v. konsep pengembangan · bangunan peninggalan yang masih ada ... potensi kawasan yang memiliki...

15
V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya (BCB) bab IX pasal 28 ayat (1) bahwa pada dasarnya setiap KCB dan BCB dapat diarahkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, ilmu pengetahuan, dan atau kebudayaan. Kemudian setelah dilakukan analisis pada KCB Kotagede ini, potensi pengembangan yang akan direncanakan dalam penelitian ini adalah pengembangan pada bidang pariwisata, khususnya sebagai wisata sejarah dan budaya. Pada pengembangan wisata sejarah dapat dilakukan aktivitas wisata berupa pemahaman mengenai sejarah kawasan, mulai sejak pembentukannya hingga perkembangan kawasan yang telah menjadi pusat penghasil kerajinan perak. Pemahaman tersebut dapat wisatawan lihat dari objek wisata yang berupa bangunan peninggalan yang masih ada/utuh ataupun sisa-sisa dari bangunan yang telah rusak. Untuk lebih memantapkan pemahaman wisatawan maka diperlukan pula fasilitas interpretasi yang memadai. Jika dari segi wisata budaya, aktivitas wisata yang dapat dilakukan adalah memahami kebudayaan kawasan dengan melihat gaya arsitektur bangunan, pola pemukiman, budaya masyarakat setempat melalui pertunjukkan seni yang dimiliki sejak masa lalu, juga adat istiadat yang berlaku di kawasan sejak dulu. Diharapkan setelah melihat budaya kawasan secara keseluruhan, pengetahuan dan pengalaman wisatawan dapat bertambah. Pengembangan wisata pada kawasan saat ini dari pihak pemerintah masih belum optimal, yaitu kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya nilai sejarah dan budaya yang dimiliki KCB Kotagede ini terhadap masyarakat umum dan lokal juga pengelolaan secara langsung pada kawasan. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat umum mengenai nilai sejarah kawasan, sehingga ketika melakukan aktivitas wisata pada kawasan, wisatawan hanya mengunjungi objek wisata tertentu saja. Jika hanya seperti itu saja, maka akan

Upload: duongcong

Post on 19-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

84

V. KONSEP PENGEMBANGAN

5.1. Pengembangan Wisata

Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11

tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar

Budaya (BCB) bab IX pasal 28 ayat (1) bahwa pada dasarnya setiap KCB dan

BCB dapat diarahkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, ilmu

pengetahuan, dan atau kebudayaan. Kemudian setelah dilakukan analisis pada

KCB Kotagede ini, potensi pengembangan yang akan direncanakan dalam

penelitian ini adalah pengembangan pada bidang pariwisata, khususnya sebagai

wisata sejarah dan budaya.

Pada pengembangan wisata sejarah dapat dilakukan aktivitas wisata

berupa pemahaman mengenai sejarah kawasan, mulai sejak pembentukannya

hingga perkembangan kawasan yang telah menjadi pusat penghasil kerajinan

perak. Pemahaman tersebut dapat wisatawan lihat dari objek wisata yang berupa

bangunan peninggalan yang masih ada/utuh ataupun sisa-sisa dari bangunan yang

telah rusak. Untuk lebih memantapkan pemahaman wisatawan maka diperlukan

pula fasilitas interpretasi yang memadai.

Jika dari segi wisata budaya, aktivitas wisata yang dapat dilakukan adalah

memahami kebudayaan kawasan dengan melihat gaya arsitektur bangunan, pola

pemukiman, budaya masyarakat setempat melalui pertunjukkan seni yang dimiliki

sejak masa lalu, juga adat istiadat yang berlaku di kawasan sejak dulu. Diharapkan

setelah melihat budaya kawasan secara keseluruhan, pengetahuan dan pengalaman

wisatawan dapat bertambah.

