indonesiasearch.oecd.org/economy/surveys/indonesia-2016-oecd...11 tabel 1. indikator tertentu untuk...
TRANSCRIPT
Survei Ekonomi OECD
INDONESIA Oktober 2016
IKHTISAR
www.oecd.org/eco/surveys/economic-survey-
indonesia.htm
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kerangka kebijakan membaik dengan cepat
Pertumbuhan ekonomi melambat
% pertumbuhan tahun-ke-tahun (year-on-year), volume
Sumber: Basis data OECD Economic Outlook.
Meningkatkan efisiensi belanja publik akan membuat sumber daya yang ada dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih produktif
Pemerintahan yang berukuran kecil
Belanja pemerintah sebagai % PDB, per tahun 2014 atau berdasarkan data terbaru
Sumber: OECD Government at a Glance 2015.
Kinerja pemerintah daerah masih dapat lebih ditingkatkan
Ketimpangan di antara provinsi masih besar
% dari PDB nasional per kapita, 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik.
4
TEMUAN UTAMA REKOMENDASI PENTING
Menetapkan kebijakan makro untuk pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan
Memfasilitasi perubahan struktural
Memastikan keberlanjutan dan inklusivitas pertumbuhan ekonomi
5
TEMUAN UTAMA REKOMENDASI PENTING
Meningkatkan pembangunan daerah
Meningkatkan efisiensi belanja publik
8
Gambar 1. Komponen pertumbuhan PDB
% pertumbuhan tahun-ke-tahun (year-on-year), volume
Sumber: Basis data OECD Economic Outlook.
Gambar 2. Neraca transaksi berjalan
% PDB
Sumber: Basis data OECD Economic Outlook.
Gambar 3. Harga komoditas tertentu
Dolar Amerika Serikat, indeks Januari 2011 = 100.
Sumber: Basis data IMF Commodity Price.
9
Gambar 4. Nilai tukar pasar dan nilai tukar efektif riil
1. Nilai tukar efektif yang dideflasikan dengan IHK - Indeks Harga Konsumen (CPI - Consumer Price Index).
Sumber: Thomson Reuters; basis data OECD Economic Outlook.
Gambar 5. Komponen inflasi IHK (CPI) dan target inflasi
1. Hitungan inflasi inti mengecualikan harga pangan yang sering bergejolak dan harga yang diatur pemerintah.
Sumber: Bank Indonesia.
A. Nilai tukar terhadap USD, Jan. 2011 = 100 B. Indeks nominal dan indeks riil efektif, Jan. 2011 = 100
30
50
70
90
110
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
INDONESIA
Cina
Malaysia
Australia
Afrika Selatan
70
80
90
100
110
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Nilai tukar nominal efektif
Nilai tukar riil efektif¹
10
Gambar 6. Suku bunga resmi dan jangka panjang, nominal maupun riil
1. Pada 19 Agustus 2016, Bank Indonesia mengganti kebijakan suku bunga menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate (suku bunga Bank Indonesia Reverse Repurchase dengan tenor 7 hari).
2. Dideflasikan dengan tingkat inflasi IHK (CPI) tahun-ke-tahun (year-on-year).
Sumber: Thomson Reuters; basis data OECD Economic Outlook; Bank Indonesia.
11
Tabel 1. Indikator tertentu untuk Indonesia
1995 2000 2005 2010 2013 2014 2015
Jumlah penduduk Keseluruhan, dalam juta jiwa 205,9 208,9 224,5 240,7 249,9 252,8 255,5 Sebaran usia (%)
0-14 33,6 30,7 30,0 29,8 28,9 27,6 27,3 15-65 62,2 64,7 65,1 65,2 65,9 67,2 67,3 65+ 4,2 4,7 4,9 5,0 5,2 5,3 5,4
Tingkat kemiskinan absolut (%)1 19,1 16,0 13,3 11,4 11,1 11,2
Koefisien Gini1 0,30 0,36 0,38 0,41 0,41 0,41
Angka partisipasi murni (pendidikan menengah, %) 60,0 70,8
Lapangan kerja dan inflasi
Pekerjaan (juta) 80,1 89,8 95,4 109,6 112,8 114,6 114,8 Pekerjaan informal, % dari lapangan kerja 70,5 68,4 60,1 59,6 57,8 Tingkat pengangguran (%) 7,2 6,1 10,5 7,0 6,2 5,9 6,2 Inflasi (IHK, akhir tahun, %) 9,0 9,3 17,1 7,0 7.7 8,4 3,4
Pasokan dan permintaan
PDB (dalam nilai triliun IDR saat ini) 546,4 1.520,7 3.035,6 6.864,1 9.524,7 10.565,8 11.540,8
PDB (dalam nilai miliar USD saat ini) 243,6 182,4 313,2 756,2 916,8 890,7 863,1 Tingkat pertumbuhan PDB (riil, dalam %) 8,2 4,9 5,7 6,4 5,6 5,0 4,8 Tingkat pertumbuhan PDB (riil, secara per kapita, %) 6,1 5,1 4,2 4,9 4,3 3,8 3,7 Permintaan (pertumbuhan dalam %)
Konsumsi rumah tangga 12,6 1,6 4,0 4,1 5,4 5,3 4,9 Konsumsi pemerintah 1,3 6,5 6,6 4,0 6,9 2,0 4,4 Investasi tetap bruto 10,3 10,8 9,5 11,5 3,9 6,3 2,3 Ekspor 14,0 16,7 10,9 6,7 5,3 4,1 5,3 Impor 7,7 26,5 16,6 15,3 4,2 1,0 -2,0
Pasokan (dalam % dari PDB nominal) Pertanian 14,3 13,1 14,3 13,7 13,7 14,0 Pertambangan 11,0 11,1 10,7 11,3 10,1 7,9 Manufaktur 25,4 27,4 22,6 21,6 21,5 21,5 Jasa
2 49,4 48,3 52,3 53,4 54,7 56,7
Keuangan pemerintah (dalam % PDB)3
Pendapatan 13,1 13,5 16,3 14,5 15,1 14,7 13,0 Pengeluaran 12,0 14,6 16,8 15,2 17,3 16,8 15,6 Neraca nominal 1,1 -1,1 -0,5 -0,7 -2,2 -2,1 -2,6 Utang bruto (pemerintahan umum) 81,1 43,3 24,5 24,9 24,7 26,8
Neraca pembayaran (dalam % PDB)
Neraca perdagangan (barang) 2,7 13,7 5,6 4,1 0,6 0,8 1,5 Neraca transaksi berjalan -2,6 4,9 0,1 0,7 -3,2 -3,1 -2,0 Dalam miliar USD -6,4 8,0 0,3 5,1 -29,1 -27,5 -17,7 Cadangan internasional (bruto, miliar USD) 34,7 96,2 99,4 111,9 105,9 Utang luar negeri yang belum dilunasi 77,7 41,7 26,8 29,0 32,8 36,0
1. Berdasarkan pengeluaran per kapita. Indeks Gini berkisar dari nol (semua orang punya penghasilan yang sama) hingga satu (semua penghasilan diperoleh satu orang saja). Dengan demikian, nilai koefisien Gini yang semakin tinggi menunjukkan ketimpangan yang semakin besar dalam distribusi penghasilan. Kemiskinan absolut adalah persentase orang yang berada di bawah garis kemiskinan nasional, yaitu nilai tertentu pengeluaran per kapita per bulan yang diperlukan agar seseorang dapat menikmati kondisi hidup yang layak.
