library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · daerah...

116

Upload: duongkhanh

Post on 03-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN
Page 2: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN
Page 3: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

1.

Page 4: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.2

PENANGGUNGJAWABKOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTA

PENYUNTINGHELLY MINARTI

PENERJEMAHHELLY MINARTI MIRZA JAKA SURYANA

PROOFREADERANA ROSNIANAHANGKA

DESAINER GRAFISRIOSADJA

KOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTA TAMAN ISMAIL MARZUKI, JL. CIKINI RAYA NO. 73 JAKARTA 10330 • T/F: +6221.31937639 • WWW.DKJ.OR.ID

Page 5: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

3.

DEWAN KESENIAN JAKARTA (DKJ) ADALAH SALAH SATU LEMBAGA YANG DIBENTUK OLEH MASYARAKAT SENIMAN DAN DIKUKUHKAN OLEH GUBERNUR DKI JAKARTA, ALI SADIKIN, PADA TANGGAL 7 JUNI 1968. TUGAS DAN FUNGSI DKJ ADALAH SEBAGAI MITRA KERJA GUBERNUR KEPALA DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN KESENIAN DI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA. ANGGOTA DEWAN KESENIAN JAKARTA DIANGKAT OLEH AKADEMI JAKARTA (AJ) DAN DIKUKUHKAN OLEH GUBERNUR DKI JAKARTA. PEMILIHAN ANGGOTA DKJ DILAKUKAN SECARA TERBUKA, MELALUI TIM PEMILIHAN YANG TERDIRI DARI BEBERAPA AHLI DAN PENGAMAT SENI YANG DIBENTUK OLEH AJ. NAMA-NAMA CALON DIAJUKAN DARI BERBAGAI KALANGAN MASYARAKAT MAUPUN KELOMPOK SENI. MASA KEPENGURUSAN DKJ ADALAH TIGA TAHUN.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KESENIAN TERCERMIN DALAM BENTUK PROGRAM TAHUNAN YANG DIAJUKAN DENGAN MENITIKBERATKAN PADA SKALA PRIORITAS MASING-MASING KOMITE. ANGGOTA DKJ BERJUMLAH 25 ORANG, TERDIRI DARI PARA SENIMAN, BUDAYAWAN DAN PEMIKIR SENI, YANG TERBAGI DALAM 6 KOMITE: KOMITE FILM, KOMITE MUSIK, KOMITE SASTRA, KOMITE SENI RUPA, KOMITE TARI DAN KOMITE TEATER.

THE JAKARTA ARTS COUNCIL (DEWAN KESENIAN JAKARTA – DKJ) IS ONE OF SEVERAL ORGANIZATIONS FOUNDED BY INDONESIAN ARTISTS AND HAD BEEN OFFICIALLY STATED BY THE GOVERNOR OF JAKARTA, ALI SADIKIN, ON JUNE 17, 1969. THE RESPONSIBILITY AND THE FUNCTION OF THE JAKARTA ARTS COUNCIL ARE TO BUILD PARTNERSHIP WITH THE GOVERNOR OF JAKARTA, FORMULATING POLICIES FOR SUPPORTING THE ACTIVITIES AND DEVELOPMENT OF THE ARTS IN THE CAPITAL REGION. DURING THE EARLY STAGES, THE MEMBERS OF JAKARTA ARTS COUNCIL HAD BEEN APPOINTED BY THE ACADEMY OF JAKARTA, CONSISTING OF INTELLECTUALS AND PEOPLE OF THE CULTURAL AND ARTS OF INDONESIA. AS TIME PROGRESSES THE SELECTION PROCESS IS CONDUCTED TRANSPARENTLY THROUGH A TEAM OF ART SCHOLARS AND EXPERTS, BOTH FROM WITHIN AND OUTSIDE THE ACADEMY OF JAKARTA. THEY RECEIVE THE CANDIDATES FROM THE PUBLIC AND RESPECTED ARTS GROUPS, AND THEIR ADMINISTRATION TERM WILL RUN FOR 3 YEARS.

THE ARTS DEVELOPMENT POLICIES WILL BE CARRIED OUT THROUGH ANNUAL PROGRAMS FROM EACH COMMITTEE, ALL PRUDENTLY CURATE IT INTERNALLY. DKJ CONSISTS OF 25 MEMBERS AND DIVIDED INTO 6 COMMITTEES: FILM, MUSIC, LITERATURE, FINE ARTS, DANCE AND DRAMA.

Page 6: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.4

DAFTAR ISI CONTENTS

TENTANG DEWAN KESENIAN JAKARTA / ABOUT THE JAKARTA ARTS COUNCIL 3DAFTAR ISI / TABLE OF CONTENTS 5

PENGANTAR DEWAN KESENIAN JAKARTA MENELISIK TARI DAN TRADISINYA 7PREFACE: CHAIRMAN OF THE JAKARTA ARTS COUNCILINVESTIGATING DANCE AND ITS TRADITION 9

PREFACE: CHAIRMAN OF THE JAKARTA ARTS COUNCILSEKAPUR SIRIH 11PREFACE: DANCE COMMITTEE, JAKARTA ARTS COUNCILFOREWORD 13

SAMBUTAN PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBKMERAWAT TARI TRADISI 15PREFACE: PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBKTAKING CARE OF DANCE TRADITION 16

TENTANG TELISIK TARI DKJTARI BETAWI: “COKEK DAN TOPENG” 17ON TELISIK TARI DKJBETAWI DANCES: “TOPENG & COKEK” 19

MAKALAH PEMBICARA SEMINAR (JULIATI PARANI, PH.D)TELISIK BETAWI: DARI REKONSTRUKSI HINGGA PENGEMBANGAN TARI TRADISIONAL 25ARTICLES BY THE SPEAKERS AT THE SEMINAR (JULIATI PARANI, PH.D)TELISIK BETAWI: FROM RECONTRUCTION TO DEVELOPMENT OF TRADITIONAL DANCE 29

MAKALAH PEMBICARA SEMINAR (RACHMAT RUCHIAT)TARI SIPATMO YANG PERNAH JAYA 33ARTICLES BY THE SPEAKERS AT THE SEMINAR (RACHMAT RUCHIAT)ONCE A DARLING: SIPATMO DANCE 41

MAKALAH PEMBICARA SEMINAR (RISMA SUGIHARTATI, M.SI.)COKEK: MILIK BETAWI NAMUN ASLI CINA BENTENG 49ARTICLES BY THE SPEAKERS AT THE SEMINAR (RISMA SUGIHARTATI, M.SI.)COKEK: OF BETAWI BUT ORIGINALLY OF ‘CINA BENTENG’ 55

Page 7: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

5.

TARI SIPATMO 62SIPATMO DANCE 63

TARI “SHIU PAT MO” HASIL PENGEMBANGAN TARI SIPATMO OLEH ENTONG KISAM 64SIPATMO DANCE, AS INTERPRETED BY ENTONG KISAM “SHIU PAT MO” 65

TARI TOPENG TIGA 66THREE MASKS DANCE 67

TARI KEMBANG LAMBANG SARI 68KEMBANG LAMBANG SARI DANCE 69

SEPUTAR TARI TOPENG 70ON MASK DANCE 71

SEPUTAR TARI COKEK 72ON COKEK DANCE 73

KARTINI KISAM 80HJ. NORI 83WIWIEK WIDIYASTUTI 85ENTONG KISAM 87RACHMAT RUCHIAT 89JULIANTI PARANI, PH.D. 91RISMA SUGIHARTATI 93MADIA PATRA 95YAHYA ANDI SAPUTRA 98

SUKARJI SRIMAN 101HARTATI 103HELLY MINARTI 105 RURY NOSTALGIA 107

KERABAT KERJA / THE COMMITTEES 110TERIMAKASIH / ACKNOWLEDGEMENTS 111JADWAL / SCHEDULE 112

Page 8: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.6

Page 9: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

7.

MENELISIK TARI DAN TRADISINYA

DEWAN Kesenian Jakarta dengan bangga mempersembahkan Telisik Tari, sebuah program yang memberikan ruang untuk membahas dan mendiskusikan tarian tradisional secara tuntas berikut isu-isu di sekitarnya. Telisik Tari edisi pertama ini mengambil tema tari Cokek dan tari Topeng Betawi yang cukup familiar namun cukup sulit ditemukan pementasannya belakangan ini. Sebelum terkenal dengan sebutan tari Cokek, tarian ini lebih dahulu dikenal dengan sebutan tari Sipatmo yang ditampilkan pada upacara adat di Klenteng atau Wihara. Tarian ini mengalami transformasi pada abad ke-19 menjadi tari Cokek setelah seorang tuan tanah keturunan Tionghoa mulai sering menanggap tarian ini untuk memeriahkan pestanya.

Melalui program ini Dewan Kesenian Jakarta merasa perlu untuk melakukan rekonstruksi dan revitalisasi tari Cokek agar dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai tarian yang satu ini. Melalui proyek pembinaan Dinas Kebudayaan DKI –Jakarta sekitar tahun 1980-an, tari Sipatmo mulai diperkenalkan melalui seorang tokoh yang disebut sebagai Meme Krawang yang

PENGANTAR DEWAN KESENIAN JAKARTA

Page 10: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.8bernama asli Tan Gwat Nio. Tarian ini pun berhasil diperkenalkan ke dalam lingkungan akademis di Jurusan Tari Institut Kesenian Jakarta. Selain tari Sipatmo, tari Topeng Betawi juga diperkenalkan melalui tokoh seperti Mak Mani, Mpok Nori serta teater Lenong dan Topeng Betawi juga dimasukkan ke dalam kurikulum Fakultas Seni Pertunjukan IKJ, paling tidak dalam dekade pertama sebelum ditiadakan.

Sangat disayangkan memang jika kita sebagai warga Jakarta tidak mengetahui asal-usul tari Cokek yaitu tari Sipatmo. Telisik Tari kali ini akan membawa kita mengenal lebih jauh mengenai tari Sipatmo melalui Kartini Kisam, pewaris yang setia memelihara orisinalitas tari Sipatmo. Dengan dibantu keterlibatan dan penelitian berpuluh tahun dari Rachmat Ruchiat, Kartini akan menari diiringi lagu aslinya sehingga kita akan mengenal tarian ini dengan total. Empu tari berikutnya yang akan tampil dalam Telisik Tari adalah Wiwiek Widiyastuti yang hadir sebagai “benang merah” Tari Topeng dengan tari Topeng Betawi kreasi baru. Mpok Nori salah satu ikon Betawi yang terkenal akan tampil menutup acara ini.

Telisik Tari tidak hanya hadir sebagai sebuah pertunjukan atau hiburan. Namun juga dalam forum Seminar dan Masterclass agar informasi dan pemaparan kita tentang sejarah perkembangan kedua tari ini semakin lengkap.

Irawan KarsenoKetua Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta2013-2015

Page 11: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

9.

INVESTIGATING DANCE AND ITS TRADITION

THE Jakarta Arts Council proudly presents Telisik Tari - which roughly means, to instigate/investigate the dance - a program that gives a space to talk and discuss traditional dances rather thoroughly, incorporating the related issues. The first edition of Telisik Tari takes up Cokek and Topeng Betawi (Betawi Mask) dances which are familiar but then whose performances are not so easy to be found lately. Prior to be known as Cokek dance, it was more popular under the name Sipatmo that was performed in rituals in Chinese temples (so-called Klenteng or Vihara). This particular dance was transformed in the 19th century after a Chinese landlord frequently staged this dance in his home parties.

Through this program, Jakarta Arts Council feels obliged to reconstruct and revitalize the Cokek dance, in order to give complete information about this dance. In the 1980s, the Sipatmo dance started to be introduced through a legendary dancer named Memeh Krawang (neé Tan Gwat Nio) through a project ran by the Office of Culture of the Municipality Government of Jakarta. This dance was then successfully introduced into the academic milieu,

PREFACE: CHAIRMAN OF THE JAKARTA ARTS COUNCIL

Page 12: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.10those of the Jakarta Institute of the Arts. In addition to Sipatmo dance, Topeng Betawi dance was also introduced through now legendary figures such as Mak Mani, Mpok Nori; and the Lenong - Betawi traditional theatre - and Topeng Betawi were also included in the curriculum of the Faculty of Performing Arts, Jakarta Institute of the Arts (IKJ), at the very least, in the first decade before it was discontinued.

It is rather sad that we, Jakartans, are now so clueless about the origins of Cokek dance, which is the Sipatmo dance. This time, Telisik Tari will take us to get to know the Sipatmo through dancer Kartini Kisam, who inherited it from her forebears and thus the keeper of the ‘original’ Sipatmo. Backed by the years-long research and professional involvement of Rachmat Ruchiat, Kartini will dance with the accompaniment of Sipatmo’s original song, so we can see the dance in its totality. The next dance master in the first edition of Telisik Tari is Wiwiek Widiyastuti, whose presence is to link the Topeng dance with the new creation (interpretative dance) of Topeng Betawi. Mpok Nori - one of the Betawi icons - will fold the evening.

Telisik Tari will not be just another performance or enter-tainment. It extends to forums such as Seminar and Master class so the information and our exposure to the history of these two dances will be complete.

Irawan KarsenoChairman Jakarta Arts Council 2013-2015

Page 13: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

11.

SEKAPUR SIRIH

BUDAYA tari diciptakan dan didukung keberadaannya oleh manusia yang terus bergelut dengan dinamika hidup. Pergulatan yang berlangsung sepanjang masa itu melahirkan individu yang tangguh, yang lolos dari tantangan-tantangan sehingga ia layak disebut sebagai Tokoh atau Seniman sejati.

Sebagai penutup tahun 2014 ini, Program Komite Tari DKJ menggelar Telisik Tari DKJ: Tari Betawi “Topeng dan Cokek” akan memberikan gambaran bahwa potensi seniman tradisi di dalam mencipta dan menari masih memiliki nilai artistik dan estetik yang tinggi. Intensitas gerak yang dihadirkan dan musik yang ditampilkan membentuk keutuhan dalam struktur gerak yang memberi kedalaman makna dan rasa.

“Telisik Tari Betawi” akan menampilkan musik dan tari hasil revitalisasi musik dan tari Sipatmo, pengembangan dan kreasi tari Sipatmo, Topeng Tiga yang asli dan perkembangannya menjadi tari kreasi yang diciptakan oleh Ibu Wiwiek Widyastuti serta bodoran khas Betawi oleh Mpok Nori, sebagai rentetan sejarah perkembangan tari Betawi yang tidak dapat dipisahkan keberadaanya.

Dengan program ini, kami berharap dapat memberikan

PENGANTAR KOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTA

Page 14: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.12kesempatan kepada publik untuk berdialog secara langsung dengan para senimannya, untuk mendapat gambaran betapa pentingnya kemampuan kepenarian seorang seniman tari dan kematangan teknik menari yang sempurna. Selain itu, publik dapat mengetahui perjalanan karir mereka dalam menciptakan karya tari pengembangan dari tradisinya.

Demikian atas segala dorongan semangat dan kebersamaan kita semua untuk saling menjaga, menikmati dan menghargai kesenian kita, Komite Tari mengucapkan terima kasih yang tulus dari hati yang paling dalam.

Sukarji Sriman Ketua Komite TariDewan Kesenian Jakarta2013-2015

Page 15: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

13.

FOREWORD

THE existence of dance - as part of culture - are created and supported by human beings who continuously strive to live. This life-long striving gives birth to strong individuals, and in the arts, such people eventually earn the title of master or true artist.

To close the year of 2014, the Dance Committee of the Jakarta Arts Council, will run a program, Telisik Tari: Tari Betawi “Cokek dan Topeng” (Instigate/Investigate Dance: the Cokek and Topeng/Mask dances from Betawi), which will describe that the potentials of traditional artists in creating and dancing still have artistic value and thus, highly aesthetic. The intensity of movement and the music composition presented here co-shape a totality in form of movement structure that instills an in-depth of meaning and rasa.

“Telisik Tari Betawi” will feature various numbers such as the Sipatmo dance as a result of revitalization of its musical composition, a version of new development and creation of Sipatmo dance, the original Topeng Tiga (Three Masks), and its development by Wiwiek Widyastuti as well as typical Betawi bantering by Mpok Nori as guided by Yahya, as part of the Betawi dance development that can not be separated from the whole thing Betawi.

With this program, we hope that we can give public the

PREFACE: DANCE COMMITTEE, JAKARTA ARTS COUNCIL

Page 16: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.14opportunity to directly dialogue with the Betawi artists, to get some ideas how important the skills and technique - instilled with such maturity - of a dancer. The public can also get insight on their career trajectory in creating a new dance based on certain local tradition.

From the depth of our hearts, the Dance Committee would like to thank everyone involved for their encouragement and collaboration in order to guard, preserve and appreciate our own local cultures.

