uji analgetika

29
PERCOBAAN III UJI ANALGETIKA I. TUJUAN Mahasiswa mengenal dan mempraktekkan pengujian daya analgesik dengan menggunakan metode rangsang kimia. II. DASAR TEORI Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat- zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan, keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghilangkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu konstan adalah 44-45 0 C (Tjay, 2007). Mekanisme terjadinya nyeri adalah sebagai berikut rangsangan (baik mekanik, termal maupun kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh, Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses di pusat nyeri, impuls di kembalikan

Upload: mardhiyanti-khamida

Post on 03-Jan-2016

210 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Uji Analgetika

PERCOBAAN III

UJI ANALGETIKA

I. TUJUAN

Mahasiswa mengenal dan mempraktekkan pengujian daya analgesik

dengan menggunakan metode rangsang kimia.

II. DASAR TEORI

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan

sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ancaman kerusakan

jaringan, keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat

menimbulkan sakit kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghilangkan

sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan

ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu

konstan adalah 44-450 C (Tjay, 2007).

Mekanisme terjadinya nyeri adalah sebagai berikut rangsangan (baik

mekanik, termal maupun kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir

setiap jaringan tubuh,  Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di

hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses di pusat nyeri, impuls

di kembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami).

Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai faktor

dan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik

seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.

2. Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu, Rata-

rata manusia akan merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45 C,

dimana mulai pada suhu tersebut jaringan akan mengalami kerusakan

3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan

membebaskan zat yang di sebut mediator yang dapat berikatan dengan

reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin dan

Page 2: Uji Analgetika

prostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam

menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang

berperan dalam menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat P

dan ion K+ (ion K positif ).

Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang

ditemukan hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem

Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut

Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30

m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2

µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik. Serabut Aδ berperan dalam

menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam

dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan

menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak. Pusat

nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus

spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke

nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls

diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak (Adeyemi, 2001).

Analgetik Opioid (narkotik)

Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri

yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum (mengurangi

kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa nyaman (euforia).

Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgesik narkotik

kecuali sensasi kulit. Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena

mempunyai risiko besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan

penyalah gunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil

pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu

empedu/batu ginjal (Tjay, 2007).

Obat golongan ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada

nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark) kolik batu empedu, kolik

ginjal. Tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan penggunaannya secara kronik,

disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik diindikasikan pada

Page 3: Uji Analgetika

kanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaan. Fentanil dan

alfentanil umumnya digunakan sebagai premedikasi dalam pembedahan karena

dapat memperkuat anestesi umum sehingga mengurangi timbulnya kesadaran

selama anestesi. Penggolongan analgesik–narkotik adalah sebagai berikut:

1. Alkaloid alam: morfin, codein 

2. Derivat semi sintesis: heroin 

3. Derivat sintetik: metadon, fentanil 

4. Antagonis morfin: nalorfin, nalokson dan pentazocin

(Katzung, 1986).

Analgesik non opioid (non narkotik)

Disebut juga analgesik perifer karena tidak mempengaruhi susunan syaraf

pusat. Semua analgesik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu

menurunkan suhu bada pada saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan

terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer

di kulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak

keringat. Misalnya parasetamol, asetosal, dll. Dan berkhasiat pula sebagai anti

inflamasi , anti radang atau anti flogistik (Tjay, 2007).

Anti  radang sama kuat dengan analgesik, digunakan sebagai anti nyeri

atau rematik contohnya asetosal, asam mefenamat, ibuprofen. Anti radang yang

lebih kuat  contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja serentak sebagai anti

radang dan analgesik contohnya indometazin (Mutschler, 1991).

