--pujiastuti-17766-1-jurnala-)
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
1/10
1. Makalah disajikan dalam seminar hasil penelitian Prodi Keteknikan Pertanian Unhas
2. Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Unhas 3. Dosen Jurusan Teknologi Pertanian Unhas
1
Analisis Kesetimbangan Air Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa L.) pada Musim Tanam III
di Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros1)
Puji Astuti (G41111279)2)
Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP dan Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP3)
ABSTRAK
Air merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam bidang budidaya tanaman padi atau
persawahan. Kekurangan air bagi tanaman akan menghambat proses pertumbuhannya. Oleh karena itu, kebutuhan air
suatu tanaman sangat penting untuk diketahui sebelum melakukan proses budidaya. Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan proses pertumbuhan mulai dari tanam hingga panen yang
dapat diketahui melalui kehilangan air akibat evapotranspirasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kebutuhan air tanaman padi pada musim tanam III di Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros,
serta mengetahui bagaimana pemanfaatan air oleh tanaman padi melalui kesetimbangan air yang terjadi pada petakan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data tekstur
tanah, laju evaporasi, volume air yaitu jumlah dan intensitas pemberian air, serta ketinggian permukaan air petakan.Sedangkan data sekunder adalah data iklim selama penanaman yang diperoleh dari kantor BMKG Maros. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kebutuhan air padi sawah ditentukan oleh dua periode pemberian air, yaitu periode kering dimana
input berasal dari irigasi pompa dan periode hujan dimana input berasal dari curah hujan efektif selama penanaman.
Input dari irigasi dan curah hujan efektif cenderung seimbang. Sedangkan output lebih didominasi oleh
evapotranspirasi. Pola pertumbuhan tanaman padi diawali dengan fase vegetatif yang terjadi pada hari ke 1-60 HST
dan fase generatif (reproduksi dan pematangan) pada hari ke 61-95 HST dimana pola pertumbuhan mengikuti polakurva sigmoid.
Kata kunci: Padi, Kebutuhan Air Tanaman, Evapotranspir asi, Perkolasi , Ikl im, I nput-Output.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan
pertanian, khususnya dalam bidang budidaya tanaman
padi atau persawahan. Kekurangan air bagi tanaman
akan menghambat proses pertumbuhannya sebab
sebagian besar aktivitas tumbuh dan berkembang suatutanaman dilakukan oleh air. Salah satunya untuk
melarutkan unsur-unsur hara yang terserap terutama
pada masa pembentukan bunga dan buah.
Pada musim kemarau, ketersediaan air menjadi
hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan sebelum
melakukan budidaya tanaman terkhusus untuk tanaman
padi. Mengingat bahwa padi merupakan salah satu jenis
tanaman yang relatif peka akan keberadaan air. Namun
sejatinya padi bukanlah tanaman air sebab pada musim
kemaraupun tanaman padi dapat tumbuh dengan baik.
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air
yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan proses
pertumbuhannya mulai dari tanam hingga panen yangdapat diketahui melalui kehilangan air akibat
evapotranspirasi. Kebutuhan air bagi tanaman berbeda-
beda tergantung dari fase pertumbuhannya. Pada musim
kemarau, tanaman sering mendapatkan cekaman air
(water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju
absorbsi air oleh tanaman. Sebaliknya pada musim
penghujan, tanaman sering mengalami kondisi jenuh air.
Air juga merupakan sumber daya alam terbaharui
yang ketersediaannya tidak selalu sejalan dengan
kebutuhannya. Kebutuhan air cenderung terus
meningkat terutama pada sektor non pertanian
sedangkan efisiensi penggunaan air terutama untuk pertanaman padi sawah relatif rendah. Hal ini
mendorong perlunya dilakukan kegiatan analisis lebih
jauh tentang kebutuhan air pada tanaman padi agar penggunaan air dapat dilakukan dengan seefektif dan
seefisien mungkin mengingat pada MT III keberadaan
air merupakan aspek yang sangat penting bagi petani.
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui kebutuhan air tanaman padi sawah pada
musim tanam III di Desa Alatengae Kecamatan
Bantimurung Kabupaten Maros, serta mengetahui
bagaimana pola kesetimbangan air yang terjadi pada
petakan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai
bahan informasi bagi petani dalam memanfaatkan air
untuk budidaya tanaman padi, khususnya petani di
daerah Bantimurung Kabupaten Maros. Serta bagi
instansi terkait dalam pengembangan lahan persawahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Padi
Menurut Linnaeus (1778), dalam Suparyono dan
Agus Setyono (1993), tanaman padi diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Graminales
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L.
Padi bukanlah tanaman hydrofit (tanaman air).
Tanaman padi termasuk ke dalam familia rumput-rumputan (Graminaceae) atau tanaman darat. Teknik
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
2/10
2
budidaya tanaman padi di sawah dengan cara digenangi
memiliki tujuan untuk mengurangi pertumbuhan gulma(pesaing tanaman pokok). Padi adalah salah satu jenis
tanaman budidaya yang dapat tumbuh dalam kondisi
tergenang karena kemampuannya mengoksidasi
lingkungan perakarannya sendiri (Slamet et al, 2013).
Fase-fase pertumbuhan tanaman padi adalahsebagai berikut (Anonim, 2013).1. Fase vegetatif
Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari
mulai berkecambah sampai dengan inisiasi
primordia malai, fase reproduktif dimulai dari
inisiasi primordia malai sampai berbunga (heading )
dan pemasakan dimulai dari berbunga sampai masak
panen. Untuk suatu varietas berumur 120 hari yang
ditanam di daerah tropik, maka fase vegetatif
memerlukan 60 hari, fase reproduktif 30 hari dan
fase pemasakan 30 hari.