Pengembangan wisata pada kawasan saat ini dari pihak pemerintah masih

belum optimal, yaitu kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya nilai sejarah dan

budaya yang dimiliki KCB Kotagede ini terhadap masyarakat umum dan lokal

juga pengelolaan secara langsung pada kawasan. Hal ini dapat dilihat dari

kurangnya pengetahuan masyarakat umum mengenai nilai sejarah kawasan,

sehingga ketika melakukan aktivitas wisata pada kawasan, wisatawan hanya

mengunjungi objek wisata tertentu saja. Jika hanya seperti itu saja, maka akan

85

sangat disayangkan, karena sebenarnya kawasan masih mempunyai potensi wisata

yang lebih menarik lagi. Sedangkan untuk masyarakat lokal, masih banyak yang

belum mengetahui bahwa kawasan maupun bangunan (Rumah Joglo) yang

mereka miliki bernilai sejarah maupun budaya, jadi ada beberapa diantara mereka

merubah dan kurang merawat keaslian bangunan tersebut. Selain itu, pihak

pemerintah masih kurang kerjasama dengan yayasan pengelola kawasan dalam

melestarikan kawasan, sehingga masih terdapat BCB yang kurang diperhatikan

karena terlalu besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh yayasan.

Untuk dapat menyelaraskan pengembangan wisata, diperlukan pula upaya

pelestarian dari kawasan tersebut. Upaya pelestarian ini dilakukan agar dapat tetap

menjaga keaslian maupun keamanan dari objek wisata itu sendiri, kesejahteraan

masyarakat akan meningkat, dan lingkungan pun tidak akan terganggu. Jika

pengembangan wisata berorientasi pada upaya pelestarian tersebut, maka aktivitas

wisata pada kawasan ini akan berkembang secara berkelanjutan.

5.2. Kebutuhan Ruang Pelestarian dan Wisata

KCB Kotagede yang memiliki nilai sejarah dan budaya ini cukup penting

untuk dilestarikan. Pelestarian yang dapat dilakukan adalah mengembangkan

kawasan tersebut sebagai kawasan wisata sejarah. Hal ini dapat dilihat dari

potensi kawasan yang memiliki bangunan bersejarah peninggalan jaman Kerajaan

Mataram Islam. Dalam upaya pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan

wisata sejarah, maka dibutuhkan pembagian ruang yang dapat membedakan

antara kawasan perlindungan dan aktivitas wisata. Dengan begitu, diharapkan

dalam pengembangan kawasan tidak terjadi kesalahan yang tidak sesuai dengan

konsep pelestarian KCB maupun BCB.

5.2.1. Kebutuhan Ruang Pelestarian

Konsep pelestarian KCB maupun BCB lebih menitikberatkan pada

upaya perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya. Maka dalam

pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata sejarah akan

mengambil salah satu konsep pelestarian, yaitu pemanfaatan kawasan. Tetapi

hal ini tidak dapat mengabaikan kedua konsep lainnya, karena dalam

86

pemanfaatan tersebut tetap harus dilakukan upaya perlindungan dan

pemeliharaan juga untuk menjaga nilai sejarah yang dimiliki kawasan

tersebut.

Dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang

pengelolaan KCB dan BCB bab IX pasal 28 ayat (2) mengatakan bahwa

pengembangan KCB dapat berupa penataan zona inti, zona penyangga, dan

pentaan zona penunjang. Penataan area tersebut dikelompokkan menjadi tiga

gradasi (Gambar 42 dan 44) agar memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Berfungsi sebagai ruang pengaman inti (mintakat inti). Area ini

merupakan tempat beradanya BCB yang memiliki nilai penting dan

objek utama yang harus dilestarikan.

b. Berfungsi sebagai ruang penyangga (mintakat penyangga). Area ini

merupakan kawasan yang memperkuat karakteristik mendekati zona

inti dan atau dapat berfungsi sebagai penyangga untuk mencegah

kerusakan zona inti akibat tekanan dari luar.

c. Berfungsi sebagai ruang penunjang (mintakat pengembangan) untuk

mengakomodasi kegiatan pendukung. Area ini dimanfaatkan untuk

kawasan pendukung mintakat inti dan mintakat penyangga yang

dapat dilakukan kegiatan pengembangan wisata.

Gambar 42 Kebutuhan ruang pelestarian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penataan ruang KCB atau area BCB

yang sesuai dengan Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang

pengelolaan KCB dan BCB bab X pasal 29 ayat (1) adalah :

a. Mengamankan keberadaan dan kelestarian KCB dan BCB

87

b. Memudahkan pemantauan dan pengendalian

c. Memudahkan isolasi terhadap bahaya kebakaran

d. Memudahkan dalam pencapaian mobil pemadam kebakaran

e. Menyediakan ruang pandang dan tampil pajang

f. Menyediakan dan mengatur ruang kegiatan pendukung penyajian dan

penikmatan objek.