Penggolongan analgesik non opioid (non narkotik) berdasarkan rumus

kimianya analgesik perifer digolongkan menjadi:

1. Golongan salisilat.

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin .Obat

ini diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri otot, demam dan lain-lain. Saat

ini asetosal makin banyak dipakai karena sifat anti plateletnya. Sebagai

contoh aspirin dosis kecil digunakan untuk pencegahan trombosis koroner

dan cerebral. Asetosal adalah analgetik antipiretik dan anti inflamasi  yang

sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Masalah efek

samping yaitu perangsangan bahkan dapat menyebabkan iritasi lambung

Page 4: Uji Analgetika

dan saluran cerna dapat dikurangi dengan meminum obat setelah makan

atau membuat menjadi sediaan salut enterik (enteric-coated). Karena

salisilat bersifat hepatotoksik maka tidak dianjurkan diberikan pada

penderita penyakit hati yang kronis. 

2. Golongan para aminofenol.

Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol). Tahun–tahun

terakhir penggunaan asetaminofen yang di Indonesia lebih terkenal dengan

nama parasetamol meningkat dengan pesat. Efek analgesik golongan ini

serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan

sampai sedang, dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam,

dengan mekanisme efek sentral. Fenasetin karena toksisitasnya terhadap

hati dan ginjal saat ini sudah dilarang penggunaannya. Efek samping

parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka

lama dapat menyebabkan kerusakan hati. 

3. Golongan pirazolon (dipiron).

Fenilbutazon dan turunannya saat ini yang  digunakan adalah dipiron

sebagai analgesik antipiretik, karena efek inflamasinya lemah. Efek

samping semua derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis,

anemia aplastik dan trombositopenia. Dibeberapa negara penggunaannya

sangat dibatasi bahkan dilarang karena efek samping tersebut, tetapi di

Indonesia frekuensi pemakaian dipiron cukup tinggi meskipun sudah ada

laporan mengenai terjadinya agranulositosis. Fenilbutazon digunakan

untuk mengobati arthritis rheumatoid. 

4. Golongan antranilat (asam mefenamat).

Digunakan sebagai analgesik karena sebagai anti inflamasi kurang efektif

dibanding dengan aspirin. Efek samping seperti gejala iritasi mukosa

lambung dan gangguan saluran cerna sering timbul

(Tjay, 2010).

AINS (Analgesik Anti Inflamasi Non Steroid)

AINS adalah obat-obat analgesik yang selain memiliki efek analgesik juga 

memiliki efek anti inflamasi, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam

Page 5: Uji Analgetika

pengobatan rheumatik dan gout. Contohnya  ibuprofen, indometasin, diklofenak,

fenilbutazon dan piroxicam. Sebagian besar penyakit rheumatik membutuhkan

pengobatan simptomatis, untuk meredakan rasa nyeri penyakit sendi degeneratif

seperti osteoartritis, analgesik tunggal atau campuran masih bisa digunakan.

Tetapi bila nyeri dan kekakuan disebabkan penyakit rheumatik yang meradang

harus diberikan pengobatan dengan AINS.

1. Ibuprofen.

Adalah turunan asam propionat yang berkhasiat anti inflamasi, analgesik

dan anti piretik. Efek sampingnya kecil dibanding AINS yang lain, tetapi

efek anti inflamasinya juga agak lemah sehingga kurang sesuai untuk

peradangan sendi hebat seperti gout akut. 

2. Diklofenak.

Derivat fenilasetat ini termasuk AINS yang terkuat anti radangnya dengan

efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat lainnya seperti

piroxicam dan indometasin. Obat ini sering digunakan untuk segala

macam nyeri, juga pada migrain dan encok. Secara parenteral sangat

efektif untuk menanggulangi nyeri koli hebat (kandung kemih dan

kandung empedu). 

3. Indometasin.

Daya analgetik dan anti radang sama kuat dengan asetosal, sering

digunakan pada serangan encok akut. Efek samping berupa gangguan

lambung usus, perdarahan tersembunyi (okult), pusing, tremor dan lain-

lain. 

