tugastplgh_nur aini i hasanah_f163130051

32
Dosen: Dr. Ir. Lilik Pujantoro MAgr. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA : NUR AINI ISWATI HASANAH NOMOR POKOK : NRP. F163130051 MAYOR : ILMU KETEKNIKAN PERTANIAN JUDUL TUGAS : MAKALAH UAS MANDIRI PENGUKURAN NILAI INDEKS LUAS DAUN (LAI) UNTUK PEMANTAUAN AKTIFITAS FOTOSINTESIS TANAMAN DI RUMAHKACA" MATA KULIAH : TPLGH

Upload: widya-effendi

Post on 08-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

greenhouse

TRANSCRIPT

Page 1: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

Dosen: Dr. Ir. Lilik Pujantoro MAgr.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : NUR AINI ISWATI HASANAH

NOMOR POKOK : NRP. F163130051

MAYOR : ILMU KETEKNIKAN PERTANIAN

JUDUL TUGAS : MAKALAH UAS MANDIRI

“PENGUKURAN NILAI INDEKS LUAS DAUN (LAI)

UNTUK PEMANTAUAN AKTIFITAS

FOTOSINTESIS TANAMAN DI RUMAHKACA"

MATA KULIAH : TPLGH

Page 2: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

1

PENGUKURAN NILAI INDEKS LUAS DAUN (LAI)

UNTUK PEMANTAUAN AKTIFITAS FOTOSINTESIS TANAMAN DI RUMAHKACA

Leaf Area Index (LAI) Measurement for Crop Photosynthetic Activity Monitoring

in Greenhouse

Nur Aini Iswati Hasanah1

Abstrak

Produksi tanaman budidaya pada dasarnya tergantung pada ukuran dan efisiensi sistem

fotosintesis. Keadaan kondisi aktifitas fotosintesis tersebut perlu diketahui secara aktual karena

terkait dengan upaya pemroteksian tanaman, khususnya pada budidaya tanaman di rumah kaca.

Dalam hal ini, nilai indeks luas daun / leaf area index (LAI) dapat digunakan untuk mengetahui

laju fotosintesis tanaman. Nilai LAI tanaman dapat ditentukan melalui pengukuran dengan dua

cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pada pemantauan tanaman yang dibudidayakan di

rumahkaca, pengukuran LAI menggunakan pengukuran langsung lebih disarankan. Pengukuran

nilai LAI secara langsung di lapangan tersebut dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, baik

pendekatan alometris maupun optis.

Kata Kunci: Fotosintesis, LAI, Pemantauan, Tanaman Budidaya, Rumahkaca

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya tanaman di rumahkaca merupakan solusi untuk menghasilkan produksi tanaman

yang lebih berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan pasar akan buah tomat yang terus

meningkat. Pertumbuhan tanaman tomat yang lebih cepat dapat terjadi karena tanaman akan lebih

terlindungi dari hama penyakit dan kondisi lingkungan mikro di dalam rumah kaca dapat

dikendalikan sesuai kondisi optimum yang dibutuhkan tanaman (Solahudin dan Nurista 2009).

Untuk pemenuhan kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman tersebut, penyediaan perangkat

mekanik yang dapat mengetahui kondisi aktual tanaman perlu ada. Pengkondisian lingkungan

rumahkaca yang didasarkan pada kondisi aktual tanaman merupakan hal yang penting karena

terkait dengan upaya pemroteksian tanaman (Sarlikioti et al. 2011).

Kondisi aktual tanaman dapat dipantau melalui daun. Menurut Sarlikioti et al. (2011), hal

ini dikarenakan daun merupakan bagian tanaman yang penting karena kondisinya berpengaruh

pada fisiologi fungsi tanaman, khususnya pada aktifitas fotosintesis. Misbahulzanah et al. (2014)

menambahkan bahwa jumlah daun merupakan indikator pertumbuhan dan merupakan parameter

yang dapat menggambarkan kemampuan tanaman dalam melakukan aktifitas fotosintesis.

Menurut Sitanggang et al. (2006), daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis yang

efektif dalam penyerapan cahaya karena di dalam daun terdapat klorofil yang berfungsi untuk

1 Mahasiswa Pascasarjana (S3) Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP), SPs IPB; NRP. F163130051

Page 3: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

2

menangkap cahaya untuk fotosintesis dan pengambilan CO2. Produksi tanaman budidaya pada

dasarnya tergantung pada ukuran dan efisiensi sistem fotosintesis. Oleh karena itu, pemantauan

aktifitas fotosintesis, khususnya laju fotosintesis, penting untuk dilakukan. Dalam hal ini, nilai

indeks luas daun / leaf area index (LAI) pada tanaman akan berbeda pada tanaman yang memiliki

laju fotosintesis yang berbeda.

LAI dihitung berdasarkan jumlah dari keseluruhan area daun dibandingkan dengan luas

tanah (Ewert 2004). Oleh karena itu, nilai tersebut di suatu areal dapat diketahui dengan mudah

melalui proses penginderaan jauh. Namun hasil dari penginderaan tersebut tidak dapat digunakan

secara langsung untuk menduga nilai reflektansi tanaman yang ada di rumahkaca. Hal ini

dikarenakan struktur dan material penutup rumahkaca dapat mempengaruhi nilai reflektansi yang

ada (Sarlikioti et al. 2011). Oleh karena itu, pada makalah ini dilakukan kajian mengenai cara

monitoring aktifitas fotosintesis yang dapat dilakukan secara langsung pada tanaman di

rumahkaca.

Pada makalah ini dilakukan studi literatur mengenai LAI dan hubungannya dengan

pemantauan aktifitas fotosintesis, serta cara pengukuran LAI pada tanaman yang dibudidayakan

di rumahkaca. Literatur utama yang digunakan meliputi publikasi karya Sitanggang et al. (2006),

Misbahulzanah et al. (2014), serta Blanco dan Folegatti (2007).

Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengertian LAI dan hubungannya dengan aktifitas fotosintesis

2. Mengetahui cara pengukuran LAI pada tanaman yang dibudidayakan di rumahkaca

PEMBAHASAN

Pemahaman Mengenai LAI dan Hubungannya dengan Aktifitas Fotosintesis Tanaman

LAI merupakan suatu peubah yang menunjukkan hubungan antara luas daun dan luas bidang

yang tertutupi (Risdiyanto dan Setiawan 2007). Menurut Sitanggang et al. (2006), LAI adalah

perbandingan antara luas daun terhadap luas permukaan lahan yang menjadi tempat tumbuh suatu

tanaman. LAI tidak mempunyai satuan, karena merupakan perbandingan antara dua luasan

permukaan, atau dapat disebutkan dalam satuan hektar per hektar.

Laju perubahan nilai LAI sangat tergantung dengan kualitas metabolisme dalam

pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, LAI sering digunakan sebagai indikator dalam

pertumbuhan tanaman (Risdiyanto dan Setiawan 2007). Sitanggang et al. (2006) menyatakan

informasi penting berkaitan dengan vegetasi, seperti laju fotosintesis juga dapat diduga dari

diketahuinya nilai LAI.

Menurut Misbahulzanah et al. (2014), semakin banyak jumlah daun tanaman, maka indeks

luas daun / leaf area index (LAI)nya lebih besar. LAI tersebut diukur berdasarkan luasan daun

setiap satuan lahan pada daun yang masih aktif melakukan fotosintesis ditandai dengan adanya

klorofil atau masih berwarna hijau. LAI yang semakin besar menunjukkan bahwa semakin luas

daun sehingga semakin banyak kadar klorofilnya. Kandungan klorofil yang semakin banyak

menunjukkan daun semakin hijau. Dalam hal ini, semakin hijau daun semakin banyak kandungan

klorofilnya, maka laju fotosintesisnya dapat semakin tinggi.

Page 4: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

3

Cara Pengukuran LAI pada Tanaman yang Dibudidayakan di Rumahkaca

Nilai LAI tanaman dapat ditentukan melalui pengukuran dengan dua cara, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan mengukur di

lapangan luas setiap helai daun tanaman pada setiap rumpun kemudian dibagi dengan luas areal

pertanaman yang digunakan sebagai media tumbuh. Pengukuran langsung memberikan nilai LAI

yang lebih akurat, namun memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Untuk

pengukuran secara tidak langsung menggunakan data satelit penginderaan jauh. Dengan cara ini

dapat diduga besarnya nilai LAI berdasarkan pantulan energi yang mengenai kanopi vegetasi.

Besarnya intensitasnya sangat tergantung pada panjang gelombang (X.) dan komponen vegetasi,

seperti daun dan bayangan. Daun memantulkan energi pada A, biru dan merah, namun

memantulkan luas pada "k infra merah dekat. Bayangan kanopi tanaman terlihat sangat gelap pada

panjang gelombang sinar tampak. Hal ini terjadi karena daun menyerap radiasi sangat besar. Pada

infra merah dekat, bayangan canopi tanaman cukup gelap oleh karena absorsi oleh daun ringan.

Luas relatif ketiga komponen tersebut menentukan pantulan dari total kanopi. Dalam hal ini,

nilai LAI vegetasi akan berkorelasi negatif dengan pantulan cahaya merah (Sitanggang et al.

2006). Menurut Sarlikioti et al. (2011), untuk pemantauan tanaman yang dibudidayakan di

rumahkaca, pengukuran LAI menggunakan pengukuran langsung lebih disarankan. Hal ini

dikarenakan struktur dan material penutup rumahkaca dapat mempengaruhi nilai pantulan cahaya

merah yang ada sehingga metode pengukura tidak langsung menjadi kurang akurat.

Pengukuran nilai LAI secara langsung di lapangan dapat dilakukan dengan 2 pendekatan.

Pendekatan tersebut antara lain pendekatan alometris dan pendekatan optis.

Menurut Sitanggang et al. (2006), pendekatan alometris adalah pendekatan yang

menggunakan parameter tumbuhan seperti luas daun dan berat untuk mendapatkan nilai luas

daun spesifik, kemudian melalui prosedur penimbangan dan pengukuran jarak tanaman maka

diperoleh hasil perhitungan nilai LAI. Pada penelitian Sitanggang et al. (2006), pengukuran luas

daun contoh dilakukan dengan cara pengambilan beberapa helai daun pada beberapa rumpun,

misalnya 4 rumpun yang membentuk jarak tanam. Contoh daun tersebut kemudian diplotkan

ke kertas mm blok untuk diukur luasnya menggunakan Planimeter. Luas untuk 1 rumpun dihitung

berdasarkan hasil kali luas daun rataan 1 helai daun contoh dengan jumlah helai setiap rumpun

(LD). LDr merupakan nilai rataan LD dari 4 rumpun. Selanjutnya LAI dapat diduga dengan

rumusan sebagai berikut:

LAI = LDr/JT

Pada penelitian Blanco dan Folegatti (2007), metode estimasi LAI dengan pendekatan

alometris tanpa harus dilakukan pengambilan contoh daun berhasil dikaji. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara panjang dan lebar daun dengan luas daun (LA)

yang mempengaruhi nilai LAInya pada tanaman tomat dan mentimun yang dibudidayakan di

rumah kaca daerah tropis. Diagram pengukurannya terlihat pada Gambar 1, sementara persamaan

estimasi LA yang berhasil didapat terlihat pada Tabel 1. Persamaan tersebut cukup valid, terlihat

dari hasil validasi model LAI yang memiliki R2 tinggi (0.98), terlihat pada Gambar 2.

