uji efikasi serbuk kunyit (curcuma domestica val. untuk...

24
UJI EFIKASI SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica Val.) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG (Sitophilus zeamais) PADA BENIH JAGUNG USULAN PENELITIAN Diajukan oleh : Siti Aisyah Ari Setyowati 20130210082 Program Studi Agroteknologi Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2017

Upload: tranthien

Post on 01-Jul-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UJI EFIKASI SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica Val.) UNTUK

MENGENDALIKAN HAMA GUDANG (Sitophilus zeamais)

PADA BENIH JAGUNG

USULAN PENELITIAN

Diajukan oleh :

Siti Aisyah Ari Setyowati

20130210082

Program Studi Agroteknologi

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2017

ii

iii

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar belakang ................................................................................................ 1

B. Perumusan masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan ............................................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3

A. Jagung ............................................................................................................. 3

B. Kunyit (Curcuma domestica Val.) .................................................................. 4

C. Sitophilus zeamais .......................................................................................... 5

D. Hipotesis ......................................................................................................... 8

III. TATA CARA PENELITIAN ............................................................................. 9

A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 9

B. Bahan dan Alat ............................................................................................... 9

C. Metode Penelitian ........................................................................................... 9

D. Cara Penelitian ............................................................................................... 9

1. Proses pembuatan serbuk kunyit ................................................................ 9

2. Pemeliharaan Serangga ............................................................................. 10

3. Aplikasi serbuk kunyit .............................................................................. 10

4. Uji Mutu Benih Jagung ................................................................................... 10

E. Parameter yang Diamati ............................................................................... 10

1. Uji Toksisitas ............................................................................................ 10

2. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Sitophilus zeamais......................... 11

3. Susut Bobot ............................................................................................... 12

4. Uji Mutu Benih Jagung ............................................................................. 12

iv

d. . Indeks Vigor (IV)................................................................................... 13

e. Kecepatan Berkecambah .............................................................................. 13

F. Analisis Data .................................................................................................... 14

G. Jadwal Penelitian .......................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

1. Lampiran Lay out...................................................................................... 17

2. Lampiran perhitumgan bahan ................................................................... 18

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus hidup Sitophilus zeamais (Kartasapoetra 1987; IITA 2004). ........... 7

Gambar 3. Perbedaan Panjang Tubuh Imago Sitophilus zeamais Jantan (A) dan

Betina (B) (Pembesaran : 15 X). ................................................................................... 8

Gambar 4. Rostrum Sitophilus zeamais Jantan (A) dan Betina (B) .............................. 8

Gambar 5. Abdomen imago S. oryzae Jantan (A) dan Betina (B) (Pembesaran : 20 X).

....................................................................................................................................... 8

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jagung (Zea Mays) termasuk komoditas terpenting dalam tanaman pangan selain

padi. Berdasarkan data produksi nasional jagung pada tahun 2013 sebesar 18,51 juta

ton, tahun 2014 sebesar 19 juta ton dan pada tahun 2015 sebesar 19,61 juta ton (BPS,

2017). Berbagai upaya telah dilakukan guna meningkatkan produksi jagung salah

satunya dengan menghasilkan benih jagung yang bermutu. Kualitas benih yang

bermutu dihasilkan dari seberapa besar usaha yang dilakukan dalam melakukan tahap

penyimpanan benih.

Penyimpanan benih tidak hanya dipengaruhi oleh umur simpan dan mutu benih

selama disimpan, salah satu penyebabnya adalah faktor biotik yang bisa diakibatkan

oleh serangan hama gudang Sitophilus zeamais. Sitophilus zeamais menimbulkan

kerugian bagi jagung dikarenakan hama ini menyerang saat menjelang panen sampai

produknya berada dalam ruang penyimpanan (Mangoendihardjo, 1978). Akibat dari

serangan Sitophilus zeamais adalah biji jagung berlubang dan hancur menjadi bubuk.

Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan hama gudang diperkirakan mencapai 26

– 29 % (Semple, 1985).

Pada umumnya pengendalian hama gudang selama ini menggunakan Pestisida

sintetis. Penggunaan Pestisida sintetis ini cukup efektif dikarenakan penggunaannya

yang mudah, akan tetapi dampak yang diakibatkan dalam jangka waktu yang lama

adalah hama yang mulai kebal. Salah satu alternatif untuk pengendalian hama gudang

adalah dengan menggunakan pestisida nabati. Bahan dasar pestisida nabati berasal dari

tumbuhan yang mengandung bahan aktif biologis yang bersifat toksik (Oka, 1998).

