[utama] hukum dan etika bisnis
DESCRIPTION
Masalah Hukum dan etika bisnisTRANSCRIPT
-
KATA PENGANTAR
uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang atas limpahan nikmat dan karunia-Nya penulisan seri Pmodul untuk pelatihan E-Procurement berjudul Hukum dan Etika Bisnis telah berhasil diselesaikan. Fokus dari modul ini adalah
memberikan pemahaman kepada peserta terkait dengan aspek
hukum bisnis dan etika bisnis yang penting dalam ranah pengadaan
barang dan jasa pemerintah, khususnya bagi pihak penyedia
barang dan jasa atau yang sering disebut dengan istilah vendor.
Pengadaan barang/jasa itu sendiri pada hakikatnya
merupakan upaya pemerintah sebagai pengguna barang/jasa untuk
mewujudkan atau mendapatkan barang/jasa yang diinginkan.
Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai
dengan APBN/APBD harus dilakukan secara efisien, efektif,
terbuka, dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan
akuntabel.
Ranah hukum dan etika bisnis berperan penting dalam
proses pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana dimaksud.
Oleh karena itu, melalui modul ini diharapkan pembaca akan
mampu memahami aspek hukum dan etika bisnis sehingga proses
pengadaan yang ada berlangsung dengan legal dan etis.
Akhirnya sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa
tidak ada gading yang tidak retak, begitu pula dengan modul ini.
Oleh karena itu atas saran dan masukan yang konstruktif dari
pembaca diucapkan terima kasih. Semoga modul ini bermanfaat
bagi para stakeholder yang berkaitan langsung atau tidak langsung
dalam proses pengadaan barang/jasa. Amin.
Yogyakarta, 6 Februari 2012
Tim Penulis Modul CPPR
-
DAFTAR ISI
BAB IPENDAHULUAN
BAB IIHUKUM KONTRAK
A. Latar Belakang
B. Maksud dan Tujuan
A. Pengantar
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Periikatan dan Perjanjian Kontrak
C. Syarat-Syarat Sahnya Sebuah Kontrak
D. Hal-Hal yang Membatalkan Kontrak
E. Wanprestasi dalam Kontrak
F. Forje Majeur
G. Berakhirnya Kontrak
1
4
4
3
2
BAB IIIHUKUM JAMINAN
BAB IVHUKUM LEMBAGA KEUANGAN BANK
BAB VHUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN
A. Pengantar
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Jaminan
C. Bentuk-Bentuk Jaminan
D. Eksekusi Jaminan
A. Pengantar
B. Pengertian Bank
C. Kegiatan Usaha dan Produk Bank
A. Pengantar
B. Perusahaan Pembiayaan
C. Perusahaan Modal Ventura
13
14
13
13
MODUL HUKUM DAN ETIKA BISNIS
4
6
7
8
10
11
17
22
23
22
22
28
28
50
28
-
DAFTAR ISI
D. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
A. Pengantar
B. Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat
C. Prinsip Hukum per se dan rule of reason
D. Bentuk-Bentuk Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat
E. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU): Posisi dan Wewenangnya
F. Beberapa Contoh Kasus dari Putusan KPPU
A. Latar Belakang
B. Pengertian dan Klasifikasi Konsumen
BAB VIHUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
BAB VIIHUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
C. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Kewajiban Konsumen dalam Bertransaksi
D. Hak Publik
E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
A. Pengantar
B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis
C. Lembaga Penyelesaian Sengketa
A. Pengantar
B. Beberapa Contoh Adopsi Standar Prinsip Internasional
BAB VIIIPENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
BAB IXSTANDAR PRINSIP INTERNASIONAL:SEBUAH WACANA
79
74
73
77
53
56
58
57
56
71
59
67
67
71
71
79
79
82
86
86
86
MODUL HUKUM DAN ETIKA BISNIS
-
DAFTAR ISI
A. Pengantar
B. Pengertian Etika dan Etika dan Bisnis
C. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
D. Bisnis dan Masyarakat
E. Business as a Human Investor
F. Contoh Kasus Etika Bisnis
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB XETIKA BISNIS
BAB XIPENUTUP
95
96
95
95
103
103
104
101
100
99
MODUL HUKUM DAN ETIKA BISNIS
-
BAB IPendahuluan
Latar BelakangAPengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan
Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya
seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Proses pengadaan dimaksud
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah.
Vendor selaku salah satu stakeholder dalam Pengadaan Barang dan Jasa
dalam melaksanakan aktivitasnya sudah seharusnya mengetahui aspek hukum
dan aspek etik dalam pengadaan dimaksud. Aspek hukum perlu diketahui agar
hubungan hukum yang dilakukan dengan pihak pemerintah, lembaga
keuangan, supplier dapat dilakukan sebagaimana mestinya dan terhindar dari
perbuatan-perbuatan yang akan merugikan diri sendiri maupun pihak lain
seperti wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Sedangkan aspek etika
bisnis perlu diketahui agar dalam menjalankan aktivitasnya selalu menjunjung
tinggi dan melaksanakan nilai-nilai etis.
Oleh karena itu, melalui modul Hukum dan Etika Bisnis ini akan diperkenalkan
kepada pembaca mengenai bidang-bidang hukum yang terkait langsung atau
tidak langsung terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa, yaitu: Hukum
Kontrak, Hukum Jaminan, Hukum Lembaga Keuangan, Hukum Lembaga
Pembiayaan, Hukum Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Hukum
Perlindungan Konsumen, dan Penyelesaian Sengketa Bisnis. Dari aspek etika
akan dipaparkan mengenai Standar Prinsip Internasional dan Etika Bisnis.
Hukum Kontrak merupakan inti dari setiap transaksi bisnis. Hubungan hukum
keperdataan yang dibuat oleh para pihak senantiasa mendasarkan pada
kontrak atau perjanjian, yang mana apabila kontrak atau perjanjian memenuhi
syarat sah sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata
berlaku bagi para pihak sebagaimana undang-undang, membebani kewajiban
bagi para pihak untuk melaksanakan dengan penuh itikad baik, dan tidak boleh
dibatalkan sepihak tanpa ada alasan yang sah. Kegiatan transaksi antara
vendor dan pemerintah dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah
senantiasa mendasarkan pada aspek-aspek dari hukum kontrak.
Aspek hukum lain yang juga perlu diketahui oleh vendor adalah terkait dengan
Hukum Jaminan, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Pembiayaan, Hukum
Perlindungan Konsumen, Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, serta Hukum Perlindungan Konsumen. Ketentuan yang ada dalam
bidang hukum tersebut memang tidak terkait langsung dalam proses
pengadaan barang dan jasa pemerintah, akan tetapi keberadaan dari lembaga
keuangan bank maupun lembaga pembiayaan dapat dijadikan alternatif dalam
proses pengadaan ketika dana yang berasal dari APBN/APBD tidak serta merta
dapat dicairkan pasca penandatanganan kontrak dan proses pembuatan dari
barang sesuai spesifikasi sudah harus dimulai oleh vendor.
Adapun Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat sangat penting
dipahami oleh vendor selaku penyuplai kebutuhan barang/jasa pemerintah,
agar dalam melakukan kegiatannya tidak terjebak pada perjanjian atau kegiatan
yang dilarang seperti maraknya persekongkolan tender dalam proses
pengadaan. Sementara Hukum Perlindungan Konsumen perlu dipahami,
karena seringkali ketika masyarakat yang menggunakan barang/jasa
pemerintah merasa dirugikan akan menggugat pihak pemerintah, kemudian
ujung-ujungnya vendor selaku penyedia barang/jasa akan ditarik sebagai turut
tergugat di Pengadilan.
Aspek hukum terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai
penyelesaian sengketa bisnis, baik litigasi maupun non-litigasi. Vendor
hendaknya mengetahui berbagai model penyelesaian sengketa yang ada agar
tidak setiap sengketa yang muncul selalu dibawa ke pengadilan. Penyelesaian
sengketa melalui litigasi di pengadilan seringkali memakan waktu yang lama,
prosesnya rumit, berbiaya mahal, putusan tidak dapat diprediksi, dan berpotensi
mengganggu hubungan baik di antara pihak-pihak yang bersengketa.