2. Fase reproduktif
Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnyaruas teratas pada batang, yang sebelumnya
tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Di samping
itu, stadia reproduktif juga ditandai dengan
berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun
bendera, bunting dan pembungaan (heading ).Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari
sebelum heading . Stadia inisiasi ini hampir
bersamaan dengan memanjangnya ruas-ruas yang
terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu
stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan
ruas-ruas.3. Fase pemasakan
Periode pemasakan benih terdiri dari 4 stadia masakdalam proses pemasakan bulir:
1. Stadia masak susu
Tanda-tandanya adalah tanaman padi masih
berwarna hijau, tetapi malai-malainya sudah
terkulai, ruas batang bawah kelihatan kuning,
gabah bila dipijit dengan kuku keluar cairan
seperti susu.
2. Stadia masak kuning
Tanda-tandanya adalah seluruh tanaman tampakkuning, dari semua bagian tanaman, hanya buku-
buku sebelah atas yang masih hijau: isi gabah
sudah keras, tetapi mudah pecah dengan kuku.
3.
Stadia masak penuhTanda-tandanya adalah buku-buku sebelah atas
berwarna kuning sedang batang-batang mulaikering, isi gabah sukar dipecahkan, pada
varietas-varietas yang mudah rontok stadia ini
belum terjadi kerontokan. Stadia masak penuh
terjadi setelah kira-kira 7 hari setelah stadia
masak kuning.
4. Stadia masak matiTanda-tandanya adalah isi gabah keras dan
kering, varietas yang mudah rontok pada stadia
ini sudah mulai rontok. Stadia masak mati terjadi
kira-kira 6 hari setelah masak penuh.
2.2 Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu
periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal.
Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian
meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang
dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan
selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat
dirumuskan sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990):
KAI = ET + KA + KK ……………................. (1)
Dimana:
KAI = Kebutuhan Air Irigasi (mm)ET = Evapotranpirasi(mm/hari)
KA = Kehilangan Air (mm)
KK = Kebutuhan Khusus (mm)
2.2.1 Pengolahan lahan
Menurut Van de Goor dan Ziljstra (1968) dalam
Sudjarwadi (1990), analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat menggunakan metode sebagai
berikut:
I R = M ek
(ek−) ……….......................... (2)
M = Eo + P ………………………..... (3)
k =T
S ……………………….……….(4)
Dimana:
IR = kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air ,
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudahdijenuhkan (mm/hari)
Eo = Evaporasi potensial (mm/hari)P = Perkolasi
k = konstanta
T = jangka waktu pengolahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)e = bilangan eksponen: 2,7182
2.2.2 Penggunaan Konsumtif
Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman
(consumptive use) dapat didekati dengan menghitung
evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi
oleh jenis tanaman, umur tanaman dan faktor
klimatologi. Nilai evapotranspirasi merupakan jumlah
dari evaporasi dan transpirasi (Sudjarwadi, 1990).Evapotranspirasi tanaman adalah perpaduan dua
istilah yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah
penguapan di atas permukaan tanah, sedangkantranspirasi adalah penguapan melalui permukaaan dari
air yang semula diserap oleh tanaman. Atau dengan kata
lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air yang
menguap dari lahan tanaman dalam suatu petakan
karena panas matahari (Asdak, 1995).
Menurut Doorenbos dan Pruitt (1979) dalam
Achmad (2011), menyatakan bahwa untuk menghitung
kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi
digunakan persamaan sebagai berikut:
ET = kc x ETo ………………………(5)Dimana:
ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
3/10
3
ETo = Evapotranspirasi tetapan/tanaman acuan
(mm/hari)Kc = koefisien konsumtif tanaman
Tabel 1. Koefisien tanaman (Kc) padi menurut
Nedeco/Prosida dan FAO
Bulan Nedeco/Prosida FAOVarietas
biasa
Varietas
Unggul
Varietas
biasa
Varietas
Unggul
0,5 1,20 1,35 1,10 1,10
1,0 1,20 1,30 1,10 1,10
1,5 1,20 1,24 1,10 1,052,0 1,27 0 1,10 1,05
2,5 1,32 1,12 1,10 0,95
3,0 1,33 0 1,05 0
3,5 1,40 0,95
4,0 1,30 0
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi, 1986.
Evapotranspirasi acuan adalah nilaievapotranspirasi tanaman rumput-rumputan yangterhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8-15 cm,
tumbuh secara aktif dengan cukup air. Untuk
menghitung avapotranspirasi acuan dapat digunakan
beberapa metode yaitu metode Penman, metode panci
evaporasi, metode radiasi, metode Blaney Criddle danmetode Penman modifikasi FAO (Sosrodarsono dan
Takeda, 1999).
Menurut Doorenbos dan Pruitt (1979) dalam
Achmad (2011), terdapat beberapa metode pendugaan
evapotranspirasi acuan, sebagai berikut:
a. Metode Blaney-Cridle
= [0,46 + 8]……………(6)Dimana:
c = Koefisien tanaman bulanan
P = Persentase bulanan jam-jam hari terang dalam
tahun
T = Suhu udara (⁰C) b. Metode Thornthwaite
= 1,6[10 ⁄ ]…………................…...(7) = 0,49 + 0,0179 0,0000771 + 0,000000675 3 Dimana:
T = Suhu rata-rata bulanan (⁰C)I = Indeks panas tahunan
c. Metode Pan Evaporasi
= ………………………........…(8)Dimana:
Kp = Koefisien panci
Ep = Evaporasi panci (mm/hari)
d. Metode Penman
= + 1 ………(9)Metode Penman modifikasi (FAO) digunakan untuk
luasan lahan dengan data pengukuran temperatur,
kelembaban, kecepatan angin dan lama matahari
bersinar.Harga koefisien panci evaporasi tergantung pada
iklim, tipe panci dan lingkungan panci. Untuk tipe Pan
A yang dikelilingi oleh tanaman hijau pendek maka
harga koefisien panci berkisar antara 0,4 – 0,85 yang
dipengaruhi oleh kecepatan angina dan kelembaban
nisbih udara rata-rata. Selanjutnya dikatakan untuk
daerah tropis seperti Indonesia dimana kecepatan anginalemah sampai sedang dan kelembaban nisbih udara rata-
rata di atas 70 %, harga Kp hanya berkisar dari
0,65 – 0,85 (Achmad, 2011).