Sukarji Sriman Head of Dance Committee Jakarta Arts Council

Page 17: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

15.SAMBUTAN PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK

MERAWAT TARI TRADISI

KEGIATAN seni dan budaya melalui pertunjukan tari tradisi yang diperkaya dengan seminar dan masterclass yang dilaksanakan oleh Dewan Kesenian Jakarta bekerjasama dengan PT Daya Dimensi Indonesia merupakan inisiasi yang sudah sepatutnya kita apresiasi bersama karena kegiatan ini sangat penting untuk perkembangan seni dan budaya khususnya seni dan budaya Betawi.

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) bangga men jadi bagian dari upaya pengembangan kesenian tari tradisi ini. Dukungan kami pada kegiatan ini merupakan salah satu bukti kepedulian PGN terhadap pelestarian seni dan budaya Indonesia.

Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan apresiasi ma -syarat terhadap seni tari Indonesia sekaligus dapat menjadi sum-ber referensi dan diskusi tari tradisi dalam upaya membangun kesa da ran akan pentingnya merawat tari tradisi melalui diskusi, pengajaran singkat dan pertunjukkan.

Mari kita bersama-sama melestarikan, mencintai dan meng-gaungkan segala kemuliaan kebudayaan Indonesia, khu susnya tari tradisi.

Page 18: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.16PREFACE: PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK

TAKING CARE OF DANCE TRADITION

THE activities in arts and culture through presenting traditional dance performances, enriched with seminar and master class that the Jakarta Arts Council is organising - in collaboration with PT Daya Dimensi Indonesia - is an initiation that worth our appreciation, since such events are important for the development of arts and culture, especially those of Betawi - the ethnicity of native Jakarta.

Thus, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) is proud to be part of such effort. Our support to this activity is simply a way of showing our concern to the preservation of the arts and culture of indonesia.

We certainly hope that this event can increase the appreciation of the society towards the Indonesian dance as well as can be a source of reference that triggers discussion in dance tradition, in order to build the awareness of how important it is to take care our dance tradition through discussion, short learning and performance.

Let us together preserve, love and disseminate all the grandeur of Indonesian culture, especially the dance tradition.

Page 19: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

17.

TARI BETAWI: “COKEK DAN TOPENG”

PROGRAM Telisik Tari adalah program pengembangan dari program tahun-tahun sebelumnya yang lebih dikenal dengan nama Maestro! Maestro!. Jika program Maestro! Maestro! ditujukan untuk menampilkan kembali pertunjukan oleh para empu tari di lingkup keragaman tradisi kepenarian di Indonesia (termasuk tradisi tari balet klasik Barat), maka Telisik Tari bermaksud menukik lebih dalam menjadi semacam wahana dan wadah dalam membicarakan persoalan-persoalan di seputar istilah-istilah “tari, tradisi dan tradisional”.

Untuk edisi pertama Telisik Tari, dipilihlah konteks kebudayaan Betawi sebagai pokok bahasan, dengan Tari Topeng dan Tari Cokek sebagai tema utama. Untuk itu, Komite Tari DKJ melibatkan Julianti Parani, Ph. D, sebagai salah satu pakar di bidang kesenian Betawi sebagai konsultan dalam merancang rangkaian acara yang terdiri dari revitalisasi, dokumentasi, pementasan, masterclass dan seminar ini. Salah satu narasumber yang penting yang segera diundang oleh Ibu Julianti adalah Pak Rachmat Ruchiat, seorang pemerhati, peneliti maupun budayawan–meski beliau secara

TENTANG TELISIK TARI DKJ

Page 20: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.18spesifik menolak ketiga sebutan tersebut (sila baca makalahnya di buku program ini)–yang dengan murah hati membagikan pengetahuan serta jejaringnya untuk membantu merevitalisasi Tari Sipatmo—yang mendasari perkembangan dan asal-usul Cokek di dalam khazanah kesenian Betawi.

Penciptaan karya seni yang bernilai estetik maupun sebagai bagian dari dinamika kebudayaan tidak pernah terjadi dalam ruang vakum yang steril. Menelusuri sejarah Sipatmo sambil menelisik perkembangan Cokek serta kaitan keduanya adalah kisah mengenal pembentukan identitas budaya Betawi yang multikultural alias tidak luput dari pengaruh-pengaruh kebudayaan lain yang berlintasan dalam ruang sejarah yang dinamis dan mempengaruhi kekinian kita.

Pengaruh kebudayaan Tionghoa—baik secara estetika maupun produksi–-serta pengaruh lokal yang balik mempengaruhinya adalah dinamika yang dapat kita jumpai dalam kebudayaan di mana saja, tentu saja dengan kekhasan masing-masing.

Komite Tari merasa sangat beruntung bisa berkolaborasi dengan para pakar, pemerhati dan pelaku tari dan kesenian Betawi dalam menelisik apa yang pernah dikenal dan masih kita kenali sebagai tari Betawi. Tradisi bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sebuah konstruksi kesejarahan dan ketubuhan yang dinamis. Telisik Tari adalah upaya menelusuri tradisi sekaligus membaca kembali dengan kritis proses kebudayaan yang melatarinya, sebagai upaya mengenal kembali identitas kita beserta segala perubahannya.

Komite Tari - Dewan Kesenian Jakarta2013-2015

Page 21: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

19.

BETAWI DANCES: “TOPENG & COKEK”

TELISIK Tari is developed from previous program more popular under the title Maestr!o Maestro!. If Maestro! Maestro! was aimed to re-stage performances by the dance masters - living legends - from a diverse dancing traditions in Indonesia (including Western classical ballet), Telisik Tari focuses on delving deeper to be a platform where problems around terminologies “dance, tradition and traditional” are discussed and discoursed.

For the first edition of Telisik Tari, Betawi - the native Jakartan - culture is selected to be the topic, with Topeng and Cokek dances at its central theme. Thus, the Dance Committee of the Jakarta Arts Council invites Julianti Parani, Ph. D, as one of the respected experts in Betawi arts and culture, to be a consultant in designing a series of events ranging from revitalization, documentation, performances, master class and seminar. One of the most important sources that Ibu Julianti invites is Pak Rachmat Ruchiat, a keen observer, researcher as well as Betawi cultural connoisseur - although he himself always refuses to be subjected into these three titles (please read his paper in this program book) - who

ON TELISIK TARI DKJ

Page 22: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.20generously shares his knowledge and his network to assist on revitalizing Sipatmo dance - which bases the origin and further development of Cokek within the realm of Betawi arts and culture.

Creating arts that have an aesthetic value or as part of cultural dynamic never takes place in a sterile, vacuum space. Traversing the history of Sipatmo whilst instigating/investigating the development into its Cokek for altogether with how the two linked, is a story of recognizing the identity-making of Betawi that is multicultural or in another word, not immune to other cultural influences that had passed within a dynamic historical space and something that keep affecting our contemporary time.

The influence of Chinese culture - aesthetic wise or production wise - as well as the local influence that feed into it is a dynamic that can be found elsewhere, for sure with each cultural idiosyncrasy.

The Dance Committee is privileged to collaborate with experts, keen observer and practitioners of Betawi dance and its other arts, in our joint effort of instigating/investigating what we once knew and still know as Betawi dance. Tradition is not something static, but it is more a construction of something historicity and dynamic embodiment. Telisik Tari is an effort to traverse the tradition as much as to critically re-reads the cultural process that feeds to it, as a way of recognizing our identity and all the changes that follow.

Dance Committee - The Jakarta Arts Council 2013-2015

Page 23: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

21.

Page 24: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.22

Page 25: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

23.

Page 26: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.24

Page 27: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

25.

TELISIK BETAWI: DARI REKONSTRUKSI

HINGGA PENGEMBANGAN TARI TRADISIONAL

oleh Juliati Parani, Ph.D

SipatmoRekonstruksi adalah usaha membangun atau menciptakan kembali (atau disebut juga sebagai ‘rekacipta’), baik pengetahuan berbentuk perangkat keras maupun lunak yang telah lenyap (seluruhnya atau sebagian), rusak atau terlupakan untuk dinyatakan kembali. Produk budaya sebagai warisan tak-benda yang merupakan bentuk perangkat lunak masyarakat masa lampau paling rawan menjadi korban karena termakan zaman. Warisan pengetahuan dari persepsi manusia yang bernilai kemudian tertantang untuk diangkat kembali karena mengandung pengetahuan faktual tersembunyi dari rahasia ekspresi yang sirna. Makna estetika dalam tari tradisional yang

MAKALAH PEMBICARA SEMINAR

Page 28: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.26berdaya bagi umat manusia perlu diberi kekuatan agar bisa menjadi sumber daya kembali bagi kehidupan spiritual manusia.

Proses rekacipta pada dasarnya adalah kekuatan menganalisa sisa peninggalan dalam bentuk teks, sisa sisa bentuk, maupun potensi memori dari pelaku dan pengamat pemangku warisan budaya. Pemahaman rekonstruksi dalam warisan tak-benda sebagai perangkat lunak manusia di masa lampau pada dasarnya berpegang pada kaidah-kaidah sebagaimana terdapat dalam pemanfaatan tradisi lisan sebagai ilmu pengetahuan.

Setelah kita merdeka dan justru ketika kita sudah berdaulat kembali, banyak kesenian tradisional kita hilang ataupun menjadi kabur citranya, korban perkembangan zaman, sehingga perlu diteliti, dianalisa dan direkonstruksi agar kepemilikannya bermakna kembali bagi masyarakatnya. Begitula kisah fenomena kebangkitan seni tradisional Betawi yang termakan kemegahan kota Jakarta. Sekitar tahun 1970-an, kesenian tradisional Betawi terangkat melalui berbagai program pembinaan dan hingga kini usaha rekonstruksi berbagai bentuk yang terpendam masih berfungsi. Pada kesempatan ini adalah tari Sipatmo yang akan mengalami usaha rekonstruksi untuk dikembangkan sebagai cikal bakal tari tradisional Cokek yang keburu cenderung degeneratif, baik dalam pewarisannya maupun penampilan kreasi barunya.

Program pembinaan kurang lebih empat-puluh tahun lalu telah membawa teater Betawi seperti Lenong dan Topeng berkembang menjadi khazanah warisan budaya yang dapat dibanggakan pada masa kini, baik dari bentuk teater maupun musik dan tarinya. Di sana sini masih terjadi kekosongan karena kurang ada penelitian sebagai referensi menyegarkan dalam pengembangan kreativitas. Namun demikian berbagai kesenian Betawi lainnya telah tergali dan menggambarkan konteks pengaruh multikultural dari berbagai budaya, baik dari Indonesia sendiri maupun dari luar. Suatu meltingpot yang kaya, namun masih banyak yang tersembunyi seperti tari Sipatmo yang pada dasarnya berkembang dari lagu

Page 29: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

27.Sipatmo diiringi perangkat gambang kromong.

Pada proyek pembinaan Dinas Kebudayaan DKI–Jakarta se-kitar tahun 1980-an, tari Sipatmo mulai diperkenalkan melalui seorang tokoh yang dikenal sebagai Meme Krawang atau nama aslinya adalah Tan Gwat Nio. Tarian ini kemudian dikembangkan juga sebagai ekskul di lingkungan mahasiswa tari IKJ. Begitu pula tari Topeng Betawi diperkenalkan melalui tokoh seperti Mak Mani, Empok Nori serta teater Lenong dan Topeng Betawi masuk di Fakultas Seni Pertunjukan IKJ melalui tokoh tokoh D. Djajakusuma dan Sumantri Sastrosuwondo. Namun tidak lama, mungkin kurang dari satu dekade saja, ekskul ini lenyap dan tidak sempat diperkuat menjadi bagian kurikulum Seni Pertunjukan. Walaupun, di sisi lain, kelihatannya tari Betawi dalam kancah nasional maupun internasional dapat berkembang dengan pesat dan mendapat penghargaan di mana-mana. Gaya teater Lenong dan Topeng Betawi pun bermunculan di layar-perak dan televisi serta memberi inspirasi pada pertumbuhan teater Indonesia.

Perkembangan yang demikian mendorong seniman Betawi agar senantiasa berkiprah pada nilai budaya yang digali dari tradisi untuk dapat mengangkat kreativitas ke tingkat yang lebih baik. Tidak berputar-putar di tempat saja atau bergerak dalam lingkaran, sedangkan arena pergaulan serta perkembangan seni pertunjukan di Indonesia sudah berkembang ke mana-mana.

Penawaran alternatif terhadap tari Sipatmo pada kesempatan ini diharapkan dapat membawa perkembangan baru untuk meng-angkat seni Betawi. Sipatmo menurut Pramoedya Ananta Toer adalah lagu yang diiringi Gambang Kromong dan sangat terkenal beberapa puluhan tahun lalu di Jakarta, dan berasal dari pengaruh budaya orang Tionghoa sejak abad lampau (Hoakiau di Indonesia, 1998: 200-201). Rachmat Ruchiat, pemerhati seni Betawi semenjak puluhan tahun, menjelaskan, bahwa Sipatmo pada masa dulu merupakan tari upacara klenteng di wilayah budaya Betawi (Tari Tradisional Sipatmo, karya tulis kontingen Jakarta pada Festival

Page 30: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.28Tari tingkat nasional tahun 1988).

Sipatmo, dengan demikian merupakan peninggalan kesenian yang menggambarkan pengaruh multikultural dari perkembangan sejarah kebudayaan Jakarta. Peninggalan unik dalam budaya Betawi yang berkembang di wilayah JABODETABEK masa kini. Kesenian tradisional yang terakomodasi dalam wilayah budaya yang pada masa kini terbagi dalam berbagai ‘keterpisahan’ wilayah administratif dari pemerintah RI pada masa kini.

Dalam kesempatan ini perlu disadari bahwa kepentingan kehidupan budaya yang melahirkan berbagai bentuk kesenian ti-dak bisa dibatasi secara kaku pemilikannya ke dalam wilayah ad-minis tratif. Kalaupun pemilikan ini ingin didaftar untuk sekadar meng klasifikasi kategori budaya daerah saja, maka hal tersebut tergantung pada pemangku kesenian yang tinggal sebagai pen-duduk yang tersebar di mana-mana dalam perbedaan wilayah administratif yang bersangkutan. Kesenian sebagai bagian dari budaya tradisional memang bisa mencair melewati batas wilayah administratif sedangkan kebersamaan pemilikan perlu diperhatikan. Hanya karya atau koreografi pribadi yang perlu dihargai sebagai hak milik tersendiri sesuai kode etik yang berlaku.

Rekacipta dan usaha penawaran revitalisasi dari program Dewan Kesenian Jakarta ini perlu dilihat sebagai usaha pengem-bangan untuk mengangkat Sipatmo sebagai cikal bakal tari Cokek dengan perangkat Gambang Kromongnya, upaya yang hanya dapat terlaksana jika kita semua memperhatikan makna kebudayaan dalam pembangunan bangsa kita.

Jakarta, 31 Oktober 2014

Julianti Parani, Ph. D. adalah budayawan, peneliti & koreografer serta pemrakarsa program Telisik Tari Betawi.

Page 31: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

29.

TELISIK BETAWI:FROM RECONTRUCTION TO DEVELOPMENT OF TRADITIONAL DANCE

by Juliati Parani, Ph.D

SipatmoRECONSTRUCTION is a way of re-developing or recreating (or often described as ‘rekacipta’ in Bahasa Indonesia), of both hardware- and software knowledge that have vanished (wholly or partly), broken or forgotten, so it could be reinstated. Cultural product as intangible heritage is a form of software of the past society, prone to be obsolete over the passing time. Such knowledge heritage of valuable human perception later challenges to be revived since it contains a hidden factual knowledge from a vanishing, secret expression. The aesthetic meaning in traditional dance that is forceful for human beings need to be empowered so it can serve

ARTICLES BY THE SPEAKERS AT THE SEMINAR

Page 32: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.30as a source for our spiritual life.

This ‘rekacipta’ or reconstruction-recreating process is basically a power to analyze the heritage in forms of text, of the form’s traces, or of potential memory of the practitioner and observer of certain culture. Understanding the reconstruction of intangible heritage in the past is basically holding onto principles of how to take benefit from oral tradition as knowledge.

After our national freedom in 1945, and precisely as we took back our sovereignty, many of our traditional arts are vanishing or vague in its image, becoming the victim of progress, making it necessary for us to research, analyze and reconstruct so the ownership is again meaningful for the local society it belongs to. That is the story of revival behind the Betawi traditional arts, which somehow was swallowed by all the grandeur Jakarta was becoming to. Around 1970s, Betawi traditional arts were lifted through various programs and until now, the effort to reconstruct its various forms still can make a difference. In this instance, it is the turn for Sipatmo dance which will be reconstructed and developed as a basis for traditional dance known cokek which whose present form and new guises as new creation (of choreography) tend to be degenerative.

