urgensi penguatan hukum bmt

22
1 URGENSI PENGUATAN HUKUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI (Urgency of Legal Formal on BMT Inside of Economic Law Perspective) Dipublikasikan dalam Proceedings Seminar dan Dialog Budaya. Antara Indonesia dengan Uni Eropa, dilaksanakan di Universitas Islam Bandung. Tanggal 15 - 16 Desember 2009. ISBN : 978 - 602 - 96440 - 0 - 5 A. PENDAHULUAN Sejak sepuluh tahun terakhir ini, terdapat lebih dari 54.765 lembaga keuangan mikro yang concern dalam pengentasan kemiskinan atau penguatan ekonomi rakyat dan terdapat lebih dari 3.000 lembaga keuangan mikro yang bekerja berdasarkan prinsip syariah (LKMS). Simpanan dana yang berkembang di LKM sampai tahun 2002 sebesar Rp 29.002 Miliar, sedangkan simpanan aset LKMS (BMT) sebesar Rp 209 Miliar (0,72%). Kenyataan menunjukan bahwa dalam krisis ekonomi, koperasi simpan pinjam (KSP), usaha simpan pinjam (USP) pola syariah memiliki daya tahan yang relatif lebih kuat. 1 Dalam rangka penanggulangan kemiskinan umat manusia di dunia, PBB telah mencanangkan Millenium Development Goal (MDG), yang bertujuan untuk mengurangi setengah dari penduduk miskin dunia pada tahun 2015. Dalam kaitan itu, PBB juga telah mencanangkan tahun 2005 sebagai tahun Kredit Mikro Internasional. Tahun Kredit Mikro ini ditindaklanjuti oleh Presiden RI pada tanggal 26 Februari 2005 dengan mencanangkan tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Indonesia. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi lembaga keuangan, yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana 1 Ai Darukiah. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam Pengembangan Ekonomi Syaria” . Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Bandung, 10 April 2004. hal.2.

Upload: echy-naga-ii

Post on 23-Jul-2015

104 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

1

URGENSI PENGUATAN HUKUM

BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI

(Urgency of Legal Formal on BMT Inside of Economic Law Perspective)

Dipublikasikan dalam Proceedings Seminar dan Dialog Budaya. Antara Indonesia dengan Uni Eropa, dilaksanakan di Universitas Islam Bandung. Tanggal 15 - 16 Desember 2009.

ISBN : 978 - 602 - 96440 - 0 - 5

A. PENDAHULUAN Sejak sepuluh tahun terakhir ini, terdapat lebih dari 54.765 lembaga keuangan

mikro yang concern dalam pengentasan kemiskinan atau penguatan ekonomi rakyat dan

terdapat lebih dari 3.000 lembaga keuangan mikro yang bekerja berdasarkan prinsip

syariah (LKMS). Simpanan dana yang berkembang di LKM sampai tahun 2002 sebesar

Rp 29.002 Miliar, sedangkan simpanan aset LKMS (BMT) sebesar Rp 209 Miliar

(0,72%). Kenyataan menunjukan bahwa dalam krisis ekonomi, koperasi simpan pinjam

(KSP), usaha simpan pinjam (USP) pola syariah memiliki daya tahan yang relatif lebih

kuat.1

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan umat manusia di dunia, PBB telah

mencanangkan Millenium Development Goal (MDG), yang bertujuan untuk mengurangi

setengah dari penduduk miskin dunia pada tahun 2015. Dalam kaitan itu, PBB juga telah

mencanangkan tahun 2005 sebagai tahun Kredit Mikro Internasional. Tahun Kredit Mikro

ini ditindaklanjuti oleh Presiden RI pada tanggal 26 Februari 2005 dengan mencanangkan

tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Indonesia.

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan

perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT

melakukan fungsi lembaga keuangan, yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana

1 Ai Darukiah. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam

Pengembangan Ekonomi Syaria” . Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Bandung, 10 April 2004. hal.2.

Page 2: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

2

masyarakat, ,penyaluran dana kepada masyarakat, dan memberikan jasa-jasa lainnya.

Kontribusi BMT dalam pemberdayaan masyarakat papa dan usaha mikro sangat nyata

terutama masyarakat papa dan usaha mikro yang tidak memiliki akses terhadap

perbankan. Hingga tahun 2008 BMT yang terdaftar di PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis

Usaha Kecil) sebanyak 2938 buah yang tersebar di 26 provinsi.2

BMT, selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan dan tantangan.

Kelemahan dan tantangan utama, dari sisi internal adalah kualitas SDM yang kurang

memadai, lemahnya sistem pengendalian internal (sistem dan prosedur), lemahnya

permodalan, dan pengaturan yang belum memadai. Pada tahap awal, seperti halnya

pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), pendirian BMT para pendirinya

lebih berbekal semangat untuk menjalankan syariah Islam dan menganggap pendirian

BMT sebagai gerakan ekonomi umat yang siap menanggung biaya gerakan itu berapa pun

besarnya.

Hingga saat ini BMT belum memiliki payung hukum. Pengaturan yang digunakan

mengacu pada berbagai peraturan yang ada, antara lain, KUH Perdata, KUH Dagang, UU

No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi beserta

Peraturan Pelaksananya, SK Menteri Negara Koperasi dan UKM, dan UU No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas.