Linsley dan Franzini (1979) menganjurkan
penggunaan nilai Kp = 0,70 yang umum digunakan didaerah tropis.
2.2.3 Infiltrasi dan Perkolasi
Pada proses hidrologi, saat hujan tejatuh di
permukaan tanah sebagian akan terserap ke dalam tanah
melalui pori-pori tanah (infiltrasi), sebagian lagi akan
masuk ke dalam cekungan permukaan dan sebagian lagi
mengalir dipermukaan (overland flow). Adapun faktor
yang mempengaruhi laju Infiltrasi yaitu kedalaman
genangan dan tebal lapisan jenuh, kelembaban tanah,
pemampatan oleh hujan, penyumbatan oleh butir halus,
tanaman penutup, topografi dan intensitas hujan
(Fisiani, 2010).Perkolasi merupakan proses aliran air di dalam
tanah dari lapisan tanah yang lebih tinggi ke lapisan
tanah yang lebih rendah. Pergerakan air di dalam tanah
melalui soil moisture zone (lingkungan sejumlah kecil
air diantara sela-sela tanah yang menyebabkan
kebasahan tanah) pada unsaturated zone (zona tidak jenuh air), sampai mencapai muka air tanah pada
saturated zone (zona jenuh air). Kapasitas perkolasi
merupakan kecepatan perkolasi maksimum. Sedangkan
kecepatan perkolasi adalah kecepatan perkolasi yang
sesungguhnya terjadi. Nilai ini dipengaruhi oleh
kecepatan infiltrasi dan kapasitas perkolasi
(Jarzani, 2010).Pelumpuran tanah menekan laju perkolasi karena
pori-pori tanah halus terbentuk dan rongga-rongga tanah
tertutup oleh butir-butir tanah halus. Oleh sebab itu,
tanah yang melumpur sempurna menahan lebih banyak
air dan lebih lembab walaupun kekeringan. Ada korelasi
positif antara tinggi genangan air dengan rembesan
melalui pematang. Kehilangan air melalui rembesan
pada petak tersier berkisar antara 7,5%-22,5%
(Balai Irigasi, 2007).
Laju perkolasi terhadap berbagai tekstur tanahdapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Laju perkolasi dan tekstur tanah
Tekstur TanahLaju Perkolasi
(mm/hari)
Lempung berpasir 3-6
Lempung 2-3Lempung berliat 1-2
Sumber: Sudjarwadi, 1990.
2.2.4 Penggantian Lapisan Air
Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan
mengganti lapisan air menurut kebutuhan. Penggantian
diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm satu
bulan dan dua bulan setelah transplantasi (atau 3,3
mm/hari selama ½ bulan) (Sudjarwadi, 1990).Pada waktu pemupukan, genangan air diturunkan
sampai ketinggian tertentu (macak-macak). Kemudian
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
4/10
4
sesudah pemupukan air dipertahankan macak-macak
beberapa hari sambil dilakukan penyiangan (merumput).Setelah itu lapisan genangan air secara berangsur-angsur
ditambah sampai mencapai tinggi genangan yang
dikendaki. Dengan demikian tambahan air irigasi pada
proses itu harus diperhitungkan (Kalsim, 2007).
2.2.5 Hujan Efektif
Hujan efektif adalah bagian dari total hujan yangsecara langsung memenuhi keperluan air untuk tanaman.
Hujan efektif untuk padi sawah tadah hujan hampir
100% sedangkan pada sawah beririgasi dimana
genangan dipertahankan penuh secara kontinyu maka
hujan efektif dapat dikatakn nol. Pada kenyataannya
efektifitas hujan pada petakan sawah merupakan sesuatu
yang kompleks dan tergantung pada karakteristik hujan
(apakah hujan terjadi dengan interval waktu teratur atau
sangat beragam), keragaman tinggi genangan air di
petakan sawah, dan metoda pemberian air irigasi
(Kalsim, 2007).Menurut Chow (1994) dalam Achmad (2011),
curah hujan efektif dapat dihitung dengan rumus berikut: = 125 0,2 125⁄ ; < 250 ... (10) = 125 + 0,1 ; > 250 ......................... (11)Keterangan:
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
Rtot = Curah hujan total (mm/hari)
2.3 Metode Pemberian Air Padi Sawah
Menurut Kalsim (2007), metode pemberian air
padi sawah harus disesuaikan dengan umur atau fase
pertumbuhan tanaman, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3. Metode pemberian air pada padi sawah
Umur/fase tanaman Pemberian air
Tanam-3 HST Kondisi tanah macak-
macak
4 HST-10 HST Diairi setinggi 2-5 cm
11 HST-menjelang
berbunga
Air di petakan dibiarkan
mengering sendiri (5-6
hari). Setelah kering,
petakan diairi setinggi 5
cm dan kemudian
dibiarkan lagi mongering
sendiri
Fase berbunga-10 HSP Diairi terus menerussetinggi 5 cm10 HSP-panen Petakan dikeringkan
Sumber: Kalsim, 2007.
