--pujiastuti-17766-1-jurnala-)

Upload: andialfiani

Post on 06-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    1/10

    1.  Makalah disajikan dalam seminar hasil penelitian Prodi Keteknikan Pertanian Unhas

    2.  Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Unhas 3.  Dosen Jurusan Teknologi Pertanian Unhas 

    Analisis Kesetimbangan Air Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa L.) pada Musim Tanam III

    di Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros1)

    Puji Astuti (G41111279)2) 

    Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP dan Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP3) 

    ABSTRAK  

    Air merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam bidang budidaya tanaman padi atau

     persawahan. Kekurangan air bagi tanaman akan menghambat proses pertumbuhannya. Oleh karena itu, kebutuhan air

    suatu tanaman sangat penting untuk diketahui sebelum melakukan proses budidaya. Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan proses pertumbuhan mulai dari tanam hingga panen yang

    dapat diketahui melalui kehilangan air akibat evapotranspirasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

    kebutuhan air tanaman padi pada musim tanam III di Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros,

    serta mengetahui bagaimana pemanfaatan air oleh tanaman padi melalui kesetimbangan air yang terjadi pada petakan.

    Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data tekstur

    tanah, laju evaporasi, volume air yaitu jumlah dan intensitas pemberian air, serta ketinggian permukaan air petakan.Sedangkan data sekunder adalah data iklim selama penanaman yang diperoleh dari kantor BMKG Maros. Hasil analisis

    menunjukkan bahwa kebutuhan air padi sawah ditentukan oleh dua periode pemberian air, yaitu periode kering dimana

    input berasal dari irigasi pompa dan periode hujan dimana input berasal dari curah hujan efektif selama penanaman.

    Input dari irigasi dan curah hujan efektif cenderung seimbang. Sedangkan output lebih didominasi oleh

    evapotranspirasi. Pola pertumbuhan tanaman padi diawali dengan fase vegetatif yang terjadi pada hari ke 1-60 HST

    dan fase generatif (reproduksi dan pematangan) pada hari ke 61-95 HST dimana pola pertumbuhan mengikuti polakurva sigmoid.

    Kata kunci: Padi, Kebutuhan Air Tanaman, Evapotranspir asi, Perkolasi , Ikl im, I nput-Output.

    I.  PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Air merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan

     pertanian, khususnya dalam bidang budidaya tanaman

     padi atau persawahan. Kekurangan air bagi tanaman

    akan menghambat proses pertumbuhannya sebab

    sebagian besar aktivitas tumbuh dan berkembang suatutanaman dilakukan oleh air. Salah satunya untuk

    melarutkan unsur-unsur hara yang terserap terutama

     pada masa pembentukan bunga dan buah.

    Pada musim kemarau, ketersediaan air menjadi

    hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan sebelum

    melakukan budidaya tanaman terkhusus untuk tanaman

     padi. Mengingat bahwa padi merupakan salah satu jenis

    tanaman yang relatif peka akan keberadaan air. Namun

    sejatinya padi bukanlah tanaman air sebab pada musim

    kemaraupun tanaman padi dapat tumbuh dengan baik.

    Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air

    yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan proses

     pertumbuhannya mulai dari tanam hingga panen yangdapat diketahui melalui kehilangan air akibat

    evapotranspirasi. Kebutuhan air bagi tanaman berbeda-

     beda tergantung dari fase pertumbuhannya. Pada musim

    kemarau, tanaman sering mendapatkan cekaman air

    (water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju

    absorbsi air oleh tanaman. Sebaliknya pada musim

     penghujan, tanaman sering mengalami kondisi jenuh air.

    Air juga merupakan sumber daya alam terbaharui

    yang ketersediaannya tidak selalu sejalan dengan

    kebutuhannya. Kebutuhan air cenderung terus

    meningkat terutama pada sektor non pertanian

    sedangkan efisiensi penggunaan air terutama untuk pertanaman padi sawah relatif rendah. Hal ini

    mendorong perlunya dilakukan kegiatan analisis lebih

     jauh tentang kebutuhan air pada tanaman padi agar penggunaan air dapat dilakukan dengan seefektif dan

    seefisien mungkin mengingat pada MT III keberadaan

    air merupakan aspek yang sangat penting bagi petani.

    1.2  Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui kebutuhan air tanaman padi sawah pada

    musim tanam III di Desa Alatengae Kecamatan

    Bantimurung Kabupaten Maros, serta mengetahui

     bagaimana pola kesetimbangan air yang terjadi pada

     petakan.

    Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai

     bahan informasi bagi petani dalam memanfaatkan air

    untuk budidaya tanaman padi, khususnya petani di

    daerah Bantimurung Kabupaten Maros. Serta bagi

    instansi terkait dalam pengembangan lahan persawahan.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Padi

    Menurut Linnaeus (1778), dalam Suparyono dan

    Agus Setyono (1993), tanaman padi diklasifikasikan

    sebagai berikut:

    Divisio : Spermatophyta 

    Subdivisio : Angiospermae 

    Classis : Monocotyledonae 

    Ordo : Graminales 

    Genus : Oryza 

    Species : Oryza sativa L.

    Padi bukanlah tanaman hydrofit (tanaman air).

    Tanaman padi termasuk ke dalam familia rumput-rumputan (Graminaceae) atau tanaman darat. Teknik

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    2/10

     budidaya tanaman padi di sawah dengan cara digenangi

    memiliki tujuan untuk mengurangi pertumbuhan gulma(pesaing tanaman pokok). Padi adalah salah satu jenis

    tanaman budidaya yang dapat tumbuh dalam kondisi

    tergenang karena kemampuannya mengoksidasi

    lingkungan perakarannya sendiri (Slamet et al, 2013).

    Fase-fase pertumbuhan tanaman padi adalahsebagai berikut (Anonim, 2013).1.  Fase vegetatif

    Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari

    mulai berkecambah sampai dengan inisiasi

     primordia malai, fase reproduktif dimulai dari

    inisiasi primordia malai sampai berbunga (heading )

    dan pemasakan dimulai dari berbunga sampai masak

     panen. Untuk suatu varietas berumur 120 hari yang

    ditanam di daerah tropik, maka fase vegetatif

    memerlukan 60 hari, fase reproduktif 30 hari dan

    fase pemasakan 30 hari.

