kebudayaan.kemdikbud.go.id · sebelumnya kekuasaan berada di tangan datuk ... juga benda...
TRANSCRIPT
bahwa, Senapelan telah menjadi tempat perhentian kapal-kapal Belanda pada abad ke-18.
Senapelan merupakan gudang komoditi perdagangan, baik dari luar untuk diangkut ke
pedalaman, Petapahan misalnya, maupun untuk dibawa keluar berupa bahan tambang, seperti
timah, emas, barang kerajainan kayu dan hasil hutan.
Batin Senapelan menguasai atau mengapalai
anggota sukunya yang berada mulai dari Kampung Senapelan sampai ke Palas. Ketika
terjadi perubahan sistem pemerintahan tatkala penabalan Sultan Syarif Kasim II, maka penghulu
tidak lagi memimpin suku (clan), tetapi memimpin kampung (wilayah/teritorial). Jika sebelumnya kekuasaan berada di tangan Datuk
Syahbandar Pekanbaru, maka karena perubahan pada masa Sultan Siak ke-12 ini, Pekanbaru
dipimpin oleh districtshoofd Datuk Pesisir Muhammad Zein. Onderdistrict Senapelan
terdapat dua kepenghuluan: Kampung Dalam dan kepenghuluan Kampung Baru. Adapun penghulu Kampung Palas, adalah Batin Senapelan terakhir,
yaitu Muhammad Yasin dan kemudian digantikan oleh anaknya, Nontel.
Beberapa rumah di pemukiman Batin Senapelan di tepi Sungai Siak di Jalan Meranti masih ada
yang asli, salah satunya adalah rumah penghulu Batin Senapelan. Rumah ini menghadap ke Sungai Siak. Sejak ada jalan raya, maka pintu
rumah dipindahkan ke samping, yaitu sisi kanan rumah, sehingga halaman rumah tampak
menghadap jalan raya. Di seberang jalan, terdapat rumah keluarga dari batin Senapelan
yang terakhir, yaitu anak keturunan dari Penghulu Muhammad Yasin, Penghulu Nontel, dan Penghulu Nasrin Nontel . Selain rumah, ada
juga benda peninggalan penghulu Batin Senapelan lainnya, seperti keris dan guci kuno,
pakaian dan peralatan makan. Keris dan guci itu antara lain benda yang diwariskan kepada
anaknya, Nasrin Nontel yang kemudian mewariskan kepada anaknya, Eva Riani.***
Sumber:
Observasi dan Wawancara Bersama, Dinas Kebudayaan Kota Pekanbaru.Juli 2017;
Suwardi MS, Wan Ghalib, Isjoni, Dari Kebatinan Senapelan ke Bandaraya Pekanbaru.
Pekanbaru: MSI. 2016; Netscher, E. De Nederlanders in Djohor en Siak
(1602-1865). Batavia. Bruining & Wijt. 1870.
Deskripsi Arkeologis
: Rumah Batin Senapelan berada tepat di pinggir Sungai Siak dan menghadap ke arah Sungai Siak.
Bangunan ini ditopang dengan tonggak sebanyak
12 buah. Pada pintu masuk rumah terdapat tangga yang terbuat dari kayu, kondisi bangunan
saat ini tidak terawat dan terdapat penambahan ruangan pada bagian belakang dan depan rumah.
Umpak beton berukuran tinggi 1,35m lebar 0,26m
Pada bagian kisi-kisi ventilasi bagian dalam (penunjang) terbuat dari kayu dengan ukiran papan tebuk kuncup setangkai sebagai motif
dasar. Loteng terbuat dari papan berukuran 2cm/20cm.
Pintu bentuknya persegi panjang, pintu masuk (lama) pintu panil berukuran tinggi 1,98m lebar
1,40m. Pintu masuk baru (bangunan tambahan) berukuran tinggi 1,78m lebar 0,90m.
Jendela terbuat dari kayu. Jendela (lama) jendela
panil berukuran tinggi 1,35m lebar 0,80m; Jendela baru (bangunan tambahan) jendela kaca
berukuran tinggi 0,75m lebar 0,45m.
Tinggi dari tanah ke plafon 2,8m. Dinding papan
berukuran 2cm/16-17cm. Lantai papan berukuran 2,5cm/25cm.
Luas : Luas lahan : 1225 m2
Luas Bangunan : 62.43 m2
Kondisi Saat Ini : Fungsi awal sebagai rumah hunian dan sekarang
sudah tidak ditempati (kosong)
Status Kepemilikan
: Ahli waris Batin Senapelan
Pengelola : Ahli waris Batin Senapelan
Foto Bangunan Cagar Budaya
:
2 Nama Bangunan Rumah Bekas Tentara Jepang (Rumah Fateh
Ali)
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Kesehatan, No 29, RT 02/RW 07
- Dusun : -
- Desa/Kelurahan : Kampung Bandar
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten : Kota Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs
(km)
- Ibukota Kab/Kota
: 3,9 km
- Ibukota Provinsi : 3,5 Km
- Keletakan Geografis
: 7 M dpl (Dataran rendah)
Koordinat : E101 26' 22.425"N0 32' 10.595
Batas-batas : Utara : Rumah Penduduk
Selatan : Jalan
Barat : Lahan kosong
Timur : Rumah Penduduk
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Mudah, dapat diakses dengan kendaraan roda 2 dan roda 4.
Deskripsi Historis : Lokasi tempat berdirinya rumah Fateh Ali
memiliki nilai sejarah yang tidak bisa diabaikan. Di sana pernah ada rumah yang dijadikan Kantor Markas Tentara Heiho di masa pendudukan
Jepang. Rumah tersebut merupakan milik Abas Sultan Marajo yang diambil Jepang dan
digunakan sebagai markas. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, rumah tersebut
terbakar, sehingga pemiliknya menjualnya dan dibeli oleh Fateh Ali cucu dari Haji Sulaiman Ali. Pada sekitar tahun 1961-1962, rumah ini
dibangun kembali oleh Fateh Ali dalam bentuk sebagaimana yang dapat dilihat sekarang ini.
Pada Rumah Fateh Ali ini menyimpan berbagai peninggalan etnografi dan dokumen. Di dalam
rumah ini terdapat bunker atau terowongan yang tembus ke Sungai Siak. Di dalam bunker yang pernah digali tanpa sengaja ini ditemukan
berbagai khazanah peninggalan sejarah Riau yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Bahkan, di
dalam rumah ini terdapat berbagai peninggalan sejarah dan budaya, berupa benda bergerak
seperti pakaian, pelaminan, barang-barang perjamuan dan peralatan makan, tempat tidur, meja rias, dan lain-lain sebagai peninggalan Haji
Sulaiman pada seperempat pertama abad ke-20. Benda-benda ini merupakan sumber informasi
sejarah sosial budaya di Pekanbaru khususnya
pada pada masa sebelum kemerdekaan.
Almarhum Fateh Ali dan keluarga menemukan
bunker di bawah rumah. Penemuan itu melalui penggalian tanpa sengaja. Bunker ini menimbun
khazanah seperti ujung tombak, piring-piring dan alat pecah belah, samurai, bahkan kap mobil.
Belum diketahui asal-muasal barang tersebut. Konon ada yang menduganya sebagai barang-barang dari Kerajaan Siak yang berhasil disita
Jepang, sebagian lagi mungkin dari pihak tawanan tentara Belanda. Benda-benda temuan
tersebut, karena kekurangtahuan, dibiarkan menumpuk di halaman. Sehingga, sedikit demi
sedikit hilang dibawa pemulung. Sampai akhirnya sekarang yang tersisa dari penggalian itu berupa 1 buah mata tombak.
Ada rumor dikaitkan dengan bunker dan hartanya. Namun, sejauh ini belum ada upaya
penggalian oleh pihak terkait. Pemilik rumahpun enggan melakukan penggalian, antara lain karena
kepercayaan bahwa akan terjadi musibah atau petaka jika dilakukan penggalian. Diyakini bahwa di dalam bunker yang tertimbun itu kemungkinan
ada peledak yang masih aktif, sehingga tidak bisa digali sembarangan tanpa persiapan matang dan
melibatkan pihak terkait. Pintu masuk bunker ditimbun dan bekasnya sengaja sulit untuk
ditemukan oleh pihak-pihak yang dikhawatirkan tidak bertanggung jawab. Sekalipun pintu bunker sudah ditimbun dan tidak mudah ditemukan,
namun penghuni rumah tetap merasakan keberadaan bunker. Di bagian kamar tidur
terdepan, lalu lalang mobil di jalan perdagangan depan rumah itu menimbulkan getaran dan gema
atau pantulan suara dalam ruangan tatkala telinga didekatkan di lantai. Sekarang, rumah tersebut dihuni oleh salah seorang anak Fateh
Ali, Anita dan keluarganya.
Rumah Fateh Ali ini memiliki arti penting bagi
sejarah, karena pada masa pendudukan Jepang di tempat tersebut pernah ada kantor kampetei
Jepang yang kemudian terbakar. Keberadaan tentara Jepang pada masa pendudukan Jepang tersebut diperkuat dengan adanya bunker yang
terdapat di bawah tanah di dalam rumah tersebut.
Secara historis, lokasi rumah tersebut memiliki informasi penting tentang kehidupan pada
periode pendudukan Jepang di Riau khususnya di Pekanbaru. Selain sebagai bangunan tua yang dibangun sejak tahun 1961, rumah tersebut
terkait dengan peristiwa sejarah dan menjadi bukti benda (artefact) tentang keberadaan tentara
Jepang di Pekanbaru pada masa perang dunia
kedua. Rumah Fateh Ali tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi dengan adanya bunker
Jepang. Keberadaan rumah ini memperkuat sejarah tentang tokoh-tokoh di Riau dalam
melawan tentara Jepang.
Nilai penting lainnya adalah bagi ilmu
pengetahuan. Keberadaan rumah ini memiliki peluang untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut dalam menjawab berbagai permasalahan
dalam bidang keilmuan, seperti arkeologi, arsitektur, antropologi, sejarah, dan sebagainya.
Selain itu, rumah ini juga terkait dengan perkembangan atau tahapan penting yang
menentukan dalam ilmu pegetahuan, seperti penemuan baru dan penerapan teknologi baru.
Nilai pentingnya di bidang pendidikan adalah
bahwa rumah tersebut masih terkait dengan aktivitas pembelajaran masyarakat dalam upaya
meningkatkan kesadaran akan moral, karakter, sejarah, budaya dan kesejahteraan masyarakat.
Sumber: Wawancara dengan Anita binti Fateh Ali (lahir
1974) pada tahun 2017 dan wawancara
lengkap dengan keluarga H. Sulaiman, April 2018.
Kesaksian Syahril Rois (74 tahun) pada acara sidang TACB di Prime Park Hotel, 13 Agustus
2018.
Deskripsi Arkeologis
: Bentuk rumah Fateh Ali ini khas bentuk rumah melayu, yang tidak mengalami perubahan bentuk
sejak didirikan. Saat ini, rumah tersebut dicat warna hijau, sehingga ada yang menyebutnya
rumah hijau.
Di dalam rumah terdapat delapan buah kamar, 1
ruang tamu, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga (ruang tengah) dan 1 dapur. Ukuran jendela (jendela kaca) tinggi 1,32 m, lebar 1,23 m
sedangkan jendela pada ruang tamu (jendela kaca) berukuran tinggi 1,53m dan lebar 0,64m.
Pintu masuk pada ruang tamu/depan yaitu tinggi 2,13m dan lebar 1,23m, sedangkan pintu kamar
berukuran tinggi 2,10m, lebar 0,83m.
Jendela ini berbentuk bilah-bilah kayu yang terpasang permanen pada kusen dengan
pemasangan kisi-kisi ram. Fungsi celah-celah di antara bilah tersebut menjadi tempat keluar-
masuknya sirkulasi udara. Semua konsen pintu dan jendela merupakan balok dengan ukuran
8/12. Pada bagian atas jendela terdapat ventilasi bermotif belah wajik.