2.4 Cropwat
Cropwat merupakan suatu program komputer
“under DOS ” (program yang dipakai melalui perintah
DOS) untuk menghitung evapotranspirasi Penman
Modifikasi dan kebutuhan air untuk tanaman.Selanjutnya dapat juga menghitung kebutuhan air
irigasi, jadwal pemberian air irigasi untuk macam-
macam kondisi pengelolaan dan suplai air untuk seluruh
daerah irigasi dengan bermacam-macam pola tanam
tertentu. Program ini berarti sebagai alat praktis untuk
membantu para ahli melakukan perhitungan dalam
perencanaan dan pengelolaan suatu daerah irigasi. Lebihlanjut, program ini diharapkan dapat membantu
memberikan rekomendasi untuk memperbaiki irigasi
yang telah ada dan merencanakan jadwal irigasi yang
sesuai dengan kondisi suplai air yang beraneka ragam
(Susilawati, 2004).2.5 Neraca Air
Neraca air (water balance) merupakan neraca
masukan dan keluaran air di suatu tempat pada periode
tertentu, sehingga adapat digunakan untuk mengetahui
jumlah air tersebut kelebihan ( surplus) ataupun
kekurangan (defisit ) (Purnama dkk, 2012).
Gambar 1. Kesetimbangan air dalam suatu petakan
sawah (IR: irigasi, Ch: curah hujan,
ET: evapotranspirasi, Dr: Drainase, P:
perkolasi dan S: rembesan)
2.6 Produktivitas Air Tanaman
Produktivitas air tanaman adalah perbandingan
antara hasil yang diperoleh dengan jumlah air yangdiberikan terhadap tanaman, dengan satuan kg-hasil per
m3 air yang digunakan (Aqil, 2007).
=
................................... (12)
Dimana:
CWP = Produktivitas air tanaman (Kg/m3)
= Hasil panen (kg) = Jumlah air yang diberikan (mm)
Tabel 4. Kisaran nilai CWP beberapa komoditas ,
tanaman pangan utama.
Komoditas Minimum Maksimum Rata-rata
Jagung 0,22 3,99 1,80
Padi 0,46 2,20 1,09Gandum 0,11 2,67 1,09
Sumber: Aqil, 2007.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Septembersampai bulan Desember 2014 yaitu pada Musim Tanam
ketiga, bertempat di Desa Alatengae, Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi
Selatan.
Dr
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
5/10
5
3.2 Alat dan Bahan
Penelitian ini dilakukan pada tanaman padivarietas Inpari 4 dengan sistem penggenangan air.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
panci evaporasi, mistar, meteran, gelas ukur dan
stopwatch.
3.3 Bagan Alir Penelitian
Gambar 2. Skema bagan alir penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi
4.1.1 Letak dan Luas Wilayah
Petak sawah yang digunakan dalam penelitian ini
terletak di Dusun Pakalli, Desa Alatengae, Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros. Dengan jarak sekitar
40 km dari ibukota propinsi. Kabupaten Maros memiliki
luas wilayah sekitar 1.619,12 km2, yang secaraadministrasi terdiri dari 14 kecamatan, 23 kelurahan dan
80 desa. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep
Sebelah Selatan : Kota Makassar dan Kabupaten Gowa
Sebelah Timur : Kabupaten BoneSebelah Barat : Selat MakassarAdapun lokasi penelitian yaitu kecamatan
Bantimurung secara geografis terletak antara
119°34'17"-119°55'13" BT dan 4°42'49"-5°06'42" LS.
4.1.2 Kondisi Iklim
Kecamatan Bantimurung memiliki dua musim
yang berbeda, yaitu musim hujan yang berlangsung dari
bulan November sampai bulan April dan musim
kemarau yang berlangsung dari bulan Mei sampai bulan
Oktober.
Gambar 3. Grafik curah hujan bulanan pada tahun 2014
Grafik di atas memperlihatkan bahwa curah
hujan yang paling tinggi terjadi pada bulan Januari,
kemudian terjadi penurunan yang cukup signifikan pada bulan Februari hingga bulan Juli. Pada bulan Agustusdan September nilai curah hujan 0 yang berarti pada
bulan tersebut tidak terjadi hujan sama sekali (musim
kemarau). Kemudian pada bulan November kembali
terjadi hujan.
Gambar 4. Grafik suhu udara bulanan pada tahun 2014
Suhu bulanan pada tahun 2014 juga
berfluktuasi. Suhu udara terendah terjadi pada bulan
Januari yang mencapai 26⁰C dimana pada bulan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat curah hujan dan
kelembaban yang tinggi. Sedangkan suhu udara tertinggi
terjadi pada bulan Oktober, dimana pada bulan tersebut
merupakan musim kemarau.
0
200
400
600
800
1000
C u r a h H u j a n ( m m / h a r i )
Waktu (Bulan)
24,5
25
25,5
26
26,5
27
27,5
28
28,5
29
S u h u ( ⁰ C )
Waktu (Bulan)
Memasang instalasi
Mengambil sampel tanah
Mengukur luas lahan
Menghitung volume air yang keluar dari pompa
Mengukur tinggi genangan
Mengukur tinggi tanaman
Mengumpulkan data iklim
Men analisis data iklim bulanan
Menghitung evapotranspirasi acuan (ETo)
Menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc)
Menghitung curah hujan efektif (Re)
Menganalisis produktivitas air
Menganalisis pola kesetimbangan air
Hasil Analisis
Membandingkan laju pertumbuhan tanaman
hasil observasi dan hasil prediksi
Selesai
Mulai
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
6/10
6
Gambar 5. Grafik kelembaban udara bulanan pada tahun
2014
Besarnya tingkat kelembaban berbanding lurus
dengan tingkat curah hujan. Semakin tinggi curah hujan
maka kelembaban udara juga tinggi. Hal ini dapat dilihat
pada grafik di atas. Kelembaban tertinggi terjadi pada
bulan Januari yaitu sebesar 90 %, sedangkan
kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Oktober
sebesar 60 %.