    2.  Fase reproduktif

    Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnyaruas teratas pada batang, yang sebelumnya

    tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Di samping

    itu, stadia reproduktif juga ditandai dengan

     berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun

     bendera, bunting dan pembungaan (heading ).Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari

    sebelum heading . Stadia inisiasi ini hampir

     bersamaan dengan memanjangnya ruas-ruas yang

    terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu

    stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan

    ruas-ruas.3.  Fase pemasakan

    Periode pemasakan benih terdiri dari 4 stadia masakdalam proses pemasakan bulir:

    1.  Stadia masak susu

    Tanda-tandanya adalah tanaman padi masih

     berwarna hijau, tetapi malai-malainya sudah

    terkulai, ruas batang bawah kelihatan kuning,

    gabah bila dipijit dengan kuku keluar cairan

    seperti susu.

    2.  Stadia masak kuning

    Tanda-tandanya adalah seluruh tanaman tampakkuning, dari semua bagian tanaman, hanya buku-

     buku sebelah atas yang masih hijau: isi gabah

    sudah keras, tetapi mudah pecah dengan kuku.

    3. 

    Stadia masak penuhTanda-tandanya adalah buku-buku sebelah atas

     berwarna kuning sedang batang-batang mulaikering, isi gabah sukar dipecahkan, pada

    varietas-varietas yang mudah rontok stadia ini

     belum terjadi kerontokan. Stadia masak penuh

    terjadi setelah kira-kira 7 hari setelah stadia

    masak kuning.

    4.  Stadia masak matiTanda-tandanya adalah isi gabah keras dan

    kering, varietas yang mudah rontok pada stadia

    ini sudah mulai rontok. Stadia masak mati terjadi

    kira-kira 6 hari setelah masak penuh.

    2.2 Kebutuhan Air Tanaman

    Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu

     periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal.

    Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian

    meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang

    dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan

    selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat

    dirumuskan sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990):

    KAI = ET + KA + KK ……………................. (1)

    Dimana:

    KAI = Kebutuhan Air Irigasi (mm)ET = Evapotranpirasi(mm/hari)

    KA = Kehilangan Air (mm)

    KK = Kebutuhan Khusus (mm)

    2.2.1 Pengolahan lahan

    Menurut Van de Goor dan Ziljstra (1968) dalam

    Sudjarwadi (1990), analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat menggunakan metode sebagai

     berikut:

    I R = M ek

    (ek−) ……….......................... (2)

    M = Eo + P ………………………..... (3)

    k =T

    S ……………………….……….(4)

    Dimana:

    IR = kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)

    M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air ,

    akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudahdijenuhkan (mm/hari)

    Eo = Evaporasi potensial (mm/hari)P = Perkolasi

    k = konstanta

    T = jangka waktu pengolahan (hari)

    S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)e = bilangan eksponen: 2,7182

    2.2.2 Penggunaan Konsumtif

    Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman

    (consumptive use) dapat didekati dengan menghitung

    evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi

    oleh jenis tanaman, umur tanaman dan faktor

    klimatologi. Nilai evapotranspirasi merupakan jumlah

    dari evaporasi dan transpirasi (Sudjarwadi, 1990).Evapotranspirasi tanaman adalah perpaduan dua

    istilah yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah

     penguapan di atas permukaan tanah, sedangkantranspirasi adalah penguapan melalui permukaaan dari

    air yang semula diserap oleh tanaman. Atau dengan kata

    lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air yang

    menguap dari lahan tanaman dalam suatu petakan

    karena panas matahari (Asdak, 1995).

    Menurut Doorenbos dan Pruitt (1979) dalam

    Achmad (2011), menyatakan bahwa untuk menghitung

    kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi

    digunakan persamaan sebagai berikut:

    ET = kc x ETo ………………………(5)Dimana:

    ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    3/10

    ETo = Evapotranspirasi tetapan/tanaman acuan

    (mm/hari)Kc = koefisien konsumtif tanaman

    Tabel 1. Koefisien tanaman (Kc) padi menurut

     Nedeco/Prosida dan FAO

    Bulan Nedeco/Prosida FAOVarietas

     biasa

    Varietas

    Unggul

    Varietas

     biasa

    Varietas

    Unggul

    0,5 1,20 1,35 1,10 1,10

    1,0 1,20 1,30 1,10 1,10

    1,5 1,20 1,24 1,10 1,052,0 1,27 0 1,10 1,05

    2,5 1,32 1,12 1,10 0,95

    3,0 1,33 0 1,05 0

    3,5 1,40 0,95

    4,0 1,30 0

    Sumber: Standar Perencanaan Irigasi, 1986.

    Evapotranspirasi acuan adalah nilaievapotranspirasi tanaman rumput-rumputan yangterhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8-15 cm,

    tumbuh secara aktif dengan cukup air. Untuk

    menghitung avapotranspirasi acuan dapat digunakan

     beberapa metode yaitu metode Penman, metode panci

    evaporasi, metode radiasi, metode Blaney Criddle danmetode Penman modifikasi FAO (Sosrodarsono dan

    Takeda, 1999).

    Menurut Doorenbos dan Pruitt (1979) dalam

    Achmad (2011), terdapat beberapa metode pendugaan

    evapotranspirasi acuan, sebagai berikut:

    a.  Metode Blaney-Cridle

    = [0,46 + 8]……………(6)Dimana:

    c = Koefisien tanaman bulanan

    P = Persentase bulanan jam-jam hari terang dalam

    tahun

    T = Suhu udara (⁰C) b.  Metode Thornthwaite

    = 1,6[10 ⁄ ]…………................…...(7) = 0,49 + 0,0179 0,0000771 + 0,000000675 3 Dimana:

    T = Suhu rata-rata bulanan (⁰C)I = Indeks panas tahunan

    c.  Metode Pan Evaporasi

    = ………………………........…(8)Dimana:

    Kp = Koefisien panci

    Ep = Evaporasi panci (mm/hari)

    d.  Metode Penman

    = + 1   ………(9)Metode Penman modifikasi (FAO) digunakan untuk

    luasan lahan dengan data pengukuran temperatur,

    kelembaban, kecepatan angin dan lama matahari

     bersinar.Harga koefisien panci evaporasi tergantung pada

    iklim, tipe panci dan lingkungan panci. Untuk tipe Pan

    A yang dikelilingi oleh tanaman hijau pendek maka

    harga koefisien panci berkisar antara 0,4  –   0,85 yang

    dipengaruhi oleh kecepatan angina dan kelembaban

    nisbih udara rata-rata. Selanjutnya dikatakan untuk

    daerah tropis seperti Indonesia dimana kecepatan anginalemah sampai sedang dan kelembaban nisbih udara rata-

    rata di atas 70 %, harga Kp hanya berkisar dari

    0,65 –  0,85 (Achmad, 2011).

