wilayah pesisir nusakambangan

34
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kabupaten Cilacap termasuk wilayah yang memiliki banyak potensi wisata. Sepanjang pantai selatan terdapat sejumlah lokasi wisata pantai sampai perbatasan dengan wilayah Kabupaten Kebumen (Gua Jatijajar dan Pantai Ayah, Pantai Logending). Diantaranya adalah Pantai Teluk Penyu, Widarapayung, Jetis, Bunton, Selok, dan Karangkandari yang sudah disulap menjadi tempat berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Di sejumlah titik sepanjang pantai tersebut juga berdiri kokoh beberapa Tempat Pelelangan Ikan hasil tangkapan nelayan. Salah satu yang terbesar adalah Pelabuhan Perikanan Nasional Cilacap. Di sepanjang pesisir selatan Nusakambangan terdapat eksotisme pantai pasir putih, permisan dan cagar alam Karang Bandung. Keangkeran Nusakambangan juga menyimpan sejuta pesona dan eksotisme alam yang menarik. Di pulau penjara tersebut, masih banyak gua yang penuh dengan stalaknit dan stalaktit . Seperti di Gua Putri, Gua Ratu, Gua Masigit Sela, Gua Penimbang, Gua Sikempis, Gua Lawa, dan masih banyak lainnya. Pesisir menjadi wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Edgreen pada tahun 1993 memperkirakan bahwa sekitar 50-70% dari 5,3 milyar penduduk di bumi sekarang ini tinggal di kawasan pesisir (Kay R, 1999). Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salah satu agenda dalam Pertemuan Johannesburg tahun 2002 yang diselenggarakan oleh Badan Dunia, menyebutkan bahwa 1

Upload: ardhaneswimbardhi

Post on 23-Jun-2015

891 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Cilacap termasuk wilayah yang memiliki banyak potensi wisata.  Sepanjang pantai selatan terdapat sejumlah lokasi wisata pantai sampai perbatasan dengan wilayah Kabupaten Kebumen (Gua Jatijajar dan Pantai Ayah, Pantai Logending). Diantaranya adalah Pantai Teluk Penyu, Widarapayung, Jetis, Bunton, Selok, dan Karangkandari yang sudah disulap menjadi tempat berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Di sejumlah titik sepanjang pantai tersebut juga berdiri kokoh beberapa Tempat Pelelangan Ikan hasil tangkapan nelayan. Salah satu yang terbesar adalah Pelabuhan Perikanan Nasional Cilacap.

Di sepanjang pesisir selatan Nusakambangan terdapat eksotisme pantai pasir putih, permisan dan cagar alam Karang Bandung. Keangkeran Nusakambangan juga menyimpan sejuta pesona dan eksotisme alam yang menarik. Di pulau penjara tersebut, masih banyak gua yang penuh dengan stalaknit dan stalaktit. Seperti di Gua Putri, Gua Ratu, Gua Masigit Sela, Gua Penimbang, Gua Sikempis, Gua Lawa, dan masih banyak lainnya.

Pesisir menjadi wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Edgreen pada tahun 1993 memperkirakan bahwa sekitar 50-70% dari 5,3 milyar penduduk di bumi sekarang ini tinggal di kawasan pesisir (Kay R, 1999). Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salah satu agenda dalam Pertemuan Johannesburg tahun 2002 yang diselenggarakan oleh Badan Dunia, menyebutkan bahwa wilayah pesisir merupakan sumberdaya alam yang perlu dilindungi dan dikelola berlandaskan pada pembangunan ekonomi dan sosial.

Nusa Kambangan adalah nama sebuah pulau di Jawa Tengah yang lebih dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (LP) berkeamanan tinggi di Indonesia. Pulau ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Cilacap dan tercatat dalam daftar pulau terluar Indonesia. Untuk mencapai pulau ini orang harus menyeberang dengan kapal feri dari pelabuhan khusus yang di kelola oleh Departemen Kehakiman R.I. yaitu dari Pelabuhan Sodong menyebrang ke Cilacap, Jawa Tengah selama kurang-lebih lima menit dan bersandar di Pelabuhan feri Wijayapura di Cilacap. Feri penyebrangan khusus ini juga di nakhodai dan di awaki oleh Petugas Pemasyarakatan (pegawai LP), bukan dari Departemen Perhubungan, khusus untuk kepentingan transportasi pemindahan

1

Page 2: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

narapidana dan juga melayani kebutuhan tranportasi pegawai LP itu sendiri beserta keluarganya.

Secara tradisional, penerus dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau ini dan menjadikannya sebagai "hutan ritual". Di bagian barat pulau, di sebuah gua yang terletak di areal hutan bakau, ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC. Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Berbagai macam tumbuhan khas ritual budaya Jawa ditanam di sini. Nusa Kambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati. Dari sinilah nama pulau ini berasal: Nusa Kembangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan".

Pulau Kambangan, yang berstatus sebagai cagar alam, selain sering digunakan untuk latihan militer, juga merupakan habitat bagi pohon-pohon langka, namun banyak yang telah ditebang secara liar. Saat ini yang tersisa kebanyakan adalah tumbuhan perdu, nipah, dan belukar. Kayu Plahlar (Dipterocarpus litoralis)yang hanya dapat ditemukan di pulau ini banyak dicuri karena setelah dikeringkan, mempunyai kualitas yang setara dengan kayu dari Kalimantan.

Selain itu, laguna yang pada 1960 hingga 1970-an, masih dikelilingi hutan bakau yang hijau, kini sudah jauh berubah. Bahkan, sudah berada di ambang ke punahan. Perubahan laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah, utamanya disebabkan sedimentasi

yang dibawa sungai-sungai yang bermuara di kawasan itu. Tiap tahunnya, tidak kurang dari 760 ribu meter kubik endapan lumpur dari sejumlah sungai, terutama Sungai Citanduy dan Cimeneng.

