library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2012-1... · web view... kesadaran...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen
“Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling
the use of resources to accomplish performance goals.” (John R. Schermerhon, Jr,
1996, p4)
“Management is the attainment of organizational in an effective and efficient
manner through planning, organizing, leading and controlling organizational
resources.” (Richard L. Daft, 2003, p5)
Menurut Patterson dan Plowman, mendefinisikan manajemen sebagai suatu
teknik, maksud dan tujuan dari sekelompok manusia tertentu yang ditetapkan,
dijelaskan, dan dijalankan. (Suprapto, 2009)
Sehingga dapat disimpulkan manajemen adalah suatu proses dari perencanaan,
pengaturan, kepemimpinan, serta pengendalian atas suatu sumber daya sebagai
usaha yang dilakukan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Manajemen Strategik
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Strategik
“Strategic management is the analysis and decisions necessary to formulate
and implement strategy.” (Dyck, 2010)
“Strategic management can be defined as the art and science of formulating,
implementating, and evaluating cross-functional decisions that enable an
organization to achieve its objective.”(David, 2011)
Manajemen strategis adalah proses untuk membantu organisasi dalam
mengidentifikasi apa yang ingin mereka capai, dan bagaimana seharusnya mereka
mencapai hasil yang bernilai. (Hitt et al)
Menurut Hunger dan Wheelen, (2001, p4) Manajemen strategik adalah
serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja
perusahaan dalam jangka panjang.
Manajemen strategik adalah sekumpulan keputusan dan tindakan yang
menghasilkan formulasi dan pelaksanaan tindakan manajerial yang dirancang
untuk mencapai sasaran perusahaan dalam jangka panjang.
2.1.2.2 Proses Manajemen Strategik
David (2011, p38) menjelaskan bahwa terdapat tiga tahap manajemen strategi,
yaitu:
1. Perumusan strategi (strategy formulation)
Mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman
eksternal organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal,
penetapan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan
strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Isi-isu perumusan strategi mencakup
penentuan bisnis apa yang akan dijalankan, bisnis apa yang tidak akan
dijalankan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, perlukah ekspansi atau
7
diversifikasi operasi dilakukan, perlukah perusahaan terjun ke pasar
internasional, perlukah merger atau penggabungan usaha dibuat, dan
bagaimana menghindari pengambilalihan yang merugikan.
1. Penerapan strategi (strategy implementation)
Mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan
struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran,
penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan
pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Mengharuskan
perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi
karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi-strategi yang
telah dirumuskan dapat dijalankan.
2. Penilaian strategi (strategy evaluation)
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen strategis, manajer mesti tahu kapan
ketika strategi tertentu tidak berjalan dengan baik; penilaian atau evaluasi
strategi merupakan cara utama untuk memperoleh informasi semacam ini. Tiga
aktivitas penilaian strategi yang mendasar adalah:
(1) Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal
(2) Pengukuran kinerja
(3) Pengambilan langkah korektif
Gambar 2.1 Proses Manajemen Strategik
8
2.1.2.3 Manfaat Manajemen Strategik
Penerapan manajemen strategik di dalam perusahaan mempunyai manfaat
langsung maupun tak langsung terhadap setiap aspek perusahaan, terutama ke
dalam kinerja aspek keuangan dan bisnis (Jemsly, 2006). Secara umum manfaat
yang diperoleh perusahaan dalam menerapkan manajemen strategik adalah
sebagai berikut:
a. Meningkatkan performasi perusahaan, baik dalam hal profitabilitas maupun
keberhasilan lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perusahaan
yang menggunakan konsep manajemen strategik mempunyai profitabilitas
(lebih menguntungkan) dan keberhasilan yang lebih besar dari perusahaan
yang tidak menggunakan.
b. Memperbaiki proses manajemen, dan partisipasi di dalam organisasi
seperti:
- Mendorong bawahan untuk terlibat dalam perencanaan dan membantu
memonitor serta membuat peramalan dalam perencanaan.
- Proses manajemen lebih baik karena melibatkan interaksi kelompok
yang variatif dan didasarkan kepada spesialisasi dari angggota
kelompok dalam membuat pilihan.
- Mereduksi “gap” (kesenjangan/celah) dan “overlap” (tumpang tindih)
dari aktivitas individu dan kelompok dengan mengklarifikasi formasi
startegi.