    Linsley dan Franzini (1979) menganjurkan

     penggunaan nilai Kp = 0,70 yang umum digunakan didaerah tropis.

    2.2.3 Infiltrasi dan Perkolasi

    Pada proses hidrologi, saat hujan tejatuh di

     permukaan tanah sebagian akan terserap ke dalam tanah

    melalui pori-pori tanah (infiltrasi), sebagian lagi akan

    masuk ke dalam cekungan permukaan dan sebagian lagi

    mengalir dipermukaan (overland flow). Adapun faktor

    yang mempengaruhi laju Infiltrasi yaitu kedalaman

    genangan dan tebal lapisan jenuh, kelembaban tanah,

     pemampatan oleh hujan, penyumbatan oleh butir halus,

    tanaman penutup, topografi dan intensitas hujan

    (Fisiani, 2010).Perkolasi merupakan proses aliran air di dalam

    tanah dari lapisan tanah yang lebih tinggi ke lapisan

    tanah yang lebih rendah. Pergerakan air di dalam tanah

    melalui  soil moisture zone  (lingkungan sejumlah kecil

    air diantara sela-sela tanah yang menyebabkan

    kebasahan tanah) pada unsaturated zone (zona tidak jenuh air), sampai mencapai muka air tanah pada

     saturated zone (zona jenuh air). Kapasitas perkolasi

    merupakan kecepatan perkolasi maksimum. Sedangkan

    kecepatan perkolasi adalah kecepatan perkolasi yang

    sesungguhnya terjadi. Nilai ini dipengaruhi oleh

    kecepatan infiltrasi dan kapasitas perkolasi

    (Jarzani, 2010).Pelumpuran tanah menekan laju perkolasi karena

     pori-pori tanah halus terbentuk dan rongga-rongga tanah

    tertutup oleh butir-butir tanah halus. Oleh sebab itu,

    tanah yang melumpur sempurna menahan lebih banyak

    air dan lebih lembab walaupun kekeringan. Ada korelasi

     positif antara tinggi genangan air dengan rembesan

    melalui pematang. Kehilangan air melalui rembesan

     pada petak tersier berkisar antara 7,5%-22,5%

    (Balai Irigasi, 2007).

    Laju perkolasi terhadap berbagai tekstur tanahdapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 2. Laju perkolasi dan tekstur tanah

    Tekstur TanahLaju Perkolasi

    (mm/hari)

    Lempung berpasir 3-6

    Lempung 2-3Lempung berliat 1-2

    Sumber: Sudjarwadi, 1990.

    2.2.4 Penggantian Lapisan Air

    Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan

    mengganti lapisan air menurut kebutuhan. Penggantian

    diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm satu

     bulan dan dua bulan setelah transplantasi (atau 3,3

    mm/hari selama ½ bulan) (Sudjarwadi, 1990).Pada waktu pemupukan, genangan air diturunkan

    sampai ketinggian tertentu (macak-macak). Kemudian

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    4/10

    sesudah pemupukan air dipertahankan macak-macak

     beberapa hari sambil dilakukan penyiangan (merumput).Setelah itu lapisan genangan air secara berangsur-angsur

    ditambah sampai mencapai tinggi genangan yang

    dikendaki. Dengan demikian tambahan air irigasi pada

     proses itu harus diperhitungkan (Kalsim, 2007).

    2.2.5 Hujan Efektif

    Hujan efektif adalah bagian dari total hujan yangsecara langsung memenuhi keperluan air untuk tanaman.

    Hujan efektif untuk padi sawah tadah hujan hampir

    100% sedangkan pada sawah beririgasi dimana

    genangan dipertahankan penuh secara kontinyu maka

    hujan efektif dapat dikatakn nol. Pada kenyataannya

    efektifitas hujan pada petakan sawah merupakan sesuatu

    yang kompleks dan tergantung pada karakteristik hujan

    (apakah hujan terjadi dengan interval waktu teratur atau

    sangat beragam), keragaman tinggi genangan air di

     petakan sawah, dan metoda pemberian air irigasi

    (Kalsim, 2007).Menurut Chow (1994) dalam Achmad (2011),

    curah hujan efektif dapat dihitung dengan rumus berikut: = 125 0,2 125⁄   ; < 250  ... (10) = 125 + 0,1 ; > 250   ......................... (11)Keterangan:

    Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

    Rtot = Curah hujan total (mm/hari)

    2.3 Metode Pemberian Air Padi Sawah

    Menurut Kalsim (2007), metode pemberian air

     padi sawah harus disesuaikan dengan umur atau fase

     pertumbuhan tanaman, seperti pada tabel berikut:

    Tabel 3. Metode pemberian air pada padi sawah

    Umur/fase tanaman Pemberian air

    Tanam-3 HST Kondisi tanah macak-

    macak

    4 HST-10 HST Diairi setinggi 2-5 cm

    11 HST-menjelang

     berbunga

    Air di petakan dibiarkan

    mengering sendiri (5-6

    hari). Setelah kering,

     petakan diairi setinggi 5

    cm dan kemudian

    dibiarkan lagi mongering

    sendiri

    Fase berbunga-10 HSP Diairi terus menerussetinggi 5 cm10 HSP-panen Petakan dikeringkan

    Sumber: Kalsim, 2007.