Akibat sedimentasi yang berlangsung bertahun-tahun, membuat berjuta-juta endapan lumpur semakin menyempitkan luas laguna. Data yang ada di Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA) Cilacap, menyebutkan laguna di area itu sudah menyusut sampai 90%. Sebab, 1900 silam, luas laguna mencapai 6.460 hektare (ha), pada 2000 hanya tinggal 1.200 ha, dan kini tersisa 600 ha.

Sedimentasi di Segara Anakan tidak hanya membuat laguna semakin menyempit, tetapi juga pelan-pelan mengubah ekosistem di area tersebut. Lumpur-lumpur yang menjadi tanah timbul menjadi kematian bagi flora pada hutan mangrove.

Sebab, dengan munculnya tanah timbul tersebut akan mengakibatkan perubahan lingkungan yang tidak cocok dengan tanaman mangrove. Jika pada 1970 silam, luas hutan mangrove mencapai 15 ribu ha, kini hanya tinggal tersisa sekitar 8.000 ha saja.

2

Page 3: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

1.2. Perumusan Masalah

Wilayah pesisir memiliki keunikan ekosistem. Wilayah ini sangat rentan terhadap perubahan, baik karena diakibatkan oleh aktifitas daerah hulu maupun karena aktifitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.

Dari perumusan masalah diatas, maka muncul pertanyaan penelitian bagaimana karakteristik ekosistem pesisir wilayah kabupaten Cilacap?

1.3. Tujuan dan Sasaran

1.4. Ruang Lingkup

Secara administratif dalam hirarki pemerintahan kabupaten, terdapat satuan wilayah administrasi yang lebih rendah yaitu wilayah kecamatan pesisir dan wilayah desa pesisir. Kriteria kecamatan pesisir adalah kecamatan yang wilayahnya memiliki ekosistem pesisir atau berbatasan langsung dengan perairan laut, sedang kriteria untuk desa pesisir adalah desa yang memiliki garis pantai atau desa yang memiliki ekosistem pesisir.

Berdasarkan kriteria wilayah kecamatan yang memiliki ekosistem pesisir atau berbatasan langsung dengan perairan laut, maka di Kabupaten Cilacap terdapat 10 Kecamatan pesisir yaitu : Cilacap Selatan, Cilacap Utara, Cilacap Tengah, Adipala, kawunganten, Nusawungu, Binangun, Patimuan, Jeruklegi, dan Kesugihan.

Dari 10 Kecamatan pesisir yang ada, tiga kecamatan yaitu Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah dan Cilacap Utara memliki derajad kepesisiran bernilai 100% karena seluruh Kelurahan didalam kecamatan tersebut masuk sebagai kelurahan pesisir. Kecamatan Adipala, Nusawungu, Binangun dan Kawunganten memiliki nilai derajad kepesisiran 30 – 55%, sehingga dapat dikategorikan sebagai wilayah kecamatan pesisir sedang, sedang Kecamatan Patimuan, Kesugihan dan Jeruklegi dikategorikan sebagai wilayah kecamatan pesisir rendah karena nilai derajad kepesisiran berkisar 15 – 25%. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan desa-desa yang tidak masuk sebagai desa pesisir di masing-masing memiliki kontribusi di dalam mempengaruhi dan menjaga kelesatarian wilayah pesisir Kabupaten Cilacap.

Desa / Kelurahan di Kabupaten Cilacap yang dikategorikan sebagai desa pesisir berjumlah 43 desa/kelurahan yang tersebar di 10 Kecamatan. Desa pesisir ini dicirikan dengan terdapatnya ekosistem pesisir dan atau memiliki garis pantai. Desa/Kelurahan Pesisir di kabupaten Cilacap yang memiliki wilayah paling luas adalah Kelurahan Tambakreja Kecamatan Cilacap Selatan dengan luas 11.636.6 ha. Luas Kelurahan Tambakreja

3

Page 4: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

mencakup Pulau Nusakambangan yang pengelolaannya di bawah Departemen Kehakiman dan HAM. Sedang Desa/Kelurahan pesisir yang memiliki jumlah penduduk paling besar adalah Kelurahan Sidanegara Kecamatan Cilacap Tengah dengan penduduk sebanyak 30.329 jiwa.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Batasan Pengertian Wilayah Pesisir

Definisi wilayah pesisir masih menjadi perdebatan banyak pihak mengingat sulitnya membuat batasan zonasi wilayah pesisir yang dapat dipakai untuk berbagai tujuan kepentingan. Robert Kay, 1999 mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua sudut pandang yaitu dari sudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan pengelolaan. Dari sisi keilmuan Ketchum, 1972 dalam Kay 1999 mendefinisikan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya. Definisi wilayah pesisir dari sudut pandang kebijakan pengelolaan meliputi jarak tertentu dari garis pantai ke arah daratan dan jarak tertentu ke arah lautan. Definisi ini tergantung dari issue yang diangkat dan faktor geografis yang relevan dengan karakteristik bentang alam pantai (Hildebrand and Norrena, 1992 dalam Kay,1999). Pengelolaan wilayah pesisir menyangkut pengelolaan yang terus menerus mengenai penggunaan wilayah pesisir dan sumberdaya didalamnya dari area yang telah ditentukan, dimana batas-batas secara politik biasanya dihasilkan melalui keputusan legislatif atau eksekutif (Jones and Westmacott, 1993 dalam Kay 1999).

1.5.2. Lingkungan Ekosistem Pesisir

Tipologi ekosistem pesisir berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan dalam ekosistem alami dan ekosistem buatan (Dahuri, R, 2001). Ekosistem pesisir di Indonesia sebagai daerah tropis adalah sebagai berikut ;

Hutan mangrove merupakan tipe hutan khas tropika yang tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai. Kehidupan tumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien dan stabilitas substrat. Hutan mangrove banyak dijumpai di pantai yang landai dengan muara sungai yang berlumpur dengan kondisi perairan yang tenang dan terlindung dari ombak. Arti penting hutan mangrove adalah sebagai sebagai sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut. Sistem perakaran yang kokoh akan melindungi pantai dari erosi, gelombang angin, dan ombak. Hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) bagi udang, ikan dan kerang-kerangan.