Rimpang kunyit mengandung bahan aktif kurkuminoid sebesar 10,29 % (Muhlisah,

I995). Kandungan kurkuminoid terdiri atas senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin,

dan bis-desmetoksikurkumin yang mempunyai aktifitas biologis diantaranya sebagai

2

pestisida. Menurut Chibuzo (2014) rimpang kunyit mengandung alkaloid 0,76%,

saponin 0,45%, tanin 1,08%, flavenoid 0,40%, dan fenol 0,08%.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Poerwanto (2002) menunjukkan bahwa

aplikasi ekstrak rimpang kunyit dengan metode fumigasi dapat membunuh

Callosobruncus chinensls dan S. Oryzae dengan nilai LC (Lethal concentration) dan

mortalitas yaitu 38% dan 76% . Sistem kerja racun pada sasaran tidak diketahui secara

pasti, tetapi kemungkinan mengarah ke sistem syaraf serangga, karena selain secara

fumigasi ekstrak kunyit juga mampu menimbulkan mortalitas pada uji oral maupnn

kontak (Poerwanto, 2002).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh ekstrak kunyit dalam mengendalikan Hama Gudang (Sitophilus zeamais)

pada benih jagung.

B. Perumusan masalah

Berapakah dosis serbuk kunyit yang efektif untuk mengendalikan hama gudang

(Sitophilus zeamais) dan pengaruhnya terhadap mutu benih jagung?

C. Tujuan

Mendapatkan dosis serbuk kunyit yang tepat untuk mengendalikan hama gudang

(Sitophilus zeamais) dan pengaruhnya terhadap mutu benih jagung.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan menurut

Wirawan dan Wahab (2007) adalah termasuk dalam kingdom : Plantae, divisio :

Spermatophyta, class : Monocotyledonae, ordo : Poales, family : Poaceae, genus : Zea,

species : Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus

hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap

pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan

morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah (Wirawan

dan Wahab, 2007).

Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m

meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang cukup dewasa

muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu

menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).

Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak

seperti padi atau gadum. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300 cm,

tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung

lignin (Rukmana, 1997).

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah dan

helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan

daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma dikelilingi oleh sel-sel

epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman

menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007).

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu

tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku

Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa

karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas.

Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh diantara batang dan pelepah daun.

4

Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif

meskipun memiliki sejumlah bunga (Suprapto, 1999).

Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai

bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya.

Umumnya buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau

berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2006).

Perbanyakan benih jagung dilakukan secara generatif dimana benih yang digunakan

adalah benih varietas unggul yang sudah mendapatkan seed treatment. Mutu benih

jagung pada dasarnya ditentukan sejak penanganan panen dan pasca panen. Hal-hal

yang perlu diperhatikan terlebih pada saat penyimpanan benih dimana benih harus

disimpan dengan kadar air kurang lebih 10 – 12% dan kondisi gudang penyimpanan

yang memenuhi syarat (kering, sejuk dan tidak terkena sinar matahari) (UPTD, 2017).

B. Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat

asli dari wilayah Asia Tenggara. Penyebaran tanaman ini sampai ke Malaysia,

Indonesia, Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Filipina, Australia bahkan Afrika.

Tanaman ini tumbuh dengan baik di Indonesia (Agoes, 2010). Menurut (Hapsoh dan

Hasanah, 2011) klasifikasi tanaman kunyit termasuk dalam divisio : Spermatophyta,

Sub divisio : Angiospermae, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Zingiberales, Famili :

Zingiberaceae, Genus : Curcuma, Species : Curcuma domestica Val.

Kunyit merupakan tanaman herbal dan tingginya dapat mencapai 100 cm. Batang

kunyit semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dan berwarna hijau kekuningan. Kunyit

berdaun tunggal, berbentuk lanset memanjang, helai daun berjumlah 3-8, ujung dan

pangkal daun runcing, tepi daun rata, pertulangan menyirip dan berwarna hijau pucat.

