unm digilib unm sahade 313 1 analisis

27
ANALISIS OPTIMALISASI PAJAK PENGHASILAN YAYASAN YANG BERGERAK DI BIDANG PENDIDIKAN (Suatu Tinjauan Pada salah satu Yayasan Pendidikan di Kota Makassar) Sahade Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar Abstrak : Ada kecenderungan setiap wajib pajak untuk berusaha meminimalkan jumlah pajak yang dibayar, secara umum cara-cara yang digunakan dikelompokkan menjadi dua, yakni: 1) meminimalkan jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan cara yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku (legal) biasa dikenal dengan istilah tax avoidance (penghindaran pajak). 2) meminimalkan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku (illegal) yang biasa dikenal dengan istilah tax avasion (penggelapan pajak). Untuk dapat melaksanakan untuk berusaha meminimalkan jumlah pajak yang dibayar, maka wajib pajak perlu membuat perencanaan pajak. Perencanaan pajak dalam rangka pengurangan atau meminimalkan beban pajak yang ditanggung dapat dilakukan dengan; 1) perencanaan perpajakan untuk penyusutan aktiva tetap, 2) perencanaan perpajakan melalui penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap, 3) perencanaan perpajakan melalui pembelian aktiva, 4) perencanaan perpajakan melalui manajemen persediaan, 5) perencanaan perpajakan berdasarkan penentuan harga transfer (transfer princing) perusahaan, 6) perencanaan perpajakan melalui tunjangan berupa uang makan, 7) perencanaan perpajakan melalui pembiayaan berupa obligasi, 8) perencanaan perpajakan dengan mempercepat atau segera membiayakan pengeluaran. Wajib pajak yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, yang termasuk pengertian penghasilan adalah: a) uang pendaftaran dan uang pangkal; b) uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan; c) uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan; d) uang SPP, uang 138 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10

Upload: soetaciek

Post on 09-Nov-2015

241 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Unm Digilib Unm Sahade 313 1 Analisis

TRANSCRIPT

138 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10ANALISIS OPTIMALISASI PAJAK PENGHASILANYAYASAN YANG BERGERAK DI BIDANG PENDIDIKAN(Suatu Tinjauan Pada salah satu Yayasan Pendidikan di Kota Makassar)

SahadeDosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar

Abstrak : Ada kecenderungan setiap wajib pajak untuk berusaha meminimalkan jumlah pajak yang dibayar, secara umum cara-cara yang digunakan dikelompokkan menjadi dua, yakni: 1) meminimalkan jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan cara yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku (legal) biasa dikenal dengan istilah tax avoidance (penghindaran pajak). 2) meminimalkan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku (illegal) yang biasa dikenal dengan istilah tax avasion (penggelapan pajak). Untuk dapat melaksanakan untuk berusaha meminimalkan jumlah pajak yang dibayar, maka wajib pajak perlu membuat perencanaan pajak. Perencanaan pajak dalam rangka pengurangan atau meminimalkan beban pajak yang ditanggung dapat dilakukan dengan; 1) perencanaan perpajakan untuk penyusutan aktiva tetap, 2) perencanaan perpajakan melalui penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap, 3) perencanaan perpajakan melalui pembelian aktiva, 4) perencanaan perpajakan melalui manajemen persediaan, 5) perencanaan perpajakan berdasarkan penentuan harga transfer (transfer princing) perusahaan, 6) perencanaan perpajakan melalui tunjangan berupa uang makan, 7) perencanaan perpajakan melalui pembiayaan berupa obligasi, 8) perencanaan perpajakan dengan mempercepat atau segera membiayakan pengeluaran. Wajib pajak yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, yang termasuk pengertian penghasilan adalah: a) uang pendaftaran dan uang pangkal; b) uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan; c) uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan; d) uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya dan sebagainya; e) penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan sebagainya; f) penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan (deductible expense) dari penghasilan wajib pajak yayasan sebagai berikut: a) gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan; b) biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor; c) biaya publikasi/iklan; d) biaya kendaraan; e) biaya kemahasiswaan; f) biaya ujian semester; g) biaya sewa gedung & utilities (listrik,telpon, air); h) biaya laboratorium; i) biaya penyelenggaraan asrama; j) biaya bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya; k) biaya pemeliharaan kampus; l) biaya penyusutan; m) kerugian karena penjualan/pengalihan harta; n) biaya penelitian dan pengembangan; o) biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/ karyawan; p) biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olahraga serta peraga; q) subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu; dan r) pajak bumi dan bangunan bagi yang terkena.

Kata kunci : Minimalisasi pembayaran pajak dan perencanaan pajak.

Sahade, Analisis Optimalisasi139PENDAHULUAN

Pajak merupakan sumber penerimaan utama untuk kegiatan pembiayaan negara. Bagi negara semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin lebih baik bagi keuangan negara. Namun bagi wajib pajak, pembayaran merupakan beban. Karena semakin kecil jumlah pajak yang dibayar akan semakin menguntungkan. Ini sesuai dengan salah satu sifat dasar manusia yaitu sifat ekonomis. Menurut Binsarjono (2004) ada hal yang mendasar dalam sifat manusia kalau bisa tidak membayar,mengapa harus membayar. Kalau bisa membayar lebih kecil,mengapa harus membayar lebih besar.

Mengacu pada sifat dasar manusia, maka ada kecenderungan setiap wajib pajak untuk berusaha meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayarkan. Dalam rangka meminimalkan jumlah pajak yang akan dibayar, secara umum cara-cara yang digunakan dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Meminimalkan jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan cara yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku (legal) biasa dikenal dengan istilah tax avoidance (penghindaran pajak).2. meminimalkan peraturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku (illegal) yang biasa dikenal dengan istilah tax avasion (penggelapan pajak).

