[utama] hukum dan etika bisnis

57
KATA PENGANTAR uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang atas limpahan nikmat dan karunia-Nya penulisan seri Pmodul untuk pelatihan E-Procurement berjudul Hukum dan Etika Bisnis telah berhasil diselesaikan. Fokus dari modul ini adalah memberikan pemahaman kepada peserta terkait dengan aspek hukum bisnis dan etika bisnis yang penting dalam ranah pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya bagi pihak penyedia barang dan jasa atau yang sering disebut dengan istilah vendor. Pengadaan barang/jasa itu sendiri pada hakikatnya merupakan upaya pemerintah sebagai pengguna barang/jasa untuk mewujudkan atau mendapatkan barang/jasa yang diinginkan. Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dengan APBN/APBD harus dilakukan secara efisien, efektif, terbuka, dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Ranah hukum dan etika bisnis berperan penting dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana dimaksud. Oleh karena itu, melalui modul ini diharapkan pembaca akan mampu memahami aspek hukum dan etika bisnis sehingga proses pengadaan yang ada berlangsung dengan legal dan etis. Akhirnya sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa tidak ada gading yang tidak retak, begitu pula dengan modul ini. Oleh karena itu atas saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca diucapkan terima kasih. Semoga modul ini bermanfaat bagi para stakeholder yang berkaitan langsung atau tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa. Amin. Yogyakarta, 6 Februari 2012 Tim Penulis Modul CPPR

Upload: ari-siswanto

Post on 05-Sep-2015

276 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Masalah Hukum dan etika bisnis

TRANSCRIPT

  • KATA PENGANTAR

    uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

    yang atas limpahan nikmat dan karunia-Nya penulisan seri Pmodul untuk pelatihan E-Procurement berjudul Hukum dan Etika Bisnis telah berhasil diselesaikan. Fokus dari modul ini adalah

    memberikan pemahaman kepada peserta terkait dengan aspek

    hukum bisnis dan etika bisnis yang penting dalam ranah pengadaan

    barang dan jasa pemerintah, khususnya bagi pihak penyedia

    barang dan jasa atau yang sering disebut dengan istilah vendor.

    Pengadaan barang/jasa itu sendiri pada hakikatnya

    merupakan upaya pemerintah sebagai pengguna barang/jasa untuk

    mewujudkan atau mendapatkan barang/jasa yang diinginkan.

    Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai

    dengan APBN/APBD harus dilakukan secara efisien, efektif,

    terbuka, dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan

    akuntabel.

    Ranah hukum dan etika bisnis berperan penting dalam

    proses pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana dimaksud.

    Oleh karena itu, melalui modul ini diharapkan pembaca akan

    mampu memahami aspek hukum dan etika bisnis sehingga proses

    pengadaan yang ada berlangsung dengan legal dan etis.

    Akhirnya sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa

    tidak ada gading yang tidak retak, begitu pula dengan modul ini.

    Oleh karena itu atas saran dan masukan yang konstruktif dari

    pembaca diucapkan terima kasih. Semoga modul ini bermanfaat

    bagi para stakeholder yang berkaitan langsung atau tidak langsung

    dalam proses pengadaan barang/jasa. Amin.

    Yogyakarta, 6 Februari 2012

    Tim Penulis Modul CPPR

  • DAFTAR ISI

    BAB IPENDAHULUAN

    BAB IIHUKUM KONTRAK

    A. Latar Belakang

    B. Maksud dan Tujuan

    A. Pengantar

    B. Pengertian dan Ruang Lingkup Periikatan dan Perjanjian Kontrak

    C. Syarat-Syarat Sahnya Sebuah Kontrak

    D. Hal-Hal yang Membatalkan Kontrak

    E. Wanprestasi dalam Kontrak

    F. Forje Majeur

    G. Berakhirnya Kontrak

    1

    4

    4

    3

    2

    BAB IIIHUKUM JAMINAN

    BAB IVHUKUM LEMBAGA KEUANGAN BANK

    BAB VHUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN

    A. Pengantar

    B. Pengertian dan Ruang Lingkup Jaminan

    C. Bentuk-Bentuk Jaminan

    D. Eksekusi Jaminan

    A. Pengantar

    B. Pengertian Bank

    C. Kegiatan Usaha dan Produk Bank

    A. Pengantar

    B. Perusahaan Pembiayaan

    C. Perusahaan Modal Ventura

    13

    14

    13

    13

    MODUL HUKUM DAN ETIKA BISNIS

    4

    6

    7

    8

    10

    11

    17

    22

    23

    22

    22

    28

    28

    50

    28

  • DAFTAR ISI

    D. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur

    A. Pengantar

    B. Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat

    C. Prinsip Hukum per se dan rule of reason

    D. Bentuk-Bentuk Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat

    E. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU): Posisi dan Wewenangnya

    F. Beberapa Contoh Kasus dari Putusan KPPU

    A. Latar Belakang

    B. Pengertian dan Klasifikasi Konsumen

    BAB VIHUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

    BAB VIIHUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

    C. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Kewajiban Konsumen dalam Bertransaksi

    D. Hak Publik

    E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

    A. Pengantar

    B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis

    C. Lembaga Penyelesaian Sengketa

    A. Pengantar

    B. Beberapa Contoh Adopsi Standar Prinsip Internasional

    BAB VIIIPENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

    BAB IXSTANDAR PRINSIP INTERNASIONAL:SEBUAH WACANA

    79

    74

    73

    77

    53

    56

    58

    57

    56

    71

    59

    67

    67

    71

    71

    79

    79

    82

    86

    86

    86

    MODUL HUKUM DAN ETIKA BISNIS

  • DAFTAR ISI

    A. Pengantar

    B. Pengertian Etika dan Etika dan Bisnis

    C. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis

    D. Bisnis dan Masyarakat

    E. Business as a Human Investor

    F. Contoh Kasus Etika Bisnis

    A. Kesimpulan

    B. Saran

    BAB XETIKA BISNIS

    BAB XIPENUTUP

    95

    96

    95

    95

    103

    103

    104

    101

    100

    99

    MODUL HUKUM DAN ETIKA BISNIS

  • BAB IPendahuluan

    Latar BelakangAPengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan

    Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh

    Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang

    prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

    seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Proses pengadaan dimaksud

    diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

    Barang dan Jasa Pemerintah.

    Vendor selaku salah satu stakeholder dalam Pengadaan Barang dan Jasa

    dalam melaksanakan aktivitasnya sudah seharusnya mengetahui aspek hukum

    dan aspek etik dalam pengadaan dimaksud. Aspek hukum perlu diketahui agar

    hubungan hukum yang dilakukan dengan pihak pemerintah, lembaga

    keuangan, supplier dapat dilakukan sebagaimana mestinya dan terhindar dari

    perbuatan-perbuatan yang akan merugikan diri sendiri maupun pihak lain

    seperti wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Sedangkan aspek etika

    bisnis perlu diketahui agar dalam menjalankan aktivitasnya selalu menjunjung

    tinggi dan melaksanakan nilai-nilai etis.

    Oleh karena itu, melalui modul Hukum dan Etika Bisnis ini akan diperkenalkan

    kepada pembaca mengenai bidang-bidang hukum yang terkait langsung atau

    tidak langsung terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa, yaitu: Hukum

    Kontrak, Hukum Jaminan, Hukum Lembaga Keuangan, Hukum Lembaga

    Pembiayaan, Hukum Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Hukum

    Perlindungan Konsumen, dan Penyelesaian Sengketa Bisnis. Dari aspek etika

    akan dipaparkan mengenai Standar Prinsip Internasional dan Etika Bisnis.

    Hukum Kontrak merupakan inti dari setiap transaksi bisnis. Hubungan hukum

    keperdataan yang dibuat oleh para pihak senantiasa mendasarkan pada

    kontrak atau perjanjian, yang mana apabila kontrak atau perjanjian memenuhi

    syarat sah sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata

    berlaku bagi para pihak sebagaimana undang-undang, membebani kewajiban

    bagi para pihak untuk melaksanakan dengan penuh itikad baik, dan tidak boleh

    dibatalkan sepihak tanpa ada alasan yang sah. Kegiatan transaksi antara

    vendor dan pemerintah dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah

    senantiasa mendasarkan pada aspek-aspek dari hukum kontrak.

    Aspek hukum lain yang juga perlu diketahui oleh vendor adalah terkait dengan

    Hukum Jaminan, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Pembiayaan, Hukum

    Perlindungan Konsumen, Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

    Sehat, serta Hukum Perlindungan Konsumen. Ketentuan yang ada dalam

    bidang hukum tersebut memang tidak terkait langsung dalam proses

    pengadaan barang dan jasa pemerintah, akan tetapi keberadaan dari lembaga

    keuangan bank maupun lembaga pembiayaan dapat dijadikan alternatif dalam

    proses pengadaan ketika dana yang berasal dari APBN/APBD tidak serta merta

    dapat dicairkan pasca penandatanganan kontrak dan proses pembuatan dari

    barang sesuai spesifikasi sudah harus dimulai oleh vendor.