The ‘nurturance’ program some forty years ago has brought Betawi theatre forms such as Lenong and Topeng to be a cultural heritage that has become a pride for its people, be it the theatre, music or the dance. For sure, there are voids here and there due to the lack of research as a refreshing reference in expanding the creativity. However, other forms of Betawi arts have been surfaced and this has illustrated the context of multicultural influence from various cultures, both from local-, indigenous Indonesians and from outside. It is a rich melting pot and yet there are a lot remains hidden, such as exemplified by Sipatmo dance which historically was developed from a song under similar title accompanied by the instruments of gambang kromong ensemble.

Page 33: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

31.At the nurturance project organized by the Cultural Office of

the Municipality of Jakarta in the 1980s, Sipatmo dance started to be introduced through a figure widely known as Memeh Krawang (neé Tan Gwat Nio). This dance was later developed to be extra-curricula for students of Jakarta Institute of the Arts (IKJ). So did Topeng Betawi dance through local figures such as Mak Mani, Empok Nori alongside the Betawi local theatre forms Lenong and Topeng Betawi which were included to be the extra-curricula for IKJ student’s thanks for the intervention of D. Djajakusuma and Sumantri Sastrosuwondo. Unfortunately, this educational program lasted less than a decade, and these extra-curricula was not yet adapted to be a formal curriculum for IKJ’s Performing Arts teaching. Although on the other side, the Betawi dances seemed to gain more visibility both in national and international scene if judged by the awards they won. The styles of both Lenong and Topeng Betawi appeared everywhere, on silver screen (movie) and television, inspiring the growth of Indonesian theatre.

Such development has encouraged Betawi artists to dig the cultural values from their old tradition to improve their creativity instead of repeating the same thing as if walking around a circle, whilst the performing arts in Indonesia have reached its higher momentum.

An alternative offer to present Sipatmo in this occasion is hoped to leverage the Betawi arts unto the next level. Sipatmo - according to author Pramoedya Ananta Toer - is a song accompanied by Gambang Kromong ensemble and was very popular a few decades ago in Jakarta. Its source was from Chinese culture of previous century (Hoakiau di Indonesia, 1998: 200-201). Rachmat Ruchiat, a keen observer of Betawi arts for decades, explains that in the old times Sipatmo was a ritual dance performed in Chinese temples in Batavia (Tari Tradisional Sipatmo, paper for Jakarta troupe at the National Dance Festival 1988).

Thus, Sipatmo describes a multicultural influence to Jakarta,

Page 34: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.32a unique heritage of Betawi cultures permeating in the areas of today’s JABODETABEK (Greater Jakarta). It has become traditional arts that are accommodated into a cultural area, which nowadays is separated administratively under the present national government.

In this occasion, it is important to be aware that the interest for a cultural life, which gives birth into diverse art forms, cannot be rigidly separated into a mere administrative area. If one wishes to register such ownership - simply as way of classifying the cultural category, then it depends on the stakeholders who now live across the city, no more confined into one area. The arts as part of traditional culture can be so fluid, absorbed to crisscross its administrative border whilst a shared ownership of such certain culture should be taken into account. Only personal piece or choreography that can be solely claimed as one’s copyright following the ethic.

‘Rekacipta’ - reconstruction and revitalization - from the Jakarta Arts Council should be seen as an effort to develop and highlight the importance of Sipatmo as the origin of cokek dance with its Gambang Kromong ensemble, an effort that can only be realized if we all concern with the meaning of culture in our national development discourse.

Jakarta, 31 October 2014

Julianti Parani, Ph. D. researcher, choreographer and consultant for Telisik Tari Betawi.

Page 35: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

33.

TARI SIPATMO YANG PERNAH JAYA

oleh Rachmat Ruchiat

PrakataTULISAN ini adalah bahan pembicaraan yang akan disampaikan dalam Seminar Tari Sipatmo yang diselenggarakan oleh Komite Tari - Dewan Kesenian Jakarta pada 8 Desember 2014.

Terlebih dahulu harus saya tekankan, bahwa saya bukan seniman, bukan sarjana seni, bukan peneliti seni, apalagi budayawan. Jauh dari pada itu semua. Dengan demikian maka saya tidak mungkin berbicara seperti atau seakan-akan seorang seniman, seorang sarjana seni, seorang peneliti seni, seorang budayawan. Saya hanyalah seorang penikmat atau penggemar seni pertunjukan tradisi, termasuk berbagai bentuk dan jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di wilayah budaya Betawi, tempat saya menumpang hidup.

Menurut pengalaman saya lebih banyak informasi yang diperoleh tentang pertunjukan karya seni, semakin besar pula

MAKALAH PEMBICARA SEMINAR

Page 36: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.34kenikmatan yang dirasakan. Dan ternyata tidak sedikit tontonan tradisi yang dapat dijadikan tuntunan, seperti tari Sipatmo, bila disimak dengan baik.

1. lnformasi AwalInformasi pertama tentang lagu dan tari Sipatmo saya peroleh dari Tan Picis di Kalilio, kawasan Pasar Senen, tahun 1974, be-berapa tahun sebelum maestro gambang kromong itu mening gal dalam usia 85 tahun. Sekitar tahun 1920 dia menjadi anggota per kumpulan Ngo Hong Lauw.

Phoa Kian Sioe memberikan informasi bahwa Ngo Hong Lauw didirikan dan diketuai oleh Khoe Siauw Eng, sekretaris Kong Koan (Dewan Tionghoa), pada tahun 1913, yang mengupayakan agar orkes gambang kromong yang mulai tumbuh pada paruh pertama abad ke-17 itu dapat berkembang lebih baik dan semakin populer1). Nio Joe Lan, dalam artikelnya berjudul “Chinese Songs and Plays In Batavia” dalam The China Journal, Shanghai, Oktober 1935, menyinggung-nyinggung perkumpulan Ngo Hong Liauw, wayang cokek dan wayang simpe.

Tan Picis telah menghasilkan sejumlah album piringan hitam lagu-lagu gambang kromong pada tahun 1930-an, diproduksi oleh Firma Tio Tek Hong, Pasar Baru. Salah satu lagu dalam salah satu albumnya adalah lagu Sipatmo, yang direkam bersama lagu-lagu Bang Lian, Gunung Payung, Duri Kembang, Gula Ganting, Kulanun Salah, Bon Ceng Kawin dan Tanjung Burung, yang populer pada masa itu. Lagu-lagu tersebut liriknya biasa dinyanyikan oleh Cio kek (cokek) yang oleh Tan Picis disebut sangres.

2. Orkes Gambang KromongTari Sipatmo tidak terpisahkan dari orkes gambang kromong, orkes hasil kreasi kaum peranakan Tionghoa awal abad ke-182), yang dewasa ini sudah dianggap sebagai salah satu bentuk musik tradisional Betawi.

Page 37: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

35.Sebagaimana kita ketahui orkes gambang kromong

merupakan perpaduan antara –dengan istilah yang sekarang populer—pribumi dan non-pribumi. Yang dimaksud dengan non-pribumi di sini adalah golongan Tionghoa.

Secara fisik, unsur Tionghoa yang terdapat pada orkes gambang kromong tampak pada alat-alat musik geseknya, yaitu konghyan, tehyan dan sukong. Sedang alat musik lainnya seperti gambang, kromong, kecrek, gendang dan gong merupakan unsur yang dianggap pribumi, sebagai pengganti alat-alat musik Tionghoa, seperti yang khim, sambian, hoshiang dan pan.

Perpaduan kedua unsur itu terlihat pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukkan pribuminya seperti Jali-jali, Persi, Surilang, Balo-halo, Lenggang-kangkung, Gelatik Ngunguk, Onde-onde, terdapat lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama, melodi maupun liriknya, seperti lagu-lagu (menurut lafal setempat) Kongjilok, Pepantaw, Citnosa, Macuntay, Cutaypan.

Para pemain orkes gambang kromong merupakan per-campuran pula dari unsur pribumi dan kaum peranakan Tionghoa. Dewasa ini jumlah golongan yang disebut pertama jauh lebih banyak dari pada jumlah golongan yang kedua. Menurut pengamatan Kwee Kek Beng tahun 1930-an para pemain orkes gambang kromong yang sudah berumur lanjut, baik pribumi maupun peranakan, tampak sama mahirnya memainkan lagu Jali-jali maupun memainkan lagu Po Bin Cay Cu Siu.3)

Sampai sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, rombongan-rombongan orkes gambang kromong biasanya dimiliki oleh “cukong-cukong” golongan Tionghoa peranakan. Di kalangan para pemain gambang kromong para “cukong” itu dikenal dengan sebutan “tauke”. Para pemilik rombongan itulah yang menanggung segala biaya, seperti berbagai kebutuhan anggota-anggotanya, termasuk tempat tinggal.

Di samping dimainkan secara instrumental, orkes gambang

Page 38: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.36kromong biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian yang dilakukan oleh penyanyi merangkap penari wanita, yang biasa disebut cokek. Rombongan gambang kromong dengan cokek-cokeknya biasa disebut Wayang Cokek, sebagaimana ditulis oleh etnomusikolog kenamaan Mr. Jaap Kunst, dalam bukunya yang berjudul De Teenkunst van Java.4)

Suatu kelaziman pada pertunjukan wayang cokek, para undangan ikut menari bebas berpasangan dengan cokek. Istilah setempatnya disebut “ngibing”. Acara demikian itu merupakan atraksi utama bagi para “buaya-buaya ngibing” pada masa itu,5)

bahkan, di beberapa tempat tertentu, sampai dewasa ini.Pada acara-acara tertentu misalnya pesta keluarga dengan

undangan terbatas, tanpa diadakan tarian, orkes gambang kro-mong biasa digunakan untuk mengiringi pendendangan cerita berbentuk pantun atau syair. Pertunjukan demikian itu, yaitu or-kes gambang kromong mengiringi pendendangan syair atau pan-tun cerita, disebut gambang rancag (di wilayah budaya Betawi pinggiran) atau gambang rancak (Betawi Tengah). Syair atau pantunnya disebut rancagan atau rancakan. Mendendangkannya disebut ngerancag atau ngerancak. Pendendangnya disebut juru rancag(k).

Juru rancag Tionghoa peranakan yang terkenal pada tahun 1930-an adalah Cinpek, seorang tuna-netra dari Petak Sembilan dan Kucai dari Cileungsi yang sangat mengesankan bila mereka ngerancag Kramat Karem atau Derep Kelebuh di Laut. (Karena Cinpek cadel, kata “derep” diucapkannya “delep”. Kata “delep” itulah yang ditulis Jaap Kunst). Juru rancag pribumi yang tenar pada masa itu adalah Ji’an dan Ji’in dari Bojong Gede. Mereka dapat memikat pendengarnya dua-tiga jam bila ngerancag Posilitan atau Sanpek Eng Tay.

Sejak awal abad ke-18 orkes gambang kromong sudah di gunakan buat mengiringi pertunjukan wayang Tionghoa, baik wayang potehi, maupun yang kemudian dikenal dengan

Page 39: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

37.sebutan wayang peking, atau wayang makao, atau opera cina, membawakan cerita-cerita Tionghoa klasik, dengan bahasa, teknik dan tata pentas Tionghoa. Sejak tahun 1624 pertunjukan wayang Tionghoa dikenai pajak yang tinggi.6)

Karena semakin jarang orang peranakan yang mengerti bahasa leluhurnya, maka kemudian digunakan bahasa Melayu. Para pemainnya campuran pribumi dan peranakan. Menurut Kwee Kek Beng, kemampuan artis-artis pribumi dalam melakukan peran sebagai tokoh dalam cerita Tionghoa tidak kalah dari rekan-rekannya yang peranakan. Samirah, misalnya, seorang artis dari rombongan Swie Ban Lian di Batavia pada awal abad ke-20, tidak kalah tenarnya dari Theng Pui Nio dari rombongan yang sama dalam memerankan Hoa Bok Lan dari cerita Hoa Bok Lan Siocia, Samirah bermain sangat mengesankan sama halnya dengan Theng Pui Nio sebagai Hoa Pek Lian dalam cerita Lek Bouw Tan.

Sandiwara-sandiwara semacam Swie Ban Lian itu pada tahun 1920-an mengubah teknik, tata pentas dan cerita-ceritanya mengikuti jejak Komedi Stambul, kreasi August Mahieu, dan kemudian dikenal dengan sebutan Lenong.

3. Pergeseran Fungsi Tari SipatmoMenurut keterangan dari Tan Picis, zaman dulu tari Sipatmo biasa disajikan dalam pesta pernikahan dan sejit (ulang tahun). Kurang jelas, apakah dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari upacara itu, atau sekadar menjadi pelengkap saja. Hanya diterangkan, bahwa dalam keadaan seperti itu, orang-orang yang menyaksikan tarian itu adalah mereka yang turut dalam upacara. Dalam hal ini mereka yang menyaksikan tarian itu tidak menilainya, melainkan ada di belakangnya serta mendukung pelaksanaan upacara secara keseluruhan. Menurut keterangan Unhok (62 tahun pada tahun 1988), penduduk desa Sewan, Kabupaten Tangerang, zaman dulu tari Sipatmo hanya dibuat untuk merayakan perkawinan dan ulang tahun baba-baba besar atau orang berpangkat. Seterusnya

Page 40: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.38menjadi tontonan biasa. Pada perayaan Tahun Baru dan Cap Gomeh sering ada rombongan yang main dari rumah ke rumah, disebutnya wayang Sipatmo.

Sejalan dengan perkembangan fungsi itu, terjadi juga perkembangan bentuknya. Semula hanya merupakan gerak-gerak soja, yakni kedua belah tangan membentuk kepalan, diiringi lagu Sipatmo, diselang-seling dengan kedua tangan diangkat setinggi kepala. Kemudian dikembangkan dengan penambahan gerak-gerak soja berhadap-hadapan, diiringi lagu Posilitan. Konon, lagu itu diambil dari salah satu lagu yang biasa terdapat pada Opera Tionghoa, yang populer disebut Opera Peking, saat membawakan cerita Pho Shi Lie Tan, cuplikan dari Bu Cek Tian Kie An, sebuah balada percintaan Tionghoa kuno yang menceritakan jalinan cinta gadis Hong Kiauw dengan Pangeran Lie Tan. Kemudian ditambah dengan gerakan-gerakan orang mengayuh perahu diiringi lagu Suimia yang populer disebut lagu Dayung Sampan. Gerakan-gerakan penutup menunjukkan sembilan lawang pada badan.

4. Gerak dan MaknaDari beberapa narasumber, terutama dari Memeh Karawang, (terlahir Tan Gwat Nio) diperoleh informasi, bahwa ragam ge-rak tari Sipatmo ada yang mengandung arti. Seperti gerak soja di dada mengisyaratkan agar hati selalu bersih. Gerak soja berhadap-hadapan, melambangkan saling hormat-menghormati dan saling sayang-menyayangi. Gerakan mengayuh perahu bermakna berani mengarungi samudra kehidupan. Gerak-gerak selanjutnya merupakan stilisasi gerakan menunjuki sembilan lawang, “pintu” masuknya noda yang kalau tidak dijaga dengan baik dapat mengotori sanubari.

Walaupun tampaknya tidak begitu mementingkan bentuk pengungkapannya, makna tari Sipatmo yang saya tangkap, dengan sebuah kalimat pinjaman dari senandung Aa Gym, Ustadz Gymnastiar adalah

Page 41: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

39.

“Jagalah hati jangan dinodaiSyukurilah segala nikmatDengan mengasihi sesame umatArungi samudera kehidupanDengan keberanian penuh perhitunganPelihara selalu sembilan lawangJalan masuk godaan setan”

5. Tata BusanaMenurut Jaap Kunst,7) cokek biasa mengenakan baju kurung. Rambutnya dikepang diikat dengan jalinan benang sutra merah. Phoa Kian Sioe8) menyatakan, bahwa cokek yang sanggulnya diikat dengan jalinan benang sutra hanya melayani ngibing bagi penonton.

Sebagai Cokek pada tahun 1950-an, Memeh Karawang, yang telah disebutkan di atas, biasa mengenakan baju kurung warna cerah, dengan sanggul diikat jalinan benang wol berwarna merah.

6. Kesempatan TampilMenurut keterangan para pendukung aktifnya, seperti Memeh Karawang, tari Sipatmo hampir tidak pernah ditampilkan lagi sejak tahun 1950-an. Masyarakat peranakan Tionghoa di wilayah budaya Betawi yang menyelenggarakan perayaan, tampaknya tidak begitu tertarik lagi untuk menampilkan tari ini. Mereka lebih senang dengan apa yang dikenal dengan sebutan tari cokek, sebagai tari pergaulan dengan kedudukan laki-laki pengibing lebih tinggi dari penari wanita. Para cokek, menarinya asal goyang, dan seringkali erotis.