Menurut Sitanggang et al. (2006), sementara pendekatan optis adalah dengan cara mengukur

perbedaan nilai intensitas radiasi pada dua ketinggian yang berbeda, sekaligus menunjukkan

kemampuan penetrasi radiasi atau sifat-sifat tipe vegetasi. Cara lain untuk mengukur LAInya

adalah dengan mengukur radiasi yang datang diatas tajuk dan ditransmisikan di bawah tajuk

tanaman menggunakan sepasang alat Tube Solarimeter. Dalam hal ini, penetrasi radiasi di dalam

tajuk tumbuhan merupakan sebuah fangsi ketinggian tajuk yang dinyatakan dalam akumulasi LAI.

Hal ini dapat dijelaskan dengan mengikuti Hukum Beer-Lambert, yaitu:

Page 5: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

4

𝐼𝑧 = 𝐼𝑜𝑒−𝑘(𝐿𝐴𝐼)

dimana 𝐼𝑧 adalah intensitas cahaya pada suatu ketinggian (z) dalam tajuk, 𝐼𝑜 adalah intensitas

cahaya di atas tajuk atau komunitas tanaman, serta k adalah koefisien penyinaran radiasi. Hukum

tersebut mengasumsikan bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen dan semua cahaya yang datang

diserap oleh daun.

Gambar 1. Diagram pengukuran panjang (L) dan lebar (W) daun tanaman mentimun (A) dan tomat

(B)

Tabel 1. Persamaan Estimasi Luas Daun (LA)

Gambar 2. Hasil validasi model estimasi LAI berdasarkan metode pengukuran LA pada penelitian

Blanco dan Folegatti (2007)

Page 6: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

5

SIMPULAN

Pengukuran LAI di rumahkaca lebih baik menggunakan pengukuran langsung, baik menggunakan

pendekatan alometris maupun optis. Pengukuran luas daun pada pendekatan alometris dapat

dilakukan secara langsung dengan metode destruktif maupun dengan metode estimasi (non

dekstruktif) berdasarkan parameter panjang dan lebar daun.

DAFTAR PUSTAKA

Blanco FF, Folegatti MV. 2007. A New Method for Estimating The Leaf Area Index of Cucumber

and Tomato Plants. Horticultura Brasileira. 21(4): 666-669.

Ewert F. 2004. Modelling Plant Responses to Elevated CO2: How Important is Leaf Area Index?.

Ann Bot. 93(6): 620-621.

Misbahulzanah EH, Waluyo S, Widada J. 2014. Kajian Sifat Fisiologis Kultivar Kedelai (Glycine

max (L.) Merr.) dan Ketergantungannya Terhadap Mikoriza. Vegetalika. 3(1): 46-51.

Risdiyanto I, Setiawan R. 2007. Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Indeks Luas Daun

Menggunakan Data Citra Satelit Multi Spektral. J. Agromet Indonesia. 21(2): 28.

Sarlikioti V, Meinen E, Marcelis LFM. 2011. Crop Reflectance as a Tool for The Online

Monitoring of LAI and PAR Interception in Two Different Greenhouse Crops. Biosystems

Engineering. 108: 114-120.

Sitanggang G, Domiri DD, Carolita I, Noviar H. 2006. Model Spasial Indeks Luas Daun (ILD)

Padi Menggunakan Data TM-Landsat Untuk Prediksi Produksi Padi. Jurnal Penginderaan Jauh

dan Pengolahan data Citra Digital. 3(1): .

Solahudin M, Nurista R. 2009. Pengembangan Sistem Pemantauan dan Peringatan Dini Parameter

Lingkungan Mikro dalam Rumah Kaca Berdasarkan Pendekatan Logika Fuzzy Berbasis

Teknologi Short Message Services (SMS). Jurnal Keteknikan Pertanian. 23: 99.

Page 7: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

•}uTnat<PmflmdtTaan3au&VoLl ?fo. I Juni 2l>06:36-49

MODEL SPASIAL INDEKS LUAS DAUN (ILD) PADI MENGGUNAKAN DATA TM-LANDSAT UNTUK

PREDIKSI PRODUKSI PADI Gokmaria Sitanggang, Dede Dirgahayu Domiri, Ita Carolita, Heru Noviar

Pcncliti Pusal Pcngembangan Pcmanfatan dan Teknologi Penginderaan Jaulj, LAPAN

ABSTRACT

The spatial model for irrigated paddy yield acreage and yield prediction use the Landsat-TM of remote sensing data which has been produced by LAPAN using the Vegetation Index (VI) as a single parameter.

Verification of the model mentioned above has also been done for Java Island showing that the accuracy result is acceptable for the operational although there are some limitations of the model.

The objective of this research is to develop a spatial model for the paddy yield acreage and the yield prediction using Landsat-TM data, based on another parameter i.e the single parameter of Leaf Area Index (LAI), or us ing both parameters of LAI and VI to improve the accuracy prediction, compared to the accuracy using the single parameter of VI.

The spatial model based on the Leaf Area Index ( LAI ) reduces dynamic factor of the parameters which control the growth stage of the paddy in the field such as the soil moisture (level of water) and the weather condition such as the temperature and the solar radition, pests a n d diseases.

In this research phase , the profile of LAI against the paddy age based on the field measurement shows that the LAI value increases a long with the vegetative growth and reaches the peak value of 4,567 at the maximum vegetative index ( 8 - 9 weeks after the planting time). Furthermore, the LAI value decreases a long with the generative growth. The LAI value at the maximum vegetative phase can be used to predict the paddy production. The relation between the LAI and the spectral bands combination of Landsat-TM can be obtained by using the Power Regression Model as follows :

LAI = 0,2219 * (TM4/TM3)2 I 0 0 5(R2 = 0,95) where LAI means the value Leaf of Area Index on the paddy object at the

paddy field area, which represents the pixel in the image spatial distribution. While TM3 means the digital number (gray level value) of the pixel in the spectral band 3 of Landsat-TM image data which represents the paddy object at the paddy field area, and TM4 means the digital number of the pixel in the spectral band 4 of Landsat-TM image data, which represents the paddy object at the paddy field area.

The research also shows the application example of the model or the algorithm which is obtained in this research by using Landsat-TM. The LAI spatial of the paddy field area in Kabupaten Subang/Sukamandi West Java can be produced.

ABSTRAK

Model spasial u n t u k prediksi umur dan luas areal panen a tau produksi panen tanaman padi sawah irigasi menggunakan data inderaja TM-Landsat yang telah dihasilkan oleh LAPAN menggunakan parameter Indeks Vegetasi.

Verifikasi model u n t u k wilayah Pulau Jawa menghasilkan keakuratan yang diperoleh masih dalam batas-batas yang dapat diterima meskipun masih ada batasan-batasan model un tuk dapat dioperasionalkan.

Tujuan penelitian ini adalah un tuk mengembangkan sua tu model spasial un tuk prediksi u m u r dan luas panen tanaman padi a tau produksi padi menggunakan data

36

Aini
Typewritten Text
Lampiran 1.
Page 8: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

^ — — i—1 — ^ ^ ^ ^ 'ModefSpasiif IndekgCuas<Daun (IC<D)<Patfi ((joka*naSitangganfl et. at)

TM-Landsat berdasarkan parameter lain yaitu parameter tunggal Indeks Luas Daun (ILD) atau menggunakan kedua parameter secara serentak (berganda) yaitu parameter ILD dan NDVI, u n t u k memperbaiki keakuratan prediksi dibandingkan dengan keakuratan menggunakan parameter tunggal NDVI.

Model spasial berdasarkan Indeks Luas Daun (ILD) ini d imaksudkan un tuk mengurangi pengaruh dinamika faktor-faktor pengendali dari perkembangan tanaman di lapangan, yaitu an ta ra lain faktor-faktor ketersediaan u n s u r ha ra dan air, kondisi cuaca seperti s u h u dan radiasi surya, hama dan penyakit.

Pada tahap penelitian ini dapat diperoleh hasil profil ILD terhadap u m u r tanaman padi berdasarkan pengukuran di lapangan, di mana nilai ILD meningkat dengan bertambahnya u m u r selama per tumbuhan vegetatif dan mencapai puncak dengan nilai sebesar 4,567 pada vegetatif maksimum (umur 8 - 9 minggu setelah tanam). Selanjutnya menurun sejalan dengan per tumbuhan generatif. Nilai ILD pada fase vegetatif maksimum dapat digunakan menduga produktivitas tanaman padi. Hubungan antara ILD dengan kombinasi kanal-kanal spektral dapat diperoleh dengan model persamaan Power Regression, sebagai ber ikut :

ILD = 0,2219 * (TM4/TM3) 2.1005 (R2 = o,95)

dengan ILD adalah nilai Indeks Luas Daun pada sua tu obyek padi di daerah tanaman padi, yang menggambarkan titik citra pada sebaran spasial data TM-Landsat, sedangkan TM3 adalah nilai tingkat keabuan titik citra pada sebaran spasial kanal 3 TM-Landsat, yang mewakili objek padi di daerah tanaman padi, dan TM4 adalah nilai tingkat keabuan titik citra pada sebaran spasial kanal 4 TM-Landsat, yang mewakili objek padi di daerah tanaman padi.

Penelitian ini menunjukkan pu la sua tu contoh aplikasi dari model a tau algoritma yang dihasilkan dengan menggunakan data TM-Landsat. Dapat dihasilkan sebaran spasial ILD pada lahan padi sawah daerah Kabupaten Subang/Sukamandi Jawa Barat.

Kata kunci: Model spasial, Indeks Luas Daun, Prediksi produksi padi

1 PENDAHULUAN

Penelitian-penelitian pemanfaatan data inderaja satelit baik optik (seperti TM-Landsat, HRV-SPOT, OPS-JERS-1, AVHRR-NOAA) maupun radar (seperti SAR^JERS-1, SAR-ERS1/2) untuk asesmen tanaman padi, seperti estimasi luas dan produksi t anaman padi, peman tauan / prakiraan umur dan luas panen serta prediksi produksi padi telah dikembang-kan oleh LAPAN secara ber tahap dan berkesinambungan, te ru tama sejak di-operasikannya Stas iun Bumi Satelit Sumber Alam Pare-pare oleh LAPAN pada bulan September 1993 yang lalu. Stasiun Bumi tersebut mampu menerima data optik TM-Landsat, HRV-SPOT, OPS-JERS-ldan da ta radar SAR-JERS-1, SAR-ERS1/2. Data resolusi temporal tinggi AVHRR-NOAA dan GMS dapat

pula diterima pada Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca Pekayon, Pasar Rebo, J aka r t a Timur.

Verifikasi dan validasi dari model a taupun teknik dan metoda yang di­hasilkan dari penelitian-penelitian, dilaku-kan pula secara berkesinambungan dalam menguji keakuratan, dan memodifikasi atau mengembangkan model atau metoda sampai ditemukan model a tau teknik dan metoda a tau prosedur dengan keakuratan yang dapat diterima oleh pengguna untuk dapat dioperasionalkan. Sejalan dengan ini LAPAN telah meng-hasilkan dan mengembangkan model dan teknik prakiraan umur dan luas areal panen padi secara spasial berdasarkan parameter Indeks Vegetasi (NDVI) dengan menggunakan da ta TM-Landsat (Dirgahayu dkk., 1998). Model spasial yang diperoleh adalah model u n t u k

37

Page 9: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

Jumjf(pengiideman3au6VoC) SVlx I Juiti200&36-49

areal sawah irigasi Pulau Jawa, yaitu model Sigmoid un tuk t anaman padi berumur 0 - 1 minggu hingga 12 minggu (Indeks Vegelasi Maksimum), dan model kuadratik un tuk u m u r 12 sampai 17 minggu. Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien determinan yang sangat tinggi, yaitu R=0,98 u n t u k model Sigmoid dan R=0,99 un tuk model kuadratik.