2. Termasuk listrik, gas, air, dan konstruksi.
3. Pemerintah pusat, kecuali jika disebutkan lain.
Sumber: Badan Pusat Statistik; laporan keuangan Pemerintah Indonesia (telah diaudit); Bank Dunia; perkiraan OECD.
12
Tabel 2. Proyeksi ekonomi OECD untuk Indonesia
Perubahan persentase tahunan, volume (harga 2007)
2013 2014 2015 2016 2017
Produk domestik bruto (PDB) 5,6 4,8 4,8 5,1 5,3
Konsumsi rumah tangga 5,5 5,3 4,5 5,1 5,0
Konsumsi pemerintah 6,7 1,2 5,4 5,4 3,5
Pembentukan modal tetap bruto 5,0 4,6 5,1 5,4 6,1
Stockbuilding1 -0,3 0,8 -0,9 -0,3 0,1
Permintaan domestik total 5,0 5,4 3,9 4,9 5,5
Ekspor barang dan jasa 4,2 1,0 -2,0 -0,9 3,1
Impor barang dan jasa 1,9 2,2 -5,8 -2,3 4,2
Ekspor bersih1 0,6 -0,3 0,9 0,3 -0,2
Indikator lainnya (tingkat pertumbuhan, kecuali disebutkan lain) Deflator PDB 5,0 5,4 4,2 2,6 3,9
Indeks harga konsumen 6,4 6,4 6,4 3,1 3,5
Neraca perdagangan2 -0,8 0,8 0,3 0,1 -0,6
Neraca transaksi berjalan2 -3,1 -3,1 -2,1 -2,0 -2,5
Neraca fiskal pemerintah secara pusat2 -2,4 -2,5 -2,3 -2,6 -2,9
Suku bunga pasar uang tiga bulan 6,3 8,8 8,3 7,2 6,4
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah 10 tahun, rata-rata 6,9 8,2 8,2 7,8 7,4
1. Kontribusi terhadap perubahan pada PDB riil.
2. Sebagai persentase PDB.
Sumber: OECD staff estimates.
Tabel 3. Peluang guncangan ekstrem terhadap perekonomian Indonesia
Guncangan Kemungkinan dampak
Perlambatan drastis di kawasan Asia
Indonesia adalah eksportir besar komoditas mentah dan komoditas yang sudah diolah sebagian, dan secara khusus terekspos pada Cina. Perlambatan drastis di Cina dan/atau mitra dagang regional lainnya akan berdampak besar terhadap Indonesia lewat jalur permintaan dan harga. Keuangan pemerintah sangat bergantung pada pendapatan royalti dari sektor pertambangan dan migas. Banyak perusahaan yang terpapar akibat tingginya tingkat pinjaman dalam mata uang asing dengan jatuh tempo pendek.
Bencana alam
Indonesia rawan terkena bencana alam seperti cuaca ekstrem, aktivitas gunung berapi, dan gempa bumi. Bencana seperti ini berpotensi menimbulkan kekacauan ekonomi dan kemanusiaan yang sangat besar. Bencana akibat ulah manusia, seperti kebakaran hutan tahun 2015 juga dapat berdampak besar terhadap ekonomi, kesehatan, dan ekologi. Bencana seperti ini dapat dimitigasi dengan jalan mengadopsi mekanisme komprehensif untuk menangani risiko tersebut (termasuk dengan menerbitkan obligasi bencana, seperti yang dilakukan Meksiko pada 2006).
Sektor keuangan dalam kondisi sehat
14
Gambar 7. Pendapatan, pengeluaran, dan neraca pemerintah secara pusat
% PDB
Sumber: Basis data CEIC.
Gambar 8. Utang pemerintah, biaya utang, dan suku bunga implisit
Negara tertentu, 2014
Keterangan: Tahun fiskal 2014/2015 untuk India. 2015 untuk Brasil.
Sumber: OECD, basis data OECD Economic Outlook No. 99; Bank Dunia, basis data World Development Indicators; IMF, basis data Statistik Keuangan Pemerintah; Bank Sentral India; Kementerian Keuangan Afrika Selatan; CEIC.
15
Gambar 9. Perubahan dalam belanja pemerintah
Perbedaan antara 2014 dan 2015, poin persentase dari pengeluaran total
Sumber: Basis data CEIC.
Gambar 10. Perbedaan antara proyeksi dan realisasi penerimaan pemerintah
% PDB
Sumber: Basis data CEIC.
17
Kesetaraan dan inklusivitas
Memajukan industrialisasi dengan menyiapkan fundamental yang tepat
Masyarakat Ekonomi ASEAN dan perjanjian ekonomi internasional lainnya
19
Gambar 11. Pembatasan perdagangan jasa di Indonesia, 20151
1. Komponen dalam Services Trade Restrictiveness Index (STRI) bernilai antara nol sampai satu; angka satu berarti paling ketat. Basis data STRI mencatat berbagai upaya berbasis pendekatan Most-favoured-nation(negara-yang-paling-disukai); perjanjian perdagangan preferensial tidak ikut diperhitungkan. Basis data ini telah melalui verifikasi dan penelaahan sejawat (peer review) oleh anggota OECD.
2. Pasar negara berkembang (emerging market) adalah rata-rata dari Brasil, Tiongkok, Kolombia, India, Indonesia, Rusia, dan Afrika Selatan.
Sumber: Basis data OECD Services Trade Restrictiveness Index.
Gambar 12. Peringkat daya saing global Indonesia, agregat dan subkomponen, 2016
1. Perhitungan ulang peringkat Indonesia jika subkomponen “ukuran pasar” tidak ikut diperhitungkan.
Sumber: World Economic Forum, Global Competitiveness Report 2016-2017.
20
Gambar 13. Subkomponen Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business) dan biaya mendaftarkan properti
1. Peringkat berbagai subkomponen dari Indeks Kemudahan Berusaha (Doing Business - DB) Indonesia.
Sumber: Bank Dunia, Kemudahan Berusaha (EDB).
.
B. Biaya mendaftarkan properti, % nilai, 2016A. Peringkat Indonesia dalam EODB 2015 dan 2016
050100150200
Peringkat agregat
Memulai usaha
Izin Konstruksi
Memperoleh listrik
Mendaftarkan properti
Memperoleh kredit
Melindungi investor minoritas
Membayar pajak
Perdagangan lintas batas
Menegakkan kontrak
Penyelesaian insolvensi/kepailitan
20152016
0
2
4
6
8
10
12
Fede
rasi
Rus
ia
Vie
tnam
Laos
Kol
ombi
a
Bra
sil
Mal
aysi
a
Cin
a
Kos
ta R
ika
Filip
ina
Kam
boja
Cin
a T
aipe
i
Thai
land
Afri
ka S
elat
an
Arg
entin
a
Indi
a
IND
ON
ES
IA
21
Tabel 4. Paket-paket reformasi kebijakan ekonomi, September 2015 sampai Agustus 2016
No. Tanggal Perincian paket
1. 11 September 2015
Memperbaiki iklim investasi dengan memotong birokrasi dan memperbanyak layanan satu atap.
Mempercepat proyek prioritas nasional.
Melakukan deregulasi di sektor investasi perumahan dan properti.
2. 29 September 2015
Merasionalisasi layanan perizinan di kawasan ekonomi khusus.
Proses cepat untuk pengurangan pajak (tax allowance) dan penghapusan pajak (tax holiday), yaitu 25 hari.
Mempercepat proses perizinan di bidang kehutanan.
Pemotongan pajak penghasilan atas bunga yang dibayarkan untuk simpanan (saving deposits) milik eksportir.