5.2.2. Kebutuhan Ruang Wisata

Dalam pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata, maka

diperlukan pula pembagian ruang untuk aktivitas wisata itu sendiri. pada

umumnya pembagian ruang untuk aktivitas wisata (Gambar 43 dan 45) adalah

sebagai berikut :

1. Ruang objek wisata, yaitu ruang yang menunjukan keberadaan objek-

objek wisata yang dapat dinikmati

2. Ruang transisi, yaitu ruang yang mengarahkan wisatawan terhadap

keberadaan objek wisata

3. Ruang pelayanan, yaitu ruang yang menyediakan berbagai fasilitas

juga pelayanan yang dapat menunjang kegiatan wisata

4. Ruang penerimaan, yaitu ruang yang berfungsi sebagai pintu masuk ke

dalam kawasan juga area penyambut wisatawan.

KCB Kotagede memiliki beberapa tempat yang dapat dimanfaatkan

sebagai objek wisata. Selain itu, terdapat pula beberapa tempat yang

memungkinkan untuk dijadikan ruang fasilitas dan pelayanan. Diupayakan

kegiatan perencanaan lanskap dapat diterapkan pada seluruh kawasan agar

semua potensi objek wisata dapat dinikmati oleh wisatawan.

Unntuk ruang objek wisata dibagi lagi menjadi tiga , yaitu ruang objek

utama, ruang objek pendukung 1 dan ruang objek pendukung 2. Ruang objek

utama yaitu ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata utama/inti

(peninggalan sejarah yang termasuk dalam zona mintakat inti). Ruang objek

pendukung 1 merupakan ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata yang

termasuk pada zona mintakat penyangga. Sedangkan ruang objek pendukung

2 adalah ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata di luar zona mintakat

inti dan mintakat penyangga.

88

Gambar 43 Ruang kebutuhan wisata

5.3. Upaya Pelestarian Kawasan

Pelestarian KCB Kotagede diperlukan untuk melindungi kawasan dari

kerusakan yang mungkin terjadi akibat aktivitas wisata pengunjung. Oleh karena

itu, aktivitas wisata pada kawasan inti maupun penyangga perlu sangat

diperhatikan agar dapat memperkirakan aktivitas wisata apa saja yang dapat

diterapkan tanpa merusak kondisi dan kepekaan dari objek wisatanya.

Pemeliharaan pada ruang inti harus tetap dipertahankan dan lebih

ditingkatkan lagi. Disertai dengan adanya aktivitas wisata, maka diperlukan media

interpretasi yang dapat mengajak wisatawan untuk lebih menghargai dan

memahami arti nilai sejarah yang terkandung pada objek tersebut. Dengan begitu,

setelah wisatawan mengetahuai betapa pentingnya kawasan tersebut, maka akan

menurunkan niat wisatawan untuk melakukan pengrusakan, bahkan mungkin

wisatawan justru akan ikut andil dalam upaya pelestariannya.

Pengelolaan pada ruang penyangga dilakukan untuk mendukung

pelestarian ruang inti. Hal ini terjadi karena pada pengelolaan tersebut dilakukan

pemeliharan area sekitar ruang inti yang dapat melindungi keberadaan objek

wisata pada ruang inti. Selain itu, ruang ini dapat pula dijadikan area pendukung

aktivitas wisata. Maka diperlukan pemeliharaan lingkungan untuk kenyamanan

wisatawan serta penyediaan fasilitas yang dapat mengakomodasi aktivitas wisata

di dalamnya.

Dalam kegiatan pelestarian diperlukan pula perhitungan nilai daya dukung

sebagai pencegah terjadinya aktivitas wisata yang berlebihan dan juga dapat

89

menyebabkan terjadinya kerusakan dari sumber daya dan lingkungan yang ada.