- Merepresentasikan sikap individu terhadap usaha keseluruhan
perusahaan
9
- Alokasi waktu dan sumberdaya yang lebih efisien untuk
mengidentifikasi peluang.
c. Memperbaiki pengambilan keputusan, seperti:
- Keputusan utama untuk dukungan terbaik dalam mencapai tujuan
- Minimalisasi dampak dari kondisi dan perubahan yang merugikan
- Lebih peduli dengan parameter yang membatasi pilihan yang ada
sehingga membuat mereka lebih memungkinkan menerima keputusan
yang ada.
d. Memperbaiki sikap, disiplin, dan motivasi individu di dalam organisasi
seperti:
- Meningkatkan disiplin dalam mengelola bisnis.
“Strategic management allows an organization to be more proactive than
reactive in shaping its own future; it allows an organization to initiate and
influencer (rather than just respond to) activities-and thus to exert control over its
own destiny.” (David, 2011, p48)
Sumber : Fred. R. David “strategic management” 13th edition, 2011, p48.
Gambar 2.2 The Benefits of Strategic Management
10
2.1.2.4 Tujuan Manajemen Strategik
“The purpose of strategic management is to exploit and create new and
different opportunities for tomorrow; low-range planning, in contrast, tries to
optimize for tomorrow the trends of today.”Yang berarti tujuan manajemen
strategis yaitu untuk mengeksploitasi serta menciptakan berbagai peluang baru
dan berbeda untuk esok; perencanaan jangka panjang, sebaliknya, berusaha untuk
mengoptimalkan tren-tren dewasa ini untuk esok. (David, 2011, p37)
Tujuan utama dalam manajemen strategik adalah memadukan variabel-variabel
internal perusahaan untuk memberikan kompetensi unik, yang memampukan
perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif secara terus-menerus,
sehingga menghasilkan laba. (Murniati & Nasir, 2009)
2.1.2.5 Strategi
David (2011, p45) “strategies are the means by which long-term objectives
will be achieved, potential actions that require top management decisions and
large amounts of the firm’s resources. In addition, strategies affect an
organization’s long term prosperity, typically for at least five years, and thus are
future-oriented”, yang menyatakan strategi adalah tujuan bersama jangka panjang
yang hendak dicapai, aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen
puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Strategi
memengaruhi perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya untuk lima
tahun ke depan, karena berorientasi ke masa yang akan datang.
11
Porter berpendapat strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai
keunggulan bersaing (Rangkuti, 2006, p4). Dalam artikel Harvard Business
Review (Nov-Des1996), Porter mengemukakan strategi adalah memilih suatu
posisi yang unik dan bernilai, yang berakar di sistem aktivitas, yang jauh lebih
sulit untuk ditandingi.
Strategi adalah metode yang digunakan oleh organisasi untuk bergerak dari
satu posisi ke posisi yang lain (Robert, 2008, p1). Suwardi (2007, p8-13) juga
mengatakan di mana berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert S.
Kaplan dan David P. Norton, diketahui bahwa hanya 10% dari perusahaan-
perusahaan di Amerika Serikat yang dapat mengeksekusikan strategi dengan baik.
Dari studi itu pula ditemukan bahwa ada empat hal yang dapat menghambat
eksekusi strategi (Evans, 2002), yaitu :
(1) Hambatan pada visi (Vision Barrier)
Terjadi karena kurangnya sosialisasi dari visi yang telah dibangun. Kaplan dan
Norton menemukan bahwa pada umumnya hanya 5% dari total jumlah
karyawan yang tahu dan memahami visi organisasi tempat mereka bekerja. Hal
ini seringkali terjadi karena visi dan misi organisasi dirasakan terlalu
mengawang-awang oleh para karyawan. Sementara itu, strategi yang dibuat
kerap kali terlalu panjang lebar, atau sangat detail, dan dibuat dalam bentuk
kalimat yang kurang membumi, tidak menggunakan bahasa sehari-hari yang
mudah dicerna.
12
(2) Hambatan pada pelaku (People Barrier)
Seluruh karyawan perusahaan di semua jenjang dalam struktur organisasi
adalah para pelaku dari visi, misi dan strategi yang telah dibangun. Untuk
memotivasi mereka agar efisien dan efektif dalam menerapkan strategi, penting
sekali mengaitkan strategi itu dengan insentif yang bisa diterima oleh
karyawan. Berkaitan dengan penerapan BSC, para karyawan akan lebih
termotivasi untuk melaksanakan strategi yang telah digariskan bila mereka juga
melihat ada sistem insentif yang terkait dengan strategi itu. Pada kenyataannya,
hal ini belum banyak dilakukan. Riset menunjukkan bahwa hanya 25% dari
insentif yang telah dikaitkan dengan strategi.