4. Fenilbutazon.

Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat

daripada kerja analgetiknya. Karena itu golongnan ini khususnya

digunakan sebagai obat rematik seperti halnya juga dengan

oksifenilbutazon. Fenilbutazon ada kalanya dimasukan dengan diam-diam

(tidak tertera pada etiket) dalam sediaan-sediaan dari pabrik-pabrik kecil

asing, dengan maksud untuk mengobati keadaan-keadaan lesu dan letih,

otot-otot lemah dan nyeri. Penyalahgunaannya dalam obat-obat penguat

Page 6: Uji Analgetika

dan tonikum (dengan ginseng) adalah sangat berbahaya berhubung efek

merusaknya terhadap sel-sel darah. 

5. Piroksikam.

Bekerja sebagai anti radang, analgetik dan antipiretik yang kuat.

Digunakan untuk melawan encok. Efek samping berupa perdarahan dalam

lambung usus (Tjay, 2007).

Metode-metode pengujian aktivitas analgesik

Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai

kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras nyeri yang diinduksi

pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara

maknik, termik, elekrik, dan secara kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri

secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgetik

kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukut

besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon

nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga

peranan frekuensi respon nyeri (Anonim, 1993).

1. Metode geliat

Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa

nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada

hewan percobaan mencit. Manifestasi nyeri akibat pemberian perangsang nyeri

asam asetat intraperitonium akan menimbulkan refleks respon geliat (writhing)

yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen (retraksi) dan

kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki belakang. Metode ini

dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal Constriction Test.

Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang

dirasakannya. Metode ini tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga

memberikan evaluasi yang cepat terhadap jenis analgesik perifer (Gupta, 2003).

2. Metode Listrik

Metode ini menggunakan aliran listrik sebagai penginduksi nyeri (Vohora

dan Dandiya, 1992).

Page 7: Uji Analgetika

Sebagai respon terhadap nyeri, hewan akan menunjukkan gerakan atau

cicitan. Arus listrik dapat ditingkatkan sesuai dengan kekuatan analgesik yang

diberikan. Metode ini dapat dilakukan terhadap kera, anjing, kucing, kelinci, tikus

dan mencit (Manihuruk, 2000).

3. Metode Panas

Tiga metode yang bisa digunakan untuk memberikan rangsangan panas:

1. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas air panas yang

dipertahankan pada suhu 60 ± 10 C (Gupta et al., 2003).

2. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan melalui kawat

Ni panas (5,5 ± 0,05 Amps) (Vohora dan Dandiya, 1992).

3. Metode hot plate.

Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral. Pada metode ini hewan

percaobaan diletakkan dalam beaker glass di atas plat panas (56 ± 10C)

sebagai stimulus nyeri. Hewan percobaan akan memberikan respon

terhadap nyeri dengan menggunakan atau menjilat kaki depan.

Peningkatan waktu reaksi yaitu waktu antara pemberian stimulus nyeri dan

terjadinya respon dapat dijadikan parameter untuk evaluasi aktivitas

analgesik (Adeyemi, 2001).

4. Metode Mekanik

Metode ini menggunakan tekanan sebagai penginduksi nyeri. Tekanan

diberikan pada ekor atau kaki hewan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap

jumlah tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan nyeri sebelum dan sesudah