Digunakan pengaturan yang beragam ini menimbulkan masalah hukum, antara lain

adanya ketidakkepastian hukum, berkaitan dengan bentuk hukum, proses pendirian,

pengesahan, pembinaan dan pengawasan BMT. Hal ini berbeda dengan bank syariah yang

telah memiliki payung hukum yaitu Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang menetapkan

antara lain bentuk hukum, pendirian, kepemilikan, kegiatan, pembinaan dan pengawasan

dan Undang undang Perbankan Syariah yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 17 Juni

2 www.BMT.Com,5 April 2008,pukul 20.00

Page 3: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

3

2008. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur lebih luas tentang

operasional perbankan syariah.

Sebagai lembaga yang relatif baru diperlukan kajian aspek – aspek hukum. Tulisan

ini akan mengkaji dua masalah hukum berkaitan dengan BMT, yaitu tentang bagaimana

pengaturan BMT saat ini ? dan apa urgensi penguatan hukum BMT dalam perspektif

hukum ekonomi ?

B. 1. Pengaturan BMT Saat ini

Sebagaimana halnya pelaku ekonomi lain, berbagai faktor eksternal sangat

mempengaruhi perilaku pelaku ekonomi yang secara komprehensif mempengaruhi badan

usaha. Lingkungan bisnis atau usaha yang sangat memberi pengaruh terhadap perilaku

badan-badan usaha dalam rangka mengembangkan perusahaan, antara lain adalah :

a. Faktor politik dan keamanan; yang memungkinkan kegiatan usaha dapat berjalan

dengan aman,

b. Faktor hukum atau regulasi; yang menjamin legalitas dan kepastian dalam

kelangsungan hidup perusahaan serta menjamin kemampuan berusaha,

c. Ekonomi internasional dan ekonomi nasional; merupakan barometer terhadap

produktivitas perusahaan, yang secara langsung atau tidak memberi manfaat pada

masyarakat atau pelanggan.

Bagaimana pengaturan BMT saat ini dikemukakan oleh Jularso ( ketua Asosiasi

BMT Jawa Tengah ).3 Menurutnya kendala yang dihadapi BMT dari aspek hukum

adalah regulasi yang belum lengkap. Regulasi yang belum lengkap juga dikemukakan

oleh Rahmat Riyadi ( Dompet Dhuafa ) yang selama ini membina sekira 155 unit

BMT. Menurutnya karena BMT bergerak di wilayah yang tidak dibatasi dengan sistem

3 Jularso, Persoalan Paktis dalam Praktek LKMS dan Pemikiran Solusinya, makalah disampaikan pada

Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.hal. 7

Page 4: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

4

yang ketat, dan bergerak dalam sektor nonformal sepeti koperasi, maka perkembangan

lembaga ini lebih pesat tetapi untuk jangka panjang harus disistematisir. 4

Selanjutnya Kelik Wardoyo mengemukakan bahwa dalam kelembagaan dan

operasional BMT banyak norma-norma yang digunakan, antara lain5 :

Norma yang digunakan BMT saat ini

No Peraturan-perundang-undangan

Pasal yang digunakan

Mengatur mengenai

1 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi

Pasal 44 (1) “Pengertian anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ayat ini termasuk calon anggota yang memenuhi syarat”.

UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi

Penjelasan Pasal 17 (1)

“Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingannya, Koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya, dengan maksud untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota Koperasi”.

UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi

Pasal 18 (1) “Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hokum

No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi

Pasal 9 UU Koperasi (termasuk koperasi simpan pinjam) yang akte pendiriannya telah disahkan oleh pemerintah memperoleh status badan hukum,

2 PP No. 9 Tahun 1995 Pasal 1 angka 1 Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya”,

PP No. 9 Tahun 1995 Pasal 1 angka 4 “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi. . . .”

PP No. 9 Tahun 1995 Pasal 19 (1) koperasi simpan pinjam (dan unit usaha simpan pinjam) dapat meghimpun dana dalam dua bentuk simpanan yaitu tabungan koperasi dan simpanan berjangka.

PP No. 9 Tahun 1995 Pasal 2 (1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dapat dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP yang telah memperoleh status badan hukum .

3 UU No 38 tahun 1999.

Pasal 13 jo 15 Penerimaan zakat, infaq dan shadaqah

4 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999

Pasal 27 Penerimaan zakat, infaq dan shadaqah

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999

Pasal 28 (1) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk musthahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:

a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran musthahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin,amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil

b. mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan

c. mendahulukan musthahiq dalam wilayahnya masing-masing

(2)Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: d. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah

terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan e. terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan mendapat

4 Rahmat Riyadi, Konsep dan Stategi pemberdayaan LKMS di Indonesia, makalah disampaikan pada

Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.hal. 8

5 Kelik Wardoyo, Kebijakan Pemberdayaan LKMS antara Realita dan Idealita, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.