3. 7 Oktober
2015
Potongan tarif listrik untuk industri dan industri padat karya dapat menunda pembayaran.
Meningkatkan akses usaha mikro dan kecil ke pembiayaan (KUR)
Menyederhanakan izin pemanfaatan lahan untuk investasi
4. 10 Oktober
2015
Formula yang jelas dan transparan untuk kenaikan upah.
Menurunkan suku bunga dan meningkatkan cakupan pembiayaan usaha mikro dan kecil.
5. 22 Oktober
2015
Insentif pajak melalui revaluasi aset.
Menghilangkan pajak ganda pada real estat, properti, dan infrastruktur.
Menyederhanakan peraturan perbankan syariah.
6. 5 November
2015
Insentif pajak di kawasan ekonomi khusus, termasuk penghapusan pajak (tax holiday), pengurangan pajak (tax allowance), dan memperbolehkan kepemilikan properti oleh asing.
Menyederhanakan proses perizinan untuk impor bahan mentah bagi produksi obat-obatan.
7. 4 Desember
2015
Pemotongan tarif pajak penghasilan untuk industri padat karya selama dua tahun, dengan syarat mempekerjakan minimal 5.000 karyawan dan 50% hasil produksinya diekspor.
Mempercepat proses sertifikasi tanah bagi pedagang kaki lima serta usaha kecil dan menengah (bebas biaya bagi pemegang Kartu Keluarga Sejahtera).
8. 21 Desember
2015
Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) untuk harmonisasi pemanfaatan lahan.
Insentif bagi industri penerbangan.
Insentif untuk berinvestasi di pengilangan minyak.
9. 27 Januari
2016
Sistem single billing untuk jasa kepelabuhan yang dilaksanakan BUMN.
Mengintegrasikan sistem National Single Window ke sistem TI kepelabuhan nasional.
Mewajibkan agar pembayaran yang berkaitan dengan transportasi dilakukan dalam mata uang rupiah.
Menghapus pembedaan harga layanan pos untuk publik dan swasta.
10. 11 Februari
2016 Mencabut pembatasan kepemilikan asing di 35 sektor usaha.
Melindungi usaha kecil dan menengah dan juga koperasi.
11. 29 Maret
2016
Penurunan tarif pajak properti yang dibeli oleh Dana Investasi Real Estat (DIRE) lokal.
Mengharmonisasi pemeriksaan kepabeanan di pelabuhan (untuk mengurangi dwelling time).
Pinjaman yang disubsidi bagi usaha kecil dan menengah yang berorientasi ekspor.
Arah dan strategi ke depan (roadmap) untuk industri farmasi.
12. 28 April
2016
Memperpendek waktu yang diperlukan untuk mendaftarkan usaha dan memperoleh izin konstruksi, mendaftarkan properti, dan frekuensi pembayaran pajak yang lebih rendah.
Menjadikan pajak dapat dibayar secara daring (online).
13 31 Agustus
2016 Mengurangi birokrasi dalam konstruksi perumahan bagi masyarakat miskin.
22
Tabel 5. Peringkat dan subkomponen Kemudahan Berusaha (EDB) untuk negara tertentu, 2016
Malaysia Thailand Cina1 Vietnam Filipina INDONESIA
1 India
1
Peringkat Agregat 18 49 84 90 103 109 130
Memulai Usaha 14 96 136 119 165 173 155
Izin Konstruksi 15 39 176 12 99 107 183
Memperoleh Listrik 13 11 92 108 19 46 70
Mendaftarkan Properti 38 57 43 58 112 131 138
Memperoleh Kredit 28 97 79 28 109 70 42
Melindungi Investor Minoritas 4 36 134 122 155 88 8
Membayar Pajak 31 70 132 168 126 148 157
Perdagangan Lintas Batas 49 56 96 99 95 105 133
Menegakkan Kontrak 44 57 7 74 140 170 178
Penyelesaian Insolvensi/Kepailitan 45 49 55 123 53 77 136
1. Peringkat negara yang memiliki jumlah penduduk di atas 100 juta orang per tahun 2013 (Bangladesh, Brasil, Cina, India, Indonesia, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan, Rusia, dan Amerika Serikat) hanya didasarkan pada data dari dua kota.
Sumber: Bank Dunia, Kemudahan Berusaha (EDB).
Gambar 14. Indeks perbandingan mutu infrastruktur, di negara tertentu
Sumber: World Economic Forum, Global Competitiveness Report 2016-17.
Infrastruktur
23
Gambar 15. Bauran energi di Indonesia
% dari keseluruhan1
1. Pihak berwenang di Indonesia tidak menganggap biomassa sebagai energi terbarukan. Hal ini menjelaskan perbedaan dengan Gambar 24 (Panel B).
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
24
Penanaman Modal Asing dan Daftar Negatif Investasi
Gambar 16. Arus masuk neto PMA di negara tertentu, 2000-15
% PDB
Sumber: Dana Moneter Internasional (IMF), basis data Statistik Keuangan Internasional dan Neraca Pembayaran; Bank Dunia, Statistik Utang Internasional; Perkiraan OECD.
25
Gambar 17. Seberapa ketat pembatasan PMA untuk negara tertentu, 2015
FDI Regulatory Restrictiveness Index (Terbuka = 0; Tertutup = 1)1
1. OECD FDI Regulatory Restrictiveness Index hanya mencakup ketentuan hukum yang mendiskriminasi investor asing (misalnya batas kepemilikan asing, prosedur penyaringan & persetujuan, pembatasan terhadap personel asing utama, dan ketentuan operasional lainnya). Aspek penting lainnya dalam iklim investasi (misalnya pelaksanaan peraturan dan monopoli oleh negara) tidak dipertimbangkan. Data mencerminkan pembatasan sampai dengan Desember 2015. Data untuk Kamboja, Laos, Singapura, Thailand, dan Vietnam adalah data awal.
2. ASEAN 9 adalah Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Sumber: Basis data OECD FDI Regulatory Restrictiveness Index.
Korupsi dan tata kelola
26
Gambar 18. Faktor yang paling menjadi masalah dalam berusaha di Indonesia, 20161
1. Perusahaan yang disurvei diminta memilih lima faktor yan g paling menjadi masalah dalam berusaha di negaranya dan memberi peringkat antara 1 (paling menjadi masalah) sampai 5. Skor dikaitkan dengan respons yang diberi pembobotan sesuai peringkatnya.
Sumber: World Economic Forum, Global Competitiveness Report 2016-17.
27
Gambar 19. Kemajuan Indonesia dalam tata kelola pemerintahan, 1996-2015
Peringkat persentil semua negara, berkisar dari 0 (terendah) hingga 100 (tertinggi).
Sumber: World Bank Worldwide Governance Indicators (WGI).
Pasar tenaga kerja dan informalitas
28
Gambar 20. Kekakuan pasar tenaga kerja di negara tertentu
1. Indikator pada aturan hukum bagi perlindungan ketenagakerjaan (employment protection legislation - EPL) mengukur prosedur dan biaya yang berkaitan dengan pemberhentian seorang atau sekelompok pekerja, serta prosedur yang berkaitan dengan merekrut pekerja dengan perjanjian kerja berjangka waktu tertentu/tetap.
2. Biaya untuk memberhentikan pekerja setelah masa kerja selama satu tahun, dalam hitungan kelipatan gaji mingguan.
Sumber: World Economic Forum; basis data OECD Employment Protection.