7. Penataan UlangPada tahun 1988, beberapa tahun sebelum Memeh Karawang meninggal, ia mengatakan bahwa sudah lebih dari 30 tahun ia

Page 42: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.40tidak pernah menarikan tari Sipatmo, sehingga sudah lupa-lupa ingat akan perbendaharaan ragam gerak tarinya. Demikian pula para penabuh gambang kromong, yang sudah berumur lanjut pun sudah jarang yang dapat membawakan lagu pengiringnya.

Dalam rangka Festival tari Rakyat Tingkat Nasional Tahun 1988, Bidang Kesenian Kantor Wilayah DKI Jakarta menetapkan tari Sipatmo untuk diikut-sertakan sebagai kontingen DKI Jakarta.

Sesuai dengan petunjuk Panitia Pusat, penyajian tari tersebut pada kesempatan itu tidak dilakukan pengolahan, kecuali dibuat berpola tetap, tanpa mengubah dan menambah geraknya yang asli.

Pada kesempatan tersebut ditampilkan penari-penari yang bukan pendukung aslinya, karena kondisi badan para pendukung aslinya sudah rapuh, kecuali seorang yang dalam hal ini ditunjuk sebagai pelatih merangkap sebagai penabuh ning-nong, yaitu Memeh Karawang.

1) Phoa Kian Sioe, Orkes Gambang, Hasil Kesenian Tionghoa Peranakan di Jakarta, dalam majalah

Pantjawarna no.9 Juni 1949 hal 39.

2) Phoa Kian Sioe, loc cit, hal 38.

3) Kwee Kek Beng, Het Cultureele Leven Der Chineezen In Nederlandsch-lndie, dalam Koloniale Studien,

1936, hal 87.

4) Mr. Jaap Kunst De Toonkunst van Java, Martinus Nyhoff ‘Gravenhage 1934, jilid pertama hal 308.

5) Tanu TRH, Ngibing di Pesta Jaman Bedil Sundut dalam majalah Intisari no.164, 4 Juni 1977, hal 168.

6) Dr. F. de Haan, Oud Batavia, cetakan kedua, Bandung, AC.Nix & Co MCMXXXV.

7) Mr. Jaap Kunst, loc cit.

8) Phoa Kian Sioe, loc cit

Page 43: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

41.

ONCE A DARLING: SIPATMO DANCE

by Rachmat Ruchiat

Introduction This article is the material written for the Seminar on Sipatmo Dance, which will be organized by the Dance Committee of the Jakarta Arts Council on 8 December 2014.

First of all, I have to underline that I am not an artist, nor an arts graduate, not arts researcher, let alone critic on culture. Far from all those. This way, it is impossible for me to talk as - or as if - an artist, an arts graduate, an arts researcher or a culture commentator. I simply consume the arts or am a fan of traditional performances, including those various forms and genres that developing and growing within the cultural area of Betawi, where I live.

According to my experience, the more information about an artwork, the more we can enjoy it. And, as it turns out, there are many traditional performances that can guide us in life, like

ARTICLES BY THE SPEAKERS AT THE SEMINAR

Page 44: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.42Sipatmo dance, if only we want to listen and learn.

1. Preliminary Information The first information about the song and dance of Sipatmo I got from Tan Picis of Kalilio, in the area of Pasar Senen, in 1974, just a few years before this gambang kromong master passed away at the age of 85. Around 1920, he became a member of Ngo Hong Lauw group.

Phoa Kian Sioe informed me that Ngo Hong Lauw was founded and chaired by Khoe Siauw Eng, secretary Kong Koan (Board of Chinese People), in 1913, who tried their best to make the gambang kromong ensemble that originated from the first half of the 17th century improve and become more popular1. Nio Joe Lan, in an article titled “Chinese Songs and Plays In Batavia” published in The China Journal, Shanghai, October 1935, did mention about this Ngo Hong Liauw troupe, wayang cokek and wayang simpe.

Tan Picis had produced quite a number of LPs of gambang kromong songs in the 1930s, produced by Firma Tio Tek Hong, Pasar Baru. One of the songs in his albums is Sipatmo, recorded together with songs titled Bang Lian, Gunung Payung, Duri Kembang, Gula Ganting, Kulanun Salah, Bon Ceng Kawin and Tanjung Burung, those popular songs of the era. The lyrics of these songs were used to be sung by Cio kek (cokek) whom Tan Picis called sangres.

2. Gambang Kromong Ensemble Sipatmo dance was inseparable from gambang kromong ensemble, an ensemble created by the Chinese diaspora in the beginning of 18th century2), which nowadays is perceived as one of many forms of Betawi traditional music.

As most of us know, the gambang kromong ensemble is a combination of - a term that is popular today - ‘pribumi’ or indigenous and ‘peranakan’ or non-indigenous musicians. The latter refers to the Chinese-descent.

Page 45: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

43.Physically, the Chinese element in gambang kromong is visible

through its stringed instruments, e.g. konghyan, tehyan and sukong. Meanwhile the other musical instruments such as gambang, kromong, kecrek, gendang and gong are perceived indigenous, to replace the Chinese ones such as yang khim, sambian, hoshiang and pan.

The combination of those two elements is also visible in the songs. Apart from the songs that suggest the pribumi source such as Jali-jali, Persi, Surilang, Balo-halo, Lenggang kangkung, Gelatik Ngunguk, Onde-onde, there are also those with Chinese one, be in the name, melody or lyric such as songs titled Kongjilok, Pepantaw, Citnosa, Macuntay, Cutaypan.

The players of gambang kromong ensemble comprise both pribumi and peranakan people. Nowadays, the first outnumbers the latter. Kwee Kek Beng observers that in the 1930s, the gambang kromong players were usually elderly, this applied to both pribumi and peranakan, and both are equally skillful in playing the songs like Jali-jali or Po Bin Cay Cu Siu.3)

Up until the end of 19th century and the beginning of 20th

century, “cukong-cukong” or Chinese rich men usually owned the ensembles of gambang kromong. Among the gambang kromong players, these “cukong” were known as “tauke”. It was these owners who picked up the bills for individual needs of the ensemble, accommodation included.

Besides being played instrumentally, gambang kromong ensemble was used to accompany sing-a-song and dances by the female singer-dancer, who was called cokek. The gambang kromong ensemble with its cokeks were usually called wayang cokek, as reported by the prominent ethnomusicologist Jaap Kunst, in his book entitled De Teenkunst van Java.4)

It was a normal thing then happening in wayang cokek performance when the guests freely dance in pairs with the cokek. It was called “ngibing”. Such social dancing was the main attraction

Page 46: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.44for the “buaya-buaya ngibing” - literally means ‘ngibing crocodiles’ or the Casanovas of the party, even, in certain places, until now.

At certain parties, for instance limited family party, without any dances, the gambang kromong ensemble was usually for accompanying the sung verses or story telling. Such performance, when a gambang kromong ensemble accompanying sung verses or story telling, was called gambang rancag (within the area of peripherial Betawi) or gambang rancak (Central Betawi). The verses (pantun) are called rancagan or rancakan. The act of listening to it was called ngerancag or ngerancak. Those who perform it were called juru rancag (rancak).

The juru rancag of Chinese descent (peranakan) who hit fame in the 1930s was Cinpek, a blind man from Petak Sembilan and Kucai from Cileungsi - both were impressive when they performed ngerancag Kramat Karem or Derep Kelebuh di Laut. Since Cinpek could not spell the letter ‘r’, the word “derep” was pronounced “delep”. It was the word “delep” that went into the report by Jaap Kunst. The famous juru rancag of pribumi descent back then was Ji’an and Ji’in from Bojong Gede. They could lure their listeners for two-three hours long when they were performing ngerancag Posilitan or (the popular story of ) Sanpek Eng Tay.

Since the beginning of 18th century, the gambang kromong ensemble was used to accompany performance of Chinese wayang Tionghoa, whether wayang potehi, or those which later was known as wayang peking, wayang makao, or opera cina, playing classical Chinese stories in Chinese with technique and staging of Chinese style. Since 1624 these Chinese wayang performances were highly taxed.6)

Since less and less Chinese peranakan who could understand their ancestors’ mother tongue, so Malay was used instead. The players were both pribumi and peranakan. According to Kwee Kek Beng, the skill of these pribumi artists in playing the roles in the Chinese stories were no less good than their peranakan

Page 47: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

45.counterpart. Samirah, for instance, an artist from the troupe of Swie Ban Lian in Batavia in the beginning of 20th century, was equally popular like Theng Pui Nio from similar troupe in playing the role of Hoa Bok Lan from the Hoa Bok Lan Siocia story. Samirah had played it so well like Theng Pui Nio did as Hoa Pek Lian in the story of Lek Bouw Tan.

Such dramas like Swie Ban Lian in the 1920s had changed the technique, staging and the stories, following the footstep of Komedi Stambul, of August Mahieu, and later was known as Lenong.

3. The Shifting Function of Sipatmo DanceAccording to Tan Picis, in the old days, the Sipatmo dance was usually performed in wedding or sejit (birthday party). It was not clear whether it became inseparable event from those ceremonies, or it simply existed as to complete the whole affair. It was simply explained that in those situations, the people who watched the dance were those who participated in the ceremony. In this case, they who watched the dance didn’t evaluate it, instead they were supporting all the event entirely. According to Unhok (62 year in 1988), the villagers of Sewan village, Tangerang regency, in the old times, the Sipatmo dance was only performed to celebrate wedding and birthday of big Chinese bosses (baba-baba besar) or people of high rank in the society. But later, it became just another ordinary entertainment. At the Chinese New Year and Cap Gomeh celebrations, there were troupes playing from door to door, and they were called wayang Sipatmo.

Alongside with this function, another development of its form took place. In the beginning, it only involved movement called soja, e.g. both hands forming a fist, acoompanied by Sipatmo song, alternating the both hands lifted up to head-high. Later, adding soja that was performed in pairs facing each other, accompanied by Posilitan song, developed it. It was said that this song was taken from one of the songs usually performed at the Chinese Opera, or

Page 48: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.46popularly known as Peking Opera, when they performed the story of Pho Shi Lie Tan, excerpts from Bu Cek Tian Kie An, an old Chinese love ballad which tells the story of Hong Kiauw girl with Prince Lie Tan. Later on, it was done by adding a bow-rowing movement with accompaniment of song titled Suimia, which became popular as Dayung Sampan (row the boat) song. These closing movements show nine lawang - literally means ‘door’ or referring to the holes of human sensuous desires - on the body.

4. Movement and Meaning From various sources, especially from Memeh Karawang (neé Tan Gwat Nio), we were informed that some of the movements of Sipatmo dance had a meaning. For instance, the soja movement on the chest signals that our heart has to remain clean. Soja movement facing each other, symbolizes mutual respect and mutual care. The boat-rowing movement means to be brave in living a life. Other movements are stylized movements referring to nine lawang, “doors” through which enter the dirts, that if we don’t guard it, it can taint our conscience.

Although it seems not to emphasizes the form of expression, the meaning of Sipatmo dance that I understand, borrowing the words from the humming of Aa Gym, Ustadz Gymnastiar, is like following:

“Keep your heart so it won’t be tainted Be grateful for all the blessings By practicing compassion to others Live your life With calculated bravery Always guard the nine lawangThe entrance of all devilish seduction”

Page 49: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

47.5. Costume According to Jaap Kunst, cokek usually wore a baju kurung or traditional long blouse. Her hair is braided with red silk thread. Phoa Kian Sioe says that only cokek whose hair bun is tied with silk thread will respond to ngibing invitation from audience.

As Cokek in the 1950s, Memeh Karawang, the one I mentioned above, usually wore a bright-colored baju kurung, her hair bun tied with red wool thread.

6. Opportunity to Perform According to its active supporters, like Memeh Karawang, Sipatmo dance was almost no more performed since 1950s. The Chinese peranakan (diaspora) community living within Betawi cultural area who staged festivity, didn’t seem to be interested in presenting this dance anymore. They preferred with what was known as cokek dance, a social dance form where the men’s status is higher than the female dancer. Movement wise, these cokek dance as they wish, and often they do it erotically.

7. Reconstruction In 1988, a few years before Memeh Karawang passed away, she said that there had been over 30 years since she danced Sipatmo, so she was not sure that she remember the movements correctly. So did the musicians of the gambang kromong ensemble, who became old and seldom played the accompanying music.

At the National Folk Dance Festival in 1988, the Art Department of Jakarta government declared Sipatmo dance to represent the city.

In line with the Central Organizer, the presentation of the dance in that particular event didn’t involve any new development, except to keep the old pattern, without changing or adding on to the original movements.

At this event, new dancers - not the once original dancers

Page 50: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.48- performed the dance since the latter had become old, except those responsible to be a trainer as well as the player of ning-nong, who happened to be Memeh Karawang.

1) Phoa Kian Sioe, Orkes Gambang, Hasil Kesenian Tionghoa Peranakan di Jakarta, in Pantjawarna magazine,

no.9 June 1949 page 39.

2) Phoa Kian Sioe, loc cit, page 38.

3) Kwee Kek Beng, Het Cultureele Leven Der Chineezen In Nederlandsch-lndie, in Koloniale Studien, 1936,

page 87.

4) Jaap Kunst De Toonkunst van Java, Martinus Nyhoff ‘Gravenhage 1934, first edition, page 308.

5) Tanu TRH, Ngibing di Pesta Jaman Bedil Sundut in Intisari magazine, no.164, 4 Juni 1977, page 168.

6) Dr. F. de Haan, Oud Batavia, second print, , Bandung, AC.Nix & Co MCMXXXV.

7) Jaap Kunst, loc cit.

8) Phoa Kian Sioe, loc cit

Page 51: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

49.

COKEK: MILIK BETAWI NAMUN ASLI CINA

BENTENG

oleh Risma Sugihartati, M.Si.

PERTAMA kali mendengar kata Cokek, saat itu saya duduk di kelas empat sekolah dasar, saya mengetahui kata cokek sebagai salah satu nama tarian asli Betawi. Kata cokek yang didahului dengan kata tari di awalnya tentu saya temukan di buku Pendidikan Lingkungan dan Kesenian Jakarta (PLKJ) saat itu. Terdapat gambar yang memperlihatkan dua orang penari dengan baju khas Betawi, rambut dicepol dan menggunakan hiasan kepala seperti topi sedang memperagakan gerakan tari. Saat itu saya yakin betul bahwa tari cokek adalah tarian asli Betawi dan salah satu kesenian yang berasal dari kota kelahiran saya. Keyakinan saya semakin bertambah besar ketika saya ikut berlatih tari di Anjungan Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), bahwa Cokek adalah tarian asli Betawi. Terlebih, di dalam buku pelajaran

MAKALAH PEMBICARA SEMINAR

Page 52: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.50tentang kesenian Jakarta dan buku yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, dituliskan dengan sangat jelas bahwa cokek adalah salah satu tarian khas Betawi. Musik yang mengiringi tarian ini adalah gambang kromong yang juga merupakan musik khas Betawi.

Seiring bertambahnya pengetahuan dalam diri saya, keyakinan tentang tari cokek merupakan tarian asli Betawi mulai pudar. Pergelaran tari cokek yang dibawakan oleh sanggar-sanggar tari di Jakarta sangat jauh berbeda dengan penggambaran Benyamin Sueb dalam lagunya “Nonton Cokek”. Lagu tersebut sering saya dengar waktu kecil dari tetangga saya yang asli Betawi. Dalam lagu tersebut sangat jelas digambarkan bahwa cokek diiringi oleh musik gambang, ditambah ada kata “brengsek” yang menurut saya menjelaskan adanya himbauan untuk tidak menimbulkan keributan. Dari situlah, saya mulai bertanya tari Cokek dari manakah asalnya yang digambarkan oleh Benyamin tersebut. Ada lagi lirik dari lagu tersebut yang membuat saya semakin penasaran yakni “Ngok sengak sengok bengok cokeknye dicipok kakek ude’ mabok”, membuat saya semakin penasaran. Begitu berbedanya cokek yang digambarkan dalam lirik lagu Benyamin dengan yang pernah saya tonton.