Keseluruhan rimpang membentuk rumpun rapat, berwarna orange, dan tunas mudanya

berwarna putih. Akar serabut berwarna cokelat muda. Bagian tanaman yang digunakan

adalah rimpang, daun atau akarnya (Mahendra, 2005).

Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8 - 18 bulan, saat panen yang terbaik

adalah umur tanaman 11 - 12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu

5

produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan masa

panen pada umur kunyit 7 - 8 bulan. Ciri - ciri tanaman kunyit yang siap panen ditandai

dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna

daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (Hapsoh dan Hasanah,

2011).

Kunyit merupakan jenis temu-temuan yang mengandung zat aktif seperti minyak

atsiri dan senyawa kurkumin. Kandungan bahan kimia yang sangat berguna adalah

curcumin yaitu diarilhatanoid yang memberi warna kuning. Selain itu kandungan kimia

yang terkandung dalam kunyit adalah tumeron, zingiberen. Menurut Chibuzo (2014)

rimpang kunyit mengandung alkaloid 0,76%, saponin 0,45%, tanin 1,08%, flavenoid

0,40%, dan fenol 0,08%.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Poerwanto (2002) menunjukkan bahwa

aplikasi ekstrak rimpang kunyit dengan metode fumigasi dapat membunuh

Callosobruncus chinensls dan S. Oryzae dengan nilai LC (Lethal concentration) dan

mortalitas yaitu 38% dan 76% . Sistem kerja racun pada sasaran tidak diketahui secara

pasti, tetapi kemungkinan mengarah ke sistem syaraf serangga, karena selain secara

fumigasi ekstrak kunyit juga mampu menimbulkan mortalitas pada uji oral maupnn

kontak (Poerwanto, 2002).

Secara oral (mulut dan saluran pencernaan) nilai LC (Lethal concentration) 50

ekstrak rimpang jahe, lengkuas, kencur dan kunyit berturut-turut adalah 25,6g%.

38.18%, 69,99% dan 79.86%. Secara kontak nilai LC (Lethal concentration) 50 ekstrak

rimpang jahe, lengkuas, kencur dan kunyit berturut-turut adalah 51862,82%, 105,26%,

442,03% dan 83 39%. Ekstrak Jahe merupakan racun perut yang paling tinggi

toksisitasnya dan paling baik digunakan secara oral. Ekstrak kunyit dapat diaplikasikan

secara oral maupun kontak (Solechah, 1998).

C. Sitophilus zeamais

Sitophilus zeamais dikenal sebagai bubuk jagung atau corn weevil dan merupakan

hama primer di gudang penyimpanan. Hama ini merupakan hama utama pada

komoditas pascapanen biji-bijian terutama yang merupakan bahan pangan penting bagi

6

kehidupan manusia seperti beras dan jagung pipilan. S. zeamais memiliki ciri khusus

yaitu memiliki kepala memanjang dan membentuk moncong, imago S. zeamais

berwarna hitam gelap dengan empat buah bintik berwarna coklat kekuningan pada

bagian sayap (elytra).

Serangan hama ini menyebabkan biji berlubang dan hancur menjadi tepung. Biji

dan tepung dipersatukan oleh air liur sehingga kualitas biji menurun (Surtikanti, 2004).

Menurut Mallis (2004) mengatakan bahwa bebijian yang terserang, terutama beras

akan menjadi berlubang- lubang kecil-kecil sehingga mempercepat hancurnya bijian

tersebut menjadi seperti tepung. Kerusakan yang berat mengakibatkan adanya

gumpalan-gumpalan pada bahan pascapanen akibat adaanya/bercampurnya air liur

larva dan kotoran yang dihasilkan oleh serangga. Deteksi awal serangan Sitophilus

zeamais diketahui dengan cara memasukkan biji jagung ke dalam air maka biji akan

terapung. Indikasi yang lain dengan mengamati adanya imago yang muncul.

Dalam siklus hidupnya Sitophilus zeamais mengalami metaformosis sempurna,

yaitu telur,larva, pupa dan imago. Imago betina meletakkan telurnya dengan cara

menggerek biji jagung dengan moncongnya, kemudian meletakkan satu butir telur, lalu

ditutup dengan air liurnya. Telur S. zeamais berwarna putih bening, berbentuk lonjong,

lunak dan licin, berukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Grist dan Lever, 1969; Anonymous,,

2014). Imago S. zeamais meletakkan telur pada suhu 25-32oC dengan kadar air biji

12%. Satu ekor imago betina dapat menghasilkan telur antara 300-400 butir

(Kalshoven,1981). Setelah 6 hari telur menetas menjadi larva, kemudian larva makan

dengan cara menggerek bagian dalam benih.