    Adapun Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat sangat penting

    dipahami oleh vendor selaku penyuplai kebutuhan barang/jasa pemerintah,

    agar dalam melakukan kegiatannya tidak terjebak pada perjanjian atau kegiatan

    yang dilarang seperti maraknya persekongkolan tender dalam proses

    pengadaan. Sementara Hukum Perlindungan Konsumen perlu dipahami,

    karena seringkali ketika masyarakat yang menggunakan barang/jasa

    pemerintah merasa dirugikan akan menggugat pihak pemerintah, kemudian

    ujung-ujungnya vendor selaku penyedia barang/jasa akan ditarik sebagai turut

    tergugat di Pengadilan.

    Aspek hukum terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai

    penyelesaian sengketa bisnis, baik litigasi maupun non-litigasi. Vendor

    hendaknya mengetahui berbagai model penyelesaian sengketa yang ada agar

    tidak setiap sengketa yang muncul selalu dibawa ke pengadilan. Penyelesaian

    sengketa melalui litigasi di pengadilan seringkali memakan waktu yang lama,

    prosesnya rumit, berbiaya mahal, putusan tidak dapat diprediksi, dan berpotensi

    mengganggu hubungan baik di antara pihak-pihak yang bersengketa.

    Standar Internasional dan Etika Bisnis juga merupakan hal yang tidak kalah

    penting untuk diperhatikan dalam proses pengadaan barang dan jasa

    pemerintah. Apabila hukum dan etik dilaksanakan, maka cita-cita untuk

    mewujudkan clean government dan birokrasi yang bebas korupsi, kolusi, dan

    nepotisme dapat segera diwujudkan.

    CPPR-MEP UGM -- Kemitraan1 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 2

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan3 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 4

    Maksud dan TujuanBMaksud dan tujuan dari Modul Hukum dan Etika Bisnis ini, antara lain yaitu

    sebagai berikut:

    1Memberikan pemahaman bagi partisipan mengenai aspek hukum dan

    etika bisnis dalam pengadaan barang/jasa;

    2Memberikan keterampilan bagi partisipan dalam implementasi hukum dan

    etika bisnis dalam pengadaan barang/jasa;

    3Memberikan pemahaman terhadap partisipan terkait resiko hukum atas

    transaksi-transaksi bisnis yang dilakukan.

    BAB IIHukum Kontrak

    PengantarAKontrak merupakan elemen penting dalam setiap hubungan hukum

    keperdataan antara orang/badan satu dengan yang lain. Hukum memberikan

    status sebagai undang-undang bagi kontrak yang dibuat secara sah. Akibatnya

    para pihak wajib melaksanakan isi kontrak dimaksud dengan itikad baik dan

    dilarang melakukan pembatalan secara sepihak, kecuali dengan alasan yang

    sah. Dengan demikian dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah,

    dimana hubungan hukum antara pemerintah dan vendor didasarkan pada

    hubungan kontraktual menjadi suatu keniscayaan adanya pemahaman yang

    komprehensif terkait dengan hukum kontrak.

    Pengertian dan Ruang Lingkup Perikatan dan Perjanjian/KontrakB

    Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau

    lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu

    berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Perikatan

    terdiri dari perikatan yang lahir karena undang-undang, maupun perikatan yang

    lahir karena perjanjian. Kedua-duanya sama-sama mempunyai akibat hukum

    bahwa salah satu pihak wajib menunaikan prestasi, sedangkan pihak lain

    berhak atas prestasi. Ada yang bersifat prestasi sepihak dan ada yang bersifat

    timbal balik.

    Perikatan yang lahir karena undang-undang misalnya karena adanya perbuatan

    pengurusan sukarela (zaakwarneming) dan karena adanya perbuatan melawan

    hukum dari salah satu pihak yang menimbulkan kewajiban bagi pihak yang

    bersalah melakukan perbuatan tersebut memberikan ganti kerugian. Perikatan

    yang lahir karena perjanjian misalnya, perjanjian jual beli yang melahirkan

    kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan barang dan kewajiban pembeli

    Pengertian dan Ruang Lingkup Perikatan1

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan5 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 6

    menyerahkan sejumlah uang. Hak dari salah satu pihak menjadi kewajiban

    pihak lain begitu pula sebaliknya.

    Pengertian dan Ruang Lingkup Perjanjian2

    Suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1

    (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau

    lebih. Definisi ini oleh para sarjana hukum dianggap tidak lengkap dan terlalu

    luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian

    sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup

    perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang

    merupakan perjanjian juga. Perbedaan terletak pada tempat diaturnya, tentang

    janji kawin diatur dalam Buku I KUHPerdata tentang orang, sedangkan

    perjanjian di bidang harta kekayaan diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang

    perikatan.

    Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat

    dibuat secara lisan atau tertulis. Namun untuk perjanjian tertentu undang-

    undang menentukan bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti

    maka perjanjian tidak sah. Dengan demikian sebenarnya bentuk tertulis lebih

    ditujukan untuk kepentingan alat bukti.

    Pengertian dan Ruang Lingkup Kontrak3

    Dalam kaca mata bisnis kontrak adalah perjanjian obligatoir, yakni perjanjian

    dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan

    suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja

    belum mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual

    kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus

    diikuti dengan penyerahan (perjanjian kebendaan).

    Dalam khasanah hukum perdata kontrak dapat dibedakan menjadi kontrak

    nominat dan kontrak inominat. Kontrak nominat adalah kontrak yang sudah

    dikenal dalam KUHPerdata, seperti kontrak jual beli dan kontrak sewa-

    menyewa, sedangkan kontrak inominat adalah kontrak yang pengaturannya di

    luar KUHPerdata, seperti kontrak karya, kontrak joint venture, dan kontrak kredit

    bank.

    Syarat-syarat sahnya sebuah kontrakCSyarat sahnya sebuah kontrak harus memenuhi unsur-unsur berupa:

    kesepakatan para pihak, kecakapan, obyek tertentu, dan kausa yang halal.

    Penjelasannya adalah sebagai berikut:

    Lihat Pasal 1320 KUHPerdata

    Lihat Pasal 1329 KUHPerdata

    Lihat Pasal 1330 KUHPerdata

    2

    Lihat Pasal 1313 KUHPerdata1

    1

    Bahwa kedua pihak harus mempunyai kebebasan dalam menyatakan

    kehendak. Para pihak tidak mendapat tekanan yang mengakibatkan

    adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Tidak dianggap

    terjadi kesepakatan, jika ada unsur paksaan, kekhilafan, maupun

    penipuan. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak

    yang disetujui antara para pihak.

    Kesepakatan Para Pihak1

    Mengenai kecakapan ini ketentuanya adalah bahwa setiap orang adalah

    cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak

    dinyatakan tidak cakap. Lebih lanjut dalam disebutkan bahwa tidak cakap

    untuk membuat persetujuan-persetujuan atau perjanjian adalah: (1)

    orang-orang yang belum dewasa; (2) mereka yang ditaruh di bawah

    pengampuan; (3) orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan

    oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa

    undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan

    tertentu. Ketentuan nomor (3) tersebut saat ini dinyatakan sudah tidak

    berlaku lagi. Jadi perempuan dianggap cakap melakukan perbuatan

    hukum sendiri.

    Kecakapan pihak-pihak yang melakukan kontrak2

    Syarat obyek tertentu disini meliputi:

    Obyek tertentu3

    Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan;

    Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum

    antara lain seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung

    umum dan sebagainya tidak dapat dijadikan obyek perjanjian;

    Dapat ditentukan jenisnya.

    3

    4

    2

    3

    4

    3.1

    3.2

    3.3

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan7 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 8

    Bahwa suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena

    suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.

    Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan kausa adalah isi atau

    maksud dari perjanjian.

    Kausa yang halal4

    Lihat Pasal 1335 KUHPerdata5

    5

    Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif, yang apabila syarat itu dilanggar

    maka perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya tanpa pembatalan maka

    perjanjian tetap dianggap sah dan punya kekuatan mengikat. Syarat 3 dan 4

    merupakan syarat obyektif, yang apabila dilanggar maka perjanjian batal demi

    hukum. Artinya sejak semula perjanjian itu tidak ada. Namun demikian

    pernyataan batal demi hukum harus dinyatakan dalam sidang pengadilan oleh

    Majelis Hakim.

    Keempat syarat sebagaimana tersebut di atas menentukan keabsahan dari

    sebuah kontrak. Apabila syarat tersebut terpenuhi, maka berlaku ketentuan

    bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah mengikat seperti undang-

    undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya. Perjanjian atau kontrak

    tersebut tidak dapat diputuskan secara sepihak dan para pihak wajib

    melaksanakannya dengan penuh itikad baik (in good faith).

    Paksaan, Kekhilafan, dan Penipuan1

    Hal-hal yang Membatalkan KontrakD

    Paksaan (Dwang)1.1

    Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu

    persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya persetujuan, juga apabila

    paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa

    persetujuan tersebut tidak telah dibuat.