Luas : Luas lahan : 480 m2
Luas Bangunan : 439.89 m2
Kondisi Saat Ini : Fungsi awal : Rumah hunian
Fungsi sekarang : Rumah hunian
Status Kepemilikan
: Ahli waris Fateh Ali
Pengelola : Ahli waris Fateh Ali
Foto Bangunan
Cagar Budaya
:
3 Nama Bangunan : Rumah Controleur (Gedung PRRI)
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Ahmad Yani No. 1
- Dusun : -
- Desa/Kelurahan : Kelurahan Sago
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten : Kota Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kab/Kota
: 3,1 km
- Ibukota Provinsi : 3,9 Km
- Keletakan
Geografis
: 16 M dpl (Dataran rendah)
Koordinat : 101 26' 36,000" E 0 32' 8,900" N (101,443333 ; 0,535806)
Batas-batas : Utara : Jl. Ir. H Juanda
Selatan : Ruman Dinas Walikota Pekanbaru
Barat : Permukiman Penduduk
Timur : Jl. Ahmad Yani dan Taman RTH Tunjuk Ajar Intergritas
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar
Budaya
: Mudah, dapat dijangkau dengan kendaraan roda
2 dan roda 4.
Deskripsi Historis : Rumah controleur atau gedung RRI ini memiliki nilai historis, tentang Pekanbaru pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, masa akhir
pendudukan Jepang dan tentang perjuangan para pemuda untuk kemerdekaan Indonesia.
Nilai penting lainnya adalah bagi sejarah perkembangan perhubungan atau telekomunikasi
di Riau.
Gedung RRI Pekanbaru yang dibangun sekitar tahun 1930 ini merupakan salah satu bangunan
peninggalan Belanda di Pekanbaru yang masih tersisa hingga saat ini. Dengan dipindahkannya
kedudukan Controleur Kampar Kiri ke Pekanbaru, maka gedung kantor dan rumah
kediaman Congtroleur pun dibangun di Pekanbaru. Tugas controleur adalah sebagai pengawas kerajaan. Controleur berwenang
langsung terhadap rakyat Pemerintah Hindia Belanda.
Keberadaan Gedung RRI ini turut memperkaya khazanah bangunan bersejarah di Senapelan
Pekanbaru. Namun, sejarah bekas gedung controleur atau gedung RRI ini sangat panjang, tidak hanya mengikuti sejarah perkembangan
kota Pekanbaru, tetapi juga sejarah Riau. Keberadaannya telah diikuti oleh peristiwa
sejarah mulai dari periodesasi pemerintahan kolonial Belanda, pendudukan tentara Jepang,
Perjuangan kemerdekaan RI, sampai dengan periodesasi pemberontakan PRRI di Sumatera.
Pada masa kolonial Belanda, selama lebih dari 10 tahun (1930-1942) gedung RRI Pekanbaru ini
berfungsi sebagai Kantor Controleur Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, selama 3 tahun
(8 Maret 1942 15 Agustus 1945), Gedung RRI Pekanbaru dijadikan rumah kediaman Riau Syu Cokan Mikano Shuzaburro, seorang Gubernur
Militer masa Pendudukan Jepang yang baru mengepalai Riau Syu dan berkedudukan di
Pekanbaru. Tentara Pendudukan Jepang memang memanfaatkan berbagai bangunan dan
fasilitas pada masa kolonial Belanda yang telah ditinggalkan oleh Belanda untuk kepentingan pendudukan mereka.
Pada masa proklamasi kemerdekaan, Gedung bekas kediaman Riau Syu Cokan ini telah
dijadikan sebagai Kantor Residen Riau oleh para pejuang. Pada tahun 1947, Residen R.M. Utoyo
pernah menempati gedung ini sebagai kediaman Residen. Sebelumnya, pada tahun 1945, Residen Riau pertama, Abdul Malik, tidak menempati
gedung ini, melainkan menempati rumah bekas kediaman districtshoofd di Kampung Bukit
sebagai rumah dinas.
Pada malam hari tanggal 16 September 1945, di
gedung ini diadakan rapat umum tentang pengibaran Sang Saka Merah Putih. Pada tiang bendera ditulis dengan tinta merah kalimat Awas
siapa menurunkan Maut dan diberi gambar tengkorak dalam tulisan Serikat Hantu Kubur,
sebuah organisasi pemuda yang bergerak hanya pada malam hari.
Terkait dengan sejarah PRRI, pada tanggal 1 maret 1957, gedung difungsikan sebagai pusat
pemberitaan oleh tim PENAD (Penerangan Angkatan Darat) dan tenaga dai RRI Pusat yang
dipimpin oleh kapten Syamsuri dari RTPI Jakarta dalam upaya membebaskan rakyat di wilayah Riau daratan dan Riau lautan yang ketika itu
dikuasai oleh Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Tahun 1958, pemanfaatan gedung diserahkan kepada RRI dan dipasang pemancar, sehingga
dapat memberikan penerangan tentang kebijaksanaan pemerintah RI yang ditujukan untuk kepentingan negara. Peristiwa ini
merupakan langkah awal eksistensi RRI Pekanbaru yang turut memberikan andil
perjuangan khususnya membantu program pemerintah.
Sekarang gedung ini dipakai sebagai gedung RRI
dan difungsikan sebagai Museum Penyiaran LPP RRI Pekanbaru dan pada bagian luar tampaknya
sudah banyak mengalami perubahan bentuk.***
Sumber:
Suwardi dan Wan Galib, Dari Batin Senapelan ke Bandarraya Pekanbaru, 2006, hal. 77-84,
105-106.
Mukhtar Lutfi dkk, Sejarah Riau. Pekanbaru: 1999.
________, Suwardi MS, Wan Galib, dkk. Sejarah Perjuangan Riau. Cetakan III. Pekanbaru.
Sutra Benta Perkasa: 2015.
Deskripsi Arkeologis
: Rumah Controleur (Gedung PPRI) merupakan rumah berarsitektur Kolonial, dengan bahan
beton dan atap genting.
Luas : Luas lahan : 56 m x 61,4 m
Luas Bangunan : 26 m x 14,2 m
Kondisi Saat Ini : Fungsi dulu sebagai gedung siaran RRI. Sekarang gedung ini dipakai sebagai gedung RRI dan
difungsikan sebagai Museum Penyiaran LPP RRI Pekanbaru dan pada bagian luar tampaknya
sudah banyak mengalami perubahan bentuk.
Status Kepemilikan
: RRI
Pengelola : RRI
Foto Bangunan Cagar Budaya
:
4 Nama Bangunan Rumah Haji Sulaiman
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Kampung Dalam, RT 01/RW 05
- Dusun : -
- Desa/Kelurahan : Kampung Dalam
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten : Kota Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kab/Kota
: 5,5 km
- Ibukota Provinsi : 5,0 Km
Koordinat : N0 32' 18.964" ; E101 26' 43.909"
Batas-batas : Utara : Rumah Penduduk
Selatan : Jalan Kampung Dalam
Barat : Lahan kosong
Timur : Rumah Penduduk
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Mudah, dapat diakses dengan kendaraan roda 2 dan roda 4. Berada di tengah permukiman
penduduk dan berada tepat di pinggir Sungai Siak.
Deskripsi Historis : Bangunan rumah milik Haji Sulaiman ini
memiliki nilai historis yang sangat tinggi terkait dengan sejarah Kota Pekanbaru dan sejarah
pengaruh Kerajaan Siak di Pekanbaru, di berbagai bidang, seperti sosial, budaya, dan ekonomi.
Berdasarkan dokumen denah rumah yang masih tersimpan oleh ahli waris H. Sulaiman generasi
keempat, Anita, sketsa rumah itu bertahun berangka tahun1932.
Haji Sulaiman adalah saudagar kaya berasal dari India. Lahir sekitar tahun 1860 dan berumur panjang hingga mencapai usia 105 tahun.
Selama hidupnya, Haji Sulaiman adalah warga negara Indonesia yang memiliki kecintaan yang
tinggi kepada negeri ini. Selain berdagang kain yang didatangkan dari India di daerah Pasar
Bawah, Haji Sulaiman juga merupakan pengusaha roti pertama di Pekanbaru. Kawan karib Sultan Syarif Kasim II ini juga adalah
pengusaha ternak lembu yang ditempatkan di sebuah daerah yang kemudian dikenal dengan
nama Teluk Lembu.
Haji Sulaiman adalah salah seorang Muslim
dermawan (filantrop) dan salah seorang pionir di bidang perdagangan di Pekanbaru. Haji Sulaiman menjadi bendahara sekaligus penyandang dana
pembangunan Masjid Raya Senapelan. Selama pembangunan masjid, Haji Sulaiman tidak hanya
menyumbang hartanya untuk masjid, tetapi juga tenaga dan upayanya menggalang dana dari
masyarakat. Roti-roti dari tokonya disumbangkan untuk para pekerja masjid. Bahkan gambar
Masjid Raya tersebut dibuat sendiri oleh Haji Sulaiman pada tahun 1928. Menurut penuturan
keturunannya dan memerlukan kajian, gambar masjid ini meniru masjid yang ada di Daerah Azamgarh, kampung halamannya di India.
Pada masa Jepang, pada saat rakyat kesulitan sandang pangan, Haji Sulaiman berusaha
membantu penduduk dengan hartanya. Pada masa perang kemerdekaan, Haji Sulaiman telah
membantu perjuangan dengan memasok berbagai bahan makanan bagi tentara pejuang. Haji Sulaiman yang berkawan dekat dengan Sultan
Siak Sri Indrapura ini juga gemar memberikan bingkisan barang mewah seperti barang pecah
belah yang diimport dari India untuk Istana Asseraya. Haji Sulaiman sengaja mengimport
barang itu rangkap dua. Setiap barang yang diberikan untuk Istana Siak, maka H. Sulaiman Ali memiliki pertinggalnya di rumahnya. Sejumlah
barang berharga tersebut masih tersimpan di rumah cucunya, yaitu Pateh Ali. Perjuangan Haji
Sulaiman diabadikan oleh Pemerintah dengan menjadikan namanya di daerah Senapelan
sebagai nama jalan Haji Sulaiman.
Haji Sulaiman wafat tahun 1965 diusia 105 tahun dan meninggalkan lima anak dari dua istri,
dari istri pertama memiliki satu anak perempuan dan dua anak laki-laki, sedangkan dari istri
kedua memiliki 1 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Pengelolaan rumah ini dikelola oleh
anak dan cucu dari istri pertama.
Sampai saat kini, pewaris rumah ini belum berniat merobohkan rumah tersebut. Hal ini
karena mereka masih menghargai nilai sejarah dari rumah tersebut. Namun, unruk menjaga
keberadaannya agar tetap sebagaimana aslinya, maka penetapan statusnya sebagai cagar budaya
menjadi penting dan mendesak.***
Sumber: Hasil wawancara dengan ahli waris, Anita binti
Pateh Ali bin H. Abdul Manan bin Sulaiman Ali (lahir 1974) dan saksi sezaman, September
2017 dan April 2018.
Deskripsi Arkeologis
: Rumah panggung khas Melayu ini masih berdiri hingga sekarang, tetapi dalam keadaan tidak
terawat. Di sisi kiri dan depan rumah terdapat rumah tambahan yang disewakan. Rumah ini tidak dihuni setelah penyewa terakhir pergi.
Kondisi dalam rumah tidak berubah, terdiri dari
beberapa ruang. yaitu terdiri dari 2 buah kamar, 1 buah ruang tamu berbentuk L, 1 buah ruang
tengah, dan 1 buah dapur. Menurut cerita Anita, cucu Haji Sulaiman, ia yakin bahwa bentuk
rumah tersebut tidak berubah, tetapi ia kurang yakin dengan dinding rumahnya. Kebiasaan
rumah lama adalah dinding kayu dipasang vertikal, sementara dinding rumah bagian depan, dipasang horizontal. Adapun dinding bagian
samping dan belakang rumah tetap vertikal. Artinya, dinding bagian depan rumah telah
diganti. Struktur rumah panggung ini dibangun tanpa paku, tetapi dengan pasak. Pasak-pasak
tersebut masih ada. Selain itu, bukti bahwa rumah ini adalah rumah lama khas Melayu adalah pada motif lesplang bunga dan
selembayungnya. Pada bagian ujung atap terdapat ukiran motif flora berbentuk daun.
Dinding bangunan merupakan bagian yang
berfungsi sebagai pembatas antara ruang yang ada di dalam bangunan dengan lingkungan di luar bangunan. Bagian dinding dari Rumah
Sulaiman Ali terbuat dari bahan kayu dalam bentuk papan. Papan-papan tersebut dilekatkan
pada kerangka-kerangka dinding yang juga terbuat dari kayu. Papan pada dinding rumah
berukuran 2cm/18cm.