Standar Internasional dan Etika Bisnis juga merupakan hal yang tidak kalah
penting untuk diperhatikan dalam proses pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Apabila hukum dan etik dilaksanakan, maka cita-cita untuk
mewujudkan clean government dan birokrasi yang bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme dapat segera diwujudkan.
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan1 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 2
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan3 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 4
Maksud dan TujuanBMaksud dan tujuan dari Modul Hukum dan Etika Bisnis ini, antara lain yaitu
sebagai berikut:
1Memberikan pemahaman bagi partisipan mengenai aspek hukum dan
etika bisnis dalam pengadaan barang/jasa;
2Memberikan keterampilan bagi partisipan dalam implementasi hukum dan
etika bisnis dalam pengadaan barang/jasa;
3Memberikan pemahaman terhadap partisipan terkait resiko hukum atas
transaksi-transaksi bisnis yang dilakukan.
BAB IIHukum Kontrak
PengantarAKontrak merupakan elemen penting dalam setiap hubungan hukum
keperdataan antara orang/badan satu dengan yang lain. Hukum memberikan
status sebagai undang-undang bagi kontrak yang dibuat secara sah. Akibatnya
para pihak wajib melaksanakan isi kontrak dimaksud dengan itikad baik dan
dilarang melakukan pembatalan secara sepihak, kecuali dengan alasan yang
sah. Dengan demikian dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah,
dimana hubungan hukum antara pemerintah dan vendor didasarkan pada
hubungan kontraktual menjadi suatu keniscayaan adanya pemahaman yang
komprehensif terkait dengan hukum kontrak.
Pengertian dan Ruang Lingkup Perikatan dan Perjanjian/KontrakB
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau
lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu
berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Perikatan
terdiri dari perikatan yang lahir karena undang-undang, maupun perikatan yang
lahir karena perjanjian. Kedua-duanya sama-sama mempunyai akibat hukum
bahwa salah satu pihak wajib menunaikan prestasi, sedangkan pihak lain
berhak atas prestasi. Ada yang bersifat prestasi sepihak dan ada yang bersifat
timbal balik.
Perikatan yang lahir karena undang-undang misalnya karena adanya perbuatan
pengurusan sukarela (zaakwarneming) dan karena adanya perbuatan melawan
hukum dari salah satu pihak yang menimbulkan kewajiban bagi pihak yang
bersalah melakukan perbuatan tersebut memberikan ganti kerugian. Perikatan
yang lahir karena perjanjian misalnya, perjanjian jual beli yang melahirkan
kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan barang dan kewajiban pembeli
Pengertian dan Ruang Lingkup Perikatan1
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan5 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 6
menyerahkan sejumlah uang. Hak dari salah satu pihak menjadi kewajiban
pihak lain begitu pula sebaliknya.
Pengertian dan Ruang Lingkup Perjanjian2
Suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1
(satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau
lebih. Definisi ini oleh para sarjana hukum dianggap tidak lengkap dan terlalu
luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup
perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang
merupakan perjanjian juga. Perbedaan terletak pada tempat diaturnya, tentang
janji kawin diatur dalam Buku I KUHPerdata tentang orang, sedangkan
perjanjian di bidang harta kekayaan diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang
perikatan.
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat
dibuat secara lisan atau tertulis. Namun untuk perjanjian tertentu undang-
undang menentukan bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti
maka perjanjian tidak sah. Dengan demikian sebenarnya bentuk tertulis lebih
ditujukan untuk kepentingan alat bukti.
Pengertian dan Ruang Lingkup Kontrak3
Dalam kaca mata bisnis kontrak adalah perjanjian obligatoir, yakni perjanjian
dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan
suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja
belum mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual
kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus
diikuti dengan penyerahan (perjanjian kebendaan).
Dalam khasanah hukum perdata kontrak dapat dibedakan menjadi kontrak
nominat dan kontrak inominat. Kontrak nominat adalah kontrak yang sudah
dikenal dalam KUHPerdata, seperti kontrak jual beli dan kontrak sewa-
menyewa, sedangkan kontrak inominat adalah kontrak yang pengaturannya di
luar KUHPerdata, seperti kontrak karya, kontrak joint venture, dan kontrak kredit
bank.
Syarat-syarat sahnya sebuah kontrakCSyarat sahnya sebuah kontrak harus memenuhi unsur-unsur berupa:
kesepakatan para pihak, kecakapan, obyek tertentu, dan kausa yang halal.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Lihat Pasal 1320 KUHPerdata
Lihat Pasal 1329 KUHPerdata
Lihat Pasal 1330 KUHPerdata
2
Lihat Pasal 1313 KUHPerdata1
1
Bahwa kedua pihak harus mempunyai kebebasan dalam menyatakan
kehendak. Para pihak tidak mendapat tekanan yang mengakibatkan
adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Tidak dianggap
terjadi kesepakatan, jika ada unsur paksaan, kekhilafan, maupun
penipuan. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak
yang disetujui antara para pihak.
Kesepakatan Para Pihak1
Mengenai kecakapan ini ketentuanya adalah bahwa setiap orang adalah
cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak
dinyatakan tidak cakap. Lebih lanjut dalam disebutkan bahwa tidak cakap
untuk membuat persetujuan-persetujuan atau perjanjian adalah: (1)
orang-orang yang belum dewasa; (2) mereka yang ditaruh di bawah
pengampuan; (3) orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan
oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan
tertentu. Ketentuan nomor (3) tersebut saat ini dinyatakan sudah tidak
berlaku lagi. Jadi perempuan dianggap cakap melakukan perbuatan
hukum sendiri.
Kecakapan pihak-pihak yang melakukan kontrak2
Syarat obyek tertentu disini meliputi:
Obyek tertentu3
Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan;
Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum
antara lain seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung
umum dan sebagainya tidak dapat dijadikan obyek perjanjian;
Dapat ditentukan jenisnya.
3
4
2
3
4
3.1
3.2
3.3
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan7 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 8
Bahwa suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena
suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan kausa adalah isi atau
maksud dari perjanjian.
Kausa yang halal4
Lihat Pasal 1335 KUHPerdata5
5
Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif, yang apabila syarat itu dilanggar
maka perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya tanpa pembatalan maka
perjanjian tetap dianggap sah dan punya kekuatan mengikat. Syarat 3 dan 4
merupakan syarat obyektif, yang apabila dilanggar maka perjanjian batal demi
hukum. Artinya sejak semula perjanjian itu tidak ada. Namun demikian
pernyataan batal demi hukum harus dinyatakan dalam sidang pengadilan oleh
Majelis Hakim.
Keempat syarat sebagaimana tersebut di atas menentukan keabsahan dari
sebuah kontrak. Apabila syarat tersebut terpenuhi, maka berlaku ketentuan
bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah mengikat seperti undang-
undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya. Perjanjian atau kontrak
tersebut tidak dapat diputuskan secara sepihak dan para pihak wajib
melaksanakannya dengan penuh itikad baik (in good faith).
Paksaan, Kekhilafan, dan Penipuan1
Hal-hal yang Membatalkan KontrakD
Paksaan (Dwang)1.1
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu
persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya persetujuan, juga apabila
paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa
persetujuan tersebut tidak telah dibuat.
Paksaan ini bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal yang
demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya jika seseorang
yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah dan membuat ia
mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian. Paksaan disini
adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia)
dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan
kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Paksaan harus
benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan.
Kekhilafan (Dwaling)1.2
Kekhilafan dibedakan menjadi kekhilafan mengenai orang (error in
persona) dan kekhilafan mengenai hakikat barangnya (error in
substantia). Adanya kekhilafan dapat dijadikan sebagai alasan untuk
membatalkan perjanjian.