Bagi wajib pajak cara yang terbaik mengurangi,menghindari,meringankan atau meminimalkan jumlah pajak yang dibayar adalah dengan menggunakan cara yang sesuai dengan peraturan perpajakan (tax avoidance). Untuk dapat melaksanakan tax avoidance secara baik dan tidak terjebak pada tax evasion, maka perlu adanya suatu manajemen pajak (tax management). Manajemen pajak adalah suatu usaha-usaha untuk mengolah pajak yang dibayar secara legal. Dalam hal ini tax planning merupakan bagian dari tax management. Namun dalam praktek sehari-hari istilah tax planning lebih populer dari istilah tax management, dengan skope bahasan meliputi seluruh proses dari tax management. Karenanya judul dari tulisan ini menggunakan istilah tax planning dengan skope bahasan meliputi seluruh proses tax management.

Perencanaan pajak dapat diterapkan mulai wajib pajak akan membuka usahanya, menjalankan usahanya sampai dengan wajib pajak membubarkan usahanya. Perencanaan pajak di Indonesia dapat meliputi seluruh pajak yang diberlakukan dan meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ,Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan sebagainya.

Ditinjau dari tujuannya, organisasi secara umum dapat dibedakan menjadi organisasi yang bertujuan mencari keuntungan (profit oriented) dan organisasi yang tidak mencari keuntungan (non profit oriented). Organisasi yang tidak mencari keuntungan dikenal sebagai organisasi nirlaba. Di Indonesia, organisasi seperti ini banyak yang berbentuk badan hukum yayasan dengan tujuan untuk pelayanan publik dan pada umumnya bergerak dibidang sosial, agama,kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Akan tetapi pemerintah menyadari bahwa yayasan sebagai salah satu bentuk organisasi nirlaba yang mempunyai tujuan untuk kepentingan publik harus mendapatkan perlakuan yang berbeda dibidang perpajakan dibandingan wajib pajak lainnya. Karenanya di dalam Undang-undang perpajakan diatur bagi wajib pajak yayasan diberikan berbagai perlakukan khusus yang cenderung memberikan berbagai keringanan di bidang perpajakan.

140 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Perkembangan usaha yang semakin kompetitif, peluang ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya melakukan kegiatan untuk mencari keuntungan, namun menggunakan badan hukum yayasan agar mendapatkan berbagai fasilitas perpajakan. Di samping itu banyak pula badan hukum yayasan yang telah berkembang sedemikian pesatnya, sehingga untuk mendukung pendanaan kegiatan sosialnya membentuk unit-unit usaha yang dalam prakteknya melakukan kegiatan bisnis, dan apabila ini masih tetap diberikan perlakukan yang berbeda dari segi perpajakan dengan Badan Usaha Tetap (BUT) lainnya,maka akan menimbulkan iklim persaingan yang tidak sehat pada kegiatan perekonomian bangsa sekarang dan masa yang akan datang. Hal lain banyak pula yayasan yang bergerak di bidang pendidikan yang memang melakukan misi kegiatan sosial, namun dalam prakteknya menerapkan tarif yang tinggi bagi jasa pendidikan yang diberikan kepada masyarakat dan hal ini banyak yang terjadi bagi Perguruan Tinggi Swasta di Makassar. Dengan pengenaan tarif yang tinggi, yayasan akan memperoleh keuntungan yang besar, yang merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya operasionalnya. Karena kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan misi sosial untuk kepentingan publik, maka keuntungan dari selisih tersebut yang didapat tidak akan dikenakan pajak penghasilan. Padahal dalam kenyataannya keuntungan yang diperoleh ini banyak yang dinikmati oleh para pengurus, pendiri, kolega yayasan ataupun pihak-pihak lainnya yang memberikan kemudahan fasilitas tersebut.

Untuk mengantisipasi berbagai penyalagunaan bentuk badan hukum yayasan dan memberikan perlakuan yang sama bagi unit kegiatan bisnis yayasan dengan organisasi komersial lainnya, pemerintah melalui Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ.4/1995 tentang Perlakukan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau organisasi sejenisnya, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ.4/1995 tanggal 19 Juli 1995 tentang Penyuluhan Perlakuan Pajak Penghasilan bagi yayasan atau organisasi yang sejenis dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ/1995 tanggal 10 Oktober 1995 tentang pengakuan penghasilan dan biaya atas dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan. Dengan berlakunya keputusan tersebut, maka selisih dana dari badan hukum yayasan akan dikenakan pajak penghasilan dengan perlakukan yang sama dengan penghasilan netto badan hukum lainnya. Namun untuk yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, bila selisih dana yang diperoleh habis digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu 4 tahun,maka atas selisih tersebut dikecualikan dari pajak penghasilan.

Sahade, Analisis Optimalisasi141Oleh karena perlakuan perpajakan bagi yayasan sudah tidak dibedakan dengan badan hukum lainnya,maka yayasan juga perlu mengelola kewajiban pajaknya secara baik. Yayasan juga memerlukan perencanaan pajak. Berdasarkan latar belakang di atas, mengingat bahasan untuk perencanaan pajak untuk yayasan cukup luas, maka dibatasi tentang perencanaan pajak penghasilan bagi yayasan yang bergerak di bidang pendidikan (suatu kajian teori beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Makassar).