Padang lamun merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki

4

Page 5: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu ; sumber utama produktivitas primer, sumber makanan penting bagi organisme, dengan sistem perakaran yang rapat menstabilkan dasar perairan yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat pembesaran bagi beberapa spesies, sebagai peredam arus gelombang dan sebagai tudung pelindung panas matahari. Kehidupan padang lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi kecerahan air laut, temperatur air laut, salinitas, substrat dan kecepatan arus.

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem khas di daerah tropis. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, dalam Dahuri 2001). Ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi dan kaya akan keragaman spesies penghuninya seperti ikan karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang memiliki nilai estetika alam yang sangat tinggi. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir dan laut dari tekanan gelombang. Keberadaan terumbu karang sangat ditentukan oleh kondisi kecerahan perairan, temperatur, salinitas, kecepatan arus air, sirkulasi dan sedimentasi.

Estuaria adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan air laut bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang kaya bahan organik dan menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuaria. Karena merupakan kawasan pertemuan antara air laut dan air tawar, maka organisme dan tumbuhan yang berkembang di estuaria relatif sedikit. Pantai pasir terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan sisa-sisa pelapukan batuan di gunung yang dibawa oleh aliran sungai. Pantai pasir lainnya terbentuk oleh rombakan pecahan terumbu karang yang diendapkan oleh ombak. Partikel yang kasar menyebabkan hanya sebagian kecil bahan organik yang terserap sehingga organisme yang hidup di pantai berpasir relatif sedikit. Meskipun demikian pantai berpasir sering dijadikan beberapa biota (seperti penyu) untuk bertelur. Parameter utama dari pantai berpasir adalah pola arus yang mengangkut pasir, gelombang yang melepas energinya dan angin yang mengangkut pasir ke arah darat.

Pantai Berbatu (Rocky Beach) merupakan pantai dengan batu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air. Batuan yang terbenam ini menciptakan zonasi kehidupan organisme yang menempel di batu karena pengaruh pasang. Parameter utama yang mempengaruhi pantai berbatu adalah pasang laut dan gelombang laut yang mengenainya.

Pulau-pulau Kecil (Small Island) merupakan pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dengan pulau induknya. Pulau kecil ini akan memiliki karakteristik ekologi yang bersifat insular karena terisolasi dengan pulau induknya.

5

Page 6: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Permasalahan Wilayah Pesisir

Potensi dan permasalahan wilayah pesisir telah banyak dikemukakan oleh para pakar kelautan dan pesisir. Issue – issue permasalah wilayah pesisir secara global berdasarkan hasil kajian di berbagai wilayah pesisir di dunia dikemukakan oleh Robert Kay (1999). Pokok permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir menurutnya adalah sebagai berikut : pertumbuhan penduduk khususnya di negara miskin dan berkembang,

pemanfaatan wilayah pesisir, dampak lingkungan dari kegiatan manusia dan kelemahan administratif. Permasalah wilayah pesisir yang dikemukakan oleh Rohmin Dahuri (2001) merupakan permasalah umum wilayah pesisir yang banyak dijumpai di Indonesia. Dikemukakan bahwa permasalah wilayah pesisir meliputi : pencemaran, kerusakan habitat pantai, pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan, abrasi pantai, konversi kawasan lindung dan bencana alam. Permasalah-permasalahn tersebut sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas kegiatan manusia baik yang tinggal dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan.

1.5.3. Obyek Hak Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau Kecil (P3K)

Di dalam berbagai publikasi ilmiah maupun populer, seringkali disebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat luas, dan dua pertiga dari luas keseluruhan adalah perairan. Dengan berbekal berbagai potensi yang disebutkan, strategi pengelolaan sumberdaya di Indonesia hampir tidak memperhatikan kendala yang ditimbulkan oleh keberadaan perairan dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayahnya. Tentu saja bukan kendala mahalnya investasi infrastruktur maupun sistem transportasi yang harus disediakan pemerintah, tapi juga kendala dalam menerapkan pengaturan penguasaan sumberdaya yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika sebelumnya telah disebutkan bahwa pemahaman akan fungsi dan ketersediaan sumberdaya komunal dan para pemanfaatnya di wilayah P3K, maka bagian ini akan mencoba mendeskripsikan komponen-komponen dari sumberdaya di wilayah P3K yang dapat menjadi obyek hak.

Secara logika, wilayah P3K terdiri dari 2 komponen, yaitu ekosistem dan komoditi. Ekosistem dengan fungsi yang berbeda-beda dalam wilayah ini dibagi menjadi9:

1. Daerah di atas 100 meter dari titik surut ke arah darat; biasanya digunakan sebagai pemukiman, berdirinya bangunan-bangunan fungsional lainnya seperti pelabuhan, pabrik, tempat wisata, serta lokasi sumber air tawar.

2. Mangrove; suatu ekosistem yang merujuk pada beberapa jenis pohon yang dapat hidup di daerah dengan tanah bersalinitas dan berair asin. Selain pemanfaatan kayu dari batang, akar dan hasil madunya, ekosistem ini

6

Page 7: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

merupakan habitat berbagai jenis kerang-kerangan, kepiting, udang, ikan-ikan kecil dan menyediakan nutrisi bagi berbagai jenis ikan yang bernilai tinggi.

3. Muara, laguna dan teluk. Ketiganya adalah ekosistem berbentuk badan air yang di daerah pesisir yang memiliki air dangkal dan landai. Muara biasanya merupakan pertemuan air tawar dari sungai dan air laut. Laguna merupakan badan air yang biasanya sering ‘terpotong’ dari laut karena bentukan pasir. Teluk merupakan badan air yang menjorok ke arah daratan sehingga biasanya digunakan untuk menyandarkan perahu, menjadi lokasi pelabuhan. Ketiga badan air ini berperan dalam siklus kehidupan beberapa jenis ikan dan kerang-kerangan karena sebagai media pengantar nutrisi dan bahan organik ke laut, sebagai habitat beberapa jenis ikan, maupun menyediakan kebutuhan dari berbagai jenis ikan migrasi.