Meningkatkan keterampilan pekerja
A. Ketatnya perlindungan ketenagakerjaan, 2013 1 B. Biaya pemutusan hubungan kerja, 2014 2
0
10
20
30
40
50
60
Sin
gapu
ra
Jepa
ng
Hon
gkon
g, C
ina
Indi
a
Kam
boja
Cin
a T
aipe
i
Vie
tnam
Mal
aysi
a
Cin
a
Kor
ea
Filip
ina
Ban
glad
esh
Thai
land
IND
ON
ES
IA
Dalam minggu gaji
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Cin
a
IND
ON
ES
IA
Mek
siko
Indi
a
Kol
ombi
a
Turk
i
Kor
ea
Thai
land
Jepa
ng
Afri
ka S
elat
an
Mal
aysi
a
Bra
sil
Skala dari 0 (paling tidak membatasi) s.d. 6 (paling membatasi)
29
Mendorong pembangunan daerah
Gambar 21. PDB per kapita di berbagai provinsi Indonesia, 2015
Juta rupiah per kapita
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Penargetan yang lebih baik dalam transfer fiskal dan peningkatan pendapatan daerah
30
Gambar 22. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di berbagai provinsi di Indonesia, 2014
Per 1.000 orang
Sumber: Basis data CEIC.
31
Meningkatkan investasi infrastruktur di daerah
Meningkatkan belanja publik
.
Memprioritaskan tata kelola pemerintahan dengan menjalankan praktik terbaik, terutama di tingkat
daerah
32
Meningkatkan pendidikan, bantuan sosial, dan kesehatan
.
Menghadapi buruknya permasalahan kekerdilan pada anak
33
Gambar 23. Prevalensi kekerdilan pada balita dan PDB per kapita, 2013
Sumber: Basis data International Food Policy Research Institute Global Hunger Index; Basis data Indikator Pembangunan Dunia Bank Dunia.
Memastikan ketahanan pangan
34
Gambar 24 Harga beras di Indonesia dan di tingkat internasional1
1. Harga domestik mengacu pada harga rata-rata nasional di tingkat ritel di Indonesia. Harga internasional dihubungkan dengan harga ekspor beras Thailand (kadar pecah 25%).
Sumber: FAO, Food Price Monitoring and Analysis Tool.
36
Gambar 25. Indikator lingkungan hidup
1. OECD menganggap biomassa sebagai energi terbarukan. Hal ini menjelaskan perbedaan dengan Gambar 15.
Sumber: OECD Green Growth Indicators.
Perikanan
Sumber terbarukan dan energi
A. Intensitas CO2 B. Intensitas energi
C. Polusi udara D. Temuan ciptaan terkait lingkungan hidup
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
2000 2005 2010 2011 2012 2013
INDONESIA (permintaan-CO2)OECD (permintaan-CO2)INDONESIA (produksi-CO2)OECD (produksi-CO2)
PDB per unit emisi CO2 terkait kg/USD (harga PPP 2010)
0
0.05
0.1
0.15
0.2
1990 2002 2014
Total pasukan energi primer per PDB riil (ktoe/USD PPP 2010)
OECD
0
5
10
15
20
25
30
35
Indonesia OECD
% energi terbarukan dalam pasokan energi primer
total,2014
INDONESIA
0
5
10
15
20
25
1990 1994 1998 2002 2006 2010 2014
Konsentrasi tahunan PM2.5 (µg/m³)
OECD
INDONESIA
0
5
10
15
INDONESIA OECD INDONESIA OECD
1990-1992 2010-2012
% Dari semua teknologi
37
Gambar 26. Porsi dan pertumbuhan Indonesia dalam perikanan dunia
Sumber: FAO (2014), "The State of World Fisheries and Agriculture", Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
BIBLIOGRAFI
AFSIS (2015), ASEAN Agricultural Commodity Outlook, ASEAN Food Security Information System, No.
15, Desember.
Armas, E., C. G. Osorio, B. Moreno-Dodson, dan D. Abriningrum (2012), “Agriculture Public Spending
and Growth in Indonesia”, Policy Research Working Paper, No. 5977, Bank Dunia, Februari.
A. Porsi tangkapan dunia, 2012 B. Pertumbuhan dalam tonase, 2003-12
0
5
10
15
20
Cin
a
IND
ON
ES
IA AS
Rus
ia
Jepa
ng
Indi
a
Cile
Vie
tnam
Nor
weg
ia
Filip
ina
Kor
ea
Thai
land
Mal
aysi
a
Mek
siko
%
-50
-25
0
25
50
Thai
land
Cile
Jepa
ng
Nor
weg
ia
Kor
ea AS
Filip
ina
Cin
a
Mal
aysi
a
Indi
a
Mek
siko
IND
ON
ES
IA
Rus
ia
Vie
tnam
%
38
Banerjee, A., R. Hanna, J. Kyle, B. Olken, dan S. Sumarto (2015), “Contracting-out the Last-mile of
Service Delivery: Subsidized Food Distribution in Indonesia”, NBER Working Paper, No. 21837.
Bank Indonesia (2015), Kajian Stabilitas Keuangan, No. 25, September.
Bhutta Z., J. Das, A. Rizvi, M. Gaffey, N. Walker, dan S. Horton (2013) “Evidence-based interventions for
improvement of maternal and child nutrition: what can be done and at what cost?”, The Lancet, Vol.
382, hal. 452–77.
Blöndal, J., I. Hawkesworth and H. Choi (2009), “Budgeting in Indonesia”, OECD Journal on Budgeting,
Vol. 9/2, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/16812336
Buehler, M. (2010), "Decentralisation and Local Democracy in Indonesia: The Marginalisation of the
Public Sphere," in Problems of Democratisation in Indonesia: Elections, Institutions and Society.
Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, hal. 267-85.
Busch, J., K. Ferretti-Gallon, J. Engelmann, M. Wright, K. Austin, F. Stolle, S. Turubanova, P. Potapov, B.
Margono, M. Hansen, dan A. Baccini (2015), “Reductions in emissions from deforestation from
Indonesia’s moratorium on new oil palm, timber, and logging concessions”, Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America, PNAS, Vol. 112, No. 5.
Chang, M. C., S. Shaeffer, S. Al-Samarrai, A. Ragatz, J. de Ree, dan R. Stevenson (2014), "Teacher
Reform in Indonesia: the Role of Politics and Evidence in Policy Making", Bank Dunia,
Washington, DC.
Cheong, I. (2013), “Negotiations for the Trans-Pacific Partnership Agreement: Evaluation and Implications
for East Asian Regionalism”, Asian Development Bank Institute (ADBI) Working Paper Series, No.
428, Juli.
Dawe, D. (2013), “Geographic determinants of rice self-sufficiency in Southeast Asia”, ESA Working
Paper, Organisasi Pangan dan Pertanian, No. 13-03, Juni.
Dawe, D. dan C. Timmer (2012), “Why stable food prices are a good thing: Lessons from stabilizing rice
prices in Asia”, Global Food Security, Vol. 1.
Di Gropello, E., A. Kruse, dan P. Tandon (2011), Skills for the Labor Market in Indonesia: Trends in
Demand, Gaps, and Supply, Bank Dunia, Washington, D.C.,
http://datatopics.worldbank.org/hnp/files/edstats/IDNpub11.pdf.
Ernst & Young (2015), "The ASEAN Economic Community: can the reality match the vision?",
http://jakarta.diplo.de/contentblob/4589178/Daten/5756737/downloadaecstudie.pdf
Economist (2016), “Making Crime Pay – Indonesia contemplates a handsome pay-off for tax dodgers”,
9 April. http://www.economist.com/news/finance-and-economics/21696503-government-
contemplates-handsome-pay-tax-dodgers-indonesia-weighs.