Larva S. zeamais berwarna putih kekuningan dengan kepala berwarna coklat.

panjang larva berkisar antara 1,4-4 mm. Larva berjalan dengan cara mengerutkan

badannya. Pada tahap ini larva aktif merusak dan berkembang di dalam benih jagung.

Periode larva stadia 1-4 berlangsung selama 18-23 hari, kemudian larva menjadi pupa

(Anonymous, 2014).

Pupa S.zeamais berkembang di dalam benih jagung. Stadia pupa berlangsung 3-9

hari. Pupa berubah menjadi serangga muda yang tetap tinggal pada kulit pupa di dalam

benih untuk proses pematangan dan pengerasan kulit. Setelah menjadi imago, S.

7

zeamais akan membuat lubang keluar dengan cara membuat lubang bulat pada

permukaan biji jagung.

Saat imago baru keluar dari benih jagung, imago berwarna kemerahan, kemudian

perlahan berubah menjadi hitam gelap. Imago Ukuran imago berkisar antara 3-4,5 mm.

Total periode perkembangan S. zeamais adalah ± 35 hari pada kondisi suhu 30oC dan

kelembaban 70%.

Gambar 1. Siklus hidup Sitophilus zeamais (Kartasapoetra 1987; IITA 2004).

a. Perbedaan Imago jantan dan betina

A

B

A

8

Gambar 2. Perbedaan Panjang Tubuh Imago Sitophilus zeamais Jantan (A) dan

Betina (B) (Pembesaran : 15 X).

b. Perbedaan rostrum (moncong)

Gambar 3. Rostrum Sitophilus zeamais Jantan (A) dan Betina (B)

(Pembesaran : 15X).

c. Perbedaan abdomen (perut)

Gambar 4. Abdomen imago S. oryzae Jantan (A) dan Betina (B) (Pembesaran : 20 X).

D. Hipotesis

Diduga pemberian serbuk kunyit 20 gram diharapkan mampu memberikan

mortalitas tertinggi dalam mengendalikan hama Sitophilus zeamais pada penyimpanan

benih jagung.

A B

A B

9

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan September 2017 sampai dengan bulan

November 2017 di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian adalah Kunyit, hama

Sitophilus zeamais, benih jagung varietas bisma, phostoxin.

Alat-alat yang akan digunakan adalah alat ayakan, blender, gunting, pisau,

petridish, blender, toples plastik, alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan metode eksperimen, dengan rancangan

perlakuan faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

terdiri dari 5 perlakuan, yaitu :

K0 = 0 gram / 100 gram benih jagung

K1 = 10 gram / 100 gram benih jagung

K2 = 20 gram / 100 gram benih jagung

K3 = 30 gram / 100 gram benih jagung

K4 = 0,0009 gram phostoxin / 100 gram benih jagung

Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 18 unit perlakuan dan

setiap unit perlakuan diulang 3 kali, sehingga diperoleh 45 unit.

D. Cara Penelitian

Penelitian dilakukan meliputi proses pembuatan ekstrak kunyit, aplikasi dan uji

kualitas jagung.

1. Proses pembuatan serbuk kunyit

Proses pembuatan serbuk kunyit dilakukan di Laboratorium Proteksi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Pertama kunyit dibersihkan, kemudian dipotong tipis-

10

tipis lalu di keringkan selama 24 jam. Kunyit yang sudah dikeringkan kemudian di

blender sampai halus. Setelah itu kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

2. Pemeliharaan Serangga

Serangga didapat dengan cara koleksi dari lapangan yaitu diperoleh dari dedak

jagung yang sudah tersimpan lama. Serangga tersebut kemudian dikembangkan untuk

mendapatkan generasi F1. Serangga dipelihara di dalam toples yang ditutup dengan

kain kasa serta diberi pakan jagung secukupnya. Serangga F1 inilah yang akan

digunakan sebagai serangga uji.