Gambar 6. Grafik penguapan bulanan pada tahun 2014
Kondisi penguapan bulanan yang terjadiselama tahun 2014 juga dapat dilihat pada grafik di atas.
Kondisi penguapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober
sebesar 283 mm/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pada
bulan tersebut terjadi musim kemarau yang juga
berhubungan dengan meningkatnya suhu udara.
Sedangkan penguapan terendan terjadi pada bulanJanuari dan bulan Juni sebesar 123 mm/hari. Dimana hal
ini juga menunjukkan bahwa pada bulan tersebut terjadi
musim hujan.
Gambar 7. Grafik kecepatan angin rata-rata bulanan
pada tahun 2014
Kecepatan angin rata-rata bulanan selama
tahun 2014 disajikan pada grafik di atas. Grafik tersebut
menjelaskan bahwa kecepatan angin rata-rata terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober dimana pada grafik
tersebut menunjukkan hal yang konstan. Pada bulan
tersebut pula kecepatan angin tertinggi sepanjang tahun.Hal ini berhubungan pula pada masa tanam padi yang
terjadi pada bulan September sampai Desember.
Gambar 8. Perbandingan lama penyinaran dan radiasi
matahari tahun 2014
Lama penyinaran dan radiasi matahari sangat
berpengaruh dalam proses budidaya tanaman. Samahalnya dengan suhu. Pada gambar di atas dapat dilihat
bahwa intensitas lama penyinaran dan radiasi matahari
berbanding lurus. Dimana pada bulan September, kedua
unsur iklim tersebut mencapai puncaknya. Hal ini
ditandai bahwa pada bulan tersebut terjadi musim
kemarau.
4.1.3 Analisis Sifat Fisik Tanah
Hasil analisis contoh tanah menunjukkan
bahwa kondisi tanah di Desa Alatengae Kecamatan
Bantimurung Kabupaten Maros merupakan kawasan
lahan kering, dimana kawasan tersebut terdiri atas
tegalan/lahan pekarangan, perkebunan palawija, dan
sawah beririgasi. Daerah tersebut memiliki tekstur tanahyang didominasi fraksi liat (sebanyak 61 %).
4.1.4 Pola Tanam dan Sistem Pertanaman
Pola tanam yang diterapkan oleh petani di Desa
Alatengae Kecamatan Bantimurung adalah pola tanam padi-padi-padi dengan waktu tanam pada bulan Januari-
Maret (MT I), Mei-Juli (MT II) dan September-
Desember (MT III). Adapun sistem pertanaman yang
diterapkan oleh petani adalah sistem pindah tanam jajar
legowo.
4.2 Sistem Irigasi
Sistem pemberian air yang digunakan oleh petanidi Desa Alatengae Kecamatan Bantimurung adalah
pemberian air dengan menggunakan pompa, dimana air
dari pompa dialirkan menuju ke petak sawah hingga
mencapai ketinggian tertentu, kemudian dihentikan dan
akan dialirkan kembali apabila air pada petak tersebut
mulai mengering. Pada sistem irigasi tersebut, tidak ada
saluran lahan (saluran drainase) diantara masing-masing
petakan dan air mengalir dari satu lahan ke yang lain
melalui lubang pada pematang. Irigasi ini disebut irigasi“ plot to plot ”. Skema penyaluran air “ plot to plot ” pada
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
010
20
30
40
50
60
70
80
90
100
K e l e m b a b a n ( % )
Waktu (Bulan)
0
50
100
150
200
250
300
P e n g u a p a n ( m m / h a r i )
Waktu (bulan)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
K e c e p a t a n A n g i n ( k n o t )
Waktu (bulan)
0
5
10
15
2025
30
lama penyinar
an (%)
radiasi
(MJ/m.hari)
Waktu (bulan)
2
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
7/10
7
Gambar 9. Skema alur pemberian air
Gambar 10. Perbandingan pemberian air oleh petani dan
Cropwat pada petak I
Gambar 11. Perbandingan pemberian air oleh petani dan
Cropwat pada petak II
Gambar 10 dan 11 menunjukkan perbandingan
volume dan intensitas pemberian air pada lahan yang
dilakukan oleh petani dan yang direkomendasikan olehCropwat . Pemberian air yang dilakukan oleh petani
dilakukan sebanyak 7 kali pada petak I dan 8 kali pada
petak II dengan volume yang berbeda dan disesuaikan
dengan kondisi air di dalam petakan. Sedangkan pada
Cropwat , pemberian air direkomendasikan sebanyak 5
kali baik pada petak I maupun pada petak II selama
periode kering. Total pemberian air yang dilakukan oleh petani adalah 350,18 m3 pada petak I dan 136,16 m3 pada
petak II. Sedangkan kebutuhan air yang
direkomendasikan oleh Cropwat adalah 175,09 m3 pada
petak I dan 84,4 m3 pada petak II. Tampak secara jelas
perbedaannya bahwa pemberian air yang dilakukan oleh petani mengalami perlakuan yang berlebih untuk petak I
maupun petak II dari kebutuhan air yang
direkomendasikan oleh Cropwat . Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain pemberian air yang
dilakukan oleh petani berasal dari irigasi pompa, dimanauntuk menghemat biaya operasional pompa maka
pemberian air tidak dilakukan dengan intensitas tinggi.
Namun pengoperasian pompa hanya dilakukan apabilakondisi air di petakan mulai mengering. Selain itu pada
musim tanam III ini kondisi tanah mengalami
kekeringan pada awal masa tanam sehingga untuk
mengantisipasi agar air di dalam petakan tidak hilangdengan cepat akibat evapotranspirasi yang tinggi maka
petani sengaja memberikan air secara berlebih.