Demikian pula halnya dengan menggunakan data AVHRR-NOAA, telah diperoleh model prediksi produksi padi dengan menggunakan parameter Indeks Vegetasi yang diekstrak dari data inderaja tersebut (Parwati dkk, 1998). Model spasial menggunakan data AVHRR-NOAA, dengan parameter Indeks Vegetasi untuk prakiraan masa panen (umur padi), telah pu la dikembangkan oleh BIOTROP bersama-sama dengan LAPAN, PUSLiT-TANAK dalam rangka mendukung SARI PROJECT oleh BPPT (Siregar dkk, 1999 ). Diperoleh model regresi Sigmoid un tuk t anaman padi 0 minggu sampai dengan 1 1 - 1 2 minggu, dan model regresi kuadratik un tuk u m u r padi lebih besar dari 12 minggu. Hasil regresi menunjuk­kan nilai koefisien (R2) bervariasi an ta ra 47% hingga 63 ,1%.

Verifikasi dari model prakiraan u m u r dan luas areal panen padi secara spasial berdasarkan parameter Indeks Vegetasi (NDV1) dengan menggunakan da ta TM-Landsat yang dihasilkan LAPAN yang disebutkan di a tas telah dilakukan pula (Sitanggang dkk, 1999 dan 2000) dengan menggunakan areal Pulau Jawa sebagai daerah uji. Penerapan model dilakukan un tuk wilayah Pulau J a w a berdasarkan data TM-Landsat akuisisi J a n u a r i 1998 dan Desember 1997. Keakuratan prakiraan diverifikasi dengan cara membandingkannya terhadap has0 pengumpulan data lapangan Angka Sementara Luas Panen (BPS). Diperoleh perbedaan sebesar (- 4.1%) untuk wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah sebesar (18,7%) di Yogyakarta sebesar (19,9%) serta di Jawa Timur sebesar (-5,5%).

Hasil verifikasi menunjukkan bahwa keakuratan yang diperoleh masih

dalam batas-batas yang dapat diterima untuk dioperasionalkan, meskipun masih ada kendala yang ha rus diperhatikan, yaitu model ini belum teruji un tuk sawah non irigasi. Keterbatasan lainnya adalah penerapan model menggunakan data monotemporal.

Untuk penyempurnaan model tersebut di atas perlu dilakukan pengem-bangan model spasial ini dengan meng­gunakan beberapa parameter lain secara serentak (berganda) seperti misalnya Indeks Luas Daun, Suhu dan Kadar Air Tanah (KelengasanTanah/Lahan).

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model spasial Indeks Luas Daun berdasarkan data TM-Landsat un tuk prediksi umur dan luas panen t anaman padi a t a u produksi panen padi. Selanjutnya melakukan verifikasi dengan data yang terbaru dan hasilnya dibandingkan dengan pengecekan/pe-ngumpulan data lapangan pada lokasi-lokasi yang diteliti sebagai daerah uji. Lebih lanjut dibandingkan dengan model terdahulu (parameter tunggal NDVI) untuk dapat mengevaluasi perbaikan keakurat­an.

Penelitian berdasarkan hipo-tesa adanya korelasi yang tinggi an ta ra Indeks Luas Daun (ILD) dengan perkembangan dan per tumbuhan tana­man padi, yang dipengaruhi oleh dinamika faktor-faktor pengendali dari perkembangan tanaman di lapangan yaitu antara lain u n s u r ha ra dan air, kondisi cuaca seperti suhu dan radiasi surya, hama dan penyakit. Karenanya ILD merupakan indikator u tama un tuk me-ngatasi kelemahan penggunaan indikator NDVI (dapat terjadi NDVI yang sama pada umur tanaman yang berbeda). Selanjutnya model spasial untuk pemantauan /prak i raan umur dan luas areal panen, serta produksi dengan menggunakan pasangan para­meter NDVI d a n ILD, dapa t memperbaiki keakura tan dan model tidak terbatas un tuk sawah irigasi.

38

Page 10: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

•ModefSpasiatlndefy tuas<Daun (tDD)<Padi ((jofaariaSilangganj eU aL)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indeks Luas Daun (ILD)

Salah sa tu cara un tuk menyeder-hanakan hubungan antara perkembangan tanaman dengan ciri reflektansi adalah dengan mentransformasikan data reflek­tansi masing-masing kanal spektral menjadi satu atau lebih peubah baru, kemudian melihat hubungan an ta ra fase per tumbuhan dengan sa tu a tau lebih peubah baru ini. Hubungan ini digambarkan sebagai trayektori spektral-temporal perkembangan tanaman. Ke-khasan hubungan u n t u k setiap jenis tanaman memungkinkan un tuk meng-identiflkasi t anaman dengan lebih teliti (Malila et aL, 1980, dalam Rambe, 1989).

Nilai baru dalam citra yang di-hasilkan, merupakan transformasi nilai-nilai reflektansi dari satu a tau beberapa kanal citra menjadi sua tu bilangan. Sebagai contoh dapat berupa Indeks Vegetasi (NDV1), Indeks Luas Daun (ILD).

Pukuhara et aL (1970) menyebut-kan variasi dari karakteristik spektral yang disebabkan oleh perubahan per­tumbuhan penutupan vegetasi, ser ta perubahan kondisi t anah bisa diiden-tifikasi berdasarkan hubungan antara panjang gelombang merah dan infra merah. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan antara panjang gelombang infra merah dan merah, sangat peka terhadap pertumbuhan vegetasi, biomasa, dan penutupan tanaman. Di samping itu perbandingan tersebut cenderung mcnormalkan efek berbagai tipe tanah, kandungan bahan organik dan kelem-baban tanah .

Indeks Luas Daun (ILD) adalah perbandingan antara luas daun terhadap luas permukaan lahan yang menjadi tempat t u m b u h sua tu tanaman. Indeks Luas Daun tidak mempunyai sa tuan, karena merupakan perbandingan antara dua luasan permukaan, a tau dapat disebutkan dalam sa tuan hektar per hektar.

ILD juga dapat digunakan un tuk menduga berbagai informasi penting berkaitan dengan vegetasi seperti laju

fotosintetis, laju transformasi dan laju respirasi, alokasi karbon di a tas dan di bawah permukaan tanah, serta laju dekomposisi nitrogen dan mineral. Selain itu ILD adalah variabel penting dalam perhitungan proses biogeokimia hu tan seperti: evaporasi dan intersepsi tajuk, transpirasi, dan kandungan nitrogen tajuk (Running and Neman, 1991, dalam Siregar et al, 1999). ILD m e r u p a k a n peubah s t ruktur tunggal yang banyak digunakan untuk menghitung karakteris­tik pertukaran energi dan masa dari sebuah ekosistem teresterial.

Nilai ILD padi akan meningkat dengan berkembangnya tanaman padi dan mencapai nilai maksimum pada saat awal masa generatif. Nilai ILD bervariasi tergantung pada cara bertanam, misalnya menanam dengan j a rak yang rapat dan dengan pemberian Nitrogen tinggi, maka nilai ILD dapat mencapai 10 a tau lebih besar. Berdasarkan telah kembali hubungan an ta ra ILD, tingkat respirasi per tumbuhan tanaman {Crop Growth Rate/CGR), disimpulkan bahwa tidak ada nilai optimum ILD un tuk CGR. Sebagai contoh u n t u k padi jenis IR 8, CGR mencapai maks imumnya sekitar nilai 6 dan padi jenis Peta maksimumnya mencapai 4 (Yoshida, 1983, dalam Siregar etal, 1999).

2.2 Penentuan Nilai ILD Tanaman Padi

Nilai ILD tanaman padi dapat di tentukan melalui pengukuran, dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan mengukur di lapangan luas setiap helai daun padi pada setiap r u m p u n kemudian dibagi dengan luas areal per tanaman padi yang digunakan sebagai media tumbuh. Pengukuran langsung memberikan nilai ILD yang lebih akurat, namun memerlu-kan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar (Fassnech et al, 1994, dalam Siregar et AL, 1999). Pengukuran secara tidak langsung menggunakan data satelit penginderaan jauh. E>engan cara ini dapat diduga besarnya nilai ILD.

39

Page 11: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

JurnaC'PengincferaanJauli'P'oC 3 iVb. 1 Juni 2006:36-49

2.2.1 Pengukuran ILD secara langsung di lapangan

P e n g u k u r a n nilai ILD secara langsung di lapangan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan alometris dan pendekatan radiasi (Siregar etal, 1999).

• Pendekatan alometris, adalah pendekat­an yang menggunakan parameter t u m b u h a n seperti luas daun dan berat un tuk mendapatkan nilai luas d a u n spesifik, k e m u d i a n melalui prosedur penimbangan dan pengukuran jarak tanaman maka diperoleh hasil perhitungan nilai Indeks Luas Daun.

• Pendekatan Optis, adalah dengan cara mengukur perbedaan nilai intensitas radiasi pada dua ketinggian yang berbeda, sekaligus menunjukkan ke-mampuan penetrasi radiasi atau sifat-sifat tipe vegetasi. Penetrasi radiasi didalam tajuk tumbuhan merupakan sebuah fangsi ketinggian tajuk yang dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun (ILD). Hal ini dapat dijelas-kan dengan mengikuti Hukum Beer-Lambert, yai tu:

I z = I o e - k ( i L D ) (2-1)

dengan

Iz adalah intensitas cahaya pada sua tu ketinggian (z) dalam tajuk,

Io adalah intensitas cahaya di atas tajuk a tau komunitas tanaman,

k adalah koefisien penyinaran radiasi. Hukum itu mengasumsikan bahwa tajuk t u m b u h a n adalah homogen dan semua cahaya yang datang diserap oleh daun.

2.2.2 Pengukuran ILD melalui data inderaja satelit

Nilai ILD diestimasi berdasarkan pantulan energi yang mengenai canopi vegetasi. Besarnya intensitasnya sangat tergantung pada panjang gelombang (X.) dan komponen vegetasi, seperti daun, substra t dan bayangan. Daun meman-tulkan energi pada A, biru dan merah, n a m u n memantulkan luas pada "k infra merah dekat. Pantulan substrat dari vegetasi bervariasi menuru t sifat sub-

stratnya, seperti misalnya tanah mineral memantu lkan energi tinggi a tau warna cerah pada citra, sedangkan t a n a h organik memantu lkan energi rendah, a tau tampak gelap pada citra (Plo, 1986, dalam Siregar et. ah, 1999). Bayangan canopi dari t anaman terlihat sangat gelap pada panjang gelombang sinar tampak. Hal ini terjadi karena daun menyerap radiasi sangat besar. Pada infra merah dekat, bayangan canopi t anaman cukup gelap oleh karena absorsi oleh daun l eb ih r i n g a n . L u a s re la t i f k e t i g a k o m p o n e n t e r s e b u t m e n e n t u k a n pantu lan dari total kanopi. Nilai ILD Vegetasi berkorelasi negatif dengan pantulan merah.

Peneli t ian-peneli t ian t e r d a h u l u menggunakan data inderaja satelit me­nunjukkan adanya korelasi nyata an ta ra ILD u n t u k vege ta s i a l a m d e n g a n kombina-si NIR/RED. (Running and Nemani, 1991, dalam Siregar et.. ah, 1999). Parameter NDVI yang d i turunkan d a r i d a t a i n d e r a j a s a t e l i t d a p a t digunakan u n t u k menduga ILD (Rambe, 1989).

Fukuhara et. at (1970) dan Miller (1981) menginventarisasi 12 macam metoda transformasi Indeks Vegetasi menggunakan data satelit Landsat, yang biasa digunakan u n t u k identifikasi dan pemantauan t anaman pertanian, seperti padi, jagung, singkong, kacang kedelai dan lain sebagainya. Salah satu dari metoda tersebut u n t u k menen tukan Indeks Luas Daun dengan menggunakan data TM-Landsat diformulasikan sebagai berikut:

ILD= 2,677 -3,694 (TM1/TM2) - 2,309 (TM1/TM3) + 5,751TM1/2*TM4) + 0,043 (TM2/TM3)-2,692 (TM2/2 * Tm4) + 3 , 0 7 1 ( ( T M 1 / TM2)-(TM1/2*TM4))*(TM1/TM2) (2-2)

Keterangan:

TM1, TM2, TM3, TM4 adalah nilai digital (tingkat keabuan) dari t anaman pada citra Landsat ber- turut- turut padakana l 1,2,3, dan 4.