PAJAK PENGHASILAN YAYASAN

Pajak penghasilan dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari wajib pajak. Penghasilan Kena Pajak dari wajib pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan (deductible expenses) sesuai ketentuan perpajakan. Bagi wajib pajak yayasan, penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 tentang perlakuan pajak penghasilan bagi yayasan atau organisasi sejenis adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh yayasan sesuai ketentuan dalam pasal 4 (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1994 untuk ketiga kalinya diubah pada tahun 2000 dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 yang diberlakukan per 1 Januari 2001 yang digunakan sebagai dasar hukum pemungutan pajak penghasilan (Waluyo, 2002:63) antara lain:a) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa;b) bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;c) sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;d) keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah;e) pembagian keuntungan dari kerjasama usaha.

Di samping itu bagi wajib pajak yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk pengertian penghasilan adalah: a) uang pendaftaran dan uang pangkal; b) uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan; c) uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan; d) uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya dan sebagainya; e) penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan sebagainya; f) penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

142 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Sedangkan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain:a. bantuan atau sumbangan, harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam KEPMEN Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima.b. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.c. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.

Biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan (deductible expense) dari penghasilan wajib pajak yayasan berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ.4/1995 sebagai berikut: a) gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan; b) biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor; c) biaya publikasi/ iklan; d) biaya kendaraan; e) biaya kemahasiswaan; f) biaya ujian semester; g) biaya sewa gedung & utilities (listrik,telpon, air); h) biaya laboratorium; i) biaya penyelenggaraan asrama; j) biaya bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya; k) biaya pemeliharaan kampus; l) biaya penyusutan; m) kerugian karena penjualan/pengalihan harta; n) biaya penelitian dan pengembangan; o) biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan; p) biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olahraga serta peraga; q) subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu; dan r) pajak bumi dan bangunan bagi yang terkena.

Selisih lebih antara penghasilan dan biaya yang dapat dikurangkan, apabila digunakan untuk keperluan pembangunan gedung dan prasarana pendidikan tidak dikenakan pajak penghasilan. Namun dalam jangka waktu 4 tahun tidak digunakan untuk merealisasi rencana pembangunan tersebut, maka akan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud pengeluaran untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah pengeluaran untuk keperluan seperti: a) pembelian tanah untuk pembangunan prasarana pendidikan; b) gedung sarana pendidikan; c) asrama mahasiswa; d) rumah dinas guru/dosen/karyawan; e) peralatan laboratorium, perpustakaan termasuk buku-buku; f) sarana olahraga;g) inventaris kantor; dan i) sarana dan alat-alat pembelajaran.

PERENCANAAN PAJAK YAYASAN

Sistem pemungutan pajak penghasilan di Indonesia menggunakan sistem self assessment artinya wajib pajak yang sendiri menghitung, menyetorkan dan melaporkan jumlah pajaknya. Oleh karena itu sistem pajak penghasilan yang diberlakukan di Indonesia menuntut wajib pajak untuk memenuhi 2 kewajiban, yaitu: 1) kewajiban untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang menjadi tunggakannya; dan 2) kewajiban untuk menghitung, memotong/memungut, menyetor dan melaporkan pajak penghasilan yang merupakan beban orang lain.

Sahade, Analisis Optimalisasi143Kewajiban yang kedua ini terkait dengan sistem witholding tax yang diterapkan, dimana wajib pajak membayarkan suatu penghasilan kepada pihak lain yang diberi kewajiban untuk memotong/memungut pajak penghasilan atas jumlah penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain. Dan kedua kewajiban ini sifatnya mutlak, dan mempunyai konsekuensi hukum berupa sanksi administrasi yaitu denda, bunga atau kenaikan maupun konsekuensi hukum lainnya. Dalam prakteknya bagi seorang wajib pajak yang baik, patuh dan mempunyai itikad baik, maka kewajiban untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang menjadi tanggungannya tidak begitu memberatkan, akan tetapi untuk kewajiban memotong/memungut pajak penghasilan pihak lain sering sangat sulit dilakukan, terutama bila pihak lain tersebut menolak untuk dipotong/dipungut dengan berbagai alasan dan argumentasi penolakan.

Perencanaan pajak yang baik harus memungkinkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya dengan baik, benar dengan beban yang minimal. Dalam menyusun rencana pajak penghasilan untuk wajib pajk badan, menurut Erly Suandy (2003) ada beberapa strategi yang dapat digunakan. Strategi tersebut telah disesuaikan, beberapa di antaranya sebagai berikut: 1) pemilihan metode akuntansi yang digunakan; 2) pemilihan metode penilaian persediaan ; 3) pemilihan metode penyusutan aktiva tetap berwujud dan amortisasi aktiva tidak berwujud; 4) revaluasi aktiva tetap; 5) pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap; 6) pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan; 7) transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa; 8) transaksi dalam mata uang asing; 9) pengajuan surat keterangan bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan Pasal 23; 10) pemeriksaan pajak; 11) transaksi yang berkaitan dengan witholding tax; 12) optimalisasi kredit pajak yang telah dibayar; 13) equalisasi SPT tahunan PPh badan dengan SPT tahunan PPh Pasal 21 dan SPT masa PPh Pasal 23/26. penjelasan masing-masing tersebut dikaitkan dengan perencanaan pajak penghasilan untuk yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sebagai berikut:

1) Pemilihan metode akuntansi yang digunakan

Secara umum metode pengakuan pendapatan dan biaya pada akuntansi ada 2, yakni basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis). Basis kas digunakan pada saat pendapatan diakui pada saat sudah diterima secara kas, dan biaya juga baru diakui jika biaya tersebut sudah dibayar secara kas. Sedangkan basis akrual, apabila pendapatan dan biaya diakui pada saat terjadinya transaksi, bukan berdasarkan apakah pendapatan atau biaya tersebut sudah diterima atau dibayar secara kas.