3. Aplikasi serbuk kunyit

Aplikasi serbuk kunyit dilakukan di Laboratorium Proteksi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Tahap awal mencampur serbuk kunyit dengan biji jagung

sesuai perlakuan yaitu 0, 10, 20, 30 dan 0,0009 gram phostoxin, selanjutnya letakkan

hama gudang jagung sebanyak 10 ekor pada setiap toples yang telah terisi jagung dan

serbuk kunyit kemudian toples ditutup dan tutup toplesnya diberi lubang untuk

pernafasan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga yang mati

selama 2 hari sekali setelah aplikasi.

4. Uji Mutu Benih Jagung

Uji viabilitas benih jagung dilakukan untuk mengetahui daya kecambah, indeks

vigor dan kecepatan berkecambah. Pengujian dilakukan setelah pengamatan mortalitas

dan efikasi selesai dengan cara mengecambahkan 50 biji jagung dari masing – masing

perlakuan serbuk kunyit, kemudian diberi air pada kertas saring agar benih dapat

berkecambah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang

berkecambah selama 7 hari.

E. Parameter yang Diamati

1. Uji Toksisitas

Pengamatan hama yang mati dilakukan setiap dua hari sekali selama 15 hari dengan

cara menghitung jumlah hama yang mati yang ditandai hama kutu jagung tidak

menunjukkan adanya kehidupan lagi dan dinyatakan dalam satu ekor., jumlah hama

yang mati digunakan untuk menghitung mortalitas, dan efikasi dengan rumus :

11

a. Mortalitas (%)

Pengamatan mortalitas dilakukan setiap dua hari sekali selama 15 hari.

Menunjukkan tingkat kemampuan atau daya bunuh ekstrak kunyit dalam membunuh

kutu jagung diperoleh dengan rumus :

𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑋0 − 𝑋1

𝑋0𝑥 100 %

Keterangan :

X0 = Jumlah hama hidup sebelum aplikasi

X1 = Jumlah hama hidup sesudah aplikasi

b. Efikasi (%)

Pengamatan perhitungan efikasi dilakukan setiap dua hari sekali selama 15 hari

untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kemanjuran dari tiap perlakuan yang

diujikan dalam penelitian dibandingkan dengan kontrol diperoleh dengan rumus :

Efikasi = 1 − [𝑇𝑎

𝐶𝑎𝑥

𝑇𝑏

𝐶𝑏 ] 𝑥 100 %

Keterangan :

Ta = Jumlah hama yang hidup pada benih jagung sesudah aplikasi.

Tb = Jumlah hama yang hidup pada benih jagung sebelum aplikasi

Ca = Jumlah hama yang hidup pada perlakuan kontrol sesudah aplikasi

Cb = Jumlah hama yang hidup pada perlakuan kontrol sebelum aplikasi

2. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Sitophilus zeamais

Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva atau imago yang

muncul. Pengamatan dilakukan setelah satu bulan penyimpanan. Hasil pengamatam

dihitung menggunakan rumus :

12

P = c

a−b 𝑥 100 %

Keterangan :

P = Persentase imago muncul

a = Jumlah hama awal

b = Jumlah hama mati

c = Jumlah hama baru

3. Susut Bobot

Pengamatan kerusakan biji jagung dilakukan setelah pengamatan mortalitas

dan efikasi selesai dengan menggunakan rumus :

P = a−b

a x 100%

Keterangan :

P = Persentase kerusakan biji jagung

a = Bobot awal

b = Bobot akhir

4. Uji Mutu Benih Jagung

Pengujian mutu benih dilakukan setelah benih disimpan selama satu bulan

dengan menghitung :

a. Kadar air

Pengukuran kadar air dilakukan pada awal dan akhir pengamatan. Alat yang

digunakan adalah Grain Moisture Meter. Cara penggunaan alat tersebut

pertama-tama meletakkan Grain Moisture Meter dalam posisi sudah memilih

corn , kemudian masukkan benih jagung pada tempat yang tersedia lalu

masukkan tuas dan diputar hingga benih hancur. Langkah selanjutnya adalah

menekan tombol measure yang ada pada alat dan akan muncul kadar air pada

layar alat tersebut.

