untitled-1 [] dikenal juga sebagai morbili atau measles, ... pada saat tertentu adanya peningkatan...

6
ISSN 2442-7659 Situasi Campak dan Rubella di Indonesia 2018 Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan ISSN 2442-7659

Upload: hanga

Post on 10-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ISSN 2442-7659

Situasi Campak dan Rubella di Indonesia

2018

Kementerian Kesehatan RIPusat Data dan Informasi

Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9Jakarta Selatan

ISSN 2442-7659

di negara-negara berisiko tinggi telah divaksinasi melalui program imunisasi, sehingga pada

tahun 2012 kematian akibat Campak telah mengalami penurunan sebesar 78% secara global.

Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara dengan kasus Campak terbanyak

di dunia.

Masa penularan penyakit Campak terjadi pada 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash. Puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit. Masa Inkubasi terjadi pada 7 – 18 hari. Gejala Campak ditandai dengan :

o1. Demam dengan suhu badan biasanya > 38 C selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu

atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair. 2. Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga.3. Gejala pada tubuh berbentuk makulopapular selama 3 hari atau lebih yang pada kisaran

4-7 hari menjalar keseluruh tubuh. 4. Khas (Patognomonis) ditemukan Koplik's spot atau bercak putih keabuan dengan dasar

merah di pipi bagian dalam.

Penyebab Rubella adalah togavirus jenis rubivirus dan termasuk golongan virus RNA. Virus dapat berkembang biak di nasofaring dan kelenjar getah bening regional, dan viremia terjadi pada 4 – 7 hari setelah virus masuk tubuh. Virus tersebut dapat melalui sawar plasenta sehingga menginfeksi janin dan dapat mengakibatkan abortus atau Congenital Rubella Syndrome/CRS. Masa penularan diperkirakan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 7 hari setelah rash. Masa inkubasi Rubella berkisar antara 14 – 21 hari. Gejala Rubella ditandai dengan demam (37,2°C) dan bercak merah/rash makulopapuler disertai pembesaran kelenjar limfe di belakang telinga, leher belakang dan sub occipital.

Virus penyakit Campak dan Rubella penyebarannya sama melalui batuk dan bersin, serta kontak langsung dengan penderita. Virus Campak dan Rubella cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam dan pemanasan. Untuk memastikan diagnosis penyakit Campak dan Rubella, diperlukan konfirmasi laboratorium dengan melakukan pemeriksaan serologis (pengambilan darah pasien/serum darah) atau virologis (pengambilan urin pasien). Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan. Sedangkan Rubella pada wanita dewasa sering menimbulkan arthritis atau arthralgia.

Rubella pada wanita hamil terutama pada kehamilan trimester 1 dapat mengakibatkan abortus atau bayi lahir dengan CRS. Bentuk kelainan pada CRS :

1. Kelainan jantung : Patent ductus arteriosus, Defek septum atrial, Defek septum ventrikel, Stenosis katup pulmonal ;

2. Kelainan pada mata : Katarak kongenital, Glaukoma kongenital, Pigmentary Retinopati ;3. Kelainan pendengaran ;

4. Kelainan pada sistim saraf pusat : Retardasi mental, Mikrocephalia, Meningoensefalitis ;5. Kelainan lain : Purpura, Splenomegali, Ikterik yang muncul dalam 24 jam setelah lahir,

Radioluscent bone.

1 2

II. Definisi Kasus Campak dan Rubella

Derajat kesehatan masyarakat sebuah negara ditentukan oleh beberapa indikator. Beberapa indikator yang dianggap signifikan dalam menggambarkan derajat tersebut antara lain, kematian ibu, kematian bayi, dan status gizi. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih dianggap sensitif dalam mendeteksi ada atau tidaknya perbaikan pada sektor pelayanan kesehatan. Angka Kematian Bayi menggambarkan banyaknya kejadian kematian pada anak usia 0-11 bulan per 1.000 kelahiran hidup di populasi. Indikator ini diperoleh berdasarkan hasil survey atau sensus yang dilakukan secara periodik pada tahun tertentu. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik menujukkan peningkatan. Namun demikian peningkatan tersebut masih dianggap “on track”, yang artinya AKB masih berpeluang dapat diturunkan.