diberi obat. Metode ini dapat dilakukan terhadap anjing, tikus, dan mencit

(Manihuruk, 2000).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat

1. Spuit injeksi 0,1 ml-1 ml 1 buah

2. Sonde 1 buah

3. Gelas beaker 1 buah

Page 8: Uji Analgetika

4. Timbangan 1 buah

5. Keranjang mencit 1 buah

6. Sarung tangan 1 buah

Bahan

1. Larutan CMC dalam air 1 % secukupnya

2. Stearil asam asetat 5 mL

3. CMC 1% secukupnya

4. Parasetamol 250 mg/100 mL

5. Hewan uji : mencit 3 ekor

IV. CARA KERJA

Dihitung untuk

Diinjeksikan

Diberi Diberi Diberi

Setelah 5 menit diinjeksi

Diamati

Dicatat

Dihitung

Konversi dosis

Mencit 1 Mencit 2

Suspensi parasetamol

Mencit 3

1 ml larutan CMC 1 %

1 ml suspensi parasetamol dalam

CMC 1 %

0,5 ml suspensi parasetamol dalam

CMC 1 %

Geliat mencit

Larutan SAA 1 % v/v Secara ip

% daya analgetik

Komulatif geliat mencit per 5 menit selama 30 menit

Page 9: Uji Analgetika

V. HASIL

Tabel 1. Hasil percobaan

MenitMencit

Mencit 1 Mencit 2 Mencit 35 18 49 -10 46 40 -15 41 37 1420 36 33 3025 47 28 3630 30 24 13

komulatif 218 211 93

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal dan mempraktekkan

pengujian daya analgesik dengan menggunakan metode rangsang kimia.

Percobaan ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu mencit (Mus

muscullus), Pada percobaan analgetika hewan uji yang digunakan mencit karena

lebih mudah perlakuannya, lebih ekonomis dan mudah didapat.

Metode rangsang kimia digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri

yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang digunakan sebagai induktor nyeri,

yang kemudian akan diinhibisi dengan penambahan suatu analgetika tertentu,

kemudian dilakukan penetapan daya analgetika melalui respon mencit terhadap

nyeri yang ditimbulkan saat diberikan mediator nyeri.

Steril Asam Asetat (SSA) 1% merupakan asam lemah yang tidak

terkonjugasi dalam tubuh. Pemberian SSA terhadap hewan percobaan akan

merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan

jaringan atau inflamasi, dan kemudian akan merangsang mediator inflamasi yang

lain seperti bradikinin yang dapat menimbulkan rasa nyeri yang nyata. Akibat rasa

nyeri inilah kemudian hewan uji akan menggeliatkan kakinya ke belakang. Pada

percobaan kali ini menggunakan larutan SSA 1% yang berfungsi sebagai induktor

nyeri .

Langkah pertama yang dilakukan adalah masing-masing mencit

ditimbang dan diberikan tanda. Dalam praktikum ini digunakan 3 ekor mencit.

Satu ekor mencit digunakan sebagai kontrol dan dua ekor mencit sebagai

Page 10: Uji Analgetika

perlakuan dengan pemberian paracetamol dengan volume pengambilan

paracetamol yang berbeda.

Pemerian Parasetamol adalah serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa

sedikit pahit. Struktur parasetamol (n-asetil para-amino fenol) merupakan derivat

senyawa anilin dengan efek yang sama dengan asetosal yaitu sebagai analgetik-

antipiretik. Tetapi parasetamol tidajk mengiritasi lambung. Efek antipiretiknya

disebabkan oleh gugus amino-benzen. Parasetamol diabsorpsi cepat melalui

saluran cerna. Dosis parasetamol yang digunakan pada praktikum ini adalah 500

mg – 1000 mg. Pada praktikum tersedia parasetamol 250 mg / 100mL maka

dilakukan perhitungan volume pemberian parasetamol yang disesuaikan dengan

berat badan mencit yang digunakan.

Tiga ekor mencit ditimbang masing-masing beratnya. Setelah ditimbang

diketahui berat mencit masing-masing yaitu 25 10-3 kg, 22 10-3 kg dan 24,5 10-3

kg. Mencit 1 dengan berat 24.5 10-3 kg dijadikan kontrol dalam percobaan ini.

Tujuan digunakan mencit kontrol yaitu untuk mengontrol jumlah geliat mencit

yang diberikan CMC 1 % tanpa adanya pemberian paracetamol sebagai agen

analgetik, dan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh faktor larutan pengencer

obat, dalam hal ini adalah CMC 1% terhadap agen analgetik yang diberikan pada

hewan uji. Sedangkan mencit 2 dan 3 adalah mencit perlakuan. Pada mencit 2 dan

3 diberikan perlakuan dengan menggunakan paracetamol sebagai agen analgetik

yang berbeda volume pemberiannya. Volume pemberian dihitung dengan dosis

paracetamol dikonversikan terlebih dahulu dari dosis manusia ke mencit. Tujuan

digunakan mencit perlakuan adalah untuk mengetahui jumlah geliat mencit

dengan pemberian paracetamol sebagai agen analgetik.

