varicella zooster virus
Embed Size (px)
DESCRIPTION
virus varicela zosterTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit cacar air (Varicela) merupakan penyakit yang sudah tidak asing
lagi dan merupakan penyakit yang mendunia. Varicela merupakan penyakit
menular yang dapat menyerang siapa saja, terutama mereka yang belum
mendapatkan imunisasi. Di Indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus
varicela atau cacar air secara nasional. Data yang tercatat merupakan data
epidemi cacar air pada daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas menyebutkan, selama periode Januari hingga November 2007,
sedikitnya 691 warga terkena penyakit cacar air terdiri dari kecamatan
Kembaran dengan 155 pasien, kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita,
dan kecamatan Karanglewas 75 orang. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari
lima ratus penderita, akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun
2006. Data Dinkes tahun 2006 mencatat, jumlah penderita penyakit cacar air
sebanyak 1.771 orang. Berdasarkan data-data tersebut, diperlukan adanya
usaha pencegahan dengan vaksinasi yang telah terbukti sangat efektif untuk
mengontrol penyebaran penyakit varicela. Vaksin ini mempunyai kemampuan
70-90% untuk mencegah varicela dengan efektifitas 95% dalam mencegah
varicella berat.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan kita
mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penun-
jang, tatalaksana dan prognosis dari Varicella Zoster.
-
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI KULIT
1. Lapisan Epidermis1
a. Stratum Korneum (lapisan tanduk) : lapisan kulit paling luar yang terdiri
dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi
keratin (zat tanduk).
b. Stratum Lusidum : terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng
tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) : merupakan 2 atau 3 lapis sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.
Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai
lapisan ini.
d. Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan
akanta ) : terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila
semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat
jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma
dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk
penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel
spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.
e. Stratum Basalis : terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel
basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
Sel kolumnar : protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan
oleh jembatan antar sel.
-
3
Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell : sel berwarna
muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen
(melanosomes)
2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) : terdiri dari lapisan elastik
dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.1
Pars Papilare bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
Pars Retikulare bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari
serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks)
lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,
dibagian ini terdapat pula fibroblas.
3. Lapisan Subkutis (hipodermis) merupakan lapisan paling dalam, terdiri dari
jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti men-
desak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok
dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut
dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan.1
B. FISIOLOGI KULIT
1. Fungsi Proteksi1
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang
dapat melindungi tubuh dari gangguan :
Fisis/mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
Kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
Panas : radiasi, sengatan sinar UV
Infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
Melanosit : lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengada-
kan tanning (penggelapan kulit)
Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
-
4
Keasaman kulit karena ekskresi keringat dan sebum perlindungan
kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur
Proses keratinisasi : sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati
melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi Absorpsi : permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air me-
mungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya
bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan
jenis vehikulum. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel
epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
3. Fungsi Ekskresi : mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti
NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan
bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk
melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai
Vernix Caseosa.
4. Fungsi Persepsi : kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan
subkutis.
Badan Ruffini di dermis dan subkutis : peka rangsangan panas
Badan Krause di dermis : peka rangsangan dingin
Badan Meissner di papila dermis : peka rangsangan rabaan
Badan Ranvier di epidermis : peka rangsangan rabaan
Badan Paccini di epidemis : peka rangsangan tekanan
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) dengan cara mengeluarkan
keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit
kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler
dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh
darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat
kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na).
6. Fungsi Pembentukan Pigmen karena terdapat melanosit (sel pembentuk
pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes).
-
5
7. Fungsi Keratinisasi : keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah
bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng
dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang
dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21
hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis
fisiologik.