Bagian tubuh terdiri dari dinding, pintu, jendela, serta lubang udara atau ventilasi. Pada bagian
tubuh ini pula terdapat ruang-ruang yang masing-masing ruang memiliki fungsi yang
berbeda-beda. Sebagian ruang memiliki privasi dan proteksi. Jendela (jalusi) berukuran tinggi
1,33m lebar 0,87m. Pintu masuk berukuran tinggi 2,88 m lebar 1,40m. Tinggi dari lantai ke plafon 3,18 m dan tinggi dari lantai ke kuda-kuda
5,42m.
Bagian lantai dari rumah ini terbuat dari papan
berukuran 2,5cm/25cm.
Pada bagian tiang penyangga telah mengalami
perubahan yaitu yang semula kayu diganti dengan beton. Penyangga rumah ini merupakan tonggak yang polos tidak ada profil dan motif hias
pada permukaannya. Rumah tersebut berdiri di atas tiang sejumlah 22 buah dan sebagian
dindingnya masih bergaya separuh pertama abad ke-20. Ada foto yang bisa menjelaskan bahwa
pada sampai pada tahun 1953, rumah ini masih
seperti dalam bentuk sekarang, kecuali dinding depan dan tangga batu semen yang merupakan
asli dan langsung menempel di depan pintu rumah. Tidak seperti sekarang yang diberi teras
dan tangga kayu. Umpak beton pada bangunan ini setinggi 1,57 m dan lebar 0,38 m.
Pada bagian kaki bangunan terdapat tangga untuk naik ke selasar bangunan. Tangga ini terbuat dari susunan bata berplaster, tidak
bermotif. Tangga ini dibangun kemudian, tidak bersamaan dengan pembangunan rumah ini.
Dengan demikian, besar kemungkinan tangga lama terbuat dari bahan kayu, namun tidak ada
bukti yang dapat membuktikan hal tersebut. Selain tangga beton juga terdapat tangga kayu untuk naik ke rumah. Tangga tersebut berbentuk
pipih yang terbuat dari kayu tebal tanpa pegangan tangga (tangan tangga).
Luas : Luas lahan : 431 m2
Luas Bangunan : 92.66 m2
Kondisi Saat Ini : Fungsi awalnya adalah sebagai rumah hunian yang dihuni oleh keluarga Haji Sulaiman dan saat
ini tidak difungsikan seperti semula (kosong).
Status Kepemilikan
: Ahli waris Haji Sulaiman
Pengelola : Ahli waris Haji Sulaiman
Foto Bangunan :
5 Nama Bangunan : Rumah Havenmeester
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Saleh Abas
- Dusun : -
- Desa/Kelurahan : Kelurahan Kampung Dalam
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten : Kota Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs
(km)
- Ibukota Kab/Kota
: 3,2km
- Ibukota Provinsi : 2,8 Km
- Keletakan Geografis
: 11 M dpl (Dataran rendah)
Koordinat : 101 26' 39,300" E 0 32' 20,200" N (101,44425 ;
0,538944 )
Batas-batas : Utara : PT. Pelindo dan Sungai Siak
Selatan : Jl. M Yatim
Barat : Pos Polisi
Timur : Kantor Imigrasi
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar
Budaya
: Mudah, dapat dijangkau dengan kendaraan roda
2 dan roda 4.
Deskripsi Historis : Rumah Havenmeester ini memiliki nilai historis, terkait dengan sejarah kota Pekanbaru pada
masa kolonial Belanda. Selain bernilai historis, keberadaan rumah Havenmeester ini juga terkait dengan perkembangan sosial-budaya dan
pekonomi kota Pekanbaru. Bangunan rumah kediaman Havenmeester
(pejabat Belanda yang ditugaskan sebagai Kepala Pelabuhan) masa Pemerintahan Hindia Belanda,
terletak di Kampung Dalam, masih di kawasan pelabuhan Senapelan. Bangunan ini didirikan
pada masa Sultan Syarif Kasim II, dimana pada masa ini Sultan Syarif Kasim II mengupayakan pembangunan bangunan resmi dan jalan-jalan.
Peran dan tugas Havenmeester ini sama dengan Syahbandar. Pada masa Sultan Syarif Hasyim, di
bawah pemerintahan Hindia Belanda, cukai dan urusan pelabuhan tidak lagi dipungut oleh
Kerajaan Siak, tetapi telah beralih ke bawah kekuasaan Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menugaskan seorang Ontvanger Belanda yang
memiliki kewenagan sebagai Syahbandar (Havenmeester) dan Kepala Bea Cukai (Douane).
Rumah Havenmeester kini sudah tidak terawat dan memprihatinkan. Bentuk bangunannya
belum berubah, dikenal dengan sebutan Rumah Dinas Bea Cukai. Pada masa Sultan Syarif Kasim II berkuasa, dimulailah penataan Pekanbaru
menjadi ibukota Distrik. Pada masa ini mulai dibangun bangunan resmi seperti balai-kantor,
rumah pejabat, gudang-gudang di pelabuhan, rumah penjara, dan jalan-jalan di dalam kota.
Pemerintah Belanda juga turut serta membangun, salah satunya adalah pembangunan rumah
kediaman Havenmeester. Rumah ini diperkirakan berdiri antara tahun 1917-1925; kira-kira pada
masa pemerintahan Districtshoofd Datuk Pesisir Muhammad Zein dan dilanjutkan pada masa
Pemerintahan Datuk Comel pada tahun 1921-1925. Sumber:
Suwardi MS, Wan Galib, Isjoni, Dari Kebatinan Senapelan ke Bandaraya Pekanbaru.
Pekanbaru: MSI. 2006. hlm. 66; Kesaksian dalam sidang rekomendasi penetapan
cagar budaya, oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Prime Park Hotel Pekanbaru,
13-15 Agustus 2018.
Deskripsi
Arkeologis
: Bangunan ini berarsitektur kolonial ini
merupakan rumah/kantor yang berbahan kayu bertipe rumah panggung. Tetapi kondisi saat ini
rumah tersebut tidak terurus dan sudah banyak bagian-bagian rumah yang rusak. Sekeliling
bangunan ini telah dipagar tembok sehingga agak sulit untuk melihat langsung ke dalam bangunan tersebut, satu-satnya cara untuk melihat
langsung adalah dengan berkoordinasi kepada Dinas Perhubungan. Bangunan ini berdiri di atas
tonggak beton setinggi 0,5 m. Atap bangunan berbentuk limas. Sekeliling dinding bangunan
terdapat jendela kaca yang sudah tidak utuh, dengan ventilasi boven yang sangat umum
ditemui pada bagian atas jendela berbentuk persegi panjang dan tidak menyatu dengan jendela sebagai tempat keluar masuknya sirkulasi
udara. Pada bagian pintu masuk bangunan terdapat tangga untuk naik ke beranda
bangunan. Tangga ini terbuat dari susunan bata berplaster. Kondisi terakhir bangunan ini
ditumbuhi tanaman liar dan sangat tidak terawat sehingga dibutuhkan penanganan khusus untuk menjaga kelestarian bangunan bersejarah
tersebut (survey April 2018).
Luas : Luas lahan : 37,14 m x 24 m
Luas Bangunan : 12,3 m x 12 m
Kondisi Saat Ini : Fungsi awal : Hunian
Fungsi sekarang : Rumah tidak berpenghuni
Status Kepemilikan
: Bea Cukai
Pengelola : Bea Cukai
Foto Bangunan :
6 Nama Bangunan : Rumah Tuan Kadi H. Zakaria
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jalan Senapelan, Gang Pinggir No. 226
- Dusun : -
- Desa/Kelurahan : Kelurahan Kampung Bandar
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten : Kota Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kab/Kota
: 3,2km
- Ibukota Provinsi : 2,8 Km
- Keletakan
Geografis
: 15 M dpl (Dataran rendah)
Koordinat : 101 26' 29,100" E 0 32' 17,900" N (101,441417 ; 0,538306)
Batas-batas : Utara : Jl. Gang Pinggir
Selatan : Permukiman Penduduk
Barat : STM Muhammadiyah
Timur : Permukiman Penduduk
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Mudah, dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan roda 4.
Deskripsi Historis : Keberadaan rumah rumah Tuan Kadi ini tidak
terlepas dari sejarah Kerajaan Siak. Tuan Kadi H. Zakariah adalah seorang Hakim Agung di Kerajaan Siak, terutama pada masa Sultan Syarif
Kasim II.
Tuan Kadi H. Zakariah adalah seorang Hakim
Agung di Kerajaan Siak, pada periode dua sultan terakhir, yaitu Sultan Syarif Hasyim dan Sultan
Syarif Kasim II. Tuan Kadi Haji Zakariah berasal dari Daerah Panai, Tapanuli Selatan, sekarang masuk ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Tuan
Kadi Haji Zakariah, wafat tahun 1937 dan dimakamkan di Kompleks Makam Kota Tinggi.
Rumah Tuan Kadi Kerajaan Siak H. Zakaria kadang-kadang disebut juga dengan Istana
Hinggap atau pesanggrahan. Karena, jika Sultan Siak ke Pekanbaru, maka baginda menginap di rumah tuan Kadi Zakariah ini.
Berdasarkan keterangan dari berbagai narasumber (Tengku M. Thoha, H. Syahril Rais,
Anas Aismana), rumah ini merupakan rumah singgah bagi Sultan Siak Sri Indrapura apabila
beliau berkunjung ke Senapelan (Pekanbaru). Di dalam rumah bergaya Eropa ini, terdapat satu kamar yang pernah ditempati Sultan.
Menurut Syahril Rois, pada masa Belanda, pada tahun 1935, rumah Tuan Kadi Haji Zakariah ini
pernah dijadikan klinik. Pada masa pendudukan
Jepang, rumah ini juga pernah dijadikan penjara (dan ada juga yang menyatakan sebagai rumah
hiburan). Teralis-teralis atau jeruji besi penjara yang terbuat dari besi bulat, sampai sekarang
masih terpasang di jendela-jendela rumah tersebut.
Dalam sumber lain ada disebutkan bahwa pada tahun 1938, Rumah Sakit setingkat rumah sakit pembantu telah ada di Pekanbaru, yang
kemudian dikenal sekarang dengan Rumah Sakit Tentara. Lokasi di antara rumah sakit tentara
dengan rumah singgah Tuan Kadi Zakariyah cukup dekat. Bisa jadi, bahwa rumah sakit
pembantu dimaksud adalah Rumah Tuan Kadi.
Kemudian tidak secara eksplisit, Wan Galib dan Prof. Suwardi MS menyatakan di dalam buku
mereka, bahwa pada tahun 1925 dibuka rumah sakit setingkat balai pengobatan dan ditempatkan
di rumah penduduk di bawah bukit (sebelah utara Masjid Raya). Pernyatan ini walaupun ada
perbedaan tahun berdiri, tetapi ada kesamaan tentang pemanfaatan rumah penduduk sebagai balai pengobatan berikut tempat atau lokasinya,
dengan rumah Tuan Kadi Haji Zakariah.
Dengan demikian, berpegang kepada pendapat
yang menyatakan bahwa rumah Tuan Kadi Zakariah digunakan sebagai balai pengobatan,
maka rumah Tuan Kadi tidak mungkin dibangun setelah tahun 1925. Pendapat ini akan mendukung pendapat yang menyatakan bahwa
Rumah Tuan Kadi Zakariyah didirikan sebelum abad ke-20.
Ada juga informasi yang menyatakan bahwa arsitek rumah bergaya Eropa yang masih kokoh
ini sama dengan arsitek yang membangun Istana Asseraya. Ada juga yang membandingkan dua pilar besar di depan rumah Haji Zakaria ini mirip
dengan pilar enam tiang di Masjid Raya Pekanbaru yang saat ini masih dipertahankan.
Kabarnya, para pekerja yang membangun rumah Haji Zakaria itu adalah mereka yang juga yang
membangun Masjid Raya yang dibangun oleh masyarakat. Mereka membangun masjid dulu berikut tiang-tiang, setelah selesai baru
membangun rumah Haji Zakaria.
Desain arsitektur rumah bergaya eropa ini tinggi
dan dingin. Dinding dipenuhi jendela-jendela tinggi dan besar, seragam dan kokoh. Atap dan
plafonnya tinggi menggunakan lis profil bertingkat-tingkat. Rumah ini terlihat seperti dua tingkat, namun sebenarnya bagian atas itu hanya
untuk menyimpan barang-barang, seperti alat-alat masak dan lainnya. Di bagian bawah
bangunan atau kolong, terdapat ruangan untuk
menyimpan benda-benda seperti dipan atau ranjang bekas dan lainnya.