Rasa penasaran saya sedikit demi sedikit mulai terjawab, dari salah satu tulisan yang pernah saya baca bahwa pada tahun 1975 tentang bagaimana Gubernur Ali Sadikin berupaya untuk me-reka cipta tradisi Betawi. Usaha pertama dalam menyentuh tradisi lo kal adalah menggali dan mengembangkan tadisi teater rakyat Betawi, Lenong, dengan tujuan untuk menghidupkan kembali Lenong yang sedang menuju pada kepunahan (Shahab, 2003: 49). Begitupun halnya dengan gambang kromong dan cokek, juga mengalami rekacipta, hanya saja penerimaan masyarakat Betawi terhadap dua kesenian ini berbeda. Baik gambang kromong dan cokek sama-sama berasal dari pinggiran Jakarta. Untuk diterima sebagai salah satu kesenian betawi tidaklah sulit untuk gambang

Page 53: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

51.kromong. Berbeda dengan cokek, sulit diterima karena seni ini berkaitan erat dengan judi, alkohol dan wanita seperti digambarkan dalam lagu Nonton Cokek. Cokek tidak pernah dimunculkan da-lam acara kebetawian, khsusnya acara formal pemerintah dan Betawi pada umumnya. Ditambah lagi, Cokek hanya dijadikan sebagai lahan inspirasi kreasi tari Betawi kontemporer. Walaupun pada mulanya sering terdapat penolakan dari masyarakat Betawi terhadap hasil rekacipta tari Betawi karena tidak dilihat sebagai tari Betawi, secara lambat laun dalam waktu yang tidak terlalu lama, tari hasil kreasi ini muncul dengan label Betawi. Bukan saja tidak ada alasan ataupun kekurangan dari penampilannya, melainkan akan miskinlah tradisi kontemporer orang Betawi bila selalu menolak (Shahab, 2003: 51).

Sampai di sini, rasa penasaran saya mengenai perbedaan penggambaran cokek cukup terjawabkan. Alih-alih karena upaya pemerintah kota Jakarta masa Ali Sadikin untuk mencegah tradisi Betawi dari kepunahan, telah muncullah kreasi baru tari cokek dengan label Betawi. Sementara itu, cokek asli yang dijadikan sebagai inspirasi para koreografer untuk menciptakan tarian yang indah masih tetap ada, seiring masih adanya masyarakat pendukung kesenian ini yakni Cina Benteng. “Asli” di sini dalam pengertian masih berkaitan erat dengan judi, alkohol dan pergaulan bebas serta tradisi orang Cina Benteng sendiri dan “ketergantungan” mereka terhadap gambang kromong dan cokek.

Masih belum terpuaskan dengan jawaban di atas, saya berusaha mencari literatur yang menjadi benang merah dan jawaban atas pertanyaan dasar diangkatnya gambang kromong dan cokek sebagai dua dari kesenian Betawi. Untuk menjawab ini perlu ditarik waktu yang sangat jauh yakni ketika awal mula dibangunnya kota Batavia pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Singkat sejarah, musik gambang kromong berasal dari orkes gambang yang menjadi sering dimainkan setelah dibebaskannya Kapiten Ni Hoe Kong, seorang Kapiten Cina,

Page 54: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.52dari tempat pengasingannya di Manado. Orkes ini semakin berkembang, dahulu lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu yang menceritakan kehebatan seorang tokoh, menteri, leluhur, atau orang-orang yang dianggap hebat pada zamannya. Terutama bagi orang Tionghoa yang berada di Batavia pada masa itu.

Menurut Phoa Kian Sioe (1949), orkes gambang sudah bercampur dengan musik sunda. Sekitar tahun 1880 atas usaha Tan Wangwe dengan dukungan Bek (Wijkmeester) Pasar Senen Teng Tjoe, Orkes Gambang mulai dilengkapi dengan Kromong, Kempul, Gendang, dan Gong. Lagu-lagunya ditambah dengan lagu Sunda Populer. Sejak itulah dikenal dengan nama orkes Gambang Kromong. Pada masa lalu popularitas orkes gambang kromong umumnya terbatas dalam lingkungan masyarakat keturunan Cina dan masyarakat yang langsung atau tidak langsung banyak menyerap pengaruh kebudayaannya.

Pada tahun-tahun itu disinyalir bertepatan dengan bangkrutnya VOC karena jatuhnya harga gula sebagai komoditas utama pemerintah Belanda, terjadi krisis global. Para bangsawan yang dahulu memiliki kelompok kesenian sebagai sarana hiburan privat, sudah tidak lagi dapat menghidupi kelompok tersebut. Termasuk pula, kelompok gambang kromong yang berada di Batavia waktu itu, untuk menarik minat orkes Gambang berpadu dengan musik Sunda yang lebih menghentak. Bangsawan dan pengusaha banyak yang beralih membangun rumah hiburan dengan menggelar pertunjukan gambang kromong ini. Agar lebih menarik tamu yang datang, ditambahlah para wanita cantik yang tidak hanya pintar menyanyi tetapi juga pandai menari (lihat Brakel, 1995).

Istilah cokek berasal dari istilah Cina dialek Hokkian chioun-khek yang artinya menyanyi (to sing a song). Jadi wayang cokek mulanya hanya berprofesi sebagai penyanyi lagu-lagu dalem, bukan penari. Tidak dikenal istilah penari cokek, sebab cokek bukan tarian, tetapi menyanyi (Saputra, 2007). Perjalanan sejarah yang

Page 55: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

53.mengiringi perkembangan gambang kromong dan cokek membuat kesenian ini khususnya di Batavia berasosiasi dengan judi, alkohol dan pergaulan bebas.

Menarik dalam hal ini bahwa sejarah dan situasi politik tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan satu kesenian. Bukan mencari mana yang lebih otentik, namun memberikan penyadaran bahwa baik bentuk tari cokek kreasi baru dan bentuk asli cokek dan gambang kromong masih tetap ada sampai saat ini, dan satu sama lain saling menginspirasi untuk semakin mengembangkan kesenian terebut.

Referensi:• Phoa Kian Sioe. 1949 Orkes Gambang, Hasil Kesenian

Tionghoa Peranakan di Jakarta. Jakarta: Majalah Panca Warna No. 9

• Shahab, Yasmine Zaki. 2003 Identitas dan Otoritas: Rekon-struksi Tradisi Betawi. Depok: Laboratorium Antropologi, FISIP UI.

• Brakel, Clara. 1995. Javanese Teledhek and Chinese Tayuban. KITLV.

• Wayang Cokek. Yahya Andi Saputra, Juni 2007. dalam www.myblog.com diakses tanggal 23 November 2009

Jakarta, 12 November 2014

*Peneliti, Penata Rias dan Produser Post Production Super 8mm S

Page 56: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.54

Page 57: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

55.

COKEK: OF BETAWI BUT ORIGINALLY

OF ‘CINA BENTENG’

by Risma Sugihartati, M.Si.

I first time heard the word Cokek when I was at the fourth grade of elementary school, and learnt that cokek is one of the original Betawi dances. The word cokek as dance could be found in the book titled Pendidikan Lingkungan dan Kesenian Jakarta (PLKJ) - Education of Environment and the Arts in Jakarta - at that time. There was a picture illustrating two dancers wearing typical Betawi traditional costume, with hair bun and headdress resembling a hat, posing a dance movement. Then I was so convinced that cokek dance was an original Betawi dance and of my birth city. I became more convinced when I learnt the dance at the Jakarta Pavilion, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Moreover, in the school text book about the arts of Jakarta, as well as the text book published by the Office of Education and Culture of the Jakarta Municipality, it was

ARTICLES BY THE SPEAKERS AT THE SEMINAR

Page 58: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.56written very clear that cokek is one of the original Betawi dances. The accompanying music for this dance is gambang kromong music which is also of Betawi.

As I learnt later, my conviction that cokek is an original dance of Betawi, faded away. The cokek dance performances by the various dance collectives in Jakarta are not the same with what Benyamin Sueb - once a famous Betawi actor, singer and comedian - described in his song “Nonton Cokek” (Watching Cokek). This song was often heard when I was child played by my neighbor, a Betawi native. In this song, it is very clearly described that cokek was accompanied by gambang music, adding onto it the word “brengsek” - a swearing word - which I think help explain that there is a call in the song not to perform any trouble. From this on, I started questioning the origin of Cokek dance as Benyamin described. There are another lyrics of this song that I find so curious: “Ngok sengak sengok bengok cokeknye dicipok kakek ude’ mabok”, (roughly translated to: the cokek is kissed by my brother till she is high). How different the cokek described by Benyamin from those I saw with my own eyes.

This curiosity was slowly appeased, among them thanks to one of the writings that I read which says that in 1975 the Governor Ali Sadikin tried to ‘reconstruct-revitalize’ (reka-cipta) Betawi tradition. The first effort to do it is to dig and develop the Betawi folk theatre aiming to revive Lenong which was going to extinction (Shahab, 2003: 49). The same applied to gambang kromong and cokek, which also had gone through similar process, only the way the Betawi people respond to these forms, were different. Both gambang kromong and cokek came from peripheral Jakarta. Both of them came from peripheral Jakarta. For gambang kromong, it was well received. It’s a different case with cokek, since this dance was closely associated with gambling, drinking and women as described in the song titled Nonton Cokek. Cokek never appeared in the so-called Betawian event, especially those formal of the government and general Betawi events. Moreover, Cokek only became a source

Page 59: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

57.of inspiration for contemporary Betawi dance. Although in the beginning, it suffered a lot of rejection from the Betawi society since the result of this revived dance form was not considered as Betawi dance, but slowly, this new creation dance was labeled with Betawi. It’s not due to something is lacking in the performance, but cutting Cokek from the equation will only make the contemporary Betawi culture poorer if they persist to reject Cokek (Shahab, 2003: 51).

Up to here, my curiosity about the different images of cokek was satisfied. As part of the city government initiation under the governor Ali Sadikin to preserve Betawi tradition, appeared a new dance creation cokek with a label as something Betawi. Meanwhile, the original or authentic cokek which became the source of inspiration for choreographers to create a beautiful dance still exists, as long as its supporters, e.g. those people, the Cina Benteng community, are still around. “Authentic” here means that the dance is still associated with gambling, drinking and free lifestyle as well as the Cina Benteng tradition and their ‘dependence’ to gambang kromong and cokek.

Still not quite fully satisfied with the above answer, I tried to look for literatures, which could answer the basic question, the reason gambang kromong and cokek were revived as the pinnacle of Betawi arts. To answer this very question, we need to step back rather far in time, e.g. the beginning of Batavia during the colonial era. To make the story short, the gambang kromong music originated from the gambang ensemble which was often played after the freeing of Kapiten Ni Hoe Kong, a Chinese captain, from his exile in Manado. This ensemble expanded, by first playing songs which tell the heroic figure, minister, ancestor or extraordinary people of the era. This especially applied to the Chinese diaspora who then lived in Batavia.

According to Phoa Kian Sioe (1949), gambang ensemble was already mixed with Sundanese music of West Java. Around the year

Page 60: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.58of 1880, thanks to the effort of Tan Wangwe with the support from Bek (Wijkmeester) Pasar Senen Teng Tjoe, the gambang ensemble started to be completed with other instruments such as kromong, kempul, gendang, and gong. The songs were added with popular Sundanese songs. ‘Gambang kromong’ ensemble was born. In the old times, the popularity of gambang kromong ensemble was limited within the Chinese diaspora and the community who - directly or indirectly - absorbed its cultural influence.

In those years, around the same time with the falling of VOC into bankruptcy because of the falling of sugar price as main commodity of colonial government, a global crisis took place. The aristocrats who once owned a performing arts troupe as a private entertainment, could no longer support such groups. This didn’t exclude the gambang kromong ensembles in Batavia, hence, to attract new audience, the gambang ensemble collaborated with a more dynamic Sundanese music. Many aristocrats and businessmen then switched to build amusement house that show these gambang kromong. To lure the audience in, beautiful girls were added, those who could also sing and dance well (Brakel, 1995).

The term cokek originates from Chinese dialect of Hokkian ‘chioun-khek’ which means to sing a song. So, in the beginning, wayang cokek was only singer, not dancer. There was no such thing as ‘ cokek dancer’ since cokek was not a dance, but to sing a song (Saputra, 2007). The historical trajectory that follows the development of gambang kromong and cokek led this art form - especially in Batavia - to be associated with gambling, drinking and promiscuous lifestyle.

It is interesting to see how the history and political situation cannot be separated from the development of one art form. It is not a matter to search, which is more authentic, but to shed the light that both the new creation of cokek and the original cokek and gambang kromong still exist until today, and each inspires the other to further expand it.

Page 61: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

59.References:• Phoa Kian Sioe. 1949 Orkes Gambang, Hasil Kesenian Tionghoa

Peranakan di Jakarta. Jakarta: Majalah Panca Warna No. 9• Shahab, Yasmine Zaki. 2003 Identitas dan Otoritas:

Rekonstruksi Tradisi Betawi. Depok: Laboratorium Antropologi, FISIP UI.

• Brakel, Clara. 1995. Javanese Teledhek and Chinese Tayuban. KITLV.

• Wayang Cokek. Yahya Andi Saputra, Juni 2007. dalam www.myblog.com accessed on 23 November 2009

Jakarta, 12 November 2014

*Researcher, Make Up Artist and Producer Post Production Super 8mm S

Page 62: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.60

Page 63: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

61.

SINOPSIS TARIDANCE SYNOPSIS

Page 64: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.62

TARI SIPATMO TARI Sipatmo awalnya hadir dalam rangkaian upacara adat di Klenteng atau Wihara. Tarian ini mengalami transformasi pada abad ke-19 menjadi tari Cokek setelah seorang tuan tanah keturunan Tionghoa mulai sering menanggap tarian ini untuk memeriahkan pestanya.

Ada empat ragam gerak Tari Sipatmo yang penting dan mengandung arti, yaitu gerak soja di dada, gerak soja berhadap-hadapan, gerakan mengayuh perahu, dan gerak-gerak selanjutnya merupakan stilisasi gerakan menunjuk. Gerak soja di dada meng-isyaratkan agar menjaga hati selalu bersih. Gerak soja berhadap-hadapan adalah lambang atau pengingat untuk hormat-meng-hormati dan saling menyayangi. Gerakan seperti mengayuh perahu bermakna berani mengarungi samudra kehidupan. Gera-kan menunjuk sembilan lawang, "pintu" masuknya noda yang ka-lau tidak dijaga dengan baik dapat mengotori sanubari.

TARI DAN MUSIK SIPATMO HASIL REKONSTRUKSI

PENANGGUNG JAWAB: RACHMAT RUCHIAT

MUSIK

KOMPOSISI LAGU: N.N • SUMBER: ORKES GAMBANG TAN PICIS PIRINGAN HITAM PRODUKSI FA. THIO TEK HONG

1935 • ARANSEMEN: ATIEN KISAM • PELATIH: ATIEN KISAM DAN ENTONG KISAM • ASISTEN PELATIHAN: RAY

SEPTIAN KISAM • PEMUSIK: ATIEN KISAM, SAEFUL MASLUL, WAHYUDI NIRIN, FIRMANSYAH, RAY SEPTIAN

KISAM, WIRA, AGIL SUSANTO

TARI

KOMPOSISI: N.N • SUMBER: MEMEH KARAWANG • PENATA ULANG: KARTINI KISAM • PELATIH: KARTINI KISAM

• ASISTEN PELATIH: KRIS KISAM • PENARI: KARTINI KISAM, PUTRI LISA AMALIA, SITI NOER SA’ADAH, HERMA

NOVALIANTI, TRI PRATIWI OKTAVIRANTI, SITA ROCHMAH, ANILA SAFITRI

Page 65: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

63.

SIPATMO DANCETARI Sipatmo initially existed as part of the series of customary ceremony in Chinese temples (so-called Klenteng or Vihara). This dance experienced transformation in the 19th century to be Cokek dance after a Chinese landlord often performed this dance at his party.

There are four movements in the Sipatmo dance that are cru-cial and laden with meaning, e.g. soja on the chest, soja facing each other, boat-rowing movement, and further movements that are stylized version from pointing movement. The soja on the chest suggests that our heart should remain clean. The soja facing each other symbolizes or a reminder to mutual respect and care. The boat-rowing movement means that we should be brave in living our life. The movement pointing at nine lawang, “doors” through which enter the dirts that if you don’t guard it well, it could taint one’s conscience.

SIPATMO DANCE & MUSIC RECONSTRUCTION

SUPERVISOR: RACHMAT RUCHIAT

MUSIC

COMPOSITION:N.N•SOURCE:ORKESGAMBANGTANPICISPIRINGANHITAMPRODUKSIFA.THIOTEKHONG1935•

ARRANGEMENT:ATIENKISAM•REHEARSAL COACH:ATIENKISAMDANENTONGKISAM•REHEARSAL ASSISTANT:

RAYSEPTIANKISAM•MUSICIANS: ATIEN KISAM, SAEFUL MASLUL, WAHYUDI NIRIN, FIRMANSYAH, RAY SEPTIAN

KISAM, WIRA, AGIL SUSANTO

TARI

COMPOSITION:N.N•SOURCE:MEMEHKARAWANG•ARRANGEMENT:KARTINIKISAM•DANCE COACH: KARTINI

KISAM•REHEARSAL ASSISTANT:KRISKISAM•DANCERS: KARTINI KISAM, PUTRI LISA AMALIA, SITI NOER SA’ADAH,

HERMA NOVALIANTI, TRI PRATIWI OKTAVIRANTI, SITA ROCHMAH, ANILA SAFITRI

Page 66: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.64

TARI SHIU PAT MO HASIL PENGEMBANGAN TARI

SIPATMO OLEH ENTONG KISAM

TARI Shiu Pat Mo menceritakan kehidupan seorang gadis keturunan Tionghoa mencoba beradaptasi dengan lingkungan barunya untuk menemukan jati dirinya dan kebahagian dalam hidupnya. Dengan berpijak pada gerak tari Cokek yang telah dikembangkan dengan kreativitas baru, tari Shiu Pat Mo ini diiringi gamelan gambang kromong yang melatar belakangi kebudayaan Tionghoa dan Betawi.