4. Padang lamun (seagrass bed), menjadi sumber nutrisi bagi ikan-ikan konsumsi yang bernilai penting dan beberapa jenis kerang.

5. Terumbu karang, merupakan ekosistem yang menjadi pemeran utama bagi keanekaragaman hayati dan produktifitas laut. Ekosistem ini menjadi sumber makanan laut bagi manusia dan penyedia makanan bagi ikan, pemecah ombak alami untuk menghindari abrasi, serta obyek wisata menarik bagi wisatawan.

6. Pulau kecil, yang kerap dianggap sebidang tanah di atas permukaan laut sesungguhnya merupakan ekosistem tersendiri karena kekhasan dan keterbatasannya. Ancaman yang dihadapi pulau kecil adalah abrasi dan persediaan air tawar (terutama untuk pulau yang berpenghuni). Fungsi pulau kecil, selain sebagai penyedia air tawar, tempat nelayan berlindung saat badai atau ombak tinggi, juga sebagai habitat bagi berbagai jenis burung endemik dan migrasi.. Untuk beberapa pulau kecil tertentu, bahkan menjadi persinggahan berbagai berbagai spesies laut migrasi seperti penyu, lumba-lumba, paus.

Perlu juga dipahami ada fungsi-fungsi ruang yang tidak terbatas pada salah satu ekosistem tertentu, seperti:

1. Daerah penangkapan ikan (fishing ground), daerah ini bisa berada di wilayah mangrove, terumbu karang, muara, laguna, teluk, maupun laut lepas. Hal yang perlu diperhatikan adalah juga subyek hak yang melekat pada tiap ekosistem, misalnya perempuan dan anak-anak yang lebih sering mencari ikan, kerangkerangan maupun bibit ikan di daerah yang dekat dengan garis pantai seperti mangrove, estuari, laguna, sampai dengan padang lamun bahkan di wilayah tertentu di daerah terumbu karang (ukurannya adalah lokasi tersebut dapat dijangkau dengan

7

Page 8: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

berjalan kaki). Selain yang alami, ada juga lokasi yang memang sengaja dibuat misalnya dengan pemasangan rumpon (fish aggregating device) atau terumbu karang buatan (artifical reef) yang kemudian hak penggunaannya melekat pada individu atau kelompok yang membuatnya. terdapat pada beberapa wilayah yang dihuni oleh masyarakat Bajo, yang biasanya rumahrumahnya berada di atas air laut.

2. Daerah pemijahan ikan (spawning aggregation area), yang biasanya berada di lokasi mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan estuari. Mengapa daerah ini menjadi penting, khususnya untuk perlakuan konservasi, karena menjadi daerah reproduksi jenis-jenis ekonomis hewan laut seperti ikan, kerang-kerangan, dan berbagai jenis udang dan kepiting.

Untuk obyek hak yang berupa komoditi, dapat sangat beragam dari mulai yang menetap sampai dengan obyek bergerak seperti ikan pelagis. Maksud bergerak di sini adalah apabila obyek tersebut dapat melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang relatif jauh (migratory species seperti tuna dan berbagai ikan pelagis lainnya). Oleh karena itu secara sederhana, terjemahan nelayan lokal terhadap fenomena ini dikenal dengan musim (musim tongkol, musim teri, dsb).

Obyek hak berupa komoditi pasti berkorelasi dengan ruang dengan fungsi tertentu, seperti:

1. Ikan, bisa yang dikategorikan ikan karang dengan wilayah jelajah tetap atau ikan pelagis dengan wilayah jelajah berpindah (migrasi)

2. Kerang-kerangan

3. Udang (bisa hasil tangkapan dan budidaya)

4. Produk dari mangrove (kayu, madu, kepiting, kerang, aren)

5. Garam

6. Hasil hutan dan pohon seperti kelapa, cengkeh dan pohon produktif lainnya

1.5.3. Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir

Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan wilayah pesisir adalah; pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai, pendidikan dan kesehatan dimana contoh-contoh tersebut tidak melihat wilayah pesisir sebagai target. Yang paling utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah

8

Page 9: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial.

Selanjutnya konsep pengelolaan wilayah pesisir didalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan antara pembangunan dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada prinsip-prinsip lingkungan juga memasukkan konsep keseimbangan ketergantungan waktu dan keadilan sosial.

Gambar 1. Konsep sederhana keseimbangan di dalam pengelolaan wilayah pesisir (Kay, 1999. p.62)

1.5.4. Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi paradigma utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20 (Kay,1999). Young pada tahun 1992 memperkenalkan sejumlah tema yang mendasari konsep berkelanjutan yaitu; integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan sosial (Kay,1999). Dari tiga prinsip pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir dapat diuraikan bahwa :

1. bahwa instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi instrumen pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat ke depan melalui analisis biaya manfaat;

2. didalam pembangunan berkelanjutan issue lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan;

3. dalam pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

9

Page 10: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Dalam pengelolaan wilayah pesisir, kata integrasi menjadi begitu penting. Beberapa kelompok integrasi yang harus dilakukan di dalam pengelolaan wilayah pesisir (Cicin-Sain, 1993)adalah: Integrasi antar sektor di wilayah pesisir, integrasi antar kawasan perairan dan daratan di dalam zonasi pesisir, integrasi antar pengelola tingkat pemerintahan, integrasi antar negara, dan integrasi antar berbagai disiplin