Rosid, A., C. Evans, dan B. Tran-Nam (2016), “Do perceptions of corruption influence personal income
taxpayer reporting behaviour? Evidence from Indonesia”, makalah yang disampaikan pada 12th
International Conference on Tax Administration, 31 Maret-1 April, Sydney, Australia.
Faguet, J. (2014), "Decentralization and Governance," World Development, Vol. 53(C), hal. 2-13.
FAO (2014), The State of World Fisheries and Agriculture, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
39
Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, dan Program Pangan Dunia (2015), Peta Ketahanan
dan Kerentanan Pangan Indonesia.
Grantham-McGregor, S., Y. Cheung, S. Cueto, P. Glewwe, L. Richter, B. Strupp, dan the International
Child Development Steering Group (2007), "Developmental potential in the first 5 years for children
in developing countries", The Lancet, Vol. 369, Issue 9555, hal. 60-70.
Guerard, Y., M. Wiener, C. Rokx, G. Schieber, P. Harimurti, E. Pambudi, dan A. Tandon (2011),
“Actuarial Costing of Universal Health Insurance Coverage in Indonesia – Options and Preliminary
Results”, Health, Nutrition and Population (HNP) Discussion Paper, Bank Dunia, April.
Hornberger, K., J. Battat, dan P. Kusek (2011), " Attractive FDI: How Much Does Investment Climate
Matter?", Viewpoint: Public Policy for the Private Sector, Bank Dunia, Agustus.
Hoddinott, J., J. Maluccio, R. Behrman, P. Martorell, A. Melgar, dan M. Quisumbing (2011), "The
consequences of early childhood growth failure over the life course", Discussion Paper. No. 1073,
International Food Policy Research Institute, Washington, DC.
Hoddinott, J., H. Alderman, J. Behrman, L. Haddad, dan S. Horton (2013) "The economic rationale for
investing in stunting reduction", Maternal & Child Nutrition, Vol. 9, Issue Supplement S2, hal. 69–
82, September.
Holzmann, R., Y. Pouget, M. Vodopivec, dan M. Weber (2011), “Severance Pay Programs around the
World: History, Rationale, Status, and Reforms”, IZA Discussion Paper, No. 5731, Mei.
Pemerintah Indonesia (2015), “Intended Nationally Determined Contribution – Indonesia”, Framework
Convention on Climate Change, United Nations,
http://www4.unfccc.int/submissions/INDC/Published/Documents/Indonesia/1/INDC_REPUBLIC/O
F/INDONESIA.pdf
IMF (2016), “Indonesia: 2015 Article IV”, Country Report, No. 16/81, Washington, DC.
Lewis, B. dan A. Oosterman (2011), “Subnational government capital spending in Indonesia: Level,
structure, and financing,” Public Administration and Development, Vol. 31, hal. 149–58.
Marlier, M., R. DeFries, A. Voulgarakis, P. Kinney, J. Randerson, D. Shindell, Y. Chen, dan G. Faluvegi
(2013), “El Niño and Health Risks from Landscape Fire Emissions in Southeast Asia”, Nature
Climate Change, No. 3.
Martorell, R. (1996), "The Role of Nutrition in Economic Development", Nutrition Reviews, Vol. 54/4,
April, hal. 66–71.
Martorell R., P. Melgar, J. Maluccio, A. Stein, dan J. Rivera (2010), "The nutrition intervention improved
adult human capital and economic productivity", Journal of Nutrition, Vol. 140, hal. 411–14.
McKinsey (2014), "Ten ideas to reshape Indonesia’s energy sector", Global Energy & Materials,
September.
Kementerian Pendidikan dan Budaya (2013), The Management of National Education in 2011/2012 at a
Glance, MOEC, Jakarta.
Moeliono, M., E. Wollenberg, dan G. Limberg (2009), "The decentralization of forest governance: politics,
economics and the fight for control of forests in Indonesian Borneo", Earthscan, London.
40
Nasruddin, M. Idrus Alhamid, Y. Daud, A. Surachman, A. Sugiyono, H.Aditya, dan T. Mahlia (2016),
“Potential of Geothermal Energy for Electricity Generation in Indonesia: A Review”, Renewable
and Sustainable Energy Reviews, Vol. 53, Januari.
OECD (2008), Biofuel Support Policies: An Economic Assessment, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264050112-en
OECD (2010), OECD Investment Policy Review: Indonesia 2010, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264087019-en
OECD (2012a), OECD Economic Surveys: Indonesia, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/eco_surveys-idn-2012-en
OECD (2012b), Review of Agricultural Policies: Indonesia, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/1990004x
OECD (2012c), OECD Reviews of Regulatory Reform: Indonesia 2012, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264173637-en
OECD (2012d), Recommendation of the Council on Principles for Public Governance of Public-Private
Partnerships, OECD Publishing.
http://www.oecd.org/governance/oecd-recommendation-public-privatepartnerships.htm
OECD (2013), Fiscal Federalism 2014 Making Decentralisation Work, OECD Publishing.
http://www.oecd.org/ctp/federalism/fiscal-federalism-making-decentralisation-work.htm
OECD (2015a), OECD Economic Surveys: Indonesia, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/eco_surveys-idn-2015-en
OECD (2015b), Revenue Statistics in Asian Countries – Trends in Indonesia, Malaysia and the
Philippines, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264234277-en
OECD (2015c), Managing Food Insecurity Risk: Analytical Framework and Application to Indonesia,
OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264233874-en
OECD (2015d), OECD Guidelines on Corporate Governance of State-Owned Enterprises,
OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264244160-en
OECD (2015e), Update on Voluntary Disclosure Programmes: A Pathway to Tax Compliance,
OECD Publishing.
http://www.oecd.org/ctp/exchange-of-tax-information/update-on-voluntary-disclosure-programmes-
a-pathwaypto-tax-compliance.htm
OECD (2016a), OECD Open Government Review: Indonesia 2016, OECD Publishing.
http://www.oecd.org/gov/open-government-in-southeast-asia.htm
OECD (2016b), Skills Matter: Further Results from the Survey of Adult Skills, OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264258051-en
OECD dan ADB (2015), Education in Indonesia: Rising to the Challenge, OECD Publishing
http://dx.doi.org/10.1787/9789264230750-en.
41
Olken, B. (2007), "Monitoring Corruption: Evidence from a Field Experiment in Indonesia", Journal of
Political Economy, Vol. 115, No. 2, April, hal. 200-49.
Resosudarmo, I., N. Oka, S. Mardiah, dan N. Utomo (2014), "Governing Fragile Ecologies: A Perspective
on Forest and Land-based Development in the Regions", in H. Hill (ed.), Regional Dynamics in a
Decentralised Indonesia, Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, hal. 260-84.
Reuters (2016), “Subsidy sham: Fertilizers reach Indonesia plantations, not small farmers”, 14 Februari
http://www.reuters.com/article/us-indonesia-fertilizers-idUSKCN0VN127.
Sigit, R. (2015), “Can improved oil palm productivity and Indonesia’s forestry moratorium go hand in
hand?”, Mongabay, 27 Mei.
Stolle, F. dan T. Tomich (1999), “The 1997-98 fire event in Indonesia”, Nature & Resources, Vol. 35, No.
3, Juli-September.
Webb, K., N. Horton dan D. Katz (2005), "Parental IQ and cognitive development of malnourished
Indonesian children", European Journal of Clinical Nutrition, Vol. 59, hal. 618–20.