(3) Hambatan pada manajemen (Management Barrier)
Kendala berikutnya adalah manajemen. Sesuatu yang wajar bila manajer
terlalu banyak menghabiskan waktunya pada kegiatan operasional, tetapi
sangat disayangkan bila mereka tidak punya waktu sedikit pun untuk
membahas strategi perusahaan. Studi yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton
membuktikan bahwa 85% dari pihak manajemen menghabiskan waktu kurang
dari 1 jam per bulan untuk membahas strategi. Pembahasan itu pun hanya
berfokus pada hal-hal seperti keuangan, penjualan dan inventori semata.
Seringkali hal-hal intangible luput dari perhatian dan pembicaraan mereka.
Pada akhirnya pembahasan tersebut hanya berfokus pada hasil atau pencapaian
mereka (result oriented) dan tidak memberi perhatian cukup pada proses.
13
(4) Hambatan pada sumber daya (Resource Barrier)
Hambatan terakhir adalah sumber daya, yang dalam hal ini adalah modal. Studi
menunjukkan bahwa 60% dari organisasi tidak mengaitkan anggaran dengan
strategi. Anggaran dengan strategi perlu dikaitkan karena pelaksanaan strategi
membutuhkan biaya. Alangkah baiknya bila anggaran dibuat selaras dengan
strategi.
Keempat hambatan ini dapat berakibat fatal bagi sebuah organisasi, karena
dapat mengakibatkan gagalnya atau terhambatnya eksekusi strategi yang telah
dibangun. Namun demikian, keempat hambatan tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan konsep Balanced Scorecard.
2.1.3 Visi & Misi
2.1.3.1 Visi
(Peter M. Senge, p88) dalam buku “The fifth Discipline”, visi yaitu gambaran
masa depan yang ingin kita ciptakan. Visi adalah sesuatu yang berhubungan
dengan menciptakan masa depan perusahaan dengan tujuan yang besar oleh
karena itu maka visi merupakan titik awal sebuah perjalanan dan sebagai media
untuk memfokuskan seluruh tindakan dan pandangan kepada apa yang diinginkan
di masa mendatang (Jemsly, 2006, p30). Visi adalah suatu pernyataan menyeluruh
tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan
datang. (Gasperz, p10, 2011)
- Diciptakan melalui konsensus,
14
- Bentuk-bentuk image ideal di masa yang akan datang, yang
mempengaruhi mental orang-orang untuk berhasrat mencapainya,
- Menggambarkan sesuatu yang mungkin, tidak perlu harus dapat
diperkirakan,
- Memberikan arah dan fokus,
- Mempengaruhi orang-orang untuk menuju ke visi itu,
- Tidak memiliki batas waktu.
2.1.3.2 Misi
“A mission statement is more than a statement of specific details; it is a
declaration of attitude and outlook” (David, 2011, p81). Seperti yang
dikemukakan oleh Pearce dan Robinson (2005, p33-34) bahwa misi adalah apa
yang diinginkan perusahaan yang bersifat ideal atau misi merupakan sebuah pesan
yang dirancang untuk menyatakan harapan yang inklusif dari seluruh stakeholder
terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Misi adalah bagian dari visi
yang mereka komunikasikan (Birch, 2006, p40). Gaspersz mengatakan misi
adalah suatu pernyataan bisnis dari perusahaan, yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
- Menyatakan alasan-alasan bisnis tentang keberadaan perusahaan itu,
- Tidak menyatakan suatu hasil,
- Tidak ada batas waktu atau pengukuran,
- Memberikan basis untuk pembuatan keputusan tentang alokasi sumber-
sumber daya dan penetapan tujuan yang tepat,
15
- Mendefinisikan bisnis sekarang dan yang akan datang dalam bentuk
produk, skor, pelanggan, alasan-alasan dan pasar.
2.1.4 Kinerja
Menurut Ambar (2003, p223), kinerja seseorang merupakan kombinasi dari
kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu
S.P. Hasibuan (2001, p34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson
Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001, p78), menyatakan bahwa
kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
Menurut Robbins, kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang
telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama
(Gusti, 2008, p40). Di pihak lain Ahuya menjelaskan,“Performance is the way of
job or task is done by an individual, a group of an organization.”Yang memiliki
arti kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi
menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas.