10

Page 11: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

BAB II

GAMBARAN UMUM

Daerah Segara Anakan terletak diantara rangkaian Pegunungan Selatan Jawa Barat (Kalipucang-Nusakambangan) dengan rangkaian Pegunungan Serayu Selatan (Majenang) yang dikenal dengan sebutan depresi Segara Anakan. Segara Anakan ini terbentuk sebagai produk tektonik, yaitu melalui proses pembentukan Zona Depresi Citanduy, yang dibatasi oleh sesar-sesar atau patahan-patahan besar. Zona ini terbentang luas dari Pedataran Banjar sampai Cilacap, dengan bentangan arah Barat Laut-Tenggara sepanjang kurang lebih 50 km dan lebar sekitar 15 km. Akibat proses pengangkatan (up lift) yang terus menerus berlangsung, kawasan-kawasan perairan maupun daratan yang berada di dalam Zona Depresi Citanduy semakin terangkat dan meninggi elevasinya bahkan perairan mengering. Proses yang menyertai dinamika perubahan ekosistemnya tidak luput dari gerak-gerak patahan aktif, gempa, pengangkatan (up lift) dan perpindahan sungai-sungai, yang berakhir dengan pendangkalan Segara Anakan sendiri sehingga membentuk daratan-daratan yang sekarang dikenal sebagai Kampung Laut.

Kecamatan Kampung Laut merupakan kecamatan yang terletak di perairan Segara Anakan.

Wilayahnya seluas 14.519 ha merupakan tanah daratan yang berasal dari tanah timbul akibat pengendapan lumpur di laguna Segara Anakan dan perairan yang banyak ditumbuhi dengan hutan bakau / mangrove. Pola penggunaan tanah masih cenderung belum produktif bagi masyarakat Kecamatan Kampung Laut, hal ini disebabkan karena sebagian besar tanah yang ada merupakan tanah timbul yang baru terbentuk dan masih mepunyai struktur tanah endapan serta belum mempunyai unsur hara yang cukup bagi pertunbuhan tanaman. Selain itu kondisi ketinggian lahan yang masih relatif datar dan hanya berkisar 1-1,5 m diatas permukaan laut (dpl) menyebabkan lahan yang ada akan terendam air laut apabila terjadi air pasang. Air pasang yang menggenangi daratan ini mengakibatkan kandungan garam pada lahan penduduk menjadi tinggi, sehingga hanya tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat tumbuh dengan subur.

Kondisi wilayah Kawasan Segara Anakan termasuk didalamnya Kecamatan Kampung Laut merupakan wilayah pengembangan Sungai Citanduy bagian hilir berada diantara Pantai Selatan Jawa Tengah bagian barat dengan Pulau Nusakambangan. Segara Anakan merupakan perairan payau karena percampuran air tawar yang mengalir dari Sungai Citanduy, Cibeureum, Donan dan Sungai Cikonde / Cimeneng serta beberapa sungai kecil lain yang

11

Page 12: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

bermuara langsung di Segara Anakan dan bercampur dengan air laut dari Samudera Indonesia. Laguna Segara Anakan merupakan daerah penangkapan ikan, udang dan kepiting serta sebagai daerah asuhan bagi larva udang dan ikan serta sebagai tempat berkembangbiaknya biota perairan tersebut. Fenomena pendangkalan Segara Anakan yang merupakan sumber penghidupan biota laut maupun masyarakat dapat mengakibatkan berkurangnya pendapatan penduduk terutama karena sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan.

Kondisi sosial masyarakat merupakan suatu penghambat bagi laju pertumbuhan pengembangan Kawasan Segara Anakan, hal tersebut dapat dilihat dengan tingginya pertumbuhan penduduk, rendahnya kesadaran masyarakat dan tingkat pendidikan serta pengetahuan tentang pelestarian lingkungan. Kondisi sosial tersebut berakibat pada permasalahan kemiskinan pada penduduk, sehingga pemanfaatan sumberdaya yang ada dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhitungkan keberlanjutannya.

Sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai nelayan dengan daerah kegiatan :

• Perikanan Daerah Payau Segara Anakan (Inshore Fishery)

Perikanan ini merupakan perikanan rakyat. Hasil tangkapan pada usaha perikanan di daerah payau sebagian besar (75 %) terdiri dari campuran antara rebon (drysidasea) dan udang penacid (juveniledaen) yang banyak dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan terasi. Selain itu perairan ini juga potensial menghasilkan jenis ikan blanak dan jenis-jenis clupaid. Rata-rata untuk produktifitas udang Segara Anakan setiap tahunnya berkisar 450 kuintal. Di perairan Segara Anakan juga potensial menghasilkan kepiting dan rajungan dengan produksi mencapai 60 ton per tahun.

• Perikanan Laut (Offshore Fishery)

Kabupaten Cilacap yang terletak di pesisir pantai selatan Pulau Jawa merupakan pangkalan perikanan yang terbesar. Daerah tangkapannya meliputi perairan laut Teluk Pangandaran (Jawa Barat) disebelah barat, Teluk Penyu (Cilacap) dan sampai ke Yogyakarta di sebelah timur. Daerah tersebut mempunyai hubungan dengan Segara Anakan yang banyak dipengaruhi oleh aliran sungai yang bermuara di daerah tersebut, namun kehidupan para nelayan dari tahun ke tahun semakin sulit dan mereka beralih profesi dari nelayan menjadi petani tambak / sawah, mengingat hasil produksi ikan semakin menurun berkaitan dengan semakin dangkal dan menyempitnya laguna Segara Anakan.

12

Page 13: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

2.1. Satuan Ekosistem Pesisir Kabupaten Cilacap

Wilayah Pesisir Kabupaten Cilacap yang memiliki panjang garis pantai 103.023 km, yang membentang arah timur – barat memiliki karakteristik ekosistem pesisir sebagai berikut :

2.1.1. Estuari Laguna Segara Anakan

Laguna Segara Anakan seluas ± 388.000 ha merupakan kawasan estuari yang terbentuk dari pertemuan sungai Citandui dengan anak-anak sungai Cibereum, sungai Tiramsabuk, sungai Cimeneng, dan sungai Sapuregel. Terbentuknya ekosistem estuaria laguna Segara Anakan juga dipengaruhi oleh keberadaan Pulau Nusakambangan yang berada tepat di muara sungai berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh gelombang laut secara langsung. Didalam ekosistem estuaria laguna Segara Anakan dicirikan oleh keberadaan hutan mangrove, pulau-pulau timbul dan endapan sedimen muara sungai. Karena proses akumulasi transport material sungai yang kontinue menjadikan kawasan Segara Anakan menjadi kawasan ekosistem pesisir yang berubah sangat dinamis. Di dalam ekosistem Laguna Segara Anakan juga dihuni oleh penduduk yang tinggal di dalam kawasan dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan petani yang memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di dalam kawasan.