Bangunannya tersusun dari dinding tebal dan memiliki pintu-pintu dan jendela-jendela besar
dan tinggi dengan material terbaik pada masanya. Pintu dan jendela terbuat dari bahan kayu
tembusu yang langka, tanpa menggunakan paku. Rumah bergaya Eropa ini pernah dipugar tetapi tidak mengubah bentuk atau struktur asli
bangunan, bahkan kayu-kayu tembusunya masih digunakan kembali. Plafonnya pernah diganti,
semula dari papan kemudian diganti dengan asbes seperti sekarang. Di dalam rumah, masih
ada peralatan yang berusia 300 tahun, seperti kayu-kayu tembusu, lampu-lampu, lemari dan meja. Di sini juga terdapat radio tua.
Ada dua pendapat tentang kapan berdirinya rumah Tuan Kadi Zakariah ini. Pertama,
dibangun pada tahun 1929, hampir bersamaan dengan pembangunan Masjid Raya. Kedua,
Rumah Tuan Kadi ini telah dibangun pada tahun 1886. Ada pendapat yang menyatakan dan belum dikaji lebih jauh, bahwa Rumah Tuan Kadi
Zakariah pernah dijadikan rumah sakit oleh Belanda pada tahun 1938. Namun pendapat
terakhir ini dapat dianulir. Karena, pada tahun tersebut, Rumah Sakit setingkat rumah sakit
pembantu telah ada di Pekanbaru, yang kemudian dikenal sekarang dengan Rumah Sakit Tentara.
Kemudian tidak secara eksplisit, Wan Galib dan Prof. Suwardi MS menyatakan bahwa pada tahun
1925 dibuka rumah sakit setingkat balai pengobatan dan ditempatkan di rumah penduduk
di bawah bukit (sebelah utara Masjid Raya). Pernyatan ini walaupun ada perbedaan tahun, tetapi ada kesamaan tentang dengan pendapat
tentang tahun berdirinya Rumah Tuan Kadi. Dengan demikian, berpegang kepada pendapat
yang menyatakan bahwa Rumah Tuan Kadi Zakariah digunakan sebagai balai pengobatan,
maka Rumah Tuan Kadi tidak mungkin dibangun setelah tahun 1925.
Ada juga informasi yang perlu diklarifikasi bahwa
arsitek rumah bergaya Eropa yang masih kokoh ini sama dengan arsitek yang membangun Istana
Asseraya. Ada juga yang membandingkan dua pilar besar di depan rumah Haji Zaharia ini mirip
dengan pilar enam tiang di Masjid Raya Pekanbaru yang saat ini masih dipertahankan. Kabarnya, para pekerja yang membangun rumah
H Zakaria itu adalah mereka yang juga yang membangun Masjid Raya yang pertama sebelum
dibangun oleh masyarakat. Mereka membangun
masjid dulu berikut tiang-tiang, setelah selesai baru membangun rumah Haji Zakaria.
Sultan Siak sering singgah ke Rumah Tuan Kadi ini jika berkunjung ke Pekanbaru, sehingga
rumah ini disebut juga Istana Hinggap atau pesanggrahan. Bahkan ada bilik khusus untuk
Sultan. Ada informasi tapi perlu dikaji lebih lanjut bahwa konon pada masa Jepang, rumah ini dipakai oleh Jepang, sebagai rumah sakit; ada
juga yang menyatakan sebagai rumah hiburan.
Desain arsitektur rumah bergaya eropa ini tinggi
dan dingin. Dinding dipenuhi jendela-jendela tinggi dan besar, seragam dan kokoh. Atap dan
plafonnya tinggi menggunakan lis profil bertingkat-tingkat. Rumah ini terlihat seperti dua tingkat, namun sebenarnya bagian atas itu hanya
untuk menyimpan barang-barang, seperti alat-alat masak dan lainnya. Di bagian bawah
bangunan atau kolong, terdapat ruangan untuk menyimpan benda-benda seperti dipan atau
ranjang bekas dan lainnya.
Bangunannya tersusun dari dinding tebal dan memiliki pintu-pintu dan jendela-jendela besar
dan tinggi dengan material terbaik pada masanya. Pintu dan jendela terbuat dari bahan kayu
tembusu yang langka, tanpa menggunakan paku. Rumah bergaya Eropa ini pernah dipugar tetapi
tidak mengubah bentuk atau struktur asli bangunan, bahkan kayu-kayu tembusunya masih digunakan kembali. Di dalam rumah, masih ada
peralatan yang berusia 300 tahun, seperti kayu-kayu tembusu dan lampu-lampu.
Sampai saat ini, Rumah Tuan Kadi ini masih menampakkan sisa-sisa kejayaan dan kelas
pemiliknya serta keadaan kota Pekanbaru pada masanya, yang nyaman.***
Sumber:
Yohannes Firzal. Pengembangan Kawasan Tepian Sungai sebagai Kawasan Buniness Baru Kota
Pekanbaru. Ejournal. www.localwisdom.ucoz.com/id/0/21;
Informasi Saksi Sezaman, Ketua LAM Riau, O.K. Nizami Jamil, 2017;
Suwardi MS, Wan Galib, Isjoni, Dari Kebatinan Senapelan ke Bandaraya Pekanbaru.
Pekanbaru: MSI. 2006. Wawancara dengan Syaril Rois (74 tahun), di
rumah Tuan Kadi Haji Zakariah pada 9 Mei
2018.
http://www.localwisdom.ucoz.com/id/0/21
(Sosok Tuan Kadhi yang berbaju putih,
berdasarkan keterangan pemilik rumah)
Deskripsi Arkeologis
: Bangunan secara umum berada di atas ketinggian dengan bahan bata berspesi dengan
arsitektur bergaya indische. Gabungan gaya eropa turki. Bahan-bahan pembuatan rumah
berasal dari Singapura, sedangkan bata berasal dari Thailand. Berdasarkan keterangan H. Syahril
Rais, bangunan ini dibangun pada tahun 1928. Bangunan ini merupakan rumah tempat tinggal sultan apabila berkunjung ke Senapelan
(Pekanbaru). Secara keseluruhan bangunan ini pada beberapa bagian sudah mengalami
perubahan, khususnya penambahan pada bagian belakang (sisi selatan) dan samping bangunan
(sisi barat). Namun bangunan inti yang terdapat pada bagian depan (sisi utara) tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada bagian lantai
(sudah dilantai dengan keramik) dan plafon.
(Jendela yang masih asli)
Bangunan ini beratap genteng berwarna merah,
dengan pilar-pilar berukuran besar, jendela kayu berjumlah lebih dari empat dan dinding bercat
putih kekuningan.
Kamar Sultan berada di bagian kanan rumah agak menjorok ke dalam dari ruang tamu
berukuran 4 x 3 m.
Pada bagian dapur Rumah Tuan Kadi sempat
diubah oleh Belanda dengan dibuatkan mini bar, dan saat ini mini bar tersebut telah dikeramik
oleh Syahril (menantu Tuan Kadi) dan dijadikan sebagai bagian dari dapur.
Luas : Luas lahan : 1.600 m2
Luas Bangunan : 500 m2
Kondisi Saat Ini : Fungsi lama : Hunian Fungsi sekarang : Rumah Tinggal pribadi
Status
Kepemilikan
: Pribadi ( H. Syahril Rais)
Pengelola : Pribadi ( H. Syahril Rais)
Foto Bangunan :
7 Nama Bangunan : SMAN 1 Pekanbaru
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Sultan Syarif Kasim No.159
- Dusun : -
- Desa/Kelurahan : Rintis
- Kecamatan : Limapuluh
- Kabupaten : Kota Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kab/Kota
: 0,5 km
- Ibukota Provinsi : 0,0 Km
- Keletakan
Geografis
: 7 M dpl (Dataran rendah)
Koordinat : Lintang : 0,526655; Bujur : 101.453989 031'31.95"U; 10127'15.03"T
Batas-batas : Utara : SMP N 1 Pekanbaru
Selatan : Jl. Hang Tuah
Barat : Jl. Sulan Syarif Kasim
Timur : SMP N 14 /Lapangan Pelajar
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Mudah, dapat diakses dengan kendaraan roda 2 dan roda 4.
Deskripsi Historis : Bangunan atau Gedung A-SMA Negeri I
Pekanbaru merupakan gedung yang dibangun oleh PT Caltex Pasific Indonesia pada tahun 1955. Gedung tersebut disumbangkan kepada
pemerintah dan kemudian menjadi SMA negeri pertama di Pekanbaru. Kecuali atap, plafon dan
beberapa buah jendela, gedung ini masih dalam keadaan asli dan terlihat kokoh.
Menurut penuturan Soeman Hs dalam biografinya, pada tahun 1950-an, tatkala ia diangkat menjadi kepala PPK (Departemen P & K)
Pekanbaru dan sekitarnya, ia mendapat tugas membangun sekolah-sekolah dan memulihkan
pendidikan yang rusak, hancur dan lumpuh akibat masa pendudukan Jepang dan Agresi
Belanda. Pada tahun 1953, dibuka SMP Swasta di Pekanbaru yang menampung para pegawai tamatan SD dibuka. Setelah itu, pada tahun
1954, didirikan sekolah lanjutannya, yaitu SMA Swasta Setia Dharma. Inilah SMA pertama di
Riau.
Kebetulan pada waktu itu, datang Menteri
Pendidikan Muhammad Yamin ke Pekanbaru. Oleh Soeman Hs, Menteri Muhammad Yamin dibawa ke Setia Dharma. Di situ menteri
berpidato. Tatkala Soeman berpidato, ia menyatakan: Pak Menteri, kami di Riau ini
seolah-olah dianaktirikan. Lalu Menteri
bertanya, ada apa itu? Soeman Hs menjelaskan bahwa di seluruh Riau ini tidak ada satupun
SMA. Sementara kalau di Sumatera Utara, Aceh atau provinsi lain, banyak ditemukan SMA. Jadi,
Riau merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Untuk itu, dimohon supaya SMA Setia Dharma
diberi guru pemerintah. Agaknya Mohammad Yamin marah, terbukti dari suratnya Menteri Pendidikan kepada Gubernur Sumatera Tengah,
Marah Ruslan. Namun, di akhir suratnya, menteri menegaskan tidak akan memberi guru untuk
SMA Setia Dharma, tetapi akan mendirikan sebuah SMA negeri di Pekanbaru. Itulah awal
mula berdirinya SMA I Pekanbaru. Berhubung majelis guru sangat kurang pada waktu itu, Soeman pun turut serta mengajar Bahasa
Indonesia di SMA I Pekanbaru.
Bangunan A SMA Negeri I Pekanbaru ini disebut
juga gedung Leter U, terdiri dari lokal belajar dan laboratorium, ruang multi media, ruang kepala
sekolah dan ruang tata usaha. Atap gedung pernah diganti karena adanya kebijakan dari Walikota Pekanbaru Herman Abdullah pada
tahun 2011, untuk menyamakan atap gedung dengan atap melayu. Plafon juga diganti karena
pada saat penggantian atap gedung, plafon mengalami kerusakan karena kena hujan.
Gedung sekolah ini sudah sangat lama dan dapat dipandang sebagai SMA pertama di Pekanbaru. Alumni sudah tersebar dimana-mana, dan telah
menjadi sumber daya pembangunan di negeri ini. Menurut Prof. Suwardi MS, di SMA I ini juga
dibuka sekolah pendidikan untuk guru SLP (PGSLP). Memang SMA I telah melahirkan lulusan
yang telah berperan dalam pembangunan bangsa dan negara, tidak hanya untuk tingkat lokal, tetapi juga tingkat nasional dan global.
SMAN I Pekanbaru ini layak dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya, sebab nilai historis dari
gedung tersebut dan fungsinya sebagai sekolah sangatlah besar.***
Sumber:
Julizar Kasiri, Soeman Hs. Guru yang Berjiwa Guru. Senarai Kiprah Sejarah. Tempo. Buku
Ketiga. Jakarta: PT Pustaka Grafiti. 1993. Hal. 89-118.
Mestika Zed dan Ahmaidi Tanjung. Biografi Rangkayo Hj. Syamsidar Yahya (1914-1975). Padang. UNP Press. 2011.
Mukhtar Lutfi, Suwardi MS, dkk. Sejarah Riau.
Reproduksi. Pekanbaru: Pemprop. 1999.
Wilaela. Pendidikan Perempuan Riau Era Kemerdekaan. Pekanbaru: LPPM UIN Suska
Riau. 2014.
