wrap up s2 blok cairan

34
WRAP UP SKENARIO 2 BLOK KESEIMBANGAN CAIRAN, ELEKTROLIT, DAN ASAM BASA EDEMA Kelompok : A13 Ketua : Desya Billa Kusuma Anindhira 1102014070 Sekretaris : Azizah Fitriayu Andyra 1102014055 Anggota : Ain Fitrah Aulia Nur 1102014008 Aisyah Khairina Prashmahita 1102014010 Alya Nadhira 1102014015 Annisa Fitri Bumantari 1102014032 Fitria Rizki 1102014108 Humaerah 1102014122 Indira Catur Paramita 1102014131 Juwita Kartika 1102014139

Upload: juwita-cheche-kartika-ii

Post on 27-Sep-2015

265 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

bb

TRANSCRIPT

PBL Langkah 3 Skenario 2 Semester 2 Blok

WRAP UP SKENARIO 2BLOK KESEIMBANGAN CAIRAN, ELEKTROLIT, DAN ASAM BASAEDEMA

Kelompok: A13Ketua: Desya Billa Kusuma Anindhira1102014070Sekretaris: Azizah Fitriayu Andyra1102014055Anggota: Ain Fitrah Aulia Nur1102014008 Aisyah Khairina Prashmahita1102014010 Alya Nadhira1102014015 Annisa Fitri Bumantari1102014032 Fitria Rizki1102014108 Humaerah1102014122 Indira Catur Paramita1102014131 Juwita Kartika1102014139

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSIJalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457

Daftar IsiDaftar Isi 2Skenario 3Penentuan Kata-Kata Sulit 4Pertanyaan 4Jawaban 4Hipotesis 5Sasaran Belajar 6LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Kapiler Darah 7LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Kapiler Darah 7LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Struktur Kapiler Darah 7LO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Kapiler Darah 9LO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Kapiler Darah 9LI. 2. Memahami dan dan Menjelaskan Aspek Fisiologis dan Biokimia Gangguan Kelebihan Cairan dalam Tubuh12LO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Air dalam Tubuh12 LO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Penyebab Kelebihan Cairan dalam Tubuh12 LO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Tenaga Aliran Darah13LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Edema dan Asites14LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Edema dan Asites14LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Edema dan Asites14LO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Edema dan Asites18LO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Edema dan Asites19LO. 3.5. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Edema dan Asites19LO. 3.6. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Edema dan Asites21Daftar pustaka23

LANGKAH 1

1) Skenario

EDEMA

Seorang laki-laki, umur 60 tahun berobat ke dokter dengan keluhan perut membesar dan tungkai bawah bengkak sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites pada abdomen dan edema pada kedua tungkai bawah. Dokter menyatakan pasien mengalami kelebihan cairan tubuh. Pemeriksaan laboratorium : kadar protein albumin di dalam plasma darah 2,0 g/l (normal > 3,5 g/l). keadaan ini menyebabkan gangguan tekanan koloid osmotik dan tekanan hidrostatik didalam tubuh.

2) Kata Sulit

Edema: Suatu pembengkakan yang dapat diraba akibat penambahan volume cairan interstitial Asites: efusi dan akumulasi cairan serosa di rongga abdomen Tekanan Hidrostatik: tekanan yang diberikan oleh cairan pada kesetimbangan karena pengaruh gaya gravitasi Tekanan Koloid Osmotik: tekanan osmotic yang disebabkan adanya koloid didalam larutan, menatik air kedalam kapiler Albumin: protein plasma utama yang bertanggung jawab untuk tekanan osmotic koloid plasma

3) Pertanyaan

1. Apa saja penyebab asites?2. Apa saja penyebab edema?3. Apa hubungan antara albumin dengan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik?4. Seperti apa ciri-ciri orang yang mengalami asites?5. Apakah perbedaan antara edema dan asites?6. Bagaimana caranya untuk menangani edema dan asites?7. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan kelebihan cairan?8. Apa sajakah jenis-jenis edema?

4) Jawaban

1. Gagal jantung, gagal ginjal, sirosi hati2. Gangguan organ seperti gagal ginjal, gagal jantung, dan sirosis hati. Serta kanker3. Albumin mengontrol tekanan onkotik. Apabila jumlah abumin menurun, makan tekanan onkotik pun menurun. Tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik berbanding terbalik. Sehingga, apabila tekanan onkotik menurun maka tekanan hidrostatik meningkat. Hal ini menyebabkan cairan dari intravascular keluar ke interstitial4. Urinnya pekat dan terdapat pembengkakan di abdomen5. Lokasi terjadinya penumpukan cairan pada asites adalah di rongga abdomen, sementara pada edema dapatterjadi dimana saja dan seluruh tubuh6. Mengonsumsi makanan berprotein tinggi (kadar albumin tinggi) Cuci darah (apabila gagal ginjal) Operasi (apabila terjadi penyumbatan pembuluh darah) Memberikan terapi diuretic7. Umur, iklim, diet, stress8. Lokalisata kenaikan volume cairan interstitial di sebagian tubuhGeneralisata terjadi hampir di seluruh tubuh

HIPOTESA

Albumin berperan penting dalam mempertahankan tekanan onkotik & hidrostatik. Apabila albumin berkurang, maka tekanan onkotik pun akan menurun sementara tekanan hidrostatik meningkat. Sehingga, terjadi perpindahan cairan dari intravascular ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema dan asites.

SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Kapiler DarahLO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Kapiler DarahLO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Struktur Kapiler DarahLO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Kapiler DarahLO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Kapiler DarahLI. 2. Memahami dan dan Menjelaskan Aspek Fisiologis dan Biokimia Gangguan Kelebihan Cairan dalam TubuhLO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Air dalam Tubuh LO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Penyebab Kelebihan Cairan dalam TubuhLO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Tenaga Aliran DarahLI. 3. Memahami dan Menjelaskan Edema dan AsitesLO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Edema dan AsitesLO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Edema dan AsitesLO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Edema dan AsitesLO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Edema dan AsitesLO. 3.5. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Edema dan AsitesLO. 3.6. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Edema dan Asites

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Kapiler DarahLO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Kapiler Darah Tempat pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan, bercabang-cabang secara ekstensif untuk membawa darah agar dapat dijangkau oleh setiap sel. (Sherwood,2014) Setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venul, dindingnya berlaku sebagai membran permeabel untuk pertukaran berbagai substansi antara darah dan cairan jaringan. (Dorland, 2014)

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Struktur Kapiler DarahDinding kapiler sangat tipis (ketebalan 1 m). Kapiler hanya terdiri dari satu lapisan endotel gepengpada hakikatnya juga lapisan dalam jenis pembuluh lain. Tidak terdapat otot polos atau jaringan ikat. Setiap kapiler sedemikian sempitnya (garis tengah rerata 7 m) sehingga sel darah merah (garis tengah 8 m) harus lewat satu persatu. Karena itu, isi plasma bisa berkontak langsung dengan bagian dalam dinding kapiler atau hanya terpisah oleh jarak difusi yang pendek.Para peneliti memperkirakan bahwa karena luasnya percabangan kapiler maka tidak ada sel yang letaknya lebih jauh dari 0,01 cm(4/1000 inci) dari sebuah kapiler. (Sherwood,2014)

Sumber: Sherwood, 2014

Pada umumnya, setiap arteri pemberi makanan yang memasuki organ akan bercabang sebanyak enam sampai delapan kali sebelum arteri tersebut menjadi cukup kecil untuk disebut arteriol,umumnya berdiameter interna hanya 10-15 m. selanjutnya arteriol itu sendiri akan bercabang dua sampai lima kali, mencapai diameterkira-kira 5 sampai 9 m, pada ujungnya tempat arteriol tersebut memasok darah ke kapiler.Arteriol sangat berotot, dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat. Metarteriol (arterilterminal) tidak mempunyai lapisan otot kontinu, namun mempunyai serabut otot polos yang mengelilingi pembuluh pada titil-titik intermiten.Di titik tempat asal tiap kapiler sejati pada sebuah metarteriol, terdapat serat otot polos yang biasanya mengelilingi kapiler. Serabut ini disebut sfingter prekapiler. Sfingter ini dapat membuka dan menutup jalan masuk ke kapiler.Venula lebih besar daripada arteriol dan mempunyai lapisan otot lebih lemah. Namun, tekanan didalam venula jauh lebih kecil dibandingkan tekanan di dalam arteriol, sehingga venula tetap dapat berkontraksi meskipun ototnya lemah.Metarteriol dan sfingter prekapiler berhubungan dekat dengan jaringan yang dilayaninya. Oleh karena itu, kondisi jaringan setempatyaitu konsentrasi zat nutrisi, produk akhir metabolism, ion-ion hidrogen dsbdapat berpengaruh langsung terhadap pembuluh tersebut dalam hal pengendalian aliran darah setempat di setiap jaringan yang kecil.Pori-pori pada membran kapiler memilliki dua jalur kecil yang menghubungkan bagian dalam kapiler dengan bagian luar. Salah satu dari jalur ini adalah celah antarsel, yang merupakan celah tipis dan berbelok, terletak di sel-sel endotel yang saling bersebelahan. Setiap celah ini diselingi secara periodik oleh bubungan (ridge) perlekatan protein yang pendek, yang menyangga sel-sel endotel bersamaan, tetapi diantara bubungan ini, cairan dapat lewat dengan bebas melalui celah. Pori-pori kapiler di beberapa organ mempunyai karakteristik tertentu sesuai dengan kebutuhan organ tersebut. Beberapa karakteristik ini adalah:1. Didalam otak, pertautan antar sel-sel endotel kapiler terutama merupakan pertautan yang rapat sehingga hanya molekul yang sangat kecil seperti air, oksigen, dan karbon dioksida yang dapat lewat masuk atau keluar dari jaringan otak2. Didalam hati, terjadi kebalikannya. Celah antar sel-sel endotel kapiler begitu lebar terbuka, sehingga hampir semua zat terlarut dalam plasma, termasuk protein plasma, dapat lewat dari darah masuk ke dalam jaringan hati3. Karakteristik pori-pori membran kapiler gastrointestinal ada di pertengahan antara karakteristik pori-pori otot dan pori-pori hati4. Didalam kapiler glomerulus ginjal, ada beberapa jendela kecil berbentuk oval yang disebut fenestrae yang langsung menembus melalui bagian tengah sel endotel, sehingga sejumlah besar zat molekul dan ion yang sangat kecil (namun bukan molekul protein plasma berukuran besar) dapat melewati glomerulus tanpa harus melewati celah antar sel endotel. (Guyton, 2014)

LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Kapiler Darah1. Meningkatkan difusiMolekul-molekul yang berdifusi hanya perlu menempuh jarak pendek antara darah dan sel sekitar karena dinding kapiler yang tipis dan garis tengah kapiler yang kecil, disertai dekatnya jarak setiap sel dengan sebuah kapiler. Jarak pendek ini penting karena laju difusi melambat seiring dengan pertambahan jarak difusi.Karena kapiler terdistribusi dalam jumlah yang luar biasa (perkiraan berkisar dari 10 sampai 40 milyar kapiler) maka tersedia luas permukaan total yang sangat besar untuk proses pertukaran (diperkirakan 600m2). Meskipun berjumlah sangat besar namun pada satu waktu setiap saat kapiler hanya mengandung sekitar 5% dari volume darah total (250ml dari total 5000ml). Karena itu, sejumlah kecil darah terpajan kepermukaan yang sangat luas.2. Memperlambat kecepatan aliran darahLaju aliran adalah volume darah per satuan waktu yang melalui suatu segmen sistem sirkulasi. Sementara itu, kecepatan aliran adalah kecepatan linier, atau jark per satuan waktu, yang ditempuh oleh darah melalui segmen tertentu sistem sirkulasi. Karena sitem sirkulasi adalah suatu sistem tertutup, maka volume darah yang melewati setiap level sistem harus sama dengan curah jantung. Karena itu, laju aliran di semua level sistem sirkulasi setara.Namun kecepatan aliran darah melalui berbagai segmen pohon vaskular bervariasi, karena kecepatan aliran berbanding terbalik dengan luas potongan melintang semua pembuluh di setiap level sistem sirkulasi. Meskipun luas potongan melintang setiap kapiler sangat kecil dibandingkan dengan aorta namun luas penampang melintang total semua kapiler adalah sekitar 1300 kali dibandingkan luas potongan melintang aorta karena jumlah kapiler yang sedemikian banyaknya. Karena itu, aliran darah jauh lebih lambat ketika melewati kapiler. Kecepatan yang lambat ini menyebabkan tersedianya cukup waktu bagi pertukaran nutrient dan produk sisa metabolik antara darah dan sel jaringan, yang merupakan tujuan utama sistem sirkulasi keseluruhan. (Sherwood,2014)

LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Kapiler Darah Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari 2 tahap:1. Difusi PasifDinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan. Difusi zat terlarut terus berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara darah dan sel di sekitarnya 2. BulkflowAdalah terjadinya filtrasi suatu volume plasma bebas protein, yang kemudian bercampur dengan cairan insterstitium, dan kemudian di reabsorpsi. Fungsi dinding kapiler darah adalah sebagai penyaring, dengan cairan mengalir melalui pori berisi air. Ketika tekanan didalam kapiler melebihi tekanan diluar maka cairan terdorong keluar melalui pori dalam suatu proses yang dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebagian besar protein plasma tertahan di bagian dalam selama proses ini karena efek filtrasi pori, meskipun beberapa tetap lolos. Karena semua konstituen lain dalam plasma terseret bersama-sama sebagai satu kesatuan dengan volume cairan yang meninggalkan kapiler maka filtrate pada hakikatnya adalah suatu plasma bebas protein. Ketika tekanan yang mengarah ke dalam melebihi tekanan keluar maka terjadi perpindahan netto cairan masuk dari cairan interstitium ke dalam kapiler melalui pori, suatu proses yang dikenal sebagai reabsorbsi. (Sherwood,2014)

Aliran darah dalam kapiler mengalir secara intermiten, yakni mengalir dan berhenti setiap beberapa detik atau menit. Penyebab timbulnya gerakan ini adalah vasomotion, yang berarti kontraksi intermiten pada metarteriol dan sfingter prekapiler. Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan pentutupan kapiler adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah pemakaian oksigen besar, aliran darah yang intermiten akan makin sering terjadi dan lamanya waktu aliran lebih lama sehingga dapat membawa lebih banyak oksigen. (Guyton, 2014)

Hukum StarlingFiltrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan interstitial, dan perbedaan tekanan koloid-osmotik intravaskuler dan interstitial. Maka aliran cairan: K (Pc + i) (Pi + c)K = koefisien filtrasi kaplierPc = tekanan hidrostatik kapiler = 37 mm HgPi = tekanan hidrostatik interstitial = 17 mm Hgc = tekanan koloid osmotik kapiler = 25 mm Hgi = tekanan koloid osmotik interstisiil = diabaikanJadi yang difiltrasi per hari sebanyak 24 liter/hari, 85% diserap kembali dan 15% masuk saluran limfe.Pada jaringan yang tidak aktif, kapiler kolaps dan aliran darah mengambil jalan pintas dari arteriol langsung ke venula. (Sherwood, 2014)

Volume cairan interstitial dipertahankan oleh hukum Starling. Menurut hukum Starling, kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut termasuk protein antara kapiler dan jaringan sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik masing-masing kompartemen. Tekanan osmotik adalah tekananyang dihasilkan molekul protein plasma yang tidak permeabel melalui membran kapiler. Proses perpindahan ini melalui proses difusi, ultrafiltrasi, dan reabsorpsi. Kecepatan perpindahan cairan yang membentuk edema diformulasikan sebagai berikut:

Fm = Kf (P - )

Fm = Kecepatan perpindahan cairanKf = Permeabilitas kapilerP = Perbedaan tekanan hidrostatik intravaskular dan ekstravaskular = Perbedaan tekanan osmotic(IPD,2014)

Sistem Limfatik Fungsi sistem limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein yang difiltrasi kapiler ke sistem sirkulasi. Sistem limfatik didesain hanya 1 jalan, yaitu dari jaringan ke sistem sirkulasi. Ujung pembuluh limfe (kapiler limfe) berada dekat kapiler darah. Penyumbatan pembuluh limfe dapat menyebabkan edema. (Guyton, 2014)Pembuluh limfe dapat menjadi dua tipe:1. Pembuluh limfe inisialTidak memiliki katup dan otot polos di dindingnya, dan pembuluh ini terdapat di dindingnya, dan pembuluh ini terdapat didaerah seperti usus atau otot rangka.2. Pembuluh limfe pengumpulDibantu oleh gerakan otot rangka, tekanan negative intertoraks selama inspirasi, dan efek hisapan dari aliran darah berkecepatan tinggi di vena tempat pembuluh limfe berakhir.(Ganong, 2013)

Zat yang meningkatkan aliran limfe disebut limfegogus. Zat-zat ini yang meningkatkan permeabiltas kapiler. Zat yang menimbulkan kontraksi otot polos juga meningkatkan aliran limfe dari usus. (Ganong, 2013)Cairan limfe berasal dari cairan interstitial yang mengalir ke dalam sistem limfatik. Cairan limfe yang masuk ke pembuluh limfe, komposisinya hampir sama dengancairan interstitial. Sistem limfatik jalur utama untuk reabsorpsi zat nutrisi dari saluran cerna (terutama absorpsi lemak tubuh). (Guyton, 2014)