    2.4 Cropwat

    Cropwat   merupakan suatu program komputer

    “under DOS ” (program yang dipakai melalui perintah

    DOS) untuk menghitung evapotranspirasi Penman

    Modifikasi dan kebutuhan air untuk tanaman.Selanjutnya dapat juga menghitung kebutuhan air

    irigasi, jadwal pemberian air irigasi untuk macam-

    macam kondisi pengelolaan dan suplai air untuk seluruh

    daerah irigasi dengan bermacam-macam pola tanam

    tertentu. Program ini berarti sebagai alat praktis untuk

    membantu para ahli melakukan perhitungan dalam

     perencanaan dan pengelolaan suatu daerah irigasi. Lebihlanjut, program ini diharapkan dapat membantu

    memberikan rekomendasi untuk memperbaiki irigasi

    yang telah ada dan merencanakan jadwal irigasi yang

    sesuai dengan kondisi suplai air yang beraneka ragam

    (Susilawati, 2004).2.5 Neraca Air 

     Neraca air (water balance) merupakan neraca

    masukan dan keluaran air di suatu tempat pada periode

    tertentu, sehingga adapat digunakan untuk mengetahui

     jumlah air tersebut kelebihan ( surplus) ataupun

    kekurangan (defisit ) (Purnama dkk, 2012).

    Gambar 1. Kesetimbangan air dalam suatu petakan

    sawah (IR: irigasi, Ch: curah hujan,

    ET: evapotranspirasi, Dr: Drainase, P:

     perkolasi dan S: rembesan)

    2.6 Produktivitas Air Tanaman

    Produktivitas air tanaman adalah perbandingan

    antara hasil yang diperoleh dengan jumlah air yangdiberikan terhadap tanaman, dengan satuan kg-hasil per

    m3 air yang digunakan (Aqil, 2007).

    =

      ................................... (12)

    Dimana:

    CWP = Produktivitas air tanaman (Kg/m3)

     = Hasil panen (kg)  = Jumlah air yang diberikan (mm)

    Tabel 4. Kisaran nilai CWP beberapa komoditas , 

    tanaman pangan utama.

    Komoditas Minimum Maksimum Rata-rata

    Jagung 0,22 3,99 1,80

    Padi 0,46 2,20 1,09Gandum 0,11 2,67 1,09

    Sumber: Aqil, 2007. 

    III. METODOLOGI PENELITIAN 

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Septembersampai bulan Desember 2014 yaitu pada Musim Tanam

    ketiga, bertempat di Desa Alatengae, Kecamatan

    Bantimurung, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi

    Selatan.

    Dr

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    5/10

    3.2 Alat dan Bahan

    Penelitian ini dilakukan pada tanaman padivarietas Inpari 4 dengan sistem penggenangan air.

    Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

     panci evaporasi, mistar, meteran, gelas ukur dan

     stopwatch.

    3.3 Bagan Alir Penelitian

    Gambar 2. Skema bagan alir penelitian

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Keadaan Umum Lokasi

    4.1.1 Letak dan Luas Wilayah

    Petak sawah yang digunakan dalam penelitian ini

    terletak di Dusun Pakalli, Desa Alatengae, Kecamatan

    Bantimurung, Kabupaten Maros. Dengan jarak sekitar

    40 km dari ibukota propinsi. Kabupaten Maros memiliki

    luas wilayah sekitar 1.619,12 km2, yang secaraadministrasi terdiri dari 14 kecamatan, 23 kelurahan dan

    80 desa. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

    Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep

    Sebelah Selatan : Kota Makassar dan Kabupaten Gowa

    Sebelah Timur : Kabupaten BoneSebelah Barat : Selat MakassarAdapun lokasi penelitian yaitu kecamatan

    Bantimurung secara geografis terletak antara

    119°34'17"-119°55'13" BT dan 4°42'49"-5°06'42" LS.

    4.1.2 Kondisi Iklim

    Kecamatan Bantimurung memiliki dua musim

    yang berbeda, yaitu musim hujan yang berlangsung dari

     bulan November sampai bulan April dan musim

    kemarau yang berlangsung dari bulan Mei sampai bulan

    Oktober.

    Gambar 3. Grafik curah hujan bulanan pada tahun 2014

    Grafik di atas memperlihatkan bahwa curah

    hujan yang paling tinggi terjadi pada bulan Januari,

    kemudian terjadi penurunan yang cukup signifikan pada bulan Februari hingga bulan Juli. Pada bulan Agustusdan September nilai curah hujan 0 yang berarti pada

     bulan tersebut tidak terjadi hujan sama sekali (musim

    kemarau). Kemudian pada bulan November kembali

    terjadi hujan.

    Gambar 4. Grafik suhu udara bulanan pada tahun 2014

    Suhu bulanan pada tahun 2014 juga

     berfluktuasi. Suhu udara terendah terjadi pada bulan

    Januari yang mencapai 26⁰C dimana pada bulan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat curah hujan dan

    kelembaban yang tinggi. Sedangkan suhu udara tertinggi

    terjadi pada bulan Oktober, dimana pada bulan tersebut

    merupakan musim kemarau.

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

       C  u  r  a   h   H  u   j  a  n   (  m  m   /   h  a  r   i   )

    Waktu (Bulan)

    24,5

    25

    25,5

    26

    26,5

    27

    27,5

    28

    28,5

    29

       S  u   h  u   (              ⁰   C   )

    Waktu (Bulan)

    Memasang instalasi 

    Mengambil sampel tanah

    Mengukur luas lahan

    Menghitung volume air yang keluar dari pompa

    Mengukur tinggi genangan

    Mengukur tinggi tanaman

    Mengumpulkan data iklim

    Men analisis data iklim bulanan

    Menghitung evapotranspirasi acuan (ETo)

    Menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc)

    Menghitung curah hujan efektif (Re)

    Menganalisis produktivitas air

    Menganalisis pola kesetimbangan air

    Hasil Analisis 

    Membandingkan laju pertumbuhan tanaman

    hasil observasi dan hasil prediksi

    Selesai

    Mulai

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    6/10

    Gambar 5. Grafik kelembaban udara bulanan pada tahun

    2014

    Besarnya tingkat kelembaban berbanding lurus

    dengan tingkat curah hujan. Semakin tinggi curah hujan

    maka kelembaban udara juga tinggi. Hal ini dapat dilihat

     pada grafik di atas. Kelembaban tertinggi terjadi pada

     bulan Januari yaitu sebesar 90 %, sedangkan

    kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Oktober

    sebesar 60 %.