8. Fungsi Pembentukan Vitamin D : kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol
dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya
cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
C. DEFINISI
Varicella Zoster adalah infeksi akut primer oleh virus varisela zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan
kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.2,3
Virus varicella-zoster dapat menyebabkan infeksi primer, laten, dan
rekuren. Infeksi primer bermanifestasi sebagai varicella (chickenpox); re-
aktivasi dari infeksi laten menyebabkan herpes zoster (shingles). Penyakit ini
sangat menular dengan karakteristik lesi-lesi vesikel kemerahan. Reaktivasi
laten dari virus varicella-zoster umumnya terjadi pada dekade ke enam dengan
munculnya shingles yang berkarakteristik sebagai lesi vesikular terbatas pada
dermatom tertentu dan disertai rasa sakit yang hebat.4
D. ETIOLOGI
Varicella Zoster Virus (VZV) merupakan family human (alpha) herpes
virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang
mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein.4
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan dua jenis infeksi, yaitu infeksi
primer dan sekunder. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi
primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak
-
6
langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder/rekuren disebut
Herpes Zoster/shingles.5
Virus Varicella Zoster masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya infeksi primer, setelah infeksi primer sembuh, virus akan tinggal
secara laten pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat
menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya
Herpes Zoster.5
Pada tahun 1767, Heberden dapat membedakan dengan jelas antara
chickenpox dan smallpox. Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan
antara varicella dan herpes zoster. Dia menemukan bahwa varicella dicurigai
berkembang dari anak-anak yang terpapar dengan seseorang yang menderita
herpes zoster akut. Pada tahun 1943, Garland mengetahui terjadinya herpes
zoster akibat reaktivasi Virus Varicella Zoster yang laten. Pada tahun 1952,
Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara in vitro, mereka menemukan
varicella dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama.5
Faktor risiko terjadinya varicella pada neonatus :
Bulan pertama kehidupan: neonates pada bulan pertama kehidupan adalah
masa-masa rentan terhadap kejadian varicella yang parah, terutama jika ibu
seronegatif.
Kehamilan preterm: kehamilan preterm terutama sebelum usia kehamilan 28
minggu juga membuat bayi rentan terhadap infesi karena proses transfer
antibodi imunoglobulin G (IgG) transplasenta terjadi setelah waktu ini.
Faktor risiko varicella pada remaja dan orang dewasa adalah sebagai
berikut :
Terapi steroid: dosis tinggi (seperti, pemberian prednison dengan dosis 1-2
mg/kg BB/hari) selama 2 minggu atau lebih adalah faktor risiko keparahan
penyakit ini. Bahkan terapi jangka pendek pada dosis ini segera sebelum
atau selama masa inkubasi varicella dapat menyebabkan varicella yang
parah.
-
7
Keganasan: Semua anak dengan penyakit kanker memiliki risiko tinggi
untuk terjadi varicella yang berat. Risiko tertinggi pada anak-anak dengan
leukemia. Hampir 30% dari pasien yang mengalami immunocompromised
dan yang mengalami leukemia dapat menjadi sumber infeksi varicella, dan
sekitar 7% dari populasi tersebut dapat terjadi kematian.
Keadaan mmunocompromised misalnya, keganasan, konsumsi obat
antimalignancy, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), kondisi
imunodefisiensi bawaan atau diperoleh lainnya, diyakini membuat orang
rentan terhadap varicella yang berat.
Kehamilan: Wanita hamil memiliki risiko tinggi mengalami infeksi Virus
Varicella yang parah.
Gambar 1. Virus Yang Tinggal Secara Laten Pada Dasar Akar Ganglia
dan Nervus Spinalis (Dikutip dari Kimberlin dan Richard, 2007)
E. EPIDEMIOLOGI
Manusia merupakan satu-satunya sumber infeksi. Varicella hampir
terjadi pada semua anak di seluruh dunia yang tidak memiliki kekebalan
terhadap virus ini. Kejadian tahunan diperkirakan pada 80-90 juta kasus.
-
8
Sebagian besar negara berkembang yang memiliki tingkat imunisasi rendah
akibat tingginya biaya, merupakan faktor risiko bagi wisatawan ke negara-
negara tersebut.