Sistem limfatik memiliki peran untuk mengatur:1. Konsentrasi protein dalam cairan interstitialProtein terus keluar dari kapiler darah lalu masuk ke dalam interstitium. Jika ada protein yang bocor, maka akan kembali ke sirkulasi melalui ujung-ujung vena kapiler darah. Protein kemudian akan berakumulasi di cairan interstitial dan meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan interstitial2. Volume cairan interstitialPeningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitial dapat menggeser keseimbangan daya pada membran kapiler darah dalam membantu filtrasi cairan ke dalam interstitium. Sehingga, dapat terjadi peningkatan volume cairan interstitial dan tekanan cairan interstitial3. Tekanan cairan interstitialMeningkatnya tekanan cairan interstitial membuat terjadinya peningkatan kecepatan aliran limfe sehingga membawa keluar kelebihan volume cairan interstitial dan kelebihan protein terakumulasi dalam ruang interstitial. (Guyton, 2014)

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Aspek Fisiologis dan Biokimia Gangguan Kelebihan Cairan dalam TubuhLO.2.1. Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Air dalam TubuhFaktor-faktor penentu terhadap terjadinya kelebihan cairan:1. Perubahanhemodinamikdalamkapileryangmemungkinkankeluarnyacairan intravaskular ke dalam jaringan interstitium.Hemodinamik dipengaruhi oleh :1. Permeabilitas kapiler1. Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam intersitium1. Selisih tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onktik dalam intersitium.1. Retensi natriumdi ginjalRetensi natrium dipengaruhi oleh :1. Sistem renin angiotensin-aldosteron1. Aktifitas ANP1. Aktifitas saraf simpatis1. Osmoreseptor di hipotalamus(FKUI, 2014)

LO.2.2. Memahami dan Menjelaskan Penyebab Kelebihan Cairan dalam Tubuh1. Aspek BiokimiaJika konsentrasi protein plasma sangat menurun, cairan tidak ditarik kembali kedalam kompartemen intravaskular tetapi ditimbun di dalam ruang jaringan ekstravaskular dan menjadi edema. Salah satu penyebab edema adalah defisiensi protein. Edema jaringan lunak yang disebabkan tekanan osmotik koloid intravaskular yang menurun juga berasal dari pengaruh konsentrasi albumin yang rendah.2. Aspek FisiologisPembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.

FAKTORAKIBATKONDISI KLINIS

Tekanan hidrostatikplasma kapilermeningkatDarah yang terhambat kembali kevena dapat menyebabkanpeningkatan tekanan kapiler. Akibatnya cairan akan banyakmasuk kedalamjaringan edemaGagal jantungGagal ginjalObstruksi venaKehamilan

Tekanan osmotikkoloid plasma menurunKonsentrasi plasma proteinberkurang tekanan osmotikkoloid plasma menurun airberpindah dari plasma masuk kedalam jaringan edemaMalnutrisiDiare kronikLuka bakarSindroma nefrotikSirosis

Permeabilitas kapiler meningkatPeningkatan permeabilitas kapilermenyebabkan terjadinya kebocoran membran kapilersehingga protein dapat berpindah dari kapiler masuk ke ruang interstitialInfeksi bakteriReaksi alergiLuka bakarPenyakit ginjal akut: Nefriris

Retensi Natrium meningkatGinjal mengatur ion natrium dicairan ekstrasel oleh. Fungsi ginjal dipengaruhi oleh aliran darah yang masuk. Bila aliran darah tidak adekuat akan terjadi retensi natrium dan air edemaGagal jantungGagal ginjalSirosis hatiTrauma (fraktur, operasi,luka bakar)Peningkatan produksi hormon kortikoadrenal: (Aldosteron, kortison,hidrokortison)

Drainase limfatikmenurunDrainase limfatik berfungsi untukmencegah kembalinya protein ke sirkulasi. Bila terjadi gangguanlimfatik maka protein akan masukke sirkulasi, akibatnya tekanan koloid osmotik plasma akanmenurun edemaObstruksi limfatik (kankersistem limfatik)

Sumber: Sherwood, 2014

Jika tekanan hidrostatik kapiler dan tekanan onkotik intersisial yang memindahkan cairan dari vaaskular ke ekstravaskular lebih besar daripada tekanan hidrostatik interstisial dan tekanan onkotik kapiler yang memindahkan cairan dari ekstravaskular ke vaskular maka hal ini dapat menyebabkan pembengkakan jaringan lunak di ekstravaskular (interstisial).

LO.2.3. Memahami dan Menjelaskan Tenaga Aliran DarahBulkflow terjadi karena perbedaan dalam tekanan hidrostatik dan osmotik antara plasma dan cairan interstitium. Meskipun terdapat perbedaan tekanan antara plasma dan cairan di sekitarnya di tempat lai didalam sistem sirkulasi namun hanya kapiler yang memiliki pori yang memungkinkan cairan lewat. Empat gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan melewati dinding kapiler adalah sebagai berikut:1. Tekanan darah kapiler (Pc)Adalah tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan oleh darah pada bagian dalam dinding kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapiler kedalam cairan interstitium. Ketika sampai di kapiler, tekanan darah telah turun secara bermakna akibatgesekan darah dengan pembuluh arteriol beresistensi tinggi di hulu. Secara rerata, tekanan hidrostatik adalah 37mmHg diujung arteriol suatu kapiler jaringan (dibandingkan dengan tekanan arteri rerata 93mmHg). Tekanan ini semakin berkurang, menjadi 17 mmHg , di ujung venula kapiler akibat gesekan lebih lanjut disertai oleh keluarnya cairan melalui ultrafiltrasi di sepanjang kapiler