    Gambar 6. Grafik penguapan bulanan pada tahun 2014

    Kondisi penguapan bulanan yang terjadiselama tahun 2014 juga dapat dilihat pada grafik di atas.

    Kondisi penguapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober

    sebesar 283 mm/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pada

     bulan tersebut terjadi musim kemarau yang juga

     berhubungan dengan meningkatnya suhu udara.

    Sedangkan penguapan terendan terjadi pada bulanJanuari dan bulan Juni sebesar 123 mm/hari. Dimana hal

    ini juga menunjukkan bahwa pada bulan tersebut terjadi

    musim hujan.

    Gambar 7. Grafik kecepatan angin rata-rata bulanan

     pada tahun 2014

    Kecepatan angin rata-rata bulanan selama

    tahun 2014 disajikan pada grafik di atas. Grafik tersebut

    menjelaskan bahwa kecepatan angin rata-rata terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober dimana pada grafik

    tersebut menunjukkan hal yang konstan. Pada bulan

    tersebut pula kecepatan angin tertinggi sepanjang tahun.Hal ini berhubungan pula pada masa tanam padi yang

    terjadi pada bulan September sampai Desember.

    Gambar 8. Perbandingan lama penyinaran dan radiasi

    matahari tahun 2014

    Lama penyinaran dan radiasi matahari sangat

     berpengaruh dalam proses budidaya tanaman. Samahalnya dengan suhu. Pada gambar di atas dapat dilihat

     bahwa intensitas lama penyinaran dan radiasi matahari

     berbanding lurus. Dimana pada bulan September, kedua

    unsur iklim tersebut mencapai puncaknya. Hal ini

    ditandai bahwa pada bulan tersebut terjadi musim

    kemarau.

    4.1.3 Analisis Sifat Fisik Tanah

    Hasil analisis contoh tanah menunjukkan

     bahwa kondisi tanah di Desa Alatengae Kecamatan

    Bantimurung Kabupaten Maros merupakan kawasan

    lahan kering, dimana kawasan tersebut terdiri atas

    tegalan/lahan pekarangan, perkebunan palawija, dan

    sawah beririgasi. Daerah tersebut memiliki tekstur tanahyang didominasi fraksi liat (sebanyak 61 %).

    4.1.4 Pola Tanam dan Sistem Pertanaman

    Pola tanam yang diterapkan oleh petani di Desa

    Alatengae Kecamatan Bantimurung adalah pola tanam padi-padi-padi dengan waktu tanam pada bulan Januari-

    Maret (MT I), Mei-Juli (MT II) dan September-

    Desember (MT III). Adapun sistem pertanaman yang

    diterapkan oleh petani adalah sistem pindah tanam jajar

    legowo.

    4.2 Sistem Irigasi

    Sistem pemberian air yang digunakan oleh petanidi Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung adalah

     pemberian air dengan menggunakan pompa, dimana air

    dari pompa dialirkan menuju ke petak sawah hingga

    mencapai ketinggian tertentu, kemudian dihentikan dan

    akan dialirkan kembali apabila air pada petak tersebut

    mulai mengering. Pada sistem irigasi tersebut, tidak ada

    saluran lahan (saluran drainase) diantara masing-masing

     petakan dan air mengalir dari satu lahan ke yang lain

    melalui lubang pada pematang. Irigasi ini disebut irigasi“ plot to plot ”. Skema penyaluran air “ plot to plot ” pada

    lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

    010

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

       K  e   l  e  m   b  a   b  a  n   (   %   )

    Waktu (Bulan)

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

       P  e  n  g  u  a  p  a  n   (  m  m   /   h  a  r   i   )

    Waktu (bulan)

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

       K  e  c  e  p  a   t  a  n   A  n  g   i  n   (   k  n  o   t   )

    Waktu (bulan)

    0

    5

    10

    15

    2025

    30

    lama penyinar 

    an (%)

    radiasi

    (MJ/m.hari)

    Waktu (bulan)

    2

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    7/10

    Gambar 9. Skema alur pemberian air

    Gambar 10. Perbandingan pemberian air oleh petani dan

    Cropwat  pada petak I

    Gambar 11. Perbandingan pemberian air oleh petani dan

    Cropwat  pada petak II

    Gambar 10 dan 11 menunjukkan perbandingan

    volume dan intensitas pemberian air pada lahan yang

    dilakukan oleh petani dan yang direkomendasikan olehCropwat . Pemberian air yang dilakukan oleh petani

    dilakukan sebanyak 7 kali pada petak I dan 8 kali pada

     petak II dengan volume yang berbeda dan disesuaikan

    dengan kondisi air di dalam petakan. Sedangkan pada

    Cropwat , pemberian air direkomendasikan sebanyak 5

    kali baik pada petak I maupun pada petak II selama

     periode kering. Total pemberian air yang dilakukan oleh petani adalah 350,18 m3 pada petak I dan 136,16 m3 pada

     petak II. Sedangkan kebutuhan air yang

    direkomendasikan oleh Cropwat adalah 175,09 m3 pada

     petak I dan 84,4 m3 pada petak II. Tampak secara jelas

     perbedaannya bahwa pemberian air yang dilakukan oleh petani mengalami perlakuan yang berlebih untuk petak I

    maupun petak II dari kebutuhan air yang

    direkomendasikan oleh Cropwat . Hal ini dipengaruhi

    oleh beberapa faktor antara lain pemberian air yang

    dilakukan oleh petani berasal dari irigasi pompa, dimanauntuk menghemat biaya operasional pompa maka

     pemberian air tidak dilakukan dengan intensitas tinggi.

     Namun pengoperasian pompa hanya dilakukan apabilakondisi air di petakan mulai mengering. Selain itu pada

    musim tanam III ini kondisi tanah mengalami

    kekeringan pada awal masa tanam sehingga untuk

    mengantisipasi agar air di dalam petakan tidak hilangdengan cepat akibat evapotranspirasi yang tinggi maka

     petani sengaja memberikan air secara berlebih.