13

b. Daya Kecambah, Indeks Vigor, dan Kecepatan Berkecambah

Menghitung jumlah benih yang berkecambah selama 7 hari pengamatan

untuk menghitung daya kecambah, indeks vigor.

c. Daya Kecambah (DK)

Rumus perhitungan daya kecambah menurut Kartasapoetra (1992) :

DK = Jumlah benih yang berkecambah

jumlah benih yang dikecambahkan x 100%

d. . Indeks Vigor (IV)

Rumus perhitungan indeks vigor :

IV = G1

D1 +

G2

D2 +

G3

D3 + ..... +

Gn

Dn

Keterangan :

IV = Indeks vigor

G = Jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu

D = Waktu atau hari yang berkorespondensi dengan jumlah itu (G)

n = Jumlah hari pada perhitungan akhir pengamatan

e. Kecepatan Berkecambah

Kecepatan berkecambah diketahui dengan perhitungan First count atau

perhitungan pertama. First count merupakan cara evaluasi persentase benih

yang berkecambah pada hari tertentu (ketiga dan keempat) setelah

dikecambahkan, tergantung jenis tanamannya. Kecepatan perkecambahan

dikatakan lebih tinggi bila pada hari tersebut, benih yang berkecambah lebih

dari 75%.

14

F. Analisis Data

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik dan histogram. Hasil

pengamatan kuantitatif dianalisis menggunakan sidik ragam atau analysis of variance

(ANOVA) taraf 5%. Apabila ada perbedaan nyata antar perlakuan yang diujikan maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

G. Jadwal Penelitian

NO Kegiatan

Bulan

September Oktober November

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Proses Pembuatan ekstrak

2 Aplikasi ekstrak

3 Pengamatan

4 Uji Mutu Benih jagung

5 Analisis

6 Pembahasan

15

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2006. Teknik Bercocok Tanam Jagung Manis. Kanisius. Yogyakarta. Diakses

Pada tanggal 27 Juli 2017.

Agoes, Azwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika.

Diakses Pada tanggal 27 Juli 2017.

Anonymous, 2014. Greater rice weevil Sitophilus zeamais.

http://agspsrv34.agric.wa.gov.au/ento/pestweb/Queryl_l.ide?ID=

1055010548. Diakses pada tanggal 27 Juli 2017.

BPS, 2017. http://www.bps.go.id/brs/view/id/1271. Diakses pada tanggal 22

November 2017

Chibuzo, 2014. Nutritional Composition of Tumeric (Curcuma longa)

and its Antimicrobial Properties. Diakses pada tanggal 18 Juli 2017.

Grist, D. H. And R. A.A.W. Lever, 1969. Pest of Rice. Longman and Co. Ltd.,

London. P. 520. Diakses pada tanggal 18 Juli 2017.

Guntur, 2017. Karakteristik Imago Sitophilus oryzae dan S. zeamais Pada Beras

dan Jagung Pipilan. Diakses pada tanggal 20 November 2017.

Hapsoh dan Y. Hasanah, 2011. Budidaya tanaman obat dan rempah. USU-Press,

Medan. Diakses pada tanggal 27 Juli 2017.

IITA, 2004. Maize Weevil. Sitophilus zeamais Motschulsky. Image Courtesy of G.

Goergen. Page 1 0f 1. Diakses pada tanggal 18 Juli 2017.

Kalshoven, I.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and translate by D.A

van der Laan. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta. 701 p. Diakses pada

tanggal 24 Mei 2017.

Kartasapoetra, A.G. 1987. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Bina Aksara,

Jakarta. 146 hlm. Diakses pada tanggal 13 Juni 2017.

Mahendra, B., 2005. 13 Jenis tanaman obat ampuh. Cetakan 1. Penebar Swadaya,

Jakarta. Diakses pada tanggal 27 Juli 2017.

Mangoendihardjo, S. 1978. Hama dan Penyakit Pascapanen. Fakultas Pertanian

Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Diakses pada tanggal 9 Mei 2017.

Mallis, A. 2004. Handbook of Pest Control. The Behavior, Life History and Control

Of Household Pests. Ninth Edition. Janie Johns, Wild Rice Press, Inc. GIE

Media, Inc. Diakses pada tanggal 9 Mei 2017.

16

Muhlisah, .l995. Tanaman Obat Keluarga (Toga). Penebar Swadaya. Jakarta. Hal

46-48. Diakses pada tanggal 9 Mei 2017.