PENARI: GADING AVIRANI, FATIYA, FIRDHA TIA, ANGRAENI CIPTA R. S., TRESNA PUTRI PERTIWI, ISTI, EKO • PEMUSIK: SEPTIAN RAY SUKIRMAN, ARSADI SUDIRMAN, SAEPUL, EGA, INDRA PRASETYOMO, AGIL SUSANTO, M. RAFLI, WAHYUDI, MALIK, CHISTIANNO RAE SUKIRMAN, FIRMANSYAH. BAPAK EDIH, ADE NOIN

Page 67: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

65.

SIPATMO DANCE, AS INTERPRETED BY ENTONG

KISAM “SHIU PAT MO” TARI Shiu Pat Mo tells a story of a Chinese-Indonesian girl who tries to adapt with her new environment in order to find her true self and happiness in her life. Using the movement from Cokek dance that has been developed with new creativity, Shiu Pat Mo dance is accompanied by gambang kromong ensemble that has been on the background of both Chinese and Betawi cultures.

DANCERS: GADING AVIRANI, FATIYA, FIRDHA TIA, ANGRAENI CIPTA R. S., TRESNA PUTRI PERTIWI, ISTI, EKO • MUSICIANS: SEPTIAN RAY SUKIRMAN, ARSADI SUDIRMAN, SAEPUL, EGA, INDRA PRASETYOMO, AGIL SUSANTO, M. RAFLI, WAHYUDI, MALIK, CHISTIANNO RAE SUKIRMAN, FIRMANSYAH. BAPAK EDIH, ADE NOIN

Page 68: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.66

TARI TOPENG TIGADISEBUT Tari Topeng Tiga karena penarinya berturut-turut mengenakan tiga buah topeng. Tiga topeng ini dimaksudkan untuk menggambarkan tiga watak.

Topeng pertama berwarna putih, disebut sebagai Panji. To-peng berwarna putih ini menunjukkan sifat yang halus dan penya-bar. Topeng kedua berwarna merah jambu, menggambarkan wa tak kenes, suka bertingkah dan pandai berbicara. Topeng ketiga ber-warna merah, melukiskan watak yang suka mengumbar amarah.

Sebelum adanya larangan ngamen di Jakarta, tarian ini biasa dipertunjukkan berkeliling dari rumah ke rumah. Sedangkan menurut tradisinya, tarian ini adalah bagian dari pergelaran sandiwara rakyat yang hidup dan berkembang di wilayah budaya Betawi Pinggiran.

PENARI: KARTINI KISAM • PEMUSIK: ATIEN KISAM, ENTONG KISAM, RAY SEFTIAN, INDRA, YUDI, EGA, KIRRA, RAGIL, ALLUL, ADE, KRIS, SABAR

Page 69: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

67.

THREE MASKS DANCE IT is called Three Masks Dance because the dancers are wearing three different masks in succession. These three masks are meant to describe three temperaments.

The first, in white, is called Panji, symbolizing a refined and patient temperament. The second, pink, suggests coquettish, showy and smooth talking.

Before buskering was banned in Jakarta, this dance was usually shown from door to door. According to its tradition, this dance is part of the folk theatre (sandiwara rakyat) once animated the culture in peripheral Betawi.

DANCERS: KARTINI KISAM • MUSICIANS: ATIEN KISAM, ENTONG KISAM, RAY SEFTIAN, INDRA, YUDI, EGA, KIRRA, RAGIL, ALLUL, ADE, KRIS, SABAR

Page 70: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.68

TARI KEMBANG LAMBANG SARI

SEBUAH tari karya Wiwiek Widiyastuti yang diilhami dari bentuk cerita “Bapak Jantuk” pada Kesenian Topeng Betawi. Tarian ini menggambarkan Bapak Jantuk sebagai sosok yang riang. Ceritanya mengungkapkan perasaan senang dan kegembiraan Bapak Jantuk dalam mengasuh anak. Kegembiraan Bapak Jantuk diungkapkan dengan bernyanyi, berbalas pantun dan juga menari. Rangkaian ungkapan inilah yang ditransformasikan ke dalam tatanan gerak tari Kembang Lambang Sari.

Tokoh Bapak Jantuk adalah seorang laki-laki yang memakai topeng bermata sipit, kening menonjol ke depan dan pipinya tembem. Jalannya agak membungkuk dan memakai tongkat. Biasanya menggunakan kain ikat kepala (ikat), jas, celana pangsi, sarung, kedok dan tongkat.

PENATA TARI: WIWIEK WIDIYASTUTI • PENATA MUSIK: JOKO S.S. • ASISTEN PENATA MUSIK: ENTONG KISAM • PEMUSIK: ATIN KISAM, RAY SUKIRMAN, KRIS SUKIRMAN, EDDY ARSAD, ADE, YUDI, DADAY, AGIL, NINA, MALIK, WIRA, RAFLI, TITO, YUDISTIRO • PENARI LAMBANG SARI: ANNISA WINDASARI, LYDIA DEVI NURSANTI, DENTY DELIA, RIZKI OKTAVIANTI, MAYBELLA SUPRIYANTO, DESTA MURRACI, DESTY MURACCI, ANGGITA ZAHRA, RIMA PUSPASARI

Page 71: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

69.

KEMBANG LAMBANG SARI DANCE

A dance by Wiwiek Widiyastuti inspired from “Bapak Jantuk” a story taken from Topeng Betawi. This dance describes Bapak Jantuk as a cheerful gentleman. The story exudes happiness and cheerfulness of Bapak Jantuk in raising his children expressed through singing, verses playing (berbalas pantun) and dancing. This series of expression is transformed into the movement of Kembang Lambang Sari.

The figure in Bapak Jantuk is a man wearing a mask with slanted eyes, striking forehead and podgy cheek (tembem). He walks with shoulder rather hunched and holds a walking cane. Usually he also wears head cloth, jacket, baggy pants and sarong.

CHOREOGRAPHY: WIWIEK WIDIYASTUTI • MUSIC ARRANGEMENT: JOKO S.S. • ASSISTANT TO MUSIC ARRANGEMENT: ENTONG KISAM • MUSICIANS: ATIN KISAM, RAY SUKIRMAN, KRIS SUKIRMAN, EDDY ARSAD, ADE, YUDI, DADAY, AGIL, NINA, MALIK, WIRA, RAFLI, TITO, YUDISTIRO • DANCERS: ANNISA WINDASARI, LYDIA DEVI NURSANTI, DENTY DELIA, RIZKI OKTAVIANTI, MAYBELLA SUPRIYANTO, DESTA MURRACI, DESTY MURACCI, ANGGITA ZAHRA, RIMA PUSPASARI

Page 72: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.70

SEPUTAR TARI TOPENG1. Tari Topeng Betawi adalah tarian tradisional khas masyarakat

Betawi. Gerakannya lincah dan riang,2. Tari Topeng Betawi biasanya diiringi musik gambang kromong

dan penarinya menggunakan topeng kayu,3. Pada zaman dulu, Tari Topeng Betawi merupakan bagian dari

pertunjukan Topeng Betawi.4. Topeng Betawi adalah pertunjukan gabungan antara seni

drama, tarian, dan nyanyian. Mirip seperti pertunjukan teater,5. Dahulu, Tari Topeng Betawi biasanya dijadikan tarian

pembuka/penutup pertunjukan Topeng Betawi, tapi kesenian Topeng Betawi sudah jarang dipertunjukan. Sehingga Tari Topeng Betawi menjadi sebuah pertunjukan tersendiri,

6. Sekarang, Tari Topeng Betawi biasanya ditanggap atau disewa untuk memeriahkan pesta pernikahan atau sunatan,

7. Tari Topeng Betawi yang dikenal antara lain: Tari Topeng Tunggal, Tari Enjot-enjotan, dan Tari Topeng Putri.

Page 73: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

71.

ON MASK DANCE 1. Topeng Betawi dance is a traditional dance of Betawi. The

movements are perky and cheerful. 2. It is usually accompanied by gambang kromong ensemble and

its dancers wear wooden mask. 3. Originally, the Topeng Betawi dance is part of the Topeng

Betawi performance.4. Topeng Betawi is a performance combining drama, dance and

singing. 5. Back then, Topeng Betawi dance was commonly used as

opening/closing dance, but the Topeng Betawi has been rarely performed now so it became a sole, independent performance.

6. Nowadays, Topeng Betawi dance usually was invited or hired to celebrate the wedding or circumcision festivity.

7. Topeng Betawi dance that are well known: Solo Topeng Tunggal, Enjot-enjotan Dance, dan Female Topeng Dance (Tari Topeng Putri).

Page 74: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.72

SEPUTAR TARI COKEK1. Tari Cokek asal Betawi ini merupakan hari gesekan budaya

Betawi, Banten, dan Cina2. Tari Cokek ada sejak abad ke-19, berawal dari adanya pesta

hiburan yang diadakan oleh tuan tanah asal Tionghoa, Tan Sio Kek. Sehingga Tari Cokek kental dengan budaya etnik Cina.

3. Alat musik pengiring Tari Cokek adalah Gambang Kromong4. Kata Cokek berasal dari Cukin (dalam bahasa Cina) yang

artinya selendang5. Ciri khas Tari Cokek adalah goyangan pinggul para penari yang

dinamis dan kenes6. Dalam perkembangannya, selain menari para penari Cokek

juga harus pandai olah vokal diiringi alunan musik Gambang Kromong.

7. Tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Cina. Cukong-cukong peranakan Cina lah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek dan Gambang Kromong.

8. Para penari Cokek selain mendapat imbalan berupa uang dari penanggap, juga mendapat tip dari para lelaki yang berhasil digaet ngibing bersama

Page 75: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

73.

ON COKEK DANCE1. Betawi-origin Cokek dance is a hybrid result of Betawi, Banten

and Chinese cultures. 2. Cokek dance has been known since the 19th century, starting

from the party hosted by a Chinese landlord, Tan Sio Kek, making it very influenced by the culture of Chinese diaspora.

3. The music accompaniment of Cokek dance is Gambang Kromong.

4. The word ‘Cokek’ comes from Cukin (in Chinese), which means shawl.

5. What makes Cokek dance Cokek is the dynamic, seductive hip movement of the dancers.

6. In its development, apart from having to be skillful in dancing, the Cokek dancers were also required to be able to sing well, with the accompaniment of Gambang Kromong.

7. The Cokek dance in the past was nurtured and developed by the Chinese landlords. They were the ones who pay the livelihood of both dancers and musicians.

8. Apart from earning from the money paid by the boss who hired their performance, the dancers also got some hefty tips from the men whom they managed to lure to the dance floor for a ngibing session.

Page 76: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.74

JULIANTI PARANI DALAM SARUNG CUKINJULIANTI PARANI IN SARUNG CUKIN

Page 77: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

75.

MAK KINANG, TOKOH PENARI TOPENG BETAWIMAK KINANG, TOPENG BETAWI DANCER

Page 78: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.76

MEME KARAWANG, EMPU TARI COKEKMEME KARAWANG, COKEK DANCE MAESTRO

Page 79: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

77.

MEME KARAWANG, EMPU TARI COKEKMEME KARAWANG, COKEK DANCE MAESTRO

Page 80: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.78

Page 81: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

79.

PROFIL PROFILE

Page 82: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.80

KARTINI KISAM lahir di Cijantung, 5 Maret 1960. Darah seni Kartini menurun dari orang tuanya, H. Kisam Djiun-Nasah, dan kakek- neneknya, Jiun-Kinang, yang adalah seniman tari Topeng Betawi. Jiun-Kinang dikenal sebagai generasi pertama Topeng Cisalak. Kartini mengenal tari Topeng Betawi sejak usia kanak-kanak dan kerap mengikuti kakek-neneknya yang aktif pentas di Jakarta dan Jawa Barat: Mak Kinang menjadi penari, se dangkan Jiun mengiringinya sebagai pemukul gendang. Kala itu, pertunjukan Topeng Betawi menjadi favorit masyarakat Ja kar ta dan sekitarnya yang menyuguhkan musik, lakon, dan tari.

Pergelaran kesenian di Bandung, tahun 1973, merupakan awal perjalanan Kartini sebagai penari. Saat itu, Kartini terpaksa menggantikan neneknya yang jatuh sakit, hanya bermodal kepercayaan diri dan meyakini dirinya sebagai pewaris. ltulah penampilan pertamanya dalam sebuah

KARTINI KISAM

EMPU TARIDANCE MAESTRO

Page 83: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

81.pergelaran. Jiwanya kian menyatu hingga ia semakin mantap menggeluti tari topeng dan terus menyebarluaskannya. Namun karena kesibukannya itu, Kartini membayar mahal karena ia tak lagi mengikuti pendidikan di sekolah. Perjalanan waktu membuatnya kian matang menarikan Topeng Betawi. Pertunjukan demi pertunjukan dijalaninya. Tak hanya di dalam negeri, seperti Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara, tapi juga sampai ke mancanegara. Hongkong (1981), Singapura (1985), Nigeria, dan Mesir (1997) sudah dijelajahinya.

Saat ini, selain menjadi pelatih di sanggar milik keluarga, Sanggar Seni Ratna Sari, Kartini juga mengajar seni tari di sejumlah sekolah. Meskipun tak tamat SD, Kartini mengajar mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. la juga menjadi dosen tamu di Universitas Negeri Jakarta dan lnstitut Kesenian Jakarta. Selain itu, ia juga mengajar di sejumlah sanggar seni dan Balai Kesenian Jakarta. Atas peran aktifnya dalam menekuni Tari Topeng Betawi, Kartini memperoleh Penghargaan Anugerah Budaya dari Gubernur DKI Jakarta (2005) dan Maestro Seniman Topeng Betawi dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan RI (2008). Pada tahun 2012, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menganugerahi penghargaan sebagai maestro Topeng Betawi dan seniman Tari Tradisi kepada Kartini sebagai warga ibukota yang dinilai berprestasi dan berjasa dalam pengembangan kesenian dan budaya Betawi. Menikah dengan Rachmat Ruchiat tahun 1977, ia dikaruniai seorang putra, lim Mucharam dan kini menetap di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.

KARTINI KISAM was born in Cijantung, Jakarta Timur, 5 March 1960. She is part of the artistic lineage of Topeng Betawi artists. Her grandparents, Jiun-Mak Kinang (percussionist and dancer), were the first generation of Topeng Cisalak, who

Page 84: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.82passed the art onto the key artists of Topeng Betawi, including Kartini’s parents, H. Kisam Djiun-Nasah. Kartini was exposed to Topeng Betawi since childhood and was tagging along her grandparents to performances in Jakarta and West Java. Then, Topeng Betawi performance was so popular in Jakarta and surround, performing music, play and dance. A performance in Bandung in 1973 was Kartini first public performance, mainly forced to replace her granny who fell sick. Since then, she has been performing in many places, but as consequence, she dropped out from school early. She toured in Java, Bali, Sumatra, Kalimantan and Nusa Tenggara. She also performed abroad in Hongkong (1981), Singapore (1985), Nigeria and Egypt (1997). Currently she trains new dancers in family-own studio, Sanggar Seni Ratna Sari, as well as at several schools. She also guest-lectures at Universitas Negeri Jakarta (UNJ) and IKJ in addition to several dance communities such as Balai Kesenian Jakarta. She was awarded Anugerah Budaya from Jakarta’s Governor (2005) and as Maestro Topeng Betawi from Ministry of Culture and Tourism, (2008). In 2012, she again was awarded by the Governor as the Jakarta citizen for her great contribution in developing the Betawi arts and culture. Married to Rachmat Ruchiat in 1977, she has a son and lives in Cibubur, East Jakarta.

Page 85: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

83.

NURI SARINURI adalah nama aslinya. Adik Komedian Betawi almarhum Nasir ini lahir di Jakarta, 10 Agustus 1939. Menjadi penari topeng sejak kecil dengan bergabung dalam sanggar Setia Warga milik almarhum H. Bokir. Mpok Nori pernah memperoleh penghargaan sebagai seniman tari Betawi dari Taman Ismail Marzuki pada 1970-an. Pada 1988, ia menjadi dosen luar biasa tari topeng di Institut Kesenian Jakarta.