Perhitungan nilai daya dukung berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam

m2/orang (Tabel 16). Rumus perhitungan nilai daya dukung untuk kawasan wisata

menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) yaitu :

DD = A T = DD x K K = N S R

Keterangan :

DD = daya dukung (orang)

A = area yang digunakan (m2)

S = standar rata-rata individu (m2/orang)

T = total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan (orang)

K = koefisien rotasi

N = jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan

R = rata-rata waktu kunjungan (jam)

Perhitungan nilai data dukung pada KCB Kotagede dilakukan pada setiap

ruang. Untuk Ruang Objek Utama (19,22 ha) dan Ruang Penyangga (122,71 ha)

diberlakukan standar standar ruang individu 12 m2 (untuk aktivitas wisata

outdoor) dan area yang digunakan hanya pada lokasi yang terdapat objek wisata

dengan luas ruang masing-masing 7,68 ha (40%x19,22 ha) dan 24,54 ha

(20%x122,71 ha), jam kunjungan per hari 8 jam, rata-rata waktu kunjungan 4 jam

(sesuai dengan simulasi perjalanan wisata yang telah dilakukan ketika survey) dan

koefisien rotasi 2. Setelah melakukan perhitungan didapatkan hasil daya dukung

pada Ruang Objek Utama sebanyak 12.800 orang/hari dan pada Ruang Penyangga

sebanyak 40.900 orang/hari. Pada Ruang Pelayanan (20,13 ha) yang memiliki area

untuk aktivitas sebesar 5,03 ha (25%x20,13 ha) dan Ruang Penerimaan (13,79 ha)

sebesar 5,52 ha (40%x13,79 ha) diberlakukan standar ruang individu 12 m2 (untuk

aktivitas di luar ruangan) dengan hasil perhitungan daya dukung masing-masing

sebesar 8.383 dan 9.200 orang/hari pada setiap ruangnya. Sehingga jika ditotalkan

maka daya dukung KCB Kotagede adalah sebanyak 71.283 orang/hari.

90

Tabel 16 Rencana Daya Dukung pada KCB Kotagede

Ruang Luas (ha) (%) Standar ruang (m2)

Daya Dukung/hari

Ruang Objek Utama/Inti

7,68 3,7 12 12.800

Ruang Penyangga

24,54 11,7 12 40.900

Ruang Pelayanan

5,03 2,4 12 8.383

Ruang Penerimaan

5,52 2,6 12 9.200

Jumlah Total 71.283

91

Gambar 44 Zonasi Pelestarian 

92

Gamabar 45 Zonasi Wisata 

93

5.4. Konsep Pengembangan Lanskap

Pada kegiatan pengembangan KCB Kotagede ini memiliki konsep dasar,

yaitu menciptakan lanskap wisata sejarah yang mendukung interpretasi

pengetahuan tentang perkembangan KCB Kotagede sejak jaman Kerajaan

Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil

kerajinan perak, serta menciptakan suatu kawasan wisata yang memberikan

kenyamanan kepada wisatawannya. Oleh karena itu diperlukan pengembangan

konsep yang dapat mendukung konsep dasar tersebut, seperti konsep ruang

wisata, konsep sirkulasi, konsep interpretasi, konsep fasilitas, dan konsep tata

hijau.

5.4.1. Konsep Ruang Wisata

Untuk mengefektifkan serta mengefesiensikan keberadaan KCB

Kotagede maka penataan ruang yang dilakukan harus dapat mengoptimalkan

kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata. Untuk mendukung

pengembangan tersebut maka perlu dilakukan pengintegrasian antara

kebutuhan ruang pelestarian dengan kebutuhan ruang wisata (Gambar 46 dan

Tabel 17). Maka diharapkan aktivitas wisata dapat dilakukan tanpa

mengganggu kegiatan pelestarian kawasan.

Gambar 46 Konsep Ruang Wisata

94

Tabel 17 Matriks Hubungan Ruang Pelestarian dan Ruang Wisata

M. Pelestarian R. Wisata

M. Inti M. Penyangga M. Pengembangan

R. Objek wisata utama

R. Transisi

R. Objek pendukung

R. Fasilitas dan

Pelayanan

R. Penerimaan

Pembagian ruang yang dihasilkan dari integrasi antara kebutuhan ruang

pelestarian dengan kebutuhan ruang wisata adalah sebagai berikut :

1. Ruang objek wisata utama

Ruang ini merupakan tempat beradanya objek wisata utama yang

dilestarikan. Pada ruang ini terdiri dari Masjid Besar Mataram, Makam

Raja-Raja Mataram, komplek pemandian (sendang), situs Watu Gilang dan

Watu Gatheng, Rumah Kalang, Pasar Gede dan Langgar tertua. Pada ruang

ini intensitas penggunaan relatif tinggi karena banyaknya macam aktivitas

wisata yang dapat dilakukan, seperti melihat, mengamati, dan mempelajari

objek, menginterpretasikan objek, merasakan suasana, serta mengabadikan

objek dan atraksi dengan foto, serta aktivitas lainnya yang tidak merusak

atau mengganggu objek.