40

Page 12: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

•ModelSpasu{lndeli$Cuds$)aun(IC<D)<Padi (gofaariaSitangganj et. aC)

Menurut Zhangshi et aL (1997, dakun Siregar et aL, 1999) Hubungan antara nilai NDVI dan ILD dapa t di-turunkan dengan asumsi sebagai berikut:

• Bahwa hubungan an ta ra ILD dan NDVI adalah linier

• Bahwa nilai NDVI maksimum yang ditransformasikan dari citra sesuai dengan nilai maksimum ILD dari t anaman yang diamati.

Berdasarkan kedua asumsi ter-sebut, Zhangshi et at. (1997, dalam Siregar et aL, 1999), membangun model empiris NDVI-ILD u n t u k mendapatkan nflai ILD dari nilai NDVI, seperti persama-an di bawah i n i :

ILD= ILD maks * (NDVI-NDVI maks) / (NDVI maks - NDVI min) (2-3)

3 METODOLOGI

3.1 Lokasi Penelitian

Daerah penelitian yang dipilih adalah daerah penghasil padi di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Subang/ Sukamandi, Indramayu dan Kuningan, dengan mempertimbangkan ketersediaan data lapangan (peta t a n a m / l u a s padi, masa t a n a m / u m u r padi, varietas padi) pada Perum Sang Hyang Seri Sukamandi dan Dinas Tanaman Padi pada tingkat Kecamatan.

3.2 Data yang Digunakan

3.2.1 Data inderaja (raster)

Data inderaja yang digunakan adalah data TM-Landsat multitemporal terkoreksi sistematik sebanyak 3 scene, Yaitu Path/ Row 122/64, akuisisi tanggal 18 Jul i 1999, tanggal 03 Agustus 1999 dan tanggal 03 Juli 2000.

- Untuk ekstraksi NDVI, digunakan data kanal 3 dan 4 dari TM-Landsat, un tuk ekstraksi ILD, digunakan data kanal 1, 2, 3, dan 4 TM-Landsat.

- Data yang digunakan adalah multi-temporal yang dapa t meliputi siklus musim tanam (Data Awal Tanam, Vegetatif, Generatif, sebeium masa panen).

3.2 .2 Data lapangan

Data lapangan yang diperlukan pada lokasi-lokasi daerah sampel adalah peta areal t anaman padi, masa tanam, varietas padi, data produktivitas dan produksi t anaman padi serta Indeks Luas Daun.

P a r a m e t e r - p a r a m e t e r diamat i

y a n g d i u k u r /

a) Fase pertumbuhan tanaman padi: fase air, vegetatif, generatif, siap panen serta bera.

b) Umur Tanaman dalam MST (minggu setelah tanaman) berdasarkan waktu / jadwal tanam.

c) Pola Tanam : frekuensi t anam padi ser ta palawija.

d) J a r ak Tanam rata-rata : j a rak tanam antara rumpun dalam arah yang berbeda.

,e) Kadar Air Tanah: kandungan air pada setiap fase /umur tanaman padi.

f) Luas Daun contoh : luas daun pada 3 helai daun / rumpun un tuk pendugaan ILD (Indeks Luas Daun).

g) Kondisi Tanaman: Apakah terkena serangan hama, penyakit a tau ke-keringan.

3 .3 Prosedur dan Metode Pengukuran/ Pengamatan Data Lapangan

a) Umur a tau fase tanaman dapat diketahui berdasarkan pengamatan langsung di lapangan terhadap ciri-ciri per tumbuhan tanaman padi, misalnya mulai keluar malai adalah pada saat 9 MST atau langsung bertanya pada petani kapan mulai tanamnya a tau panennya.

b) Pola tanam dapat diketahui ber­dasarkan informasi dari petani a tau petugas di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten.

c) J a r ak Tanam (JT) an ta ra 4 rumpun dalam arah yang berbeda d iukur mengggunakan penggaris atau meteran, sehingga dapat diketahui rata-ratanya.

d) Kadar Air Tanah: secara langsung dapat diamati kondisi kebasahannya, yaitu basah, lembab, dan kering. Sedangkan secara kuantitatif dapat

41

Page 13: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

Juma(<PtngintbmanJau&'VoC} W* 1 Juni 200&S6-49

diketahui melalui pengukuran dilabo-ratorium fisika tanah. Untuk tujuan tersebut, maka perlu diambil contoh tanah secukupnya. Jika ingin diketahui berapa Kadar Air Tanah pada Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen, maka pengambilan contoh tanah harus menggunakan ring sample.

e) Pengukuran luas daun contoh di lakukan dengan cara pengambilan beberapa helai daun pada beberapa rumpun, misalnya 4 rumpun yang membentuk jarak tanam. Contoh daun tersebut lalu diplotkan ke kertas mm blok un tuk diukur luasnya menggunakan Planimeter. Luas untuk 1 rumpun dihitung berdasarkan hasil kali luas daun ra taan 1 helai daun contoh dengan jumlah helai setiap rumpun (LD). LDr merupakan nilai ra taan LD dari 4 rumpun. Selanjutnya ILD dapat diduga dengan rumusan sebagai berikut: ILD = LDr/JT. Cara lain u n t u k mengukur ILD adalah dengan mengukur radiasi yang datang diatas tajuk dan ditransmisikan di bawah tajuk tanaman menggunakan sepasang alat Tube Solarimeter.

3 . 4 P r o s e d u r d a n Metode Pengolahan Data Inderaja (Raster)

Diagram Blok aliran data dan proses yang dibangun di dalam pembuat-an dan verifikasi model spasial un tuk p e m a n t a u a n / u m u r dan luas area! serta prediksi produksi padi menggunakan parameter NDVI dan ILD dari TM-Landsat ditunjukkan dalam Gambar 3-1.

3.4.1 Koreksi radiometrik

Proses koreksi radiometrik yang perlu diperhatikan adalah standarisasi citra dari keseluruhan data multitem-poral yang digunakan dalam menyusun model u n t u k memastikan bahwa pe-rubahan yang ada pada tingkat keabuan dari titik citra (lokasi sampel) adalah karena perubahan informasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman bukan karena kesalahan radiometrik a tau kondisi atmosfer.

3.4.2 Koreksi geometrik

Perlu dilakukan koreksi geometrik presisi/geocoded u n t u k menyamakan sistem koordinat data citra dengan sistem koordinat peta yang digunakan sebagai referensi yaitu peta topografi, skala 1: 250.000. Prosedur koreksi geometrik yang dilaksanakan adalah menggunakan transformasi geometri polinomial orde linier menggunakan sejumlah Ground Control Point (GCP) dari peta topografi yang digunakan. Proses resampling dilakukan dengan metode Nearest Neighbourhood.

3.4 .3 Masking a rea ! sawah

Tujuan masking areal sawah adalah memberikan batasan wilayah sawah dan non sawah dengan cara membuat poligon. Dengan adanya pembatasan poligon sawah dan non sawah maka luas areal dan posisi sawah dapat diketahui.

3 .4.4 Eks t r aks i n i la i NDVI d a n ILD

Ekstraksi nilai NDVI dari data Land sat TM yang dilakukan adalah dengan cara transformasi Indeks Vegetasi (NDVI) yang d ih i tung menggunakan kombinasi kanal Infra Merah Dekat (TM4) dan kanal Merah (TM3) (Sitanggang dkk., 2000). Mengikuti formula :

NDVI=(TM3-TM4)/(TM3+TM4) (3-la) NDVIt=100+100*NDVl ( 3-lb)

Nilai NDVIt berkisar dari -1 s.d * 1, sedangkan nilai NDVIt dari 0 s.d 200.

Pendugaan u m u r padi dilakukan dengan menggunakan parameter NDVI yang memiliki korelasi dengan umur .

Prosedur Ekstraksi Nilai NDVI dan ILD adalah sebagai berikut:

a) Formulasi u n t u k perhi tungan indeks Vegetasi menggunakan pe r samaan (3-la) dan (3-lb) , sedangkan u n t u k menghi tung Indeks Luas Daun (ILD) menggunakan formula pe r samaan (2-2).

b) Pada daerah kajian d igunakan da ta monotemporal dan a tau da ta mult i-temporal dari masing-masing lokasi

42

Page 14: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

ModeCSpasiaC Indeks Luas (Daun (IL(D) <Padi (gofynaria Sitanggang et. aC)

sample t anaman padi yang dapat mewakili fase-fase per tumbuhan padi.

c) Posisi lokasi dari titik-titik sample di lapangan, disesuaikan dengan posisi lokasi dan titik-titik sample pada citra.

d)Ekstraksi nilai NDVI dari Citra NDVI berasal dari titik-titik sampel di-lapangan, dilakukan dengan formula

yang disebutkan di a tas , sehingga di-peroleh nilai indeks vegetasi (-1 s.d 1) a tau nilai digital (0 s.d 200).

e) Plot nilai Indeks Vegetasi dan nilai Indeks Luas Daun masing-masing vs u m u r padi di setiap titik sampel dapat diperoleh berdasarkan nilai NDVI dan nilai ILD yang diekstrak dari data citra NDVI, dan citra ILD.

Gambar 3 -1 : Diagram alir da t a d a n proses da lam p e m b u a t a n dan verifikasi keakuratan model spasial peman tauan / prediksi umur , luas areal panen/produks i padi berdasarkan data NDVI, ILD dari TM-Landsat

43

Page 15: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

JurwCVenginderaanJaufiVoL 3 No. 1 Juni 2006:36-49

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL

Pengukuran ILD (Indeks Luas Daun) dilakukan pada lahan padi sawah di Sang Hyang Seri dan sekitarnya pada bulan Maret dan Agustus t ahun 1999,

serta bulan Agustus t a h u n 2000. Nilai akhir yang digunakan adalah nilai Median dari beberapa seri pengukuran. Hasil rekapitulasi pengukuran disajikan pada Tabel 4 -1 . Profil ILD selama per-tumbuhan tanaman padi disajikan pada Gambar 4-1 .

Tabel 4 -1 : INDEKS LUAS DAUN (ILD) TANAMAN PADI BERDASARKAN UMUR

Gambar 4- l :Hubungan ILD dengan u m u r tanaman padi

44

Page 16: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

ModeCSpasiaClndefts Luas (Daun (IL<D) (Padi (Cjokgiaria Sitanggang et. aC)

Gambar 4-2: Hubungan antara ILD dengan rasio kanal 4 / 3 TM-Landsat

Pada penelitian ini akan dilihat h u b u n g a n a n t a r a r a s i o k a n a l 4/3 TM-Landsat (R4/3) dengan nilai ILD. Hasil plot data pengukuran ILD dengan n i l a i R 4 / 3 d a p a t d i l i h a t p a d a Gambar 4-2. Trend kurva tampak non l in ier d a n m e n g h a s i l k a n m o d e l persamaan Power Regression sebagai berikut:

y = 0.2219*X 2.1005 (R 2 = 0 . 9 5 )

Dengan melakukan subsitusi sumbu Y dengan ILD, dan sumbu X dengan TM4/ TM3, diperoleh:

ILD = 0,2219 * (TM4/TM3) 2,1005 (R2 = 0,95) (4-1) dengan

ILD adalah nilai Indeks Luas Daun dari obyek t anaman padi pada daerah

l a h a n t a n a m a n p a d i y a n g menggambarkan titik citra pada sebaran spasial data citra.