    Paksaan ini bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal yang

    demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya jika seseorang

    yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah dan membuat ia

    mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian. Paksaan disini

    adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia)

    dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan

    kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Paksaan harus

    benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan.

    Kekhilafan (Dwaling)1.2

    Kekhilafan dibedakan menjadi kekhilafan mengenai orang (error in

    persona) dan kekhilafan mengenai hakikat barangnya (error in

    substantia). Adanya kekhilafan dapat dijadikan sebagai alasan untuk

    membatalkan perjanjian.

    Penipuan (Bedrog)1.3

    Dapat dijadikan sebagai alasan untuk membatalkan perjanjian, apabila

    tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa

    sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak akan membuat

    perikatan, jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak

    dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

    Pihak-pihak yang melakukan kontrak tidak cakap hukum2Tidak cakap hukum, yakni: (1) orang-orang yang belum dewasa; (2)

    mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; (3) orang-orang perempuan,

    dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya

    semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat

    persetujuan-persetujuan tertentu. Belum dewasa dalam kontek hukum di

    Indonesia indikatornya berbeda antar bidang hukum satu dengan yang

    lain, khusus di bidang hukum perjanjian kedewasaan ditentukan apabila

    seseorang sudah mencapai usia 21 tahun.

    Lihat Pasal 1330 KUHPerdata7

    7

    Obyek kontrak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum3

    Apabila obyek kontrak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,

    dan ketertiban umum maka konsekuensinya batal demi hukum. Sejak

    semula kontrak itu dianggap tidak ada. Pernyataan batal demi hukum ini

    harus dinyatakan dalam sidang pengadilan.

    Wanprestasi dalam kontrakE2Wanprestasi dalam kontrak1

    Hal ini bisa disebabkan debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa

    juga disebabkan karena debitur obyektif tidak mungkin berprestasi lagi

    atau secara subyektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi. Pada

    peristiwa pertama memang kreditur tidak bisa lagi berprestasi, sekalipun

    ia mau.

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan9 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 10

    Di sini debitur memang dalam fikirannya telah memberikan prestasinya,

    akan tetapi dalam kenyataannya yang diterima oleh kreditur lain dari pada

    yang diperjanjikan.

    Tidak melaksanakan kontrak dengan sempurna atau keliru2

    5

    Tidak tepat pada waktunya misalnya terlambat menyerahkan prestasi

    sehingga kreditur rugi karenanya. Atau justru terlalu awal debitur

    menyerahkan prestasinya kepada kreditur. Dalam praktik yang sering

    terjadi adalah keterlambatan debitur untuk berprestasi.

    Melaksanakan kontrak tidak pada waktunya3

    5

    Dalam kontrak biasanya terdapat hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh

    debitur atau yang disebut dengan negative covenant. Apabila debitur

    melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam kontrak, maka ia

    dianggap telah melakukan cidera janji (breach of contract).

    Melakukan hal-hal yang dilarang dalam kontrak4

    5

    Dalam kenyataan sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi

    prestasi (wanprestasi), karena seringkali ketika mengadakan perjanjian pihak-

    pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan

    di dalam perjanjian atau kontrak yang dibuat di mana waktu untuk melaksanakan

    pretasi ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan sendirinya. Yang mudah

    untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah pada perikatan

    untuk tidak berbuat sesuatu. Apabila orang itu melakukan perbuatan yang

    dilarang tersebut, maka ia tidak memenuhi perikatan.

    Adapun hak-hak kreditur dalam hal debitur mengalami wanprestasi adalah

    sebagai berikut:

    Hak menuntut pemenuhan perikatan;

    Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu

    bersifat timbal balik menuntut pembatalan perikatan;

    Hak menuntut ganti rugi;

    Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;

    Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.

    a

    Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,

    Bandung, hlm. 21.

    8

    8

    b

    c

    d

    e

    Force MajeurFMenurut undang-undang ada 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan

    memaksa (force majeur), yaitu: (1) tidak memenuhi prestasi; (2) ada sebab yang

    terletak di luar kesalahan debitur; (3) faktor penyebab itu tidak diduga

    sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.

    Adanya keadaan memaksa mengakibatkan sebuah perjanjian tidak lagi bekerja

    walaupun perjanjian tersebut masih eksis. Konsekuensi hukumnya:

    Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi;

    Tidak dapat mengatakan bahwa debitur berada dalam

    keadaan lalai dan karena itu tidak dapat menuntut;

    Kreditur tidak dapat meminta pemutusan perjanjian;

    Pada perjanjian timbal balik, maka gugur kewajiban untuk

    melakukan kontraprestasi.

    Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan keadaan

    memaksa ini adalah:

    a

    b

    c

    d

    e

    Debitur dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa

    itu dengan jalan penangkisan (eksepsi).

    Berdasarkan Jabatan Hakim tidak dapat menolak gugatan

    berdasarkan keadaan memaksa, yang berutang memikul

    beban untuk membuktikan adanya keadaan memaksa.

    1)

    2)

    Force majeur dapat dibedakan menjadi force majeur mutlak (absolut), yakni

    apabila prestasi dari debitur tidak mungkin dapat dilaksanakan sama sekali dan

    force majeur relatif, yakni bahwa prestasi masih mungkin dilaksanakan tetapi

    dengan pengorbanan yang besar. Force majeur mutlak (absolut), misalnya

    bencana alam yang menghancurkan obyek perjanjian, sedangkan force majeur

    relatif misalnya terjadi perubahan kebijakan pemerintah sehingga apabila

    prestasi tetap dilaksanakan, maka dianggap melakukan pelanggaran hukum.

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan11 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 12

    Berakhirnya kontrakGBerdasarkan Pasal 1381 KUHPerdata, berakhirnya perikatan disebabkan oleh:

    Karena pembayaran;

    Karena penawaran pembayaran tunai, yang diikuti dengan

    penyimpanan atau penitipan;

    Karena pembaharuan utang;

    Karena perjumpaan utang atau kompensasi;

    Karena percampuran utang;

    Karena pembebasan utang;

    Karena musnahnya barang yang terutang;

    Karena kebatalan atau pembatalan;

    Karena berlakunya suatu syarat batal;

    Karena lewatnya waktu;

    Tujuan kontrak telah terpenuhi.

    a

    b

    c

    d

    e

    f

    g

    h

    I

    j

    k

    Kasus I

    Sebuah supplier komputer di Yogyakarta memenangkan tender pengadaan

    1000 unit komputer untuk kepentingan kantor suatu instansi pemerintah yang

    harus disediakan dalam jangka waktu 1 (bulan) setelah penandatanganan

    kontrak. Pada hari yang ditentukan ditandatangi kontrak pengadaan antara

    supplier tersebut dengan Tuan X selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

    Tuan X dalam realitasnya ternyata juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran

    (PA) sehingga proses untuk pengadaan berlangsung lebih efektif dan efisien.

    Setelah jangka waktu berakhir ternyata pihak supplier belum dapat memenuhi

    1000 unit komputer sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan berbagai

    alasan. Bagaimana penyelesaian terbaik untuk kasus dimaksud?

    Bahwa setelah membaca peraturan perundang-undangan yang ada ternyata

    terjadi antinomi (pertentangan) antara Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang

    Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah dengan Permendagri No. 21 Tahun

    2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006

    tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Bahwa Perpres No. 54

    Tahun 2010 menegaskan pemisahan antara PA/KPA dengan PPK berupa

    pemberian kriteria (persyaratan) dan kewenangan yang berbeda, namun

    dalam Permendagri No. 21 Tahun 2011 keduanya dapat dirangkap dan

    dijadikan satu.

    Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berlaku asas lex superior

    derogat legi inferior, yakni bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih

    tinggi mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang

    lebih rendah. Dalam kasus di atas, kedudukan Perpres lebih tinggi daripada

    Permendagri sehingga konsekuensi hukumnya Permendagri tidak boleh

    bertentangan dengan Perpres. Konsekuensi hukum lebih lanjut

    Permendagri, khususnya yang terkait dengan PA/KPA sekaligus bisa menjadi

    PPK tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

    Tuan X yang menjadi PA sekaligus PPK dengan demikian tidak mempunyai

    kewenangan dalam proses pengadaan ini karena adanya larangan

    sebagaimana dimaksud dalam Perpres.

    Dengan demikian, perjanjian pengadaan barang yang dibuat antara pihak

    supplier dan PPK dapat dibatalkan, artinya tanpa adanya pembatalan,

    perjanjian pengadaan masih mempunyai kekuatan mengikat. Tanpa

    pembatalan dari vendor, prestasi tetap harus ditunaikan.

    a

    b

    c

    d

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan13 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 14

    BAB IIIHukum Jaminan

    Latar BelakangAHubungan kontraktual yang berlangsung antara orang/badan yang satu dengan

    yang lain senantiasa harus didasarkan pada unsur kepercayaan. Artinya harus

    ada kepercayaan bahwa pihak lain akan melakukan prestasi sebagaimana yang

    diperjanjikan dalam kontrak. Namun demikian dalam praktiknya, kepercayaan

    tidak mudah didapatkan apalagi terhadap pihak yang baru dikenal dan

    menyangkut transaksi dengan nominal besar. Oleh karena itu dalam rangka

    mengamankan hubungan kontraktual dimaksud salah satu pihak biasanya

    menyaratkan adanya jaminan, baik jaminan perorangan maupun jaminan

    kebendaan. Adanya jaminan akan terasa sangat bermanfaat, ketika salah satu

    pihak melakukan wanprestasi atas isi kontrak yang disepakati.