Oka, l.N. 1998. Konsep Pengendolion Homo Terpodu. Godjoh Mada University

Press. Yogyakarta. Hal 189-196. Diakses pada tanggal 24 Mei 2017.

Poerwanto, M. E. 2002. Uji Aplikasi Secara Fumigasi Ekstrak Kunyit Terhadap

Mortalitas Sitophilus oryzae (COLEOPTERA : CURCULIONADE).

Diakses pada tanggal 9 Mei 2017.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Diakses pada

tanggal 26 Juli 2017.

Solechah, C. & M. E. Poerwanto, 1998. Pengaruh Konsentrasi Beberapa Ekstrak

Rimpang Terhadap Mortalitas Callosbruchus Chirensis. Diakses pada

tanggal 18 Juli 2017.

Surtikanti. 2004. Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera:

Curculuionidae) dan Strategi Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman

Serealia, Maros 90514. Jurnal Litbang Pertanian, 23/4/2004. Diakses pada

tanggal 9 Mei 2017.

Timoty, C.J. 2014. Pengaruh ekstrak kering kencur (Kaempferia galanga L.) dan

lama penyimpanan terhadap mortalitas hama kumbang bubuk (Sitophilus

zeamais L.), indeks daya kecambah dan indeks kecepatan kecambah benih

jagung (Zea mays). Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Jember (Skripsi). http://dspace.unej.ac.id. [25 Februari 2016].

UPTD, 2017. Pedoman Teknis Produksi Benih Sumber. Diakses pada tanggal 7

Agustus 2017.

Wirawan, G.N. dan M.I. Wahab. 2007. Teknologi Budidaya Jagung.

` http://www.pustaka- deptan.go.id. Diakses pada tanggal 26 Juli 2017.

17

1. Lampiran Lay out

K4 U1 K0 U1 K1 U3 K1 U2 K4 U2

K3 U2 K0 U2 K2 U1 K1 U1 K2 U2

K0 U3 K3 U1 K4 U3 K2 U3 K3 U3

Keterangan :

K0 = 0 gram / 100 gram benih jagung

K1 = 10 gram / 100 gram benih jagung

K2 = 20 gram / 100 gram benih jagung

K3 = 30 gram / 100 gram benih jagung

K4 = 0,0009 gram phostoxin / 100 gram benih jagung

U1, 2, 3 = Ulangan perlakuan

18

2. Lampiran perhitumgan bahan

a. Benih

Kebutuhan benih = perlakuan benih x total perlakuan

= 100 gram benih jagung x 45 unit

= 4500 gram

= 4,5 kg

b. Serbuk kunyit

- Perlakuan 10 gram

Kebutuhan serbuk = perlakuan serbuk x total perlakuan

= 10 gram serbuk kunyit x 12 unit

= 120 gram

- Perlakuan 20 gram

Kebutuhan serbuk = perlakuan serbuk x total perlakuan

= 20 gram serbuk kunyit x 12 unit

= 240 gram

- Perlakuan 30 gram

Kebutuhan serbuk = perlakuan serbuk x total perlakuan

= 30 gram serbuk kunyit x 12 unit

= 360 gram

- Total kebutuhan serbuk kunyit

Kebutuhan serbuk = perlakuan 10 gram + 20 gram + 30 gram + 40 gram

= 120 gram + 240 gram + 360 gram + 480 gram

= 1200 gram

= 1,2 kg serbuk kunyit

c. Pestisida sintetik phostoxin

Dosis phostoxin = 3 – 5 tablet/ton

Berat 1 tablet = 3,1 gram

- Kebutuhan phostoxin = dosis phostoxin x berat 1 tablet

= 3 x 3,1 gram

= 9,3 gram

19

- Kebutuhan per perlakuan

Dosis phostoxin

1000 kg =

x gram

1 kg

9,3 gram

1000 kg =

x gram

1 kg

9,3 gram x 1 kg

1000 kg = x gram

0,0093 gram = perlakuan/kg

9,3 gram

1000 gram =

perlakuan

1000 𝑔𝑟𝑎𝑚

perlakua

100 gram =

0,0093 gram∶10

1000 𝑔𝑟𝑎𝑚∶10

perlakuan = 0,00093 gram/100 𝑔𝑟𝑎𝑚