    Sedangkan rekomendasi pemberian air untuk tanaman

     padi oleh Cropwat  telah sesuai dengan volume air yang

    direkomendasi FAO. Dimana volume air telahdiperhitungkan secara sistematis melalui programsoftware dengan mempertimbangkan faktor iklim,

    tanaman dan tanah sehingga total volume air yang

    masuk ke dalam petakan seluruhnya digunakan untuk

     proses pertumbuhan tanaman selama masa penanaman,

    tanpa mempertimbangkan besarnya air untuk

     pengolahan lahan. 

    4.3 Kesetimbangan Air pada Petakan

    Kesetimbangan air pada petak sawah merupakan

    ukuran besarnya kuantitas air yang masuk ke dalam

     petakan (input) yang dapat berasal dari air irigasi

    maupun hujan dan air yang ke luar dari petakan akibatadanya proses evapotranspirasi serta perkolasi maupun

    rembesan. Hal in sesuai dengan pendapat Rokhma

    (2006), yang menyatakan bahwa water balance dapat

    didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang

    diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman

     beserta tanah melalui proses evapotranspirasi. Secarasederhana pola kesetimbangan air total dapat dilihat

     pada gambar berikut.

    Gambar 12. Kesetimbangan air total pada petak I

    Gambar 13. Kesetimbangan air total pada petak II

    Gambar 12 dan 13 menunjukkan kesetimbangan

    air total petak I dan petak II. Selama masa penanamanterdapat dua periode pemberian air yaitu periode irigasi

    dan periode hujan. Pada periode irigasi dimana sama

    Perkolasi (123,67 m3)

    Aliran keluar(130,42 m3)

    Irigasi(350,18 m3)

    Curah hujan (345,10 m3)Evapotranspirasi 

    (336,90 m3)

    Rembesan

    (104,29 m3)

    Petak I

    Luas = 1301,8 m2 

    Perkolasi (59,61 m3)

    Aliran keluar

    (67,14 m3)

    Irigasi

    (173,82 m3)

    Curah hujan (166,35 m3

    )

    Evapotranspirasi

    (162,40 m3

    )

    Rembesan

    (51,02 m3)

    Petak II

    Luas = 627,52 m2 

    Petak II

    Petak I

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    8/10

    sekali tidak terjadi hujan dan satu-satunya sumber air

    irigasi hanya berasal dari pompa. Selanjutnya air irigasiyang masuk ke dalam petakan seluruhnya digunakan

    oleh tanaman tanpa ada yang dialirkan keluar petakan.

    Sedangkan pada periode hujan, dimana hujan terjadi

     pada pertengahan masa tanam sehingga pada masa

    tersebut pemberian air ke petakan mulai dikurangkansehingga pompa tidak lagi dioperasikan pada periodehujan. Sehingga satu-satunya sumber air yang masuk ke

    dalam petakan hanya berasal dari curah hujan. Karena

    hujan yang terjadi pada pertengahan sampai akhir masa

    tanam begitu tinggi, maka petani melimpaskan air ke

    luar petakan. 

     Nilai irigasi diperoleh dari akumulasi total

     pemberian air yang dilakukan oleh petani selama masa

     penanaman. Nilai curah hujan efektif diperoleh dari data

    curah hujan harian yang diperoleh dari kantor BMKG

    Kabupaten Maros yang kemudian diolah dengan

    menggunakan aplikasi Cropwat . Sedangkan untuk

     besarnya nilai evapotranspirasi diperoleh dari akumulasievapotranspirasi acuan dengan koefisien tanaman

    selama penanaman. Nilai perkolasi dipengaruhi oleh

    kondisi tekstur tanah pada lahan. Adapun untuk nilai

    rembesan, dapat diketahui berdasarkan literatur seperti

    yang dinyatakan oleh Tim Balai Irigasi (2007), bahwakehilangan air melalui rembesan pada petak tersier

     berkisar antara 7,5%-22,5%. Sedangkan nilai aliran

    keluar diperoleh dari total input dikurangi dengan nilai

    evapotranspirasi, perkolasi, dan rembesan.

    Gambar 14. Persentase input dan output pada petak I

    Gambar 15. Persentase input dan output pada petak II

    Diagram di atas menunjukkan presentase

    kesetimbangan air pada petakan yang terjadi selama

    masa penanaman yang digambarkan melalui diagram

    lingkaran. Pada diagram di atas nilai pada sistem input

    sama besar pada nilai output. Nilai input berasal dari

     pemberian air irigasi yang keseluruhan berasal dari

    irigasi pompa dan curah hujan efektif. Tidak ada yang

    lebih dominan antara input dari irigasi maupun dari

    curah hujan efektif, keduanya relatif sama besar baik

     pada petak I maupun petak II. Sedangkan nilai output

     berasal dari evapotranspirasi, infiltrasi/perkolasi,

    rembesan dan aliran keluar. Dimana output dominan

    adalah evapotranspirasi. Hal ini dikarenakan pada

     periode musim tanam III ini terjadi pada kondisi iklim

    yang cenderung kering. 

    Gambar 16. Laju pertumbuhan tanaman dan tinggi

    genangan pada petak I

    Gambar 17.  Laju pertumbuhan tanaman dan tinggigenangan pada petak II

    Gambar 16 dan 17 menunjukkan hubungan

    antara kondisi air di petakan dengan fase-fase

     pertumbuhan tanaman padi. Pada grafik di atas jugadapat diketahui bahwa pada fase vegetatif (pertunasan)

     pemberian air mencapai jumlah maksimum. Artinya pada fase tersebut, keberadaan air menjadi sangat

     penting sebab dapat mempengaruhi nilai produktifitas

     padi. Namun pada saat pembentukan anakan (generatif)

    dan pada fase pematangan buah volume pemberian air

    mulai berkurang. Pendapat tersebut ditegaskan oleh

    Sudjarwadi (1990), yang menyatakan bahwa pada saat

    tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif

    meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai

    maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum.

    Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa

    saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan airkonsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan

     biji.