2. Tekanan osmotik koloid plasma (p)Juga dikenal sebagai tekanan onkotik, adalah gaya yang disebabkan oleh disperse koloidal protein-protein plasma. Tekanan ini mendorong perpindahan cairan kedalam kapiler. Karena protein plasma tetap berada di plasma dan tidak masuk ke cairan interstitium maka terbentuk perbedaan konsentrasi protein antara plasma dan cairan interstitium. Karenanya juga terjadi perbedaan konsentrasi air antara kedua bagian ini. Plasma memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan konsentrasi air yang lebih rendah daripada cairan interstitium. Perbedaan ini menimbulkan efek osmotik yang cenderung memindahkan air dari daerah dengan konsentrasi air tinggi di cairan interstitium ke daerah dengan konsentrasi air rendah (atau konsentrasi protein tinggi) di plasma. Konstituen-konstituen plasma lainnya tidak memiliki efek osmotik karena mudah menembus dinding kapiler sehingga konsentrasinya di plasma dan cairan interstitium setara. Tekanan osmotik plasma adalah sekitar 25 mmHg. 3. Tekanan hidrostatik cairan interstitium (PIF)Adalah tekanan yang ditimbulkan oleh cairan interstitum pada bagian luar dinding kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk kedalam kapiler. Karena sulitnya mengukur tekanan hidrostatik cairan interstitium maka nilai sebenarnya tekanan ini masih diperdebatkan. Tekanan ini mungkin sama dengan, sedikit lebih rendah, atau sedikit lebih tinggi dari tekanan atmosfer.4. Tekanan osmotik koloid cairan interstitium(IF)Adalah gaya lain yang secara normal tidak berperan signifikan dalam bulkflow. Sebagian kecil protein plasma yang bocor menembus dinding kapiler ke dalam cairan interstitium normalnya dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Karena itu, konsentrasi protein di cairan interstitium sangat rendah, dan tekanan osmotic koloid cairan interstitium mendekati nol. Namun, jika protein plasma secara patologis bocor kedalam cairan interstitium, seperti histamine meperlebar porikapiler selama cedera jaringan, protein yang bocor tersebut menimbulkan efek osmotic yang cenderung mendorong perpindahan cairan keluar kapiler dan masuk cairan interstitium. (Sherwood,2014)

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Edema dan AsitesLO.3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Edema dan AsitesEdema adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi air dijaringan interstitium secara berlebihan akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh limfe. (FKUI, 2013)Asites adalah efusi dan akumulasi cairan serosa di rongga abdomen (Dorland, 2014)

LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Edema dan Asites1. Berkurangnya konsentrasi protein plasmaHal ini dapat menurunkan tekanan osmotik koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih sedikit daripada normal; karena itu kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstitium. Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma melalui beberapa cara berbeda: pengeluaran berlebihan protein plasma melalui urine akibat penyakit ginjal, penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati, makanan yang kurang mengandung protein, atau pengeluaran bermakna protein plasma akibat luka bakar yang luas2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapilerHal ini memungkinkan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma kedalam cairan interstitium sekitarsebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh histamine sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekana osmotic koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara peningkatan tekanan osmotic kolois cairan interstitium meningkatkan gaya keluar efektif. Ketidakseimbangan ini ikut berperan menyebabkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya, lepuh) dan reaksi alergik (misalnya, biduran).

3. Meningkatnya tekanan venaKetika darah terbendung di vena, maka tekanan darah kapiler akan meningkat karena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. Peningkatan tekanan keluar kapiler ini berperan besar menyebabkan edema pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi akibat restriksi local aliran balik vena. Contohnya adalah pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki selama kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena-vena besar yang menyalurkan darah dari ekstrimitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki, mendorong edema regional ekstrimitas bawah. 4. Sumbatan pembuluh limfeHal ini menyebabkan edema karena kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe. Akumulasi protein di cairan interstitium memperparah masalah melalui efek osmotiknya. Sumbatan pembuluh limfe local dapat terjadi, sebagai contoh, di lengan wanita yang saluran drainase limfe utamanya dari lengan telah tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe pada pembedahan karena kanker payudara. Penyumbatan pembuluh limfe yang lebih luas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit yang ditularkan melalui nyamuk terutama ditemukan didaerah pantai tropis. Pada penyakit ini, cacing filarial yang halus mirip benang menginfeksi pembuluh limfe dan menyumbat drainase limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering dinamai elephantiasis karena kaki yang membengkak tampak seperti kaki gajah. (Sherwood,2014)

Edema dikapiler terjadi bila terjadi peningkatan permeabilitas dinding kapiler yang memungkinkan lebih banyak protein plasma keluar dari kapiler ke cairan intersitium disekitarnya terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan cairan intersitiumyang menurunkantekanankearah dalamsementarapeningkatantekanan osmotik koloid cairan intersitium yang disebabkan oleh kelebihan protein dicairan intersitium meningkatkan tekanan ke arah luar edema lokal.Edematerjadi dilimfebilaterjadipenyumbatanpembuluh limfekarena kelebihan cairan yang di filtrasi keluar tertahan di cairan intersisium dan tidak dapat dikembalikan ke dalam melalui sistem limfe.

Penyebab dari asites sangat bervariasi dan yang tersering adalah sirosis hati. Hampir sekitar 80% kejadian asites disebabkan oleh sirosis hati. Penyebab lainnya adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronik, yang mengakibatkan retensi air dan garam. Pada beberapa kasus, terjadi peningkatan tahanan vena porta akibat sumbatan pada pembuluh porta. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan tahanan porta tanpa sirosis, misalnya pada kasus adanya tumor di dalam perut yang menekan vena porta; atau adanya sumbatan karena gumpalan darah seperti pada kasus Budd Chiari syndrome. Asites juga dapat dijumpai pada kasus keganasan. Asites pada penyakit pankreas biasanya muncul pada pankreatitis lama. Pada anak-anak penyebab tersering dari asites adalah penyakit hati, ginjal dan jantung. (Brigitta Godong, 2013)

Mekanisme Terjadinya Edema0. Pembentukan Edema pada Sindrom NefrotikSindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Pasien sindrom nefrotik juga mengalami volume plasma yang meningkat sehubungan dengan defek intrinsic ekskresi natrium dan air. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik berhubungan dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotic menyebabkan perpindahan cairan intravascular ke interstitium dan memperberat pembentukan edema. Pada kondisi tertentu,kehilangan protein dan hipoalbumin dapat sangat berat sehingga volume plasma menjadi berkurang yang menyebabkan penurunan perfusiginjal yang juga merangsang retensi natrium dan air.