Page 5: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

5

persetujuan

5 KUH Perdata Pasal 1320 Syarat sah perjanjian

KUH Perdata Pasal 1618 - 1652

mudhârabah berjangka banyak kesamaannya dengan perjanjian penitipan

KUH Perdata Pasal 1243 Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan

6 UU No. 10 Tahun 1998,

Pasal 1 angka 13

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam anatar bank dengan pihak lain untuk peyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip hasil ( mudhrabah ), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musharakah ), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah ) ,atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ( ijarah ), atau dengan adanya pilihan pemindahan hak kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain ( ijarah wa itiqna ).

7 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan (wa’diah),

Tentang Tabungan (wa’diah), “tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank”.

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan (wa’diah),

“simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan”.

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 03/DSN-MUI/IV/2000, tentang Deposito.

simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimapanan dengan bank

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 04/DSN-MUI/IV/2000

barang yang dilarang untuk diperjualbelikan adalah barang yang diharamkan oleh syari’ah Islam

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah,

Adanya ketentuan tentang hak penerima pembiyaan terhadap bagian tertentu dari keuntungan yang diperoleh

8 KUHD Pasal 19, 20 dan 21

Persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap atau CV)

9 UU No. 1 Tahun 1995; Pasal 48 – 52 pemindahan saham” oleh pemagang saham kepada pihak lain

10 Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan

melepaskan diri”, “memindahankan saham” atau “divestasi”

11 Undang – undang No 7 Tahun 2007 Tentang Peradilan Agama

Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah dapat diselesaikan di Peradilan Agama

Dengan melihat aturan-aturan di atas, tampak bahwa begitu banyak peraturan

perundang-undangan yang digunakan dalam kelembagaan dan operasional BMT.

Walaupun mayoritas BMT berbadan hukum koperasi, namun norma-norma yang terbentuk

dan digunakan tidak semata-mata mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

mengatur koperasi, akan tetapi juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

Page 6: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

6

mengatur tentang Perseroan Terbatas, Perbankan, Persekutuan Firma dan Persekutuan

Komanditer (sebagaimana yang diatur dalam KUHD).

B.2. Urgensi Penguatan Hukum BMT

Sebagai institusi / lembaga yang baru tumbuh dan berkembang di Indonesia, perlu

ditelaah apakah diperlukan penguatan hukum terhadap lembaga yang baru tumbuh dan

berkembang ini ? Menjawab persoalan ini maka perlu dikaji berbagai aspek. Hal ini

diungkapkan oleh Sri Redjeki. Menurutnya keberadaan lembaga baru menyebabkan

timbulnya berbagai kegiatan baru yang menciptakan hukum baru. Hukum ekonomi dapat

melakukan kajian memberikan tolok ukur dan memberikan suatu jawaban apakah lembaga

ekonomi yang baru tersebut dapat memperoleh kedudukan sebagai lembaga ekonomi

sebagaimana mestinya.

Hukum ekonomi memanfaatkan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan makro

yang mengkaji lembaga tersebut dari aspek hukum publik apakah lembaga tersebut secara

filosofis, yuridis dan sosiologis membawa manfaat, keadilan, dan kepastian ekonomi pada

umumnya ? dan pendekatan mikro yang mengkaji dari aspek hukum privat, yaitu

mengenai hubungan hukum para pihak. Dua pendekatan tersebut dapat dilihat pada ragaan

berikut :

Page 7: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

7

Kajian Hukum Ekonomi

Tentang Perlunya Penguatan Lembaga baru6 Keterangan :

Lembaga baru

Melalui pendekatan makro perlunya penguatan hukum BMT dikaji dari aspek

filosofis, yuridis, sosiologis, dan ekonomis:

6 Sri Redjeki Hartono, Peran Hukum Ekonomi dalam Penguatan Kelembagaan LKMS. Makalah

disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah ( LKMS ), Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007, hal. 8

Negara RI

Undang undang Dasar

Undang-undang di bidang Ekonomi

Pancasila

Ranah Hukum Publik

D K

Lembaga Baru Ranah Hukum Privat

-Hubungan-hubungan hukum yang terjadi

K D

Page 8: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

8

1. Urgensi dari Aspek Filosofis.

Sonny Keraf memandang bahwa pembangunan Indonesia bertujuan untuk

mencapai masyarakat adil dan makmur tapi dalam kenyataannya sering terjadi berbagai

gejolak karena kesenjangan sosial yang besar dalam masyarakat. Sonny Keraf

menghubungkan langsung dengan dunia usaha. Menurutnya situasi ini kurang

menguntungkan bagi dunia usaha, bahkan kurang mendukung perkembangan bisnis yang

sehat. Para pelaku bisnis mempunyai kepentingan langsung yang sangat urgen untuk ikut

mengatasi masalah ini, dengan ikut memperjuangkan keadilan sosial di tengah masyarakat.