Bank Dunia (2009), World Development Report 2009: Shaping Economic Geography, Bank Dunia,
Washington, DC.
Bank Dunia (2010), Education, Training and Labor Market Outcomes for Youth in Indonesia, Report No.
54170-ID, Bank Dunia, Jakarta.
Bank Dunia (2015), “Reforming and Uncertainty”, Indonesia Economic Quarterly, Desember.
Bank Dunia (2016), “Doing Business 2016: Measuring Regulatory Quality and Efficiency”, Kelompok
Bank Dunia, http://www.doingbusiness.org.
42
LAMPIRAN A.1: KEMAJUAN REFORMASI STRUKTURAL
Tabel ini mengkaji tindakan yang telah diambil berdasarkan rekomendasi dari Survei sebelumnya. Rekomendasi baru dari Survei ini dicantumkan pada akhir bagian yang sesuai.
Rekomendasi dari Survei sebelumnya Tindakan yang sudah diambil sejak Maret 2015
A. KEBIJAKAN FISKAL, MONETER, DAN KEUANGAN
Memperdalam dan memperluas pasar keuangan dengan memberikan lebih banyak ruang bagi lembaga nonbank dan pasar modal dalam membiayai perekonomian.
Cetak Biru (Blue Print) Pendalaman Pasar Keuangan
telah disusun sebagai pedoman bagi peningkatan dan pengembangan struktur pasar keuangan selama 5-10 tahun ke depan. Cetak biru tersebut berisi pedoman bagi program pengembangan pasar uang seiring dengan pasar valuta asing, pasar keuangan syariah, dan pasar obligasi (koordinatif). Pengembangan pasar keuangan akan dicapai melalui lima strategi, yaitu: (i) pengembangan instrumen dan basis investor; (ii) penguatan peraturan dan standardisasi; (iii) pembangunan infrastruktur; (iv) penguatan kelembagaan; dan (v) edukasi dan sosialisasi secara efektif. Pengembangan yang didasarkan pada kelima strategi ini diharapkan akan menciptakan pasar keuangan yang lebih dalam, lebih likuid, dan efisien, sehingga mendukung efektivitas kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan pembiayaan pembangunan ekonomi. Indonesia terus mempercepat berbagai prakarsa pendalaman pasar keuangan guna mengurangi tekanan terhadap pasar valuta asing. Sejumlah prakarsa Bank Indonesia baru-baru ini termasuk (i) menyederhanakan transaksi valuta asing; (ii) memperbolehkan pelaku pasar melakukan penyelesaian saldo rekening (netting) dalam transaksi tunggak (forward transaction); serta (iii) menambah dokumen yang dipersyaratkan untuk transaksi valuta asing.
Mengembangkan lebih lanjut pasar valuta asing dengan mengurangi peran BI, menggeneralisir lindung nilai (hedging) dan opsi (option), dan memperbesar kelompok aset yang mendasari transaksi.
Bank Indonesia mendorong sektor swasta untuk mengelola risiko valuta asingnya melalui transaksi lindung nilai valuta asing. Pada 1 Januari 2015, BI menerapkan peraturan yang mengharuskan perusahaan nonbank yang meminjam dana dalam mata uang asing untuk menjaga rasio lindung nilai minimum sebesar 20%.
Kabar terbaru dari Program Pendalaman Keuangan BI baru-baru ini turut mencakup peraturan yang berkaitan dengan Jakarta Interbank Offered Rate, Net Open Position pada bank umum, perdagangan valuta asing dengan IDR di antara kalangan perbankan dan di antara pihak-pihak dalam atau luar negeri, serta Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
Menambah penerimaan pajak pemerintah untuk mendanai belanja pemerintah yang perlu diperbesar dalam jangka panjang. Penerimaan pajak dapat ditingkatkan dengan jalan menjaring lebih banyak lagi wajib pajak dari kalangan wirausahawan serta dengan meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak.
Sejak tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak menerapkan skema yang disederhanakan agar makin banyak UKM terjaring sebagai wajib pajak dengan cara mengenakan tarif pajak sebesar 1% berdasarkan omzet. Ditjen Pajak sangat aktif memperkuat kerja sama dan koordinasi dengan berbagai lembaga lain agar nantinya dapat berbagi informasi untuk menemukan wajib pajak yang belum terdaftar dan memitigasi perekonomian bayangan.
Memperkenalkan pajak karbon dengan tarif awal yang rendah.
Belum ada tindakan yang diambil.
Mengalokasikan lebih banyak pemeriksaan pajak berdasarkan kajian risiko dan menghapus kewajiban pemeriksaan otomatis. Menambah jumlah
Untuk meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak, Ditjen Pajak mulai mengembangkan dan menerapkan Manajemen Risiko Kepatuhan (Compliance Risk Management - CRM) pada tahun 2014 yang akan
43
auditor/pemeriksa pemerintah. membantu dalam pengambilan keputusan dan pengalokasian sumber daya berdasarkan risiko wajib pajak. Di tahun 2015, proyek ini difokuskan pada pemeriksaan pajak dan memastikan kepatuhan perpajakan. Penagihan pajak dan fungsi lainnya akan menyusul dilakukan di tahun-tahun mendatang. Pada awal tahun 2015, Ditjen Pajak mendirikan Pusat Analisis Pajak (Center for Tax Analysis - CTA), suatu unit yang dikhususkan untuk meningkatkan kapasitas Ditjen Pajak dalam mengidentifikasi dan menilai risiko penerimaan pajak. Unit ini menyebarluaskan ke semua kantor pajak hasil analisis mengenai potensi penerimaan pajak yang belum tertagih (kesenjangan pajak/tax gap) dan pola/perilaku ketidakpatuhan wajib pajak.
B. MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI YANG INKLUSIF DAN BERKELANJUTAN
Mengarahkan lebih banyak sumber daya publik untuk meningkatkan akses dan capaian pendidikan. Melanjutkan asesmen dan pengembangan profesional guru secara rutin, serta lebih mengaitkan gaji guru dengan kualifikasi dan kinerja.
Belum ada tindakan yang diambil.
Meningkatkan belanja publik di bidang infrastruktur. Menempatkan fokus pada transportasi dan logistik untuk mendukung industri, dan juga pencegahan bencana alam dan pengolahan air.
Pemerintah memberikan dukungan bagi 14 kawasan industri di luar Jawa melalui investasi untuk pembangunan jalan, pelabuhan, jalur kereta api, bandar udara, dan sanitasi pada tahun 2016. Dari segi kebijakan, target untuk menurunkan lamanya dwellling time (waktu
bongkar muat) di pelabuhan menjadi 3-4 hari pada tahun 2019 dan menurunkan biaya logistik ke 19,2% PDB pada tahun 2019.
Rekomendasi dari Survei sebelumnya Tindakan yang sudah diambil sejak Maret 2015
Menghindari langkah proteksionis yang menghambat keterbukaan pada perdagangan dan investasi asing yang tidak memiliki kejelasan tentang diperolehnya hasil pembangunan.
Indonesia telah merevisi daftar negatif investasi di tahun 2016 untuk memberikan lebih banyak peluang bagi investor dalam dan luar negeri. Sejumlah pembatasan perdagangan sudah dilonggarkan berkat pelaksanaan paket kebijakan ekonomi.
Menurunkan subsidi listrik, dan menyediakan skema bantuan tunai sebagai kompensasi bagi rumah tangga miskin atas kenaikan harga listrik.