Epidemiologi varicella berbeda antara negara-negara dengan daerah
beriklim sub tropis dan mereka dengan iklim tropis. Di sebagian besar negara
dengan daerah beriklim sub tropis, lebih dari 90% orang yang terinfeksi adalah
remaja, tetapi di negara-negara dengan iklim tropis, proporsi yang lebih tinggi
terjadi pada usia yang lebih tua, dan mengakibatkan kecenderungan yang lebih
tinggi pada orang dewasa. Sumber lain menyebutkan tingkat serangan tertinggi
varicelaa pada negara-negara beriklim tropis ada pada anak usia 5-9 tahun,
sedangkan sumber yang lain menyebutkan serang tertinggi terdapat pada anak
usia 5 10 tahun.6
Sebuah survei dari 1.473 kasus di Jepang menunjukkan bahwa 81,4%
penyakit varicella terjadi pada anak-anak usia 6 tahun. Di Jepang, prevalensi
tahunan memuncak antara Maret dan Mei, dengan prevalensi yang lebih rendah
berikutnya antara Agustus dan Oktober.6
Data dari Kementerian Kesehatan Australia menunjukkan anak-anak usia
10 14 tahun memiliki frekuensi sedikit berbeda, yakni 83%. Sebelum dimulai
program penggunaan vaksin varicella ada sekitar 240.000 kasus infeksi
Varicella, 1.500 kasus rawat inap dan sekitar 7 kematian setiap tahunnya
terjadi di Australia. Meskipun risiko tingkat keparahan penyakit dan
komplikasi lebih besar pada remaja dan orang dewasa, atau orang-orang
dengan sistem kekebalan yang menurun, mayoritas penderita rawat inap sering
terjadi pada anak-anak.7
Di Amerika Serikat, program vaksinasi varicella telah ada sejak 1995.
Program ini telah menghasilkan penurunan angka penyakit varicella sebesar
85% dan rawat inap sebesar 91% pada anak dengan umur kurang dari 10 tahun,
yang merupakan kelompok usia yang ditargetkan untuk program vaksinasi.
Selain itu, penurunan tingkat insidensi dan angka rawat inap juga telah
menunjukkan angka penurunan pada anak-anak di atas umur 10 tahu dan juga
-
9
pada orang dewasa. Penurunan jumlah kematian sebesar 92% akibat varicella
juga terlihat pada kelompok usia 1-4 tahun dengan penurunan juga terlihat
pada semua kelompok umur di bawah 50 tahun.7
Di Amerika Serikat, Varicella telah dihapus dari daftar Penyakit Nasional
sejak tahun 1981, tetapi beberapa negara bagian masih melaporkan adanya
kasus tersebut ke CDC. Mayoritas kasus (sekitar 85%) terjadi di kalangan
anak-anak dengan umur kurang dari 15 tahun, dengan prevalensi tertinggi pada
anak-anak umur 1-4 tahun, yang menyumbang 39% dari semua kasus.
Distribusi umur ini mungkin akibat dari paparan sebelumnya untuk VZV pada
masa pra sekolah. Anak-anak umur 5-9 tahun menyumbang 38% dari kasus.
Dewasa 20 tahun dan lebih tua menyumbang hanya 7% dari kasus (data
National Health Interview Survey, 1990-1994). Data dari tiga bidang
surveilans mengenai varicella menunjukkan bahwa angka kejadian varicella,
serta kasus rawat inap akibat varicella, telah menurun secara signifikan sejak
vaksin varicella mendapat lisensi pada tahun 1995. Pada tahun 2004, cakupan
vaksinasi varicella antara anak-anak umur 19-35 bulan dari dua daerah
surveilans aktif diperkirakan 89% dan 90%. Dibandingkan dengan tahun 1995,
kasus varicella menurun 83% -93% pada tahun 2004.7
Di Indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus varicela atau cacar
air secara nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemi cacar air pada
daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
menyebutkan, selama periode Januari hingga November 2007, sedikitnya 691
warga terkena penyakit cacar air atau kecamatan Kembaran dengan 155
pasien, kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita, dan kecamatan
Karanglewas 75 orang. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari lima ratus
penderita, akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2006. Data
Dinkes tahun 2006 mencatat, jumlah penderita penyakit cacar air sebanyak
1.771 orang.3
-
10
F. PATOGENESIS
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata -
rata 14 - 17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat
yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara
inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung
dengan lesi kulit.2 Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari
setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus
replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph
nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia
primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan
berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa,
yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. VZV yang ada dalam sel
mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada
penderita imunokompromise, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam
setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari
kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular,
vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel
membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik
intranuklear.3,5
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada
yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui
serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
-
11
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat
diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada
penderita karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive
termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada
saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi
reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar
ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke
kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.5
Histopatologi varicella dan lesi herpes zoster memiliki karakterisitik
yang sama, lesi pada herpes zoster mengandung Virus Varicella yang infeksius,
tetapi penyebarannya tidak melalui sekresi pernafasan. Setelah infeksi
varicella, maka akan timbul imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif
terhadap infeksi berulang.2
Gambar 2. Kompliasi Neurologis Reaktivasi Virus Varicella Zoster