144 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Akuntansi komersial menggunakan basis akrual, sedangkan akuntansi fiskal menggunakan basis akrual atau basis kas yang dimodifikasi (modified cash basis). Perbedaannya terletak pada pengakuan biaya, pada basis akrual biaya diakui pada saat terjadinya, sedangkan pada basis kas modifikasi biaya hanya diakui apabila biaya tersebut sudah dibayarkan. Ditinjau dari segi penghematan pajak, basis akrual akan menghasilkan saldo surplus yang lebih kecil dibandingkan dengan basis kas dimodifikasi. Bagi yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dalam hal ini harus menentukan apakah akan menggunakan metode basis akrual atau menggunakan basis kas dimodifikasi.

2) Pemilihan metode penilaian persediaan

Metode penilaian persediaan yang digunakan pada akuntansi komersil dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu penilaian berdasarkan harga perolehan (cost value) dan berdasarkan harga taksiran (estimate value). Metode penilaian berdasarkan harga perolehan perolehan antara lain: 1) metode FIFO (First In First Out); 2) metode LIFO (Last In First Out); 3) metode rata-rata (Average); dan 5) metode indentifikasi khusus (Specific Identification). Sedangkan metode berdasarkan harga taksiran (estimate value) antara lain: 1) metode harga eceran (Retail value) dan 2) metode laba kotor (Gross profit).

Sedangkan untuk metode pencatatan persediaan,baik secara komersil maupun secara fiskal memperbolehkan penggunaan metode pencatatan keduanya. Untuk yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, dimana tidak ada barang dagangan yang diperjualbelikan, maka persediaan barang yang ada hanya berupa persediaan perlengkapan kantor dan alat tulis, sehingga dalam hal ini yayasan harus dapat menentukan metode pencatatan dan metode penilaian persediaan mana yang akan digunakan untuk kepentingan fiskal.

3) Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap berwujud dan amortisasi aktiva tidak berwujud.

Akuntansi komersila mengenal berbagai metode penyusutan yang dapat digunakan untuk penyusutan aktiva tetap berwujud dan amortisasi aktiva tetap tidak berwujud. Namun secara fiskal hanya di kenal 2 (dua) metode penyusutan yang dapat digunakan, yaitu: 1) metode garis lurus (straight line); dan 2) metode saldo menurun ganda (double declining balance).

Perbedaan lain terletak pada penggunaan nilai sisa. Pada akuntansi komersil diperbolehkan untuk menggunakan nilai sisa, sedangkan ketentuan fiskal tidak mengenal adanya nilai sisa. Perbedaan lain mengenai masa manfaat untuk perhitungan penyusutan. Akuntansi komersil masa manfaat ditentukan berdasarkan taksiran dengan berpedoman pada kewajaran dan kelayakan. Sedangkan dalam fiskal sudah ditentukan masa manfaat dari masing-masing aktiva tetap, dan tidak boleh menyimpang dari masa manfaat yang sudah ditentukan. Apabila digunakan metode penyusutan garis lurus, besarnya beban penyusutan setiap tahun selama masa manfaat aktiva tetap tersebut akan sama besar, dengan metode penyusutan saldo menurun ganda besarnya beban penyusutan pada tahun-tahun pertama akan besar dan akan mengecil pada tahun-tahun berikutnya. Namun keduanya pada akhir masa manfaat aktiva tetap tersebut memberikan jumlah penyusutan yang sama besar, yaitu sebesar nilai perolehan aktiva tetap tersebut.

Sahade, Analisis Optimalisasi145Bagi yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, yang sebagian aktivanya berupa tanah, gedung, dan prasarana pendidikan, nilai aktiva tetap mempunyai porsi yang dominan dibandingkan nilai aktiva lainnya. Karenanya yayasan dalam hal ini harus dapat menentukan metode penyusutan yang paling tetap yang akan digunakan untuk keperluan pelaporan fiskal.

4) Revaluasi aktiva tetap

Revaluasi aktiva tetap diatur dalam KepMen Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002, Keputusan Dirjen Pajak Nomor 519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.31/2002 tanggal 4 Desember 2002. Berdasarkan peraturan tersebut wajib pajak dapat melakukan revaluasi aktiva tetap yang dimilikinya, di mana atas selisih lebih penilaian kembali setelah dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya akan dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif sebesar 10% dan bersifat final. Bila kondisi keuangan dari wajib pajak tidak memungkinkan untuk melunasi seluruh Pajak Penghasilan yang terutang, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang.

Apabila aktiva tetap yang telah direvaluasi tersebut dialihkan kepada pihak lain selama masa manfaat baru dari aktiva tetap tersebut belum berakhir, maka wajib pajak akan dikenakan tambahan pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 20% dari selisih lebih penilaian kembali di atas nilai buku fiskal semula tanpa dikompensasikan dengan sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya, kecuali pengalihan karena force majeur, penggabungan, peleburan, pemekaran usaha atau karena kerusakan berat. Mengingat bahwa aktiva dari yayasan yang bergerak dibidang pendidikan sebagian besar berupa aktiva tetap, maka yayasan dalam hal ini dapat mempertimbangkan untuk melakukan revaluasi aktiva tetap untuk kepentingan pelaporan fiskal.

5) Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap

Ditinjau dari segi fiskal, hal yang perlu dipertimbangan dalam pemilihan sumber dana untuk pembiayaan pengadaan aktiva tetap sebagai berikut:a) 146 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Bila aktiva tetap dibeli dengan sumber dana internal, maka biaya yang dapat dibebankan terkait dengan aktiva tetap tersebut adalah biaya penyusutan yang besarnya tergantung pada metode penyusutan dan masa manfaat yang telah ditetapkan peraturan perpajakan.b) Bila aktiva tetap dibeli dengan sumber dana pinjaman dari bank, maka biaya yang dapat dibebankan terkait dengan aktiva tetap tersebut adalah biaya penyusutan yang besarnya tergantung pada metode penyusutan dan masa manfaat yang telah ditetapkan peraturan perpajakan ditambah biaya bunga bank atau bunga pinjaman.c) Jika aktiva tetap diperoleh melalui pembiayaan dari perusahaan sewa guna usaha, maka biaya yang dapat dibebankan adalah jumlah seluruh angsuran sewa guna usaha.d) Karena jangka waktu angsuran sewa usaha umumnya jauh lebih pendek dari masa manfaat dari aktiva tetap, maka pengadaan aktiva tetap melalui pembiayaan perusahaan sewa guna usaha akan dapat membiayakan nilai perolehan aktiva tetap lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan dengan cara yang lain.

Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dalam hal ini dapat memilih secara tepat sumber pembiayaan mana yang paling menguntungkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi internal yayasan yang bersangkutan.

6) Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan

Perlakukan perpajakan berkaitan dengan pembayaran penghasilan dari yayasan kepada karyawannya menganut prinsip taxability-deductibility, artinya jika bagi karyawan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (taxable income), maka bagi yayasan merupakan biaya dapat dikurangkan (deductible expenses). Sebaliknya bagi karyawan merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak (non taxable income), maka bagi yayasan merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible expenses). Jadi selalu ada salah satu pihak yang akan dikenakan Pajak Penghasilan, apakah itu karyawan yang akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau yayasan yang akan dikenakan pajak penghasilan wajib pajak badan.

Namun ada beberapa ketentuan perpajakan yang menyimpan dari prinsip tersebut, dimana ada penghasilan karyawan yang tidak dikenakan pajak, tetapi bagi perusahaan pengeluaran tersebut dimasukkan sebagai biaya. Adapun transaksi pembayaran dari yayasan kepada karyawan ditinjau dari segi perpajakan dapat digolongkan sebagai berikut:

a) Yang bagi karyawan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak dan bagi yayasan merupakan biaya yang dapat dikurangkan antara lain: 1) gaji, upah, honorarium, lembur, bonus, insentif, uang saku dan sejenisnya; 2) tunjangan dalam bentuk uang; 3) tunjangan PPh Pasal 21; 4) pesangon; 5) penggantian pengobatan kepada karyawan; 6) premi Jamsostek/Jaminan kematian, asuransi kesehatan, kecelakaan, kematian, beasiswa dan asuransi dwiguna yang ditanggung pemberi kerja.b) Sahade, Analisis Optimalisasi147Yang bagi karyawan yang merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak dan bagi yayasan merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan antara lain: 1) pemberian dalam bentuk natura/ kenikmatan kepada karyawan; 2) pemberian fasilitas pengobatan kepada karyawan; 3) pengeluaran/ biaya rekreasi untuk karyawan; 4) pemberian fasilitas rumah dinas kepada karyawan.c) Yang bagi karyawan merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak dan bagi yayasan merupakan biaya yang dapat dikurangkan antara lain: 1) pemberian dalam bentuk natura/ kenikmatan kepada karyawan di daerah terpencil; 2) iuran dana pensiun dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang ditanggung perusahaan; 3) pemberian makanan dan minuman kepada seluruh karyawan di tempat kerja; dan 4) biaya antar jemput.d) Yang bagi karyawan merupakan penghasilan yang tidak dkenakan pajak dan bagi yayasan 50% dari seluruh pengeluaran merupakan biaya yang dapat dikurangkan antara lain: 1) kendaraan dinas yang digunakan pegawai tertentu karena pekerjaan atau jabatannya; 2) telepon seluler yang digunakan pegawai tertentu karena pekerjaan dan jabatannya.

Yayasan dihadapkan pada berbagai pilihan yang mempunyai konsekuensi perpajakan yang berbeda untuk pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan pembayaran kepada karyawan. Pilihan yang mana akan dilakukan oleh yayasan sangat banyak tergantung pada situasi dan kondisi internal dari yayasan.

7) Transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa

Menurut ketentuan perpajakan, pihak-pihak dinyatakan mempunyai hubungan istimewa apabila:a. Wajib pajak memiliki penyertaan modal kepada wajib pajak lain sebesar 25% atau lebih, baik secara langsung maupun tidak langsung.b. Wajib pajak menguasai wajib pajak lain dua atau lebih berada dibawah penguasaan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung (misal manajemen, teknologi, dan sebagainya).c. Terdapat hubungan keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.

Bagi yayasan, hubungan istimewa ini dimungkinkan apabila yayasan mempunyai penyertaan modal sebesar 25% pada wajib pajak lain atau menguasai wajib pajak lainnya dari segi manajemen, teknologi atau semacamnya baik langsung maupun tidak langsung. Bila terjadi transaksi antara yayasan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengannya dan dinilai tidak wajar serta mempengaruhi penghasilan kena pajak, maka fiskus dapat melakukan koreksi untuk mendapatkan nilai penghasilan yang wajar. Karenanya yayasan dalam hal ini harus membuat kebijakan perlakuan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan untuk transaksi-transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengannya.