2. Ruang objek wisata pendukung

Ruang objek wisata pendukung merupakan tempat beradanya objek

wisata yang tidak termasuk dalam objek utama. Ruang objek pendukung

sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu ruang objek wisata pendukung 1 yang

didalamnya terdapat area toko perak, home industry perak, atraksi seni pada

panggung kesenian Kotagede dan kehidupan masyarakat Kotagede yang

memiliki budaya khas. Kemudian ada ruang objek wisata pendukung 2

yang di dalamnya terdapat objek wisata pendukung yang dapat

dikembangkan secara bebas karena tidak termasuk zona mintakat inti dan

mintakat penyangga. Adapun aktivitas wisata yang dapat dilakukan, seperti

95

melihat, mengamati, dan mempelajari objek, menginterpretasikan objek,

merasakan suasana, serta mengabadikan objek dan atraksi dengan foto,

serta aktivitas lainnya yang tidak merusak atau mengganggu objek.

3. Ruang transisi

Ruang transisi adalah ruang yang berfungsi untuk mengantarkan

wisatawan ke tempat objek utama berada, juga sebagai pembatas antara

ruang inti dengan ruang penyangga maupun dengan ruang pengembangan.

Ruang ini ada yang terdapat pada ruang penyangga dan ruang

pengembangan, yaitu pengarah antara objek satu ke objek lainnya. Banyak

aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini, seperti berjalan menuju

objek, mengambil foto, istirahat singkat, melihat bangunan tua sepanjang

jalan. Pada ruangan ini intensitas penggunaan dapat dikatakan rendah.

4. Ruang fasilitas

Ruang ini merupakan ruang yang menyediakan segala fasilitas wisata

yang dapat menunjang aktivitas wisata yang dilakukan oleh wisatawan.

Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas interpretasi serta fasilitas pendukung

atraksi, seperti pusat layanan informasi, kantor pengelola, pusat toko

cinderamata, pusat jajanan, area parker, area istirahat, toilet, dan

sebagainya. Ruang ini termasuk pada mintakat pengembangan. Aktivitas

yang dapat dilakukan pada ruang ini bersifat intensif, antara lain

mendapatkan informasi, menikmati atrkasi pendukung, istirahat, makan,

belanja, dan sebagainya.

5. Ruang penerimaan

Ruang penerimaan (welcome area) ini merupakan ruang penyambutan

terhadap kedatangan wisatawan dan termasuk pada mintakat

pengembangan paling luar. Ruang ini merupakan tempat paling depan yang

merupakan pintu gerbang masuk utama pada kawasan yang dapat

menghubungkan akses ke dalam sirkulasi dalam kawasan.

5.4.2. Konsep Sirkulasi

Pengembangan konsep sirkulasi yang dilakukan berfungsi sebagai

penghubung antar ruang dalam kawasan wisata. Selain sebagai penghubung,

96

jalur sirkulasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai jalur interpretasi yang

menggambarkan perjalanan sejarah Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram

Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan

perak. Jalur sirkulasi yang dikembangkan sedapat mungkin dapat

memberikan kenyamanan terhadap wisatawan dalam melakukan aktivitas

wisata dalam kawasan. Efisiensi dan efektivitas diperlakukan dalam

pengembangan ini agar perjalanan wisatadapat dilakukan secara optimal.

Jalur sirkulasi yang direncanakan berbentuk pola loop (Gambar 47) dan

terdiri dari tiga jenis, yaitu jalur primer yang merupakan akses utama untuk

masuk ke dalam kawasan. Sedangkan jalur sekunder merupakan jalur

penghubung antar ruang yang ada, dan yang terakhir adalah jalur tersier,

merupakan jalur shortcut yang dapat menghubungkan tiap ruang secara

keseluruhan, mulai dari ruang objek wisata utama, yang berupa BCB dan

atraksi kesenian, hingga ruang fasilitas dan pelayanan wisata.