    Dalam praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah, pihak vendor yang

    memenangkan tender selain menadatangani kontrak juga diminta menyediakan

    jaminan. Oleh karena itu hukum mengenai jaminan merupakan hal penting yang

    perlu dipahami oleh stakeholder, khususnya vendor.

    Pengertian dan Ruang Lingkup JaminanBHukum jaminan adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan yang mengatur

    tentang jaminan akibat adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum

    adalah suatu perbuatan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban antara

    kreditur dan debitur. Apabila hak dan kewajiban ini tidak dilaksanakan sesuai

    dengan yang disepakati maka ada sanksi hukumnya.

    Bahwa segala harta kekayaan milik debitur baik yang sudah ada maupun yang

    akan ada baik yang berwujud benda bergerak maupun benda tetap akan

    menjadi jaminan untuk segala hutang-hutangnya dari para kreditur-krediturnya.

    Hasil dari penjualan harta benda tersebut akan dibagi secara bersama-sama

    para kreditur sebanding dengan piutang yang diberikan kecuali ada alasan

    untuk lebih didahulukan pelunasannya.

    Yang dimaksud dengan jaminan ialah sesuatu yang diberikan kepada kreditur

    untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang

    dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Baik perikatan itu

    lahir dari undang-undang ataupun perikatan itu yang lahir dari suatu perjanjian.

    Bentuk-Bentuk JaminanCJaminan Perorangan1Jaminan atas hak perorangan adalah suatu bentuk jaminan atas diri

    seorang pihak ketiga yang berisi kesanggupan untuk melunasi hutang

    yang dibuat pihak debitur kepada seorang kreditur. Pihak ketiga ini yang

    akan membayar kepada kreditur manakala pihak debitur tidak melakukan

    kewajibannya membayar hutang kepada kreditur. Pihak ketiga baru akan

    melakukan pembayaran, bilamana pihak debitur sendiri sudah tidak dapat

    membayar.

    Dengan demikian, jaminan perorangan adalah jaminan yang

    menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat

    dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur

    umumnya. Maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan

    kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau

    sampai suatu bagian tertentu. Harta benda si penanggung (penjamin)

    dapat disita dan dilelang menurut ketentuan. Termasuk dalam jenis

    perjanjian perorangan adalah: (1) Personal guaranty; (2) Corporate

    guaranty; dan (3) Bank guaranty.

    7

    Lihat Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata9

    9

    Jaminan Kebendaan2Jaminan atas suatu benda adalah hak mutlak atas suatu benda untuk

    memperoleh pelunasan daripadanya atas piutang seorang kreditur. Untuk

    jaminan suatu benda tetap berupa tanah dilakukan dengan Hak

    Tanggungan dan selain tanah dengan hipotik, sedang untuk benda

    bergerak dilakukan dengan gadai atau fidusia.

    Hak kebendaan mempunyai sifat selalu mengikuti bendanya meskipun

    benda dimaksud dikuasai oleh orang lain, mempunyai hak lebih

    didahulukan, dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, serta

    diperalihkan kepada orang lain. Dengan demikian termasuk dalam

    jaminan kebendaan adalah jaminan yang obyeknya adalah benda

    bergerak (gadai dan Fidusia) dan jaminan yang obyeknya benda tetap

    (hipotik dan hak tanggungan).

    7

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan15 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 16

    Gadai2.1

    Adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,

    yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh seorang lain atas

    namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk

    mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan

    daripada kreditur-kreditur lainnya, dengan kekecualian biaya untuk

    melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk

    menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana

    harus didahulukan.

    Adapun unsur-unsur gadai adalah sebagai berikut:

    Gadai diberikan hanya atas benda bergerak;

    Jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan

    Pemberi Hadai (Debitur), adanya penyerahan benda gadai

    secara fisik (levering);

    Gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh

    pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur

    (droit de preference);

    Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk

    mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.

    a

    b

    c

    d

    Jaminan fidusia2.2

    Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

    kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak

    kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik

    benda. Adapun jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda

    bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda

    tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

    tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4

    Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam

    penguasaan pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang

    tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

    Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

    Dasar hukum dari jaminan fidusia adalah Undang-Undang Nomor 42

    Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah

    Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan

    Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Adapun unsur-

    unsur dari fidusia adalah sebagai berikut:

    Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia10

    10

    Fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur

    tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik kepada kreditur

    tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum

    possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan

    mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur

    menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada

    kreditur);

    Fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

    kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil

    eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan;

    Fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk

    menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.

    a

    b

    c

    Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia berupa: (a) utang

    yang telah ada; (b) utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah

    diperjanjikan dalam jumlah tertentu; dan (c) utang yang pada saat

    eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok

    yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

    Pasal 7 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

    Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

    Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

    12

    11

    Hak Tanggungan2.3

    Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan

    dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak

    jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana

    dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

    Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut

    benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,

    untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

    diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

    Bahwa utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan

    dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan

    dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan

    eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan

    perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan

    hubungan utang-piutang yang bersangkutan. Hak Tanggungan dapat

    diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum

    atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan

    hukum.

    12

    13

    13

    11

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan17 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 18

    Adapun hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:

    (a) Hak Milik; (b) Hak Guna Usaha; (c) Hak Guna Bangunan. Hak

    Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib

    didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga

    dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan

    pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang

    telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah

    tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang

    pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian

    Hak Tanggungan yang bersangkutan.

    Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu

    Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.

    Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu

    Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan

    ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.

    Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama

    ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak

    Tanggungan yang bersangkutan.

    Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia14

    14

    Eksekusi JaminanD

    Apabila debitur atau pemberi gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda

    yang menjadi obyek jaminan gadai dapat dilakukan:

    Eksekusi Jaminan Benda Bergerak1

    5

    Gadai1.1

    Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai

    manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual

    benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan dahulu

    mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau

    Pemberi Gadai;

    Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah

    pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada

    Pemberi Gadai.

    a

    b

    Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap

    benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

    5

    Fidusia1.1

    Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti

    eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui

    pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk

    melaksanakan putusan tersebut;

    Penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas

    kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum

    serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

    Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan

    kesepakatan bersama jika dengan cara demikian dapat

    diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak;

    Pelaksanaan penjualan di bawah tangan dilakukan setelah

    lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis

    oleh Para Pihak kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan

    diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar di daerah yang

    bersangkutan.

    a

    b

    c

    d

    PPAT adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah16

    Eksekusi jaminan benda tetap berupa Hak Tanggungan1.3

    15

    Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996

    menyebutkan bahwa Hak Tanggungan atas tanah beserta

    benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya

    disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan

    pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-

    undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

    merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan

    utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

    kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

    Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk

    memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan

    utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan

    bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang

    bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan

    utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut

    dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak

    Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-

    undang No. 4 Tahun 1996);

    a

    b

    16

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan19 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 20

    Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor

    Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan,

    Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak

    Tanggungan yang memuat irah-irah "DEMI KEADILAN

    BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (Pasal 13

    ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun

    1996);

    Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial

    yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh

    kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka

    berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat

    Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon

    eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan

    Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan

    seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;

    Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,

    penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah

    tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi

    yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-

    undang No.4 Tahun 1996);

    Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat

    dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan

    secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak

    Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan

    diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang

    beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa

    setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan

    (Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996);

    Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat

    dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi

    persyaratan sebagai berikut:

    c

    d

    e

    f

    g

    Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum

    lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;

    Tidak memuat kuasa substitusi;

    1)

    2)

    Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan,

    jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama

    dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak

    Tanggungan;

    3)

    Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi

    putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.

    Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan

    pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.

    Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani

    Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada

    Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah

    tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan

    secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada pembeli

    lelang.

    Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka

    berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11)

    HIR.

    Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk

    menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat

    (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga

    dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas

    permohonan pemegang hak tanggungan pertama, Janji ini

    hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan pertama saja.

    Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat

    janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat

    (2) j UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), maka

    apabila ada Hak tanggungan lain-lainnya dan hasil lelang tidak

    cukup untuk membayar semua Hak tanggungan yang

    membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan

    yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang

    bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan

    pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah

    tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum

    terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut

    dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan

    dikeluarkan dengan paksa.

    h

    I

    j

    k

    l

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan21 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 22

    Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan

    Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh

    Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan

    alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang

    diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan

    oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan

    bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.

    Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali

    dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu

    atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang

    (Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg

    m

    n

    BAB IVHukum LembagaKeuangan Bank

    Pengantar ABank memiliki peran yang sangat penting dalam sistem perekonomian suatu

    Negara, artinya apabila sistem perbankan dalam suatu Negara itu sehat, maka

    sistem perekonomiannya akan sehat pula. Demikian pula sebaliknya apabila

    sistem perbankannya sakit, akan dapat mengakibatkan sistem perekonomian

    dalam Negara yang bersangkutan menjadi sakit dan terpuruk. Pernyataan ini

    diperkuat oleh J. Soedradjad Dijwandono yang menyatakan bahwa kondisi bank

    yang sehat dalam suatu Negara akan sangat menentukan efektifitas

    pengelolaan ekonomi makro dalam mencapai berbagai sasaran dalam

    pembangunan secara seimbang. Pengadaan barang/jasa pemerintah secara

    langsung atau tidak langsung terkait dengan perbankan, oleh karena itu aspek

    hukum atas perbankan perlu diketahui, khususnya oleh vendor sebagai pihak

    yang menyediakan barang/jasa yang diperlukan oleh pemerintah.

    Rimsky K. Judisseno, 2002, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 3.

    J. Soedradjad Djiwandono,2001, Bergulat Dengan Krisis Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Cet.1, PT. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 139.

    18

    17

    18

    17

    Pengertian BankBPengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

    1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

    Perbankan yang menyebutkan:

    Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

    bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

    atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

    banyak.

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan23 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 24

    Industri perbankan adalah industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan

    masyarakat (fiduciary financial institution). Kepercayaan masyarakat adalah

    segala-galanya bagi bank. Begitu masyarakat tidak percaya pada bank, bank

    akan menghadapi rush dan akhirnya kolaps. Di AS pada abad 19-20, setiap 20

    tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai akibat krisis kepercayaan,

    demikian menurut Lash.

    Kegiatan Usaha dan Produk BankCDitinjau dari substansi pengaturannya, kegiatan usaha bank ditentukan sebagai

    berikut:

    1 Kegiatan usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat;

    Kegiatan-kegiatan usaha yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh

    bank;

    Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan

    usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan

    bidang usaha yang ingin dikembangkan. Bank yang menjalankan

    usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip syariah

    dalam kegiatan usahanya.

    2

    3

    Dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa usaha-

    usaha yang dijalankan oleh Bank Umum meliputi :

    Menghimpun Dana dari Masyarakat1Bank Umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

    berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk

    lainnya yang dipersamakan dengan itu.

    Memberikan kredit2Kegiatan bank dalam memberikan kredit merupakan fungsi utama dari

    bisnis perbankan, yakni fungsi menyalurkan dana dari para deposan

    penyimpan dana. Fungsi ini juga memberikan return atau penghasilan

    yang paling besar sebanding dengan risiko yang dihadapi perbankan.

    Lash, 1987, Banking Law and Regulations : An Economis Perspentive, Prentice-Hall Inc, USA,p.8.

    Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 208-211.

    20

    19

    19

    20

    Menerbitkan surat pengakuan utang3Bank Umum dapat menerbitkan surat pengakuan utang baik yang

    berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat pengakuan

    utang yang berjangka pendek adalah sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 100 sampai Pasal 229 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,

    yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar Uang

    (SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin

    dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan utang

    berjangka panjang dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.

    Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :4

    Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank

    yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan

    dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

    Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa

    berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan

    surat-surat dimaksud;

    Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

    Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

    Obligasi;

    Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

    Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai

    dengan 1 (satu) tahun.

    a

    b

    c

    d

    e

    f

    g

    Memindahkan uang (Transfer)5Bank Umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk

    kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Pengiriman

    uang (transfer) adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat

    dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan

    sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang

    dtujukan kepada pihak lain (perusahaan, lembaga, atau perorangan) di

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan25 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 26

    tempat lain baik di dalam maupun luar negeri.

    Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud

    dengan pengiriman uang (transfer) adalah suatu kegiatan yang dilakukan

    oleh bank untuk mengirim sejumlah uang yang ditujukan kepada pihak

    tertentu dan di tempat yang tertentu. Pengiriman uang tersebut dilakukan

    atas permintaan nasabah atau untuk keperluan dari bank yang

    bersangkutan.

    Menempatkan atau meminjamkan dana6Bank Umum menjalankan usaha menempatkan dana pada,

    meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik

    dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan

    wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.

    Menerima pembayaran7Bank Umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan

    melakukan perhitungan dengan atau antar-pihak ketiga. Kegiatan ini

    mencakup antara lain inkaso dan kliring. Inkaso adalah pemberian kuasa

    pada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagihkan, atau

    memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau menyerahkan

    begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain

    (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga, dalam rupiah atau luta

    asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep (promissorry notes), dan

    lain-lain.

    Menurut kamus perbankan yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus

    Perbankan Indonesia 1980, kliring adalah perhitungan utang piutang

    antara peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling

    menyerahkan surat-surat berarga dan surat-surat dagang yang telah

    ditetapkan untuk dapat diperhitungkan. Dalam pengertian lain, Bank

    Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran

    giral.

    Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pokok

    diadaannya kliring adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran

    giral dan merupakan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi

    nasabah bank. Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara bank-

    bank di suatu wilayah kliring yang disebut kliring lokal. Wilayah kliring

    adalah suatu lingkungan tertentu yang memunginkan antar kantor

    tersebut memperhitungkan warkat-warkatnya dalam jadwal kliring yang

    telah ditentukan.

    Menyediakan tempat penyimpanan8Bank Umum menyediakan tempat untuk penyimpanan barang dan surat

    berharga. Penyediaan tempat disini adalah kegiatan bank yang semata-

    mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat

    berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank.

    Melakukan kegiatan penitipan9Bank Umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

    berdasarkan suatu kontrak. Kegiatan penitipan dapat dilakukan baik

    dengan menerima titipan harta penitip maupun mengadministrasikannya

    secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan

    dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip. Jika bank yang

    menyelenggarakan kegiatan penitipan mengalami pailit, semua harta

    yang dititipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta

    kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan.

    Penempatan dari dalam bentuk surat berharga10Bank Umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada

    nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercantum

    dalam bursa efek. Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai

    penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah

    yang memiliki dana.

    Kegiatan anjak piutang, kartu kredit, dan wali amanat11Bank Umum melakukan penempatan anjak piutang, usaha kartu kredit

    dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan

    pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi

    perdagangan dalam dan luar negeri, yang dilakukan dengan

    pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Sementara itu, usaha

    kartu kredit adalah usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau

    pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya

    dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit berfungsi sebagai

    sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi.

    Menyediakan pembiayaan12Bank Umum menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan

    lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang

    ditetapkan oleh Bank Indonesia.

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan27 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 28

    Menyediakan kegiatan lain13Bank Umum dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh

    bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan lain yang lazim

    dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain

    dari kegiatan tersebut di atas, yang tidak bertentangan dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan bank garansi,

    bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi

    usaha nasabah dan lain-lain. Bank Umum dapat melakukan sebagian

    atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas dan masing-

    masing bank dapat memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan

    bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Dengan cara demikian,

    kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi

    oleh dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan

    efisiensi.

    Untuk usaha bank yang berjenis Bank Perkreditan Rakyat, usahanya

    lebih sempit jika dibandingkan usaha yang dijalankan Bank Umum.

    Bahwa usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:

    Menghimpun dana masyarakat;

    Memberikan kredit;

    Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana;

    Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia

    (SBI), deposito, sertifikat deposito, dan/atau

    tabungan pada bank lain.

    a

    b

    c

    d

    BAB VHukum Lembaga Pembiayaan

    Pengantar AHubungan kontraktual sebagaimana dibahas dalam Bab II Modul ini mendasari

    transaksi bisnis yang dilakukan oleh nasabah lembaga keuangan maupun

    lembaga pembiayaan. Lembaga Pembiayaan dalam Pasal 1 angka 1 Pepres

    No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan didefinisikan sebagai badan

    usaha yang melakukan kegiatan penyediaan dana atau barang modal.

    Lembaga Pembiayaan dalam Perpres tersebut terdiri dari Perusahaan

    Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan

    Infrstruktur. Pihak penyedia barang/jasa (vendor) dapat memanfaatkan

    lembaga ini untuk memenuhi prestasi kepada Pemerintah sesuai dengan

    perjanjian pengadaan yang dibuat. Bab ini akan fokus memberikan penjelasan

    atas aspek hukum Lembaga Pembiayaan.

    18

    17

    Perusahaan PembiayaanBPerusahaan Pembiayaan sebagai salah satu bentuk Lembaga Pembiayaan

    diatur secara khusus melalui Peraturan Menteri Keuangan, yakni Peraturan

    Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

    Perusahaan Pembiayaan didefinisikan sebagai badan usaha di luar Bank dan

    Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan

    kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

    Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan kegiatan usaha dalam bentuk Sewa

    Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit, dan / atau Pembiayaan

    Konsumen. Sebelum membahas lebih lanjut, berikut perlu dikemukakan definisi

    dari setiap kegiatan bisnis yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan.