“Performance is defined as the outcomes or achievements that result from
goal-directed work system behavior.”(Reid)
16
2.1.4.1 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Yuwono, et.all (2008, p29) manfaat sistem pengukuran kinerja yang
baik adalah:
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang
yang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan kepada
pelanggan
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai mata rantai
pelanggan dan pemasok internal
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut
d. Membuat tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut
Agar pengukuran tersebut dapat memberikan manfaat bagi suatu perusahaan,
tentunya sebuah pengukuran kinerja harus mempunyai atribut yang dapat menjadi
tolak ukur yang baik dengan mengkombinasikan antara aspek keuangan dan non-
keuangan sebagai berikut:
1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktor-
faktor kunci keberhasilan perusahaan
2. Relevan dan mendukung strategi
3. Sederhana untuk diimplementasikan
17
4. Tidak kompleks
5. Digerakkan oleh pelanggan
6. Integral dengan seluruh fungsi dalam organisasi
7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan organisasi
8. Sesuai dengan lingkungan eksternal
9. Mendorong kerjasama dalam organisasi baik secara vertikal maupun
horizontal
10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan
11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan
top- down dan bottom-up
12. Dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi
13. Dapat dipahami
14. Disepakati bersama
15. Realistik
16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat sebuah
perbedaan
17. Terhubung dengan aktivitas, sehingga hubungan yang jelas terlihat antara
sebab dan akibat
18. Difokuskan lebih kepada pengelolaan sumber daya ketimbang biaya yang
sederhana
19. Dimanfaatkan untuk memberi “real time feeedback”
20. Digunakan untuk memberi “action oriented feedback”
18
21. Jika diperlukan, suatu tolak ukur bisa ditambah lintas fungsional dan lintas
manajemen
22. Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi
23. Mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti
24. Secara kontinyu dinilai relevansinya dinilai relevansinya terhadap 23 atribut
diatas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolak ukur yang baru
atau lebih relevan ditemukan
2.1.5 Balanced Scorecard
“The collision between the irresistible force to build long-range competitive
capabilities and the immovable object of the historical-cost financial accounting
model has created a new synthesis is Balanced scorecard.” (Kaplan & Norton,
1996)
Balanced Scorecard adalah sistem pengendalian manajemen yang
memungkinkan perusahaan untuk memperjelas strategi mereka, menerjemahkan
strategi menjadi tindakan, dan menghasilkan umpan balik yang bermanfaat,
seperti apakah strategi tersebut menciptakan nilai, berpengaruh terhadap
kompetensi inti, memuaskan pelanggan perusahaan, dan menghasilkan
penghargaan keuangan untuk para pemegang saham. (Pearce & Robinson, 2008,
p519)
“The Balanced Scorecard provides a voice of strength and clarity to intangible
assets, allowing organizations to benefit fully from their astronomical potential.”
(Niven, 2008)
19
Scorecard merupakan alat yang dapat digunakan untuk menetapkan target
kerja, mendorong implementasi strategi, dan mengukur kinerja organisasi.
Scorecard memengaruhi kinerja organisasi karena dapat meningkatkan fokus dan
efektivitas implementasi strategi. Gambar di bawah memberikan ilustrasi sebuah
scorecard yang meliputi empat perspektif dalam BSC (Balanced Scorecard),
yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran &
pertumbuhan. Keempat perspektif yang ada dalam scorecard memiliki tujuan,
ukuran, target, dan serangkaian inisiatif penting yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Dengan tetap mempertahankan ukuran finansial untuk kinerja masa lalu, BSC
juga mencoba memperkenalkan performance driver untuk kinerja mendatang.
Dengan demikian BSC mencerminkan keseimbangan (Purwanto, p36):
a. Antara tujuan finansial dan tujuan nonfinansial
b. Antara kepentingan stakeholder internal dan kepentingan stakeholder
eksternal;
c. Antara lag indicatordan lead indicator dari kinerja.
Sumber : Robert S. Kaplan and David P. Norton, “Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System, “ Harvard Business Review (Jan-Feb 1996) : 76.