Penipuan (Bedrog)1.3
Dapat dijadikan sebagai alasan untuk membatalkan perjanjian, apabila
tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa
sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak akan membuat
perikatan, jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak
dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
Pihak-pihak yang melakukan kontrak tidak cakap hukum2Tidak cakap hukum, yakni: (1) orang-orang yang belum dewasa; (2)
mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; (3) orang-orang perempuan,
dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat
persetujuan-persetujuan tertentu. Belum dewasa dalam kontek hukum di
Indonesia indikatornya berbeda antar bidang hukum satu dengan yang
lain, khusus di bidang hukum perjanjian kedewasaan ditentukan apabila
seseorang sudah mencapai usia 21 tahun.
Lihat Pasal 1330 KUHPerdata7
7
Obyek kontrak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum3
Apabila obyek kontrak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum maka konsekuensinya batal demi hukum. Sejak
semula kontrak itu dianggap tidak ada. Pernyataan batal demi hukum ini
harus dinyatakan dalam sidang pengadilan.
Wanprestasi dalam kontrakE2Wanprestasi dalam kontrak1
Hal ini bisa disebabkan debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa
juga disebabkan karena debitur obyektif tidak mungkin berprestasi lagi
atau secara subyektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi. Pada
peristiwa pertama memang kreditur tidak bisa lagi berprestasi, sekalipun
ia mau.
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan9 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 10
Di sini debitur memang dalam fikirannya telah memberikan prestasinya,
akan tetapi dalam kenyataannya yang diterima oleh kreditur lain dari pada
yang diperjanjikan.
Tidak melaksanakan kontrak dengan sempurna atau keliru2
5
Tidak tepat pada waktunya misalnya terlambat menyerahkan prestasi
sehingga kreditur rugi karenanya. Atau justru terlalu awal debitur
menyerahkan prestasinya kepada kreditur. Dalam praktik yang sering
terjadi adalah keterlambatan debitur untuk berprestasi.
Melaksanakan kontrak tidak pada waktunya3
5
Dalam kontrak biasanya terdapat hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
debitur atau yang disebut dengan negative covenant. Apabila debitur
melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam kontrak, maka ia
dianggap telah melakukan cidera janji (breach of contract).
Melakukan hal-hal yang dilarang dalam kontrak4
5
Dalam kenyataan sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi
prestasi (wanprestasi), karena seringkali ketika mengadakan perjanjian pihak-
pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan
di dalam perjanjian atau kontrak yang dibuat di mana waktu untuk melaksanakan
pretasi ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan sendirinya. Yang mudah
untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah pada perikatan
untuk tidak berbuat sesuatu. Apabila orang itu melakukan perbuatan yang
dilarang tersebut, maka ia tidak memenuhi perikatan.
Adapun hak-hak kreditur dalam hal debitur mengalami wanprestasi adalah
sebagai berikut:
Hak menuntut pemenuhan perikatan;
Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu
bersifat timbal balik menuntut pembatalan perikatan;
Hak menuntut ganti rugi;
Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;
Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.
a
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 21.
8
8
b
c
d
e
Force MajeurFMenurut undang-undang ada 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan
memaksa (force majeur), yaitu: (1) tidak memenuhi prestasi; (2) ada sebab yang
terletak di luar kesalahan debitur; (3) faktor penyebab itu tidak diduga
sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Adanya keadaan memaksa mengakibatkan sebuah perjanjian tidak lagi bekerja
walaupun perjanjian tersebut masih eksis. Konsekuensi hukumnya:
Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi;
Tidak dapat mengatakan bahwa debitur berada dalam
keadaan lalai dan karena itu tidak dapat menuntut;
Kreditur tidak dapat meminta pemutusan perjanjian;
Pada perjanjian timbal balik, maka gugur kewajiban untuk
melakukan kontraprestasi.
Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan keadaan
memaksa ini adalah:
a
b
c
d
e
Debitur dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa
itu dengan jalan penangkisan (eksepsi).
Berdasarkan Jabatan Hakim tidak dapat menolak gugatan
berdasarkan keadaan memaksa, yang berutang memikul
beban untuk membuktikan adanya keadaan memaksa.
1)
2)
Force majeur dapat dibedakan menjadi force majeur mutlak (absolut), yakni
apabila prestasi dari debitur tidak mungkin dapat dilaksanakan sama sekali dan
force majeur relatif, yakni bahwa prestasi masih mungkin dilaksanakan tetapi
dengan pengorbanan yang besar. Force majeur mutlak (absolut), misalnya
bencana alam yang menghancurkan obyek perjanjian, sedangkan force majeur
relatif misalnya terjadi perubahan kebijakan pemerintah sehingga apabila
prestasi tetap dilaksanakan, maka dianggap melakukan pelanggaran hukum.
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan11 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 12
Berakhirnya kontrakGBerdasarkan Pasal 1381 KUHPerdata, berakhirnya perikatan disebabkan oleh:
Karena pembayaran;
Karena penawaran pembayaran tunai, yang diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan;
Karena pembaharuan utang;
Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
Karena percampuran utang;
Karena pembebasan utang;
Karena musnahnya barang yang terutang;
Karena kebatalan atau pembatalan;
Karena berlakunya suatu syarat batal;
Karena lewatnya waktu;
Tujuan kontrak telah terpenuhi.
a
b
c
d
e
f
g
h
I
j
k
Kasus I
Sebuah supplier komputer di Yogyakarta memenangkan tender pengadaan
1000 unit komputer untuk kepentingan kantor suatu instansi pemerintah yang
harus disediakan dalam jangka waktu 1 (bulan) setelah penandatanganan
kontrak. Pada hari yang ditentukan ditandatangi kontrak pengadaan antara
supplier tersebut dengan Tuan X selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Tuan X dalam realitasnya ternyata juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran
(PA) sehingga proses untuk pengadaan berlangsung lebih efektif dan efisien.
Setelah jangka waktu berakhir ternyata pihak supplier belum dapat memenuhi
1000 unit komputer sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan berbagai
alasan. Bagaimana penyelesaian terbaik untuk kasus dimaksud?
Bahwa setelah membaca peraturan perundang-undangan yang ada ternyata
terjadi antinomi (pertentangan) antara Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah dengan Permendagri No. 21 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Bahwa Perpres No. 54
Tahun 2010 menegaskan pemisahan antara PA/KPA dengan PPK berupa
pemberian kriteria (persyaratan) dan kewenangan yang berbeda, namun
dalam Permendagri No. 21 Tahun 2011 keduanya dapat dirangkap dan
dijadikan satu.
Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berlaku asas lex superior
derogat legi inferior, yakni bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah. Dalam kasus di atas, kedudukan Perpres lebih tinggi daripada
Permendagri sehingga konsekuensi hukumnya Permendagri tidak boleh
bertentangan dengan Perpres. Konsekuensi hukum lebih lanjut
Permendagri, khususnya yang terkait dengan PA/KPA sekaligus bisa menjadi
PPK tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Tuan X yang menjadi PA sekaligus PPK dengan demikian tidak mempunyai
kewenangan dalam proses pengadaan ini karena adanya larangan
sebagaimana dimaksud dalam Perpres.
Dengan demikian, perjanjian pengadaan barang yang dibuat antara pihak
supplier dan PPK dapat dibatalkan, artinya tanpa adanya pembatalan,
perjanjian pengadaan masih mempunyai kekuatan mengikat. Tanpa
pembatalan dari vendor, prestasi tetap harus ditunaikan.
a
b
c
d
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan13 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 14
BAB IIIHukum Jaminan
Latar BelakangAHubungan kontraktual yang berlangsung antara orang/badan yang satu dengan
yang lain senantiasa harus didasarkan pada unsur kepercayaan. Artinya harus
ada kepercayaan bahwa pihak lain akan melakukan prestasi sebagaimana yang
diperjanjikan dalam kontrak. Namun demikian dalam praktiknya, kepercayaan
tidak mudah didapatkan apalagi terhadap pihak yang baru dikenal dan
menyangkut transaksi dengan nominal besar. Oleh karena itu dalam rangka
mengamankan hubungan kontraktual dimaksud salah satu pihak biasanya
menyaratkan adanya jaminan, baik jaminan perorangan maupun jaminan
kebendaan. Adanya jaminan akan terasa sangat bermanfaat, ketika salah satu
pihak melakukan wanprestasi atas isi kontrak yang disepakati.