Subsidi listrik akan semakin dikurangi pada tahun 2016.
Untuk provinsi yang upah minimumnya sudah tinggi jika dibandingkan dengan upah rata-rata, menolak kenaikan upah riil yang melebihi tren kenaikan produktivitas. Memperkenalkan upah yang nilainya di bawah upah minimum bagi kaum muda yang dikaitkan langsung dengan upah minimum secara umum. Mengurangi pembayaran pesangon yang memberatkan dan mempermudah prosedur pemberhentian kerja di pasar tenaga kerja formal. Sebagai gantinya, memperkenalkan tunjangan pengangguran yang disertai dengan rekening simpanan pengangguran perorangan.
Sampai dengan tahun 2016, kenaikan upah minimum masih dibatasi mengikuti pertumbuhan PDB riil ditambah tingkat inflasi. Menggunakan rumus ini, pertumbuhan PDB riil pada triwulan kedua 2015 sebesar 4,7% dan inflasi September 2015 sebesar 6,8% akan menghasilkan kenaikan upah minimum sebesar 11,5% di semua provinsi pada tahun 2016.
Meningkatkan penegakan hak kekayaan intelektual. Belum ada tindakan yang diambil.
Menghapus pendidikan formal dari daftar negatif investasi.
Belum ada tindakan yang diambil.
Mendorong pembiayaan pendidikan tinggi melalui pinjaman mahasiswa.
Belum ada tindakan yang diambil.
Menciptakan dana pelatihan di tingkat nasional guna mengkonsolidasikan sumber daya yang dialokasikan untuk pelatihan dan mengarahkannya untuk penggunaan yang paling hemat biaya.
Belum ada tindakan yang diambil.
44
C. MENGURANGI KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN
Memperbesar belanja, dan menyempurnakan penargetan lebih lanjut, untuk penanggulangan kemiskinan dan upaya kesehatan. Mengarahkan lebih banyak sumber daya publik untuk meningkatkan akses dan capaian pendidikan.
Target penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) telah diperluas sehingga turut mencakup Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan bayi yang lahir dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Pada tahun 2015, KIS sudah menjangkau 88,2 juta jiwa masyarakat miskin dan kurang beruntung. Di tahun 2016, peserta PBI ditargetkan menjadi 92,4 juta jiwa, dengan tambahan 3,8 juta orang miskin, dan 1,8 juta PMKS yang belum terdaftar, serta 400.000 bayi dari peserta PBI.
Meningkatkan inklusivitas keuangan dengan lebih mengembangkan layanan perbankan tanpa kantor cabang, dengan belajar dari negara-negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Kenya.
Program keuangan inklusif Bank Indonesia mencakup transformasi dari masyarakat pengguna uang tunai yang tidak efisien menjadi masyarakat yang mengurangi penggunaan uang tunai, sehingga semakin banyak memanfaatkan uang elektronik, kartu kredit, dan kartu debit yang aman dan efisien.
BI dan lembaga terkait (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia), serta pelaku industri sistem pembayaran yang tergabung dalam Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada Agustus 2014.
Ke depannya, guna memperluas akses keuangan bagi orang-orang yang belum tersentuh perbankan atau kurang terlayani perbankan di daerah terpencil, BI mengadakan program Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD tidak hanya bertindak sebagai sarana untuk membuka akses keuangan, namun juga sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai sejak peluncurannya pada tahun 2014.
Ada 24.561 agen LKD (agen perorangan dan badan hukum) pada Februari 2015, termasuk PT Pos Indonesia, yang cakupannya mencapai 418 dari 537 kabupaten/kota, dan menjangkau lebih dari satu juta pelanggan.
Mengatasi informalitas pasar tenaga kerja dengan mengurangi kekakuan di sektor formal, dan dengan meningkatkan efektivitas sistem transfer perpajakan untuk penanggulangan kemiskinan dan penyaluran manfaat sosial lainnya.
Belum ada tindakan yang diambil.
Rekomendasi dari Survei sebelumnya Tindakan yang sudah diambil sejak Maret 2015
Melanjutkan pembuatan daftar tunggal rumah tangga rentan agar bantuan dapat ditargetkan dengan lebih baik.
Basis data kemiskinan nasional (PSP14) diperbarui dan diperluas secara rutin. Badan Pusat Statistik mengadakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tiap tahun, yang mencakup data angka kemiskinan nasional.
D. PERATURAN YANG LEBIH BAIK DAN MENGURANGI KORUPSI
Meningkatkan mekanisme untuk mencegah korupsi, seraya semakin meningkatkan upaya memerangi segala bentuk korupsi.
Belum ada tindakan yang diambil.
Memperluas dukungan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas, termasuk penyediaan bantuan teknis dan administratif dari pemerintah pusat.
Belum ada tindakan yang diambil.
45
E. MEMANFAATKAN SUMBER DAYA ALAM SEBAIK-BAIKNYA SAMBIL MELESTARIKAN LINGKUNGAN
Menata kembali fokus atas pelarangan ekspor bijih mineral berdasarkan evaluasi terhadap biaya untuk dan manfaat dari pengolahannya di Indonesia untuk tiap jenis mineral. Menyediakan infrastruktur dan listrik bagi tempat peleburan (smelter) baru.
Rencana Usaha Pasokan Listrik PT PLN memungkinkan pengembang daerah industri baru dan tempat peleburan untuk membangun sendiri pembangkit listrik guna mendukung kebutuhan listriknya. PLN juga memperbolehkan perusahaan untuk menggunakan pembangkit listrik yang dimiliki pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) lainnya dan/atau menggunakan jaringan distribusi dan transmisi PT PLN melalui skema pemanfaatan bersama jaringan listrik (power wheeling).
Meningkatkan produktivitas pertanian dengan menyediakan bantuan teknis dan pelatihan, termasuk melalui kesepakatan antara petani kecil dan perkebunan besar. Meningkatkan akses petani untuk mendapatkan pinjaman dengan mempercepat sertifikasi tanah. Menurunkan harga pangan dengan mengurangi pembatasan perdagangan.
Skema asuransi bagi petani kecil sedang diperkenalkan untuk melindungi pendapatan petani jika terjadi panen yang buruk hingga harga murah.
Mendedikasikan lebih banyak sumber daya untuk penegakan hukum terhadap pembukaan hutan ilegal, pembalakan liar, dan pertambangan ilegal.
Sejak tahun 2013, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengatasi dan mencegah kegiatan pembalakan liar dengan menerapkan sistem verifikasi legalitas kayu dalam manajemen hutan produksi di Indonesia. Sistem verifikasi legalitas kayu adalah sistem yang memastikan pengelolaan hutan secara lestari dan/atau legalitas kayu, serta pelacakan kayu melalui Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Sertifikat Legalitas Kayu dan Deklarasi Kesesuaian Pemasok.
Negosiasi persetujuan verifikasi kayu dengan Uni Eropa telah memasuki tahap akhir. Sistem verifikasi legalitas juga telah diakui oleh Australia dan dapat memenuhi pemastian legalitas kayu dengan penegakan hukum terkait larangan pembalakan liar.
Telah dialokasikan dana tambahan di dalam APBN untuk mendukung kegiatan yang berkaitan dengan promosi dan peningkatan kapasitas pada sistem verifikasi legalitas kayu.
Pelaksanaan sistem verifikasi legalitas kayu pada tahun 2013 telah berhasil menurunkan jumlah kasus pembalakan liar, tetapi masih diperlukan pemantauan lebih lanjut selama tahun-tahun mendatang.
Mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mengembangkan lebih lanjut energi listrik bersih, terutama tenaga panas bumi.
Pemerintah Indonesia mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi untuk memfasilitasi pembelian listrik dari tenaga panas bumi dan uap panas bumi oleh PT PLN. Sementara itu, untuk mempercepat pembangunannya, kapasitas tenaga panas bumi sebesar 4,8 MW telah ditambahkan ke daftar Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tahap II.
Draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk periode 2015-34 menerapkan Kebijakan Energi Nasional, yang bertujuan mencapai porsi panas bumi setidaknya 23% dalam pasokan energi pada tahun 2025, dan 31% pada tahun 2050.
46
LAMPIRAN A.2: PELARANGAN EKSPOR BIJIH TAMBANG DAN ATURAN DIVESTASI DI
SEKTOR PERTAMBANGAN
Pada Januari 2014, pemerintah Indonesia memberlakukan larangan ekspor mineral yang belum
diproses, termasuk nikel, bauksit, tembaga, dan besi. Seperti yang dibahas dalam Survei sebelumnya,
niatnya adalah memaksa perusahaan untuk menambah nilai secara domestik sebelum mengekspor,
sehingga mendorong kegiatan dan lapangan kerja pada sektor pemrosesan dan pemurnian bijih mineral.
Larangan ini diundangkan pada tahun 2009, tetapi karena penolakan kuat dari industri, pemerintah ragu-
ragu melaksanakannya hingga akhir masa pemerintahan presiden sebelumnya. Waktu pelaksanaannya
sangat tidak tepat karena bersamaan dengan turunnya permintaan global secara besar-besaran dan
berakhirnya siklus super komoditas.
Awalnya, peraturan tersebut melarang ekspor semua bentuk mineral yang belum diproses, termasuk
konsentrat yang belum diolah. Hasilnya adalah penghentian hampir seluruh ekspor beberapa jenis mineral,
termasuk tembaga dan nikel selama beberapa bulan pada awal tahun 2014. Sebuah aturan transisi segera
dikeluarkan untuk memperhitungkan lamanya waktu tunggu yang diperlukan selama konstruksi kapasitas
pengolahan dan pemurnian, serta kebutuhan infrastruktur energi dan transportasi yang menyertai. Sampai
dengan Januari 2017, perusahaan yang mengekspor konsentrat dengan kemurnian minimum 15% dan yang
menunjukkan komitmen memadai untuk membangun fasilitas peleburan dapat terus melakukan ekspor,
meskipun harus membayar pajak ekspor yang naik secara progresif, mulai dari 20% pada pertengahan
2014 dan mencapai 60% pada pertengahan 2016.
Di seluruh dunia, terjadi peningkatan insiden pembatasan ekspor selama dan sesudah siklus super
komoditas 2003-11. Namun, pelarangan ekspor mineral Indonesia pada tahun 2014 relatif unik. Seperti
yang didokumentasikan oleh OECD (2014), dari 371 pembatasan ekspor yang berlaku terhadap mineral
dan logam, hanya 23 yang bersifat kuantitatif dan hanya tiga yang betul-betul dilarang.
Pelarangan ini berpengaruh langsung dan dramatis terhadap produksi dan ekspor sejumlah mineral.
Sebagai contoh, produksi bauksit Indonesia jatuh dari 55,7 juta ton pada tahun 2013 menjadi hanya 2,5 juta
pada tahun 2014, dan diperkirakan 1,0 juta pada tahun 2015. Malaysia memanfaatkan peluang ini untuk
meningkatkan produksi dari 0,2 juta ton pada tahun 2013 menjadi 3,3 juta pada tahun 2014, dan
diperkirakan 21,2 juta pada tahun 2015 (US Geological Survey, 2016). Demikian pula dengan ekspor bijih
dan konsentrat tembaga yang secara efektif berhenti selama enam bulan pertama sejak pelaksanaan
pelarangan.
Sudah ada kemajuan dalam membangun peleburan, tetapi banyak perusahaan kesulitan menjaga
keekonomiannya, terutama di tengah lingkungan harga rendah dan lemahnya permintaan internasional.
Kurangnya infrastruktur transportasi dan energi untuk mendukung konstruksi dan operasi peleburan telah
menghambat kemajuan, demikian pula dengan kewajiban dari peraturan yang bertingkat-tingkat dan rumit.
Untuk nikel, yang merupakan komoditas penting karena Indonesia adalah produsen terbesar keempat di
dunia, sudah ada tiga peleburan yang dibangun, sedangkan satu proyek lagi diharapkan akan selesai pada
tahun 2017. Harga nikel dunia yang rendah, yang sempat melonjak setelah pengumuman pelarangan
ekspor Indonesia tetapi terus turun sejak itu, menyebabkan sejumlah keterlambatan dan pembatalan di
antara proyek peleburan yang tersisa, dan ini berarti hanya sedikit, itu pun jika ada, yang dapat mulai
beroperasi sebelum tahun 2017. Empat tempat peleburan baru akan melipatgandakan kapasitas peleburan
nikel Indonesia, dan diperkirakan akan menciptakan 17.500 lapangan kerja manufaktur baru (Terauds,
2016). Di sektor bauksit, kemajuannya masih belum menggembirakan. Peleburan alumina sangat
menghabiskan energi, sehingga perlu disertai infrastruktur pembangkit listrik yang besar. Meskipun sudah
diumumkan sejumlah rencana untuk membangun tempat peleburan alumina baru tidak lama setelah
berlakunya larangan, belum ada satu pun tempat peleburan yang dibangun. Alasan yang paling sederhana
adalah, pertama, kapasitas peleburan yang memadai sudah tersedia di negara lain, dan kedua, cadangan
47
bauksit alternatif sudah berproduksi di Malaysia dan Australia untuk menggantikan pasokan dari Indonesia
yang terganggu (Home, 2015).
Bersamaan dengan pelarangan ekspor bijih mineral, masih ada kewajiban divestasi yang dihadapi
pemilik asing pada perusahaan pertambangan. Peraturannya saat ini adalah bahwa setelah berproduksi
secara komersial selama 10 tahun, divestasi wajib dilakukan sehingga kepemilikan asing maksimum hanya
sebesar 49%. Jika ada perusahaan asing yang mengambil alih sebuah entitas milik lokal, peraturannya
bahkan lebih ketat lagi. Belum lama ini diusulkan perubahan guna meringankan kewajiban bagi
perusahaan yang bergerak dalam pengolahan mineral. Secara khusus, perusahaan dengan investor asing
yang bergerak hanya dalam pengolahan dan pemurnian tidak akan dikenakan kewajiban divestasi, dan
pemegang saham asing perusahaan yang memiliki izin pertambangan dan juga bergerak dalam pengolahan
dan pemurnian kini diwajibkan melakukan divestasi hingga 40% sahamnya kepada peminat dari Indonesia
pada tahun ke-15 produksi komersial.
BIBLIOGRAFI
Home, A. (2015), "Bauxite and the limits of resource nationalism", Reuters, 27 Maret.
OECD (2014), Export Restrictions in Raw Materials Trade: Facts, Fallacies and Better Practices, OECD
Publishing. http://www.oecd.org/tad/benefitlib/export-restrictions-raw-materials.htm
Terauds, A. (2016), "Betting the mine: Indonesia's mineral export ban gamble and the case of nickel",
OECD Draft Discussion Paper.
US Geological Survey (2016), Mineral Commodity Summaries 2016, U.S. Department of the Interior, U.S.
Geological Survey.