    Gambar 18. Perbandingan tinggi tanaman hasilobservasi dan , prediksi pada petak I

    50%50%

    Input

    Irigasi (m )

    Curahhujanefektif (m )

    48%

    15%

    18%

    19%

    Output

    Evapotrans pirasi (m )Rembesan(m )Perkolasi(m )Aliran

    keluar (m )

    51%49%

    Input

    Irigasi (m )

    Curah hujanefektif (m )

    48%

    15%17%

    20%

    Output

    Evapotrans pirasi (m )

    Rembesan(m )

    Perkolasi(m )

    Alirankeluar (m )

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 15 30 45 60 75 90

       T   i  n  g  g   i   t  a  n  a  m  a  n   (

      c  m   )

    Waktu (HST)

    tinggi

    genangan(mm)

    tinggitanaman

    (cm)

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 15 30 45 60 75 90

       T   i  n  g  g   i   t  a  n  a  m  a  n   (  c  m   )

    Waktu (HST)

    tinggi

    genanga

    n (mm)

    tinggitanaman(cm)

       T   i  n  g  g   i  g  e  n  a  n  g  a  n   (  m  m   )

    fase vegetatif  fase generatif 

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 20 40 60 80 100

       T   i  n  g  g   i   t  a  n  a  m  a  n   (  c  m   )

    Waktu (HST)

    hasil observasi

    hasil prediksi

    Fase vegetatif Fase generatif

    h=f(t)

    ℎ = 

    1  

    − 

    (A=103,5; C=5,3; k=-0,055)

    3

    3

    3

    3

    3

    3

    3

    3

    3

    3

    3

    3

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    9/10

    Gambar 19. Perbandingan tinggi tanaman hasil

    observasi dan , prediksi pada petak II

    Laju pertumbuhan tanaman padi hasil

     pengamatan di lapangan (observasi) dan hasil prediksi

     pada petak I dan II dapat dilihat pada gambar 18 dan 19.

     Nilai prediksi diperoleh dengan menggunakan aplikasi

     solver  pada Microsot Excel dengan input berupa fungsi

     pertumbuhan (sigmoid). Pertumbuhan tanaman berdasarkan hasil observasi dan hasil prediksi

    menunjukkan bahwa data pertumbuhan tanaman yang

    diperoleh di lapangan hampir mendekati hasil prediksi.

    Laju pertumbuhan tanaman pada setiap titik pengamatan

    menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini dipengaruhi

    oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah, intensitascahaya matahari yang diterima oleh tanaman, jumlah air

    yang diberikan pada tanaman, maupun perlakuan selama

    masa penanaman. 

    4.4 Kebutuhan Air Tanaman

    Kebutuhan air tanaman merupakan total air yang

    dibutuhkan oleh tanaman yang dapat diketahui melaluikehilangan air akibat evapotranspirasi. Evapotranspirasi

    merupakan proses penguapan yang terjadi pada

     permukaan tanah maupun badan-badan air serta

     peguapan yang terjadi pada permukaan tanaman akibat

    adanya proses respirasi maupun fotosintesis. Kehilanganair di petakan sawah salah satunya terjadi karena adanya

     proses evapotranspirasi. Proses evapotranspirasi ini

    sangat diperhitungkan dalam analisis kebutuhan air

    tanaman sebab dengan analisis tersebut dapat diketahui

     berapa besar jumlah air yang perlu dipersiapkan sebelum

    membudidayakan suatu tanaman.

    Besarnya nilai evapotranspirasi yang terjadi

    selama proses penanaman padi sawah dihitung denganmenggunakan program Cropwat  8.0. Adapun hasil yang

    diperoleh dapat digambarkan pada Gambar 20.

    Gambar 20. Laju evapotranspirasi selama masa

     penanaman

    Pada grafik di atas dapat dijelaskan bahwa

    selama masa pertumbuhan tanaman padi terjadi lajuevapotranspirasi yang berfluktiatif. Dimana laju

    evapotranspirasi terbesar terjadi pada bulan Oktober

    2014 dengan nilai evapotranspirasi rata-rata sebesar 3,4

    mm/hari. Sedangkan laju evapotranspirasi terkecil

    terjadi pada akhir fase pertumbuhan tanaman sebab pada waktu tersebut mulai muncul hujan.

    Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan

    air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan

    mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi

    maksimum. Setelah mencapai maksimum dan

     berlangsung beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai

    kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan

     pematangan biji.

    Laju evapotranspirasi pada setiap daerah

     berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh

     beberapa faktor seperti yang diungkapkan oleh Linsley

    (1979), bahwa ada tiga faktor yang mendukung

    kecepatan evapotranspirasi yaitu faktor iklim mikro,meliputi radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin;

    faktor tanaman, meliputi jenis tanaman, derajat

     penutupannya, struktur tanaman, stadia perkembangan

    sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata,

    mekanisme menutup dan membukanya stomata; danfaktor tanah, mencakup kondisi tanah, aerasi tanah,

     potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke

    akar tanaman.

    4.5  Curah Hujan Efektif

    Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang

    dapat dimanfaatkan atau dapat dipakai oleh tanaman.

    Curah hujan tidak selalu bermanfaat atau diinginkan pada suatu periode, hanya sebagian dari jumlah curah

    hujan yang dapat diterima. Beberapa dari curah hujan

    tersebut harus terbuang sebab dapat merusak tanaman

    (FAO, 1978).

     Nilai curah hujan efektif diperoleh dari hasil

     pengolahan data curah hujan dari Stasiun Klimatologi

    Maros. Pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang

    mempengaruhi besarnya nilai curah hujan efektif yang

    masuk ke dalam petakan. Seperti yang dikatakan oleh

    Kalsim (2007), bahwa pada kenyataannya efektifitas

    hujan pada petakan sawah merupakan sesuatu yang

    kompleks dan tergantung pada karakteristik hujan

    (apakah hujan terjadi dengan interval waktu teratur atausangat beragam), keragaman tinggi genangan air di

     petakan sawah, dan metode pemberian air irigasi.