Dalam praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah, pihak vendor yang
memenangkan tender selain menadatangani kontrak juga diminta menyediakan
jaminan. Oleh karena itu hukum mengenai jaminan merupakan hal penting yang
perlu dipahami oleh stakeholder, khususnya vendor.
Pengertian dan Ruang Lingkup JaminanBHukum jaminan adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang jaminan akibat adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum
adalah suatu perbuatan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban antara
kreditur dan debitur. Apabila hak dan kewajiban ini tidak dilaksanakan sesuai
dengan yang disepakati maka ada sanksi hukumnya.
Bahwa segala harta kekayaan milik debitur baik yang sudah ada maupun yang
akan ada baik yang berwujud benda bergerak maupun benda tetap akan
menjadi jaminan untuk segala hutang-hutangnya dari para kreditur-krediturnya.
Hasil dari penjualan harta benda tersebut akan dibagi secara bersama-sama
para kreditur sebanding dengan piutang yang diberikan kecuali ada alasan
untuk lebih didahulukan pelunasannya.
Yang dimaksud dengan jaminan ialah sesuatu yang diberikan kepada kreditur
untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Baik perikatan itu
lahir dari undang-undang ataupun perikatan itu yang lahir dari suatu perjanjian.
Bentuk-Bentuk JaminanCJaminan Perorangan1Jaminan atas hak perorangan adalah suatu bentuk jaminan atas diri
seorang pihak ketiga yang berisi kesanggupan untuk melunasi hutang
yang dibuat pihak debitur kepada seorang kreditur. Pihak ketiga ini yang
akan membayar kepada kreditur manakala pihak debitur tidak melakukan
kewajibannya membayar hutang kepada kreditur. Pihak ketiga baru akan
melakukan pembayaran, bilamana pihak debitur sendiri sudah tidak dapat
membayar.
Dengan demikian, jaminan perorangan adalah jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
umumnya. Maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan
kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau
sampai suatu bagian tertentu. Harta benda si penanggung (penjamin)
dapat disita dan dilelang menurut ketentuan. Termasuk dalam jenis
perjanjian perorangan adalah: (1) Personal guaranty; (2) Corporate
guaranty; dan (3) Bank guaranty.
7
Lihat Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata9
9
Jaminan Kebendaan2Jaminan atas suatu benda adalah hak mutlak atas suatu benda untuk
memperoleh pelunasan daripadanya atas piutang seorang kreditur. Untuk
jaminan suatu benda tetap berupa tanah dilakukan dengan Hak
Tanggungan dan selain tanah dengan hipotik, sedang untuk benda
bergerak dilakukan dengan gadai atau fidusia.
Hak kebendaan mempunyai sifat selalu mengikuti bendanya meskipun
benda dimaksud dikuasai oleh orang lain, mempunyai hak lebih
didahulukan, dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, serta
diperalihkan kepada orang lain. Dengan demikian termasuk dalam
jaminan kebendaan adalah jaminan yang obyeknya adalah benda
bergerak (gadai dan Fidusia) dan jaminan yang obyeknya benda tetap
(hipotik dan hak tanggungan).
7
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan15 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 16
Gadai2.1
Adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh seorang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada kreditur-kreditur lainnya, dengan kekecualian biaya untuk
melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana
harus didahulukan.
Adapun unsur-unsur gadai adalah sebagai berikut:
Gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
Jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan
Pemberi Hadai (Debitur), adanya penyerahan benda gadai
secara fisik (levering);
Gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh
pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur
(droit de preference);
Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.
a
b
c
d
Jaminan fidusia2.2
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda. Adapun jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda
tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Dasar hukum dari jaminan fidusia adalah Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah
Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan
Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Adapun unsur-
unsur dari fidusia adalah sebagai berikut:
Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia10
10
Fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur
tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik kepada kreditur
tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum
possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan
mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur
menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada
kreditur);
Fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil
eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan;
Fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.
a
b
c
Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia berupa: (a) utang
yang telah ada; (b) utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah
diperjanjikan dalam jumlah tertentu; dan (c) utang yang pada saat
eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok
yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Pasal 7 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
12
11
Hak Tanggungan2.3
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Bahwa utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan
dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan
dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan
eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan
perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan
hubungan utang-piutang yang bersangkutan. Hak Tanggungan dapat
diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum
atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan
hukum.
12
13
13
11
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan17 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 18
Adapun hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
(a) Hak Milik; (b) Hak Guna Usaha; (c) Hak Guna Bangunan. Hak
Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga
dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan
pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang
telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang
pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu
Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.
Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu
Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan
ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.
Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama
ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia14
14
Eksekusi JaminanD
Apabila debitur atau pemberi gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda
yang menjadi obyek jaminan gadai dapat dilakukan:
Eksekusi Jaminan Benda Bergerak1
5
Gadai1.1
Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai
manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual
benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan dahulu
mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau
Pemberi Gadai;
Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah
pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada
Pemberi Gadai.
a
b
Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap
benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
5
Fidusia1.1
Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti
eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui
pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk
melaksanakan putusan tersebut;
Penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas
kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan bersama jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak;
Pelaksanaan penjualan di bawah tangan dilakukan setelah
lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh Para Pihak kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar di daerah yang
bersangkutan.
a
b
c
d
PPAT adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah16
Eksekusi jaminan benda tetap berupa Hak Tanggungan1.3
15
Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996
menyebutkan bahwa Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya
disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan
utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan
bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang
bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan
utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-
undang No. 4 Tahun 1996);
a
b
16
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan19 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 20
Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan,
Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak
Tanggungan yang memuat irah-irah "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (Pasal 13
ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun
1996);
Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka
berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat
Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon
eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan
seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,
penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah
tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-
undang No.4 Tahun 1996);
Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat
dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan
secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak
Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa
setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan
(Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996);
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat
dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
c
d
e
f
g
Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum
lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;
Tidak memuat kuasa substitusi;
1)
2)
Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan,
jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama
dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak
Tanggungan;
3)
Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi
putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.
Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan
pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.
Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani
Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada
Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah
tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan
secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada pembeli
lelang.
Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka
berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11)
HIR.
Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk
menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat
(2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga
dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas
permohonan pemegang hak tanggungan pertama, Janji ini
hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan pertama saja.
Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat
janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat
(2) j UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), maka
apabila ada Hak tanggungan lain-lainnya dan hasil lelang tidak
cukup untuk membayar semua Hak tanggungan yang
membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan
yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang
bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan
pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah
tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum
terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut
dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan
dikeluarkan dengan paksa.
h
I
j
k
l
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan21 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 22
Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan
alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang
diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan
oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan
bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.
Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali
dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu
atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang
(Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg
m
n
BAB IVHukum LembagaKeuangan Bank
Pengantar ABank memiliki peran yang sangat penting dalam sistem perekonomian suatu
Negara, artinya apabila sistem perbankan dalam suatu Negara itu sehat, maka
sistem perekonomiannya akan sehat pula. Demikian pula sebaliknya apabila
sistem perbankannya sakit, akan dapat mengakibatkan sistem perekonomian
dalam Negara yang bersangkutan menjadi sakit dan terpuruk. Pernyataan ini
diperkuat oleh J. Soedradjad Dijwandono yang menyatakan bahwa kondisi bank
yang sehat dalam suatu Negara akan sangat menentukan efektifitas
pengelolaan ekonomi makro dalam mencapai berbagai sasaran dalam
pembangunan secara seimbang. Pengadaan barang/jasa pemerintah secara
langsung atau tidak langsung terkait dengan perbankan, oleh karena itu aspek
hukum atas perbankan perlu diketahui, khususnya oleh vendor sebagai pihak
yang menyediakan barang/jasa yang diperlukan oleh pemerintah.
Rimsky K. Judisseno, 2002, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 3.