Gambar 2.3 Kerangka Kerja Balanced Scorecard
20
Suwardi (2010, p16) mendefinisikan BSC sebagai beikut, Balanced Scorecard
adalah suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat
membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi
dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non-finansial yang
kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Dari definisi tersebut,
jelaslah bahwa BSC sangat berperan sebagai penerjemah atau pengubah
(converter) visi dan strategi organisasi menjadi aksi. Karena itu, BSC tidak
berhenti pada saat stategi selesai dibangun, tetapi terus memonitor proses
eksekusinya. Secara diagram, BSC terdiri atas empat perspektif, yaitu:
1) Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Tidak bisa dipungkiri bahwa keuangan merupakan hal penting bagi setiap
organisasi, terlepas apakah organisasi itu diharapkan untuk menghasilkan laba
atau tidak (nirlaba). Keuangan adalah penting karena diperlukan keuangan yang
baik untuk mengelola suatu organisasi, apalagi organisasi yang memang bertujuan
untuk mengakumulasi laba. Tidak berbeda dengan konsep untuk membangun
strategi keuangan lainnya, BSC menggariskan upaya apa yang harus dilakukan
untuk dapat berhasil secara keuangan, dan bagaimana kinerja kita secara keuangan
di mata para pemegang saham. Keuangan organisasi dapat dilihat dari 2 sudut
pandang, yaitu:
(1) Jangka pendek, dalam pendekatan keuangan yang bertujuan jangka
pendek, strategi yang digunakan adalah strategi peningkatan produktivitas,
21
meliputi upaya-upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas dapat
optimal.
(2) Jangka panjang, dalam pendeketan keuangan yang bertujuan jangka
panjang dilakukan strategi khusus yang disebut strategi pertumbuhan.
Strategi ini meliputi peningkatan pendapatan.
2) Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
Dalam menyusun strategi ini, kita harus menggunakan kacamata pelanggan
yang menikmati produk atau jasa pelayanan kita. Tujuannya adalah untuk
mengetahui bagaimana pelanggan menilai produk atau jasa, dan oganisasi kita.
Hal-hal yang dinilai antara lain adalah hubungan dengan pelanggan dan tingkat
kepuasan pelanggan. Nilai-nilai tersebut dapat diukur dengan cara menilai
tanggapan pelanggan atas organisasi dan produk kita berdasarkan hasil survei
mengenai reputasi atau peringkat organisasi kita di mata masyarakat umum yang
kerap dilakukan oleh lembaga independen. Dengan adanya perspektif ini kita
dapat melihat output dari produk/jasa kita di mata masyarakat. Bila outputnya
negatif, dapat segera kita lakukan perbaikan agar kinerja organisasi dapat segera
meningkat. Apabila output-nya positif, kinerja finansialnya pun akan ikut
terpengaruh secara positif, dan anggota organisasi akan termotivasi untuk lebih
baik lagi. Untuk memberikan nilai yang baik bagi pelanggan, ada 3 pendekatan
(value proposition) yang berkaitan dengan produk kita, yaitu:
Product Leadership, adalah produk-produk unggulan yang selalu terdepan
dalam hal inovasi.
22
Operational Excellence, adalah produk-produk yang dirancang
seekonomis mungkin.
Customer Intimacy, adalah produk-produk yang dibuat spesial dan
disesuaikan dengan keinginan pelanggan.
3) Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
Yang dimaksud dengan proses bisnis internal adalah serangkaian aktivitas
yang ada dalam bisnis kita secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai
(value chain). Dalam perusahaan yang menghasilkan barang maupun jasa, pada
umumnya rantai nilai terdiri dari pengembangan produk baru, produksi, penjualan
dan marketing, distribusi (product delivery). Kaplan dan Norton membagi proses
bisnis internal menjadi beberapa proses:
1. Proses Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan
pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan.
2. Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan
produk/jasa. Aktivitas di dalamnya terbagi ke dalam 2 bagian: yang
pertama proses pembuatan produk, dan yang kedua proses penyampaian
produk kepada pelanggan.
3. Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan
produk/jasa dilakukan. Aktivitas di dalamnya biasanya: penanganan
garansi, perbaikan atas barang yang rusak, dsb.
23
4. Perspektif Pembelajaran dan Petumbuhan (Learning and Growth
Perspective)
Organisasi-organisasi di negara maju umumnya telah sadar akan pentingnya
peranan karyawan bagi kinerja organisasi. Mereka sadar bahwa manusia adalah
aset utama bagi organisasi, karena manusia-lah yang mengoperasikan organisasi
tersebut. Pemikiran seperti ini juga telah merambah ke organisasi di
Indonesia.Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini berfokus pada sumber
daya khususnya sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi.
Perspektif ini berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, agar
masing-masing menjadi karyawan yang kompeten yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Karena itu Sasaran Strategis
harus merefleksikan strategi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan. Daya
dukung teknologi juga merupakan salah satu faktor pendorong kepuasan
karyawan dalam bekerja. Itu jelas penting, karena karyawan yang terpuaskan akan
dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat retensi mereka.