    18

    17

    Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 199821

    21

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan29 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 30

    aSewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

    penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi

    (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating

    Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessor) selama

    jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

    Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

    pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut

    pengurusan atas piutang tersebut.

    Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan

    pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen

    dengan pembayaran secara angsuran.

    Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk

    pembelian barang dan / atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.

    b

    c

    d

    Dalam menjalankan kegiatan usahanya dimaksud, Perusahaan Pembiayaan

    juga dibatasi dengan adanya larangan-larangan berupa:

    Menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk

    giro, deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang

    dipersamakan dengan itu;

    Menerbitkan Surat Sanggup Bayar (Promissory Note), kecuali

    sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi

    krediturnya;

    Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.

    a

    b

    c

    Sewa Guna Usaha (Leasing)1Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) dilakukan dalam bentuk

    pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha (Lessee) baik

    dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut. Oleh

    karena itu leasing dibedakan menjadi dua bentuk yakni Finance Lease

    dan Operating Lease.

    Leasing dalam bentuk Finance Lease adalah leasing yang pada diri

    penyewa guna usaha terdapat hak ospi di akhir masa sewa, yakni hak

    Pasal 30 PMK No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan22

    22

    untuk memiliki obyek leasing di akhir masa sewa dengan membayar

    sejumlah uang sesuai dengan perjanjian. Sedangkan leasing dalam

    bentuk Operating Lease adalah leasing tanpa hak opsi, yakni setelah

    masa menyewa selesai maka obyek leasing wajib dikembalikan kepada

    pihak lessor.

    Berdasarkan pada definisi leasing sebagaimana dikemukakan di atas,

    maka pada lembaga leasing terdapat beberapa pihak, yaitu sebagai

    berikut:

    Lessor, yakni merupakan pihak yang memberikan pembiayaan

    dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya.

    Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan

    yang bersifat multi finance, tetapi dapat juga perusahaan yang

    khusus bergerak di bidang leasing;

    Lessee, yaitu merupakan pihak yang memerlukan barang

    modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan

    diperuntukkan kepada lessee;

    Supplier, yaitu merupakan pihak yang menyediakan barang

    modal yang menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar

    oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee. Dapat

    juga supplier ini merupakan penjual biasa. Tetapi ada juga jenis

    leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan

    bilateral antara pihak lessor dengan pihak lessee. Misalnya

    dalam bentuk Sale and Lease Back.

    a

    b

    c

    Munir Fuady, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 7-8.

    23

    23

    Mekanisme terjadinya hubungan hukum antar para pihak, yaitu Lessor,

    Lessee, dan Supplier dapat melalui berbagai alternatif, yaitu sebagai

    berikut:

    Lessor membeli barang atas permintaan lessee, selanjutnya

    memberikan kepada lessee secara leasing.

    Lessee membeli barang sebagai agennya lessor, dan

    mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.

    Lessee membeli barang atas namanya sendiri, tetapi dalam

    kenyataannya sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang

    tersebut secara leasing dari lessor.

    a

    b

    c

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan31 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 32

    Setelah lessee membeli barang atas namanya sendiri, kemudian

    melakukan inovasi, sehingga lessor kemudian mempunyai hak

    barang tersebut dan membayarnya.

    Setelah lessee membeli barang untuk dan atas namanya sendiri,

    kemudian menjualnya kepada lessor dan mengambil kembali

    barang tersebut secara leasing atau yang dikenal dengan istilah

    Sale and Lease Back.

    Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan

    hak untuk melakukan subleasing kepada lessee.

    d

    e

    f

    Financial Lease dan Operating Lease mempunyai karakteristik yang

    harus dipahami oleh nasabah atau yang dalam hal ini disebut sebagai

    Lessee. Intinya adalah pada keberadaan hak opsi pada Financial Lease

    yang tidak dijumpai pada Operating Lease. Karakteristik dari kedua jenis

    leasing tersebut secara lebih detail dapat dikemukakan sebagai berikut:

    Financial Lease1.1Financial Lease ini sering disebut dengan capital lease atau full-payout

    lease. Leasing jenis merupakan jenis leasing yang paling sering

    diterapkan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

    Jangka waktu berlakunya leasing relatif panjang.

    Besarnya harga sewa plus hak opsi harus menutupi harga barang

    plus keuntungan yang diharapkan oleh lessor.

    Diberikan hak opsi kepada lessee untuk membeli barang di akhir

    masa leasing.

    Financial lease dapat diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan.

    Harga sewa yang dibayar per bulan oleh lessee dapat dengan

    jumlah yang tetap, maupun dengan cara berubah-ubah sesuai

    dengan suku bunga pinjaman.

    Biasanya lessee yang menanggung biaya pemeliharaan,

    kerusakan, pajak dan asuransi.

    a

    b

    d

    Kontrak leasing tidak dapat dibatalkan sepihak.g

    c

    e

    f

    Operating Lease1.2Operating lease disebut juga Service Lease. Karakteristik dari leasing

    jenis ini adalah sebagai berikut:

    Jangka waktu berlakunya leasing relatif singkat, dan lebih

    singkat dari usia ekonomis dari barang tersebut.

    Besarnya harga sewa lebih kecil ketimbang harga barang

    ditambah keuntungan yang diharapkan lessor.

    Tidak diberikan hak opsi bagi lessee untuk membeli barang di

    akhir masa leasing.

    Biasanya operating lease dikhususkan untuk barang-barang

    yang mudah terjual setelah pemakaian (yang laku di pasar

    barang bekas).

    Operating lease biasanya diberikan oleh pabrik atau leveransir,

    karena umumnya mereka mempunyai keahlian dalam seluk

    beluk tentang barang tersebut. Sebab, dalam operating lease,

    jasa pemeliharaan merupakan tanggung jawab lessor.

    Biasanya harga sewa setiap bulannya dibayar dengan jumlah

    yang tetap.

    Biasanya lessor-lah yang menanggung biaya pemeliharaan,

    kerusakan, pajak, dan asuransi.

    Biasanya kontrak leasing dapat dibatalkan sepihak oleh lessee,

    dengan mengembalikan barang yang bersangkutan kepada

    lessor.

    a

    b

    c

    d

    e

    f

    g

    h

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan33 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 34

    Dengan demikian Financial lease sebagai suatu bentuk pembiayaan

    dengan cara sewa yang disertai dengan hak opsi mempunyai karakteristik

    sebagai berikut:

    Ibid, hal 149.24

    24

    Lessor sebagai pihak pemilik barang atau obyek leasing yang

    dapat berupa benda bergerak ataupun benda tidak bergerak

    yang memiliki unsur maksimum sama dengan masa kegunaan

    ekonomis barang tersebut.

    Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala

    sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah

    yang dibayar tersebut merupakan angsuran atau lease payment

    yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua

    biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan

    atau spread yang diinginkan lessor.

    Lessor dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat

    secara sepihak mengakhiri masa kontrak atau pengakhiran

    barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan

    dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang di

    lease tersebut ditanggung oleh lessee.

    Lessee pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk

    membeli barang tersebut sesuai dengan nilai sisa atau residual

    value yang disepakati atau mengembalikan pada lessor atau

    memperpanjang masa leasing sesuai dengan syarat-syarat yang

    disetujui bersama. Pembayaran berkala pada masa

    perpanjangan lease tersebut biasanya jauh lebih rendah dari

    angsuran sebelumnya.

    a

    b

    c

    d

    Anjak Piutang (Factoring)2Agar dapat lebih memahami tentang perjanjian anjak piutang ini, maka

    dapat dilihat dari tiga aspek yaitu:

    Subyek hukum dari perjanjian anjak piutang itu tentu saja adalah

    Penjual, Pembeli dan Perusahaan Anjak Piutang. Namun

    penamaan tersebut diubah disesuaikan dengan hakikat anjak

    piutang. Perusahaan anjak piutang atau dikenal sebagai factor

    adalah badan usaha yang menawarkan anjak piutang. Klien

    adalah pihak yang menggunakan jasa dari anjak piutang

    a

    (mudahnya adalah pihak yang menjual piutang kepada factor).

    Penjual atau supplier masuk dalam pengertian klien.

    Sementara nasabah atau konsumen merupakan pihak yang

    mengadakan transaksi dengan klien.

    Obyek Hukum. Obyek hukum dalam perjanjian ini jelas adalah

    piutang itu sendiri, baik itu dijual atau dialihkan atau diurus oleh

    pihak lain.

    Peristiwa hukum atau hubungan hukumnya adalah perjanjian

    anjak piutang, yaitu perjanjian antara perusahaan anjak piutang

    dengan klien.

    b

    c

    Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk pembelian piutang

    dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas

    bentuk piutang tersebut. Kegiatan Anjak Piutang ini dibedakan menjadi 2

    (dua) macam, yakni Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang

    (Without Recourse) dan Anjak Piutang dengan jaminan dari Penjual

    Piutang (With Recourse).

    Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse)

    adalah kegiatan Anjak Piutang di mana Perusahaan Pembiayaan tidak

    menanggung risiko tidak tertagihnya piutang. Sedangkan Anjak Piutang

    dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse) adalah kegiatan

    Anjak Piutang di mana Penjual Piutang menanggung risiko tidak

    tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada

    Perusahaan Pembiayaan. Kemudian yang dimaksud dengan piutang

    dagang jangka pendek adalah piutang dagang yang jatuh tempo selama-

    lamanya 1 (satu) tahun.

    Dalam transaksi Anjak Piutang pada dasarnya terdapat tiga pihak yang

    terlibat jalinan hubungan bisnis, yaitu sebagai berikut :

    Pihak Perusahaan Factor, yaitu pihak pemberi jasa factoring

    atau pembeli piutang. Perusahaan Factor dapat berupa

    perusahaan yang khusus bergerak di bidang factoring,

    perusahaan multifinance, dapat juga berupa Bank.

    Pihak Klien, yaitu pihak yang mempunyai piutang/tagihan yang

    akan dijual kepada pihak perusahaan factor.

    Pihak Customer, yaitu pihak debitur yang berhutang kepada

    pihak klien, untuk selanjutnya ia akan membayar hutangnya

    a

    b

    c

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan35 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 36

    kepada pihak perusahaan factor. Customer merupakan unsur

    yang sangat penting diperhatikan, mengingat customer-lah yang

    akan melunasi pembayaran, sehingga customer yang

    menentukan macet tidaknya tagihan. Oleh karena itu,

    kemampuan/kemauan bayar customer mestil benar-benar

    diperhatikan, sebelum suatu perusahaan factor membeli piutang.

    Apalagi karena bisnis factoring pada prinsipnya tidak mengenal

    agunan.

    Dalam sebuah transaksi factoring mengenal adanya prepayment, yaitu

    harga pembelian kredit yang dibayar terlebih dahulu oleh perusahaan

    factor sebagai pembeli piutang kepada pihak klien sebagai penjual

    piutang. Prepayment dalam transaksi factoring sudah mencakup antara

    80% sampai 90% dari harga jual. Dengan demikian sudah merupakan

    bagian substansial dari harga beli, kemudian selebihnya akan dibayar

    begitu tagihan-tagihannya lunas ditarik dari customer, yakni setelah

    dipotong biaya dan fee untuk perusahaan factor.

    Pada prinsipnya piutang yang dapat dialihkan adalah piutang yang sudah

    ada pada waktu akta cessie sebagai akta peralihan piutang atas nama

    dibuat. Piutang dianggap sudah ada jika telah terjadi transaksi yang

    menyebabkan hutang piutang itu terjadi, sungguhpun piutang tersebut

    belum jatuh tempo untuk ditagih. Sebagai contoh antara pihak klien

    dengan pihak customer telah dilakukan jual beli suatu barang

    perdagangan. Penagihannya oleh perusahaan factor baru dapat

    dilakukan setelah jatuh tempo piutang tersebut.

    Beberapa manfaat yang dapat diberikan oleh perusahaan anjak piutang

    (factoring) dalam rangka peningkatan kemampuan dunia usaha adalah

    sebagai berikut:

    Ibid, hlm. 78.

    Linna Ismawati, t.t. Anjak Piutang (Factoring) Alternatif Pembiayaan untuk Memperlancar Arus Kas (CashFlow) Perusahaan, Majalah Ilmiah Unikom, Vol. 5, hlm. 134.

    25

    26

    25

    26

    Penggunaan jasa anjak piutang akan menurunkan biaya

    produksi perusahaan. Cepat dan mudahnya memperoleh dana

    tunai (cash money) akan membuat perusahaan dapat

    memanfaatkan beberapa peluang untuk menurunkan biaya

    produksi, antara lain price discount, quantity discount, dan biaya-

    biaya lain yang berkaitan dengan persediaan.

    Anjak piutang dapat memberikan fasilitas pembiayaan dalam

    bentuk pembayaran di muka (advance payment) sehingga akan

    meningkatkan credit standing perusahaan klien.

    Kegiatan anjak piutang dapat meningkatkan kemampuan

    bersaing perusahaan klien, karena dia dapat mengadakan

    transaksi dagang secara bebas atas dasar open account baik

    perdagangan dalam maupun luar negeri.

    Meningkatkan kemampuan klien memperoleh laba melalui

    peningkatan perputaran modal kerja.

    Menghilangkan ancaman kerugian akibat terjadinya kredit

    macet. Risiko kredit macet dapat diambil alih oleh perusahaan

    anjak piutang.

    Kegiatan anjak piutang dapat mempercepat proses ekonomi

    dan meningkatkan pendapatan nasional.

    c

    d

    a

    b

    e

    f

    Beberapa fasilitas anjak piutang yang ditawarkan, antara lain yaitu

    sebagai berikut:

    Undisclosed / Non Notification2.1Adakalanya perusahaan ingin performance/bonafiditasnya tetap terjaga

    di mata pelanggan (debitur) walaupun sebetulnya perusahaan sedang

    mengalami kesulitan dana. Untuk itu pada saat pengalihan piutang maka

    perusahaan tidak memberitahu pelanggan (debitur) bahwa piutang sudah

    dialihkan ke perusahaan anjak piutang (factoring). Transaksi anjak

    piutang ini dinamakan Undisclosed/Non Notification Factoring.

    Mekanisme transaksi Undisclosed Factoring adalah sebagai berikut:

    Terjadi transaksi penjualan secara kredit kepada pelanggan

    (klien).

    Negosiasi dan kontrak anjak piutang antara perusahaan (klien)

    dengan lembaga anjak piutang (factoring) di mana perusahaan

    menyerahkan kopi faktur penagihan piutang dan dokumen

    terkait lainnya, sedangkan dokumen asli tetap dipegang

    perusahaan.

    Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimal

    80% dari nilai faktur.

    a

    b

    c

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan37 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 38

    Pada saat jatuh tempo perusahaan akan menagih kepada

    debitur/pelanggan.

    Perusahaan akan mengembalikan pinjaman dana kepada

    factoring ditambah dengan biaya anjak piutang (service

    charge/discount charge).

    d

    e

    Disclosed / Notification Factoring2.2

    Jika perusahaan (klien) setelah memperoleh pembiayaan dari anjak

    piutang tidak ingin direpotkan oleh tugas menagih kepada debitur, maka

    perusahaan bisa memanfaatkan fasilitas disclosed factoring yaitu segera

    menyerahkan pengelolaan piutang kepada perusahaan anjak piutang.

    Mekanisme transaksinya bisa dijelaskan sebagai berikut:

    Terjadi penjualan secara kredit kepada pelanggan (klien).

    Negosiasi dan kontrak factoring antara perusahaan (klien)

    dengan lembaga anjak piutang di mana perusahaan

    menyerahkan faktur penagihan dan dokumen terkait (dokumen

    asli).

    Perusahaan memberitahu kepada debitur kalau piutang dan

    penagihan sudah dialihkan ke lembaga anjak piutang.

    Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimum

    80% dari nilai faktur.

    Pada saat jatuh tempo lembaga anjak piutang melakukan

    penagihan kepada debitur.

    Pelanggan (debitur) membayar tagihan kepada perusahaan

    anjak piutang.

    Lembaga anjak piutang menyerahkan sisa (20% nilai faktur)

    kepada perusahaan (klien) setelah sebelumnya dikurangi biaya

    administrasi.

    a

    b

    c

    d

    e

    f

    g

    Dalam transaksi anjak piutang sebagaimana dimaksud terdapat

    beberapa risiko yang mungkin timbul, antara lain yaitu:

    Pada Undisclosed Factoring ada kemungkinan perusahaan

    (klien) ingkar janji (wanprestasi) yaitu tidak mengembalikan

    pinjaman/pembiayaan kepada factor walaupun perusahaan

    sudah menerima pembayaran dari debitur sehingga

    perusahaan anjak piutang mengalami kerugian.

    Pelanggan/debitur yang ingkar janji yaitu tidak membayar

    hutangnya pada saat jatuh tempo sehingga kemungkinan

    perusahaan atau lembaga anjak piutang mengalami kerugian.

    a

    b

    Untuk mengatasi risiko tersebut, pada saat kontrak/perjanjian dibuat

    maka perlu ditetapkan pihak yang bertanggung jawab atas

    penanggungan risiko. Jika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya

    dan yang menanggung risiko tersebut perusahaan (klien) maka

    perjanjiannya dinamakan with recourse fatoring, sedangkan jika lembaga

    anjak piutang yang menggung risiko kerugiannya maka perjanjiannya

    dinamakan without recourse factoring.

    Dengan memanfaatkan jasa anjak piutang maka perusahaan (klien) tidak

    perlu membentuk bagian kredit tersendiri dalam organisasi. Lembaga

    anjak piutang sudah secara otomatis telah melaksanakan fungsi bagian

    kredit (crediet departement) dimana lembaga anjak piutang akan

    memberikan laporan hasil kerjanya secara periodik kepada perusahaan

    (klien).