J. Soedradjad Djiwandono,2001, Bergulat Dengan Krisis Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Cet.1, PT. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 139.
18
17
18
17
Pengertian BankBPengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang menyebutkan:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan23 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 24
Industri perbankan adalah industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan
masyarakat (fiduciary financial institution). Kepercayaan masyarakat adalah
segala-galanya bagi bank. Begitu masyarakat tidak percaya pada bank, bank
akan menghadapi rush dan akhirnya kolaps. Di AS pada abad 19-20, setiap 20
tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai akibat krisis kepercayaan,
demikian menurut Lash.
Kegiatan Usaha dan Produk BankCDitinjau dari substansi pengaturannya, kegiatan usaha bank ditentukan sebagai
berikut:
1 Kegiatan usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat;
Kegiatan-kegiatan usaha yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh
bank;
Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan
usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan
bidang usaha yang ingin dikembangkan. Bank yang menjalankan
usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip syariah
dalam kegiatan usahanya.
2
3
Dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa usaha-
usaha yang dijalankan oleh Bank Umum meliputi :
Menghimpun Dana dari Masyarakat1Bank Umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan kredit2Kegiatan bank dalam memberikan kredit merupakan fungsi utama dari
bisnis perbankan, yakni fungsi menyalurkan dana dari para deposan
penyimpan dana. Fungsi ini juga memberikan return atau penghasilan
yang paling besar sebanding dengan risiko yang dihadapi perbankan.
Lash, 1987, Banking Law and Regulations : An Economis Perspentive, Prentice-Hall Inc, USA,p.8.
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 208-211.
20
19
19
20
Menerbitkan surat pengakuan utang3Bank Umum dapat menerbitkan surat pengakuan utang baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat pengakuan
utang yang berjangka pendek adalah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 100 sampai Pasal 229 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar Uang
(SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin
dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan utang
berjangka panjang dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.
Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :4
Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank
yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan
dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud;
Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
Obligasi;
Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan 1 (satu) tahun.
a
b
c
d
e
f
g
Memindahkan uang (Transfer)5Bank Umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk
kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Pengiriman
uang (transfer) adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat
dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan
sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang
dtujukan kepada pihak lain (perusahaan, lembaga, atau perorangan) di
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan25 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 26
tempat lain baik di dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan pengiriman uang (transfer) adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh bank untuk mengirim sejumlah uang yang ditujukan kepada pihak
tertentu dan di tempat yang tertentu. Pengiriman uang tersebut dilakukan
atas permintaan nasabah atau untuk keperluan dari bank yang
bersangkutan.
Menempatkan atau meminjamkan dana6Bank Umum menjalankan usaha menempatkan dana pada,
meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
Menerima pembayaran7Bank Umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar-pihak ketiga. Kegiatan ini
mencakup antara lain inkaso dan kliring. Inkaso adalah pemberian kuasa
pada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagihkan, atau
memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau menyerahkan
begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain
(dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga, dalam rupiah atau luta
asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep (promissorry notes), dan
lain-lain.
Menurut kamus perbankan yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus
Perbankan Indonesia 1980, kliring adalah perhitungan utang piutang
antara peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling
menyerahkan surat-surat berarga dan surat-surat dagang yang telah
ditetapkan untuk dapat diperhitungkan. Dalam pengertian lain, Bank
Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran
giral.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pokok
diadaannya kliring adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran
giral dan merupakan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi
nasabah bank. Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara bank-
bank di suatu wilayah kliring yang disebut kliring lokal. Wilayah kliring
adalah suatu lingkungan tertentu yang memunginkan antar kantor
tersebut memperhitungkan warkat-warkatnya dalam jadwal kliring yang
telah ditentukan.
Menyediakan tempat penyimpanan8Bank Umum menyediakan tempat untuk penyimpanan barang dan surat
berharga. Penyediaan tempat disini adalah kegiatan bank yang semata-
mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat
berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank.
Melakukan kegiatan penitipan9Bank Umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak. Kegiatan penitipan dapat dilakukan baik
dengan menerima titipan harta penitip maupun mengadministrasikannya
secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan
dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip. Jika bank yang
menyelenggarakan kegiatan penitipan mengalami pailit, semua harta
yang dititipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta
kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan.
Penempatan dari dalam bentuk surat berharga10Bank Umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada
nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercantum
dalam bursa efek. Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai
penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah
yang memiliki dana.
Kegiatan anjak piutang, kartu kredit, dan wali amanat11Bank Umum melakukan penempatan anjak piutang, usaha kartu kredit
dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam dan luar negeri, yang dilakukan dengan
pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Sementara itu, usaha
kartu kredit adalah usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau
pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya
dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit berfungsi sebagai
sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi.
Menyediakan pembiayaan12Bank Umum menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan
lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan27 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 28
Menyediakan kegiatan lain13Bank Umum dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh
bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan lain yang lazim
dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain
dari kegiatan tersebut di atas, yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan bank garansi,
bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi
usaha nasabah dan lain-lain. Bank Umum dapat melakukan sebagian
atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas dan masing-
masing bank dapat memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan
bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Dengan cara demikian,
kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi
oleh dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan
efisiensi.
Untuk usaha bank yang berjenis Bank Perkreditan Rakyat, usahanya
lebih sempit jika dibandingkan usaha yang dijalankan Bank Umum.
Bahwa usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:
Menghimpun dana masyarakat;
Memberikan kredit;
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana;
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito, sertifikat deposito, dan/atau
tabungan pada bank lain.
a
b
c
d
BAB VHukum Lembaga Pembiayaan
Pengantar AHubungan kontraktual sebagaimana dibahas dalam Bab II Modul ini mendasari
transaksi bisnis yang dilakukan oleh nasabah lembaga keuangan maupun
lembaga pembiayaan. Lembaga Pembiayaan dalam Pasal 1 angka 1 Pepres
No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan didefinisikan sebagai badan
usaha yang melakukan kegiatan penyediaan dana atau barang modal.
Lembaga Pembiayaan dalam Perpres tersebut terdiri dari Perusahaan
Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan
Infrstruktur. Pihak penyedia barang/jasa (vendor) dapat memanfaatkan
lembaga ini untuk memenuhi prestasi kepada Pemerintah sesuai dengan
perjanjian pengadaan yang dibuat. Bab ini akan fokus memberikan penjelasan
atas aspek hukum Lembaga Pembiayaan.
18
17
Perusahaan PembiayaanBPerusahaan Pembiayaan sebagai salah satu bentuk Lembaga Pembiayaan
diatur secara khusus melalui Peraturan Menteri Keuangan, yakni Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Perusahaan Pembiayaan didefinisikan sebagai badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan kegiatan usaha dalam bentuk Sewa
Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit, dan / atau Pembiayaan
Konsumen. Sebelum membahas lebih lanjut, berikut perlu dikemukakan definisi
dari setiap kegiatan bisnis yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan.
18
17
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 199821
21
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan29 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 30
aSewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating
Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessor) selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut.
Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen
dengan pembayaran secara angsuran.
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk
pembelian barang dan / atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.
b
c
d
Dalam menjalankan kegiatan usahanya dimaksud, Perusahaan Pembiayaan
juga dibatasi dengan adanya larangan-larangan berupa:
Menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
giro, deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
Menerbitkan Surat Sanggup Bayar (Promissory Note), kecuali
sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi
krediturnya;
Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.
a
b
c
Sewa Guna Usaha (Leasing)1Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) dilakukan dalam bentuk
pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha (Lessee) baik
dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut. Oleh
karena itu leasing dibedakan menjadi dua bentuk yakni Finance Lease
dan Operating Lease.
Leasing dalam bentuk Finance Lease adalah leasing yang pada diri
penyewa guna usaha terdapat hak ospi di akhir masa sewa, yakni hak
Pasal 30 PMK No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan22
22
untuk memiliki obyek leasing di akhir masa sewa dengan membayar
sejumlah uang sesuai dengan perjanjian. Sedangkan leasing dalam
bentuk Operating Lease adalah leasing tanpa hak opsi, yakni setelah
masa menyewa selesai maka obyek leasing wajib dikembalikan kepada
pihak lessor.