Melalui penggabungan tujuan dari masing-masing perspektif tersebut,
pendekatan balanced scorecard memungkinkan strategi bisnis dikaitkan dengan
penciptaan nilai pemegang saham, sembari menyediakan beberapa hasil jangka
pendek terukur yang mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan strategi (p520-
521). Balance Scorecard lebih dimanfaatkan sebagai alat yang efektif untuk
perencanaan strategis, yaitu sebagai alat untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke dalam rencana tindakan
24
(action plans) yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. (Mulyadi,
2007, p317). Ada 3 kategori utama yang dianalisis dan diukur dalam perspektif
ini, yaitu:
1. Kompetensi Karyawan
Peran pegawai dalam organisasi sangatlah penting. Untuk itu perencanaan
dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan
kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Infrastruktur Teknologi
Meskipun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan
perusahaan, namun masih diperlukan teknologi yang terbaik. Dengan
teknologi yang mendukung, maka kebutuhan seluruh tingkat manajemen dan
pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan
sebaik-baiknya.
3. Kultur Perusahaan
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan
terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi
pegawai. Semua itu tetap harus diseimbangkan dengan tujuan/sasaran
organisasi yang ingin dicapai.
2.1.5.1 Tahap Perancangan BSC
Tahap Perancangan Balanced Scorecard (Rangkuti, 2011, p93), diantaranya
sebagai berikut:
25
1. Merumuskan misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan. Tahap ini
menjadi landasan utama dalam penentuan perspektif.
2. Menentukan perspektif. Perspektif yang dipilih harus dapat mencerminkan
strategi perusahaan.
3. Merumuskan sasaran strategis (objectives). Menerjemahkan strategi ke
dalam setiap perspektif yang berupa sasaran strategis pada setiap
perspektif. Sasaran strategis tersebut harus dapat mendukung pencapaian
visi, misi, nilai, tujuan perusahaan, dan strategi perusahaan. Kemudian dari
sasaran strategis tersebut peta strategis ditentukan atau dapat dilakukan
setelah tahap keempat telah dilakukan.
4. Menentukan ukuran strategis (measures). Sasaran strategis yang telah
dirumuskan melalui strategi perlu ditetapkan ukuran pencapaiannya. Ada
dua ukuran yang perlu ditentukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian
sasaran strategis, yaitu (1) ukuran hasil (outcome measure atau lag
indicator) dan (2) ukuran pemacu kinerja (performance measure atau lead
indicator).
5. Menentukan target. Target merupakan pernyataan kuantitatif kinerja yang
hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu di masa mendatang untuk
mewujudkan sasaran strategis dalam setiap perspektif.
6. Merumuskan inisiatif strategis. Inisiatif strategis merupakan pelaksanaan
program yang bersifat strategis untuk mewujudkan sasaran strategis pada
setiap perspektif. Hal itu dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan
26
kualitatif berupa langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan dan
yang akan membantu pencapaian target.
7. Implementasi Balanced Scorecard. BSC diimplmentasikan atau tepatnya
diturunkan ke setiap level dalam perusahaan dan bahkan ke setiap individu
agar perusahaan mendapatkan hasil kinerja yang berlipat ganda.
2.1.5.2 Kelebihan Balanced Scorecard
Beberapa keunggulan utama sistem BSC (Rangkuti, 2011, p94) dalam
mendukung proses manajemen strategis antara lain:
a. Memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategis. Untuk
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, personel perlu menempuh
langkah-langkah strategis dalam hal permodalan yang memerlukan
langkah besar berjangka panjang. Selain itu sistem ini juga menuntut
personel untuk mencari inisiatif-inisiatif strategis dalam mewujudkan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
b. Menghasilkan program kerja yang menyuluruh. Sistem BSC merumuskan
sasaran strategis melalui keempat perspektif. Ketiga persepektif non-
keuangan hendaknya dipicu dari aspek keuangan.
c. Menghasilkan business plan yang terintegrasi. Sistem BSC dapat
menghasilkan dua macam integrasi: (a) integrasi antara visi dan misi
perusahaan dengan program dan (b) integrasi program dengan rencana
meningkatkan profit bersih.