Dengan menjadi salah satu sila dari Pancasila, yang menjadi pedoman arah dari

pembangunan bangsa, penegakkan keadilan sosial mau tidak mau menjadi suatu keharusan

yang tidak bisa ditawar-tawar. Perjuangan menegakkan keadilan tidak bisa lagi hanya

diletakkan pada perjuangan politik ideologis, melainkan perlu semakin dioperasionalkan

melalui jalur usaha dan bisnis. Perjuangan menegakkan keadilan sosial bukan semata-mata

soal perjuangan politik, melainkan juga soal perjuangan ekonomi. Karena itu, yang

diharapkan terutama berperan di dalamnya, bukan lagi politisi tetapi para praktisi bisnis

dengan langkah-langkah praktisinya. Tentu saja, hal ini perlu ditunjang dan diberi kondisi

oleh kebijaksanaan politik-ekonomi, tetapi pada tingkat operasionalnya kemauan dan

komitmen para praktisi bisnis akan keadilan sosial sangat banyak menentukan tercipta

tidaknya keadilan sosial dalam masyarakat.7

Berkaitan dengan masalah keadilan, Al Qur’an dengan tegas menentukan segala

tindakan yang adil dan sifat keadilan. Beberapa ayat Al Quran yang menyuruh manusia

untuk berlaku adil antara lain 8:

7 A. Sonny Keraf – Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Penerbit Kanisius, Jakarta, 2000.hal. 101.

8 Mohammad Nejatullah Siddiqi, Alih bahasa Anas Sidik. hal. 42.

Page 9: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

9

Al Qur’an Surat An Nahl Ayat 90, artinya “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah

melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.”. Selanjutnya Al Qur’an Surat

An Nisa ayat 58, artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan ( menyuruh kamu ) apabila menetapkan hukum

di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. Dalam Al Qur’an Surat Al

Araf ayat 28 – 29 Allah berfirman yang artinya : “ Sesungguhnya kami telah mengutus

rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang telah nyata dan telah kami turunkan

kepada mereka Al Kitab dan neraca, supaya manusia dapat berdiri tegak dengan adil.”

Menurut Mohammad Nejatullah Siddiqi ayat-ayat Al Qur’an yang telah diuraikan

tadi memberikan tafsiran tentang keadilan sebagai berikut : Pertama, keadilan merupakan

suatu konsep yang luas mencakup semua aspek kehidupan, sosial,ekonomi, politik dan

bahkan rohani. Kedua, keadilan menggambarkan keseimbangan, perbandingan dan

keharmonisan sebagaimana keadilan juga menggambarkan keadilan dari segi undang-

undang dan “ pemberian hak bagi yang berhak “. Dalam ayat-ayat yang lain Allah

meyakinkan manusia tentang fakta bahwa pendekatan yang adil menggambarkan sesuatu

yang bukan saja memberikan hak kepada yang berhak, tetapi juga semampu mungkin

untuk membentuk suatu keseimbangan dan keharmonisan. Al Qur’an juga menunjukkan

bahwa kezaliman merupakan hal yang bertentangan dengan keadilan. Hal ini tergambar

pada Al Qur’an Surat Yunus ayat 47 yang artinya “ Mereka akan dihukum dengan adil

tanpa mengalami penganiayaan.”9

9 Mohammad Nejatullah Siddiqi,Op.Cit., hal 43. Menurut Rahmat Syafe’i, Islam adalah agama yang

menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan yang sangat besar pada martabat manusia dan penekanan yang sangat kuat pada persaman hak dan kewajiban di muka hukum. Prinsip tersebut merupakan kaidah pokok dalam Islam yang harus dipegang teguh pada ruang dan waktu manapun. Asas Retroaktif dalam Perspektif Hukum Islam. Syiar Madani, Vo. IV No. 3 Nopember 2002. Hal. 220.

Page 10: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

10

Menurut Nik Mustapha penciptaan keadilan ekonomi merupakan prinsip paling

pokok tata sosial Islam. Keadilan ekonomi mengimplikasikan perwujudan sejumlah

tujuan, yaitu pelenyapan kemiskinan absolut, kekebasan untuk memutuskan dan

berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi yang dituntun oleh prinsip-prinsip Islam, dan

partisipasi pemerintah diharapkan tampil di bidang-bidang yang amat memerlukan

kelengkapan ( complementarity ).10

Upaya melindungi masyarakat miskin atau golongan ekonomi lemah, banyak

tindakan yang telah dilakukan pemerintah sebagaimana halnya pemerintah negara lain

yang termasuk ke dalam katagori negara berkembang, untuk mengatasi persaingan yang

tidak seimbang dan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Usaha tersebut pada

umumnya berkisar pada kebijaksanaan ekonomi makro, dan penerapan teknologi maju

pada sektor-sektor tertentu atau pada tempat-tempat yang tidak banyak berkaitan dengan

kegiatan ekonomi rakyat. Hasilnya masih banyak yang belum memuaskan dan masih

banyak lagi yang harus dilakukan.

Secara filosofis, orientasi dasar ekonomi Islam dilandaskan pada asas ketuhanan

(tauhid), yaitu adanya hubungan dari aktivitas ekonomi, tidak saja dengan sesama

manusia, tetapi juga dengan Tuhan sebagai pencipta. Dari landasan tauhid ini timbul

prinsip-prinsip dasar bangunan kerangka sosial, hukum, dan tingkah laku, yang di

antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan (‘adalah), kenabian (nubuwwah), persaudaraan

(ukhuwwah), kebebasan yang bertanggung jawab (Al huriyah wal mas’uliyyah). Di

samping itu, ada nilai-nilai instrumental, yaitu larangan riba, zakat, kerjasama ekonomi,

jaminan sosial, dan peran negara.11

10 Nik Mustapha Hj. Nil Hasan, Op. Cit., hal. 20.

43 Law Office of Remy and Darus, Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Perbankan

Syariah, Jakarta, 2002. hal. 60.