Deskripsi Arkeologis
: Bentuk bangunan adalah konstruksi beton double permanen dengan ketebalan dinding
bagian bawah 30 cm dan bagian atas 15 cm, tidak bertingkat dan sampai saat ini masih berdiri
kokoh. Dinegerikan terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1955 dengan SK Menteri PPK RI Nomor: 4083/B/III tanggal 16 Agustus 1955 dimana pada
waktu itu belum memiliki gedung sendiri, dan masih menumpang di SMA Setia Dharma
Pekanbaru. Kemudian memperoleh hibah pembangunan gedung utama dari PT. Caltex
Pacifik Oil Coy (CPI) Rumbai Pekanbaru, yang diserahkan tanggal 8 Oktober 1957 melalui Bupati Kampar pada saat itu.
Pertama kali dibangun tahun 1955 terdiri dari empat ruang kelas pada bagian depan dengan
luas ruang kelas masing-masing 12 m x 9,75 m, kemudian ditambah bangunan pada sisi kiri dan
kanan gedung sehingga membentuk U dengan luas masing-masing kelas yaitu 7,5 m x 8 m.
Pada tahun 2008 dilakukan penggantian pada
plafon menggunakan triplek dan pada bagian teras diganti dengan piri-piri kayu dengan tetap
mempertahankan konstruksi bangunan lama. Ketebalan dinding ruangan pintu masuk sekolah
pada bagian bawah 30 cm dan atas 15 cm.
Tiang pada bangunan A SMAN 1 Pekanbaru
terbuat dari kayu setinggi 311 m dibalut semen setinggi 0,96m berbentuk empat persegi polos
(tanpa motif). Jumlah keseluruhan tiang sebanyak 40 buah berjejer pada selasar dalam
bangunan A SMAN 1 Pekanbaru. Berdasarkan keterangan narasumber yaitu Bapak H. Ahmad Bebas selaku alumni pertama SMAN 1 Pekanbaru
mengatakan bahwa kayu pada tiang masih asli (wawancara: 8 April 2018).
Pada ruangan multimedia terdapat 11 daun jendela. Dikarenakan kondisi kayu pada jendela
sudah rapuh dimakan rayap maka tiga daun jendela ditutup dan dimanfaatkan sebagai
dinding taman sekolah. Meskipun daun jendela ditutup namun lubang ventilasi pada atas jendela masih tetap utuh dan tidak mengalami
perubahan. Jendela berukuran tinggi 1,47 m dan lebar 0,57 m yang terdiri dari jendela lama berupa
jendela kaca dan jendela baru berupa jendela naco.
Tinggi selasar ruang utama ke lantai bawah 1 m, pada lantai bangunan kiri dan kanan tinggi selasar 80 cm. Untuk menuju ke halaman bagian
dalam gedung sekolah terdapat 4 anak tangga masing-masing setinggi 25 cm.
Pada bagian belakang gedung sekolah terdapat parit sepanjang 152,5 m dengan kedalaman 1,2 m, tembus ke SMPN 1 Pekanbaru dan Jl. Hang
Tuah. Seiring dengan perkembangunan pembangunan sekolah, saat ini bagian atas parit
ditutup dengan plester dan tetap difungsikan sebagai saluran air.
Pintu bangunan A SMAN 1 Pekanbaru berjumlah 24 buah terdiri dari 8 buah pintu ruang kelas yang berada di sebelah kiri dan kanan bangunan
A, 2 buah pintu gudang yang berada pada pojok kiri dan kanan bangunan A, 2 buah pintu di
ruang labor komputer, 1 pintu ruang multimedia, Di ruang Kepala Sekolah terdapat dua ruangan.
Ukuran pintu masuk (pintu panil) tinggi 3,09 m
dan lebar 1 m.
Luas : Luas lahan : Area Sekolah = 1,2 Ha
Luas Bangunan : P = 118 m, L = 8 m
Kondisi Saat Ini : Fungsi awal : Gedung sekolah
Fungsi sekarang : Gedung sekolah
Status Kepemilikan
: Milik SMAN 1 Pekanbaru
Pengelola : SMAN 1 Pekanbaru bersama Dinas Pendidikan Provinsi Riau
Foto Bangunan :
I. SITUS CAGAR BUDAYA
1 Nama Situs : Makam Marhum Pekan (Sultan Mumahmmad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah)
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Mesjid Raya
- Desa/Kelurahan : Desa Payung Sekaki
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kabupaten
: 3,2 km
- Ibukota Provinsi : 2,8 Km
Koordinat : 101 26' 32,180" E 0 32' 17,887" N
(101,442272 ; 0,538302 )
Batas-batas : Utara : Lahan kosong / Jl. Kampar
Selatan : Masjid Raya Pekanbaru
Barat : SMK Muhammadiyah 1 Pekanbaru/ Jl. Kampar Lama
Timur : SMU Nurul Falah / Jl. Mesjid Raya
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Akses mudah, karena lokasi situs terletak di sisi belakang Masjid Raya Pekanbaru yang terletak di
tengah kota, bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua atau empat.
Deskripsi Historis : Marhum Pekan merupakan gelar Sultan ke-5 dari Kerajaan Siak, yaitu Sultan Muhammad Ali Abdul
Jalil Muazzam Syah yang memerintah dari 1766 hingga 1782. Beliau anak dari Sultan Abdul Jalil
Alamuddinsyah (1761-1766), Sultan ke-4 Kerajaan Siak. Sultan Muhammad meneruskan
kekuasaan ayahnya dan tetap menjadikan Senapelan sebagai ibukota Kerajaan Siak. Tatkala Sultan Yahya putra Sultan Ismail, naik tahta
pada tahun 1779, Sultan Muhammad Ali menjadi Raja Muda dan tetap berkedudukan di
Senapelan. Sultan Muhammad Ali bertindak mendampingi Sultan Yahya. Sultan Ismail
menjadikan Mempura kembali menjadi ibukota Kerajaan Siak pada tahun 1783 dan membiarkan Raja Muda Muhammad Ali di Senapelan.
Pada masa ini, karena persoalan politik internal, kegiatan perdagangan mengalami kemunduran
dibandingkan dengan masa Sultan Alamuddin. Pemerintah Sultan Ismail tidak berjalan lama.
Pada tahun 1781, Sultan Ismail mangkat di Balai dan diberi gelar Marhum Mangkat di Balai. Sultan Ismail digantikan oleh putranya yang
belum dewasa, yaitu Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah. Karena sultan belum dewasa,
maka Raja Muda Muhammad Ali diangkat sebagai wali sultan (regen). Pemerintahan praktis
dijalankan oleh Raja Muda Muhammad Ali dan
tetap berkedudukan di Senapelan. Pada tahun 1782 barulah resmi dipegang sepenuhnya oleh
Sultan Yahya. Pada masa inilah, tepatnya tahun 1783, ibukota Kerajaan Siak dipindahkan
kembali ke Mempura. Sultan Yahya menyebutkan tempat kedudukannya dengan Siak Sri Indrapura
Darussalam. Senapelan diserahkan penguasaannya kepada Datuk Syah Bandar .
Pada tahun 1784, Raja Muda Muhammad Ali
kembali ke Senapelan dan menetap. Beliau membawa serta keponakannya bernama Said Ali
putra Said Usman. Said Ali terkenal sebagai prajurit yang tangguh yang telah terbukti dalam
berbagai peperangan. Raja Muda Muhammad Ali berusaha melanjutkan cita-cita ayahnya, Sultan Alamuddin gelar Marhum Bukit untuk
menghidupkan dan membangun kembali pekan di Senapelan. Tatkala Raja Muda Muhammad Ali
memilih menetap di Senapelan, keponakannya memilih kembali ke Mempura lalu ke Bukit Batu.
Berkat kegigihan Raja Muda Muhammad Ali, dibukalah pekan yang baru (bukan di lokasi pekan yang didirikan sebelumnya oleh ayahnya),
yaitu di sekitar pelabuhan sekarang. Pekan yang baru ini resmi didirikan pada hari Selasa
tanggal 21 Rajab 1204 H atau bersempena (bertepatan) dengan 23 Juni 1784. Sejak saat itu,
sebutan Senapelan ditinggalkan dan mulai populer sebutan Pekanbaru. Tanggal itu kemudian menjadi Hari jadi atau hari lahir Kota
Pekanbaru. Pekanbaru berkembang sebagaimana diharapkan oleh Raja Muda Muhammad Ali.
Hubungan dengan daerah pedalaman Kampar dan Minangkabau menjadi semakin ramai.
Ramainya Pekanbaru berbanding terbalik dengan Petapahan yang tidak lagi menadi pintu perdagangan (yang sebelumnya ramai karena
menjadi pintu perdagangan). Pelabuhan Pekanbaru menjadi semakin ramai yang
membuat Datuk Syahbandar Pekanbaru menjadi sibuk. Seiring dengan kesibukan yang meningkat
di Pekanbaru, peranan Batin Senapelan di Pekanbaru semakin memudar. Kewibawaannya hanya tingggal di Tapan, Palas dan Kuala Tapung
hingga ke Bancah Kelubi. Di daerah ini, Batin dibolehkan memungut cukai atau pancung alas.
Adapun cukai di Pekanbaru menjadi kewenangan Datuk Syahbandar yang dipungut untuk
perbendaharaan Kerajaan Siak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Sultan Muhammad Ali atau Raja Muda
Muhammad Ali memiliki peran yang sangat penting bagi berdiri dan berkembangnya Kota
Pekanbaru pada masa awal. Muhammad Ali telah menjadi Sultan dan Raja Muda sejak Sultan
Ismail, berlanjut ke Sultan Yahya sampai ke Sultan Said Ali, keponakannya, yang memiliki
keturunan yang bercampur darah Arab. Raja Muda Muhammad Ali mangkat pada tahun 1789,
sekitar 5 tahun setelah beliau mendirikan Pekanbaru. dan digelari Marhum Pekan.
Selain makam Marhum Pekan dan Mahrum Bukit, di areal pemakaman ini terdapat 4 makam lain yang merupakan keluarga dan pembesar
Kerajaan Siak, yaitu makam:
1. Sayid Osman Sahabuddin bin Abdurrahman
Sahabuddin adalah menantu dari Raja Alam sekaligus Panglima Perang Kerajaan Siak dan
Ulama Kerajaan pada masa itu. Said Osman menikah dengan Tengku Embong Badariah. Dari perkawinan inilah, para Sultan Siak dan
Raja Pelalawan mewarisi garis keturunan Arab dari Saydina Ali dan Fatimah yang
bernasabkan kepada Rasulullah SAW (Bani Hasimiyyah).
2. Tengku Embong Badariah adalah istri dari Sayid Osman Sahabuddin Putri dari Sultan Alam (Marhum Bukit).
3. Sultana Khodijah atau Daeng Tijah binti Daeng Parani adalah istri dari Sultan
Alamuddin Syah. Beliau merupakan Keturunan Opu-Opu Bugis yang berkuasa di
Kerajaan Riau Lingga. Selain sebagai istri seorang Sultan, beliau juga aktif dalam Kerajaan Siak sebagai pengganti Sultan
apabila Sultan tidak ada dipemerintahan kerajaan sehingga beliau boleh memakai gelar
Sultanah dan dalam Kerajaan Siak hanya ada dua permaisuri yang memakai Gelar Sultanah.
4. Sayid Zen Al Jufri bergelar Tengku Pangeran Kesuma Dilaga adalah Cucu dari Sultan Alam dari anak beliau yang bernama Tengku
Hawi/Hawa yang menikah dengan Sayid Sech AL Jufri. Pangeran Kesuma Dilaga merupakan
Panglima Perang Kerajaan Siak pada masa Sultan Siak ke 7 dan 8.
Sumber:
Mukhtar Lutfi, dkk. Sejarah Riau, Pekanbaru.
Reproduksi. Pemprop Riau. 1999;
Laporan Pengadaan Benda-Benda Seni Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktoral Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Riau, Tahun Anggaran 1996/1997.
Schadee, W.H.M. Geschiedenis van Sumatras Ootskust. Mededeeling No. 2 Deel I & II.
Uitgave van het Ootskust van Sumatra-Instituut. Stoomdruk B. Van Mantgem
Amsterdam. 1919.
Suwardi dan Wan Galib, Dari Batin Senapelan ke Bandar Raya Pekanbaru, Pekanbaru. MSI: 2006.