    Atas pemanfaatan jasa anjak piutang timbul suatu kewajiban bagi

    perusahaan (klien) yaitu membayar biaya anjak piutang. Biaya ini terdiri

    dari:

    Service charge yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien

    menggunakan jasa untuk pengelolaan/pembukuan penjualan

    (sales ledger) dari transaksi penjualan yang dilakukan klien.

    Besarnya biaya berkisar antara 0,5% - 2,5% tergantung

    kesepakatan antara anjak piutang dan klien.

    Discount charge, yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien

    memperoleh pembiayaan (dana tunai) dari lembaga anjak

    piutang. Besarnya discount charge antara 2%- 3%. Biaya ini

    juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

    a

    b

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan39 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 40

    Berdasarkan pada paparan tersebut, dapat ditegaskan bahwa manfaat

    anjak piutang bagi perusahaan (klien) adalah sebagai berikut:

    Perusahaan yang kesulitan/kekurangan dana akan segera

    memperoleh dana tunai sehingga terdapat aliran kas masuk

    (cash flow) yang bisa digunakan untuk modal kerja perusahaan.

    Aliran kas akan lebih lancar karena perusahaan tidak perlu

    menunggu pencairan piutang sampai jatuh tempo.

    Tugas perusahaan (klien) dalam pengelolaan administrasi

    penjualan dapat dialihkan ke lembaga anjak piutang karena

    lembaga ini membantu mengelola administrasi penjualan dan

    penagihan (sales ledgering and collection service).

    Perusahaan (klien) tidak ragu dalam penjualan produknya

    terutama kepada customer baru karena risiko tagihan macet bisa

    ditanggung bersama dengan lembaga anjak piutang (credit

    insurance).

    Anjak piutang dapat memperbaiki sistem penagihan sehingga

    piutang dapat dibayar tepat saat jatuh tempo dan sebisa mungkin

    penagihan ini tidak merusak hubungan baik antara perusahaan

    (klien) dengan pelanggannya (customer).

    a

    b

    c

    d

    Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)3

    Consumer Financing atau sering disebut dengan Pembiayaan Konsumen

    adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan

    kepada debitur untuk pembelian barang atau jasa yang akan langsung

    dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi ataupun

    distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan di atas disebut

    perusahaan pembiayaan konsumen atau consumer finance company.

    Perusahaan pembiayaan konsumen dapat didirikan oleh suatu institusi

    non Bank maupun oleh bank, tetapi pada dasarnya antara Bank yang

    mendirikan dengan perusahaan pembiayaan konsumen yang didirikan

    merupakan suatu badan usaha yang terpisah satu dengan yang lainnya.

    Atas dasar kepemilikannya, perusahaan pembiayaan konsumen dapat

    dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu perusahaan pembiayaan konsumen

    yang merupakan anak perusahaan dari supplier barang dan jasa yang

    akan dibeli oleh debitur, perusahaan pembiayaan konsumen yang

    merupakan satu grup usaha dengan supplier barang dan jasa yang akan

    dibeli oleh debitur, dan perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak

    mempunyai kaitan kepemilikan dengan supplier barang dan jasa yang

    akan dibeli oleh debitur.

    Dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006

    tentang Perusahaan Pembiayaan disebutkan bahwa Kegiatan

    Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk

    pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan

    pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen antara lain meliputi:

    Pembiayaan kendaraan bermotor;

    Pembiayaan alat-alat rumah tangga;

    Pembiayaan barang-barang elektronik;

    Pembiayaan perumahan.

    a

    b

    c

    d

    Suatu transaksi Pembiayaan Konsumen melibatkan tiga pihak, yaitu

    pihak perusahaan pembiayaan, pihak konsumen, dan pihak supplier.

    Hubungan antara pihak-pihak dimaksud, yaitu sebagai berikut:

    Hubungan Pihak Kreditur dengan Konsumen3.1Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan

    kontraktual, yakni kontrak pembiayaan konsumen (Consumer Finance

    Agreement). Dalam kontrak ini, pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan

    pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi

    biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk

    pembelian sesuatu barang konsumsi, sedangkan pihak penerima biaya

    (konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut

    secara cicilan kepada pihak pemberi biaya.

    Jadi hubungan kontraktual antara pihak dengan pihak konsumen adalah

    sejenis perjanjian kredit, sehingga ketentuan tentang perjanjian kredit

    berlaku. Ketentuan perkreditan yang diatur dalam peraturan perundang-

    undangan di bidang perbankan tidak berlaku, karena pemberi biaya

    bukan bank sehingga tidak tunduk kepada peraturan perbankan.

    Konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit tersebut adalah bahwa setelah

    seluruh kontrak ditanda tangani dan dana sudah dicairkan serta barang

    sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang

    bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun

    kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang lewat

    perjanjian fidusia.

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan41 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 42

    Hubungan Pihak Konsumen dengan Supplier3.2

    Antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat suatu hubungan

    jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, di mana pihak supplier selaku

    penjual menjual barang kepada pihak konsumen selaku pembeli, dengan

    syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi

    biaya. Ini berarti bahwa apabila karena alasan apa pun pihak pemberi

    biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara pihak

    supplier dengan pihak konsumen sebagai pembeli akan batal.

    Karena adanya perjanjian jual beli ini, maka seluruh ketentuan tentang

    jual beli yang relevan berlaku. Sebagai contoh tentang adanya kewajiban

    menanggung dari pihak penjual, kewajiban purna jual (garansi) dan

    sebagainya.

    Hubungan Penyedia Dana dengan Supplier3.3

    Antara pihak penyedia dana dengan supplier tidak ada hubungan khusus,

    kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yakni

    disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian

    jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen. Oleh karena itu,

    jika pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya,

    sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah

    selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan

    konsumen akan batal, sementara konsumen dapat menggugat pihak

    pemberi dana karena wanprestasi tersebut.

    Dalam menjalankan transaksi pembiayaan konsumen, terdapat

    beberapa dokumen yang sering diperlukan, antara lain yaitu sebagai

    berikut:

    Dokumen pendahuluan, yang meliputi credit application form

    (formulir aplikasi kredit), surveyor report (laporan survey), dan

    credit approval memorandum (memo persetujuan kredit).

    Dokumen pokok, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen itu

    sendiri.

    Dokumen jaminan, yaitu meliputi perjanjian fidusia, cessie

    asuransi, kuasa menjual (kuitansi kosong yang ditandatangani

    konsumen), pengakuan hutang, persetujuan suami atau istri,

    atau persetujuan komisaris atau rapat umum pemegang saham.

    a

    b

    Dokumen kepemilikan barang, yang biasanya berupa BPKB,

    fotokopi STNK dan atau faktur-faktur pembelian, kwitansi

    pembelian, sertifikat kepemilikan dan lain sebagainya.

    Dokumen pemesanan dan penyerahan barang, dalam hal ini

    biasanya diberikan certificate of delivery and acceptance,

    delivery order, dan lain-lain.

    Supporting documents, berisi dokumen-dokumen pendukung

    yang untuk konsumen individu misalnya fotokopi KTP, fotokopi

    kartu keluarga, pas foto, daftar gaji dan sebagainya. Sementara

    itu untuk konsumen perusahaan, dokumen pendukung ini dapat

    berupa anggaran dasar perusahaan berserta seluruh

    perubahan dan tambahannya, fotokopi KTP yang diberi hak

    menandatangani, NPWP, SIUP dan TDP, bank statement dan

    sebagainya.

    d

    c

    e

    f

    Adapun mekanisme transaksi pembiayaan konsumen yang dilakukan

    oleh sebuah perusahaan pembiayaan pada prinsipnya sama dengan

    transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Mekanisme

    selengkapnya dapat dijabarkan sebagai berikut:

    Tahap Permohonana

    Para konsumen untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan

    konsumen, biasanya sudah mempunyai usaha yang baik dan

    atau mempunyai pekerjaan tetap serta berpenghasilan yang

    memadai. Sebelum mengajukan permohonan untuk

    mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen, debitur

    (konsumen) mengajukan surat permohonan dengan

    melampirkan hal-hal sebagai berikut:

    1) Foto kopi Kartu Tanda Penduduk debitur (konsumen)

    Foto kopi Kartu Tanda Penduduk suami/isteri calon debitur

    (konsumen)

    Kartu Keluarga

    Joko Hartanto, 2007, Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Pada PT. Federal International Finance (FIF) Kota Tegal, Skripsi pada Universitas Negeri Semarang, hlm 28.

    27

    2)

    3)

    27

    HUKUM DAN ETIKA BISNISMODUL 3

  • CPPR-MEP UGM -- Kemitraan43 CPPR-MEP UGM -- Kemitraan 44

    4) Rekening Koran tiga bulan terakhir.

    Surat keterangan gaji, jika calon debitur bekerja

    Surat keterangan lainnya yang diperlukan.

    Budi Rachmat, 2002, Multi Finance: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, CV Novindo Pustaka Mandiri, Jak