.
59
Tabel 4.16 Korelasi
Pendapatan
Spearman's rho
Jam Kerja
Correlation Coefficient .432**
Sig. (2-tailed) .008
N 36
Lama Kerja
Correlation Coefficient -.021
Sig. (2-tailed) .901
N 36
Modal
Correlation Coefficient .073
Sig. (2-tailed) .674
N 36
Pendidikan
Correlation Coefficient .263
Sig. (2-tailed) .121
N 36
Usia
Correlation Coefficient -.006
Sig. (2-tailed) .974
N 36
Pendapatan
Correlation Coefficient 1.000
Sig. (2-tailed) .
N 36
Sumber: olahan data primer (2018)
60
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa yang mempunyai hubungan di
antara variabel pendapatan (y) dan variabel jam kerja, lama kerja, modal,
pendidikan, dan usia (x), hanya antara jam kerja dengan pendapatan karena nilai
sig 0,008 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel independen lain yakni lama
kerja, modal, pendidikan, usia tidak memiliki hubungan dengan variabel
pendapatan. Hal tersebut terlihat dengan nilai uji tiap variabel di atas 0.05.
4.2.3.Hasil Analisis Regresi
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi pendapatan tenaga kerja informal. Hasil analisis disajikan
pada tabel di bawah ini. Uji F digunakan untuk membuktikan apakah variabel
independen (jam kerja, lama kerja, modal, pendidikan, dan usia) secara bersama-
sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan baik positif maupun
negatif terhadap variabel dependennya (pendapatan). Berdasarkan uji ANOVA
atau F test pada tabel di bawah, diperoleh nilai F hitung sebesar 1.598 dengan
probabilitas 0.191. Karena probabilitas lebih besar dari 0,05, maka model regresi
ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi pendapatan atau dapat dikatakan
bahwa jam kerja, lama kerja, modal, pendidikan, usia secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap pendapatan.
Tabel 4.17 Tabel Ringkasan Model
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .459a .210 .079 .843
a. Predictors: (Constant), Usia, Waktu Kerja, Modal, Lama Kerja, Pendidikan
61
Tabel 4.18 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
1
Regression 5.673 5 1.135 1.598 .191b
Residual 21.299 30 .710
Total 26.972 35
a. Dependent Variable: Pendapatan
b. Predictors: (Constant), Usia, Waktu Kerja, Modal, Lama Kerja , Pendidikan
Tabel 4.19 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .578 1.205 .479 .635
Waktu Kerja .689 .308 .398 2.241 .033
Lama Kerja .031 .371 .014 .084 .934
Modal -.293 .212 -.234 -1.380 .178
Pendidikan .131 .185 .126 .711 .482
Usia .011 .273 .007 .039 .969
a. Dependent Variable: Pendapatan
62
Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat
signifikansi dari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara
individual dan menganggap variabel lain konstan. Berdasarkan tabel di atas
diketahui tingkat signifikansi yang diharapkan adalah < 0.05. Dapat disimpulkan
dari tabel di atas menguatkan tabel korelasi bahwa hanya 1 variabel independen
yaitu jam kerja yang memiliki hubungan dengan variabel dependen yaitu
pendapatan yang memiliki nilai uji variabel jam kerja sebesar 0.033 < 0.05.
Maka variabel jam kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan
tenaga kerja sektor informal di lokasi penelitian karena nilai sig 0,033 < 0,05. Hal
ini tidak terlepas dari lokasi penelitian yang termasuk ke dalam kawasan wisata
sehingga aktivitas perekonomian di sekitar lokalisasi Pasar Kembang berlangsung
hampir 24 jam, baik siang maupun malam. Konsekuensi logisnya, semakin lama
durasi jam kerja, maka semakin tinggi peluang untuk volume barang atau jasa
yang terjual. Implikasinya adalah peningkatan pendapatan pekerja sektor informal
di sekitar lokalisasi Pasar Kembang.