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa angka kematian neonatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita menunjukkan kecenderungan penurunan dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2015. Kematian bayi dan balita dapat disebabkan oleh infeksi, asfiksia, dan PD3I.

I. Kematian Bayi dan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di Indonesia

Sumber: SDKI tahun 1991-2017

1991 1995 1999 2003 2007 2012 2017

97

81

5846 44 40

32

2432

1519

34

19

35

20

46

26

57

30

68

32

120

100

80

60

40

20

0

Angka Kematian Neonatal

Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Balita

GAMBAR 1. TREN ANGKA KEMATIAN NEONATAL, BAYI, DAN BALITA TAHUN 1991 – 2017 DI INDONESIA

Salah satu penyakit yang termasuk ke dalam golongan PD3I adalah Campak. Penyakit Campak

dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular

(infeksius) dari genus Morbillivirus dan termasuk golongan virus RNA. Manusia diperkirakan

satu-satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam

penularan. Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan lebih

20 juta orang di dunia terkena Campak dengan 2,6 juta kematian setiap tahun yang sebagian

besar adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih dari satu miliar anak

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat 18 provinsi (52,9%) yang mengalami peningkatan kasus dalam tiga tahun terakhir, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Banten, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat. Provinsi Banten dan Jawa Timur mengalami peningkatan yang signifikan di antara 18 provinsi tersebut.

Pada saat tertentu adanya peningkatan kasus di suatu wilayah menyebabkan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada wilayah tersebut. KLB suspect Campak terjadi ketika ditemukan 5 atau lebih suspect Campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut, terjadi mengelompok dan memiliki hubungan epidemiologi. KLB Campak pasti terjadi ketika ada KLB suspect Campak dengan hasil laboratorium > 2 IgM Campak. KLB Rubella pasti terjadi ketika terdapat KLB suspect Campak dengan hasil laboratorium > IgM Rubella.

Kasus Campak pada pelaporan rutin dan kasus pada Kejadian Luar Biasa dilaporkan tiap bulan. Kedua jenis kasus tersebut menunjukkan peningkatan pada bulan-bulan tertentu, namun pola yang ditunjukkan tidak sama dalam tiga tahun terakhir (2015-2017).

3 4

III. Gambaran Kasus

Kegiatan surveilans yang dilakukan setiap tahun melaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect Campak. Hasil konfirmasi laboratorium terhadap kasus tersebut, diketahui bahwa 12 – 39% di antaranya adalah Campak pasti (confirmed), dan sebanyak 16–43% adalah Rubella pasti.

Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus Campak dan 30.463 kasus Rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah.

Jumlah kasus Campak yang dilaporkan dapat dibandingkan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya dengan menggunakan Incidence Rate. Incidence Rate Campak diperoleh dengan membagi jumlah kasus Campak dengan jumlah penduduk di wilayah tertentu lalu dikalikan dengan konstanta 100.000. Incidence rate Campak menggambarkan rate penderita Campak di tiap 100.000 penduduk.

Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2011-2017 menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk. Namun demikian, Incidence rate cenderung naik dari tahun 2015 sampai dengan 2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.

Kasus Campak dalam tiga tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan dibeberapa provinsi. Namun ada juga beberapa provinsi yang mengalami penurunan.