Berdasarkan pada definisi leasing sebagaimana dikemukakan di atas,
maka pada lembaga leasing terdapat beberapa pihak, yaitu sebagai
berikut:
Lessor, yakni merupakan pihak yang memberikan pembiayaan
dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya.
Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan
yang bersifat multi finance, tetapi dapat juga perusahaan yang
khusus bergerak di bidang leasing;
Lessee, yaitu merupakan pihak yang memerlukan barang
modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan
diperuntukkan kepada lessee;
Supplier, yaitu merupakan pihak yang menyediakan barang
modal yang menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar
oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee. Dapat
juga supplier ini merupakan penjual biasa. Tetapi ada juga jenis
leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan
bilateral antara pihak lessor dengan pihak lessee. Misalnya
dalam bentuk Sale and Lease Back.
a
b
c
Munir Fuady, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 7-8.
23
23
Mekanisme terjadinya hubungan hukum antar para pihak, yaitu Lessor,
Lessee, dan Supplier dapat melalui berbagai alternatif, yaitu sebagai
berikut:
Lessor membeli barang atas permintaan lessee, selanjutnya
memberikan kepada lessee secara leasing.
Lessee membeli barang sebagai agennya lessor, dan
mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.
Lessee membeli barang atas namanya sendiri, tetapi dalam
kenyataannya sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang
tersebut secara leasing dari lessor.
a
b
c
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan31 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 32
Setelah lessee membeli barang atas namanya sendiri, kemudian
melakukan inovasi, sehingga lessor kemudian mempunyai hak
barang tersebut dan membayarnya.
Setelah lessee membeli barang untuk dan atas namanya sendiri,
kemudian menjualnya kepada lessor dan mengambil kembali
barang tersebut secara leasing atau yang dikenal dengan istilah
Sale and Lease Back.
Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan
hak untuk melakukan subleasing kepada lessee.
d
e
f
Financial Lease dan Operating Lease mempunyai karakteristik yang
harus dipahami oleh nasabah atau yang dalam hal ini disebut sebagai
Lessee. Intinya adalah pada keberadaan hak opsi pada Financial Lease
yang tidak dijumpai pada Operating Lease. Karakteristik dari kedua jenis
leasing tersebut secara lebih detail dapat dikemukakan sebagai berikut:
Financial Lease1.1Financial Lease ini sering disebut dengan capital lease atau full-payout
lease. Leasing jenis merupakan jenis leasing yang paling sering
diterapkan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Jangka waktu berlakunya leasing relatif panjang.
Besarnya harga sewa plus hak opsi harus menutupi harga barang
plus keuntungan yang diharapkan oleh lessor.
Diberikan hak opsi kepada lessee untuk membeli barang di akhir
masa leasing.
Financial lease dapat diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan.
Harga sewa yang dibayar per bulan oleh lessee dapat dengan
jumlah yang tetap, maupun dengan cara berubah-ubah sesuai
dengan suku bunga pinjaman.
Biasanya lessee yang menanggung biaya pemeliharaan,
kerusakan, pajak dan asuransi.
a
b
d
Kontrak leasing tidak dapat dibatalkan sepihak.g
c
e
f
Operating Lease1.2Operating lease disebut juga Service Lease. Karakteristik dari leasing
jenis ini adalah sebagai berikut:
Jangka waktu berlakunya leasing relatif singkat, dan lebih
singkat dari usia ekonomis dari barang tersebut.
Besarnya harga sewa lebih kecil ketimbang harga barang
ditambah keuntungan yang diharapkan lessor.
Tidak diberikan hak opsi bagi lessee untuk membeli barang di
akhir masa leasing.
Biasanya operating lease dikhususkan untuk barang-barang
yang mudah terjual setelah pemakaian (yang laku di pasar
barang bekas).
Operating lease biasanya diberikan oleh pabrik atau leveransir,
karena umumnya mereka mempunyai keahlian dalam seluk
beluk tentang barang tersebut. Sebab, dalam operating lease,
jasa pemeliharaan merupakan tanggung jawab lessor.
Biasanya harga sewa setiap bulannya dibayar dengan jumlah
yang tetap.
Biasanya lessor-lah yang menanggung biaya pemeliharaan,
kerusakan, pajak, dan asuransi.
Biasanya kontrak leasing dapat dibatalkan sepihak oleh lessee,
dengan mengembalikan barang yang bersangkutan kepada
lessor.
a
b
c
d
e
f
g
h
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan33 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 34
Dengan demikian Financial lease sebagai suatu bentuk pembiayaan
dengan cara sewa yang disertai dengan hak opsi mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
Ibid, hal 149.24
24
Lessor sebagai pihak pemilik barang atau obyek leasing yang
dapat berupa benda bergerak ataupun benda tidak bergerak
yang memiliki unsur maksimum sama dengan masa kegunaan
ekonomis barang tersebut.
Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala
sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah
yang dibayar tersebut merupakan angsuran atau lease payment
yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua
biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan
atau spread yang diinginkan lessor.
Lessor dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat
secara sepihak mengakhiri masa kontrak atau pengakhiran
barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan
dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang di
lease tersebut ditanggung oleh lessee.
Lessee pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk
membeli barang tersebut sesuai dengan nilai sisa atau residual
value yang disepakati atau mengembalikan pada lessor atau
memperpanjang masa leasing sesuai dengan syarat-syarat yang
disetujui bersama. Pembayaran berkala pada masa
perpanjangan lease tersebut biasanya jauh lebih rendah dari
angsuran sebelumnya.
a
b
c
d
Anjak Piutang (Factoring)2Agar dapat lebih memahami tentang perjanjian anjak piutang ini, maka
dapat dilihat dari tiga aspek yaitu:
Subyek hukum dari perjanjian anjak piutang itu tentu saja adalah
Penjual, Pembeli dan Perusahaan Anjak Piutang. Namun
penamaan tersebut diubah disesuaikan dengan hakikat anjak
piutang. Perusahaan anjak piutang atau dikenal sebagai factor
adalah badan usaha yang menawarkan anjak piutang. Klien
adalah pihak yang menggunakan jasa dari anjak piutang
a
(mudahnya adalah pihak yang menjual piutang kepada factor).
Penjual atau supplier masuk dalam pengertian klien.
Sementara nasabah atau konsumen merupakan pihak yang
mengadakan transaksi dengan klien.
Obyek Hukum. Obyek hukum dalam perjanjian ini jelas adalah
piutang itu sendiri, baik itu dijual atau dialihkan atau diurus oleh
pihak lain.
Peristiwa hukum atau hubungan hukumnya adalah perjanjian
anjak piutang, yaitu perjanjian antara perusahaan anjak piutang
dengan klien.
b
c
Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk pembelian piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas
bentuk piutang tersebut. Kegiatan Anjak Piutang ini dibedakan menjadi 2
(dua) macam, yakni Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang
(Without Recourse) dan Anjak Piutang dengan jaminan dari Penjual
Piutang (With Recourse).
Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse)
adalah kegiatan Anjak Piutang di mana Perusahaan Pembiayaan tidak
menanggung risiko tidak tertagihnya piutang. Sedangkan Anjak Piutang
dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse) adalah kegiatan
Anjak Piutang di mana Penjual Piutang menanggung risiko tidak
tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada
Perusahaan Pembiayaan. Kemudian yang dimaksud dengan piutang
dagang jangka pendek adalah piutang dagang yang jatuh tempo selama-
lamanya 1 (satu) tahun.
Dalam transaksi Anjak Piutang pada dasarnya terdapat tiga pihak yang
terlibat jalinan hubungan bisnis, yaitu sebagai berikut :
Pihak Perusahaan Factor, yaitu pihak pemberi jasa factoring
atau pembeli piutang. Perusahaan Factor dapat berupa
perusahaan yang khusus bergerak di bidang factoring,
perusahaan multifinance, dapat juga berupa Bank.
