eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/66453/1/06_keragaman_genetik_kedelai_akibat... · analisis...

10

Upload: vuanh

Post on 20-Jun-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

2

adanya keragaman genetik toleransi tanaman kedelai pada tanah salin akibat mutasi induksi dengan sinar gamma.

Kata kunci : Analisis gerombol, Detam, sinar gamma, OPAA

PENDAHULUAN

Kenaikan permukaan laut merupakan pengaruh perubahan iklim global, dengan peningkatan rata-rata kenaikan pemukaan laut dari 1,7 mm/tahun menjadi 3,1 mm/tahun selama abad terakhir (Williams, 2013). Kenaikan permukaan laut tersebut menyebabkan tanah di area pesisir menjadi lebih salin (Heimlich dan Bloetscher, 2011). Intrusi salin ke dalam air tanah pesisir melalui penetrasi akuifer menjadi perhatian utama, dan bahkan pada konsentrasi tinggi dapat merusak jaringan tanaman (Olufemi et al., 2010). Di Indonesia, luas lahan salin mencapai lebih dari 440 ribu ha yang terbagi menjadi beberapa kategori tingkat salinitas (Astari dan Basyuni, 2016). Pengaruh salinitas terlihat sebagai hasil interaksi komplek antara sifat morfologi, biokimia dan proses fisiologi yang menyebabkan toksisitas ion, cekaman osmotik, defisiensi nutrisi dan cekaman oksidatif pada tanaman, dan kemudian membatasi penyerapan air dari tanah (Shrivastava dan Kumar, 2015).

Keragaman genetik yang tersedia merupakan kunci keberhasilan pemulia untuk mendapatkan karakter-karakter superior yang diinginkan. Namun saat ini sumber genetik tanaman kedelai yang tahan terhadap cekaman salin memiliki keragaman yang sempit. Oleh sebab itu, peningkatan keragaman genetik melalui induksi mutasi memiliki keunggulan komparatif sebagai strategi untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan melalui seleksi. Induksi mutasi dapat dilakukan secara fisika (antara lain dengan gamma ray) dan kimia (antara lain dengan natrium azida dan etil metan sulfonat). Adanya fenomena interaksi kespesifikan antara mutan kedelai (genotype) dan perlakuan cekaman salinitas (environment) terhadap pewarisannya (heritability), mendorong pengembangan mutan kedelai dilakukan melalui parameter-parameter ketahanan terhadap salinitas dengan indeks seleksi yang meningkat pada tiap generasi.

Identifikasi tanaman mutan dapat dilakukan berdasarkan karakter morfologi, enzimatik atau molekuler. Identifikasi mutan berdasarkan karakter morfologi paling mudah dilakukan dan murah dari segi biaya, tetapi karakter morfologi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pada tanaman kedelai yang memiliki keragaman genetik yang sempit, marka morfologi tidak mampu menunjukkan keragaman. Beberapa tahun terakhir ini sudah banyak dikembangkan penanda molekuler, salah satunya adalah penanda molekuler berdasarkan RAPD. Marka RAPD telah banyak digunakan pada berbagai tanaman. Rustikawati et al. (2012) menggunakan marka RAPD untuk identifikasi mutan jagung. Mundewadikar dan Deshmukh (2014) melaporkan RAPD dapat digunakan untuk menunjukkan variasi genetik pada kedelai, diantara 22 primer yang digunakan 11 primer menunjukkan polimorfisme. Tidke et al. (2017) menyatakan bahwa marka molekuler dengan teknik RAPD adalah sederhana, cepat, dapat diandalkan serta merupakan metode yang efektif untuk mendeteksi polimorfisme sehingga dapat digunakan untuk menilai keragaman genetik antara genotipe dan sangat membantu dalam pemilihan tetua untuk hibridisasi.

Ekstraksi DNA dan pemilihan primer yang tepat sangat menentukan keberhasilan identifikasi dan keragaman genetik karakter tanaman yang menjadi bahan kajian. Khan et al. (2013) menggunakan 20 primer untuk mengidentifikasi keragaman genetik 10 kultivar kedelai pada kondisi cekaman salinitas (NaCl) secara hidroponik. Primer yang digunakan adalah OPAA-1, OPAA-2, OPAA-3, OPAA-4, OPAA-5, OPAA-6, OPAA-7, OPAA-8, OPAA-9, OPAA-10, OPAA-11, OPAA-12, OPAA-13, OPAA-14, OPAA-15, G-1, G-2, G-3, G-4 and G-5. Enam primer tersebut akan digunakan pada penelitian ini. Juwarno dan Samiyarsih (2017) menggunakan marka RAPD untuk mengetahui respon molekuler tiga kultivar kedelai (Mahameru, Slamet dan Detam) akibat stress garam dengan penyiraman NaCl