Sedangkan rekomendasi pemberian air untuk tanaman
padi oleh Cropwat telah sesuai dengan volume air yang
direkomendasi FAO. Dimana volume air telahdiperhitungkan secara sistematis melalui programsoftware dengan mempertimbangkan faktor iklim,
tanaman dan tanah sehingga total volume air yang
masuk ke dalam petakan seluruhnya digunakan untuk
proses pertumbuhan tanaman selama masa penanaman,
tanpa mempertimbangkan besarnya air untuk
pengolahan lahan.
4.3 Kesetimbangan Air pada Petakan
Kesetimbangan air pada petak sawah merupakan
ukuran besarnya kuantitas air yang masuk ke dalam
petakan (input) yang dapat berasal dari air irigasi
maupun hujan dan air yang ke luar dari petakan akibatadanya proses evapotranspirasi serta perkolasi maupun
rembesan. Hal in sesuai dengan pendapat Rokhma
(2006), yang menyatakan bahwa water balance dapat
didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang
diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman
beserta tanah melalui proses evapotranspirasi. Secarasederhana pola kesetimbangan air total dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 12. Kesetimbangan air total pada petak I
Gambar 13. Kesetimbangan air total pada petak II
Gambar 12 dan 13 menunjukkan kesetimbangan
air total petak I dan petak II. Selama masa penanamanterdapat dua periode pemberian air yaitu periode irigasi
dan periode hujan. Pada periode irigasi dimana sama
Perkolasi (123,67 m3)
Aliran keluar(130,42 m3)
Irigasi(350,18 m3)
Curah hujan (345,10 m3)Evapotranspirasi
(336,90 m3)
Rembesan
(104,29 m3)
Petak I
Luas = 1301,8 m2
Perkolasi (59,61 m3)
Aliran keluar
(67,14 m3)
Irigasi
(173,82 m3)
Curah hujan (166,35 m3
)
Evapotranspirasi
(162,40 m3
)
Rembesan
(51,02 m3)
Petak II
Luas = 627,52 m2
Petak II
Petak I
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
8/10
8
sekali tidak terjadi hujan dan satu-satunya sumber air
irigasi hanya berasal dari pompa. Selanjutnya air irigasiyang masuk ke dalam petakan seluruhnya digunakan
oleh tanaman tanpa ada yang dialirkan keluar petakan.
Sedangkan pada periode hujan, dimana hujan terjadi
pada pertengahan masa tanam sehingga pada masa
tersebut pemberian air ke petakan mulai dikurangkansehingga pompa tidak lagi dioperasikan pada periodehujan. Sehingga satu-satunya sumber air yang masuk ke
dalam petakan hanya berasal dari curah hujan. Karena
hujan yang terjadi pada pertengahan sampai akhir masa
tanam begitu tinggi, maka petani melimpaskan air ke
luar petakan.
Nilai irigasi diperoleh dari akumulasi total
pemberian air yang dilakukan oleh petani selama masa
penanaman. Nilai curah hujan efektif diperoleh dari data
curah hujan harian yang diperoleh dari kantor BMKG
Kabupaten Maros yang kemudian diolah dengan
menggunakan aplikasi Cropwat . Sedangkan untuk
besarnya nilai evapotranspirasi diperoleh dari akumulasievapotranspirasi acuan dengan koefisien tanaman
selama penanaman. Nilai perkolasi dipengaruhi oleh
kondisi tekstur tanah pada lahan. Adapun untuk nilai
rembesan, dapat diketahui berdasarkan literatur seperti
yang dinyatakan oleh Tim Balai Irigasi (2007), bahwakehilangan air melalui rembesan pada petak tersier
berkisar antara 7,5%-22,5%. Sedangkan nilai aliran
keluar diperoleh dari total input dikurangi dengan nilai
evapotranspirasi, perkolasi, dan rembesan.
Gambar 14. Persentase input dan output pada petak I
Gambar 15. Persentase input dan output pada petak II
Diagram di atas menunjukkan presentase
kesetimbangan air pada petakan yang terjadi selama
masa penanaman yang digambarkan melalui diagram
lingkaran. Pada diagram di atas nilai pada sistem input
sama besar pada nilai output. Nilai input berasal dari
pemberian air irigasi yang keseluruhan berasal dari
irigasi pompa dan curah hujan efektif. Tidak ada yang
lebih dominan antara input dari irigasi maupun dari
curah hujan efektif, keduanya relatif sama besar baik
pada petak I maupun petak II. Sedangkan nilai output
berasal dari evapotranspirasi, infiltrasi/perkolasi,
rembesan dan aliran keluar. Dimana output dominan
adalah evapotranspirasi. Hal ini dikarenakan pada
periode musim tanam III ini terjadi pada kondisi iklim
yang cenderung kering.
Gambar 16. Laju pertumbuhan tanaman dan tinggi
genangan pada petak I
Gambar 17. Laju pertumbuhan tanaman dan tinggigenangan pada petak II
Gambar 16 dan 17 menunjukkan hubungan
antara kondisi air di petakan dengan fase-fase
pertumbuhan tanaman padi. Pada grafik di atas jugadapat diketahui bahwa pada fase vegetatif (pertunasan)
pemberian air mencapai jumlah maksimum. Artinya pada fase tersebut, keberadaan air menjadi sangat
penting sebab dapat mempengaruhi nilai produktifitas
padi. Namun pada saat pembentukan anakan (generatif)
dan pada fase pematangan buah volume pemberian air
mulai berkurang. Pendapat tersebut ditegaskan oleh
Sudjarwadi (1990), yang menyatakan bahwa pada saat
tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif
meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai
maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum.
Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa
saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan airkonsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan
biji.