27
Kelebihan-kelebihan utama BSC tersebut mendorong banyak perusahaan di
dunia untuk menggunakan metode perencanaan strategi tersebut. Hasil studi yang
dilakukan oleh Bank & Company, sebuah perusahaan konsultasi asal Amerika,
menyebutkan bahwa di tahun 2003 tak kurang dari 60% dari organisasi berskala
menengah dan besar di Amerika Utara telah menggunakan BSC dengan tingkat
pertumbuhan 10% per tahun. Di Asia Tenggara sendiri, dari 121 perusahaan yang
disurvey tentang pemanfaatan BSC tahun 2004, sebanyak 36% telah
menggunakan BSC, 18% berencana menerapkannya, dan sisanya 46% belum
menerapkan sama sekali. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak
organisasi di dunia yang percaya pada BSC dan menerapkannya dalam organisasi
mereka. Berikut contoh peta strategi untuk Departemen Sumber Daya Manusia:
Sumber :Journal of Competitiveness, Vol.4, Issues 1, pp.177-128, 2012
Gambar 2.4 Peta Strategi level sumber daya manusia
28
2.1.6 KPI (Key Performance Indicator)
KPI (Key Performance Indicators), atau biasa disebut dengan indikator kinerja
utama (IKU) dalam bahasa Indonesia, adalah metrik finansial ataupun non-
finansial yang digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan
mengukur kemajuan terhadap sasaran organisasi. KPI digunakan untuk menilai
keadaan dari suatu bisnis dan menentukan suatu tindakan untuk menghadapi
keadaan tersebut. KPI digunakan sebagai suatu indikator untuk mengukur
keberhasilan suatu perusahaan dalam pencapaian strateginya. (Kaplan & Norton,
2004)
Huselid, Becker and Beatty (2005) declared that the elements in the HR
Scorecard are key leading indicators for workforce success. Key performance
indicators are assigned to each perspective in strategy map and lately KPIs on
HR level became significant benchmark in the entrepreneurial sector.
Griffin (2004) pointed out that there should be a direct link from KPIs to goals,
from goals to objectives and from objectives to strategies.
KPI sering digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti
keuntungan pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan KPI
umumnya dikaitkan dengan strategi organisasi yang contohnya diterapkan oleh
teknik-teknik seperti kartu skor berimbang (balanced scorecard). Di dalam BSC
sendiri, terdapat berbagai macam KPI sesuai dengan perspektif yang ada di dalam
BSC tersebut. Contoh; KPI yang sering digunakan dalam perspektif keuangan
adalah jumlah laba, ROI, ROE, dan efisiensi biaya, sedangkan KPI yang sering
digunakan pada perspektif pelanggan adalah market share, brand image, dan
29
indeks kepuasan pelanggan. KPI yang sering digunakan pada perspektif proses
bisnis internal adalah jumlah produk baru per tahun, tingkat defect, dan downtime.
Sedangkan pada perspektif pertumbuhan, KPI yang biasanya digunakan adalah
jumlah karyawan yang terlatih, retensi karyawan, dan produktivitas karyawan.
Hursman (2010) mendefiisikan ada lima criteria untuk efektivitas KPI, yaitu :
- Specific, spesifik dan jelas sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan
interpretasi
- Measurable, Dapat diukur secara obyekif, baik yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif
- Attainable, Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan
keberhasilan perusahaan
- Relevant ,Cukup signifikan dan mempunyai hubungan dengan visi, misi
dan strategi dan business planning perusahaan
- Time bound, Memiliki batas waktu untuk mengukur pencapaian target.
KPI berbeda tergantung sifat dan strategi organisasi. KPI merupakan bagian
kunci suatu sasaran terukur yang terdiri dari arahan, KPI, tolok ukur, target, serta
kerangka waktu. Sebagai contoh: "Meningkatkan pendapatan rata-rata per
pelanggan dari 10 ribu ke 15 ribu rupiah pada akhir tahun 2008". Dalam contoh
ini, “Pendapatan rata-rata per pelanggan” adalah suatu KPI.
2.1.7 SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
30
Menurut Rangkuti (2005), SWOT adalah indentitas berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi pelayanan. Analisis ini berdasarkan logika
yang dapat memaksimalkan peluang namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kekurangan dan ancaman. Analisis SWOT ini juga
membandingkan antara faktor eksternal dan faktor internal.
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths,
weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan
yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor
internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan
tersebut.
Analisa SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah
berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya
dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan
(strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses)
yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman
(threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru.
31
2.1.7.1 Cara Menyusun SWOT Matriks
Formulasi strategis disusun menggunakan hasil analisis SWOT adalah dengan
menggabungkan berbagai indikator yang terdapat dalam kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman. Model penggabungannya menggunakan SWOT Matirks.