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Karakteristik pekerja sektor informal yaitu: (1) usia mayoritas berusia
produktif (25 – 54 tahun), (2) jenis kelamin pekerja didominasi pedagang
laki – laki, (3) rata – rata pendidikan SMA, (4) jumlah tanggungan keluarga
pekerja rata – rata 1 orang, (5) jenis usaha pekerja didominasi oleh
kios/warung, (6) jam kerja berkisar 10 jam, (7) rata – rata jumlah modal Rp
2.154.167, (8) masa kerja rata – rata 11 tahun, dan (9) pendapatan rata – rata
Rp 1.015.556.
2. Hasil analisis uji korelasi dan regresi dalam penelitian ini adalah adanya
hubungan pengaruh yang signifikan antara jam kerja dengan jumlah
pendapatan. Sedangkan tingkat pendidikan, jumlah modal, lama kerja, dan
usia teruji tidak berhubungan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama
jam kerja maka semakin tinggi pula pendapatan. Namun, tingkat
pendidikan, jumlah modal, lama kerja, dan usia tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tingkat
pendidikan serta modal tidak terlalu berpengaruh dalam sektor informal.
5.2. Saran
1. Pemerintah disarankan menciptakan lapangan kerja yang lebih merata di
masing-masing daerah untuk meningkatkan produktivitas ekonomi dan
pendapatan bagi para tenaga kerja yang memiliki keterbatasan untuk masuk
ke dalam sektor formal.
64
2. Perlunya akan akses tambahan terhadap informasi kewiraswastaan dan
pemberdayaan ekonomi mandiri agar sektor informal lebih produktif,
kreatif, dan inovatif untuk menciptakan ekonomi yang lebih mandiri.
3. Pemerintah kota juga disarankan memiliki langkah-langkah antisipastif
dalam arus urbanisasi agar tidak melebihi daya tampung kota. Perlu adanya
kerjasama dengan daerah sekitar serta pengelolaan sektor informal yang
lebih baik lagi sehingga sektor informal di kota Yogyakarta menjadi bagian
penting dalam sistem ekonomi perkotaan dan bukan sebagai korban
pembangunan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, A. S. (2013). Dampak Lokalisasi Pekerja Seks Komersial (Psk) Terhadap Masyarakat Sekitar: Studi Kasus Di Jalan Soekrno-Hatta Km.10 Desa Purwajaya Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Administrasi Negara, 1(2), 465–478.
Ananta, A. & Hatmadji, S.H. (1985). Mutu Modal Manusia: Suatu Analisis Pendahuluan. Jakarta: LDFE Universitas Indonesia.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2013). Konsep Tenaga Kerja. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama 1986 – 2016. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/971 (18 Januari 2017)
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi, 1986-2016. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/981 (18 Januari 2017)
Beall, J., Guha-Khasnobis, B., & Kanbur, R. (2010). Introduction: African development in an urban world: Beyond the tipping point. Urban Forum, 21(3), 187–204. https://doi.org/10.1007/s12132-010-9086-5
Bhowmik, S. (2005). Fraternal capital: Peasant‐Workers, Self‐Made men, and globalization in provincial india. by sharad chari. stanford, calif.: Stanford university press, 1994. pp. xxv+379. American Journal of Sociology, 111(3), 929-931. https://doi.org/10.1086/500767
Boediono. (1982). Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
Boels, D. (2015). The challenges of belgian prostitution markets as legal informal economies: An empirical look behind the scenes at the oldest profession in the world. European Journal on Criminal Policy and Research, 21(4), 485-507. https://doi.org/10.1007/s10610-014-9260-8
Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Darmansjah, N., & Nasikun, D. J. (2004). Strategi penguatan peran lembaga-lembaga pedesaan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Effendi, T. N. (2005). Pengangguran terbuka dan setengah terbuka di Indonesia mengapa tidak meledak saat krisis ekonomi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
Febriani, L., & Almahmudi. (2006). Analisis Pendapatan Pedagang Sepatu Sektor Informal di Kota Bengkulu. Tesis. Universitas Negeri Bengkulu.