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

3

Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan menggunakan marka RAPD untuk mengidentifikasi keragaman kultivar kedelai pada cekaman salinitas dengan NaCl. Penggunaan marka RAPD untuk mengidentifikasi keragaman genetik yang disebabkan oleh mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma dan diseleksi pada tanah salin belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh berbagai dosis radiasi sinar gamma terhadap keragaman genetik tanaman kedelai pada tanah salin dengan menggunakan marka RAPD.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada musim hujan di tanah salin dengan salinitas 4,3 dS/m di desa Dresi Wetan, Kecamatan Kaliori - Kabupaten Rembang – Jawa Tengah. Kultivar kedelai yang digunakan adalah Detam-3. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 11 taraf perlakuan radiasi sinar gamma yaitu 0 (kontrol), 160, 208, 256, 304, 352, 400, 448, 496, 544 dan 592 Gy. Radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN). Sebanyak 200 benih kedelai setiap perlakuan ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 30 cm.

Sampel daun untuk analisis molekuler diambil dari satu tanaman setiap perlakuan pada tiga minggu setelah tanam. Tahap ekstraksi DNA dan isolasi dilakukan menggunakan kit DNA Tiangen genom tanaman. Masing-masing sampel DNA diencerkan dalam PCR-tube baru pada konsentrasi 15 ng/µL dalam 100 µL. Sampel kemudian diamplifikasi dalam total reaksi 25 µL yang mengandung 22 µl Master-mix (12,5 µl AmpliTag Gold 360, 1 µl 360 GC Enhancer, 8,5 µl ddH2O), 1 µl Primer (working solution 15 µM), dan 2 µl DNA Sampel. Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan penanda OPAA-01, OPAA-02, OPAA-03, OPAA-09, OPAA-14 dan OPAA-15 (Tabel 1) (Khan et al., 2013). Tabel 1. Primer yang digunakan dalam RAPD

No. Nama Primer Urutan Basa 5’ - 3’

1. OPAA-01 AGACGGCTCC 2. OPAA-02 GAGACCAGAC 3. OPAA-03 TTAGCGCCCC 4. OPAA-09 AGATGGGCAG 5. OPAA-14 AACGGGCCAA 6. OPAA-15 ACGGAAGCCC

Reaksi PCR menggunakan mesin PCR-Thermal Cycler dengan program PCR

berdasarkan optimasi Khan et al. (2013) sebagai berikut : denaturasi awal dilakukan pada suhu 95

0C selama 10 menit, diikuti oleh sebanyak 43 siklus proses denaturasi pada

suhu 950C selama 30 menit, annealling (tahap penempelan primer) pada suhu 37

0C

selama 30 detik, dan extension (tahap perpanjangan basa) pada suhu 720C selama 2

menit. Reaksi PCR diakhiri dengan siklus final extension (tahap akhir perpanjangan basa) pada suhu 72

0C selama 8 menit. Selanjutnya sampel dielektroforesis menggunakan gel

agarose 1,5 % pada tangki berisi bufer TAE. Alat elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 volt selama 45 menit. DNA ladder 100 bp digunakakan sebagai size marker. Hasil

elektroforesis kemudian divisualisasi menggunakan alat dokumentasi gel (GelDoc).

Analisis data parameter molekuler dilakukan dengan metode pemberian nilai (skoring) terhadap pita DNA yang muncul pada hasil elektroforesis gel agarose 1,5%. Pita-pita yang terlihat pada hasil visualisasi dianggap sebagai satu alel. Pita-pita DNA yang memiliki laju migrasi yang sama dianggap sebagai lokus yang sama. Analisis pita-pita DNA dibantu dengan software Gel Analyzer untuk membantu dalam mendeteksi pita DNA serta mengukur jarak migrasi. Setiap pita yang terlihat diberi skor 1, sedangkan pita yang tidak terlihat diberi skor 0. Hasil skoring pita ini berupa data biner. Analisis gereombol/pengelompokan menggunakan UPGMA pada program NTSYS PC Software.