Deskripsi
Arkeologis
: Makam Marhum Pekan berada di dalam satu
cungkup dengan makam Sultan Marhum Bukit yang terletak di depan pintu masuk. Di dalam cungkup ini terdapat enam buah makam yang
merupakan keluarga dari Kerajaan Siak. Jirat makam Marhum Pekan berundak- undak yang
dilapisi marmer warna merah maron, sedangkan nisan terbuat dari batu andesit dan berbentuk
gada. Pada bagian tengah dan atas nisan terdapat hiasan sulur-suluran. Nisan yang terpasang sekarang bukan nisan asli, tetapi duplikat nisan
asli terbuat dari bahan kayu yang ditempatkan di Museum Negeri Pekanbaru.
(Nisan Makam Marhum Pekan tetapi bukan merupakan nisan asli, 2017)
Nisan disarungi kain kuning, untuk melindungi agar nisan tersebut awet karena terbuat dari kayu. Nisan Makam Marhum Pekan memiliki
tinggi 0,76 cm (diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,16 cm.
Selain makam Marhum Pekan dan Marhum Bukit, di dalam cungkup terdapat 4 makam lain,
yaitu :
1. Makam Syaid Syarif Usman Shabudin (Mahrum Barat) dengan ukuran makam P :
4,39 m, L : 1,78 m, dan T : 0,85m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 0,86 m
(diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,16 m, tipe nisan makam Syaid Syarif
Usman Shabudiin adalah nisan bertipe gada.
2. Makam Tengku Embong Badariah Binti Sultan
Alamuddinsyah (Isteri Syaid Usaman) dengan ukuran makam P : 2,57 m, L : 1,085 m, dan T : 0,64 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 1,09 m
(diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,42 m, tipe nisan makam Tengku Embong Badariah Binti Sultan Alamuddinsyah
(Isteri Syaid Usaman) adalah nisan bertipe pipih karena ini merupakan makam wanita.
3. Makam Sultan Khodijah (Isteri Marhum Bukit) dengan ukuran makam P : 2,96 m, L : 1,18 m,
dan T : 0,825 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 1,14 m
(diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,43 m, tipe nisan makam Sultanna
Khodijah (Isteri Marhum Bukit) adalah nisan bertipe pipih karena ini merupakan makam
wanita.
4. Makam Tengku Pangeran Kesuma Dilaga dengan ukuran makam P : 1,33 m, L : 3,32 m,
dan T : 0,76 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 0,69 m
(diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,23 m, tipe nisan makam Tengku Pangeran
Kesuma Dilaga adalah nisan bertipe gada karena makam laki-laki. Letak Makam Tengku Pangeran
Kesuma Dilaga agak terpisah dari 5 makam lain, tepatnya di barat makam lainnya berjarak sekitar 3 meter.
Luas : Luas lahan : 800 m2
Luas Bangunan : Ukuran Makam : P = 4,82 m, L = 1,16 m, T = 0,8 m.
Kondisi Saat Ini : Utuh dan terawat
Status
Kepemilikan
: Masyarakat
Pengelola : BPCB Batusangkar & Pemerintah Kota Pekanbaru
Foto Situs :
2 Nam Situs : Makam Sultan Marhum Bukit (Sultan Abduljalil
Alamuddin Syah)
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Mesjid Raya
- Desa/Kelurahan : Desa Payung Sekaki
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs
(km)
- Ibukota Kabupaten
: 3,2 km
- Ibukota Provinsi : 2,8 Km
Koordinat : 101 26' 32,180" E 0 32' 17,887" N (101,442272 ; 0,538302 )
Batas-batas : Utara : Lahan kosong / Jl. Kampar
Selatan : Masjid Raya Pekanbaru/ Jl.
Senapelan
Barat : SMK Muhammadiyah 1 Pekanbaru/ Jl. Kampar Lama
Timur : SMU Nurul Falah / Jl. Mesjid Raya
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Akses mudah, karena lokasi situs terletak di sisi belakang Masjid Raya Pekanbaru yang terletak di
tengah kota, bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua atau empat.
Deskripsi Historis : Marhum Bukit adalah gelar untuk Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1761-1766), karena beliau
mangkat di daerah kampung Bukit Senapelan. Sultan Alamuddin Sultan Siak ke-4 atau disebut
juga Raja Alam ini dikenal sebagai salah seorang pendiri kota Pekanbaru.
Tidak lama setelah beliau memerintah, pada sekitar awal tahun 1762, Sultan Alamuddin memindahkan ibukota Kerajaan Siak dari
Mempura ke Senapelan. Adapun alasan pemindahan ibukota tersebut antara lain karena
Sultan Alamuddin ingin menghindari Belanda mencampuri urusan pemerintahan Kerajaan
Siak; dimana Belanda telah memperkuat kedudukannya di Mempura. Selain itu, Sultan Alamuddin menyadari bahwa Senapelan sangat
penting dan strategis bagi lalu lintas perekonomian Kerajaan Siak.
Setelah Senapelan menjadi ibukota Kerajaan Siak, perdagangan menjadi semakin ramai.
Sultan kemudian mendirikan sebuah pekan yang baru pada tahun 1762. Pekan ini dikenal dengan nama Bandar Pekan. Pada akhirnya, Bandar
Pekan ini lebih terkenal dengan sebutan Pekanbaru.
Pada masa Sultan Alamuddin yang memerintah 1761-1766 atau dikenal juga dengan Raja Alam
ini, merupakan masa pembangunan Pekanbaru.
Sultan memperbesar bandar perdagangan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan-jalan
penghubung Senapelan dengan daerah-daerah lain yang menghasilkan komoditi perdagangan,
seperti lada, gambir, rotan, damar, kayu, dan lain-lain. Jalan tersebut menuju ke Selatan
sampai ke Teratak Buluh dan Buluh Cina. Sampai ke Barat hingga Bangkinang dan Rantau Berangin. Perkembangan perdagangan
Senapelan ini membuat perdagangan Belanda di Sungai Siak terdesak. sampai akhirnya pada
tahun 1765, Belanda terpaksa menutup lojinya di Pulau Guntung.
Tidak hanya di bidang perdagangan, Sultan Alamuddin yang dikenal sangat alim dan taat ini juga memperhatikan kegiatan keagamaan. Pada
masa ini, Dakwah Islam berkembang, sejalan dengan gerak perdagangan. Putri Sultan
Alamuddin, Tengku Embung Badariyah, dikawinkan dengan Sayid Usman ibn Syarif
Abdul Rahman Syahabuddin, seorang bangsawan Arab penyebar agama Islam. Perkawinan ini penting, karena susun galur sultan-sultan Siak
berubah dari dinasti Melayu Johor menjadi Dinasti Sayed Usman.
Pada tahun 1766, Sultan Alamuddin mangkat dan dimakankam di Kampung Bukit di
Senapelan, dekat Masjid Raya. Oleh karena itu, almarhum digelari Marhum Bukit.
Selain makam Marhum pekan dan Mahrum
bukit, terdapat 4 makam lain yang merupakan keluarga dan pembesar Kerajaan Siak, yaitu
makam :
1. Sayid Osman Sahabuddin bin Abdurrahman
Sahabuddin adalah menantu dari Raja Alam sekaligus Panglima Perang Kerajaan Siak dan Ulama Kerajaan pada masa itu. Said Osman
menikah dengan Tengku Embong Badariah. Dari keturunan beliaulah para Sultan Siak
dan Raja Pelalawan mewarisi garis keturunan Arab dari Saydina Ali dan Fatimah yang
bernasabkan Rasulullah SAW (Bani Hasimiyyah).
2. Tengku Embung Badariah adalah istri dari
Sayid Osman Sahabuddin Putri dari Sultan Alam (Marhum Bukit).
3. Sultana Khodijah atau Daeng Tijah binti Daeng Pirani adalah istri dari Sultan
Alamuddin Syah. Beliau merupakan Keturunan Opu-Opu Bugis yang berkuasa di Kerajaan Riau Lingga. Selain sebagai istri
seorang Sultan, beliau juga aktif dalam Kerajaan Siak sebagai pengganti Sultan
apabila Sultan tidak ada di pemerintahan kerajaan sehingga beliau boleh memakai gelar
Sultanah, dan dalam Kerajaan Siak hanya ada
dua permaisuri yang memakai Gelar Sultanah.
4. Sayid Zen Al Jufri bergelar Tengku Pangeran
Kesuma Dilaga adalah Cucu dari Sultan Alam dari anak beliau yang bernama Tengku
Hawi/Hawa yang menikah dengan Sayid Sech AL Jufri. Pangeran Kesuma Dilaga merupakan
Panglima Perang Kerajaan Siak pada masa Sultan Siak ke 7 dan 8.
Sumber:
Laporan pengadaan Benda-Benda Seni Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktoral Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Riau, Tahun
Anggaran 1996/1997.
Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau, Sejarah
Kerajaan Siak, CV. Sukabina, Pekanbaru, 2010;
Schadee, W.H.M. Geschiedenis van Sumatras
Ootskust. Mededeeling No. 2 Deel I & II. Uitgave van het Ootskust van Sumatra-
Instituut. Stoomdruk B. Van Mantgem Amsterdam. 1919.
Sejarah Daerah Riau. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978.
Suwardi MS, Wan Ghalib, Isjoni, Zulkarnain. Dari
Batin Senapelan ke Bandar Raya Pekanbaru: Menelisik Jejak Sejarah Kota Pekanbaru 1784-
2005. Pekanbaru. MSI Riau. 2006.
Tim Penyusun dan Penulis Sejarah Riau
Universitas Riau, Sejarah Riau, Reproduksi, Biro Bina Sosial Kewilda Tingkat I Riau, Proyek
Pelestarian dan Pengembangan Tradisi Budaya Riau, 1998/1999;
Deskripsi Arkeologis
: Makam Sultan Marhum Bukit terletak di sebelah selatan Masjid Raya Pekanbaru, dan terletak di
dalam satu cungkup dengan makam Marhum Pekan. Di dalam cungkup tersebut terdapat lima
makam, yang kesemuanya merupakan keluarga dari Kerajan Siak. Makam Marhum Bukit memakai jirat yang berundak-undak yang
dilapisi marmer warna maron.
Nisan terbuat dari batu andesit berbentuk gada
dan pada bagian tengah nisan terdapat hiasan sulur-suluran dan bagian puncak berbentuk
kuncup bunga teratai. Nisan yang terpasang sekarang bukan nisan asli, tetapi duplikatnya sedangkan nisan aslinya terbuat dari bahan kayu
yang disimpan di Museum Daerah Sang Nila Utama Riau.
(Nisan Makam Marhum Bukit tetapi bukan
merupakan nisan asli, 2017)
Nisan disarungi kain kuning, untuk melindungi
agar nisan tersebut awet karena terbuat dari kayu. Nisan Makam Marhum Pekan memiliki
tinggi 0,79 cm (diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,21 cm.
Selain makam Marhum Pekan dan Marhum
Bukit, di dalam cungkup terdapat 4 makam lain, yaitu :
1. Makam Syaid Syarif Usman Shabudiin (Mahrum Barat) dengan ukuran makam P :
4,39 m, L : 1,78 m, dan T : 0,85 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 0,86 m (diukur berdasarkan muka tanah makam) dan
lebar 0,16 m, tipe nisan makam Syaid Syarif Usman Shabudiin adalah nisan bertipe gada.
2. Makam Tengku Embong Badariah Binti
Sultan Alamuddinsyah (Isteri Syaid Usaman) dengan ukuran makam P : 2,57 m, L : 1,085 m, dan T : 0,64 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 1,09 m
(diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,42 m, tipe nisan makam Tengku
Embong Badariah Binti Sultan Alamuddinsyah (Isteri Syaid Usaman) adalah nisan bertipe
pipih karena ini merupakan makam wanita.
3. Makam Sultannah Khodijah (Isteri Marhum Bukit) dengan ukuran makam P : 2,96 m, L :
1,18 m, dan T : 0,825 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus
oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 1,14 m (diukur berdasarkan muka tanah makam) dan
lebar 0,43 m, tipe nisan makam Sultannah Khodijah (Isteri Marhum Bukit) adalah nisan bertipe pipih karena ini merupakan makam
wanita.
4. Makam Tengku Pangeran Kesuma Dilaga
dengan ukuran makam P : 1,33 m, L : 3,32 m, dan T : 0,76 m.
Nisan sama seperti makam lainnya dibungkus oleh kain kuning, nisan memiliki tinggi 0,69 m
(diukur berdasarkan muka tanah makam) dan lebar 0,23 m, tipe nisan makam Tengku
Pangeran Kesuma Dilaga adalah nisan bertipe gada karena makam laki-laki. Letak Makam
Tengku Pangeran Kesuma Dilaga agak terpisah dari 5 makam lain, tepatnya di barat makam lainnya berjarak sekitar 3 meter.