Gambar 18. Perbandingan tinggi tanaman hasilobservasi dan , prediksi pada petak I
50%50%
Input
Irigasi (m )
Curahhujanefektif (m )
48%
15%
18%
19%
Output
Evapotrans pirasi (m )Rembesan(m )Perkolasi(m )Aliran
keluar (m )
51%49%
Input
Irigasi (m )
Curah hujanefektif (m )
48%
15%17%
20%
Output
Evapotrans pirasi (m )
Rembesan(m )
Perkolasi(m )
Alirankeluar (m )
0
10
20
30
40
50
60
70
0
20
40
60
80
100
120
0 15 30 45 60 75 90
T i n g g i t a n a m a n (
c m )
Waktu (HST)
tinggi
genangan(mm)
tinggitanaman
(cm)
0
10
20
30
40
50
60
0
20
40
60
80
100
120
0 15 30 45 60 75 90
T i n g g i t a n a m a n ( c m )
Waktu (HST)
tinggi
genanga
n (mm)
tinggitanaman(cm)
T i n g g i g e n a n g a n ( m m )
fase vegetatif fase generatif
0
20
40
60
80
100
120
0 20 40 60 80 100
T i n g g i t a n a m a n ( c m )
Waktu (HST)
hasil observasi
hasil prediksi
Fase vegetatif Fase generatif
h=f(t)
ℎ =
1
−
(A=103,5; C=5,3; k=-0,055)
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
9/10
9
Gambar 19. Perbandingan tinggi tanaman hasil
observasi dan , prediksi pada petak II
Laju pertumbuhan tanaman padi hasil
pengamatan di lapangan (observasi) dan hasil prediksi
pada petak I dan II dapat dilihat pada gambar 18 dan 19.
Nilai prediksi diperoleh dengan menggunakan aplikasi
solver pada Microsot Excel dengan input berupa fungsi
pertumbuhan (sigmoid). Pertumbuhan tanaman berdasarkan hasil observasi dan hasil prediksi
menunjukkan bahwa data pertumbuhan tanaman yang
diperoleh di lapangan hampir mendekati hasil prediksi.
Laju pertumbuhan tanaman pada setiap titik pengamatan
menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah, intensitascahaya matahari yang diterima oleh tanaman, jumlah air
yang diberikan pada tanaman, maupun perlakuan selama
masa penanaman.
4.4 Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman merupakan total air yang
dibutuhkan oleh tanaman yang dapat diketahui melaluikehilangan air akibat evapotranspirasi. Evapotranspirasi
merupakan proses penguapan yang terjadi pada
permukaan tanah maupun badan-badan air serta
peguapan yang terjadi pada permukaan tanaman akibat
adanya proses respirasi maupun fotosintesis. Kehilanganair di petakan sawah salah satunya terjadi karena adanya
proses evapotranspirasi. Proses evapotranspirasi ini
sangat diperhitungkan dalam analisis kebutuhan air
tanaman sebab dengan analisis tersebut dapat diketahui
berapa besar jumlah air yang perlu dipersiapkan sebelum
membudidayakan suatu tanaman.
Besarnya nilai evapotranspirasi yang terjadi
selama proses penanaman padi sawah dihitung denganmenggunakan program Cropwat 8.0. Adapun hasil yang
diperoleh dapat digambarkan pada Gambar 20.
Gambar 20. Laju evapotranspirasi selama masa
penanaman
Pada grafik di atas dapat dijelaskan bahwa
selama masa pertumbuhan tanaman padi terjadi lajuevapotranspirasi yang berfluktiatif. Dimana laju
evapotranspirasi terbesar terjadi pada bulan Oktober
2014 dengan nilai evapotranspirasi rata-rata sebesar 3,4
mm/hari. Sedangkan laju evapotranspirasi terkecil
terjadi pada akhir fase pertumbuhan tanaman sebab pada waktu tersebut mulai muncul hujan.
Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan
air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan
mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi
maksimum. Setelah mencapai maksimum dan
berlangsung beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai
kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan
pematangan biji.
Laju evapotranspirasi pada setiap daerah
berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti yang diungkapkan oleh Linsley
(1979), bahwa ada tiga faktor yang mendukung
kecepatan evapotranspirasi yaitu faktor iklim mikro,meliputi radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin;
faktor tanaman, meliputi jenis tanaman, derajat
penutupannya, struktur tanaman, stadia perkembangan
sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata,
mekanisme menutup dan membukanya stomata; danfaktor tanah, mencakup kondisi tanah, aerasi tanah,
potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke
akar tanaman.
4.5 Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang
dapat dimanfaatkan atau dapat dipakai oleh tanaman.
Curah hujan tidak selalu bermanfaat atau diinginkan pada suatu periode, hanya sebagian dari jumlah curah
hujan yang dapat diterima. Beberapa dari curah hujan
tersebut harus terbuang sebab dapat merusak tanaman
(FAO, 1978).
Nilai curah hujan efektif diperoleh dari hasil
pengolahan data curah hujan dari Stasiun Klimatologi
Maros. Pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai curah hujan efektif yang
masuk ke dalam petakan. Seperti yang dikatakan oleh
Kalsim (2007), bahwa pada kenyataannya efektifitas
hujan pada petakan sawah merupakan sesuatu yang
kompleks dan tergantung pada karakteristik hujan
(apakah hujan terjadi dengan interval waktu teratur atausangat beragam), keragaman tinggi genangan air di
petakan sawah, dan metode pemberian air irigasi.