Sebelum mencit perlakuan diberikan paracetamol terlebih dahulu mencit

kontrol diberikan CMC 1% secara per oral. Mencit dengan berat 25 10-3 kg

diberikan paracetamol dengan volume pemberian 0.5 ml sedangkan mencit

dengan berat 22 10-3kg diberikan paracetamol dengan volume pemberian 1 ml.

Perbedaan volume pemberian paracetamol adalah untuk mengetahui dosis efektif

dari paracetamol sebagai agent analgetik untuk mencit. Pemberian parasetamol

secara per oral karena proses absorpsi parasetamol lebih cepat di lambung,

Page 11: Uji Analgetika

sehingga efek analgetiknya mudah teramati. Paracetamol memiliki onset kerja

30-60 menit, durasinya 4-6 jam.

Setelah mencit 2 dan 3 mendapat perlakuan. Lima menit kemudian ketiga

ekor mencit diinjeksi secara intraperitoneal dengan larutan steril asam asetat 1%

v/v. Pemakaian Asam Asetat 1 % secara intraperitoneal bertujuan agar zat tersebut

segera diabsorpsi sehingga respon rasa nyeri segera terlihat dari jumlah geliatan

mencit yang dihasilkan, serta untuk mencegah penguraian steril asam asetat saat

melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan laruran steril asam

asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute

lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan

terhadap pengaruh asam.. Timbulnya rasa nyeri tersebut dikarenakan sifat Asam

Asetat yang mudah mengiritasi membran mukosa sehingga dapat digunakan

dalam menguji obat analgetika.

Mencit pertama berlaku sebagai control yang diberikan larutan CMC 1%

secara per oral sebanyak 1 ml. Mencit kedua diberikan larutan parasetamol dalam

CMC 1% sebanyak 0.5 ml serta mencit ketiga diberikan larutan parasetamol

dalam CMC 1% sebanyak 1 ml. Setelah 5 menit masing-masing mencit (mencit

1 dan mencit 2) diinjeksi secara intraperitoneal dengan larutan induksi Steril

Asam Asetat 1 % sebanyak 1 ml.

Larutan steril asam asetat diberikan setelah 5 menit karena diketahui

bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi

untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi

larutan steril asam asetat 1 % mencit akan menggeliat dengan ditandai dengan

kejang perut dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung

setiap selang waktu 5 menit selama 30 menit. Pengamatan yang dilakukan

agak rumit karena praktikan sulit membedakan antara geliatan yang

diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat atau karena mencit merasa kesakitan

akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut mencit dan pada pemberian oral

parasetamol lebih baik digunakan, karena absorpsi lebih konstan dan lebih

memungkinkan untuk memberikan dosis sesuai dengan berat badan mencit.

Page 12: Uji Analgetika

Paracetamol memiliki daya analgetik dengan presentasi yang tidak terlalu tinggi

yaitu sebesar 15.28 %.

Dosis SAA yang diberikan untuk mencit tergantung dari berat badan

mencit perlakuan. Untuk mencit perlakuan dengan berat 25 10-3 kg diberikan SAA

sebanyak 0.75 ml sedangkan untuk mencit dengan berat 22 10-3 kg diberikan SAA

sebanyak 0.66 ml.

Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat (kejang perut dan kaki

ditarik kebelakang). Kemudian amati dan catat komulatif geliat mencit yang

timbul setiap selang waktu 5 menit selama 60 menit dan selanjutnya menghitung

persen daya analgetika.