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

Fre

ku

en

si K

LB

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0

Ace

h

Su

mate

ra U

tara

Su

mate

ra B

ara

t

Ria

u

Jam

bi

Su

mate

ra S

ela

tan

Ben

gk

ulu

Lam

pu

ng

Kep

. B

an

gk

a B

eli

tun

g

Kep

ula

uan

Ria

u

DK

I Ja

kart

a

Jaw

a B

ara

t

Jaw

a T

en

gah

DI

Yo

gyak

art

a

Jaw

a T

imu

r

Ban

ten

Bali

NT

B

NT

T

Kali

man

tan

Bara

t

Kali

man

tan

Ten

gah

Kali

man

tan

Sela

tan

Kali

man

tan

Tim

ur

Kali

man

tan

Uta

ra

Su

law

esi

Uta

ra

Su

law

esi

Ten

gah

Su

law

esi

Sela

tan

Su

law

esi

Ten

gg

ara

Go

ron

talo

Su

law

esi

Bara

t

Malu

ku

Malu

ku

Uta

ra

Pap

ua B

ara

t

Pap

ua

2015 2016 2017

GAMBAR 3. DISTRIBUSI KASUS CAMPAK TAHUN 2015-2017

GAMBAR 2. INCIDENCE RATE CAMPAK PER 100.000 PEDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2011-2017

2011

9,2

2012

6,5

2013

4,6

2014

5,1

2015

3,2

2016

5,0

2017

5,6

5 6

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa kasus Campak tidak tergantung musim. Pola yang dapat diidentifikasi adalah jika terjadi peningkatan kasus, maka akan diiringi dengan peningkatan kasus pada KLB.

Pemerintah melaksanakan imunisasi Campak tambahan pada bulan Agustus 2016, dan imunisasi Campak Rubella (MR) di provinsi di Pulau Jawa pada Bulan Agustus sampai dengan September 2017. Kampanye imunisasi tersebut bertujuan untuk untuk memberikan kekebalan tambahan terhadap Campak dan Rubella sehingga dapat mengurangi kasus dan kejadian KLB Campak. Hal ini dibuktikan adanya penurunan kasus dan tidak adanya laporan KLB Campak pada bulan Oktober 2017 sampai dengan Maret 2018 di wilayah pelaksanaan imunisasi.

KLB Campak dalam tiga tahun terakhir hampir di setiap provinsi dengan jumlah provinsi melaporkan KLB meningkat dari 27 provinsi tahun 2015 menjadi 30 provinsi tahun 2017. Peningkatan ini di antaranya disebabkan perbaikan kewaspadaan dini terhadap kasus Campak, yaitu petugas lebih cepat menangkap adanya peningkatan kasus. Kecepatan dalam mendeteksi kasus ditindaklanjuti dengan upaya penanggulangan, antara lain melalui kampanye Campak Rubella (MR) pada bulan Agustus dan September tahun 2017 yang sangat signifikan mempengaruhi terjadinya penurunan KLB.

2.500

2.000

1.500

1.000

500

0

2015

2016

2017

2015 (KLB)

2016 (KLB)

2017 (KLB)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1.495

205

1.222

245

2.461

497

966

35

339

112

206

23

1.802

216

562

193

406

117

1.346

238

474

485

647

279

923

317

677

365

971

306

563

52

278

117

903

243

735

198

735

647

1.100

480

952

55

395

76

981

123

1.046

129

565

165

1.457

188

1.194

247

685

116

1.586

254

1.446

219

769

128

1.850

255

1.422

328

759

109

2.071

458

GAMBAR 4. JUMLAH KASUS CAMPAK MENURUT BULAN TAHUN 2015-2017

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

GAMBAR 5. SEBARAN KASUS DAN FREKUENSI KLB CAMPAK TAHUN 2015-2017

2015Frekuensi KLB

Kasus saat KLB

Jumlah Provinsi

: 282

: 2.246

: 27

Frekuensi KLB

Kasus saat KLB

Jumlah Provinsi

: 351

: 5.502

: 29

Frekuensi KLB

Kasus saat KLB

Jumlah Provinsi

: 349

: 3.143

: 30

2016

2017

2015Frekuensi KLB

Kasus saat KLB

Jumlah Provinsi

: 84

: 688

: 16

Frekuensi KLB

Kasus saat KLB

Jumlah Provinsi

: 36

: 332

: 11

Frekuensi KLB

Kasus saat KLB

Jumlah Provinsi

: 79

: 753

: 19

2016

2017

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

Dalam kurun waktu 2015-2017 juga terjadi KLB Rubella di beberapa provinsi di Indonesia. KLB Rubella pada tahun 2017 dilaporkan di 19 provinsi dengan frekuensi sebanyak 79 kali.