2.1.2. Pulau Nusakambangan

Pulau Nusakambangan di Kabupaten Cilacap seluas ±46.721 ha memiliki identitas secara nasional sebagai tempat pemasyarakatan narapidana yang telah ada sejak jaman Kolonial Belanda. Sebagai sebuah ekosistem pulau kecil, Pulau Nusakambangan memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengatur tata lingkungan kawasan Segara Anakan. Di samping itu keberadaan hutan hujan dataran rendah di Pulau Nusakambangan memiliki kekayaan habitat berbagai jenis satwa, seperti macan kumbang (Panthera pardus), landak (Hystrix brahyura), trenggiling (Manis javania), ular sanca (Python sp) dan berbagai jenis burung seperti rangkong (Buceros sp) dan burung-burung merandai (Suwelo IS, 2003).

2.1.3. Kota Pantai Cilacap

Kota Cilacap merupakan satu-satunya kota pantai yang ada di pantai selatan Jawa. Kota ini telah tumbuh menjadi kota industri dan kota bahari. Keberadaan pelabuhan niaga, industri-industri besar Pertamina, Semen Nusantara dan industri lainnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan dinamika kota ini. Kota Cilacap pada jaman pemerintahan kolonial Belanda digunakan sebagai salah satu wilayah pertahanan maritim. Banyak peninggalan bersejarah dari pemerintah kolonial Belanda yang saat ini dijadikan obyek wisata sejarah oleh pemerintah kabupaten.

13

Page 14: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

2.1.4. Dataran Pantai Berpasir

Dataran pantai berpasir membentang dari Kota Cilacap ke arah timur sampai muara Kali Ijo yang berbatasan dengan Kabupaten Kebumen sepanjang ±45 km. Terbentuknya dataran pantai berpasir ini disebabkan oleh terangkutnya material pasir gunung yang diangkut melalui Sungai Serayu dan Sungai Ijo yang masuk kelaut. Di beberapa tempat dijumpai danau-danau kecil yang berair payau. Pada lahan pantai berpasir ini telah dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata seperti Teluk Penyu, dan tempat tambat bagi perahu-perahu yang mencari ikan di perairan laut Samudera Indonesia. Desa-desa di wilayah pantai ini pada umumnya dicirikan oleh dominasi liputan pertanian sawah, pemukiman dan kebun.

2.1.5. Perairan Laut Kabupaten Cilacap

Perairan laut sejauh 4 mil dari garis pantai merupakan batas pengelolaan wilayah perairan laut kabupaten seperti yang ada di dalam UU no. 22 tahun 1999. Luas wilayah pengelolaan perairan laut Kabupaten Cilacap seluas ±57.000 ha yang membentang dari perbatasan dengan Kabupaten Ciamis di bagian barat dan Kabupaten Kebumen di bagian timur. Perairan laut ini merupakan area penangkapan hasil sumberdaya laut berbagai jenis ikan dan udang bagi nelayan-nelayan Kabupaten Cilacap. Salah satu keunggulan dari wilayah perairan adalah perairan berbentuk teluk yang relatif tenang karena keberadaan Pulau Nusakambangan dan pegunungan karts Logending di Kabupaten Kebumen yang menjorok ke arah laut.

2.2. Permasalahan Wilayah Pesisir Kabupaten Cilacap

Potensi permasalahan wilayah pesisir Kabupaten Cilacap yang dapat diidentifikasi antara lain :

a. Pendangkalan estuaria laguna Segara Anakan akibat sedimentasi yang diangkut dari daerah hulu sungai Citandui dan sungai lainnya yang bermuara di kawasan tersebut.

b. Perubahan fungsi lahan (konservasi) hutan mangrove menjadi lahan budidaya seperti pertanian padi sawah atau pemukiman maupun eksploitasi kayu hutan mangrove.

c. Pencemaran perairan pesisir akibat limbah industri, tumpahan minyak dari limbah kapal, limbah rumah tangga, limbah rumah sakit maupun limbah pertanian.

d. Berubah-ubahnya salinitas perairan pesisir karena tidak kontinunya pasokan air tawar dari sungai-sungai yang masuk ke perairan akibat banjir ataupun keperluan irigasi.

14

Page 15: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Berdasarkan perangkat kebijakan yang telah dan sedang dibuat, Pemerintah Kabupaten Cilacap telah memberi perhatian besar terhadap pengelolaan wilayah pesisir khususnya di wilayah Segara Anakan. Sedang kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap dalam penataan ruang kawasan pesisir, meskipun belum disusun dalam bentuk peraturan daerah (Perda) akan tetapi wacana ini telah disosialisasikan sejak tahun 2003. Dari perangkat kebijakan yang ada terlihat telah tersedianya mekanisme koordinasi secara horisontal antar dinas sektoral dan antar wilayah kabupaten, juga koordinasi vertikal dengan pemerintahan propinsi maupun dengan pemerintah pusat.

Isu-isu / permasalahan pengelolaan wilayah pesisir yang dihadapi Kabupaten Cilacap adalah (Bappeda Kabupaten Cilacap, 2003) sebagai berikut :

1. Belum termanfaatkannya potensi sumberdaya pesisir secara optimal dalam mendukung otonomi daerah, baik digunakan untuk pariwisata maupun budidaya perikanan laut

2. Adanya perbedaan kepentingan yang cenderung menjurus pada konflik kepentingan dan konflik penggunaan ruang antar sektor serta stakeholder lainnya.