Pada mencit kontrol dengan CMC 1% geliat yang di muculkan, pada menit

ke-5 sebanyak 18 geliat, menit ke-10 : 46 geliat, menit ke 15 : 41 geliat, menit ke

20 : 36 geliat, menit ke 25: 47 geliat, menit ke 30: 30 geliat. Total geliat sebanyak

218 geliat. Pada mencit dengan 0,5 ml parasetamol dalam CMC 1% adalah,pada

menit ke 5 : 49 geliat ,menit ke 10: 40 geliat,menit ke 15: 37 geliat, menit ke 20:

33 geliat,menit ke 25: 28 geliat, menit ke 30 : 24 geliat. Total geliat sebanyak 211

geliat. Pada menit dengan 1ml parasetamol dalam 1% CMC ,yakni pada menit ke

5: -(tidak ada geliat), menit ke 10 : - (tidak ada geliat), menit ke 15 : 40 geliat,

menit ke 20: 30 geliat, menit ke 25 : 36 geliat, menit ke 30: 13 geliat. Total geliat

sebanyak 93 geliat.

Melalui tabel hasil dan perhitungan, nampak bahwa jumlah obat dan

durasi pemberian analgetik mempengaruhi frekuensi kejang yang dialami mencit.

Nampak terjadi kenaikan maupun penurunan frekuensi kejang yang disebabkan

oleh pengaruh efek obat terhadap pengurangan rangsang sakit hasil paparan

senyawa kimia.

Larutan asam asetat diberikan setelah 5 menit karena diketahui bahwa obat

yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan

rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1

% mencit menggeliat ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah

geliat mencit dihitung setiap 5 menit.

Page 13: Uji Analgetika

Melalui data dan perhitungan, nampak bahwa perbedaan konsentrasi

Parasetamol yang diberikan, menimbulkan perbedaan jumlah kumulatif geliat

mencit. Mencit perlakuan yang diberi 0,5 ml suspensi Parasetamol menghasilkan

211 geliat dan mencit perlakuan yang diberi 1,0 ml suspensi Parasetamol

menghasilkan 93 geliat. Pengamatan selama 60 menit menunjukan adanya

kenaikan jumlah geliat, namun pada menit tertentu, kemudian terjadi penurunan

jumlah geliat. Hal ini disebabkan karena efek Parasetamol yang dimungkinkan

belum optimal karena belum mencapai onset aksinya dan konsentrasi asam asetat

yang tinggi dalam perut mencit karena pemberian berefek segera melalui

intraperitonial. Hal ini memberikan efek rasa sakit yang meningkat pada waktu –

waktu awal perlakuan, namun menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini

dikarenakan efek Parasetamol yang telah mencapai optimal serta kadar asam

asetat yang mulai berkurang seiring proses metabolisme (penguraian zat) oleh

tubuh mencit (Nugraha, 2011).

Pada hewan uji kontrol, tidak diberikan perlakuan analgetik karena

fungsinya ialah sebagai pembanding sehingga hanya diberikan suspensi CMC 1%

yang adalah cairan pembawa obat. Pengamatan selama 60 menit terhadap mencit

kontrol menunjukan geliat rasa sakit yang relatif terus muncul pada mencit

ditandai perut kejang dan kaki yang ditarik ke belakang. Perbedaan jumlah

kumulatif geliat mencit kontrol dengan mencit perlakuan ialah dikarenakan mencit

kontrol tidak diberikan analgetika untuk mengurangi rasa sakitnya pada

pemberian senyawa iritan (asam asetat). Oleh karena itu, frekuensi kumulatif

geliat mencit kontrol dijadikan pembagi pada perhitungan prosentase daya

analgetik.

Dari hasil ini dapat di simpulkan bahwa jumlah geliat yang paling banyak

adalah pada mencit kontrol dengan CMC 1%. Di karenakan pada tikus kontrol ini

tidak di berikan anti analgetika. Sehingga mencit lebih merasakan kesakitan.

Sedangkan geliat yang paling sedikit adalah mencit dengan 1 ml parasetamol

dalam CMC 1%, karena jumlah anti analgetika yang di berikan cukup banyak.