(Dikutip dari Gilden, Williams, dan Cohrs, 2005)
-
12
G. GAMBARAN KLINIS
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa
biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri
kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi
dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten,
gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul
bersamaan dengan munculnya lesi.3
Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian
meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke
ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi
pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu
terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat.5
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah
dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 14 jam
menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung
cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan
dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial
dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan
air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik- titik
embun diatas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel
cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2
akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali
pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya akan
menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta
ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella
jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder
bakterial. Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan
terjadinya varicella intrauterine ataupun varicella neonatal.3
-
13
Gambar 3. Manifestasi Klinis Varicella (Dikutip dari Betchel, 2013)
Varicella intrauterine, terjadi pada 20 minggu pertama kehamilan, yang
dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti ke dua lengan dan tungkai
mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular dan retardasi mental,
dimana kelainan ini disebut juga dengan sindroma varicella kongenital.
Diketahui hanya 2% fetus dengan ibu terinfeksi varicella yang menampilkan
VZV embriopati.
Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu
dapat menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga
dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis pada servikal dan
lumbosakral sehingga menyebabkan sindroma horner dan disfungsi dari uretra
dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat pada kulit, ekstremitas,
mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks, malformasi ekstremitas. Kelainan
pada mata berupa katarak; serta afasia bila mengenai otak secara keseluruhan
Pada pemeriksaan histology ditemukan adanya proses nekrosis pada otak.
Diagnosis dapat mengunakan pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR. 6
-
14
Varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella
(varicella maternal) kurang dari 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah
melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia sekunder dari ibunya yang
didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat
perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya
antibodi pada tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi. Sebelum
penggunaan varicella zoster immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicella
neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan terjadinya pneumonia yang berat dan
hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat varicella dalam waktu 5
hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu yang cukup
untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental
antibodi) sehingga neonatus jarang menderita varicella yang berat.3
Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala
prodormal yang dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malese, nyeri
kepala dan demam, biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit.
Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral
dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu
pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII.3
Gambar 4. Manifestasi Klinis Varicella pada Orang Dewasa (Dikutip dari
Medscape, 2013)
-
15
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa
test yaitu5 :
1. Tzanck smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant
cells.
Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
Hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence.
Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks
virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga
digunakan sebagai preparat, dan CSF.
Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
-
16
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.
I. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit varicella biasanya dibuat hanya berdasarkan pada
anamnesa, dan pemeriksaan fisik. Faktor-faktor lain yang diperhitungkan
dalam menentukan diagnosis antara lain adalah onset lesi (akut atau kronis),
lamanya waktu kemunculan lesi, kejadian berdasarkan siklus, daerah lain yang
terkena lesi seperti kulit, mata dan organ genital, daerah asal pasien serta
riwayat pemakaian obat-obatan. Penampakan klinis dapat memberikan kriteria
untuk menegakkan diagnosis.2
1. Gambaran Klinis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya
lesi vesikuler dengan adanya area eritematous yang muncul setelah adanya
gejala demam dan malaise. Gambaran klinis ditandai dengan terjadinya
erupsi kulit berupa perubahan yang cepat dari bentuk makula ke bentuk
papula, vesikel (bentuk khas berupa tetes embun/tear drops), pustula dan
krusta yang waktu peralihannya membutuhkan waktu 8-12 jam. Sementara
proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel baru.
2. Gambaran Histologis
Prosedur laboratoris dengan pemeriksaan sitologis cairan vesikuler
dengan menggunakan metode Tzank (mengerok dasar lesi) yang diwarnai
giemsa akan menunjukkan sel raksasa multinuklear. Tampak sel epithelial
yang mengandung inklusi jasad asidofilik intranuklei.