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

4

Hasil analisis digunakan untuk membuat dendogram. Data yang dianalisis adalah data dari masing-masing hasil amplifikasi primer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis RAPD Amplifikasi PCR-RAPD dengan primer OPAA-01 menghasilkan 36 pita DNA dengan kisaran 364 – 987 bp. Primer OPAA-02 menghasilkan 38 pita DNA dengan kisaran 300 – 2220 bp. Primer OPAA-03 hanya menghasilkan 11 pita dengan ukuran 900 bp. Primer OPAA-09 menghasilkan 46 pita DNA dengan kisaran 310 – 828 bp. Primer OPAA-14 menghasilkan 42 pita DNA dengan kisaran 300 – 1210 bp. Sedangkan primer OPAA-15 menghasilkan 66 pita DNA dengan kisaran 348 – 792 bp (Gambar 1).

OPAA01 OPAA02

OPAA03 OPAA09

OPAA14 OPAA15

Gambar 1. Keragaman Pita DNA Kedelai pada Berbagai Dosis Radiasi Sinar Gamma pada Tanah Salin

Analisis DNA kedelai pada berbagai dosis radiasi sinar gamma yang ditanam di tanah dengan primer OPAA-01 memperlihatkan 4 lokus, hanya 1 lokus yang menunjukkan polimorfisme (25 %). Persentase polimorfisme pada primer OPAA-02 dan OPAA-09 adalah 60 %. Persentase polimorfisme tertinggi ditunjukkan oleh primer OPAA-14 yaitu 83 %. Analisis DNA kedelai dengan menggunakan primer OPAA-03 dan OPAA-15 tidak menunjukkan adanya polimorfisme (Tabel 2).

Persentase polimorfisme pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Khan et al. (2013) yang menunjukkan 98,17% polimorfisme pada berbagai kultivar kedelai dengan cekaman NaCl. Li dan Nelson (2005) serta Singh et al.(2006) melaporkan persentase polimorfisme sebesar 56 dan 53,9 %. Sedangkan Thompson et

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

5

al. (1998) melaporkan polimorfisme sebesar 36 %. Perbedaan dalam beberapa hasil penelitian tersebut berkaitan dengan sifat materi genetik kedelai yang diselidiki dan urutan primer nya Tabel 2. Primer dan Jumlah Lokus yang Terbentuk

No. Primer Jumlah Lokus Polimorfisme Lokus % Polimorfisme

1. OPAA-01 4 1 25 2. OPAA-02 5 3 60 3. OPAA-03 1 0 0 4. OPAA-09 5 3 60 5. OPAA-14 6 5 83 6. OPAA-15 4 0 0

. Hasil amplifikasi dengan 6 primer yang digunakan memperlihatkan beberapa pita yang menunjukkan pola pita khusus (Tabel 3). Kekhususan yang ditunjukkan adalah terdapat beberapa lokus yang muncul pada tanaman kontrol (Detam 3) tetapi tidak muncul pada pada tanaman kedelai dengan dosis radiasi tertentu. Pola pita khusus yaitu pada primer OPAA-02, tanaman kontrol memperlihatkan pita dengan ukuran 755 bp, sedangkan tanaman kedelai pada perlakuan radiasi 160, 256, 352, 400, 448 dan 544 tidak menunjukkan adanya pita tsb. Pada primer OPAA-02, kedelai dengan dosis radiasi 448 Gy tidak memiliki pita ukuran 1340 bp, sedangkan kontrol dan tanaman dosis radiasi lainnya memperlihatkan pita tsb. Hal tersebut juga tampak pada primer OPAA-14, tanaman dengan dosis radiasi 256 Gy tidak memiliki lokus DNA dengan ukuran 700 dan 520 bp. Sedangkan tanaman dengan radiasi sinar gamma 496 Gy tidak memiliki pita dengan ukuran 520 bp.