Gambar 47 Konsep Sirkulasi pada kawasan

5.4.3. Konsep Jalur Interpretasi

Konsep jalur interpretasi dikembangkan dengan tujuan untuk memberi

pengetahuan ataupun pemahaman mengenai makna dari keberadaan objek

wisata. Karena interpretasi dapat diartikan sebagai persepsi atau gambaran

yang ditangkap wisatawan setelah melakukan perjalanan wisata pada kawasan

tersebut. Maka diperlukan konsep jalur interpretasi yang dapat mewadahi

97

sarana interpretasi dalam rangka mendukung juga menunjang aktivitas wisata

yang dapat dilakukan oleh wisatawan dalam kawasan.

Pengembangan konsep jalur interpretasi yang dilakukan pada KCB

Kotegede ini adalah tentang interpretasi perkembangan kawasan dari jaman

awal pembentukan Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB

Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak melalui kunjungan terhadap

objek-objek bangunan sisa peninggalan yang masih ada. Bentuk interpretasi

tersebut dibagi dalam tiga periode perjalanan yaitu pada periode awal

Kerajaan Mataram Islam, periode penjajahan Belanda, dan periode setelah

kemerdekaan RI. Selain itu, terdapat juga pengenalan budaya masyarakat

melalui pertunjukkan seni yang ditampilkan oleh masyarakat lokal. Setelah

pengenalan wisatawan terhadap objek wisata tersebut diharapkan kesadaran

tentang pentingnya menjaga dan menghargai objek peninggalan yang

memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Hal ini merupakan tujuan

utama dalam pengembangan konsep wisata maupun konsep interpretasi dalam

KCB Kotagede ini.

5.4.4. Konsep Fasilitas

Penyediaan fasilitas pada sebuah kawasan wisata sangat penting.

Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan aktivitas wisata yang dilakukan

pengunjung kualitasnya tetap terjaga. Secara umum fasilitas disediakan untuk

memberi kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitas selama berada

dalam kawasan. Tujuan lain dari penyediaan fasilitas adalah meningkatkan

apresiasi wisatawan dari interpretasi yang didapat.

Terdapat banyak jenis fasilitas yang dianjurkan tersedia dalam sebuah

kawasan wisata. Untuk jenis fasilitas umum pada kawasan dapat menyediakan

area parkir, pos pelayanan wisatawan, kios makanan, kios cinderamata, toilet,

temapat sampah, tempat ibadah, lampu, gazebo, bangku, pos jaga dan

sebagainya. Selain itu untuk jenis fasilitas yang dibutuhkan dalam interpretasi

maka dapat menyediakan papan informasi, pemandu/guide, pamflet, sign yang

berupa arahan rute perjalanan wisata, dan lainnya.

Penempatan fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan fasilitas

pada tiap ruangnya. Fasilitas untuk interpretasi sebagian besar ditempatkan

98

pada ruang inti. Sedangkan untuk ruang penyangga fasilitas yang disediakan

sebaiknya fleksibel, dan untuk ruang pengembangan untuk fasilitas yang

disediakan sebagian besar merupakan pelayanan untuk aktivitas wisata.

Desain fasilitas pun perlu diperhatikan, sebaiknya desain yang digunakan

disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan setempat agar wisatawan dapat

merasakan keharmonian selama berada dalam kawasan.

5.4.5. Konsep Tata Hijau

Keberadaan vegetasi diperlukan dalam kawasan untuk menunjang dan

mendukung aktivitas wisata. Vegetasi yang digunakan memiliki fungsi yang

dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap ruang (Tabel 18). Adapun

fungsi-fungsi vegetasi yang dibutuhkan adalah sebagai pembatas, peneduh,

penguat identitas, estetika, dan penyerap polusi. Selain itu terdapat juga

tanaman lokal yang telah berada pada kawasan, dan vegetasi tersebut

merupakan ciri khas dari kawasan yang dapat difungsikan sebagai penguat

identitas. Dengan penanaman vegetasi ini maka kenyamanan wisatawan akan

meningkat dan kualitas lingkungan kawasan pun ikut diperbaiki.

Tabel 18 Hubungan Fungsi Tanaman dan Ruang

Ruang Fungsi Tanaman

Inti Penyangga Pengembangan

Objek Wisata

Transisi Objek Pendukung

Transisi Objek Pendukung

Pelayanan dan

Fasilitas

Penerima

Penguat identitas

Estetika

Pembatas

Peneduh

Penyerap polusi