TM3 adalah nilai tingkat keabuan (gray-level) titik citra (pixel) pada seba­ran spasial data citra kanal-3 TM-Landsat. yang mewakili objek padi pada daerah lahan tanaman padi

TM4 adalah nilai tingkat keabuan (gray-level) titik citra (pixel) pada seba­ran spasial data citra kanal-4 TM-Landsat. yang mewakili objek padi pada daerah lahan tanaman padi

Contoh aplikasi model a tau algoritma yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4-3, dengan cara diaplikasikan pada data TM-Landsat untuk menghasilkan sebaran spasial ILD pada lahan padi sawah.

45

Page 17: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

\JurnaC<PenginderaanJauli<VoC.3 No. 1 Juni 2006:36-49

107.42 107.4 107.4

06.18

06.20

06.22

06.24

107.42 107.4 107.4

Gambar 4-3:Sebaran spasial ILD lahan padi sawah di Sang Hyang Seri Subang dan sekitarnya (Citra Tanggal 18 Jul i 1999)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan kurva dalam Gambar 4-1 terlihat bahwa nilai ILD meningkat dengan bertambahnya u m u r selama per tumbuhan vegetatif dan mencapai puncak dengan nilai sebesar 4,567 pada vegetatif maksimum (umur 8 - 9 MST) dan selanjutnya menurun sejalan dengan perkembangan fase generatif karena terjadi penguningan dan pengurangan daun. Nilai ILD pada fase vegetatif maksimum atau pada u m u r 7 - 1 0 MST dapat digunakan unruk menduga kualitas produktivitas t anaman padi, karena merupakan akumulasi dari penimbunan

energi yang digunakan untuk pemben-tukkan malai dan pengisian biji. Semakin tinggi nilai ILD pada vegetatif Maksimum, maka akan semakin tinggi pula produktivitas tanaman.

Dalam contoh aplikasi dari model a tau algoritma yang diperoleh dari penelitan (Gambar 4-3), dapat diperoleh s e b a r a n s p a s i a l ILD l a h a n p a d i sawah di Sang Hyang Seri Subang dan sekitarnya (citra tanggal 18 Juli 1999).

Berdasarkan profil ILD selama per tumbuhan tanaman padi yang di-sajikan pada Gambar 4 -1 , lebih lanjut

46

Page 18: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

MoifefSpasidf IntGrfe tuasQ>aun (I£<D)<PaJi (go&aria Silanggar*/ cu d£)

dapat d i l a k u k a n t r ans fo rmas i ILD terhadap u m u r tanaman padi, sehingga dapat diperoleh citra sebaran spasial atau pela u m u r tanaman padi. Metode ini menunjukkan bahwa dengan meng-gunakan parameter ILD dapat diperoleh citra a tau sebaran spasial perkiraan umur dan luas tanaman padi. Dengan memperoleh data produksi d&ri beberapa sampel pada daerah uji, dapat dihasilkan peta perkiraan produksi t anaman padi pada daerah uji.

Model atau algoritma yang di­peroleh masih terbatas pada daerah uji. Untuk operasionalisasi model masih diperlakukan verifikasi model dan validasi model pada daerah uji u n t u k masa tanam yang lain. Lebih lanjut perlu dilakukan pengujian atau pengembangan model tersebut pada daerah uji lain. Keakuratan model dibandingkan dengan model spasial menggunakan parameter tunggal NDVI, dan parameter ganda (secara serentak NDVI dan ILD) masih perlu pula dilanjutkan.

Pada daerah-daerah sawah yang sangat berpotensi u n t u k ter tutup awan atau persentase liputan awannya sepan-jang t ahun selalu besar dapat diper-rimbangkan penggunaan model meng­gunakan da ta radar atau dengan teknik fusi data radar dan optik. Aplikasi data Radar JERS-1 SAR secara terpadu (fusi) dengan data optik resolusi tinggi Landsat-TM un tuk memantau u m u r dan luas areal t anaman padi sawah irigasi juga telah dilakukan oleh LAPAN. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan cara fusi tersebut diperoleh perbaikan identifikasi dan penambahan/pemisahan kelas-kelas umur padi yang cukup berarti terutama pada fase awal tanam fase vegetatif, dibandingkan dengan menggunakan data optik saja (Sitanggang et aL , 1999, 2000). Dengan prosedur dan metoda fusi data yang dilaksanakan dapat diidentifikasi 9 kelas umur padi, dengan ketelitian klasifikasi 84,41 % sedangkan dengan hanya menggunakan data Landsat-TM. hanya dapat diidentifikasi 7 kelas u m u r padi dengan ketelitian 98,48 %.

5 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dicapai pada tahap ini, dapa t disimpulkan bahwa.

• Profil ILD selama per tumbuhan tanaman padi berdasarkan hasil pengukuran dapat diperoleh di m a n a nilai ILD meningkat dengan pertambah-an umur selama pertumbuhan vegetatif dan mencapai puncak dengan nilai 4,567 pada vegetatif maksimum dan m e n u r u n pada fase generatif karcna terjadi penguningan dan pengurangan daun. Nilai ILD maksimum pada umur 8-9 MST (vegetatif maksimum).

• Nilai ILD pada fase vegetatif maksimum (umur 7-10 MST), da ta digunakan un tuk menduga kualitas produktivitas t anaman padi, karena merupakan akumulasi dari penimbunan energi yang digunakan u n t u k pembentukan malai dan pengisian biji.

• Hubungan antara nilai ILD dengan kombinasi kanai TM-Landsat yang dihasilkan adalah ILD - 0,2219" (TM4/TM3) 2.1005 {R2 = 0,93) dapat diaplikasikan un tuk menghasilkan sebaran spasial ILD pada padi lahan sawah.

• Dapat dihasilkan a tau ditunjukkan sa tu contoh aplikasi model atau algoritma yang diperoleh dari penelitan ini yaitu Sebaran Spasial ILD Lahan Padi Sawah di Sang Hyang Sen Subang dan sekitarnya (Citra TM-Landsat, tanggal 18 Juli 1999) dengan cara diterapakan pada data TM-Landsat tersebut untuk menghasilkan sebaran spasial ILD pada lahan padi sawah.

• Berdasarkan profil ILD selama per­tumbuhan tanaman padi yang diper­oleh, lebih lanjut dapat dilakukan transformasi ILD terhadap u m u r tanaman padi, sehingga dapat diperoleh citra sebaran spasial a tau peta u m u r tanaman padi. Metode ini menunjukkan dengan menggunakan parameter ILD dapat diperoleh citra atau peta per­kiraan umur dan luas t anaman padi. Dengan memperoleh da ta produksi dari beberapa sampel pada daerah uji,

47

Page 19: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

Jum^<PenginderaanJauHVoCi WO. 1 Jam201)6:36-49

dapat dihasilkan peta perkiraan produksi t anaman padi pada daerah uji.

6 SARAN

Model yang diperoleh masih ter-batas pada daerah uji. Untuk operasionali-sasi model mas ih diperlakukan veriflkasi model dan validasi model pada daerah uji u n t u k masa tanam yang lain. Lebih lanjut perlu di lakukan pengujian a tau pengembangan model tersebut pada daerah uji lain. Keakuratan model di-bandingkan dengan model spasial menggunakan parameter tunggal NDVI, dan parameter ganda {secara serentak NDVT dan ILD) masih perlu dilanjutkan.

Pada daerah-daerah yang sangat berpotensi un tuk ter tutup awan a tau persentase liputan awannya sepanjang tahun selalu besar dapat dipertimbangkan penerapan/pengembangan model meng­gunakan data radar dengan teknik fusi data radar dan optik.

DAFTAR RUJUKAN

Dirgahayu, D., H. Arief I Made Parsa, I. Carolita, Arifin, S., dan Kustiyo, 1998. Asesmen Luas Parxen Sawah Irigasi di Pulau Jawa (Inventarisasi Periode Januari-AprU 1998 ), Laporan Akhir, Kegiatan Penelitian Proyek Peman­faatan Data Penginderaan J a u h un tuk Inventarisasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, LAPAN, Jaka r t a .

Fukuhara , M., S. Hayashi, Y. Yasuda, I. Asamuna, Y. Emon, J. Litsaka, 1979. Extraction of Soil Information from Vegetated Area, Scientific Centre Report IBM G318-1506-0, Tokyo, J a p a n .

Miller, G. E.( 1981. A Look At The Used Landsat Vegetation Indeces. AGRI-STARS Report No. EW-L1-04134, JTC-17413, NASA, Washington, D.C., USA.

Parwati, E., H. Arif, I. Prasasti, I. Effendy, S.H. Pramono, W.H. Harsanugraha, T. Suhartini, dan Suhartono, 1998. Penentuan Spesifikasi Standar Model

48

Estimosi Produksi Tanaman Padi Benia&arkan Indeks Vegetasi, Laporan Akhir, Kegiatan Proyek Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Pengolahan Data Penginderaan J a u h Satelit, LAPAN, Jakar ta .

Rambe, A., 1989. Analisis Digital Data Satelit Untuk Menduga Luas Areal Tanaman Padi J u r u s a n Ilmu-Ilmu Pertanian, Fakul tas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Disertasi, Unpublished.

Siregar, V. P., Wahyu, Sri Harini, Syukri M. Nur, Djokosoegito, M., Sitanggang, G-, I. Setyawan, Saptajadi, D. P. Nugroho, I- Setiawan, Dirgahayu, D., Mujiyanto, Siregar, D. F, 1999b. Konstruksi Prediksi Produksi Padi Beniasarkan Model Spasial, Laporan Akhir, Kegiatan Proyek Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam fTISDA)-BPPT, SEAMEO BIOTROP, Bogor.

Sitanggang, G, Dirgahayu, D., Carolita I., NoviarH., 1999. Verifikasi Keakuratan Pemantauan/Prakiraan Luas Panen Padi dan Data Inderaja, Laporan Akhir, Kegiatan Proyek Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Pengolahan Data Penginderaan J auh Satelit-LAPAN, Jakar ta .

Sitanggang, G, Dirgahayu, D., Parwati, E., Carolita, I., Djaiz, E. D., 2000. Verifikasi Keakuratan Monitoring Tanaman Padi, Prosiding Seminar Intemasional Penginderaan J a u h dalam Pengembangan dan Pelestarian Lingkungan, Vol U, ISBN: 979-95466-2-1, Hotel Kartika Candra, Jakar ta , 11-12 April 2000, PUSFATJA-LAPAN, Jakar ta .

Sitanggang, G, Carolita, I., Noviar H., Surlan, dan Djaiz, E. D., 1999. Verifikasi Model Aplikasi Data Inderoja Satelit Radar SAR JERS-1 Secara Terpadu (Fusi) dengan Optik Resolusi Tinggi TM Landsat untuk Pemantauan Umur dan Luas Areal Tanaman Padi, Laporan Akhir, Kegiatan Proyek Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Peng-

Page 20: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

ModtfSpasuf IndtfyCuas<Daun (lt<D)'Padi (gofaariaSitaiygan^ eL aC)

olahan Data Penginderaan J a u h Satelit- LAPAN, Jakar ta .

Sitanggang, G, Carolita, I., Noviar, H., Surlan, dan Djaiz, E.D., 2000. Pengembangan Aplikasi Fusi Data SAR JERS-1 dengan LANDSAT-TM

Landsat untuk Pemantauan Umur dan Luas Areal Tanaman Padi Sawah Irigasi, Majalah LAPAN Edisi Penginderaan J a u h , Vol. 02 No. 01 Hal. 33-46. Bulan Maret, ISSN 0126-0480, Jaka r t a .