Tabel 3. Analisis Pita DNA pada berbagai Marker

Pri-mer

Bp Detam

3

Dosis Radiasi

160 208 256 304 352 400 448 496 544 592

OPAA-01

987 + + + + + + + + + + +

755 + + + +

683 + + + + + + + + + + +

384 + + + + + + + + + + +

OPAA-02

2220 +

1340 + + + + + + + + + +

740 + + + + + + + + + + +

520 + + + + +

300 + + + + + + + + + + +

OPAA-03

900 + + + + + + + + + + +

OPAA-09

828 + + + + + + + + + + +

656 + + + + + + + + + + +

460 + + + + + + + + +

393 + + + + + + + + + +

310 + + + + +

OPAA-14

1210 + + +

850 +

700 + + + + + + + + + +

520 + + + + + + + + +

370 + + + + + + + +

300 + + + + + + + + + + +

OPAA-15

792 + + + + + + + + + + +

601 + + + + + + + + + + +

428 + + + + + + + + + + +

348 + + + + + + + + + + +

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

6

Kekhususan yang lain adalah munculnya pita baru yang tidak dimiliki oleh tanaman kontrol. Pada primer OPAA-02, muncul pita dengan ukuran 2220 bp pada kedelai dengan radiasi sinar gamma 256 Gy. Pada primer OPAA-02 juga muncul pita dengan ukuran 520 bp pada tanaman dengan dosis radiasi 256, 352, 400, 496 dan 544 Gy. Pita yang baru juga muncul pada primer OPAA-09 dengan ukuran 460 bp pada tanaman dengan dosis radiasi 160,208, 256, 304, 352, 448, 496, 544 dan 592 Gy. Pada primer OPAA-14, pita yang baru muncul pada ukuran 1210 bp, 850 bp dan 370 bp.

Kekhususan yang ditunjukkan baik munculya pita baru atau tidak munculnya pita pada tanaman kedelai dengan radiasi sinar gamma dibandingkan tanaman kontrol menunjukkan perbedaan pola pita. Perbedaan pola pita tsb juga mengindikasi perbedaan DNA yang menunjukkan adanya keragaman genetik antara tanaman dengan perlakuan radiasi sinar gamma yang berbeda. Perbedaan ukuran pita DNA yang dihasilkan dari primer yang sama diasumsikan bahwa perbedaan berasal dari lokus yang berbeda. Hasil penelitian ini sesuai dengan Magoub et al. (2016) yang melaporkan munculnya pita baru dan hilangnya pita hasil analisis dengan RAPD pada tanaman kedelai kontrol dibandingkan tanaman yang mendapat cekaman salinitas (NaCl). Analisis RAPD adalah metode yang bermanfaat untuk mendeteksi penanda khusus yang dapat digunakan untuk karakterisasi ketahanan tanaman terhadap salinitas (Iqbal et al., 2007).

Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer spesifik untuk identifikasi ketahanan tanaman kedelai pada cekaman salinitas (Khan et al., 2013). Perbedaan pita pada analisis DNA dengan RAPD antara tanaman dengan perlakuan radiasi sinar gamma yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan/keragaman genetik ketahanan tanaman kedelai pada tanah salin. Setiap tanaman kedelai dengan radiasi sinar gamma yang berbeda pada penelitian ini menunjukkan pita-pita yang berbeda satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan setiap tanaman tsb adalah berbeda genetik dan ketahanannya terhadap salinitas.

Analisis Gerombol Hasil analisis gerombol (cluster analysis) dalam bentuk dendogram menunjukkan kekerabatan antara tanaman kedelai dengan perlakuan dosis radiasi sinar gamma yang berbeda (Gambar 2). Hasil analisis gerombol menunjukkan terdapat 4 kelompok yaitu kelompok A, B, C dan D. Kelompok A adalah tanaman kontrol yaitu Detam-3 dan kedelai dengan radiasi gamma 592 Gy dengan kesamaan genetik 89 %. Kelompok B terdiri dari 5 genotipe yaitu kedelai dengan radiasi sinar gamma 160, 352, 544, 208 dan 496 Gy. Jarak genetik tanaman pada kelompok B sebesar 85 % dengan tanaman kontrol. Kelompok C terdiri dari tanaman kedelai dengan radiasi sinar gamma 304 dan 448 Gy dengan tingkat kesamaan 81 % dengan tanaman kontrol (tanpa radiasi sinar gamma). Kelompok D adalah tanaman dengan radiasi sinar gamma 256 Gy dengan tingkat kesamaan sebesar 72 % atau jarak genetik 28 % dengan tanaman kontrol.

Gambar 1. Dendogram Hasil Analisis Pengelompokan Berbagai Genotipe Kedelai pada

Radiasi Sinar Gamma yang Berbeda

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

7

Perbedaan jarak genetik antara tanaman kontrol tanpa radiasi sinar gamma dengan tanaman yang mendapat perlakuan radiasi sinar gamma menunjukkan adanya keragaman genetik akibat mutasi induksi pada penelitian ini. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Khan et al. (2007) menyatakan keragaman genetik pada tebu akibat mutasi induksi dengan sinar gamma, hasil RAPD menunjukkan kesamaan antara tanaman mutan dan tanaman kontrol menurun dengan meningkatnya dosis radiasi. Atak et al. (2011) juga menggunakan analisis RAPD untuk mendeteksi mutasi pada tanaman Rhododendron. Keragaman genetik tanaman mutan akibat mutasi induksi dengan sinar gamma berbeda dengan tanaman kontrol.