Luas : Luas lahan : 800 m2
Luas Bangunan : Ukuran Makam : P = 4,2 m, L =
1,83 m, T = 1,34 m.
Kondisi Saat Ini : Utuh dan terawat.
Fungsi awal : Makam Fungsi sekarang : Makam dan fungsi lainnya
sebagai pendidikan dan pariwisata
Status Kepemilikan
: Masyarakat
Pengelola : BPCB Batusangkar dan Pemerintah Kota
Pekanbaru
Foto Situs :
3 Nama Situs : Makam Haji Muhammad Amin Perintis
Kemerdekaan
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Wakaf
- Desa/Kelurahan : Kel. Kampung Bandar
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs
(km)
- Ibukota Kabupaten
: 3,9 km
- Ibukota Provinsi : 3,5 Km
Keletakan geografis : 7 mdpl (Dataran Rendah)
Letak astronomis : 101 26' 14,300" E 0 32' 13,000" N (101,437306 ; 0,536944)
Batas-batas : Utara : Pemakaman
Selatan : Pemakaman
Barat : Pemakaman
Timur : Pemakaman
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Mudah, dapat diakses dengan kendaraan roda 2 dan roda 4
Deskripsi Historis : Keberadaan makam ini memiliki penting bagi
sejarah, sosial, budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebangsaan. Nilai pentingnya
terletak kepada ketokohan Haji Muhammad Amin yang telah berkiprah sejak masa Kerajaan Siak dan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.
Kompleks Pemakaman Islam Senapelan lazim disebut Kuburan Senapelan merupakan komplek
kuburan Islam tertua di Pekanbaru. Bisa jadi kawasan ini sama tuanya dengan keberadaan
Senapelan, cikal bakal Pekanbaru. Komplek pekuburan merupakan tanah wakaf masyarakat Pekanbaru sekitar tahun 1923. Sejak tahun
1975, secara resmi pengelolaan lahan pekuburan ini diserahkan kepada Badan Pengelola Pandam
Pemakaman Islam Senapelan (BP3S). Didalam kawasan seluas 3 Ha ini terdapat beberapa
makam tokoh masyarakat Pekanbaru yang dimasukan ke dalam 6 (enam) kategori yaitu Tokok Perintis Kemerdekaan, Tokoh
Pemerintahan, Tokoh Pendidikan, Tokoh Agama, Tokoh Wanita, dan Tokoh Budayawan.
Makam Mohammad Husin ini yang dimaksud disini adalah Makam tokoh Perintis
Kemerdekaan, Haji Muhammad Amin. Disebut Husin karena nama kecilnya Husin. Muhammad Husin atau Haji Muhammad Amin merupakan
tokoh pergerakan Nasional asal Riau seangkatan dengan tokoh pahlawan nasional seperti H. Agus
Salim, H. Samanhudi, KH. Ahmad Dahlan, dan
HOS Cokroaminoto. Haji Muhammad Amin juga termasuk makam tokoh perintis kemerdekaan
Indonesia.
Haji Mohammad Amin lahir di Sikijang pada
tahun 1863. Pada tahun 1916, ia telah memprakarsai berdirinya Sarikat Dagang Islam di
Pekanbaru dengan susunan pengurus antara lain Vorzitter dijabat oleh Abdurrahman, Vice Vorzitter dijabat oleh Haji Muhammad Amin,
Sekretaris dijabat oleh A. Salam dan Vice Secretaris dijabat oleh Hasan Gur serta Komisaris
dijabat oleh Muhammad Jamal.
Pada tahun 1917, Haji Muhammad Amin juga
memprakarsai terbentuknya Koperasi Sarikat Islam di Pekanbaru sebagai bagian dari Sarikat Dagang Islam dengan susunan pengurus antara
lain Haji Muhammad Amin sebagai Ketua, Guru Hasan sebagai Sekretaris dan A. Salam sebagai
Bendahara. Kegiatan rapat-rapat pengurus koperasi ini diadakan di rumah Haji Muhammad
Amin dan istrinya Siti Amin, di Gang Pinggir, berdekatan dengan Masjid Raya Senapelan. Rumah ini masih dalam bentuk asli namun telah
dicat dengan warna orange, sehingga ada yang menyebutnya sebagai rumah orange.
Pada tahun 1918, kepengurusan Koperasi Sarikat Dagang Islam ini mengalami perubahan struktur
baru menjadi Vorzitter dijabat oleh Muhammad Jamal, Vice Vorzitter dijabat oleh Haji Muhammad Amin, Sekretaris dijabat oleh Guru
Hasan, Komisaris I dijabat oleh A. Salam dan Komisaris II dijabat oleh Ibrahim.
Karena sikap perlawanannya kepada penjajah Belanda, Haji Muhammad Amin ditangkap dan di
penjara di Betawi. Kemudian dipindahkan ke Semarang dan ke Ambarawa selama 7 tahun (1927-1934). Setelah dibebaskan pada tahun
1934, Haji Muhammad Amin pindah ke Malaya dan mendirikan Persatuan Indonesia Malaya
(PIM). Tujuan organisasi ini ialah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang hakikatnya adalah dalam rangka pergerakan kebangsaan. Pada tahun 1934, Haji Muhammad
Amin menerbitkan sebuah buku berjudul Syamsul Bayan. Pada tahun 1938, Haji
Muhammad Amin kembali ke Pekanbaru. Tidak lama kemudian, ia kembali ditangkap oleh
Belanda dan ditahan sampai Jepang masuk pada tahun 1942.
Haji Muhammad Amin terus berjuang demi
kemerdekaan Indonesia. Perjuangan Muhammad Amin dalam rangka mencapai kemerdekaan
Indonesia mendapat penghargaan dari
pemerintah Indonesia sebagai tokoh perintis kemerdekaan. Menteri Sosial pada tahun 1971,
yaitu Mintareja SH, menetapkan Haji Muhammad Amin sebagai pejuang perintis kemerdekaan dari
Riau, dengan SK Pol 89/71/ PK tanggal 7 Oktober 1971. Sebelumnya, pada tahun 1964,
Pemerintah Republik Indonesia juga telah menetapkannya sebagai tokoh pergerakan Islam asal Riau berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Sosial RI, Rusiah Sardjono, SH, No. Pol. 602/PK tanggal 15 Oktober 1964. Surat ini diperbaharui
pada tahun 1971, pada era Orde Baru sebagaimana disebutkan di atas.
Haji Muhammad Amin wafat tanggal 12 Agustus 1968 di Pekanbaru dalam usia 105 tahun dan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Senapelan
Pekanbaru. Makam Haji Muhammad Amin menjadi bukti keberadaan seorang tokoh yang
telah berjasa bagi umat, bangsa dan negara Indonesia. Tokoh yang telah memprakarsai dan
merintis berdirinya Sarikat Dagang Islam dan koperasi Sarikat Dagang Islam di Pekanbaru, penentang kekuasaan Belanda sehingga
dipenjara.***
Sumber:
Mukhtar Lutfi, dkk. Sejarah Riau. Reproduksi. 1999; Observasi bersama tim Dinas
Kebudayaan Kota Pekanbaru. 2017.
____________, Wan Galib, Suwardi MS, Nahar
Efendi, Suman Hs. Sejarah Perjuangan Riau. Pekanbaru. PT Sutra Benta Perkasa. Cetakan III Mei 2015.
Suwardi MS dan Wan Galib, Dari Kebatinan Senapelan ke Bandaraya Pekanbaru: Menelisik Jejak Sejarah Jota Pekanbaru 1784-2005. Pekanbaru. MSI. 2006.
Deskripsi
Arkeologis
: Makam ini termasuk makam modern, karena tipe
makam seperti makam pada umumnya, makam tersebut sudah disemen dan dikeramik dengan keramik berwarna putih. Terdapat dua nisan
modern yang memberikan informasi makam tersebut (nisan di sisi utara dan selatan makam).
Kedua nisan memiliki ukuran yang sama yaitu Nisan memiliki panjang 0,6 m, tinggi 0,45, dan
lebar 0,44 m.
(Nisan makam)
Nisan yang pertama (utara) memberikan
informasi nama makam, tahun meninggal, dan tahun lahir, yaitu tertulis Perintis Kemerdekaan,
nama H. Muhammad Amin, lahir di Sikijang 1863, wafat tahun 1968 di Pekanbaru, No SK : POL 5/11/79/PK. Kemudian nisan kedua
(selatan) terdapat tulisan ; dipugar oleh Depsos RI Tahun 1993/1994.
Secara arkeologis, terutama dalam kajian Arkeologi Pemukiman, Kompleks Pemakaman
atau Pekuburan Senapelan mempunyai posisi yang sangat penting. Hal ini karena kompleks pekuburan ini merupakan bukti otentik dari
keberadaan komunitas masyarakat Senapelan sejak zaman dulu. Pekuburan ini sampai
sekarang masih menjadi monumen hidup (living monument) yang menyebabkan morfologi
pekuburan ini campur aduk antara makam kuna dan makam baru.
Luas : Luas lahan : Area Perkuburan = 3 Ha
Luas Bangunan : P = 2,92 m, L = 1,3 m, T = 0,58
m.
Kondisi Saat Ini : Utuh dan terawat.
Fungsi awal : Makam
Fungsi sekarang : Makam dan fungsi lainnya sebagai pendidikan dan pariwisata.
Status Kepemilikan
: Wakaf masyarakat
Pengelola : Badan Pengelola Pandam Pemakaman Islam
Senapelan (BP3S)
Foto Situs :
4 Nama Situs : Makam Haji Sulaiman
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Jl. Wakaf
- Desa/Kelurahan : Kel. Kampung Bandar
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kabupaten
: 3,9 km
- Ibukota Provinsi : 3,5 Km
Keletakan geografis : 7 mdpl (Dataran Rendah)
Letak astronomis : N0 32' 12.958" ; E101 26' 14.854"
Batas-batas : Utara : Pemakaman
Selatan : Pemakaman
Barat : Pemakaman
Timur : Pemakaman
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar Budaya
: Mudah, dapat diakses dengan kendaraan roda 2 dan roda 4
Deskripsi Historis : Makam Haji Muhammad Sulaiman atau biasa
disebut Haji Sulaiman ini berada di kompleks pemakaman umum. Namun makam ini mudah
ditandai karena bentuk makamnya yang berbeda dengan makam lainnya di sana; dibangun agak
tinggi dan diberi relief seperti relief Taj Mahal di India. Makam Haji Sulaiman berdampingan persis dalam satu tempat dengan istrinya, Hajjah
Towiyah. Selain kedua makam tersebut, di sekitarnya terdapat makam keluarga besar Haji
Sulaiman, antara lain Asiah (istri kedua Haji Sulaiman), Fatimah binti Sulaiman, Abdul Manan
(keponakan Haji Sulaiman sekaligus menantunya karena menikah dengan Fatimah), Jamilah (istri kedua Abdul Manan), Fateh Ali bin Abdul Manan
(cucu Haji Sulaiman). Pembangunan makam ini dilakukan oleh ahli waris Haji Sulaiman.
Haji Sulaiman semasa hidupnya adalah tokoh pionir Pekanbaru pada awal abad ke-20 hingga
setelah Indonesia merdeka. Sekalipun ia berasal dari India, namun kecintaannya kepada Indonesia tidak diragukan. Haji Sulaiman
menikah dengan perempuan Melayu dari keluarga kaya, bernama Towiyah. Selain itu, Haji Sulaiman
juga menikah dengan seorang perempuan dari Gasib bernama Asiah. Makam H. Sulaiman dan
keluarganya ditempatkan berdekatan di komplek makam Senapelan ini. Haji Sulaiman pada masa hidupnya merupakan
seorang pedagang kaya raya, berjiwa penyayang dan sangat dermawan. Harta yang dimilikinya
berupa tanah lengkap dengan dokumen surat tanah terdapat di berbagai tempat di Pekanbaru.