Gambar 21. Grafik laju curah hujan efektif selama masa
penanaman
0
20
40
60
80
100
120
0 20 40 60 80 100
T i n g g i t a n a m a n ( c m )
Waktu (HST)
hasil observasi
hasil prediksi
h=f(t)
ℎ=
−
(A=97,7; C=3,7; k=-0,050)
0
10
20
30
40
1 11 21 31 41 51 61 71 81 91
E v a p o t r a n s p i r a s i
( m m / d e c )
Waktu (HST)
0
20
40
60
80
Sep Oct Oct Oct Nov Nov Nov Dec Dec Dec
C u r a h h u j a n E f e k t i f
( m m / d e c )
Bulan
Periode kering Periode awal bulan basah
Fase vegetatif Fase generatif
-
8/17/2019 --pujiastuti-17766-1-jurnala-)
10/10
10
Curah hujan efektif yang terjadi selama masa
penanaman hingga panen berkisar antara 1 mm/harisampai 72,7 mm/dec. Curah hujan efektif tertinggi
terjadi pada buan Desember. Berdasarkan grafik di atas
dapat dilihat bahwa tahap pemberian air di petakan
selama penanaman dapat dibagi menjadi dua periode
yaitu periode kering yang berarti bahwa proses pemberian air hanya berasal dari pompa irigasi dan periode hujan (awal bulan basah) yang berarti bahwa
proses pemberian air berasal dari curah hujan. Pada
periode awal bulan basah, kondisi petakan sedang
mengalami tahap pengeringan dan tanaman padi sedang
mengalami fase pembungaan dan pematangan buah
sehingga keberadaan air bagi tanaman tidak begitu
diperlukan. Itulah sebabnya mengapa pompa air tidak
dioperasikan kembali dan air yang berasal dari curah
hujan yang masuk ke dalam petakan sebagian besar
dialirkan ke saluran drainase.
4.6 Produktivitas Air Tanaman
Secara umum, produktivitas air tanaman dihitung
dengan cara membagi jumlah total air yang masuk ke
dalam petakan dengan hasil panen. Secara rinci,
produktivitas air tanaman padi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5. Produktivitas air tanaman pada petak I dan II
PetakLuas
(ha)
Total air
(m3)
Hasil panen
(ton GKP)
Produktivitas airtanaman (m3 air /kg
GKP)
I 0,1301 695,29 7,9 0,68
II 0,0627 340,17 8,1 0,66
Sumber: Data primer setelah diolah, 2015.Produktivitas air tanaman padi di Desa Alatengae
Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros
menunjukkan hasil yang relatif sama dengan nilai produktivitas air tanaman padi yang dikemukakan oleh
Aqil (2007), bahwa kisaran nilai produktivitas air
tanaman padi adalah 0,46-2,20 m3 air/kg GKP. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk memproduksi 1 kg gabah
kering panen, total air yang digunakan mencapai angka
yang relatif minimum sebab semakin kecil jumlah air
yang digunakan selama masa penanaman maka akan
semakin produktif air tersebut.
V. PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
pada petak sawah di Desa Alatengae Kecamatan
Bantimurung Kabupaten Maros, maka dapatdisimpulkan bahwa:
1. Kebutuhan air padi sawah ditentukan oleh dua
periode pemberian air, yaitu periode kering dimana
input berasal dari irigasi pompa dan periode hujan
dimana input berasal dari curah hujan efektif.
2. Input dari irigasi dan curah hujan efektif cenderung
seimbang. Sedangkan output lebih didominasi oleh
evapotranspirasi.
3.
Pola pertumbuhan tanaman padi diawali dengan fasevegetatif yang terjadi pada hari ke 1-60 HST dan
fase generatif (reproduksi dan pematangan) pada hari
ke 61-95 HST dimana pola pertumbuhan tanaman
mengikuti pola kurva sigmoid.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, M., 2011. Hidrologi Teknik . Program Hibah
Penulisan Buku Ajar Tahun 2011. Universitas
Hasanuddin. Makassar.Anonim, 2013. Padi. https:// izzafuadi.wordpress.com/
2013/05/02/212/ . Diakses pada tanggal 26
Januari 2015. Pukul 12.51 WITA.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Aqil, 2007. Peluang Peningkatan Produksi Pangan
Melalui Penerapan Konsep Produktivitas AirTanaman. Balai Penelitian Tanaman Serealia:
Maros.
Balai Irigasi, 2007. Pengelolaan Irigasi Hemat Air untuk
Padi Sawah Melalui Metode System of Rice
Intensification (SRI). Pelatihan cara pengamatan
dalam rangka penelitian irigasi hemat air pada budi daya padi dengan metode SRI. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Air.
Bekasi.
Fisiani, A., 2010. Proses infiltasi [terbuhung berkala]
http:jendelatekniksipil.blogspot.com/2012/02/inf
iltrasi-dan-perkolasi.html. Diakses pada tanggal
11 Februari 2014.
Jarzani, JM., 2010. Laju infiltrasi [terhubung berkala]
http:www.unhas.ac.id/lkpp/tani/6%20Infiltrasi.p
df. Diakses pada tanggal 11 Februari 2014. Kalsim, Kusnadi. 2007. Kebutuhan Air Irigasi Untuk
Tanaman Non-Padi dan Padi. Teknik Irigasi danDrainase TEP 321. Institut Pertanian Bogor.
Bandung.Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, 1979. Teknik
Sumber Daya Air . Erlangga. Jakarta.
Purnama Setiawan, Sutanto Trijuni, Fahrudin Hanafi,
Taufik Aulia dan Rahmad Razali. 2012. Analisis
Neraca Air Di Das Kupang Dan Sengkarang .
Universitas gadjah mada. Yogyakarta.
Rokhma, 2006. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi
Hemat Air . Impulse. Yogyakarta.
Sasrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, 1999.
Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita.
Jakarta.Slamet L., Adi B., M. Hasroel, dan Tri Edi B.S, 2013.
Pengaruh Penggenangan Pada Teknik Budidaya
Padi Terhadap Infiltrasi Dan Neraca Air .Universitas Indonesia. Jakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat
Antar Universitas Ilmu Teknik. UGM.
Yogyakarta.
Suparyono dan Agus Setyono, 1993. Padi. Penebar
Swadaya. Jakarta.