49

Page 21: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

Vegetalika Vol.3 No.1, 2014 : 45-52

KAJIAN SIFAT FISIOLOGIS KULTIVAR KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DAN KETERGANTUNGANNYA TERHADAP MIKORIZA

A STUDY ON PHYSIOLOGICAL CHARACTERISTIC OF SOYBEAN (Glycine max (L.) Merr.) CULTIVAR AND ITS MYCORRHIZAL DEPENDENCY

Ellia Habib Misbahulzanah1, Sriyanto Waluyo2 dan Jaka Widada2

ABSTRACT The research had been conducted at research field Faculty of

Agriculture, Gadjah Mada University, Yogyakarta since January to May 2013 to know the degree of dependence soybean cultivars (Glycine max (L.) Merr.) that inoculated of mycorrhizal arbuscula fungi and found physiological characteristic of soybean cultivar (Glycine max (L.) Merr.) that inoculated of mycorrhizal arbuscula fungi. The experimental design applied the Completely Randomized Design (CRD) in factorial 18x2 with three replication. The collected data then were analyzed by means of analysis of variance (Anova) applying level of significanced α = 5%. Observations were done for the number of leaf, leaf area index (LAI), thechlorophyll content of leaf, photosynthetic rate and the degree of mycorrhizal dependency. The result shows there are three categories the degree of mycorrhizal dependency which are highly dependent (Kaba, Wilis, and Baluran cultivar), moderately dependent (Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, Petek, Garut, Malabar and Seulawah cultivar) and marginally dependent (Burangrang, Sibayak, Tanggamus, Panderman, Ijen, Galunggung, Gepak Kuning and Sinabung cultivar). Inoculation of mycorrhizal arbuscula fungi can increases the number of leaf, leaf area index (LAI), the chlorophyll content of leaf and photosynthetic rate.

Key words : soybean, physiological characteristic, dependency, mycorrhiza

INTISARI Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta mulai bulan Januari sampai Mei 2013 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat ketergantungan kultivar kedelai (Glycine max (L.) Merr.) yang diinokulasi jamur mikoriza arbuskular (JMA) dan sifat fisiologis kultivar kedelai yang diinokulasi jamur mikoriza arbuskular (JMA). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 18x2 masing-masing 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam α = 5%. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah daun, indeks luas daun (ILD), kandungan klorofil daun, laju fotosintesis dan tingkat ketergantungan kultivar kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat tiga kategori tingkat ketergantungan mikoriza yaitu kategori tinggi (Kultivar Kaba, Wilis dan Baluran), kategori sedang (Kultivar Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, Petek, Garut, Malabar dan Seulawah) dan kategori rendah (Kultivar Burangrang, Sibayak, Tanggamus, Panderman, Ijen, Galunggung, Gepak Kuning dan Sinabung). Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan jumlah daun, indeks luas daun (ILD), kadar klorofil dan laju fotosintesis tanaman kedelai.

Kata kunci : kedelai, sifat fisiologis, ketergantungan, mikoriza

1Alumni Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Aini
Typewritten Text
Lampiran 2.
Page 22: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

46 Vegetalika 3(1), 2014

PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas

pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia baik sebagai bahan makanan

manusia, pakan ternak maupun bahan baku industri. Kebutuhan kedelai di

Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring pertambahan penduduk dan

perbaikan pendapatan per kapita. Selain itu karena kebutuhan bahan baku

industry pangan yang terus meningkat. Upaya peningkatan produksi kedelai di

Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan teknik budidaya berupa

aplikasi teknologi mikroba tanah menggunakan mikoriza. Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh

lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Penyebab utamanya adalah mikoriza

secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, baik unsur hara

makro maupun mikro.

Pendekatan melalui sifat fisiologis tanaman seperti jumlah daun, indeks

luas daun, kandungan klorofil, dan laju fotosintesis. dapat digunakan dalam

pengujian produktivitas kedelai. Menurut Basuki (2002), sifat fisiologis dapat

dijadikan sebagai kriteria efektif dalam program perbaikan hasil kedelai. Daun

berfungsi sebagai organ utama fotosintesis yang efektif dalam penyerapan

cahaya karena di dalam daun terdapat klorofil yang berfungsi untuk menangkap

cahaya untuk fotosintesis dan pengambilan CO2. Hasil fotosintesis berupa

makanan sebagai sumber energi utama bagi manusia. Dalam proses fisiologi

tanaman telah menghasilkan penemuan bahwa produksi tanaman budidaya

pada dasarnya tergantung pada ukuran dan efisiensi sistem fotosintesis. Dengan

mengetahui ketergantungan masing-masing kultivar kedelai dan hubungan sifat

fisiologisnya seperti jumlah daun, indeks luas daun, kandungan klorofil, dan laju

fotosintesis dari masing-masing kultivar diharapkan dapat dijadikan sebagai

dasar dalam memperbaiki dan meningkatkan hasil tanaman kedelai melalui

penerapan teknik budidaya berupa aplikasi teknologi mikroba tanah yaitu

menggunakan Jamur Mikoriza Arbuskukar (JMA).

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Mei 2013 di

Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Banguntapan,

Bantul, Yogyakarta. Delapan belas kultivar kedelai yaitu Grobogan, Burangrang,

Page 23: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

47 Vegetalika 3(1), 2014

Sibayak, Kaba, Tanggamus, Anjasmoro, Argomulyo, Wilis, Panderman, Ijen,

Baluran, Galunggung, Petek, Garut, Gepak Kuning, Malabar, Seulawah,

Sinabung digunakan dalam penelitian ini. Inokulan mikoriza yang digunakan

berupa jamur mikoriza arbuskular (JMA). Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tanah regosol, pupuk urea, SP18 dan KCl, klorofil, pewarna

kuku bening, dan Legin. Alat-alat yang digunakan yaitu cangkul, polibag, ember,

gunting, plastik, label, alat tulis, timbangan, penggaris, meteran, pisau, gunting,

timbangan, leaf area meter, oven, mikroskop, optilab, gelas benda, kamera,

spectronic 21D dan photosynthetic analyzer Li-6400. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 18 x 2 masing-masing 3 ulangan.

Faktor pertama adalah kultivar kedelai terdiri dari 18 aras, yaitu : Grobogan,

Burangrang, Sibayak, Kaba, Tanggamus, Anjasmoro, Argomulyo, Wilis,

Panderman, Ijen, Baluran, Galunggung, Petek, Garut, Gepak Kuning, Malabar,

Seulawah, dan Sinabung. Faktor kedua adalah inokulasi mikoriza, terdiri dari 2

aras yaitu tidak diinokulasi mikoriza dan diinokulasi mikoriza.

Tata laksana dalam penelitian ini yaitu persiapan media tanam dengan

menggunakan tanah yang disterilkan dengan autoklaf selama 4 jam untuk

menghilangkan patogen tanah, persiapan benih dan mikoriza, penanaman

kedelai, inokulasi mikoriza, pemupukan, penjarangan, penyiraman dan

pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Inokulasi mikoriza

dilakukan bersamaan saat penanaman kedelai dengan menaburkan mikoriza

sebanyak 5 gram tiap polibag.

Setelah tanaman kedelai berumur satu minggu setelah tanam, tanaman

dijarangkan dan disisakan satu tanaman per polibag. Penyiraman dilakukan dua

kali sehari pagi dan sore hari. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan

dengan menyemprotkan pestisida disesuaikan dengan keadaan serangan.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang

berada didalam polibag dan sekitar areal penelitian. Pengamatan berupa

pengamatan jumlah daun, indeks luas daun (ILD), kadar klorofil daun, laju

fotosintesis dan tingkat ketergantungan mikoriza. Data yang diperoleh dari hasil

pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (α = 0,05) menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) faktorial AxB dengan 3 ulangan menggunakan software

SAS (Statistical Analysis System for Windows 9.1.3). Jika terdapat beda nyata,

Page 24: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

48 Vegetalika 3(1), 2014

dilanjutkan dengan analisis menggunakan uji jarak berganda Duncan (Duncan

Multiple Range Test) dengan nilai α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kedelai merupakan tanaman legum yang mempunyai potensi sangat

baik untuk dikembangkan. Tanaman ini mempunyai kemampuan untuk

bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium dalam menambat N2 (Anonim, 2010).

Peningkatan produktivitas kedelai salah satunya dengan menggunakan inokulan

Rhizobium atau Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA). Mikoriza sebagai bentuk

simbiosis antara jamur dan akar tanaman mempunyai peranan yang sangat

penting dalam membantu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini dapat memberikan manfaat yang

sangat besar bagi pertumbuhan kedelai.

Ketergantungan terhadap mikoriza (mycorrhizal dependency) telah

didefinisikan oleh Gerdemann (1975) sebagai derajat atau tingkatan suatu

tanaman yang tergantung pada kondisi mikoriza untuk memproduksi

pertumbuhan atau hasil maksimum pada tingkat kesuburan tanah tertentu

(Declerk, Plenchette dan Strullu, 1995). Nilai tingkat ketergantungan mikoriza

pada delapan belas kultivar kedelai sebagaimana tercantum pada Tabel 1, yaitu:

Tabel 1. Ketergantungan terhadap mikoriza (%) Kultivar Nilai Ketergantungan Mikoriza (%)

Grobogan 36,49 Burangrang 13,38 Sibayak 9,02 Kaba 69,33 Tanggamus 3,57 Anjasmoro 41,10 Argomulyo 26,80 Wilis 51,38 Panderman 1,01 Ijen 23,49 Baluran 65,49 Galunggung 21,66 Petek 45,80 Garut 30,45 Gepak Kuning 17,87 Malabar 26,03 Seulawah 31,99 Sinabung 17,00

Page 25: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

49 Vegetalika 3(1), 2014

Dengan nilai ketergantungan mikoriza yang sudah diperoleh maka

dapat dikategorikan menurut Habte dan Manajunath (1991), Habte dan

Byappanahalli (1994) dan Ba et al. (2000) pada kultivar Kaba, Wilis dan Baluran

yaitu 69,33%, 51,38%, dan 65,49% termasuk kategori tinggi (highly dependent),

karena berada dalam kisaran 50%-75%. Tingkat ketergantungan mikoriza pada

kultivar Grobogan 36,49%, Anjasmoro 41,10%, Argomulyo 26,80%, Petek

45,80%, Garut 30,45%, Malabar 26,03%, dan Seulawah 31,99% termasuk dalam

kategori sedang (moderately dependent), karena berada dalam kisaran 25%-

50%. Selain itu, tingkat ketergantungan mikoriza pada kultivar Burangrang

13,38%, Sibayak 9,02%, Tanggamus 3,57%, Panderman 1,01%, Ijen 23,49%,

Galunggung 21,66%, Gepak Kuning 17,87%, dan Sinabung 17,00% termasuk

dalam kategori rendah (marginally dependent), karena berada dalam kisaran 0%-

25%. Perbedaan nilai tingkat ketergantungan mikoriza tersebut sebagai indikasi

bahwa setiap kultivar yang diinokulasi mikoriza mempunyai respon yang berbeda

terhadap infeksi mikoriza pada akar tanaman (Plenchette et al., 1983).