Namun tidak semua rencana strategi yang disusun dari SWOT Matriks ini
digunakan seluruhnya. Strategi yang dipilih adalah strategi yang dapat
memecahkan isu strategis perusahaan.
Gambar 2.5 SWOT Matriks
- S-O Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara menggunakan
semua kekuatan untuk merebut peluang
- W-O Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada
- S-T Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara menggunakan
semua kekuatan untuk mengatasi ancaman
- W-T Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara meminimalkan
kelemahan untuk menghindari ancaman.
32
2.1.8 Analisis Porter
SWOT Analysis adalah suatu analisa yang dilakukan sebelum bisnis merancang
sebuah strategic plan. Salah satu tools yang digunakan untuk membuat SWOT
Analysis diantaranya adalah Porter Five Forces analysis, yang memberikan
gambaran mengenai bagaimana posisi bisnis kita di dalam suatu industri. Analisa
Porter’s Five Forces memberikan gambaran yang powerful mengenai bagaimana
tingkat persaingan dari suatu industri, baik itu dari sisi supply chain (supplier dan
pelanggan) serta pasar (pemain baru dan substitusi). Keempat dari forces
(dorongan) ini memberikan kontribusi terhadap competitive rivalry atau tingkat
persaingan dalam industri.
a. The threat of a substitute product
Bagaimana substitusi terhadap barang/jasa Anda? Apakah konsumen dapat
memperoleh barang substitusinya dengan mudah? Semakin banyak dan dekat
barang substitusi, maka pelanggan juga bisa beralih dengan mudah. Force ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya switching cost, kecenderungan
untuk substitusi, diferensiasi produk, dan lainnya.
b. The threat of the entry of new competitors
Bagaimana tingkat kesulitan/kemudahan bagi pesaing baru untuk masuk ke
dalam industri Anda? Force ini antara lain dipengaruhi oleh brand equity,
hambatan masuk seperti paten dsb, distribusi, skill atau core competence
tertentu, economy of scope, cost advantage, dan lainnya.
c. The bargaining power of customers
33
Bagaimana kekuatan yang dimiliki pelanggan Anda? Force ini antara lain
dipengaruhi oleh: jumlah pembeli, konsentrasi pembeli, switching cost pembeli,
ketersediaan barang, besar order pembeli, sensitivitas harga, tingkat diferensiasi,
dan sebagainya. Misalnya, Anda memiliki sebuah ritel premium dengan
pelanggan-pelanggan kelas atas. Pada kelompok pelanggan tersebut, sekitar 60%
penjualan berasal dari 20% pelanggan. Artinya, konsentrasi pembeli cukup
tinggi, sehingga pembeli punya kekuatan yang lebih tinggi. Switching cost bagi
pembeli pun tidak ada, sementara bagi Anda sulit untuk memperoleh pelanggan
baru lagi.
d. The bargaining power of suppliers
Supplier merupakan tempat dimana kita membeli input yang digunakan untuk
bahan produksi. Force ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:
switching cost ke supplier lain, jumlah supplier, konsentrasi supplier,
ketersediaan substitusi input, tingkat diferensiasi input, hingga tingkat hubungan
dengan supplier. Misalnya, supplier obat-obatan untuk rumah sakit, pada
umumnya memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Rumah sakit biasanya memiliki
langganan kepada segelintir perusahaan farmasi tertentu. Dalam kasus ini,
berarti bargaining power of supplier tinggi karena supplier terkonsentrasi pada
sebagian kecil saja.
e. The intensity of competitive rivalry
Bagaimana intensitas persaingan dalam industri Anda? Semakin banyak jumlah
pesaing, dengan produk yang berkualitas dan harga bersaing, maka semakin
34
tinggi tingkat persaingan. Force ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:
jumlah pesaing, perbedaan kualitas, loyalitas pelanggan, diferensiasi produk,
perbedaan harga, exit barriers, dan sebagainya.
Analisa Porter’s Five Forces ini digunakan pada level industri, dan dapat
diaplikasikan pada segala macam industri. Pengertian industri disini adalah
serangkaian bisnis yang menawarkan produk/jasa yang sejenis. Seandainya satu
perusahaan bergerak di berbagai macam industri, maka perusahaan tidak bisa
hanya membuat satu analisis saja. Analisa ini perlu dibuat pada masing-masing
industri dimana perusahaan bergerak. Dengan memahami bagaimana posisi kita
dalam industri, maka selanjutnya dapat dirancang strategi yang tepat untuk
memenangkan persaingan.
Gambar 2.6 Porter’s Five Forces Model
35