Tanahnya terbentang di sepanjang jalan
Bangkinang atau Ahmad Yani sekarang, Senapelan, Sei Rumbai, Teluk Lembu, dan lain-
lain. Tanah-tanah tersebut banyak yang dihibahkan kepada masyarakat. Daftar nama
orang-orang yang diberikan tanah tercantum di dalam dokumen pribadi H. Sulaiman dan
sekarang disimpan oleh ahli warisnya. Kiprah Haji Sulaiman terkait dengan perkembangan perekonomian di Pekanbaru pada
separuh pertama abad ke-20. Haji Sulaiman membuka usaha pabrik roti yang pertama di
Pekanbaru. Haji Sulaiman juga beternak sapi dan dipusatkan di daerah Teluk Lembu. Usaha
perdagangan Haji Sulaiman meningkat, terutama tekstil yang didatangkan dari India. Haji Sulaiman gemar membeli barang-barang mewah
dan indah untuk kemudian dihadiahkan kepada sahabat yang disayanginya, yaitu Sultan Siak ke-
12, Sultan Syarif Kasim. Hampir setiap barang yang dihadiahkan kepada Sultan, maka Haji
Sulaiman memiliki kembarannya yang disimpan di rumahnya. Sosok Haji Sulaiman semasa hidup juga terkait
dengan keberadaan Masjid Raya Pekanbaru. Beliau adalah salah seorang pendiri panitia
pembangunan Masjid Raya, sebagai ketua. Sumur tua di dalam Masjid Raya dilebarkannya
untuk memastikan keberadaan air untuk keperluan jamaah masjid tersebut. Peran Haji Sulaiman dengan Masjir Raya ini sudah diketahui
oleh umum pada masa lalu. Menurut penututan saksi sezaman, dulu pada tahun 1970an-1980an,
pada saat perayaan hari-hari besar keagamaan, foto-foto para tokoh dan pendiri Masjid Raya akan
dikeluarkan dan dipamerkan di teras masjid. Salah satunya adalah foto Haji Sulaiman. Saat ini, kebiasaan yang beberapa dekade sempat
hilang ini telah dimulai lagi, yaitu memamerkan foto para tokoh yang telah berjasa terhadap
keberadaan Masjid Raya termasuk daerah Senapelan.
Pada masa penjajahan, Haji Sulaiman disegani, baik oleh Belanda maupun Jepang. Oleh karena itu, Haji Sulaiman tetap dapat mengembangkan
usahanya. Pada masa perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan, sikap segan
tentara pendudukan kepada dirinya, membuat Haji Sulaiman dengan leluasa membantu
perjuangan rakyat lepas, terutama dalam memasok kebutuhan makanan para pejuang. Perannya dalam mempertahankan tanah air dari
agresi Belanda ini pernah dipertimbangkan untuk mengangkatnya sebagai pejuang veteran. Hanya
saja, tidak ada orang yang membantunya mengurusnya dan karena sifat Haji Sulaiman
tidak ingin ditampilkan atau ditonjolkan, maka usulan dirinya sebagai pejuang veteran di Pekanbaru tidak dilanjutkan.
Makam Haji Sulaiman sekalipun baru dibuat bangunannya, yaitu pada tahun 1999 oleh ahli
warisnya, namun sosok yang berbaring di bawahnya yang memiliki arti dan nilai khusus
bagi perkembangan Pekanbaru pada masa lalu, sebagaimana juga sejumlah sosok penting yang
dimakamkan di sana, seperti Muhammad Amin, Muhammad Thahir Ima, Muhammad Husain, Khadijah Ali, dan lain-lain.***
Sumber:
Wawancara dengan Anita (lahir 1970) dan Mahmuda (lahir 1965), generasi keempat dari Haji
Sulaiman yang mengkoordinir pembangunan makam Haji Sulaiman dan keluarganya, wawancara 9-10 Mei 2018.
Deskripsi
Arkeologis
: Makam berada di kompleks pemakaman umum.
Makam memiliki jirat dari cor beton dengan motif bulan bintang dan tulisan arab. Memiliki satu
Nisan yang bertuliskan nama dan tanggal wafat. Secara arkeologis, terutama dalam kajian
Arkeologi Pemukiman, Kompleks Pemakaman atau Pekuburan Senapelan mempunyai posisi yang sangat penting. Hal ini karena kompleks
pekuburan ini merupakan bukti otentik dari keberadaan komunitas masyarakat Senapelan
sejak zaman dulu. Pekuburan ini sampai sekarang masih menjadi monumen hidup (living
monument) yang menyebabkan morfologi pekuburan ini campur aduk antara makam kuna dan makam baru.
Luas : Luas lahan : Area Perkuburan = 3 Ha
Luas Bangunan : 8.213 m2.
Kondisi Saat Ini : Utuh dan terawat. Fungsi awal : Makam
Fungsi sekarang : Makam dan fungsi lainnya sebagai pendidikan dan pariwisata.
Status Kepemilikan
: Wakaf masyarakat
Pengelola : Badan Pengelola Pandam Pemakaman Islam
Senapelan (BP3S)
Foto Situs :
II. STRUKTUR CAGAR BUDAYA
1 Nama Struktur : Pompa Bensin Nasco
I IDENTITAS
Alamat :
- Jalan : Merbau
- Kelurahan : Kampung Bandar
- Kecamatan : Senapelan
- Kabupaten : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Orbitrasi Situs (km)
- Ibukota
Kabupaten/Kota
: 4 km
- Ibukota Provinsi : 3,8 km
- Keletakan Geografis
: 7 M dpl (Dataran rendah)
Koordinat : N0 32' 18.650" ; E101 26' 19.3602"
Batas-batas : Utara : Jalan Merbau
Selatan : Rumah Warga
Barat : Kantor Lurah Kampung Bandar
Timur : Jalan Panglima Undan
II DESKRIPSI
Aksesibilitas Cagar
Budaya
: Mudah, dapat diakses dengan kendaraan roda 2
dan roda 4.
Deskripsi Historis : Pompa Bensin NASCO, merupakan pompa bensin pertama di Pekanbaru, di Riau, bahkan pompa
bensin Caltex yang pertama di Indonesia. Pompa bensin milik CV Nasional atau Nasco ini
diresmikan penggunaannya pada 15 November 1960. Sampai sekarang, pompa bensin tersebut masih dalam wujud aslinya. Sejak dua tahun
yang lalu hingga sekarang, karena beberapa alasan, pompa ini sementara berhenti beroperasi.
Letaknya strategis; sekitar empat ratus meter dari jembatan ponton Siak Pekanbaru, tepat di
perempatan Jalan Senapelan dan Jalan Kampung Bukit. Pompa bensin ini dapat dilihat dari empat penjuru jalan. Dengan digerakkan oleh sebuah
motor listrik diesel, dua buah pompa bensin yang modern bekerja 10 jam terus-menerus sepanjang
hari itu, melayani mobil-mobil, bus, truk, dan kendaraan-kendaraan bermotor lainnya.
Mobil pertama yang mendapat kehormatan mengisi tangki minyaknya dari pompa bensin
Caltex yang pertama di Indonesia ini adalah mobil BM 11 milik walikota Pekanbaru, Dt. Wan
Abdurrachman selaku Wakil Gubernur Riau, sesaat setelah ia membuka kunci pompa pada
upacara penyerahan kunci pompa dari Caltex kepada C.V. Nasional tanggal 15 November 1960. Acara tersebut dihadiri oleh pejabat pemerintah
setempat dan perwakilan dari Caltex Pasific. Upacara sederhana tetapi meriah dan
mengesankan ini dilakukan di bawah naungan
Bintang Caltex pertama di Indonesia. Tuan A.L. Makle, wakil pimpinan umum Caltex Pasific
bertindak atas nama perusahaan menyerahkan kunci pada Walikota, Dt. Wan Abdurrachman
untuk selanjutnya menyerahkannya kepada pimpinan CV Nasional, Musa. Saat
penandatanganan perjanjian antara pihak perusahaan Caltex Pasific dengan dealer, masing-masing diwakili oleh A.L Makle dan Musa,
disaksikan oleh Mr. Delma Juzar dan Bagian Hukum Caltex Pasific Indonesia.
Pemilik pompa bensin milik CV Nasional atau
Nasco (Napco) bernamah Haji Akasah. Haji Akasah ini pada masa awal kemerdekaan, pernah menjabat sebagai bendahara Komite
Nasional Indonesia Keresidenan Riau yang ditetapkan pada tanggal 18 September 1945.
Sampai sekarang, pompa bensin tersebut masih dalam wujud aslinya. Namun, sejak dua tahun
yang lalu hingga sekarang karena beberapa alas an, antara lain menurut pengelolanya, karena pompa areal pompa bensin itu akan direhab,
sehingga pompa ini sementara berhenti beroperasi.
Majalah Bintang Caltex menurunkan berita
tentang Pompa Bensin pertama di Indonesia ini sebagai berikut.
Empat ratus meter dari jembatan ponton Siak Pekanbaru, tepat di perempatan Jalan Senapelan
dan Jalan Kampung Bukit, berdiri menjulang dengan megahnya Bintang Caltex salah satu
dari 27.000 bintang yang bertebaran di segenap pelosok belahan bumi bagian timur yang senantiasa mengucapkan selamat datang,
mengelu-elukan kedatangan setiap kendaraan bermotor yang kecapaian. Kelihatan dari empat
penjuru jalan, disinilah letaknya kios bensin Caltex yang pertama di Indonesia, yang juga
merupakan salah satu pelaksanaan dari usaha-usaha Caltex Pasific di lapangan marketing.
Dengan digerakkan oleh sebuah motor listrik diesel, dua buah pompa bensin yang modern
bekerja 10 jam terus-menerus sepanjang hari itu, melayani mobil-mobil, bus, truk, dan kendaraan-
kendaraan bermotor lainnya. Sejak dibukanya kios ini pada 15 Nopember 1960, pemakaian bensin bagi lalu-lintas umum di Pekanbaru
senantiasa menunjukkan angka yang menanjak. Hingga akhir tahun 1960 telah tercatat sejumlah
280.000 liter bensin, sedang selama kwartal pertama tahun 1961 telah menanjak mencapai
681.000 liter. Sebelum dibukanya pengecer bensin yang pertama di Pekanbaru ini, keperluan daratan Riau selama ini dipenuhi oleh pedagang-
pedagang minyak perseorangan dari Medan. Karena kesulitan pengangkutan dan besarnya
resiko yang dihadapi oleh para pedagang tersebut, maka tentu bukan berita yang mengherankan,
kalau waktu itu bensin di Pekanbaru mencapai harga Rp. 150,- setiap jerigen (jerrycan) ukuran
20 liter. Tetapi, sejak berdirinya Bintang Caltex di tikungan yang senantiasa ramai ini, dengan harga Rp. 2,15,- seliter (per liter), kendaraan-
kendaraan bermotor telah dapat minum puas-puas menghilangkan dahaganya.
Dealer Caltex Pasific yang beruntung
menggerakkan kios ini ialah C.V. Nasional, perusahaan nasional yang digerakkan oleh usahawan-usahawan Riau, dengan dua tokoh
kakak beradiknya, Musa dan Akasah. Berceritalah Musa: sejak dibukanya pompa
bensin ini, kami telah mencatat sambutan-sambutan masyarakat yang amat
menggembirakan, terutama dari kalangan pengusaha kendaraan bermotor. Mereka merasa gembira akan pelayanan yang belum pernah lalai
berkat kerjasama dan saling pengertian antara Caltex dan dealer. Sehingga kelancaran
perhubungan dan pengangkutan senantiasa terjamin.
Laporan Bintang Caltex menyatakan bahwa walaupun menjelang dibukanya kios, CV Nasional
hanya menyanggupi penjualan 200.000 liter setiap bulannya, akhir-akhir ini nampak bahwa
angka ini akan mencapai 300.000 liter atau lebih. Sebagai langkah selanjutnya, sejak awal triwulan
kedua tahun 1961, kios Caltex ini telah mulai pula mengecer minyak solar dan minyak tanah di Pekanbaru, dengan taksiran pemakaian kira-kira
10.000 liter solar dan 90.000 liter minyak tanah setiap bulannya.
Selangkah demi selangkah, Caltex Pasific
berusaha melayani kebutuhan masyarakat setempat dan di wilayah dimana Caltex melakukan usahanya. Pemikiran-pemikiran
yang mendalam telah menghasilkan perjanjian-perjanjian dengan para
pengusaha dan segenap penjuru tanah air. Caltex melayani sekitar 80 negara di dunia
termasuk Indonesia.
Sejarah CV Nasco ini tidak terlepas dari peran
Encik H. Moh. Zein dan adiknya Encik H. Abdul Kahar. Pada tahun 1924, mereka mendirikan
perusahaan bernama NV. Kazein. Perusahaan eksportir ini berkembang sukses di bidang
eksportir komoditi karet & kulit buaya, ke manca negara. Di Pekanbaru, N.V. Kazein berkantor dan