3. Laboratorium
Isolasi virus melalui tes kultur yang diambil dari darah, cairan vesikel,
atau cairan serebrospinal.
Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA virus varicella zoster.
-
17
Latex agglutination test : Deteksi antibody pada membrane antigen virus.
ELISA: Enzyme linked immunosorbent assay.
J. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Herpes Zoster
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.2
Penyebarannya sama seperti varicella. Penyakit ini seperti varicella.
Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah mendapat varicella.
Virus varicella zoster yang hidup secara laten pada ganglia dorsalis
susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul
memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion
tersebut. Kadang-kadang virus ini menyerang ganglion anterior, bagian
motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.2
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun
daerah-daerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita
sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa. Sebelum
timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing,
malese), maupun gejala prodromal local (nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dan
sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema.
Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta.2
2. Impetigo
Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis).
Terdapat dua bentuk impetigo, yakni impetigo krustosa dan impetigo
bulosa.6
-
18
Impetigo krustosa disebut juga impetigo kontangiosa, impetigo
vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Penyakit ini disebabkan oleh
Streptococcus B hemolyticus. Biasanya tidak terdapat gejala umum, hanya
terdapat pada anak. Termpat predileksi di muka, yakni sekitar lubang hidung
dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan
kulit berupa eritema an vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita
dating berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti
madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya.2
Impetigo bulosa disebut juga cacar monyet. Biasanya penyakit ini
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Keadaan umum tidak terpengaruh
oleh adanya penyakit ini. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.
Sering bersama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa.
Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang
tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.2
K. TERAPI
Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah agen antiviral yang telah
diakui untuk penanganan terhadap infeksi varicella. Nukleotida ini telah
menggantikan vidarabin dan IFN-, yang merupakan antivirus pertama yang
diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan rekurens
dari VZV.5
Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari
virus, obat ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi
dengan sel yang terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah
terjadi penggabungan antara asiklovir dengan timidine kinase, maka selular
kinase akan memetabolisme monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat
kompetitif inhibitor dan menjadi rantai terminasi DNA virus polimerase.5,9
Konsentrasi yang biasanya diperlukan untuk menginhibisi VZV adalah
sekitar 1 hingga 2 mg/ml. Obat lainnya adalah famsiklovir yang merupakan
-
19
diasetil, 6-deoksi ester penciclovir, yang merupakan analog dari guanosin
nukleotida. Metabolisme dari obat ini dimulai dari uptake di sel usus dan
diselesaikan di hati. Cara kerjanya serupa dengan asiklovir.5
Valasiklovir adalah asiklovir dengan derivate valin ester yang
memungkinkan absorbi secara oral lebih baik dari asiklovir biasa, valasiklovir
berubah kembali menjadi asiklovir pada saat proses absorbsi dan memiliki
cara kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat asiklovir biasa. Selain itu,
terdapat pula BvaraU yang merupakan nukleosida lain yang juga memiliki
kemampuan tinggi untuk menginhibisi aktivitas VZV in vitro.
Untuk mereka yang mengalami resistensi terhadap asiklovir maka dapat
diberikan foskarnet sebagai penggantinya.
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang
spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah
pecah.
Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan
salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.
Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder akibat garukan.
Obat antivirus
Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat.
Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 72 jam
setelah erupsi dikulit muncul.
Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan
famasiklovir.
Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster :
-
20
Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak ( 2 -12 tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5
hari.
Pubertas dan dewasa :
- Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
- Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
- Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.
L. PENCEGAHAN
Tiga vaksin varicella yang sekarang disetujui untuk gunakan di Amerika
Serikat: vaksin varicella (VARIVAX), kombinasi vaksin campak-gondong-
rubela-varicella (MMRV) (ProQuad), dan vaksin herpes zoster vaksin
(ZOSTAVAX).
Vaksin varicella (VARIVAX, Merck) adalah virus hidup yang
dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus diisolasi oleh Takahashi
pada awal tahun 1970 dari cairan vesikel dari anak yang terjangkit penyakit
varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk digunakan secara umum di
Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini baru diijinkan untuk digunakan
di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk anak-anak usia 12 bulan keatas.