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

GAMBAR 6. SEBARAN KASUS DAN FREKUENSI KLB RUBELLA TAHUN 2015-2017

Pada gambar terlihat distribusi atau sebaran KLB Rubella dalam 3 tahun terakhir terlihat tahun 2017 merupakan sebaran KLB Rubella tertinggi dibandingkan tahun 2015 dan 2016.

Gambaran cakupan imunisasi di tiap provinsi dalam tiga tahun terakhir menunjukkan beberapa provinsi yang mengalami peningkatan maupun penurunan.

Gambar di atas menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan dan Jambi memiliki cakupan imunisasi Campak tertinggi dibandingkan provinsi lainnya. Sebanyak 21 provinsi (61,8%) mengalami penurunan cakupan dari tahun 2015 sampai 2017.

7 8

IV. Pengendalian Campak

Meskipun Campak sangat menular dan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini dapat dicegah melalui program Imunisasi. Pengendalian Campak di Indonesia diawali pada tahun 1982. Program Imunisasi Nasional diperluas dan mulai menerapkan jadwal standar untuk imunisasi rutin yang mencakup dosis vaksin Campak diberikan pada usia 9 bulan. Cakupan imunisasi Campak semakin meningkat sehingga pada tahun 1990 dapat mencapai lebih dari 90%. Pada tahun 2000, dalam rangka mengatasi KLB dan memberikan kesempatan kedua bagi anak yang belum diimunisasi atau pun yang belum terbentuk kekebalannya, maka ditetapkan 3 strategi pengendalian Campak:· Crash program Campak untuk anak balita di daerah risiko tinggi· Catch-up campaign Campak untuk anak sekolah· Introduksi pemberian dosis kedua melalui kegiatan rutin BIAS untuk kelas satu SD pada tahun berikutnya setelah catch-up campaign.

Reduksi Campak ditargetkan untuk mengurangi kematian akibat Campak hingga 90% pada 2010 berdasarkan perkiraan pada tahun 2000. Setelah tercapai reduksi Campak maka fase selanjutnya adalah upaya untuk mencapai eliminasi yang telah disepakati akan dicapai pada tahun 2020.

Pada tahun 2014 untuk lebih meningkatkan kekebalan pada anak-anak, maka dikeluarkan kebijakan pemberian imunisasi Campak lanjutan pada anak usia 24 bulan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 pemberian imunisasi Campak lanjutan dosis ke-2 diberikan pada anak usia 18 bulan.

Selain pelaksanaan imunisasi, salah satu strategi untuk mencapai eliminasi dan pengendalian Campak di Indonesia adalah pelaksanaan surveilans Campak Rubella berbasis individu yang dikenal juga dengan CBMS (case based measles surveillance). Pelaksanaan surveilans ini jika ditemukan setiap satu kasus dengan gejala demam, rash/bintik merah pada tubuh, disertai salah satu gejala atau lebih batuk/pilek/mata merah, maka diambil spesimen darah/serum diperiksa di laboratorium rujukan nasional yaitu Badan Litbangkes Kemenkes, Bio Farma, BBLK Surabaya dan BLK Yogyakarta untuk memastikan diagnosis Campak atau Rubella.

Cakupan Imunisasi Rutin Campak

Cakupan Imunisasi Campak menunjukkan kecenderungan peningkatan pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Namun kecenderungan penurunan terjadi dari tahun 2012 sebesar 99,3% menjadi 89,8% pada tahun 2017.