Sehingga mampu mengurangi rasa sakit pada mencit tersebut. Sehingga dapat

Page 14: Uji Analgetika

diketahui pula bahwa larutan pengencer obat tidak berpengaruh terhadap daya

analgetik obat

Semakin tinggi dosis analgetika yang diberikan memberikan efek daya

antianalgetika yang semakin besar, hal ini nampak pada tabel hasil maupun hasil

akhir perhitungan, yaitu 3,21 % untuk daya analgetika pada mencit yg diinjeksi

0,5 ml suspensi Parasetamol dan 57,33 % untuk daya analgetika pada mencit yg

diinjeksi 1,0 ml suspensi Parasetamol.

Adanya ketidakteraturan data pada mencit kontrol maupun perlakuan

dapat dikarenakan beberapa faktor antara lain karena praktikan sulit membedakan

antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat atau karena mencit

merasa kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut mencit, selain itu

faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga volume obat yang

disuntikan tidak tepat atau dapat juga dikarenakan faktor fisiologis dari mencit

yang mungkin dalam keadaan stres saat diberi perlakuan, yang tentu saja

mempengaruhi data hasil dan perhitungan yang dibuat (Nugraha, 2011).

VII. KESIMPULAN

1. Analgetika merupakan obat yang dapat mengurangi rasa nyeri tanpa

menghilangkan kesadaran.

2. Uji Witkins merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk

menguji daya analgetik suatu obat terhadap hewan uji dengan

menggunakan rangsangan kimia yaitu asam asetat.

3. Mencit kontrol digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui adanya

efek analgetika pada mencit yang diberi perlakuan (terapi i.p Parasetamol)

4. Semakin tinggi dosis analgetik yang diberikan, maka efek antianalgetika

semakin besar pula, yang nampak pada jumlah frekuensi kumulatif mencit

perlakuan 2 dan 3.

Page 15: Uji Analgetika

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Adeyemi. 2001. “Analgesic and Anti-inflammatory Effects of The Aqueous

Extract of Leaves of Persea americana Mill. (Lauraceae)“. J.

Fitoterapia. Elsevier, Indena. 357-377

Anonim. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian

Klinis. Jakarta : Yayasan phytomedica

Gupta, M., U.K, Mazumder, R.S. Kumar, dan T.S. Kumar. 2003. “Studies on

Antiinflammatory, Analgesic and Antipyretic Properties of Methanol

Extract of Caesalpinia bonducella leaves in Experimental Animal Models,

Iranian”. J. Pharmacology & Therapeutics. Calcutta. India: Razi Institute

for Drug Research.

Katzung, B. 1986. Farmakologi dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika

Manihuruk, E. 2000. Skripsi: Aktivitas Analgesik Daun Dewa (Gynura

procumbens (Lour.) Merr. dan Gynura pseudochina (L.) DC.) pada

Mencit Dengan Metode Geliat. Jatinangor : Jurusan Farmasi,

FMIPA, Universitas Padjadjaran. hal. 18

Mutschler, E. 1991. Analgetika Dalam Dinamika Obat. Bandung : ITB

Nugraha, Linus Seta Adi. 2011. Uji Witkins Mencit (ANALGETIKA). Semarang :

Akademi Farmasi Theresiana Semarang

Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta :

PT Elex Media Computindo

Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 2010. Obat-Obat Penting Edisi Keenam.

Jakarta : PT Elex Media Computindo

Vohora, S.B. dan P.C. Dandiya. 1992. “Herbal Analgesic Drugs”. J. Fitoterapia.