148 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 108) Transaksi dalam mata uang asing

Apabila yayasan mempunyai transaksi dalam mata uang asing, maka keuntungan atau kerugian karena selisih kurs mata uang asing harus dicatat sebagai penghasilan atau biaya/kerugian yayasan. Pengakuan keuntungan atau kerugian dari transaksi mata uang asing tergantung dari sistem pembukuan yang dianut oleh yayasan dengan syarat dilakukan secara taat asas (konsisten). Ada 2 (dua) sistem pembukuan yang dapat digunakann oleh yayasan dalam mencatat kerugian atau keuntungan selisih mata uang asing, yaitu: a) kurs tetap; dan 2) kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.

Keuntungan dari selisih kurs mata uang asing akan merupakan penambah penghasilan bruto, sedangkan kerugiannya akan merupakan unsur pengurang penghasilan bruto. Apabila sistem pembukuan yang digunakan adalah kurs tetap, maka pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut. Sedangkan apabila sistem pembukuan adalah kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, maka pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun dan pada saat realisasinya berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku.

9) Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan Pasal 23

Peraturan perpajakan yang ada memungkinkan wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu untuk mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dipotong/dipungut PPh Pasal 21 dan Pasal 23. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:a. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan bukti karena mengalami kerugian fiskal sehingga tidak akan terutang pajak penghasilan,ataub. Wajib pajak yang masih berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal (baik yang dicantumkan dalam SKP atau SPT PPh dalam hal belum ada SKP) sepanjang kerugian yang masih harus dikompensasikan tersebut jumlahnya masih lebih besar daripada perkiraan penghasilan netto dalam tahun pajak berjalan,atauc. Pajak penghasilan yang telah dibayar lebih besar daripada pajak penhasilan yang akan terutang.

Dalam mengajukan permohonan, wajib pajak wajib melampirkan: a) perkiraan penghasilan netto dalam tahun berjalan; b) daftar pihak-pihak pemberi penghasilan beserta nilai transaksi yang diperkirakan akan diterima/diperoleh. Yayasan dalam hal ini dapat mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dipotong/dipungut PPh Pasal 22 dan Pasal 23.

Sahade, Analisis Optimalisasi14910) Pemerikasaan Pajak

Pemeriksaan pajak dapat dibedakan atas :a. Pemeriksaan lapangan yaitu pemeriksaan yang dapat mencakup pemeriksaan suatu jenis pajak atau pemeriksaan seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan ditempat wajib pajak. Pemeriksaan lapangan dapat dibedakan atas pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan sederhana.b. Pemeriksaan kantor yaitu pemeriksaan yang mencakup satu jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan sederhana.

Beberapa kriteria wajib pajak yang menjadi prioritas pemeriksaan antara lain: 1) surat pemberitahuan menunjukkan lebih bayar; 2) surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menunjukkan rugi; 3) surat pemberituhan tidak disampaikan atau disampaikan tidak dapat waktu yang telah ditetapkan;dan 4) surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Bagi wajib pajak yayasan, perencanaan pajak yang disusun harus dapat memenuhi tujuan-tujuan berikut:a. Terkait dengan kewajiban untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang menjadi tanggungannya. Dalam hal ini tujuan perencanaan pajak penghasilan bagi yayasan adalah memastikan agar penghasilan netto yayasan sebagai hasil selisih lebih antara penghasilan bruto dan biaya-biaya operasional tidak dikenakan pajak penghasilan, karena penghasilan netto yayasan benar-benar digunakan untuk kepentingan pembangunan gedung dan pengembangan prasarana pendidikan.b. Terkait dengan kewajiban untuk menghitung, memotong/memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang merupakan beban orang lain.