Penari topeng Betawi yang satu ini pernah bermain dalam sinetron berjudul Pepesan Kosong (1993-1995) dan membintangi beberapa judul film, di antaranya Get Married (2007), Bukan Malin Kundang (2009), Hantu Biang Kerok (2009), Get Married 2 (2009), Penganten Pocong (2011), Get Married 3 (2011), Pocong Mandi Goyang Pinggul (2011), Sule Detektif Tokek (2013), dan Jeritan Danau Terlarang/Situ Gintung (2013).

Saat ini Mpok Nori masih aktif memenuhi undangan di

HJ. NORI

EMPU TARIDANCE MAESTRO

Page 86: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.84berbagai acara komedi dan sinetron, pentas di panggung lenong di kampung-kampung. Namun berkonsentrasi penuh menjadi pengajar tari di Sanggar Tari Sinorai yang ia dirikan, di rumahnya di kawasan Cipayung, Jakarta Timur. Mpok Nori yang saat ini memiliki 26 cucu dan 7 cicit, masih aktif menekuni olahraga Pencak Silat.

NÉE Nuri Sanuri, Nori is the little sister from a famous Betawi comedian, the late Nasir. Born on 10 August 1939, she became a Topeng dancer since childhood by joining the group Setia Warga founded by another famous Betawi comedian, the late H. Bokir. Mpok Nori was honored as Betawi artist by Taman Ismail Marzuki (the Jakarta Arts Centre) in the 1970s. In 1988, she guest-lectured at the IKJ. Nori is also a popular actress, acting in TV soap operas such as Pepesan Kosong (1993-1995) and a numerous popular films. Currently, Mpok Nori remains active as comedian in various TV programs and soap operas, whilst she still performs Lenong across kampongs in Jakarta. Her focus, however, is to teach dance at Sanggar Tari Sinorai she founded, at her house in Cipayung, East Jakarta. Mpok Nori is blessed by 26 grandchildren 7 great-grandchildren and still very much active in practicing pencak-silat - the local martial art of self-defense.

Page 87: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

85.

WIWIEK Widiyastuti, sebagai Penata Tari (1978—2014) telah mencipta beberapa Karya Tari Betawi (kreasi baru), antara lain Tari Dendang Ragam, Tari Tapak Tangan, Tari Sirih Kuning, Tari Ronggeng Blantek, Tari Ngarojeng, Tari Topeng Gong, Tari Bada’ Hattam, Tari Kembang Lambang Sari, Tari Lenggang Nyai, Tari None Toegu, Tari Ganda Arum, Tari Dogeran, Tari Topeng Ekspresi, Tari Kinari, Ia juga berpengalaman mengikuti berbagai International Folklore Festival bersama Laboratorium Tari Indonesia (Indonesian Dance Laboratory) dan meraih berbagai penghargaan seni tingkat nasional dan internasional. Empu tari kelahiran Yogyakarta, 31 Juli 1952 ini mengenyam pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 1973—1976, berguru di Padepokan Bagong Kusudiarjo dan menyelesaikan magister ekonominya di Universitas Tama Jagakarsa Jakarta. Ia mengawali kariernya sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dengan jabatan terakhirnya

WIWIEK WIDIYASTUTI

EMPU TARIDANCE MAESTRO

Page 88: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.86sebagai Kepala Seksi Masyarakat Subdis Pembinaan DKI Jakarta. Saat ini menjabat sebagai Direktur Laboratorium Tari Indonesia yang ia dirikan pada 1985 sekaligus bekerja sebagai Tenaga Ahli dan Pengajar Tari di Balai Latihan Kesenian Provinsi DKI Jakarta.

WIWIEK WIDIYASTUTI, has choreographed the so-called new creation of Betawi dance since 1978 until now. Some of them are titled Dendang Ragam, Tapak Tangan, Sirih Kuning, Ronggeng Blantek, Ngarojeng, Topeng Gong, Bada’ Hattam, Kembang Lambang Sari, Lenggang Nyai, None Toegu, Ganda Arum, Dogeran, Topeng Ekspresi and Kinari. She also participated in various International Folklore Festivals with Laboratorium Tari Indonesia (Indonesian Dance Laboratory) and won several national and international awards. This dance master was born in Yogyakarta, 31 Juli 1952, and studied at the Indonesia Institute of the Arts or ISI Yogyakarta in 1973—1976 and completed his magistrate in economy at the Universitas Tama Jagakarsa Jakarta. Wiwiek started her career as civil servant at the Office of Tourism and Culture, Jakarta Municipality, with her last posting as the Head of Society Development (Kepala Seksi Masyarakat Subdis Pembinaan DKI Jakarta). Currently, she is the Director of Laboratorium Tari Indonesia she founded in 1985 as well as teaching dance and consulting for Balai Latihan Kesenian Provinsi DKI Jakarta (the Community Training Centre, Jakarta Municipality).

Page 89: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

87.

SUKIRMAN “Entong Kisam” kelahiran Jakarta 14 April 1969. Sejak kecil setia mengikuti jejak orang tua--almarhum Kisam Ji’un berkesenian hingga hari ini. Menyelesaikan pendidikan sampai bangku SMA, namun karena kesetiaannya menjaga, mencipta melestarikan kesenian Betawi membuatnya mem-peroleh gelar sebagai Dosen Luar Biasa di Universitas Negeri Jakarta. Beberapa kali meraih gelar sebagai penata tari ter-baik, bakatnya tercatat mulai dari menjadi koreografer Abang dan None Jakarta, pemusik hingga beberapa kali me-raih penghargaan sebagai penata tari terbaik. Sejak 1987, berpengalaman menjadi duta seni dalam pementasan di dalam dan luar negeri mulai dari Malang, China, Jepang Oslo, KeKorea Selatan, Italy Norwegia, Ukraina ke Libia dan Perancis.

Beberapa judul tari ciptaan Entong, yaitu tari Nandak Ganjen (1998), tari Lenggak-Lenggok (1999), tari Kembang Latar (1999), tari Kembang Latar (2000), tari Kembang Tarub

ENTONG KISAM

KOREOGRAFER CHOREOGRAPHER

Page 90: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.88(2002), tari Dulang Penatas (2003), tari Shiu Pat Mo (2004). Saat ini Entong mengelola Sanggar Ratnasari di Anjungan DKJ Jakarta di Taman Mini Indonesia Indah dan dapat dihubungi melalui e-mail di [email protected] atau [email protected]

SUKIRMAN “Entong Kisam” was born in Jakarta, on 14 April 1969. Like her older sister, Kartini, he follows the footsteps of their parents, Kisam Ji’un, in the arts until now. Graduated from high school, he now guest-lectures at the Universitas Negeri Jakarta, thanks to his performance experience. He won awards as the best choreographers several times, starting from choreographing for the event of “Abang dan None Jakarta”; also works as musician. Since 1987, he performed locally and overseas, from Malang (East Java), China, Japan, Norway, South Korea, Italy, Ukraine, Libya and France. Some of his choreographies, such as Nandak Ganjen (1998), Lenggak-Lenggok (1999), Kembang Latar (2000), Kembang Tarub (2002), Dulang Penatas (2003) and Shiu Pat Mo (2004). Currently, Entong is managing the Sanggar Ratnasari at the DKJ Jakarta pavilion at the Taman Mini Indonesia Indah. He is contactable on e-mail: [email protected] or [email protected]

Page 91: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

89.

LAHIR di Kampung Sukahaji pada 28 November 1927. Tamat H.I.S (Hollands Inlandse School—sekolah pribumi berbahasa Belanda setingkat Sekolah Dasar) tahun 1941. Mulanya bekerja sebagai calon juru tulis di perkebunan teh milik perusahaan Belanda. Dengan bimbingan Gofar Ismail (ayahanda sastrawan Taufik Ismail), dia belajar dasar-dasar jurnalistik, sampai kemudian menjadi koresponden surat kabar Pedoman, pimpinan Rosihan Anwar, hingga koran tersebut berangus pada Januari 1961. Pernah memberi kuliah Sejarah Kebudayaan di Akademi Seni Tari (ASTI) Bandung pada 1972—1974. Menjadi pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) untuk mata kuliah Seni Pertunjukan Tradisi Betawi, 1984—1985. Bekerja sebagai staf ahli Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, mula-mula bersama D. Djajakusuma (almarhum), kemudian Drs. Singgih Wibisono, dosen Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1974—1997. Rachmat menjadi anggota

RACHMAT RUCHIAT

PEMBICARA & PENANGGUNGJAWAB REKONSTRUKSI TARI SIPATMO SPEAKER & SIPATMO DANCE RECONSTRUCTION SUPERVISOR

Page 92: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.90Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta selama dua periode sejak 1993-2000. Pada 2011 memperoleh penghargaan Gubernur DKI Jakarta atas jasanya terus-menerus ikut serta membina dan mengembangkan seni budaya Betawi selama hampir 40 tahun. Rachmat Ruchiat menulis dua buku berjudul Sejarah Gedung Kesenian Pasarbaru, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta (1985) dan Asal-usul Nama Tempat di Jakarta, Masup Jakarta (2011 cetak ulang 2012).

Rachmat Ruchiat was born in Kampung Sukahaji on 28 November 1927. Graduated from H.I.S (Hollands Inlandse School— Dutch-speaking elementary school for indigenous) in 1941. He first worked as stenographer at a Dutch tea plantation. Under the tutelage Gofar Ismail (father of poet Taufik Ismail), he learnt the basic of journalism, until he became correspondent for newspaper Pedoman, led by Rosihan Anwar, until it was banned in January 1961. He lectured on History of Culture at the Academy of Dance (ASTI) Bandung (1972—1974) and on Betawi Traditional Performing Arts at IKJ (1984—1985). He worked as consultant at the Office of Culture, Jakarta Municipality, first with the late D. Djajakusuma, later with Drs. Singgih Wibisono. Rachmat was a member of Dance Committee of the Jakarta Arts Council for two periods (1993—2000). In 2011, he was awarded by the Governor of Jakarta for her continuing contribution in nurturing and developing the Betawi arts for almost 40 years. Rachmat Ruchiat wrote two books, entitled History of the Jakarta Playhouse Pasarbaru, (1985) and The Origins of Places’ Names in Jakarta (2011, 2012).

Page 93: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

91.

DOSEN senior Institut Kesenian Jakarta ini masih aktif bekerja sebagai peneliti, penulis dan pembina seni-budaya. Semasa mu da, Julianti dikenal sebagai penari dan koreografer dan pernah mendirikan sekolah balet Nritya Sundara pada tahun 1959 ber sama almarhum Farida Oetoyo. Pada tahun 1970-an, ia telah menggerakkan perkembangan tari Betawi di Jakarta. Karya koreo grafinya yang terilhami budaya Betawi antara lain berjudul Plesiran, Sarung-Cukin, Pendekar Perempuan, Baji-doran Angklung, dan Doa-Karya-Tawa. Julianti meraih gelar doktoralnya dari National University of Singapore di bidang kajian Asia Tenggara.

This senior lecturer at the IKJ remains active working as researcher, writer and consultant for arts and culture. At young age, Julianti was known as dancer and choreographer, and she co-founded a ballet school Nritya Sundara in 1959 together

JULIANTI PARANI, PH.D.

PEMBICARA & KONSULTAN PROGRAM SPEAKER & PROGRAMMES CONSULTANT

Page 94: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.92with the late Farida Oetoyo. In the 1970s, she already got involved in revitalizing the Betawi dance in Jakarta. Some of her choreography inspired by Betawi are Plesiran, Sarung-Cukin, Pendekar Perempuan, Bajidoran Angklung and Doa-Karya-Tawa. Julianti earned her doctoral from the National University of Singapore, in Southeast Asia studies.

Page 95: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

93.

RISMA Sugihartati kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1986. Anak kedua dari dua bersaudara ini tinggal di Condet Kampung Tengah, menjadikanya akrab dengan kesenian Betawi. Walau bukan anak Betawi Asli, hanya “numpang” lahir dan besar namun rasa cinta terhadap seni dan sejarah Betawi sangat besar. Ia juga lulusan S1 dan S2 dari jurusan Antropologi Universitas Indonesia. Karya ilmiah dalam skripsi dan tesisnya adalah hasil penelitian yang berkaitan dengan Budaya Betawi yakni Gambang Kromong dan Cokek, berjudul Gambang Kromong: Identitas Orang Cina Benteng (2009), Orang Pulo di Pulau Karang (2012), Keong Mas: Perempuan Cina Benteng dalam Tradisi Konfusius (2014).

Selain budaya Betawi, Risma juga menekuni teater, film, dan serial televisi. Di antaranya pernah terlibat sebagai pemain dalam pementasan teater Bejana mengenai keluarga peranakan Cina berjudul Nonton Cap Go Meh (2011), sebagai

RISMA SUGIHARTATI

PEMBICARA SPEAKER

Page 96: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.94penasehat dalam monolog berjudul Tumbal Dewi Cokek (2013) karya Herlina Syarifuddin dan sebagai peneliti pengembangan cerita keluarga Cina Benteng di Tangerang untuk Serial TV Seindah Bunga Teratai (2013). Saat ini sedang melakukan riset untuk karya pertunjukan bertajuk Aku dan Cokek: Sebuah Video Teatrikal yang terinspirasi pengalaman dan hasil riset terdahulu tentang Gambang Kromong, Cokek, Betawi dan Tionghoa Peranakan.

RISMA Sugihartati was born in Jakarta, 9 October 1986. She lives in Condet Kampung Tengah - a hub of Betawi traditional culture - making her familiar with Betawi arts. Although she is not a native Betawi but her love to the history and the arts of Betawi is pronounced. She earned both her B.A. and master degree from Department of Anthropology, University of Indonesia. Her academic theses are based on her research with Betawi culture titled Gambang Kromong: the Identity of Cina Benteng People (2009), Orang Pulo di Pulau Karang (2012), Gold Keong Mas: the Women from Cina Benteng in Confucian Tradition (2014). Apart from Betawi, Risma is active in the world of theatre, film and television. She, among others, acted with Bejana theater collective on a play about a Chinese diaspora family titled Nonton Cap Go Meh (2011), as dramaturge for monolog Tumbal Dewi Cokek (2013) by Herlina Syarifuddin and as researcher on development of family stories of Cina Benteng in Tangerang for TV series TV Seindah Bunga Teratai (2013). Currently, she is conducting research for a performance titled Aku dan Cokek: Sebuah Video Teatrikal inspired by experience and previous research about Gambang Kromong, Cokek, Betawi and Chinese diaspora.

Page 97: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

95.

MADIA Patra Ismar kelahiran 24 Mei 1966, belajar balet di Priscilla Kurtz Ballet School di New South Wales Australia sejak usia tiga tahun, dilanjutkan belajar tari Bali di Sanggar Diah Tantri saat berusia 10 tahun. Sempat mengenyam pendidikan di Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia satu semester pada 1984. Di Singapura, diterima di Stamford College jurusan Managerial Principles. Selain itu, Madya melanjutkan studi Balet dan Tap Dance di Dance Arts dan Sylvia McCully Ballet School. Ketika kembali ke Indonesia tahun 1987, ia diterima di Institut Kesenian Jakarta Jurusan Tari Program Studi Seni Tari lalu pindah ke Program Studi Antropologi Tari.

Saat ini Madia –yang lebih akrab dipanggil Dira – mengajar di IKJ, menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Etnomusikologi dan Antropologi Tari. Pada 2001, Dira mendirikan KIPAS (Kelompok Insan Pemerhati Seni), sebuah wadah kelompok kegiatan seni yang anggotanya terdiri dari

MADIA PATRA

KOORDINATOR SEMINAR SEMINAR COORDINATOR

Page 98: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.96berbagai elemen masyarakat yang memiliki perhatian terhadap kesenian. Selama kuliah di IKJ, ia aktif sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Tari dan berbagai kegiatan produksi kelompok kesenian di IKJ, di antaranya Sena Didi Mime, Kelompok Teater Simas, Teater Aristokrat dan Teater Lembaga. Tahun 2012 ia meraih Magister Humaniora di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Selain sebagai koreografer dan penari, Dira juga mencipta beberapa karya teater tari bertemakan HAM dan perempuan yang dipentaskan di berbagai venue di Jakarta, di antaranya teater tari Calon Arang (2002), Jarrah, Medea Legenda Yunani, Rwa Bhineda dan Langkah Siti, The Color of Tears dan Kembang Jero (2001) serta Koreografi Lagu yang Terkoyak (2005). Dalam Indahnya Hutan Kami (2012) Dira berkolaborasi dengan maestro Silat Harimau Minangkabau dipentaskan di Teater Kecil TIM dan untuk teater Panjisemirang (2008), ia berkolaborasi dengan sutradara Syaiful Amri.