Page 11: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

11

Sebagaimana halnya falsafah setiap lembaga keuangan syariah, falsafah BMT

adalah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh

karena itu setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari

tuntutan agama, harus 12 :

a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya :

(1) menghindari penggunaan yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (Q.S.Luqman, ayat 34)

(2) menghindari penggunaan sistem presentasi untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis uang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (Q.S. Ali Imran ayat 130).

(3) menghindari penggunaan sistem perdagangan / penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kualitas maupun kuantitas (H.R. Muslim bab Riba No. 1551 s.d. 1567).

(4) menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela (H.R. Muslim bab Riba No. 1569 s.d. 1572).

(5) menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275 dan Surat An Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang / jasa, mendorong kelancaran arus barang / jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.

Filosofi dari adanya peraturan bagi LKM13 adalah mengakui, melindungi,

memfasilitasi dan mendorong LKM agar dapat berkembang, sehingga dapat melayani

pengusaha mikro lebih banyak.

2.Urgensi dari Aspek Sosiologis

Di Indonesia sistem perekonomian yang sesuai dengan prinsip syariah sebenarnya

telah dipraktikkan dan melembaga sejak lama, bila kita melihat kembali ke belakang

sesungguhnya masyarakat Indonesia telah mengenal ekonomi syariah bahkan jauh

12 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hal,

133. 13Setyo Budiantoro, RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan dari Masyarakat,

Artikel - Th. II - No. 8 - Nopember 2003.

Page 12: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

12

sebelum sistem kapitalis dikenal bangsa Indonesia, yaitu dengan praktik bagi hasil antara

petani penggarap dengan pemilik lahan. Dalam perkembangannya bahkan memiliki peran

secara nasional terbukti dengan didirikannya Syarikat Dagang Islam pada tahun 1909.

Kekuatan para pedagang Islam tersebut telah menjadi simbol perlawanan masyarakat

terhadap kolonial Balanda.

Sistem dan praktik ekonomi syariah yang telah berkembang, - khususnya di negara –

negara teluk - sejak setengah abad yang lalu, mulai terlihat marak perkembangannya di

tanah air sejak lebih kurang satu dekade terakhir14. Perkembangan ini tidak terlepas dari

alasan pokok keberadaan sistem ekonomi syariah, yaitu keinginan masyarakat muslim

untuk kaffah dalam menjalankan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh aktivitas dan

transaksi ekonominya sesuai dengan ketentuan syariah.15 Perkembangan sistem dan

praktik ekonomi syariah di Indonesia boleh dikatakan terlambat jika dibandingkan

dengan perkembangannya di negara – negara maju.

Keberadaan lembaga keuangan syariah merupakan sistem yang telah lama diharapkan

oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama umat Islam Indonesia. Umat Islam

Indonesia merindukan layanan jasa keuangan dan perbankan yang sesuai dengan syariat

Islam, khususnya berkaitan dengan pelanggaran praktik riba, jauh dari kegiatan yang

spekulatif yang serupa dengan perjudian, ketidakjelasan, pelanggaran prinsip keadilan

dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran pembiayaan dan investasi pada kegiatan

usaha yang etis dan benar secara syariah.

14 Pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia ( LKS) di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan

pertumbuhan LKS di Malaysia. Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menegaskan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia mencapai 50 %. Sementara di Malaysia daan di negara lain sekitar 15 – 20 %. Republika, 13 April 2004. Menurut Deputi Menegkop dan UKM Noer Soetrisno.Ekonomi Syariah sangat pas untuk bisnis yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar. Ekonomi syariah sangat cocok diterapkan di Indonesia, terutama untuk pengembangan UKM. Republika, 11 Februari 2004.

15Lutfi Hamid, Jejak-jejak Ekonomi Syariah. Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2003. tanpa hal.

Page 13: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

13

Lembaga-lembaga keuangan yang dapat berhubungan langsung dengan pengusaha

kecil bawah dan kecil bersifat profit oriented sehingga mereka selalu menjadi pihak yang

dirugikan. BMT didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat setempat sehingga mengakar

pada masyarakat dan perputaran dana semaksimal mungkin digunakan untuk masyarakat

setempat. Sistem bagi hasil sudah merupakan tradisi masyarakat Indonesia sehingga

kehadiran BMT sesuai dengan kehendak dan budaya mereka. Kegiatan bisnis BMT

bertujuan membantu pengusaha kecil bawah dan kecil dengan memberikan pembiayaan

yang dipergunakan sebagai modal dalam rangka mengembangkan usahanya. Dengan

kegiatan bisnis ini, usaha anggota berkembang dan BMT memperoleh pendapatan

sehingga kegiatan BMT berkesinambungan secara mandiri.