KESIMPULAN

Analisis DNA dengan primer OPAA-01, OPAA-02, OPAA-03, OPAA-09, OPAA-14 dan OPAA-15 pada kedelai yang dimutasi dengan radiasi sinar gamma menghasilkan 239 pita dengan ukuran 300 – 2220 bp. Hasil analisis gerombol menggunakan UPGMA pada program NTSYS PC Software menunjukkan dendogram dengan 4 kelompok dengan tingkat kesamaan 89 % - 72 % antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diradiasi sinar gamma. Mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma pada kedelai menyebabkan keragaman genetik toleransi tanaman kedelai pada tanah salin.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas dana yang diberikan melalui skim Penelitain Terapan Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2017 – 2018. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Diponegoro.

REFERENSI

Astari, R.P. & R.M. Basyuni. Kemajuan genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomis progeni kedelai F3 persilangan Anjasmoro dengan genotipe tahan salin. J. Pertanian Tropik. 3 (1): 52-61

Atak, C., O. Celik & L. Acik. 2011. Genetic analysis of Rhododendron mutants using random amplified polymorphic DNA (RAPD). Pakistan J. of Botany. 43 (2) : 1173 – 1182.

Heimlich, B. & F. Bloetscher. 2011. Effects of sea level rice and other climate change impacts on Southeast Florida’s water resources. Florida Water Resources J. 20 (1) : 36-46.

Iqbal, M., A. Navabi, D.F. Salmon, R.C. Yang, B.M. Murdoch, S.S. Moore & D. Spaner. 2007. Genetic analysis of flowering and maturity time in high latitude spring wheat. Euphytica. 154 : 207―218.

Juwarno, J & S.Samiyarsih, S. 2017. Anatomical and molecular responses of soy bean (Glycine max (L.) Merr.) due to salinity stresses. Molekul. 12(1) : 45–52.

Khan, I.A., M.U. Dahot & A. Khatri. 2007. Study of genetic variability in sugarcane induced through mutation breeding. Pakistan J. Botany. 39(5): 1489-1501

Khan, F., K.R. Hakeem, T.O. Siddiqi & A. Ahmad. 2013. RAPD markers associated with salt tolerance in soybean genotypes under salt stress. Applied Biochemistry and Biotechnology. 170(2) : 257–272.

Li, Z., & R.L.Nelson. 2001. Genetic diversity among soybean accessions from three countries measured by RAPD. Crop Sci. 41 : 1337-1347.

Mahgoub, H. A. M., A.R.Sofy , E.A. Abdel-azeem & M.S. Abo-zahra. 2016. Molecular

Prosiding Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Sumatera Barat “Kedaulatan Benih Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045”

Padang, 4 – 5 Oktober 2018

8

markers associated with salt-tolerance of different soybean ( Glycine max L .) cultivars under salt stress. International J. of Advanced Research in Biological Sci. 3(8) : 241–267.

Mundewadikar, D.M. & P.R. Deshmukh. 2014. Genetic variability and diversity studies in soybean [Glycine max (L.) Merrill] using RAPD marker. International J. of Scientific and Research Publication. 4 (9) : 1- 4.

Rustikawati, E. Suprijono, A. Romeida, C. Herison, S.H. Sutjahjp. 2012. Identification of M4 gamma irradiated maize mutant based on RAPD markers. Agrivita. 34 (2) : 161 – 165.

Shrivastava, P. & R. Kumar. 2015. Soil salinity: a serious environmental issue and plant growth promoting bacteria as one of the tools for its alleviation. Saudi J. of Biological Sci. 22 (2): 123-131.

Singh, R. K., A. Kumar, M. Billore, A. Rani, S.M. Husain & G.S. Chauhan. 2006. Analysis of soybean germplasm using randomly amplified polymorphic DNA markers. The Nucleus. 49 : 165–172.

Thompson, J. A., R.L. Nelson & L. D. Vodkin. 1998. Identification of diverse soybean

germplasm using RAPD markers. Crop Sci. 38 : 1348–1355. Tidke, S. A., D. Ramakrishna , S. Kiran & G. Kosturkova. 2017. Analysis of genetic

diversity of 12 genotypes of Glycine max by using RAPD marker. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci. 6(7) : 656–663.

Olufemi, A.G., O.O. Utieyin & O.M. Adebayo. 2010. Assesment of groundwater quality and saline intrusionas in coastal aquifers of Lagos Metropolis, Nigeria. J. of Water Resources and Protection . 2: 849-853.

Williams, S.J.. 2013. Sea-level rise implications for coastal regions. J. of Coastal Research. 63: 184-196.