Proses perencanaan pajak penghasilan bagi yayasan sebagai berikut:1) Membuat kebijakan secara umum terkait dengan pendapatan,biaya dan pajak yang dibayarkan. Kebijakan yang akan dibuat oleh yayasan misalkan seperti berikut: a) metode akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan dan biaya adalah basis akrual (accrual basis); 2) metode pencatatan persediaan yang digunakan adalah perpetual inventory system; 3) metode penilaian persediaan yang digunakan adalah rata-rata; 4) metode penyusutan aktiva tetap berwujud dan amortisasi aktiva tidak berwujud yang digunakan adalah garis lurus; 5) untuk pengadaan semua aktiva tetap, sumber pendanaan akan diusahakan dari perusahaan sewa guna usaha; 6) kebijakan pngeluaran yang terkait dengan pembayaran kepada karyawan; 7) untuk transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa digunakan dasar harga pasar; 8) untuk pengakuan keuntungan atau kerugian transaksi dalam mata uang asing digunakan metode pencatatan kurs tengah Bank Indonesia; 9) yayasan mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk dipotong PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23; dan 10) yayasan menghindari kriteria prioritas pemeriksaan.2) 150 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Mengarahkan dan memonitor implementasi kebijakan yang dibuat dalam transaksi keuangan perusahaan.3) Memonitor pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran, termasuk proses pencatatannya.4) Memonitor bahwa semua kewajiban witholding tax sudah dilakukan secara baik dan benar. Yayasan selain mempunyai kewajiban terkait dengan pajak yang menjadi tanggungannya, juga mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak terhadap pihak ketiga (witholding tax). Terkait dengan kewajiban witholding tax ini, yayasan sering menghadapi kesulitan dikarenakan pihak ketiga yang menerima pembayaran sering tidak mau dipotong witholding tax. Yayasan dalam hal ini berada pada posisi yang sulit, karena bila yayasan tidak melaksanakan pemotongan, maka pada saat ada pemeriksaan dari pihak fiskus, yayasan akan dikenai sanksi untuk membayar witholding tax yang tidak dipotong tersebut ditambah sanksi denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% setiap bulan. Karena itu, yayasan dalam hal ini harus menyebutkan secara jelas dalam kontrak-kontrak dengan pihak ketiga terkait dengan pemotongan witholding tax, maka nilai kontrak dapat di gross-up sesuai dengan tarif witholding tax. Misalnya nilai kontrak neto yang disepakati dengan pihak ketiga sebesar Rp 98.000.000,-, sedangkan tarif witholding tax adalah 2%, maka nilai kontrak setelah di gross-up adalah = 100/98 x Rp 98.000.000,- = Rp 100.000.000,-. Nilai witholding tax yang dipotong = 2 % x Rp 100.000.000,- = Rp 2.000.000,-.5) Pada akhir tahun menyusun realisasi penerimaan dan pengeluaran tahun yang bersangkutan dalam bentuk laporan penerimaan dan pengeluaran. Contoh laporan penerimaan dan pengeluaran yayasan dapat dilihat pada tabel berikut:6) Melakukan koreksi fiskal atas laporan penerimaan dan pengeluaran. Koreksi fiskal bagi yayasan dalam hal ini untuk melakukan penyesuaian agar laporan penerimaan dan pengeluaran sesuai dengan prinsip-prinsip pengakuan penerimaan dan pengeluaran yang telah diatur dalam ketentuan dan peraturan perpajakan.7) Menghitung besarnya saldo surplus untuk tahun tersebut, seperti yang terlihat pada data tabel 1 besarnya saldo surplus sebesar Rp 588.100.000,-.8) Menyusun rencana penggunaan jumlah saldo surplus untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan. Jika jumlah saldo surplus sudah diketahui, maka berikutnya adalah menyusun rencana penggunaan saldo surplus guna pembanguna gedung dan prasarana pendidikan. Misalkan contoh pada tabel 1 saldo surplus sebesar Rp 588.100.000,-,akan digunakan untuk pembangunan tambahan ruang perkuliahan. Perhitunganya harus dirinci dengan memperhatikan faktor inflasi,karena realisasi pelaksanaannya baru dilaksanakan tahun depan.9) Sahade, Analisis Optimalisasi151Melakukukan equalisasi antara SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh Pasal 23/26 pada akhir tahun pajak. Equalisasi yang harus dibuat adalah: a) equalisasi antara SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21/26, ini dimaksudkan untuk mengecek apakah jumlah pembayaran atas biaya gaji, tunjangan, honorarium dan pengeluaran semacamnya yang terkait dengan objek pemotongan PPh Pasal 21/26 yang tercantum dalam rincian biaya pada SPT Tahunan PPh Badan sudah sama dengan jumlah Dasar Pengeluaran Pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21/26; b) equalisasi antara SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPh Pasal 23/26 harus dicek apakah jumlah biaya untuk pembayawan sewa, bunga, deviden, royalty, jasa teknik,jasa manajemen dan jasa lainnya yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan sudah sesuai dengan jumlah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pasal 23/26 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 masa Januari sampai dengan Desember. Apabila terjadi perbedaan pada jumlah-jumlah yang diequalisasi, maka harus segera dicari perbedaan atau penyebab terjadinya selisih. Equalisasi dapat dilakukan dalam bentuk rekonsialisasi.10) Melakukan penutupan rekening buku besar yayasan yang memindahkan saldo surplus yang di dapat ke rekening Dana Pembangunan Gedung dan Prasarana Pendidikan.11) Yayasan memberitahukan rencana fisik sederhana dan rencana anggaran biaya pembangunan gedung dan prasarana pendidikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di mana yayasan terdaftar sebagai wajib pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dengan dilampirkan pernyataan bahwa dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan akan digunakan selambat-lambatnya 4 tahun setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.12) Melakukan pencatatan tersendiri mengenai penerimaan dan penggunaan dana pembangunan gendung dan prasarana pendidikan.13) Membuat laporan penerimaan dan penggunaan dana pembangunan gendung dan prasarana pendidikan setiap tahunnya dan menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana yayasan terdaftar sebagai wajib pajak dalam lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

Keterangan Jumlah Komersial Koreksi Fiskal Jumlah Fiskal

Beda Waktu Beda Tetap

Penerimaan :

Uang sumbangan pendidikan Rp 2.450.000.000 Rp - Rp 2.450.000.000

Uang penyelenggaran pendidikan Rp 4.375.000.000 Rp 4.375.000.000

Uang pendaftaran mahasiswa baru Rp 725.000.000 Rp 725.000.000

penerimaan dari hibah Rp 1.500.000.000 Rp 1.500.000.000 Rp -

penerimaan lain-lain Rp 75.000.000 Rp 75.000.000

Total Penerimaan Rp 9.125.000.000 Rp - Rp 1.500.000.000 Rp 7.625.000.000

Pengeluaran :