3. Lemahnya peraturan perundangan dalam hal pengaturan pengelolaan, dimana masih ada pertentangan dalam kewenangan pengelolaan kawasan pesisir, yaitu menurut UU nomor 22 tahun 1999 pasal 10 ayat 3 bahwa kewenangan daerah kabupaten di wilayah laut sepertiga dari batas laut daerah propinsi (12 mil), tetapi pada kenyataannya pengelolaan kawasan tersebut masih ditangani oleh pemerintah propinsi.

4. Kerusakan fisik habitat ekosistem pesisir akibat pengelolaan yang tidak terkendali (sedimentasi, erosi, pencemaran) dan masih minimnya peranan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan wilayah pesisir.

5. Belum adanya rencana tata ruang pada wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Cilacap, kegiatan yang dilakukan masih sebatas pada studi pemetaan wilayah dan inventarisasi sumberdaya pesisir.

6. Keterbatasan dana

7. Kurangnya koordinasi dan kerjasama antar pelaku pembangunan (stakeholder) di kawasan pesisir

15

Page 16: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

8. Kemiskinan masyarakat pesisir yang mengakibatkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hayati laut

9. Masih kurangnya data dan informasi potensi sumberdaya kelautan

10. Belum adanya kejelasan tentang kewenangan pengelolaan Pulau Nusakambangan, sehingga kerusakan lingkungan di pulau tersebut belum dapat diatasi secara optimal

11. Belum adanya kesepakatan antara pemerintah daerah yang berbatasan dalam pengelolaan pesisir seperti pengelolaan Segara Anakan antara Pemerintah kabupaten Cilacap dan Pemerintah Kabupaten Ciamis.

2.3. Perangkat Kebijakan

Dalam kaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir, Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan daerah sebagai berikut :

1. Perda Kabupaten Cilacap No.14 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap

2. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 10 Tahun 1997 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Cilacap

3. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 23 Tahun 2000 tentang Penetapan Batas Kawasan Segara Anakan

4. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 6 Tahun 2001 tentang Tata Ruang Kawasan Segara Anakan

5. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No.17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan

6. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No.16 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Perikanan di Kawasan Segara Anakan

7. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 1 Tahun 2003 tentang Kepelabuhanan

8. Rancangan Keputusan Presiden (Rakeppres) tentang Penataan Ruang Kawasan Konservasi Pacangsanak (Pangandaran, Kalipucang, Segara Anakan dan Nusa kambangan).

16

Page 17: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

BAB III

ANALISA

3.1 Analisa Lingkungan Ekosistem Pesisir

Tipologi ekosistem pesisir berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan dalam ekosistem alami dan ekosistem buatan (Dahuri, R, 2001). Ekosistem pesisir di Indonesia sebagai daerah tropis adalah sebagai berikut ;

Hutan mangrove merupakan tipe hutan khas tropika yang tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai. Kehidupan tumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien dan stabilitas substrat. Hutan mangrove banyak dijumpai di pantai yang landai dengan muara sungai yang berlumpur dengan kondisi perairan yang tenang dan terlindung dari ombak. Arti penting hutan mangrove adalah sebagai sebagai sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut. Sistem perakaran yang kokoh akan melindungi pantai dari erosi, gelombang angin, dan ombak. Hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) bagi udang, ikan dan kerang-kerangan.

Padang lamun merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu ; sumber utama produktivitas primer, sumber makanan penting bagi organisme, dengan sistem perakaran yang rapat menstabilkan dasar perairan yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat pembesaran bagi beberapa spesies, sebagai peredam arus gelombang dan sebagai tudung pelindung panas matahari. Kehidupan padang lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi kecerahan air laut, temperatur air laut, salinitas, substrat dan kecepatan arus.

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem khas di daerah tropis. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, dalam Dahuri 2001). Ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi dan kaya akan keragaman spesies penghuninya seperti ikan karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang memiliki nilai estetika alam yang sangat tinggi. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir dan laut dari tekanan gelombang. Keberadaan terumbu karang sangat ditentukan oleh kondisi kecerahan perairan, temperatur, salinitas, kecepatan arus air, sirkulasi dan sedimentasi.

17

Page 18: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Estuaria adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan air laut bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang kaya bahan organik dan menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuaria. Karena merupakan kawasan pertemuan antara air laut dan air tawar, maka organisme dan tumbuhan yang berkembang di estuaria relatif sedikit. Pantai pasir terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan sisa-sisa pelapukan batuan di gunung yang dibawa oleh aliran sungai. Pantai pasir lainnya terbentuk oleh rombakan pecahan terumbu karang yang diendapkan oleh ombak. Partikel yang kasar menyebabkan hanya sebagian kecil bahan organik yang terserap sehingga organisme yang hidup di pantai berpasir relatif sedikit. Meskipun demikian pantai berpasir sering dijadikan beberapa biota (seperti penyu) untuk bertelur. Parameter utama dari pantai berpasir adalah pola arus yang mengangkut pasir, gelombang yang melepas energinya dan angin yang mengangkut pasir ke arah darat.

Pantai Berbatu (Rocky Beach) merupakan pantai dengan batu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air. Batuan yang terbenam ini menciptakan zonasi kehidupan organisme yang menempel di batu karena pengaruh pasang. Parameter utama yang mempengaruhi pantai berbatu adalah pasang laut dan gelombang laut yang mengenainya.

Pulau-pulau Kecil (Small Island) merupakan pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dengan pulau induknya. Pulau kecil ini akan memiliki karakteristik ekologi yang bersifat insular karena terisolasi dengan pulau induknya.