Virus adalah dilemahkan oleh bagian berurutan dalam embrio manusia kultur
sel paru-paru, embrio marmut fibroblast, dan di WI-38 sel diploid manusia.
Vaksin ini mengandung sejumlah kecil sukrosa, porcine gelatin, natrium
klorida, monosodium glutamat L-, natrium difosfat, kalium fosfat, dan kalium
klorida, dan komponen sisa dari sel MRC-5 (DNA dan protein), EDTA,
neomisin, dan serum bovine. Vaksin ini dilarutkan dengan air steril dan tidak
mengandung bahan pengawet.8
Vaksin varicella direkomendasikan untuk semua anak dengan tanpa
kontraindikasi pada umur 12 hingga15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan
kepada anak pada usia ini tanpa memperhatikan adanya riwayat varicella atau
tidak. Vaksin varicella yang kedua harus diberikan pada umur 4 sampai dengan
-
21
6 tahun. Vaksin kedua dapat diberikan lebih awal sebelum umur 4 sampai 6
tahun dengan interval 3 bulan setelah vaksinasi pertama (berlaku untuk anak-
anak dengan umur kurang dari 13 tahun). Namun, jika kedua dosis diberikan
minimal 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis
vaksin varicella yang diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih tua
harus diberi interval 4 sampai 8 minggu. Penggunaan vaksin ini adalah melalui
rute subkutan. Vaksin varisela telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak
yang sehat bila diberikan bersamaan dengan vaksin MMR. Jika vaksin
varicella dan MMR tidak diberikan pada saat bersamaan, vaksin tersebut harus
dipisahkan oleh setidaknya 28 hari. Vaksin Varicella juga dapat diberikan
secara bersamaan dengan semua vaksin anak lainnya. Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) sangat menganjurkan bahwa vaksin varicella
diberikan bersamaan dengan vaksin wajib lainnya pada anak-anak dengan usia
12 sampai 15 bulan. Anak-anak dengan riwayat didiagnosis cacar air dapat
dianggap telah memiliki kekebalan terhadap varicella. Riwayat cacar air bukan
merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi varicella. Orang dengan usia 13
tahun dan lebih tua harus menerima dua dosis vaksin varicella yang berbeda
dengan dipisahkan jarak 4 minggu. Jika ada selang lebih dari 4 minggu setelah
dosis pertama diberikan, maka dosis kedua dapat diberikan setiap saat tanpa
mengulangi dosis pertama. ACIP merekomendasikan agar semua tenaga
kesehatan memiliki kekebalan terhadap varicella.8,9
Pada bulan September 2005, Food and Drug Administration (FDA)
melisensi vaksin hidup yang dilemahkan, yang merupakan gabungan dari virus
campak-gondong-rubela dan varicella (ProQuad, Merck) untuk digunakan pada
anak-anak umur 12 sampai dengan anak-anak umur 12 tahun Setiap 0,5 mL
mengandung sebagian kecil sukrosa, gelatin dihidrolisis, natrium klorida,
sorbitol, monosodium glutamat L-, natrium, albumin, natrium bikarbonat,
kalium fosfat, kalium klorida, komponen residu dari sel MRC-5 (DNA dan
protein) neomycin, serum bovine, dan bahan penyangga lainnya. Vaksin ini
dilarutkan dengan air steril dan tidak mengandung bahan pengawet.8,9
-
22
Pada bulan Mei 2006, FDA menyetujui penggunaan vaksin herpes zoster
(ZOSTAVAX, Merck) untuk digunakan pada orang-orang berumur 60 tahun
ke atas. Pada Maret 2011, FDA menyetujui perubahan label untuk vaksin
zoster pada orang-orang dengan umur 50 sampai 59 tahun. Vaksin ini
mengandung virus yang dilemahkan sama seperti virus yang ada di vaksin
Varicella dan vaksin MMRV tetapi memiliki kadar titer jauh lebih tinggi (titer
minimal 19.400 PFU dibandingkan titer pada vaksin varricella 1.350 PFU).