66
Fiess, N. M., Fugazza, M., & Maloney, W. F. (2010). Informal self-employment and macroeconomic fluctuations. Journal of Development Economics, 91(2), 211-226. https://doi.org/10.1016/j.jdeveco.2009.09.009
Firdausa, R.A. (2012). Pengaruh Modal Awal, Lama Usaha, dan Jam Kerja Terhadap Pendapatan Pedagang Kios di Pasar Bintoro Demak. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Gërxhani, K. (2004). The informal sector in developed and less developed countries: A literature survey. Public Choice, 120(3/4), 267-300. https://doi.org/10.1023/B:PUCH.0000044287.88147.5e
Gilbert, G., & Gugler, J. (1996). Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Gindling, T. H., & Newhouse, D. (2014). Self-Employment in the Developing World. World Development, 56, 313–331. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2013.03.003
Hariningsih, E., & Simatupang, R. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran Studi Kasus: Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta. Jurnal Riset Manajemen Dan Bisnis, 3(2), 89-108.
Harsiwi, T. A. (2002). Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Malioboro. Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE Universitas Atma Jaya, 14.
Hull, T., Sulistyaningsih, E., & Jones G. (1997). Pelacuran di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hussmanns, R., Mehran, F., & Verma, V. (1990). Surveys of economically active population, employment, unemployment and underemployment: An ILO manual on concepts and methods. Geneva: International Labour Office.
Hutajulu, A. T. (2004). Peranan Wanita Desa dalam Pembangunan pada Masyarakat Batak yang Patrilineal: Studi Kasus di Desa Ompu Raja Hutaea, Kecamatan Laguboti, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Bogor: Puspa Swara.
Istiany, N.N. (2016). Partisipasi Perempuan dalam Sektor Informal di Daerah Istimewa Yogyakarta.Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Kartono, K. (2007). Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2014). Situasi Ketenagakerjaan Umum di Indonesia. http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/userfiles/l5ru_20140626_jabatan%20fungsional%20umum%20919%20update24juni2014.pdf (17 Januari 2017)
Koto, P. S. (2015). An empirical analysis of the informal sector in ghana. The Journal of Developing Areas, 49(2), 93-108. https://doi.org/10.1353/jda.2015.0038
Lamba, S., & Mace, R. (2011). Demography and ecology drive variation in cooperation across human populations. Proceedings of the National
67
Academy of Sciences of the United States of America, 108(35), 14426-14430. https://doi.org/10.1073/pnas.1105186108
Mahdavi, P. (2013). Gender, labour and the law: The nexus of domestic work, human trafficking and the informal economy in the united arab emirates. Global Networks, 13(4), 425-440. https://doi.org/10.1111/glob.12010
Maleong, L. J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Manning, C., & Effendi, T. N. (1985). Urbanisasi, pengangguran dan sektor informal di kota. Jakarta: P.T. Gramedia.
Manning, C., & Roesad, K. (2006). Survey of recent developments. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 42(2), 143-170. https://doi.org/10.1080/00074910600873633
Mardalis. (2003). Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Marzuki. (1977). Metodologi Riset. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Meiners, E. B., & Miller, V. D. (2004). The effect of formality and relational tone on supervisor/subordinate negotiation episodes. Western Journal of Communication, 68(3), 302-321. https://doi.org10.1080/10570310409374803
Morrell, E., Sjaifudian Sumarto, H. & Tuerah, N. (2008). Governing the Informal Economy. Australia Indonesia Governance Research Partnership, 11.
Mulyadi & Mahfud, M. (2003). Activity-based cost system: Sistem informasi biaya untuk pengurangan biaya. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Muzakir. (2010). Kajian Persepsi Harapan Sektor Informal Terhadap Kebijakan Pemberdayaan Usaha Pemerintah Daerah Kabupaten Tojo Unauna. Kendari: Media Litbang.
Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nisjar, K. (1997). Manajemen Strategik. Bandung: Mandar Maju.
Nurwinda, H. (2016). Mobilitas Vertikal Dan Horisontal (Studi Kasus Pedagang Bubur Kacang Hijau di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta). Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Patilimia, H. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Alfabeta.
Pitoyo, A. J. (2007). Dinamika Sektor Informal di Indonesia Prospek, Perkembangan dan Kedudukannya dalam Sistem Ekonomi Makro, Majalah Populasi, 18(2), 129-146.
Ponsaers, P., Shapland, J., & Williams, C. C. (2008). Does the informal economy link to organised crime? International Journal of Social Economics, 35(9), 644–650. https://doi.org/10.1108/03068290810896262
68
Prastya, R. K. C., & Darma, A. (2011) Dolly: Kisah Pilu yang Terlewatkan. Yogyakarta: Pustaka Pena.
Purnawan, I. D. (2016). Statistik Daerah Kecamatan Gedongtengen 2016. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta.
Putri, N. M., & Purwanti, E.Y. (2012). Analisis Penawaran Tenaga Kerja Wanita Menikah dan Faktor yang Memengaruhinya di Kabupaten Brebes. Diponegoro Journal of Economics, 1(1), 1-11.
Rahayu, L. (2014). Modal Sosial sebagai Strategi Kelangsungan Hidup Perempuan Pekerja Seks. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Republik Indonesia. (1995). Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Lembaran Negara RI Tahun 1995, No. 74. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lembaran Negara RI Tahun 2003, No. 39. Sekretariat Negara. Jakarta.
Rothenberg, A. D., Gaduh, A., Burger, N. E., Chazali, C., Tjandraningsih, I., Radikun, R., … Weilant, S. (2016). Rethinking Indonesia’s Informal Sector. World Development, 80, 96–113. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2015.11.005
Samuelson, P. A., Nordhaus, W., & Mandel, M. (1995). microeconomics. New York: McGraw-Hill.
Sekaran, U. (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sihombing, G. (1997). Analisis dan evaluasi hukum tentang penanggulangan prostitusi dan pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI.
Simanjuntak, P. J. (1985). Pengantar ekonomi sumber daya manusia. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sinaga, S. (2013). management and programs of intellectual property rights for small medium enterprises in indonesia. International Journal of Arts & Sciences, 6(2), 615.
Singarimbun, M., & Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Soekartawi. (2000). Pengantar agroindustri. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suharto, E. (2008). Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, S. (1994). Pengantar teori mikro ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sunyoto, D. (2013). Perilaku Konsumen. Yogyakarta: CAPS.
Tambunan, T. T. H. (2002). Usaha kecil dan menengah di Indonesia: Beberapa isu penting. Yogyakarta: Salemba Empat.
69
Todaro, M. P., & Stilkind, J. (1981). City bias and rural neglect: The dilemma of urban development. The Population Council. https://doi.org/10.2307/1972646
Todaro, M. P., & Sumiharti, Y. (1998). Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. Jakarta: Erlangga.
Wauran. (2012). Experian Commercial Risk Database. Costa Mesa: Experian Information Solutions, Inc.
Weinstein, L. (2016). Street corner secrets: Sex, work, and migration in the city of mumbai. Los Angeles, CA: SAGE Publications. https://doi.org/10.1177/0094306116629410eee
Widodo, T. (2006). Peran sektor informal terhadap perekonomian daerah: Teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada.
Winoto, A. (2016). Kajian Karakteristik dan Faktor Pemilihan Lokasi Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Wirosardjono, S. (1985). Sektor Informal: Katup Pengaman. Jakarta: LDFE Universitas Indonesia.
Yunus, H. S. (2016). Metode Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zulfiqar, J., Fitriah, N., & Paselle, E. (2015). Analisis Kebijakan Penutupan Lokalisasi Prostitusi Km 17 di Balikpapan. eJournal Administrative Reform, 2(1), 1199–1212.
70