Biaya gaji, tunjangan dll. Unt. Dosen Tetap Rp 709.000.000 Rp 709.000.000

Biaya gaji, tunjangan dll. Unt. Karyawan Rp 360.000.000 Rp 360.000.000

Biaya honorarium kuliah Dosen Tetap Rp 649.000.000 Rp 649.000.000

Biaya honorarium kuliah Dosen Tidak Tetap Rp 453.900.000 Rp 453.900.000

Biaya honorarium pembicara Rp 181.400.000 Rp 181.400.000

Biaya perjalanan dinas Rp 203.500.000 Rp 203.500.000

Biaya operasional kendaraan Rp 248.600.000 Rp 248.600.000

Biaya listrik,air dan telepon Rp 260.400.000 Rp 29.900.000 Rp 230.500.000

Biaya pemakaiaan alat-alat kantor Rp 312.600.000 Rp 312.600.000

Biaya pemeliharaan & perbaikan peralatan Rp 167.500.000 Rp 167.500.000

Biaya pemeliharaan & perbaikan kendaraan Rp 203.400.000 Rp 203.400.000

Biaya administrasi Bank Rp 135.500.000 Rp 135.500.000

Biaya kegiatan kemahasiswaan Rp 289.300.000 Rp 289.300.000

Biaya studi lanjut Dosen Tetap Rp 400.000.000 Rp 400.000.000

Biaya pelatihan & pengemb. Dosen Tetap Rp 184.300.000 Rp 184.300.000

Biaya pelatihan & pengemb. Kryw. Tetap Rp 148.400.000 Rp 148.400.000

Biaya subsid/beasiswa bagi mahasiswa Rp 223.400.000 Rp 223.400.000

Biaya kegiatan penelitian Rp 222.500.000 Rp 222.500.000

Biaya kegiatan pengabdian pada masy. Rp 199.600.000 Rp 199.600.000

Biaya seragam karyawan Rp 159.600.000 Rp 42.000.000 Rp 117.600.000

Biaya laboratorium Rp 217.500.000 Rp 217.500.000

Biaya asuransi Rp 158.500.000 Rp 158.500.000

Biaya promosi Rp 163.400.000 Rp 163.400.000

Biaya pemeliharaan kampus Rp 171.300.000 Rp 171.300.000

Biaya Penyus. Aktiva Tetap Rp 614.400.000 Rp 179.600.000 Rp 434.800.000

Biaya operasional lain-lain Rp 251.400.000 Rp 251.400.000

Total Pengeluaran Rp 7.288.400.000 Rp 179.600.000 Rp 71.900.000 Rp 7.036.900.000

Selisih lebih Penerimaan & PengeluaranRp 1.836.600.000Rp 179.600.000Rp 1.428.100.000Rp 588.100.000

152 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Tabel 1. Rekonsiliasi Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Yayasan XYZ Untuk Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2012

Sahade, Analisis Optimalisasi153KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka kesimpulan yag dapat ditarik adalah sebagai berikut: 1) Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, Yayasan juga tergolong wajib pajak dan mempunyai kewajiban yang sama dengan pajak badan lainnya di bidang perpajakan; 2) Sebagai wajib pajak, yayasan mempunyai kewajiban untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang menjadi tanggungnya. Disamping itu juga mempunyai kewajiban untuk menghitung, memotong/memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan dari pihak lain; 3) Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, apabila dapat menunjukkan bahwa selisih surplus yang diperoleh benar-benar digunakan untuk kepentingan pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, maka selisih surplus yang diperoleh dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan; 4) Tujuan perencanaan pajak penghasilan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan: a) agar yayasan tidak dikenakan pajak penghasilan, karena selisih surplus yang diperoleh digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan; dan b) agar kewajiban yang terkait dengan witholding tax dapat dilaksanakan dengan baik dan benar; dan 5) Agar tujuan perencanaan pajak penghasilan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dapat tercapai, maka perlu memahami dan melaksanakan semua proses dari perencanaan pajak penghasilan sejak dari awal.

Adapun rekomendasi yang dapat di berikan kepada pemilik Yayasan bahwa; 1) hendaknya memperhatikan setiap penerimaan dan pengeluaran serta sumber-sumber dana dan pengeluaran yayasan dengan membuat Laporan penerimaan dan pengeluaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengakuan penerimaan dan pengeluaran yang diatur dalam ketentuan dan peraturan perpajakan sehingga nantinya apabila ada pemeriksaan dari pihak fiskus dan BPK tidak menimbulkan suatu kecurigaan yang nantinya akan berdampak pada denda sanksi pidana; 2) agar tidak bermasalah dikemudian hari dan tidak ingin menjadi prioritas untuk diperiksa,maka perlu menghindari kriteria yang menjadi prioritas pemeriksaan, sehingga perencanaan pajak yang disusun harus dapat memenuhi tujuan: a) terkait dengan kewajiban untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang menjadi tanggungannya; dan b) terkait dengan kewajiban untuk menghitung, memotong/memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak penghasilan yang merupakan beban orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Alim, Setiadi, 2004. Modul PPh Badan, Materi Workshop Perencanaan Pajak (Tax Planning), Kerjasama Program Studi Perpajakan Politeksink Ubaya dengan Ikatan Konsultan Pajak (IKPI) Cabang Surabaya.

Binsarjono,Tugiman dan Muhammad Mansur, 2004. Tax Planning: Upaya legal meminimalkan beban pajak. Meteri Workshop, Petra Business Forum, Surabaya.

154 Jurnal PIONIR, Maret 2012 Volume 11 Nomor 10Hermanto, Bambang dan Setiadi Alim, 2004. Kompilasi undang-undang perpajakan, CV. Citramedia, Sidoarjo.

Nainggolan, Pahala dan Riyanto Wujarso, 2004. Perpajakan untuk yayasan dan lembaga nirlaba sejenis, Cetakan I, Penerbit PPM, Jakarta.

Suandy, Erly, 2003. Perencanaan pajak. Edisi Revisi, Salemba Empat. Jakarta.

Waluyo, 2000. Perubahan perundang-undangan perpajakan era reformasi. Salemba Empat. Jakarta.

Waluyo, Wirawan B. Ilyas, 2002. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.Zain, Mohammad, 2003. Manajemen pajak, Salemba Empat. Jakarta.

SUMBER LAIN:

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-87/PJ/1995 tanggal 10 Oktober 1995. Tentang pengakuan penghasilan dan biaya atas dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002. Tentang tata cara dan prosedur pelaksanaan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.

Keputusan Menteri Keuangan No. 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002. Tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.