Gangguan fungsi ginjal

Defek intrinsik ekskresi Penurunan LFGProteinurianatrium & air

Hipoalbuminemia

Penurunan VDAERetensi natrium dan air oleh ginjal

Sumber: IPD, 2014Ada dua mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik:a. Mekanisme UnderfillingTerjadinya edema disebabkan rendahnya kadaralbumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotic plasm, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstitial sesuai dengan hukum starling, akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiotensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distal.

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

ADHSistem renin angiotensin ANP

Retensi NaRETENSI AIRRETENSI

EDEMA

Sumber: IPD, 2014b. Mekanisme OverfillingPada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat kelainan yang bersifat primer yang mengganggu ekskresi natrium pada tubulus distalis, sebagai akibatnya terjadi peningkaan volume darah, penekanan sistemrenin-angiotensin dan vasopressin. Kondisi volumedarah yang meningkat yang disertai dengan rendahnya tekanan osmosis plasmamengakibatkan transudasi cairan dari kapiler ke interstitial sehingga terjadi edema

Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma

ADHAldosteron ANP

Tubulus Resistenterhadap ANP

EDEMA

Sumber: IPD, 2014

0. Pembentukan Edema pada Gagal Jantung KongestifGagal jantung kongestif ditandai dengan kegagalan pompa jantung, saat jantung mulai gagal memompa darah, darah akan terbendung pada sistem vena dan saat yang bersamaan volume darah pada arteri mulai berkurang.Pengurangan pengisian arteri ini (direfleksikan pada VDAE) akan direspons oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri yang memicu aktivasi sistem saraf simpatis yang mengakibatkan vasokontriksi sebagai usaha untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Akibat vasokontriksi maka suplai darah akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung dan paru, sementara ginjal dan organ lain akan mengalami penurunan aliran darah. Akibatnya VDAE akan berkurang dan ginjal akan menahan natrium dan air.Kondisi gagal jantung yang sangat berat, juga akan terjadi hyponatremia. Pada keadaan ini ADH akan meningkat dengan cepat dan akan terjadi pemekatan urin. Keadaan ini diperberat oleh tubulus proksimal yang juga menahan air dan natrium secara berlebihan sehingga produksi urin akan sangat berkurang.

0. Pembentukan Edema pada Sirosis HepatisSirosis hepatis ditandai oleh fibrosis jaringan hati yang luas dengan pembentukan nodul. Pada sirosis hepatis, fibrosis hati yang luas disertai distorsi struktur parenkim hati menyebabkan peningkatan tahanan sistem porta diikuti dengan terbentuknya pintas portosistemik baik intra maupun ekstra hati. Apabila perubahan struktur parenkim terus berlanjut, vasodilatasi semakin berat menyebabkan tahanan perifer semakin menurun. Tubuh akan menafsirkan seolah-olah terjadi penurunan VDAE.reaksi yang dikeluarkan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonus saraf simpatis adrenergic. Hasil akhirnya adalah aktivasi sistem vasokonstriktor dan anti diuresis yakni sistem renin-angiotensin-aldosteron, saraf simpatis dan ADH.peningkatan kadar ADH akan menyebabkan retensi air, aldosterone akan menyebabkan retensi garam sedangkan sistem saraf simpatis dan angiotensin akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reabsorpsi garam pada tubulus proksimalis. (IPD,2014)

LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Edema dan AsitesMenurut lokasi, edema dapat dibagi menjadi dua:(1) Generalisata edema menyeluruh, disebabkan oleh penurunan tekanan osmotic koloid pada hipoproteinemiaContoh: Anasarka (edema yang terjadi di seluruh jaringan subkutan)Biasanya pada: Gagal Jantung Sirosis Hepatis Gangguan ekskresi

(2) Lokalisata disebabkan oleh kerusakan kapiler, konstriksi sirkulasi (vena regional) atau sumbatan drainase limfatik Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri dari:1. Hydroperitoneum/Asites (cairan di rongga peritoneal)1. Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)1. Hydropercardium (cairan di pericardium)1. Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe1. Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah(FKUI, 2014)

LO.3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Edema dan AsitesManifestasi klinis edema dapat berupa: edema paru, edema perifer misalnya pada tungkai, asites, bendungan pada vena setempat misalnya pada tungkai yang biasanya unilateral, bendungan vena dalam, edema pitting pada hipotiroid. (IPD, 2014)

0. Bengkak, mengkilat, bila ditekan timbul cekungan dan lambat kembali sepertisemula0. Berat badan naik, penambahan 2% kelebihan ringan, penambahan 5%kelebih-an sedang, penambahan 8% kelebihan berat0. Adanya bendungan vena di leher 0. Pemendekan nafas dan dalam, penyokong darah (pulmonary).0. Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda saraf, penahanan pernapasan (pada edema cerebral yang berhubungan DKA)0. Nyeri otot yang berkaitan dengan pembengkakan0. Distensi vena jugularis, peningkatan tekanan vena ( > 11cm O)0. Efusi pleura0. Denyut nadi kuat0. Edema perifer dan periorbital0. Asites