3. Urgensi dari Aspek Ekonomis

Melihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia, keberhasilan perbankan

syariah di Tanah air tidak dapat dilepaskan dari peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS). Kedudukan LKMS – yang antara lain dipresentasikan oleh BPRS, BMT dan

Koperasi Pesantren (Kopontren) - sangat vital dan menjangkau transaksi syariah di

daerah yang tidak bisa dilayani oleh bank umum maupun bank yang membuka unit usaha

syariah.16 Jika melihat pemberdayaan ekonomi rakyat dalam arti yang sebenarnya, maka

dapat dilihat dari kiprah BMT. Mulai dari pedagang kecil, bakul sayur, sampai toko –

toko kelontong, sembako atau kios sepatu berukuran sedang dan kecil telah sukses

bermitra dengan BMT mereka dapat memperoleh pendanaan murah lagi berkah dan

Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang kini jumlahnya ditaksir 3.000 tersebar di seluruh

Indonesia.

16 Luthfi Hamid,Ibid hlm. 79

Page 14: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

14

Faktor yang mendorong lahir dan berkembanganya BMT di Indonesia adalah

karena kondisi bangsa Indonesia dewasa ini. Data kemiskinan dan pengangguran di

Indonesia 83, 5 % kabupaten / kota berbasis pertanian. 82 % tenaga kerja berbasis

pertanian / pedesaan dan UMKM / informal. 42 % pengangguran terbuka ada di pedesaan

36 % GDP disumbang oleh sektor pertanian dan UMKM. Masyarakat miskin berjumlah

36,1 juta jiwa ( 16,6 % dari total penduduk ), tinggal di pedesaan 24,6 juta ( 68,14 %),

perkotaan 11,5 juta jiwa ( 31,86 % ). Penghasilan utama : 63 % sektor pertanian, 5,4 %

sektor industri, 22,7 % sektor jasa, termasuk perdagangan, bangunan, angkutan.

Pendidikan kepala keluarga miskin : sebagian besar tidak tamat SD, yaitu 72,1 % untuk

KK di miskin di desa, Penyebaran : 59 % di Jawa-Bali, 16 % di Sumatra, 25 %di

Kalimantan, Nusatenggara, Maluku dan Papua. Dengan demikian BMT lahir dari

kebutuhan masyarakat ( bottom up ).

Pinjaman mikro dapat digunakan untuk membantu UMKM dalam mengakses

sumber-sumber pembiayaan. Karakteristik UMKM jika dilihat dari aspek pendapatan

lebih mendekati kelompok masyarakat yang dikatagorikan miskin17 namun memiliki

kegiatan ekonomi (economicaly active working poor) dan masyarakat berpenghasilan

rendah (lower income) yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak.

Keberadaan LKM relatif mampu menjawab kesulitan masyarakat tersebut walaupun

kontribusi dalam pembiayaan skala nasional masih kecil dibandingkan dengan dengan

peranan lembaga perbankan.

17 Definisi kemiskinan menurut Sar A Levitan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan

yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Karena standar hidup itu berbeda-beda, maka tidak ada definisi kemiskinan yang diterima seacar universal. Menurut Brandley R. Schiller, emiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial terbatas. Menurut Emil Salim, kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. Andre Bayo Ala, Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta : Liberty. 1981. hal. 3-4

Page 15: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

15

4. Urgensi dari Aspek Yuridis

Syariah Islam, sebagai serangkaian norma agama yang bersifat imperatif bagi

pemeluknya, mewajibkan umatnya untuk melaksanakan seluruh ajarannya secara

menyeluruh integral dan komprehensif. Dengan demikian, pelaksanaanya tercermin dalam

segala aspek kehidupan termasuk dalam aspek ekonomi, demikian hanya dengan lembaga

keuangan mikro.

Agama Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah telah memberikan dasar

hukum yang jelas dan berfungsi sebagai petunjuk atau aturan dan tata cara yang menuntun

manusia menuju kehidupan yang diridhai Allah. Kandungan substansi yang diatur dalam

Al Qur’an dan Sunnah dapat dibedakan ke dalam dua katagori besar, yaitu aturan yang

mengatur hubungan manusia dengan Allah ( ibadah ) dan aturan yang mengatur hubungan

manusia dengan sesamanya dan dengan lingkunyannya ( muamalah ). Salah

satu kegiatan dalam kehidupan manusia adalah aktifitas ekonomi. Bagi umat Islam segala

kegiatan yang bersifat duniawi ( muamalah ) tidak semata-mata bersifat

keduniaan saja, tapi juga merpakan bagian dari ibadah. Aktifitas\ekonomi dalam Islam

tidak boleh dilepaskan dari nilai dan prinsip ajaran Islam.

Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa negara menjamin kebebasan umat

beragama untuk menjalankan agamanya. Dengan demikian negara berkepentingan dan

bertanggungjawab untuk membina,mendidik,dan mengayomi semua umat beragama untuk

menjalankan agamanya dengan aman dan bebas.

Implementasi Pasal 29 dalam kehidupan perekonomian bangsa, negara

berkepentingan untuk memberikan legalitas hukum bagi setiap aktifitas ekonomi yang

Page 16: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

16

sesuai dengan prinsip dan keyakinan masyarakat. Prinsip dasar Lembaga Keuangan

Syariah adalah18:

1. Segala jenis transaksi usaha tidak boleh didasarkan pada riba

2. Kegiatan usaha harus didasarkan pada prinsip kemitraan ( syirkah ) dengan berbagi

keuntungan dan kerugian.