Pihak Klien, yaitu pihak yang mempunyai piutang/tagihan yang
akan dijual kepada pihak perusahaan factor.
Pihak Customer, yaitu pihak debitur yang berhutang kepada
pihak klien, untuk selanjutnya ia akan membayar hutangnya
a
b
c
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan35 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 36
kepada pihak perusahaan factor. Customer merupakan unsur
yang sangat penting diperhatikan, mengingat customer-lah yang
akan melunasi pembayaran, sehingga customer yang
menentukan macet tidaknya tagihan. Oleh karena itu,
kemampuan/kemauan bayar customer mestil benar-benar
diperhatikan, sebelum suatu perusahaan factor membeli piutang.
Apalagi karena bisnis factoring pada prinsipnya tidak mengenal
agunan.
Dalam sebuah transaksi factoring mengenal adanya prepayment, yaitu
harga pembelian kredit yang dibayar terlebih dahulu oleh perusahaan
factor sebagai pembeli piutang kepada pihak klien sebagai penjual
piutang. Prepayment dalam transaksi factoring sudah mencakup antara
80% sampai 90% dari harga jual. Dengan demikian sudah merupakan
bagian substansial dari harga beli, kemudian selebihnya akan dibayar
begitu tagihan-tagihannya lunas ditarik dari customer, yakni setelah
dipotong biaya dan fee untuk perusahaan factor.
Pada prinsipnya piutang yang dapat dialihkan adalah piutang yang sudah
ada pada waktu akta cessie sebagai akta peralihan piutang atas nama
dibuat. Piutang dianggap sudah ada jika telah terjadi transaksi yang
menyebabkan hutang piutang itu terjadi, sungguhpun piutang tersebut
belum jatuh tempo untuk ditagih. Sebagai contoh antara pihak klien
dengan pihak customer telah dilakukan jual beli suatu barang
perdagangan. Penagihannya oleh perusahaan factor baru dapat
dilakukan setelah jatuh tempo piutang tersebut.
Beberapa manfaat yang dapat diberikan oleh perusahaan anjak piutang
(factoring) dalam rangka peningkatan kemampuan dunia usaha adalah
sebagai berikut:
Ibid, hlm. 78.
Linna Ismawati, t.t. Anjak Piutang (Factoring) Alternatif Pembiayaan untuk Memperlancar Arus Kas (CashFlow) Perusahaan, Majalah Ilmiah Unikom, Vol. 5, hlm. 134.
25
26
25
26
Penggunaan jasa anjak piutang akan menurunkan biaya
produksi perusahaan. Cepat dan mudahnya memperoleh dana
tunai (cash money) akan membuat perusahaan dapat
memanfaatkan beberapa peluang untuk menurunkan biaya
produksi, antara lain price discount, quantity discount, dan biaya-
biaya lain yang berkaitan dengan persediaan.
Anjak piutang dapat memberikan fasilitas pembiayaan dalam
bentuk pembayaran di muka (advance payment) sehingga akan
meningkatkan credit standing perusahaan klien.
Kegiatan anjak piutang dapat meningkatkan kemampuan
bersaing perusahaan klien, karena dia dapat mengadakan
transaksi dagang secara bebas atas dasar open account baik
perdagangan dalam maupun luar negeri.
Meningkatkan kemampuan klien memperoleh laba melalui
peningkatan perputaran modal kerja.
Menghilangkan ancaman kerugian akibat terjadinya kredit
macet. Risiko kredit macet dapat diambil alih oleh perusahaan
anjak piutang.
Kegiatan anjak piutang dapat mempercepat proses ekonomi
dan meningkatkan pendapatan nasional.
c
d
a
b
e
f
Beberapa fasilitas anjak piutang yang ditawarkan, antara lain yaitu
sebagai berikut:
Undisclosed / Non Notification2.1Adakalanya perusahaan ingin performance/bonafiditasnya tetap terjaga
di mata pelanggan (debitur) walaupun sebetulnya perusahaan sedang
mengalami kesulitan dana. Untuk itu pada saat pengalihan piutang maka
perusahaan tidak memberitahu pelanggan (debitur) bahwa piutang sudah
dialihkan ke perusahaan anjak piutang (factoring). Transaksi anjak
piutang ini dinamakan Undisclosed/Non Notification Factoring.
Mekanisme transaksi Undisclosed Factoring adalah sebagai berikut:
Terjadi transaksi penjualan secara kredit kepada pelanggan
(klien).
Negosiasi dan kontrak anjak piutang antara perusahaan (klien)
dengan lembaga anjak piutang (factoring) di mana perusahaan
menyerahkan kopi faktur penagihan piutang dan dokumen
terkait lainnya, sedangkan dokumen asli tetap dipegang
perusahaan.
Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimal
80% dari nilai faktur.
a
b
c
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan37 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 38
Pada saat jatuh tempo perusahaan akan menagih kepada
debitur/pelanggan.
Perusahaan akan mengembalikan pinjaman dana kepada
factoring ditambah dengan biaya anjak piutang (service
charge/discount charge).
d
e
Disclosed / Notification Factoring2.2
Jika perusahaan (klien) setelah memperoleh pembiayaan dari anjak
piutang tidak ingin direpotkan oleh tugas menagih kepada debitur, maka
perusahaan bisa memanfaatkan fasilitas disclosed factoring yaitu segera
menyerahkan pengelolaan piutang kepada perusahaan anjak piutang.
Mekanisme transaksinya bisa dijelaskan sebagai berikut:
Terjadi penjualan secara kredit kepada pelanggan (klien).
Negosiasi dan kontrak factoring antara perusahaan (klien)
dengan lembaga anjak piutang di mana perusahaan
menyerahkan faktur penagihan dan dokumen terkait (dokumen
asli).
Perusahaan memberitahu kepada debitur kalau piutang dan
penagihan sudah dialihkan ke lembaga anjak piutang.
Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimum
80% dari nilai faktur.
Pada saat jatuh tempo lembaga anjak piutang melakukan
penagihan kepada debitur.
Pelanggan (debitur) membayar tagihan kepada perusahaan
anjak piutang.
Lembaga anjak piutang menyerahkan sisa (20% nilai faktur)
kepada perusahaan (klien) setelah sebelumnya dikurangi biaya
administrasi.
a
b
c
d
e
f
g
Dalam transaksi anjak piutang sebagaimana dimaksud terdapat
beberapa risiko yang mungkin timbul, antara lain yaitu:
Pada Undisclosed Factoring ada kemungkinan perusahaan
(klien) ingkar janji (wanprestasi) yaitu tidak mengembalikan
pinjaman/pembiayaan kepada factor walaupun perusahaan
sudah menerima pembayaran dari debitur sehingga
perusahaan anjak piutang mengalami kerugian.
Pelanggan/debitur yang ingkar janji yaitu tidak membayar
hutangnya pada saat jatuh tempo sehingga kemungkinan
perusahaan atau lembaga anjak piutang mengalami kerugian.
a
b
Untuk mengatasi risiko tersebut, pada saat kontrak/perjanjian dibuat
maka perlu ditetapkan pihak yang bertanggung jawab atas
penanggungan risiko. Jika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya
dan yang menanggung risiko tersebut perusahaan (klien) maka
perjanjiannya dinamakan with recourse fatoring, sedangkan jika lembaga
anjak piutang yang menggung risiko kerugiannya maka perjanjiannya
dinamakan without recourse factoring.
Dengan memanfaatkan jasa anjak piutang maka perusahaan (klien) tidak
perlu membentuk bagian kredit tersendiri dalam organisasi. Lembaga
anjak piutang sudah secara otomatis telah melaksanakan fungsi bagian
kredit (crediet departement) dimana lembaga anjak piutang akan
memberikan laporan hasil kerjanya secara periodik kepada perusahaan
(klien).
Atas pemanfaatan jasa anjak piutang timbul suatu kewajiban bagi
perusahaan (klien) yaitu membayar biaya anjak piutang. Biaya ini terdiri
dari:
Service charge yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien
menggunakan jasa untuk pengelolaan/pembukuan penjualan
(sales ledger) dari transaksi penjualan yang dilakukan klien.