GAMBAR 7. CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI INDONESIA TAHUN 2008-2017

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

2011

96,6

2012

99,3

2013

95,8

2014

94,6

2015

92,3

2016

93,0

2017

89,8

2008

90,5

2009

92,09

2010

93,61

%Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

Fre

ku

en

si K

LB

120

100

80

60

40

20

0

Ace

h

Su

mate

ra U

tara

Su

mate

ra B

ara

t

Ria

u

Jam

bi

Su

mate

ra S

ela

tan

Ben

gk

ulu

Lam

pu

ng

Kep

. B

an

gk

a B

eli

tun

g

Kep

ula

uan

Ria

u

DK

I Ja

kart

a

Jaw

a B

ara

t

Jaw

a T

en

gah

DI

Yo

gyak

art

a

Jaw

a T

imu

r

Ban

ten

Bali

NT

B

NT

T

Kali

man

tan

Bara

t

Kali

man

tan

Ten

gah

Kali

man

tan

Sela

tan

Kali

man

tan

Tim

ur

Kali

man

tan

Uta

ra

Su

law

esi

Uta

ra

Su

law

esi

Ten

gah

Su

law

esi

Sela

tan

Su

law

esi

Ten

gg

ara

Go

ron

talo

Su

law

esi

Bara

t

Malu

ku

Malu

ku

Uta

ra

Pap

ua B

ara

t

Pap

ua

2015 2016 2017

GAMBAR 8. CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI INDONESIA TAHUN 2015-2017

Kampanye Imunisasi Measles Rubella

Berdasarkan data surveilans dan cakupan imunisasi, maka imunisasi Campak rutin saja belum

cukup untuk mencapai target eliminasi Campak. Sedangkan untuk akselerasi pengendalian

Rubella/CRS maka perlu dilakukan kampanye imunisasi tambahan sebelum introduksi vaksin

MR ke dalam imunisasi rutin.

Oleh karena itu, diperlukan kampanye pemberian imunisasi MR pada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Pemberian imunisasi MR pada usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun dengan cakupan tinggi (minimal 95%) dan merata diharapkan akan membentuk imunitas kelompok (herd immunity), sehingga dapat mengurangi transmisi virus ke usia yang lebih dewasa dan melindungi kelompok tersebut ketika memasuki usia reproduksi.

Pelaksanaan kampanye vaksin MR pada anak usia 9 bulan hingga 15 tahun dilaksanakan secara bertahap dalam 2 fase sebagai berikut :

1. Fase 1 bulan Agustus-September 2017 di seluruh Pulau Jawa 2. Fase 2 bulan Agustus-September 2018 di seluruh Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan,

Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua

Pencanangan Kampanye Imunisasi MR dilaksanakan dalam rangka menggerakkan masyarakat agar dapat dicapai cakupan yang tinggi yang diselenggarakan pada tanggal 1 Agustus 2017 oleh Bapak Presiden RI di MTSN 1 Sleman, DI Yogyakarta.

Pelaksanaan Kampanye Imunisasi MR Fase I telah mencapai target cakupan yaitu > 95%. Cakupan Kampanye Imunisasi MR Fase I yang sudah dicapai yaitu 100,9% atau sejumlah 35.307.148 anak telah diberikan imunisasi MR.

Kampanye Imunisasi Measles Rubella (MR) Fase II akan dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2018 dengan jumlah sasaran anak usia 9 bulan sampai dengan < 15 tahun sebesar 31.963.154 di 28 provinsi di luar Pulau Jawa. Semua upaya yang dilakukan tersebut ditujukan untuk memperoleh herd imunity (kekebalan kelompok) yang dapat menangkal kasus infeksi Campak dan Rubella. Penurunan kasus Campak dan Rubella diharapkan dapat berkontribusi terhadap penurunan angka kematian neonatal, bayi dan balita di Indonesia. Anak anak yang sehat dan terbebas dari penyakit adalah asset bangsa dalam menyongsong bonus demografi yang berpotensi untuk diperoleh Indonesia di masa depan.

9 10

GAMBAR 9. PELAKSANAAN IMUNISASI MEASLES DAN RUBELLA (MR) FASE-1 TAHUN 2017

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018

GAMBAR 10. PELAKSANAAN IMUNISASI MEASLES DAN RUBELLA (MR) FASE-II TAHUN 2018

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2018