3. Kegiatan usaha berdasarkan perolehan yang keuntungan yang halal dan baik.

4. Adanya persesuaian kehendak secara timbal balik.

5. Mengelola zakat untuk kemaslahatan masyarakat ( maslahah ummah )

BMT memiliki peran yang sangat besar dalam kegiatan perekonomian

masyarakat, terutama masyarakat miskin dan UMKM. BMT memiliki karakteristik yang

khas dibandingkan dengan institusi ekonomi lainnya yang saat ini telah ada, misalnya

koperasi atau bank (termasuk bank syariah). Namun demikian pengaturan BMT

khususnya, LKMS umumnya saat ini masih jauh dari memadai. Undang-undang yang ada

yang selama ini “ dianggap” sebagai payung hukum bagi LKMS – termasuk BMT – tidak

dapat begitu saja digunakan untuk BMT.UU No 25 tahun 1992 tentang Koperasi tidak

memberikan peluang untuk digunakan prinsip syariah dalam operasional BMT. Walaupun

koperasi memiliki tujuan untuk kesejahteraan anggotanya, namun demikian berbeda

dengan usaha BMT yang memiliki dua tujuan, yaitu tujuan komersia dan tujuan sosial.

Dilihat dari aspek sosial BMT memiliki kesamaan dengan yayasan, dilihat dari tujuan

komersial dan pengelolaannya, BMT memiliki kesamaan dengan Perseroan Terbatas.

Untuk itu diperlukan suatu aturan yang dapat mengakomodir dua fungsi / tujuan BMT

tersebut di atas.

Peraturan perundang-udangan yang sekarang digunakan tentang kelembagaan dan

operasional BMT dinilai 19:

18 Law Office Of Remy & Darus, Op. Cit., hal. 88

Page 17: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

17

(a) ketidaksinkronan satu peraturan dengan peraturan yang lain, (b) kerancuan pemahaman (khususnya) dari pemerintah tentang apa yang menjadi

ruang lingkup kegiatan usaha bank dengan ruang lingkup kegiatan usaha koperasi,

(c) ketidaktepatan dalam mendefinisikan koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha dengan koperasi sebagai suatu unit usaha yang dapat melakukan kegiatan usaha (jenis usaha) sendiri;

(d) “kesalahan pemahaman” yang sejak awal muncul dari pihak-pihak yang menggagas pembentukan Baitul Maal wat-Tamwil,

(e) adanya model yang sengaja dikonstruksi oleh para pembuat kebijakan tentang format perkembangan Baitul Maal wat-Tamwil kedepan.

Anwar Haryono20 mengutip pendapat Padwo Wahjono tentang Budaya Hukum

Islam dalam Perspektif Pembentukan Hukum di Masa datang. Menurut Padmo Wahjono

memasalahkan hukum Islam, maka akan dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu

mengenai hukum positif Islam sehingga terbatas memasalahkan hukum yang berlaku bagi

yang beragama Islam, atau mengenai nilai-nilai Islam, yang akan berlaku bagi seluruh

warga negara bahkan mungkin seluruh penduduk termasuk bukan warganegara. Kedua

alternatif ini akan mempengaruhi pembentukan hukum pada masa yang akan datang.

Alternatif pertama dapat dilihat pada masa sekarang ini sebagai lanjutan politik

hukum pada masa kolonial dahulu. Ciri khas dari orientasi ini adalah masih diakuinya

pembedaan hukum dalam hukum perdata Barat, hukum Islam, dan hukum adat, dan

bidang yang terutama dijangkau adalah hukum perdata. Kelembagaan yang digunakan

ialah lembaga pengadilan agama, dalam hukum positif Islam, yang dimaksudkan hanyalah

yang menjadi hukum materil atau hukum substantif dari peradilan agama, yang berlaku di

Pengadilan Agama Islam.

Alternatif kedua ialah hukum positif yang bersumber dari nilai-nilai agama Islam,

dapat ditarik asas-asas yang kemudian dituangkan dalam hukum nasional. Dengan

19 Kelik Wardoyo, Op. Cit., hal 4-7 20 Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman- Islam. Jakarta : Gema Insani Press. 1995.

hal. 128 – 129.

Page 18: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

18

demikian pembudayaan hukum Islam tidak saja terjadi dalam Hukum Perdata, khususnya

Hukum Keluarga, melainkan dapat juga di bidang-bidang lain selain Hukum Perdata,

bahkan juga Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan

seterusnya. Asas-asas hukum Islam dapat dijadikan sebagai hukum nasional, baik

sebagai norma yang abstrak, norma antara, maupun norma konkrit. Hal ini juga dapat

berlaku dalam lingkup hukum bisnis. Nilai-nilai di dalam Kitab Suci Al Qur’an

(universal dan abadi) merupakan norma abstrak yang menjiwai norma berupa asas-asas

(principles) serta pengaturan yang merupakan hasil kreasi manusia sesuai situasi, kondisi,

budaya kurun waktu, muncul sebagai peraturan negara, pendapat ulama, pakar/ilmuwan,

kebiasaan dan norma konkrit berupa semua ( hasil ) penerapan dan pelayanan hukum

kreasi manusia serta hasil penegakan hukum di pengadilan ( hukum positif, living law ).