Tabel 2. Jumlah Daun, Indeks Luas Daun (ILD), Kadar Klorofil Daun dan Laju Fotosintesis (μmol CO2 m-2 s-1) Delapan Belas Kultivar Kedelai Pada Tingkat Ketergantungan Mikoriza Tinggi, Sedang dan Rendah

Kategori Kultivar Jumlah Daun

Indeks Luas Daun

Kadar Klorofil Daun

Laju Fotosintesis

Tinggi Kaba 24,25 ab 0,49 a 0,64 a 87,13 a Wilis 26,83 a 0,53 a 0,63 a 99,22 a Baluran 14,92 b 0,44 a 0,97 a 111,12 a

Sedang

Grobogan 8,58 c 0,31 b 0,64 a 92,46 a Anjasmoro 21,58 b 0,52 a 0,64 a 95,88 a Argomulyo 21,08 b 0,44 ab 0,85 a 96,18 a Petek 28,92 a 0,44 ab 0,67 a 92,00 a Garut 17,42 b 0,43 ab 0,47 a 99,81 a Malabar 15,42 b 0,29 b 0,61 a 96,99 a Seulawah 20,58 b 0,58 a 0,70 a 92,86 a

Rendah

Burangrang 20,83 bc 0,49 abc 0,58 a 99,97 a Sibayak 21,64 bc 0,59 a 0,53 a 93,06 a Tanggamus 24,00 b 0,57 ab 0,63 a 64,43 a Panderman 13,42 d 0,37 c 0,68 a 74,26 a Ijen 23,75 b 0,51 ab 0,69 a 84,13 a Galunggung 16,75 cd 0,44 bc 0,58 a 94,08 a Gepak Kuning 33,92 a 0,58 ab 0,64 a 86,35 a Sinabung 21,50 bc 0,55 ab 0,94 a 94,21 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada baris menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%

Page 26: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

50 Vegetalika 3(1), 2014

Jumlah daun merupakan indikator pertumbuhan maupun sebagai

parameter yang dapat menggambarkan kemampuan tanaman dalam melakukan

aktifitas fotosintesis. Pada tingkat ketergantungan mikoriza tinggi jumlah daun

terbanyak pada kultivar Wilis dan Kaba. Lalu pada tingkat ketergantungan

mikoriza sedang, jumlah daun terbanyak pada kultivar Petek sebesar 28,92

berbeda nyata dengan kultivar Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, Garut, Malabar

dan Seulawah. Kultivar Gepak Kuning mempunyai jumlah daun terbanyak pada

tingkat ketergantungan mikoriza rendah sebesar 33,92. Kultivar Gepak Kuning

berbeda nyata dengan kultivar Burangrang, Sibayak, Tanggamus, Panderman,

Ijen, Galunggung dan Sinabung. Adanya beda nyata antar kultivar dikarenakan

masing-masing kultivar kedelai mempunyai karakteristik yang berbeda.

Pemberian mikoriza mampu meningkatkan jumlah daun pada semua kultivar

kedelai, walaupun peningkatan tersebut pada setiap kultivar kedelai berbeda

beda. Wilarso (1990) cit. Hasid dan Halim (2011), mengemukakan bahwa

mikoriza dapat bersimbiosis dengan akar tumbuhan dan melalui hifa

eksternalnya mampu meningkatkan serapan hara dari dalam tanah. Tingginya

serapan hara dapat berpengaruh langsung terhadap fotosintat atau sink berupa

daun (Preston, 2007).

Semakin banyak jumlah daun tanaman kedelai maka indeks luas

daunnya lebih besar. Indeks luas daun diukur berdasarkan luasan daun setiap

satuan lahan pada daun yang masih aktif melakukan fotosintesis ditandai dengan

adanya klorofil atau masih berwarna hijau. Pada tingkat ketergantungan mikoriza

tinggi, kultivar Wilis mempunyai indeks luas daun (ILD) terbesar yaitu 0,53

walaupun tidak berbeda nyata dengan kultivar Kaba dan Baluran. Lalu pada

tingkat ketergantungan mikoriza sedang, kultivar Seulawah dan Anjasmoro

berbeda nyata dengan kultivar Grobogan dan Malabar. Kultivar Sibayak berbeda

nyata dengan kultivar Panderman. Indeks luas daun yang semakin besar

menunjukkan bahwa semakin luas daun maka semakin banyak kadar klorofilnya.

Kultivar Baluran mempunyai kadar klorofil terbanyak pada tingkat ketergantungan

mikoriza tinggi sebesar 0,97. dengan kadar klorofil yang banyak dapat

meningkatkan laju fotosintesisnya sebesar 111,12 (μmol CO2 m-2 s-1). Lalu

pada tingkat ketergantungan mikoriza sedang, kultivar Argomulyo memiliki kadar

klorofil terbanyak sebesar 0,85 dan kultivar Sinabung pada tingkat

ketergantungan mikoriza rendah memiliki kadar klorofil terbanyak yaitu sebesar

Page 27: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

51 Vegetalika 3(1), 2014

0,94. Kandungan klorofil yang semakin banyak menunjukkan daun semakin

hijau. Daun digunakan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis. Semakin

hijau daun semakin banyak kandungan klorofilnya, maka laju fotosintesisnya

dapat semakin tinggi. Laju fotosintesis kedelai dengan tingkat ketergantungan

mikoriza rendah, kultivar Garut terbesar yaitu 99,81 (μmol CO2 m-2 s-1). Lalu pada

tingkat ketergantungan mikoriza rendah kultivar Burangrang memiliki laju

fotosintesis paling besar yaitu 99,97 (μmol CO2 m-2 s-1). Antar kultivar kedelai

pada tingkat ketergantungan mikoriza tinggi, sedang dan rendah tidak ada beda

nyata terhadap kandungan klorofil daun dan laju fotosintesis kedelai. Mathur dan

Vyas (2000) mengemukakan bahwa adanya inokulasi JMA dapat meningkatkan

akumulasi asam-asam amino, protein, klorofil dan kandungan gula dibandingkan

tanaman non mikoriza. Meningkatnya fosfor dalam tanaman mempengaruhi

aktivitas fotosintesis, karena laju fotosintesis yang lebih tinggi pada tanaman

yang bermikoriza karena ada hubungannya dengan meningkatnya unsur hara P

(Guillemin et al., 1996). Menurut Twn (2000) infeksi mikoriza pada tanaman

dapat meningkatkan translokasi hara ke bagian atas tanaman sehingga terjadi

peningkatan laju fotosintesis dan penggunaan asimilat dalam tajuk serta

peningkatan suplai fotosintat dari daun ke akar. Sebagai hasilnya tanaman

bermikoriza mempunyai biomassa yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa

mikoriza.

KESIMPULAN 1. Terdapat tiga kategori tingkat ketergantungan mikoriza yaitu kategori tinggi

(Kultivar Kaba, Wilis dan Baluran), kategori sedang (Kultivar Grobogan,

Anjasmoro, Argomulyo, Petek, Garut, Malabar dan Seulawah) dan kategori

rendah (Kultivar Burangrang, Sibayak, Tanggamus, Panderman, Ijen,

Galunggung, Gepak Kuning dan Sinabung).

2. Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan jumlah daun, indeks luas daun (ILD),

kadar klorofil dan laju fotosintesis tanaman kedelai.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Sriyanto Waluyo, M.Sc.

dan Dr. Ir. Jaka Widada, M.P. yang telah membimbing dalam penyelesaian

penelitian ini. Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu

khususnya dalam lingkup Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Page 28: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

52 Vegetalika 3(1), 2014

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Insentif Untuk Petani Kedelai. <http://agroindonesia.co.id>. Diakses pada tanggal 1 Maret 2013.

Ba, A. M., Plenchette, C., Danthu, P., Duponnois, R., and Guissou, T. 2000. Functional compability of two arbuscular mycorrhizae with thirteen fruittrees in Senegal. Agroforestry System 50: 95-105.

Basuki, N. 2002. Implikasi Keragaman Genetik, Korelasi Fenotipik dan Genotipik Untuk Perbaikan Hasil Sejumlah Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merril).

Declerck S., Plenchette C and Strullu D.G. 1995. Mycorrhizal dependency of banana (Musa acuminata, AAA group) cultivar. Plant and Soil 176: 183-187.

Gerdemann, J. W. 1975. Vesicular-arbuscular mycorrhiza. In: Torrey JG, Clarkson DT (eds) The development and function of roots. Academic Press. London.

Guillemin, J. P., Lemoine, M. C., Gianinazzi-Pearson V. and Gianinazzi, S. 1996. Influence of arbuscular and ericoid mycorrhiza formation on level of photosynthetic pigments in host plants. European Commission Directorate-General XII, Science, Research and Development.

Habte, M. and Byappanalli, M. N. 1994. Dependency of cassava (Manihot esculata Crantz) on vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi. Mycorrhiza 4: 241-245.

Habte, M. and Manajunath, A. 1991. Categories of vesicular-arbuscular mycorrhizal dependency of host species. Mycorrhiza 1: 3-12.

Hasid, Rachmawati dan Halim. 2011. Respon bibit tanaman lada terhadap aplikasi mikoriza indigenous gulma. Jurnal Agroteknos 1: 44-47.

Mathur, N and Vyas, A. 2000. Influence of arbuscular mycorrhizae on biomass production, nutrient uptake and physiological changes in Ziziphus mauritiana Lam. Under water stress. Journal of Arid Environments 45: 191-195.

Plenchette C., Fortin J. A. and Furlan, V. 1983. Growth response of several plant species to mycorrhizae in a soil of moderate P-fertility. Mycorrhizal dependency under field conditions. Plant Soil 70: 199-209.

Preston, S. 2007. Alternative Soil Amendements. NCAT Agriculture Specialist National Sustainable Agriculture Information Service. ATTRA Publication. <http://www.attra.ncat.org>. Diakses tanggal 1 Maret 2013.

Twn, C. Rohayati. 2000. Studi efektivitas jenis endomikoriza pada pembibitan jati (Tectona grandis Linn F.). Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Page 29: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

666 Hortic. bras., v. 21, n. 4, out.-dez. 2003

Leaf is an important plant organ, andis associated with photosynthesis

and evapotranspiration; therefore, leafarea measurements are required in mostphysiological and agronomic studiesinvolving plant growth (Guo & Sun,2001). Many methods of leaf areameasurements have been developed.Direct methods for determining leaf areaare restricted to the use of an automaticarea-integrating meter. Tracing,shadowgraphing or the use of aplanimeter to measure the leaf area ofleaves attached to shoots is timeconsuming and tedious; also, in someexperiments time is insufficient to makesuch measurements (Manivel & Weaver,1974). Estimation of leaf area frommathematical models involving linearmeasurements of leaves is relativelyaccurate and non-destructive.

BLANCO, F. F.; FOLEGATTI, M.V. A new method for estimating the leaf area index of cucumber and tomato plants. Horticultura Brasileira, Brasília, v. 21,n. 4, p. 666-669, outubro/dezembro 2003.

A new method for estimating the leaf area index of cucumber andtomato plantsFlávio Favaro Blanco; Marcos Vinícius FolegattiESALQ/USP, Av. Pádua Dias, 11, C. Postal 09, 13418-900 Piracicaba–SP; E-mail: [email protected]

A mathematical model can beobtained by correlating the leaf length(L), width (W) or length x width (LW)to the actual leaf area (LA) of a sampleof leaves using regression analysis. Thenon-destructive methods based on linearmeasurements are quicker and easier tobe executed and present good precisionfor the study of plant growth in severalcrops (Manivel & Weaver, 1974;Sepaskhah, 1977; Strik & Proctor, 1985;Pedro Júnior et al., 1986; Robbins &Pharr, 1987; Silva et al., 1998; Gutiérrez& Lavín, 2000; Astegiano et al., 2001;Guo & Sun, 2001).

Cucumber and tomato are some ofthe main crops cultivated in greenhousein Brazil and researches with these cropsare essential to establish the bestmanagement practices to increase yieldand fruit quality. Researches with plants

cultivated in pots are common undergreenhouse conditions because lessspace is required and the number oftreatments and replications can be quiteincreased. Under pot cultivation, a non-destructive method for LAI evaluationis required with the advantage that thesame plant can be measured severaltimes during the growing period, thusleading to a more real curve of LAIincrease along the growing season.

A non-destructive methodology forestimating the LAI for greenhouse-growing tomato and cucumber plants,based on linear measurement modelswas developed in this study.