    Gambar 21. Grafik laju curah hujan efektif selama masa

     penanaman

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 20 40 60 80 100

       T   i  n  g  g   i   t  a  n  a  m  a  n   (  c  m   )

    Waktu (HST)

    hasil observasi

    hasil prediksi

    h=f(t)

    ℎ=

    (A=97,7; C=3,7; k=-0,050)

    0

    10

    20

    30

    40

    1 11 21 31 41 51 61 71 81 91

       E  v  a  p  o   t  r  a  n  s  p   i  r  a  s   i

       (  m  m   /   d  e  c   )

    Waktu (HST)

    0

    20

    40

    60

    80

    Sep Oct Oct Oct Nov Nov Nov Dec Dec Dec

       C  u  r  a   h   h  u   j  a  n   E   f  e   k   t   i   f

       (  m  m   /   d  e  c   )

    Bulan

    Periode kering Periode awal bulan basah

    Fase vegetatif Fase generatif

  • 8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)

    10/10

    10 

    Curah hujan efektif yang terjadi selama masa

     penanaman hingga panen berkisar antara 1 mm/harisampai 72,7 mm/dec. Curah hujan efektif tertinggi

    terjadi pada buan Desember. Berdasarkan grafik di atas

    dapat dilihat bahwa tahap pemberian air di petakan

    selama penanaman dapat dibagi menjadi dua periode

    yaitu periode kering yang berarti bahwa proses pemberian air hanya berasal dari pompa irigasi dan periode hujan (awal bulan basah) yang berarti bahwa

     proses pemberian air berasal dari curah hujan. Pada

     periode awal bulan basah, kondisi petakan sedang

    mengalami tahap pengeringan dan tanaman padi sedang

    mengalami fase pembungaan dan pematangan buah

    sehingga keberadaan air bagi tanaman tidak begitu

    diperlukan. Itulah sebabnya mengapa pompa air tidak

    dioperasikan kembali dan air yang berasal dari curah

    hujan yang masuk ke dalam petakan sebagian besar

    dialirkan ke saluran drainase.

    4.6  Produktivitas Air Tanaman

    Secara umum, produktivitas air tanaman dihitung

    dengan cara membagi jumlah total air yang masuk ke

    dalam petakan dengan hasil panen. Secara rinci,

     produktivitas air tanaman padi dapat dilihat pada tabel

     berikut:

    Tabel 5. Produktivitas air tanaman pada petak I dan II

    PetakLuas

    (ha)

    Total air

    (m3)

    Hasil panen

    (ton GKP)

    Produktivitas airtanaman (m3 air /kg

    GKP)

    I 0,1301 695,29 7,9 0,68

    II 0,0627 340,17 8,1 0,66

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2015.Produktivitas air tanaman padi di Desa Alatengae

    Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros

    menunjukkan hasil yang relatif sama dengan nilai produktivitas air tanaman padi yang dikemukakan oleh

    Aqil (2007), bahwa kisaran nilai produktivitas air

    tanaman padi adalah 0,46-2,20 m3 air/kg GKP. Hal ini

    menunjukkan bahwa untuk memproduksi 1 kg gabah

    kering panen, total air yang digunakan mencapai angka

    yang relatif minimum sebab semakin kecil jumlah air

    yang digunakan selama masa penanaman maka akan

    semakin produktif air tersebut. 

    V. PENUTUP

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

     pada petak sawah di Desa Alatengae Kecamatan

    Bantimurung Kabupaten Maros, maka dapatdisimpulkan bahwa:

    1.  Kebutuhan air padi sawah ditentukan oleh dua

     periode pemberian air, yaitu periode kering dimana

    input berasal dari irigasi pompa dan periode hujan

    dimana input berasal dari curah hujan efektif.

    2.  Input dari irigasi dan curah hujan efektif cenderung

    seimbang. Sedangkan output lebih didominasi oleh

    evapotranspirasi.

    3. 

    Pola pertumbuhan tanaman padi diawali dengan fasevegetatif yang terjadi pada hari ke 1-60 HST dan

    fase generatif (reproduksi dan pematangan) pada hari

    ke 61-95 HST dimana pola pertumbuhan tanaman

    mengikuti pola kurva sigmoid.

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmad, M., 2011.  Hidrologi Teknik . Program Hibah

    Penulisan Buku Ajar Tahun 2011. Universitas

    Hasanuddin. Makassar.Anonim, 2013.  Padi. https:// izzafuadi.wordpress.com/

    2013/05/02/212/ . Diakses pada tanggal 26

    Januari 2015. Pukul 12.51 WITA.

    Asdak, C., 1995.  Hidrologi dan Pengelolaan Daerah

     Aliran Sungai. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

    Aqil, 2007.  Peluang Peningkatan Produksi Pangan

     Melalui Penerapan Konsep Produktivitas AirTanaman. Balai Penelitian Tanaman Serealia:

    Maros.

    Balai Irigasi, 2007. Pengelolaan Irigasi Hemat Air untuk

     Padi Sawah Melalui Metode System of Rice

     Intensification (SRI). Pelatihan cara pengamatan

    dalam rangka penelitian irigasi hemat air pada budi daya padi dengan metode SRI. Pusat

    Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Air.

    Bekasi.

    Fisiani, A., 2010.  Proses infiltasi  [terbuhung berkala]

    http:jendelatekniksipil.blogspot.com/2012/02/inf 

    iltrasi-dan-perkolasi.html. Diakses pada tanggal

    11 Februari 2014.

    Jarzani, JM., 2010. Laju infiltrasi [terhubung berkala]

    http:www.unhas.ac.id/lkpp/tani/6%20Infiltrasi.p

    df. Diakses pada tanggal 11 Februari 2014. Kalsim, Kusnadi. 2007.  Kebutuhan Air Irigasi Untuk

    Tanaman Non-Padi dan Padi. Teknik Irigasi danDrainase TEP 321. Institut Pertanian Bogor.

    Bandung.Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, 1979. Teknik

    Sumber Daya Air . Erlangga. Jakarta.

    Purnama Setiawan, Sutanto Trijuni, Fahrudin Hanafi,

    Taufik Aulia dan Rahmad Razali. 2012.  Analisis

     Neraca Air Di Das Kupang Dan Sengkarang .

    Universitas gadjah mada. Yogyakarta.

    Rokhma, 2006. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi

     Hemat Air . Impulse. Yogyakarta.

    Sasrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, 1999.

     Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita.

    Jakarta.Slamet L., Adi B., M. Hasroel, dan Tri Edi B.S, 2013. 

     Pengaruh Penggenangan Pada Teknik Budidaya

     Padi Terhadap Infiltrasi Dan Neraca Air .Universitas Indonesia. Jakarta.

    Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat

    Antar Universitas Ilmu Teknik. UGM.

    Yogyakarta.

    Suparyono dan Agus Setyono, 1993.  Padi. Penebar

    Swadaya. Jakarta.