Setiap dosis 0,65 mL mengandung sejumlah kecil sukrosa, dihidrolisis babi
gelatin, natrium klorida, monosodium glutamat L-, natrium fosfat dibasa,
kalium fosfat monobasa, kalium klorida; komponen sisa sel MRC-5 termasuk
(DNA dan protein); neomycin dan serum bovine serum. Vaksin ini dilarutkan
dengan air steril dan tidak mengandung bahan pengawet.8,9
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak
diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada
kelompok yang beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti
neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun
mengurangi gejala varicella. Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :
1. Imunisasi pasif
a. Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin). Pemberiannya
dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada
anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan pada
anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala
varicella.
b. VZIG dapat diberikan pada yaitu :
- Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster.
- Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau
herpes zoster dan tidak mempunyai antibody terhadap VZV.
- Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun
waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
-
23
- Bayi premature dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah
menderita varicella atau herpes zoster.
- Anak - anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum
pernah menderita varicella.
c. Dosis : 125 U / 10 kg BB. Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal :
625 U.
d. Pemberiannya secara IM
e. Perlindungan yang didapat bersifat sementara.
2. Imunisasi aktif
a. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun.
b. Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.
c. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71 - 100%.
d. Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan
diberikan pada usia 12 18 bulan.
e. Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan
dalam 2 dosis dengan jarak 4 - 8 minggu.
f. Pemberian secara subcutan.
Efek samping : Kadang - kadang dapat timbul demam ataupun reaksi
lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3- 5% anak -
anak dan timbul 10 - 21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan.
g. Vaksin varicella : Varivax.
Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebabkan
terjadinya kongenital varicella.
M. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan akibat infeksi varicella adalah
infeksi bakteri S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup A beta hemolitik
streptococcus). Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk mengurangi resiko
-
24
kematian, namun pada keadaan sepsis kurang berguna. Infeksi sekunder akibat
bakteri biasanya ditandai dengan munculnya bula atau selulitis, limfadenitis
regional dan abses subkutan dapat muncul. S. pyogenes umumnya menyebab-
kan varicela gangrenosa yang bersifat invasif.
Manifestasi lain yang adalah pneumonia, arthritis, dan osteomyelitis.
Sindroma Reye, yang merupakan ensefalopati non inflamasi dengan degenerasi
lemak pada hati dapat merupakan komplikasi yang menyulitkan. Anak yang
menderita varicela tidak boleh diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan
resiko terjadinya sindroma Reye.3
Komplikasi neurologis seperti meningoensefalitis dan serebelar ataxia
merupakan gejala utama yang biasa terjadi. Komplikasi pada susunan saraf
pusat biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun dan lebih dari usia 20 tahun.
Varicella ensefalitis biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu 24
hingga 72 jam. Begitu pula dengan ataksia serebelum, biasanya hilang dalam
beberapa waktu. Gejala seperti perdarahan, petekie, purpura, epistaksis,
hematuria, perdarahan gastrointestinal, dan DIC disebabkan karena komplikasi
yang berupa trombositopenia, terjadi 1 sampai 2 minggu setelah infeksi
varicella. Dapat juga terjadinya arthritis virus, yang disebabkan karena adanya
virus varicella di dalam sendi. Infeksi sendi biasanya sembuh dalam 3 hingga 5
hari. Komplikasi lain yang mungkin pula terjadi, namun jarang sekali
ditemukan adalah myocarditis, pericarditis, pancreatitis.5
N. PROGNOSIS
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai
komplikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imuno-
kompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan. Pada anak sehat
usia 1-14 tahun, angka kematian diperkirakan sebesar 2 kematian per 100.000
kasus. Anak-anak dengan kondisi immunocompromised, memiliki pada risiko
untuk mengalami sakit yang berat dan kematian. Tingkat kematian pada anak-
anak yang mengalami immunocompromised jauh lebih tinggi dibandingkan
-
25
anak sehat. Di antara anak-anak dengan leukemia, angka kematian varicella
adalah 7%.5,6
Satu studi menunjukkan bahwa hampir 1 dari 50 kasus varicella yang ada
mengalami komplikasi. Diantara komplikasi paling serius adalah pneumonia
dan ensefalitis, keduanya dapat mengakibatkan kematian. Sebelum adanya
program vaksinasi kasus kematian akibat komplikasi varicella di Amerika
Serikat berasal dari ensefalitis, pneumonia, infeksi bakteri sekunder, dan
sindrom Reye.6
Penyakit ini bisa mengalami keparahan pada neonatus, hal ini tergantung
pada waktu terjadinya infeksi pada ibu. Varicella selama kehamilan dapat
menyebabkan berbagai hasil yang merugikan bagi ibu dan bayi, tergantung
pada tahap kehamilan. Angka kematian neonatus akibat varicella bisa
mencapai 30%.