LO.3.5. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Edema dan AsitesTahap awal untuk menegakkan diagnosis asites pada anak adalah dengan melakukan anamnesis mengenai perjalanan penyakit. Saat melakukan anamnesis sebaiknya dokter mencari tahu faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan pada hati, seperti: riwayat kolestasis neonatal, jaundice, hepatitis kronik, riwayat transfusi atau suntikan, atau riwayat keluarga dengan penyakit hati. Selain itu, biasanya perlu ditanyakan apakah terjadi peningkatan berat badan yang berlebihan.Tahap selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada awal pemeriksaan fisik, perlu dibedakan apakah pembesaran perut yang terjadi karena asites, atau penyebab lain seperti: kegemukan, obstruksi usus, atau adanya massa di abdomen. Flank dullness yang biasanya terdapat pada 90% pasien dengan asites merupakan tes yang paling sensitif, sedangkan shifting dullness lebih spesifik tetapi kurang sensitif. Tes lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui asites pada anak adalah melalui pemeriksaan puddle sign.1 Puddle sign ini bisa digunakan untuk mengetahui asites pada jumlah yang masih sedikit (+120 ml). Untuk melakukan pemeriksaan ini posisi pasien harus bertumpu pada siku dan lutut selama pemeriksan. Pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan seksama dapat memberi arahan mengenai penyebab asites. Tanda-tanda dari penyakit hati kronis adalah eritema palmaris, spider naevi, jaundice. Splenomegali dan pembesaran vena kolateral merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tahanan vena porta. Asites yang disebabkan oleh gagal jantung kronis, memberikan tambahan temuan pemeriksaan fisik berupa peningkatan tahanan vena jugularis. Pembesaran KGB mengacu pada limfoma atau TBC.Setelah anamnesis dan pemeriksan fisik penegakan diagnosis dapat dibantu oleh pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan radiologi, dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi yang dapatdilakukan meliputi pemeriksaan rontgen toraks dan abdomen, USG, CT-Scan dan MRI abdomen.

0. Rontgen toraks dan abdomen Asites masif mengakibatkan elevasi difragma dengan atau tanpa adanya efusi pleura. Pada foto polos abdomen asites ditandai dengan adanya kesuraman yang merata, batas organ jaringan lunak yang tidak jelas, seperti: otot psoas, liver dan limpa. Udara usus juga terlihat mengumpul di tengah (menjauhi garis lemak preperitoneal), dan bulging flanks.0. USG USG adalah cara paling mudah dan sangat sensitif, karena dapat mendeteksi asites walaupun dalam jumlah yang masih sedikit (kira kira 5-10ml). Apabila jumlah asites sangat sedikit, maka umumnya akan terkumpul di Morison Pouch, dan di sekitar hati tampak seperti pita yang sonolusen. Asites yang banyak akan menimbulkan gambaran usus halus seperti lollipop. Pemeriksaan USG juga dapat menemukan gambaran infeksi, keganasan dan/atau peradangan sebagai penyebab asites. Asites yang tidak mengalami komplikasi gambaran Umumnya anekoik homogen, dan usus tampak bergerak bebas. Asites yang disertai keganasan atau infeksi akan memperlihatkan gambaran ekostruktur cairan heterogen, dan tampak debris internal. Usus akan terlihat menempel sepanjang dinding perut belakang; pada hati atau organ lain; atau dikelilingi cairan. Namun demikian, USG memiliki keterbatasan untuk mendeteksi asites pada pasien obesitas, dan asites yang terlokalisir karena gelombang ultrasound dapat terhalang oleh jaringan lemak dan gas di dalam lumen. 0. CT Scan CT Scan memberikan gambaran yang jelas untuk asites. Asites dalam jumlah yang sedikit akan tampak terlokalisasir pada area perhepatik kanan, subhepatik bawah, dan pada kavum douglas. Densitas dari gambaran CT Scan dapat memberi arahan tentang penyebab dari asites.0. MRI MRI adalah pemeriksaan yang sangat baik digunakan dalam mendeteksi cairan di rongga peritoneum. Pada anakanak pemeriksaan MRI ini lebih disukai karena waktu pemeriksaan yang lebih singkat.

Abdominal Parasentesis Abdominal parasentesis umum dikerjakan pada pasien dengan asites yang belum diketahui penyebabnya, dan pada pasien dengan penambahan jumlah asites yang sangat cepat,perburukan klinis, disertai demam dan nyeri perut. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi terjadinya spontaneous bacterial peritonitis (SBP). Cairan asites kemudian dikirim untuk mengetahui jumlah sel, albumin, kultur asites, protein total, gram stain dan sitologi.

Pemeriksaan cairan asites meliputi: 1.) Inspeksi Sebagian besar cairan asites berwarna transparan dan kekuningan. Warna cairan akan berubah menjadi merah muda jika terdapat sel darah Merah >10 000/l, dan menjadi merah jika SDM >20 000/l. Cairan asites yang berwarna merah akibat trauma akan bersifat heterogen dan akan membeku, tetapi jika penyebabnya non trauma akan bersifat homogen dan tidak membeku. Cairan asites yang keruh menunjukan adanya infeksi.2.) Hitung jumlah sel Cairan asites yang normal biasanya mengandung 500 sel/mm3 dan konsentrasi protein 50.000/mm3), dan 30%nya disebabkan oleh karsinoma hepatoseluler.

\

3.) SAAG Dahulu asites dikategorikan menjadi eksudat dan transudat. Eksudat jika konsentrasi protein >25 g/l, dan transudat jika konsentrasi protein < 25g/l. Tujuan pembagian ini adalah untuk mencari penyebab asites, misalnya asites pada kasus keganasan bersifat eksudat, sedangkan pada sirosis bersifat transudat Saat ini pembagian tersebut sudah digantikan oleh pemeriksan Serum Ascites Albumin Gradient (SAAG). SAAG ini mengklasifikasikan asites menjadi hipertensi portal (SAAG >1,1 g/dl) dan non-hipertensi portal (SAAG).4.) Kultur atau pewarnaan gram Sensitivitas kultur mencapai 92% dalam mendeteksi bakteri pada cairan asites. Hasil kultur yang positif harus dilanjutkan dengan pemeriksaan hitung neutrofil. Jika hasil hitung neutrofil dalam batas normal dan pasien tidak bergejala maka hasil kultur dapat diabaikan. Tetapi jika hitung neutrofil >250 sel/mm3 maka pasien diterapi sesuai SBP. 10 Di lain pihak, sensitivitas pewarnaan gram hanya 10% untuk deteksi dini kemungkinan SBP.5.) Sitologi Cairan AsitesSensitivitas dari sitologi sekitar 60-90% untuk men-diagnosis asites pada keganasan. (Brigitta Godong, 2013)

LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Edema dan AsitesPenanggulangan edema yang dilakukan meliputi:(1) Memperbaiki penyakit dasar bila mungkin(2) Restriksi asupan natrium untuk meminimalisasi retensi air(3) Pemberian diureticYang harus diperhatikan saat pemberian diuretic adalah: saat yang tepat, risiko yang akan dihadapi bila edema dikurangi, dan waktu yang dibutuhkan untuk menanggulangi edema (cepat atau lambat)Indikasi dan saat yang paling tepat untuk menanggulangi edema adalah bila terdapat edema paru, yang merupakan satu-satunya indikasi pemberian diuretic yang paling tepat untuk menanggulangi edema dibandingkan dengan penanggulangan jenis edema yang lain. Retensi natrium sekunder (kompensasi) yang terjadi pada gagal jantung atau sirosis hati adalah untuk memenuhi volume sirkulasi efektif menjadi normal kembali guna optimalisasi perfusi jaringan. Pemberian diuretic yang terlalu banyak pada keadaan ini akan menimbulkan risiko penurunan perfusi jaringan. Menurunnya perfusi jaringan, dapat dinilai dari peningkatan kadar ureum dan kratinin darah.Pada retensi natrium primer seperti pada penyakit ginjal, akibat obat-obatan (minoksidil, obat antiinflamasi non steroid, dan estrogen), dan refeeding edema, tidak ada pengurangan volume sirkulasi efektif. Pada keadaan ini yang terjadi adalah ekspansi cairan ekstrasel. Pemberian diuretic tidak akan mengurangi volume sirkulasi efektif sehingga tidak mengurangi perfusi jaringan. (IPD, 2014)Pada edema umum akibat gagal jantung, sindrom nefrotik dan retensi natrium primer, bila dilakukan pemberian diuretic maka mobilisasi cairan edema dapat berlangsung cepat sehingga pengeluaran cairan edema sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam tidak akan mengurangi perfusi jaringan. Berbeda dengan pengeluaran cairan asites, mobilisasi cairan asites masuk ke intravascular berlangsung lambat sehingga bila diberikan diuretic kuat untuk mengurangi asites dengan cepat, akan terjadi penurunan perfusi jaringan yang akan menimbulkan peningkatan kadar ureum atau sindrom hepato-renal dan dapat menjadi penyebab ensefalopati hepatic.Asupan air yang dianjurkan hanya sebnayak insensible water losses yaitu kira-kira 4mL/jam.pasien dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal terminal dengan edema/hypervolemia memerlukan dialysis untuk penanggulangannya.Pasien dengan polydipsia primer, asupan air yang melebihi kemampuan pengeluaran melalui ginjal dan kulit, akan menimbulkan gejala akibat hyponatremia. Penanggulangan keadaan ini adalah dengan restriksi asupan air dan mengatasi gejala akibat hyponatremia akut. (FKUI, 2014)Jenis-jenis obat diuretic:1. Loop diuretik: dapat diberikan per oral atau intra vena Furosemid: 40-120 mg (1-2 kali sehari)masa kerja pendek, potenefektif pada laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah Bumetanide:0,5 2 mg (1-2 kali sehari)digunakan bila alergi terhadap furosemide Asam etakrinat:50-200 (1 kali sehari)masa kerja panjang2. Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan hipokalemia) Hidroklorotiazide (HCT)25-200 (1 kali sehari)bekerja bila LFG > 25 ml/menit Clortalidone100 mg (1 hari atau 2 hari sekali)masa kerja panjang sampai 72 jambekerja bila LFG > 25 ml/menit Metolazone masa kerja panjangefektif pada LFG yang rendah3. Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium Spironolakton25-100 mg (4 kali sehari)dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosisblok aldosteron ginekomastia, impotensi, amenoreaonset 2-3 harijangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan Ksebaiknya tidak digunakan pada pasien GG Amiloride5-10 mg (1-2 kali sehari)kurang poten dibanding spironolaktondapat menyebabkan hyperkalemia Triamterene100 mg (2 kali sehari)kurang poten dibanding spironolaktonES : hiperkalemia dan pembentukan batu ginjal4. Bekerja di tubulus proksimalis Asetazolamide (Diamoks) TeofilinDiperantarai oleh cyclic adenosine monophosphate.(IDC, 2014)Resistensi Terhadap DiuretikAdalah kegagalan tubuh membuat kondisi keseimbanagn natrium yang negative meskipun telah menggunakan diuretik dosis tinggi. Kondisi ini harus dipikirkan pada pasien dengan edema yang menetap meskipun telah diberi diuretik yang maksimal serta pengurangan aktivitas fisik dan asupan natrium yakni kurang dari 2 gram per hari. Pemahaman akan farmakokinetik suatu diuretik sangat diperlukan untuk menentukan ada tidknya resistensi diuretik. Penyebab resistensi terhadap diuretik:1. Noncompliance Tidak patuh pada regimen yang diberi Tidak patuh pada pengurangan asupan natrium2. Resisten Gangguan absorpsi loop diuretic Penurunan aliran darah ginjal (penurunan volume plasma dan penggunaan obat lain seperti OAINS, penyekat ACE)3. Akibat farmakologis: berhubungan dengan paruh waktu diuretic4. Pengurangan sekresi tubuler: karena kelainan ginjal, pengurangan volume darah5. Toleran terhadap obat: karena penggunaan obat yang berlangsung lama

DAFTAR PUSTAKA: UPK FKUI. 2013. Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit Dan Asam-Basa Buku Ajar Edisi ke-3. Jakarta:Badan Penerbit FKUI Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi ke-6. Jakarta:EGC PDSPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke-6. Jakarta:InternaPublishing IDI. 2014. Indonesian Doctors Compendium. Jakarta:Tamaprint Indonesia Dorland. 2014. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi ke-28. Jakarta:EGC Godong, Brigitta. 2013. Patofisiologi dan Diagnosis Asites pada Anak. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. Tersedia pada: http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1251/1227. Diakses: 24 Februari 2015. (20:20) Ganong, W F. 2013. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-22. Jakarta:EGC Guyton. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-12. Singapura:Saunders Elsevier Price dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 1. Jakarta:EGC

23