Besarnya biaya berkisar antara 0,5% - 2,5% tergantung
kesepakatan antara anjak piutang dan klien.
Discount charge, yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien
memperoleh pembiayaan (dana tunai) dari lembaga anjak
piutang. Besarnya discount charge antara 2%- 3%. Biaya ini
juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
a
b
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan39 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 40
Berdasarkan pada paparan tersebut, dapat ditegaskan bahwa manfaat
anjak piutang bagi perusahaan (klien) adalah sebagai berikut:
Perusahaan yang kesulitan/kekurangan dana akan segera
memperoleh dana tunai sehingga terdapat aliran kas masuk
(cash flow) yang bisa digunakan untuk modal kerja perusahaan.
Aliran kas akan lebih lancar karena perusahaan tidak perlu
menunggu pencairan piutang sampai jatuh tempo.
Tugas perusahaan (klien) dalam pengelolaan administrasi
penjualan dapat dialihkan ke lembaga anjak piutang karena
lembaga ini membantu mengelola administrasi penjualan dan
penagihan (sales ledgering and collection service).
Perusahaan (klien) tidak ragu dalam penjualan produknya
terutama kepada customer baru karena risiko tagihan macet bisa
ditanggung bersama dengan lembaga anjak piutang (credit
insurance).
Anjak piutang dapat memperbaiki sistem penagihan sehingga
piutang dapat dibayar tepat saat jatuh tempo dan sebisa mungkin
penagihan ini tidak merusak hubungan baik antara perusahaan
(klien) dengan pelanggannya (customer).
a
b
c
d
Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)3
Consumer Financing atau sering disebut dengan Pembiayaan Konsumen
adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan
kepada debitur untuk pembelian barang atau jasa yang akan langsung
dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi ataupun
distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan di atas disebut
perusahaan pembiayaan konsumen atau consumer finance company.
Perusahaan pembiayaan konsumen dapat didirikan oleh suatu institusi
non Bank maupun oleh bank, tetapi pada dasarnya antara Bank yang
mendirikan dengan perusahaan pembiayaan konsumen yang didirikan
merupakan suatu badan usaha yang terpisah satu dengan yang lainnya.
Atas dasar kepemilikannya, perusahaan pembiayaan konsumen dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu perusahaan pembiayaan konsumen
yang merupakan anak perusahaan dari supplier barang dan jasa yang
akan dibeli oleh debitur, perusahaan pembiayaan konsumen yang
merupakan satu grup usaha dengan supplier barang dan jasa yang akan
dibeli oleh debitur, dan perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak
mempunyai kaitan kepemilikan dengan supplier barang dan jasa yang
akan dibeli oleh debitur.
Dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang Perusahaan Pembiayaan disebutkan bahwa Kegiatan
Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen antara lain meliputi:
Pembiayaan kendaraan bermotor;
Pembiayaan alat-alat rumah tangga;
Pembiayaan barang-barang elektronik;
Pembiayaan perumahan.
a
b
c
d
Suatu transaksi Pembiayaan Konsumen melibatkan tiga pihak, yaitu
pihak perusahaan pembiayaan, pihak konsumen, dan pihak supplier.
Hubungan antara pihak-pihak dimaksud, yaitu sebagai berikut:
Hubungan Pihak Kreditur dengan Konsumen3.1Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan
kontraktual, yakni kontrak pembiayaan konsumen (Consumer Finance
Agreement). Dalam kontrak ini, pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan
pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi
biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk
pembelian sesuatu barang konsumsi, sedangkan pihak penerima biaya
(konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut
secara cicilan kepada pihak pemberi biaya.
Jadi hubungan kontraktual antara pihak dengan pihak konsumen adalah
sejenis perjanjian kredit, sehingga ketentuan tentang perjanjian kredit
berlaku. Ketentuan perkreditan yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan di bidang perbankan tidak berlaku, karena pemberi biaya
bukan bank sehingga tidak tunduk kepada peraturan perbankan.
Konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit tersebut adalah bahwa setelah
seluruh kontrak ditanda tangani dan dana sudah dicairkan serta barang
sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang
bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun
kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang lewat
perjanjian fidusia.
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan41 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 42
Hubungan Pihak Konsumen dengan Supplier3.2
Antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat suatu hubungan
jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, di mana pihak supplier selaku
penjual menjual barang kepada pihak konsumen selaku pembeli, dengan
syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi
biaya. Ini berarti bahwa apabila karena alasan apa pun pihak pemberi
biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara pihak
supplier dengan pihak konsumen sebagai pembeli akan batal.
Karena adanya perjanjian jual beli ini, maka seluruh ketentuan tentang
jual beli yang relevan berlaku. Sebagai contoh tentang adanya kewajiban
menanggung dari pihak penjual, kewajiban purna jual (garansi) dan
sebagainya.
Hubungan Penyedia Dana dengan Supplier3.3
Antara pihak penyedia dana dengan supplier tidak ada hubungan khusus,
kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yakni
disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian
jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen. Oleh karena itu,
jika pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya,
sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah
selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan
konsumen akan batal, sementara konsumen dapat menggugat pihak
pemberi dana karena wanprestasi tersebut.
Dalam menjalankan transaksi pembiayaan konsumen, terdapat
beberapa dokumen yang sering diperlukan, antara lain yaitu sebagai
berikut:
Dokumen pendahuluan, yang meliputi credit application form
(formulir aplikasi kredit), surveyor report (laporan survey), dan
credit approval memorandum (memo persetujuan kredit).
Dokumen pokok, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen itu
sendiri.
Dokumen jaminan, yaitu meliputi perjanjian fidusia, cessie
asuransi, kuasa menjual (kuitansi kosong yang ditandatangani
konsumen), pengakuan hutang, persetujuan suami atau istri,
atau persetujuan komisaris atau rapat umum pemegang saham.
a
b
Dokumen kepemilikan barang, yang biasanya berupa BPKB,
fotokopi STNK dan atau faktur-faktur pembelian, kwitansi
pembelian, sertifikat kepemilikan dan lain sebagainya.
Dokumen pemesanan dan penyerahan barang, dalam hal ini
biasanya diberikan certificate of delivery and acceptance,
delivery order, dan lain-lain.
Supporting documents, berisi dokumen-dokumen pendukung
yang untuk konsumen individu misalnya fotokopi KTP, fotokopi
kartu keluarga, pas foto, daftar gaji dan sebagainya. Sementara
itu untuk konsumen perusahaan, dokumen pendukung ini dapat
berupa anggaran dasar perusahaan berserta seluruh
perubahan dan tambahannya, fotokopi KTP yang diberi hak
menandatangani, NPWP, SIUP dan TDP, bank statement dan
sebagainya.
d
c
e
f
Adapun mekanisme transaksi pembiayaan konsumen yang dilakukan
oleh sebuah perusahaan pembiayaan pada prinsipnya sama dengan
transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Mekanisme
selengkapnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tahap Permohonana
Para konsumen untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan
konsumen, biasanya sudah mempunyai usaha yang baik dan
atau mempunyai pekerjaan tetap serta berpenghasilan yang
memadai. Sebelum mengajukan permohonan untuk
mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen, debitur
(konsumen) mengajukan surat permohonan dengan
melampirkan hal-hal sebagai berikut:
1) Foto kopi Kartu Tanda Penduduk debitur (konsumen)
Foto kopi Kartu Tanda Penduduk suami/isteri calon debitur
(konsumen)
Kartu Keluarga
Joko Hartanto, 2007, Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Pada PT. Federal International Finance (FIF) Kota Tegal, Skripsi pada Universitas Negeri Semarang, hlm 28.
27
2)
3)
27
HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3
-
CPPR-MEP UGM -- Kemitraan43 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 44
4) Rekening Koran tiga bulan terakhir.
Surat keterangan gaji, jika calon debitur bekerja
Surat keterangan lainnya yang diperlukan.
Budi Rachmat, 2002, Multi Finance: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, CV Novindo Pustaka Mandiri, Jak