18

Page 19: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Kawasan pertanian

19

Hutan Mangrove

Kawasan pertanian

Kawasan permukiman

Kawasan pertanian

Page 20: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

3.2 Analisa Pendangkalan Segara Anakan

Segara Anakan merupakan ekosistem estuaria terdiri dari beberapa ekosistem yang saling berhubungan erat. Ekosistem ini meliputi wilayah perairan terbuka, tanah timbul, rawa air asin dan hutan mangrove yang memberikan tempat dan habitat bagi kehidupan berbagai flora dan fauna yang sangat berharga. Laguna Segara Anakan terbukti memainkan peranan yang sangat penting dalam produktifitas perairan pantai selatan Pulau Jawa. Laguna ini telah menyumbang produksi perikanan pantai lebih dari 62 milyar rupiah dalam satu tahun dan akan semakin meningkat seiring dengan makin berfungsinya ekosistem Segara Anakan. Sumberdaya hayati di dalam laguna mampu menopang kehidupan masyarakat setempat berupa hasil perikanan payau. Selain itu hutan mangrove di dalamnya telah memberi habitat dan tempat bertengger dan bertelur bagi sejumlah burung yang melakukan pergerakan dan perpindahan. Nilai hutan mangrove tersebut mencapai sekitar 1.400 US dollar per Ha, artinya semakin luas mangrovenya semakin tinggi nilainya.

Luas perairan Segara Anakan semakin berkurang, hal itu menandakan sedimentasi terus terjadi dan meningkat, secara lebih jelas dapat dilihat dalam grafik berikut

Grafik Kecenderungan Penurunan Luas Permukaan Segara Anakan

20

Page 21: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Berdasarkan perubahan luas perairan tersebut yang disebabkan adanya pendangkalan, diperkirakan tahun 2000 luas laguna Segara Anakan tinggal 500-600 Ha saja. Pada tahun 1992, penelitian menyebutkan bahwa laguna Segara Anakan mengalami penyusutan rata-rata 1.000.000 m3/tahun. Sementara pada tahun 1999 penyusutan volume laguna menjadi 500.000 m3/tahun dengan perhitungan menurunnya tingkat penyusutan diakibatkan karena laguna mulai mendekati kondisi keseimbangan.

21

Page 22: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

BAB IV

KESIMPULAN

Segara Anakan merupakan ekosistem estuari yang terdiri dari beberapa ekosistem yang saling berhubungan erat. Ekosistem ini meliputi wilayah perairan terbuka, tanah timbul, rawa air asin dan hutan mangrove yang memberikan tempat dan habitat bagi kehidupan berbagai flora dan fauna yang sangat berharga. Laguna Segara Anakan terbukti memainkan peranan yang sangat penting dalam produktifitas perairan pantai selatan Pulau Jawa. Laguna ini telah menyumbang produksi perikanan pantai lebih dari 62 milyar rupiah dalam satu tahun dan akan semakin meningkat seiring dengan makin berfungsinya ekosistem Segara Anakan. Sumberdaya hayati di dalam laguna mampu menopang kehidupan masyarakat setempat berupa hasil perikanan payau.

Selain itu hutan mangrove di dalamnya telah memberi habitat dan tempat bertengger dan bertelur bagi sejumlah burung yang melakukan pergerakan dan perpindahan. Nilai hutan mangrove tersebut mencapai sekitar 1.400 US dollar per ha, artinya semakin luas mangrovenya semakin tinggi nilainya.

Segara Anakan sebagai muara dari beberapa sungai besar membawa konsekuensi pada melimpahnya pasokan air kedalam laguna. Limpasan air dari sungai-sungai ini dengan kondisi upland yang sudah memperihatinkan menyebabkan tingginya tingkat erosi pada air sungai tersebut. Kelanjutan dari masalah ini menyebabkan secara langsung menyebabkan adanya angkutan sedimen. Sebagian sedimen yang dibawa aliran air sungai akan tersuspensi pada dasar perairan yang kemudian terakumulasi menjadi endapan. Akibat adanya endapan dapat menyebabkan pendangkalan pada

22

Page 23: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

laguna, menyempitnya badan sungai dan luas perairan serta adanya tanah timbul.

Tingkat sedimentasi yang tinggi di kawasan Segara Anakan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut, karena sebagian besar penduduk di kawasan tersebut khususnya kecamatan Kampung Laut sangat menggantungkan hidupnya dengan beraktivitas di kawasan Segara Anakan. Masalah yang ditemui yaitu dengan adanya sedimentasi menjadikan jumlah tangkapan ikan masyarakat kecamatan Kampung Laut menjadi berkurang karena luas permukaan perairan kawasan Segara Anakan yang semakin menyempit. Hal tersebut secara langsung memukul tingkat pendapatan mereka yang kemudian berdampak pada penurunan kesejahteraan.

23

Page 24: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

DAFTAR PUSTAKA

_____________, UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kantor Sekretariat Negara RI

_____________, UU nomor 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kantor Sekretariat Negara RI

_____________, UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati serta Ekosistemnya. Kantor Sekretariat Negara RI

_____________, UU nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Kantor Sekretariat Negara RI

Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.

_____________, Kompas, 21 Oktober 2008

_____________, Kompas, 28 April 2000

_____________, Semiloka Pengelolaan & Pemanfaatan Pulau Nusakambangan Sebagai Sisa-sia Hutan Hujan Dataran Rendah Berupa Ekosistem Kepulauana di Era Otonomi, Mapala Silvagama

24

Page 25: WILAYAH PESISIR NusaKambangan

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2. Perumusan Masalah...........................................................................................3

1.3. Tujuan dan Sasaran...........................................................................................3

1.4. Ruang Lingkup...................................................................................................3

1.5. Tinjauan Pustaka...............................................................................................4

BAB II GAMBARAN UMUM.........................................................................................11

2.1. Satuan Ekosistem Pesisir Kabupaten Cilacap................................................13

2.2. Permasalahan Wilayah Pesisir Kabupaten Cilacap........................................14

2.3. Perangkat Kebijakan........................................................................................16

BAB III ANALISA............................................................................................................17

3.1 Analisa Lingkungan Ekosistem Pesisir............................................................17

3.2 Analisa Pendangkalan Segara Anakan................................................................20

BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................24

25