Dari Uraian di atas, tampak bahwa penguatan hukum BMT sangat diperlukan. Hal

ini sesuai dengan kajian BMT melalui pendekatan makro ( publik ), BMT dari

aspek filosofis, yuridis dan sosiologis dan pendekatan mikro yang mengkaji BMT dari

aspek hukum privat, yaitu mengenai hubungan hukum para pihak.

C.Penutup

C. 1. Simpulan

a. Peraturan tentang kelembagaan dan operasional BMT saat ini sangat beragam.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang digunakan BMT, antara lain KUH

Perdata, KUH Dagang, UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, UU No 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, UU No 1 Tahun 1995 tentang PT, dan Fatwa DSN – MUI.

Antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain terjadi ketidaksinkronan.

Selain itu adanya kerancuan pemahaman (khususnya) dari pemerintah tentang apa

yang menjadi ruang lingkup kegiatan usaha bank dengan ruang lingkup kegiatan usaha

Page 19: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

19

koperasi. Juga adanya ketidaktepatan dalam mendefinisikan koperasi sebagai salah

satu bentuk badan usaha dengan koperasi sebagai suatu unit usaha yang dapat

melakukan kegiatan usaha (jenis usaha) sendiri.

b. Penguatan Hukum bagi BMT saat ini sangat urgen. Hal ini setelah dikaji melalui

pendekatan makro ( publik ) dan pendekatan mikro ( privat ). Melalui pendekatan

makro, secara filosofis, ekonomis dan yuridis. Pendekatan mikro yaitu melalui

hubungan hukum antara pihak dan antara pihak BMT dengan pihak ketiga.

C. 2. Rekomendasi

a. BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah ( LKMS ). Peran Lembaga

Keuangan Mikro sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional,

terutama dalam pengentasan kemiskinan, dan komitmen Indonesia dalam mendukung

Millenium Development Goal (MDG). Untuk itu perlu segera disusun Undang-undang

Lembaga Keuangan Mikro yang mengakomodir kebutuhan hukum lembaga keuangan

mikro syariah seperti BMT agar para pengusaha mikro mendapatkan dukungan

legalisasi atau kepastian status badan hukum dalam menjalankan usaha.

b. Dalam penyusunan Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro perlu diperhatikan

karakteristik lembaga keuangan mikro yang selama ini telah tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat. Selain itu perlu dilakukan peninjauan terhadap peraturan

perundang-undangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM.

c. Diperlukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah mengikuti jejak Kompilasi Hukum

Islam yang sudah ada. Untuk jangka panjang diperlukan undang-undang payung

prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah yang dapat dijadikan payung bagi berbagai

peraturan-peraturan yang dibutuhkan dalam bidang ini di masa depan. Cara lain yang

juga dapat ditempuh adalah merevisi perundang-undangan yang sudah ada

menyangkut hukum ekonomi secara umum sehingga dapat mengakomodir kekosongan

Page 20: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

20

hukum dalam bidang ekonomi syariah seperti halnya Undang-undang No 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian. Hal ini dikarenakan koperasi merupakan alternatif badan

hukum BMT, sehingga UU Perkoperasian dapat mengakomodir kebutuhan BMT.

REFERENSI

- Ala, Andre Bayo. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta :

Liberty. 1981.

- Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Al Fabet, Jakarta, 1999.

- Azis,Amin. Implementasi Kegiatan Pembiayaan Mikro Berbasis Syariah dalam Penanggulangan Kemiskinan. Makalah disampaikan pada Seminar dan Simposium Nasional Peranan Pembiayaan Mikro Berbasis Syariah dalam Pengentasan Kemiskinan, UNISBA, Bandung, 22 September 2005.

- Budiantoro, Setyo. RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan Dari Masyarakat, Artikel - Th. II - No. 8 - Nopember 2003.

- Darukiah, Ai. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam Pengembangan Ekonomi Syaria” . Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Bandung, 10 April 2004.

- Hamid, Luthfi. Jejak-jejak Ekonomi Syariah. Jakarta:Senayan Abadi Publishing, 2003.

- Harjono, Anwar. Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman- Islam. Jakarta : Gema Insani Press. 1995. hal. 128 – 129.

- Hartono, Sri Redjeki .Peran Hukum Ekonomi dalam Penguatan Kelembagaan LKMS. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah ( LKMS ), Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.

- Jularso, Persoalan Paktis dalam Praktek LKMS dan Pemikiran Solusinya, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.

Page 21: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

21

- Keraf, A. Sonny – Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Penerbit Kanisius, Jakarta, 2000.

- Law Office of Remy and Darus, Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Perbankan Syariah, Jakarta, 2002.

- Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005.

- Riyadi, Rahmat. Konsep dan Stategi pemberdayaan LKMS di Indonesia, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.

- Syafe’i, Rahmat. Asas Retroaktif dalam Perspektif Hukum Islam. Syiar Madani, Vo. IV No. 3 Nopember 2002.

- Wardoyo, Kelik . Kebijakan Pemberdayaan LKMS antara Realita dan Idealita, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.

Page 22: Urgensi Penguatan Hukum Bmt

22