CALLED Dira by friends, as a dancer she first learned ballet in Australia when 3 years old for 5 years. When moving back to to Indonesia Madia became interested in traditional Balinese dance. After graduating from Alazhar Islamic High School she then went to study Managerial Principles at the Stamford College in Singapore. While in Singapore she continued to study ballet under Sylvia Mc Cully and tap dance under Jennifer Schoon at Dance Arts.

Returning from Singapore, Madia was then accepted at IKJ where she studied dance and choreography from Tom Ibnur, Deddy Luthan, Sardono, Wayan Diya etc. After a few years she then focused her studies in research in Dance Anthropology. After graduating Madia then freelanced as a manager, trainer, public relations, assisten producer and trainer also as interpreter for the performing arts. As a choreographer she has worked

Page 99: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

97.with several theatre companies in Jakarta and her own work has been performed in venues such as Goethe Haus, Graha Bhakti, Gedung Kesenian Jakarta etc. As an interpreter and assistant for international workshops and lectures Madia has worked with Robert Draffin from Australia and Astad Deboo in the post graduate program at IKJ.

As researcher she has done independent research on Minangkabau silat in traditional dance and Lenong a traditional Betawi theatre, East Kalimantan dances and currently researching Banten cultural performances.

Among various experiences in the managerial aspect for the performing arts she gained in working for the IDF from 1994 until 2004 programs as public relations, coordinator for discussions, and coordinator for the IDF workshop in Surabaya 2005. She was asked to be assistant producer for Ines Somellera for Hartati’s Hari Ini production performed at Goethe Haus for the first Empowering Women Artists program by Kelola to mention a few.

Madia Patra is currently a lecturer for the Performing Arts Faculty at IKJ and as Head of the Performing Arts Studies Department for the Performing Arts Management study program. She currently graduated studies at the Cultural Studies Faculty University of Indonesia postgraduate programme while also continuing to creating artistic works with her group KIPAS ( Kelompok Insan Pemerhati Seni ) an independent artistic work group focusing on performing arts for Human Rights issues and Social Change.

Page 100: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.98

YAHYA ANDI SAPUTRA

PEMBAWA ACARA M.C.

YAHYA Andi Saputra lahir di Jakarta, 5 Desember 1961. Lulusan S1 Jurusan Sejarah FISIP Universitas Indonesia ini awalnya banyak berkecimpung di dunia jurnalistik, di antaranya pernah menjadi penyunting dan peneliti ke-budayaan, sebagai wartawan, kontributor dan penulis lepas. Yahya juga penanggung jawab dan pemimpin redaksi www.kampungbetawi.com.

Kecintaannya sebagai orang Betawi membuatnya bergiat dalam berbagai organisasi Betawi, di antaranya pernah mengurus beberapa jurnal Betawi, anggota Komite Kebudayaan Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI), dan kini sebagai ketua Badan Pemberdayaan Budaya Betawi. Hal ini membawanya turut serta melakukan studi Banding Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi ke Kuching Cultural Village, Sabah Malaysia pada 2002. Yahya adalah dosen di Jurusan Pariwisata FISIP UI, Depok.

Page 101: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

99.

YAHYA Andi Saputra was born in Jakarta, 5 December 1961. Earning a B.A. in History from Universitas Indonesia, he initally worked as editor and researcher in cultural affairs, reporter, contributor and freelance writer. Yahya is also the chief and managing editor for www.kampungbetawi.com. His love for Betawi culture - as a native Betawi himself - made him involve in various organizations concerning Betawi culture, among them he was in charge of several journals on Betawi, member of Cultural Committee of Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI), and now as the Chairman for Badan Pemberdayaan Budaya Betawi (Board of Cultural Empowerment for Betawi). This has led him to do comparative study on cultural village in Betawi and Kuching (Sabah, Malaysia) in 2002. Yahya now lectures at Department of Tourism, Universitas Indonesia. He is also Chairman for Lembaga Kebudayaan Betawi (Institution of Betawi Culture).

Page 102: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.100

Page 103: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

101.

Sukarji Sriman adalah alumni jurusan tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta. Ia menyelesaikan program master di bidang Koreografi di Smiths College Amerika Serikat pada 2001. Pada 1990, Sukarji mementaskan sebuah karya tari berjudul The Circle of Bliss dalam forum American Dance Festival (ADF). Sukarji diundang kembali dalam program komisi dan menciptakan karya tari berjudul A Time of Darkness. Ia sempat menjadi pengajar dan penyelaras program tari di pusat kebudayaan Universiti of Malaya selama 6 tahun. Saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Tari DKJ periode 2013-2015 dan Ketua Jurusan Tari Institut Kesenian Jakarta.

Sukarji Sriman is an alumni of the Jakarta Institute of the Arts (Faculty of Performing Arts). He completed his master degree in choreography at Smiths College, US, in 2001. In 1990, he

SUKARJI SRIMAN

KOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTADANCE COMMITTEE - THE JAKARTA ARTS COUNCIL

Page 104: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.102performed The Circle of Bliss in the forum of American Dance Festival (ADF). Sukarji was again invited in commissioned program and created a piece titled A Time of Darkness. He once taught and co-convened the dance program at the cultural center of the Universiti Malaya for six years. Currently, he is the Head of Dance Committee, the Jakarta Arts Counci period of 2013-2015, and the Head of Dance Department of Jakarta Institute of the Arts.

Page 105: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

103.

LAHIR di Jakarta, Hartati lulus dari SMKI Padang dan meneruskan studi ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Pada awalnya, ia menari dalam karya koreografer-koregrafer ternama Indonesia seperti Sardono dan Gusmiati Suid. Ia sempat turing internasional dengan kelompok Gumarang Sakti, menari di karya Gusmiati Suid dan Boi Sakti. Sejak 1989, ia juga aktif mencipta koreografi hingga saat ini. Sempat mengikuti program pertukaran seniman di UCLA, yaitu program APPEX (Asia Pacific Performing Art Exchange) diprogram oleh Prof. Judi Mitoma juga Bates Dance Festival di Mine – keduanya di AS. Mendapat grant dari Asia Cultural Council (ACC) - Visiting Artist Program - selama 5 bulan di NYC. Karyanya pernah tampil di berbagai ajang, diantaranya Indonesian Dance Festival, Arts Summit (2004), Singapore National Museum, Brisbane Festival (Power House). Ia pun peraih Hibah Kelola, termasuk angkatan pertama program

HARTATI

KOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTADANCE COMMITTEE - THE JAKARTA ARTS COUNCIL

Page 106: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.104EWA (Empowering Women Artists, 2007-2009). Di tahun 2011, Hartati menyusun konsep sekaligus mengkoreografi acara Pembukaan SEA GAMES. Ia juga koreografer Musikal Laskar Pelangi yang sudah tampil 70 kali pertunjukan termasuk di Esplanade Theatre on the Bay. Saat ini Hartati adalah dosen tidak tetap di Prodi Tari Institut Kesenian Jakarta.

BORN in Jakarta, Hartati graduated from SMKI (High School for the Performing Arts) in Padang (West Sumatra) and continued her study at the Jakarta Institute of the Arts (IKJ). In the beginning, she danced in the works by prominent Indonesian choreographers such as Sardono and Gusmiati Suid. Hartati toured internationally with the Gumarang Sakti collective, dancing in the work of Gusmiati Suid and Boi Sakti. Since 1989, she actively created her own choreographies until now. Hartati took part in the international artist exchange APPEX (Asia Pacific Performing Arts Exchange) at UCLA, programmed by Prof Judi Mitoma as well as at Bates Dance Festival in Mine – both in the US. She won a fellowship from Asian Cultural Council (ACC) for visiting artist program for five months in New York City. Her choreographies were performed at the IDF, Arts Summit (2004), Singapore National Museum, Brisbande Festival (Powerhouse) etc. Hartati was the first batch winning the EWA (Empowering Women Artists, 2007-2009) program from Yayasan Kelola. She conceptualized and choreographed the opening of SEA GAMES in 2011. She also choreographed for children musical Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) which has performed for 70 times including at the Esplanade Theatre on the Bay, Singapore. Currently Hartati lectures at her alma mater, IKJ.

Page 107: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

105.

Lulus dari program doktoral di bidang kajian tari University of Roehampton, Inggris (2014), ia aktif meneliti tentang tari, seni dan kebijakan kebudayaan. Pernah menjabat sebagai Head of Arts dari British Council Indonesia (2001-2003), dan mendapat research fellowship antara lain dari Asian Scholarship Foundation (2003-4, 2006), dan Asian Cultural Council (2011). Terlibat sebagai ko-kurator dari Asia Europe Dance Forum (2004), Monsoon, Asia Europe Artist Exchange (2006) serta IDF (2014). Kini dipercaya menjadi Kabid Program DKJ periode 2013-2016 dan bekerja sebagai Produser dari koreografer Fitri Setyaningsih sejak Oktober 2013.

Earnign a Ph.D in dance studies from the University of Roehampton, UK (2014), her main research interest lays in dance, arts and cultural policy. She was the Head of Program of the British Council Indonesia (2001-2003) and won various

HELLY MINARTI

KOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTADANCE COMMITTEE - THE JAKARTA ARTS COUNCIL

Page 108: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.106research fellowships, among them from the Asian Scholarship Foundation (2003-2004 and 2006) and Asian Cultural Council (2011). She co-curated the 2nd Asia Europe Dance Forum (2004), Monsoon, Asia Europe Artist Exchange (2006) and IDF (2014). She is now the Head of Program for the Jakarta Arts Council period 2013-16 and works as Producer for choreographer Fitri Setyaningsih since October 2013.

Page 109: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

107.

Sejak dilahirkan di Solo, 27 Januari 1971, Rury sudah akrab dengan dunia tari. Usia tiga bulan Rury kecil bahkan sudah ditinggal orangtuanya pentas menari di Perancis. Belum genap setahun umurnya, ia sudah diajak ayahnya dalam sebuah proses pertunjukan tari Dongeng dari Dirah bersama penari Sardono W. Kusumo di Tabanan, Bali. Berbagai misi kebudayaan dan festival tari di luar negeri ia ikuti, mulai dari Malaysia, Thailand, Kamboja, China, Jepang, Inggris, Jerman, Spanyol, Amerika Serikat, hingga Rusia. Selain menjadi pengajar tari, Rury sudah dipercaya untuk memegang kendali manajemen Padnecwara. Di tangan Rury saat ini terletak kelangsungan sebuah tradisi yang telah bertahan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Born in Solo, January 27, 1971, Rury has been surrounded with the world of dance since her birth. At the age of three months,

RURY NOSTALGIA

KOMITE TARI - DEWAN KESENIAN JAKARTADANCE COMMITTEE - THE JAKARTA ARTS COUNCIL

Page 110: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.108Rury had been left by her parents – both are dancers – to perform in France. Barely a year old, she was tailing her father to follow the choreographic process with the dancers of Sardono W. Kusumo in Tabanan, Bali, resulting in a piece titled The Sorcerer from Dirah. Rury has been dancing for various cultural missions and dance festivals abroad, among them Singapore, Malaysia, Thailand, Cambodia, China, Japan, England, Germany, Spain, United States, up to Russia. Beside teaching dance (of classical Javanese), Rury is trusted to manage Padnecwara, the dance collective founded by her mother. It is in her hand, a continuation of a dance tradition – that is of classical Javanese being passed by her parents – now lays.

Page 111: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

109.

Page 112: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.110

KERABAT KERJA THE COMMITTEES

PENANGGUNG JAWAB / STEERING COMMITTEEDEWAN KESENIAN JAKARTA / JAKARTA ARTS COUNCIL

IRAWAN KARSENO (KETUA UMUM PENGURUS HARIAN / CHAIRMAN) ALEX SIHAR (SEKRETARIS UMUM / GENERAL SECRETARY)

MADIN TYASAWAN (KETUA BIDANG UMUM / HEAD OF GENERAL AFFAIR )IRVAN A. NOE'MAN (KETUA BIDANG ADMINISTRASI DAN KEUANGAN / HEAD OF FINANCE AND ADMIN)

HELLY MINARTI (KETUA BIDANG PROGRAM / HEAD OF PROGRAM)

KOMITE TARI DEWAN KESENIAN JAKARTA / DANCE COMMITTEE OF JAKARTA ARTS COUNCILSUKARJI SRIMAN, RURY NOSTALGIA, HARTATI, HELLY MINARTI

KONSULTAN PROGRAM / PROGRAM CONSULTANT JULIANTI PARANI • TIM SPONSORSHIP / SPONSORSHIP TEAM DAYA DIMENSI INDONESIA • PEMBICARA SEMINAR / SEMINAR SPEAKERS

JULIANTI PARANI, RAHMAT RUCHIYAT, RISMA SUGIHARTATI • KOORDINATOR SEMINAR / SEMINAR CO-ORDINATOR MADIA PATRA ISMAR • PEMATERI MASTERCLASS / BRAZING MASTERCLASS

KARTINI KISAM, RACHMAT RUCHIAT • PENANGGUNG JAWAB REVITALISASI TARI SIPATMO / SUPERVISOR RACHMAT RUCHIAT • PENGISI ACARA / ARTIST KARTINI KISAM, WIWIEK

WIDIYASTUTI, NURI SARINURI (MPOK NORI), ENTONG SUKIRMAN • PEMBAWA ACARA / MASTER OF CEREMONIES YAHYA ANDI SAPUTRA

MANAJER PROGRAM / PROGRAM MANAGER ANA ROSDIANAHANGKA • PELAKSANA PROGRAM / PROGRAM OFFICER ANDIKE WIDYANINGRUM • PELAKSANA MUDA / PROJECT OFFICER

DEDDY HENDRAWAN • MANAJER HUMAS / PUBLIC RELATION MANAGER ANGGARA SUBOWO • PUBLIKASI / PUBLICATION DITA KURNIA • DESAINER GRAFIS / GRAPHIC DESIGNER RIOSADJA • DOKUMENTASI / DOCUMENTATION EVA TOBING, JOEL TAHER, REVALDI • MANAJER PANGGUNG / STAGE MANAGER RR FIRSTY DEWI MUHARWATI • PENATA LAMPU / LIGHTING DESIGN YUSUF

• KRU / CREW JOLLI SIJABAT, APRI WIBOWO, FRENDI YESSI, AFID DUDIN, MUHAMMAD FAUZI, NOVRI ZALIANTO • KEUANGAN / FINANCE TRI SUCI • ADMINISTRASI UNDANGAN / INVITATION

ANGGAWATI • PENERIMA TAMU / RECEPTIONIST WIDYA AYU TRISNA, PUTRY DITA MULYA • PENGEMUDI TRANSPORTASI / DRIVER SUKIDI • KEBERSIHAN / CLEANING JULIAN, JAELANI

Page 113: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

111.

TERIMAKASIH ACKNOWLEDGEMENTS

JULIANTI PARANITAMAN ISMAIL MARZUKI, BAMBANG SUBEKTI

INSTITUT KESENIAN JAKARTA, BEKTI LAKSMINIDINAS PARBUD DKI ARIE BUDIMAN, ARIE BUDIMAN, ABDUR RACHEM

DAYA DIMENSI INDONESIA, ASZKA ARIEF, DIDI INDIRA,CICIK TRI, ADITYA RIKIDANIELPGN, MOHAMMAD SETIADI

JASA MARGA, HERALDI GALINGGA PT DJARUM, RENITA SARI, ADI PARDIANTO, RIEKA NUR ASY SYAM

RUANGRUPA, AJENG

MEDIA PARTNER

SPONSOR

Page 114: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN

.112SEMINAR & MASTERCLASS

SENIN MONDAY

8/1210:00-15:00 WIB

GALERI INDONESIA KAYA, GRAND INDONESIA - WEST MALL LANTAI 8

GRAHA BHAKTI BUDAYA,TAMAN ISMAIL MARZUKI - JL. CIKINI RAYA NO. 73

RACHMAT RUCHIATJULIANTI PARANIRISMA SUGIHARTATIMADIA PATRA ISMARKARTINI KISAM

PERTUNJUKANTHE SHOW

SELASA TUESDAY

9/1219:30 WIB

GRAHA BHAKTI BUDAYA,TAMAN ISMAIL MARZUKI - JL. CIKINI RAYA NO. 73

KARTINI KISAMWIWIEK WIDIYASTUTIENTONG KISAMMPOK NORIYAHYA ANDI SAPUTRA

Page 115: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN
Page 116: library.dkj.or.idlibrary.dkj.or.id/repository/telisik-tari-betawi-topeng-dan-cokek.pdf · DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA UNTUK MERUMUSKAN KEBIJAKAN GUNA MENDUKUNG KEGIATAN DAN PENGEMBANGAN