Elsevier Indena. 207

Page 16: Uji Analgetika

LAMPIRAN

Dosis SAA = 300 mg/kg BB mencit

Sediaan SAA 1% = 1 gram/100 ml = 10 mg/ml

Dosis mencit 1 = 300 mg x 25. 10-3

= 7,35 mg

Volume pengambilan untuk mencit = 7,35 mg

10 mg /ml

= 0,735 ml

Dosis mencit 2 = 300 mg x 22.10-3

= 6,6 mg

Volume pengambilan untuk mencit = 6,6 mg

10 mg /ml

= 0,66 ml

Dosis mencit 3 = 300 mg x 24,5 . 10-3

= 7,35 mg

Volume pengambilan untuk mencit = 7,35mg10 mg

= 0,735 ml

Dosis parasetamol manusia = 500 mg-1000 ml

Dosis parasetamol mencit = ( 500 mg – 1000 mg) x 0,026

=1,3 mg - 2,6 mg

Sediaan parasetamol = 250 mg /100 ml

Page 17: Uji Analgetika

Volume pengambilan = 1,3 mg250 mg

x 100 ml

= 0,5 ml

Volume pengambilan = 2,6 mg250 mg

x 100 ml

= 1,0 ml

% komulatif = 100 – ( 211218

x 100 )

Mencit 2 = 3,21 %

% komulatif = 100 – ( 93

218 x 100 )

Mencit 3 = 57,33 %

Page 18: Uji Analgetika

JAWAB PERTANYAAN

Pertanyaan :

1. Bagaimana pengaruh dosis analgetik terhadap mencit ?

2. Bagaimana mekanisme terjadi rasa nyeri dari tempat stimulus rangsang sampai

ke pusat saraf ? Bagaimana kerja dari analgetik ?

Jawaban :

Pengaruh dosis analgetik terhadap mencit adalah dimana dosis anlgetik

yang diberikan semakin besar maka % daya analgetik yang dialami mencit juga

semakin besar.Hal ini dapat dilihat dari jumlah kumulatif geliat yang dialami

mencit dimana dosis analgetik yang diberikan mencit semakin besar maka jumlah

kumulatif geliat yang dialami mencit semakin kecil.Disini jumlah kumulatif geliat

mencit yang digunakan sebagai parameter untuk mengetahui % daya analgetik

karena dengan geliat mencit ( kaki ditarik kebelakang ) menandakan seberapa

banyak mencit merasakan sakit atau nyeri setelah diberikan analgetik.

Mekanisme terjadinya rasa nyeri dari tempat stimulus rangsang sampai ke

pusat saraf pusat yaitu mediator nyeri mengakibatkan reaksi radang dan kejang

kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri diujung ujung saraf bebas kulit , mukosa

dan jaringan lainnya.Nociseptor ini terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh ,

kecuali disistem saraf pusat,dari sini rangsangan disalurkan keotak melalui

jaringan yang hebat dari tajuk tajuk neuron dengan sinapsis yang sangat banyak

melalui sumsum tulang belakang,sumsum tulang lanjutan dan otak tengah.Dari

thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar,dimana impuls dirasakan

sebagai nyeri.

Analgetik yang digunakan dalam praktikum adalah paracetamol.Kerja dari

analgetik tersebut adalah dengan cara apabila terjadi suatu luka maka membran sel

dengan bantuan enzim fosfolipase akan melepaskan asam arakhidonat, kemudian

Page 19: Uji Analgetika

oleh enzim cox siklooksigenase akan diubah menjadi PGG2.PGG2 dengan

bantuan enzim cox peroksidase akan diubah menjadi PGH2 dimana PGH2 oleh

berbagai enzim akan diubah menjadi berbagai tipe prostaglandin.Prostaglandin

merupakan salah satu mediator nyeri.Analgetik bekerja dengan menaikkan rasa

ambang nyeri menghambat biosintesis prostaglandin.Parasetamol merupakan

salah satu golongan AINS yang tidak selektif yaitu dengan menghambat cox 1 dan

cox 2.Cox 1 berperan dalam sekresi lambung sehingga efek samping yang

umumnya terjadi pada AINS yang tidak selektif adalah tukak lambung karena

apabila cox 1 dihambat maka tidak ada lagi yang mengatur sekresi asam

lambung .