-
26
BAB III
RINGKASAN
1. Varicella Zoster adalah Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Infeksi VZV dapat
menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella dan herpes zoster.
2. Infeksi sekunder dari Virus Varicella Zoster akan bermanifestasi sebagai
penyakit herpes zoster. Biasanya penyakit varicella zoster lebih sering me-
nyerang anak-anak dibandingkan orang dewasa. Apabila terjadi varicella pada
orang dewasa maka dapat menimbulkan penyakit yang parah.
3. Diagnosis varicella dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya
lesi vesikuler dengan adanya area eritematous yang muncul setelah adanya
gejala demam dan malaise. Gambaran klinis ditandai dengan terjadinya erupsi
kulit berupa perubahan yang cepat dari bentuk makula ke bentuk papula,
vesikel (bentuk khas berupa tetes embun/tear drops), pustula dan krusta yang
waktu peralihannya membutuhkan waktu 8-12 jam.
4. Penanganan yang tepat dari ke dua penyakit diatas, dengan memberikan salah
satu obat antiviral berikut ini asiklovir, famsiklovir, atau valasiklovir dengan
dosis yang sesuai, dapat mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada
anak-anak.
5. Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak - anak, dapat mencegah dan
mengurangi gejala penyakit yang timbul.
-
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda dkk.. 2007. Anatomi dan Fisiologi Kulit. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2. Handoko, Ronny P.. 2007. Varicella Zoster. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Arvin M. Ann, Robert. 1996. Varicella Zoster. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Volume 1. Jakarta : EGC.
4. Kurniawan, Martin, Dessy, Norberta dan Tatang, Matheus. 2009. Varicela
Zoster Pada Anak. Medicinus. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Pelita Harapan; Vol. 3; No.1.
5. Dumasari, Lubis Ramona. 2009. Varicella dan Herpes Zoster. Medan :
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
6. Kirsten Betchel. 2013. Pediatric Chickenpox. Didownload dari http://
emedicine.medscape.com/article/969773-overview. Pada tanggal 29 Agustus
2013.
7. NCIRS. 2009. Varicella (Chickenpox). Didownload dari https://www.
google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=
0CDMQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.ncirs.edu.au%2Fimmunisation%
2Ffact-sheets%2Fvaricella-fact-sheet.pdf&ei=D_EvUrqPM8a5rgfez4CIBQ
&usg=AFQjCNHR3f7Y8cgx7YJ2hssgGXjhyneiTw&bvm=bv.51773540,d.b
mk. Pada tanggal 29 Agustus 2013.
8. CDC. 2012. Varicella. Didownload dari https://www.google.co.id/
url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDIQFjAB
&url=http%3A%2F%2Fwww.vaclib.org%2Flegal%2FMTstate%2Fvaricella.
pdf&ei=pfcvUrDtH4bSrQekpYDIDQ&usg=AFQjCNG21oZqRN9kdKLep7
VD9YpANQk0sw. Pada tanggal 29 Agustus 2013.
-
28
9. Federal Bureau of Prisons. 2011. Management of Varicella Zoster Virus
(VZV) Infections. Didownload dari http://www.bop.gov/news/
medresources.jsp. Pada tanggal 29 Agustus 2013.
10. Gilden, Williams, Lisa, dan Chors. 2005. Clinical Features of Varicella Zoster
Virus Infection of the Nervous System; Vol. 2, No. 2
11. Kimberlin, David W. dan Richard J. Whitley. 2007. VaricellaZoster Vaccine
for the Prevention of Herpes Zoster. New England Journal of Medicine; 356:
1338-43.