MATERIAL AND METHODS

In the first cucumber season, agreenhouse of 1.6 m height of lateral

ABSTRACTNon-destructive methods of leaf area measurement are useful

for small plant populations, such as experiments with potted plants,and allow the measurement of the same plant several times duringthe growing period. A methodology was developed to estimate theleaf area index (LAI) of cucumber and tomato plants through theevaluation of the leaf area distribution pattern (LADP) of the plantsand the relative height of the leaves in the plants. Plant and leafheight, as well as the length and width of all leaves were measuredand the area of some leaves was determined by a digital area meter.The obtained regression equations were used to estimate the leafarea for all relative heights along the plant. The LADP adjusted to aquadratic model for both crops and LAI were estimated by measuringthe length and width of the leaves located at the relative heightsrepresenting the mean leaf area of the plants. The LAI estimationspresented high precision and accuracy when the proposedmethodology was used resulting in time and effort savings and beinguseful for both crops.

Keywords: Cucumis sativus L., Lycopersicon esculentum Mill.,greenhouse, leaf area index.

RESUMOUm novo método para estimar o índice de área foliar de

plantas de pepino e tomate

Métodos não destrutivos para a medição da área foliar são úteispara pequena população de plantas, como experimentos com plan-tas conduzidas em vasos, e permitem que a mesma planta seja medi-da várias vezes durante o período de cultivo. O objetivo desse traba-lho foi desenvolver uma metodologia para a estimativa do índice deárea foliar (IAF) do pepino e do tomate pela determinação do pa-drão de distribuição de área foliar (PDAF) das plantas e da alturarelativa da folha que representa a área foliar média da planta. A altu-ra da planta e da folha, assim como o comprimento e a largura detodas as folhas, foram medidos e algumas folhas tiveram sua áreadeterminada por um medidor digital de área foliar. As equações deregressão obtidas foram utilizadas para estimar a área foliar paratodas as alturas relativas ao longo da planta. O PDAF ajustou-se aum modelo quadrático para ambas as culturas e o IAF foi estimadoatravés de medidas do comprimento e da largura das folhas localiza-das nas alturas relativas que representavam a área foliar média dasplantas. As estimativas do IAF pela metodologia proposta apresen-taram alta precisão e exatidão, sendo que a metodologia promoveeconomia de tempo e esforço na determinação do IAF e pode serutilizada com sucesso para ambas as culturas.

Palavras-chave: Cucumis sativus L., Lycopersicon esculentum Mill.,ambiente protegido, índice de área foliar.

(Recebido para publicação em 4 de dezembro de 2002 e aceito em 4 de julho de 2003)

Aini
Typewritten Text
Lampiran 3.
Page 30: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

667Hortic. bras., v. 21, n. 4, out.-dez. 2003

opening, 10 m wide and 20 m long andcovered with a polyethylene film of 0.15mm thickness was used. The lateralcurtains were closed at night and openedduring the day greenhouse was locatedin a experimental area of the Universidadede São Paulo, Piracicaba city, Brazil.Cucumber seedlings, cv. Hokushin, weretransplanted on 13th January, 1999, in fourbeds, each one with two rows of plants,giving a plant population of 2.5 plants m-2.Plants were trained with a single stemalong and around a vertical plastic string.Water was applied by a drip irrigationsystem, with one dripper per plant, andfertilizers containing N, P, K, Ca, Mg andS were applied with the irrigation waterin all irrigations, following the uptake rateof cucumber in greenhouse(Papadopoulos, 1994).

Forty days after transplanting(DAT), five plants were selected and thewidth (W) and length (L) of all leaveswere measured with a simple ruler. Inaddition, plant height and the insertionheight of the petiole from each leaf wasalso obtained to calculate the relativeleaf height by the equation:

where RLH is the relative leafheight, LH is the leaf height (m), thatis, the distance between the soil surfaceand the node corresponding to the leaf,and PH the plant height (m). In the sameday, leaves of different sizes wereselected to represent the full spectrumof measurable leaf sizes and their areaswere measured using a LI-COR 3000

leaf area meter. Length was measuredfrom lamina tip to the point ofintersection of the lamina and petioleand width were measured from tip to tipbetween the widest lamina lobes (Figure1A). The relative leaf area (RLA) wascalculated by dividing the area of eachleaf by the mean leaf area of the plantfor each RLH as follows:

where RLA is the relative leaf area,LA is the leaf area of a given leaf (cm2)and LAM is the mean leaf area of theplant (cm2 leaf-1) given by the sum ofthe LA of all leaves divided by thenumber of leaves of each plant. TheRLH was plotted against RLA in orderto determine the leaf whose arearepresents the mean leaf area of theplant.

In the second season, cucumberseedlings were grafted on squash(Cucurbita spp.), hybrid Excite-Ikki,and cultivated in a greenhouse in theexperimental area of the Universidadede São Paulo. The greenhouse was 6.3m wide, 17.5 m long and the lateralopening was 2.8 m height, withpolyethylene cover of 0.15 m thickness.The management of the lateral curtainsand the plants spacing, training,irrigation and fertilization was the sameas the first season. Seedlings weretransplanted on 23th June, 1999, and theleaf measurements were performed at35 and 54 DAT.

Tomato, hybrid Facundo, grew in a22.5 m length, 6.4 m wide and 3 m

height greenhouse covered withpolyethylene film, of 0.15 mm thicknesslocated in the same area used for thesecond cucumber season. The lateralsdid not have curtains but an anti-aphidscreen to avoid the action of vectors ofviral diseases. Plants were transplantedon 23th October, 2001, on pots containingabout 60 kg of dry soil and wereconducted with a single stem. Dripirrigation frequency and amount wascontrolled by tensiometers installed at0.15 and 0.30 m depth, 0.10 m from theplant. Preplant fertilization was donebased on soil fertility analysis.Fertigation with N, K and Ca followedthe nutrient uptake rate of tomato(Fayad, 1998). Plants were spaced at 1x 0.5 m with one plant per pot and leafmeasurements were taken at 30 and 42DAT following the same criteria usedfor the measurements of the cucumberleaves (Figure 1B).

To evaluate the performance of themethodology, the L and W of all leavesof five plants different from those usedin the model development, from eachcrop and season were measured and, theareas of the leaves located at the relativeheights that represented the LAM wereused to calculate the LAI by theequation:

where N is the number of leaves inthe plant and A the area (cm2) occupiedby one plant in the cropped area.Estimated LAI was correlated to themeasured LAI, the sum of the areas of

A new method for estimating the leaf area index of cucumber and tomato plants

Table 1. Relationships between leaf length (L), width (W), LxW, and total leaf area for cucumber and tomato in each season. Piracicaba,ESALQ/USP, 1999/2001.

Page 31: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

668 Hortic. bras., v. 21, n. 4, out.-dez. 2003

all leaves divided by A, and the resultswere plotted and analysed by means ofthe regression slope, coefficient ofdetermination (r2) and coefficient ofWillmott (Willmott, 1981).

RESULTS AND DISCUSSION

The equations relating the leaf areawith the L, W and LxW for all crops areshown in Table 1. Equations that useonly L or W showed good relationshipswith LA, which demand less effort andtime in the measurement at field becausejust one dimension could be measured.The equation used to estimate LA, todetermine leaf area distribution pattern(LADP) of the plants was that showedthe highest r2 value.

The LADP for each crop and seasonis shown in Figure 2. A high correlationcan be observed between the RLA andRLH, which adjusted to a quadraticmodel for both crops. The RLAincreases from the bottom of the plantand reaches the maximum value at RLHof about 0.5, when it decreases againuntil reaching the plant apex. For themeasurement of grafted cucumber at 54DAT there was no leaf bellow the RLHof 0.15 because the pruning of the oldleaves accomplished few days before theplants measurement.

From the adjusted equations, it waspossible to calculate the relative heightof the leaf that represented the LAM ofthe plant for each crop. The leaves thatrepresented the LAM were thatcorresponding to a RLH of 0.24 and 0.70for non-grafted cucumber, 0.31 and 0.81for grafted cucumber at 35 DAT, 0.13and 0.69 for grafted cucumber at 54DAT, 0.32 and 0.87 for tomato at 30DAT and 0.27 and 0.78 for tomato at 42DAT. In a general way, the RLH thatrepresented LAM decreased along thegrowing period for grafted cucumberand tomato, indicating that the LADPshould be determined before every LAImeasurement.

Thus, as advocated in the presentstudy, it is possible to have a goodestimate of LAI simply by measuringthe width and length of the leaf locatedat the RLH that represents the mean leafarea of the plant. Figure 3 shows theresults of the test of the methodology

Figure 1. Diagram of cucumber (A) and tomato (B) leaf showing positions of length (L) andwidth (W) measurements. Piracicaba, ESALQ/USP, 1999/2001.

Figure 2. Leaf area distribution pattern for the five plants measured of: (A) Non-graftedcucumber; (B) Grafted cucumber, 35 DAT; (C) Grafted cucumber, 54 DAT; (D) Tomato, 30DAT and (E) Tomato, 42 DAT. Each symbol corresponds to each of the five plants measured.Piracicaba, ESALQ/USP, 1999/2001.

F. F. Blanco & M. V. Folegatti

Page 32: TugasTPLGH_Nur Aini I Hasanah_F163130051

669Hortic. bras., v. 21, n. 4, out.-dez. 2003

A new method for estimating the leaf area index of cucumber and tomato plants

performance for estimating LAI. Theestimated values of LAI were very closeto the measured values, giving anoverestimation of 1.7% in thepredictions. The coefficient r2 indicatedthat the estimations had a precision of98% and the coefficient of Willmott (d)indicated an accuracy of 99.6%. Thesecoefficients were sufficiently high andthe prediction of the LAI by theproposed method could be satisfactoryfor most purposes and experimentswhere the LAI determination is needed.

This study has shown that leaf areaestimations based on linearmeasurements in situ are reliable. Theapproach used here is rapid,inexpensive, simple and precise for LAIdetermination in crops growing ingreenhouse. Some sacrifice in accuracyis inevitable, but using largerpopulations in the experiments mayreduce the deviations.

ACKNOWLEDGEMENTS

To Fundação de Amparo à Pesquisano Estado de São Paulo, FAPESP, forthe financial support.

CITED LITERATURE

ASTEGIANO, E.D.; FAVARO, J.C.; BOUZO,C.A. Estimación del area foliar en distintos culti-vares de tomate (Lycopersicon esculentum Mill.)utilizando medidas foliares lineales. InvestigaciónAgraria: Producción y Protección Vegetales, v. 16,n. 2, p. 249-256, 2001.FAYAD, J.A. Absorção de nutrientes, crescimen-to e produção do tomateiro cultivado em condi-ções de campo e estufa. Viçosa: UFV, 1998. 81 p.(Tese mestrado)

Figure 3. Estimated and measured leaf area index (LAI) for five plants of each crop (tomatoand cucumber), season and time of measurement. Each symbol corresponds to each of thefive plants measured. Piracicaba, ESALQ/USP, 1999/2001.

GUO, D.P.; SUN, Y.Z. Estimation of leaf area ofstem lettuce (Lactuca sativa var angustana) fromlinear measurements. Indian Journal ofAgricultural Sciences, v. 71, n. 7, p. 483-486, 2001.GUTIÉRREZ T.A.; LAVÍN A.A. Medicioneslineales en la hoja para la estimación no destructivadel área foliar en vides cv. Chardonnay. Agricul-tura Técnica, v. 60, n. 1, p. 69-73, 2000.MANIVEL, L.; WEAVER, R.J. Biometriccorrelations between leaf area and lengthmeasurements of ‘Grenache’ grape leaves.HortScience, v. 9, n. 1, p. 27-28, 1974.PAPADOPOULOS, A.P. Growing greenhouseseedless cucumbers in soil and in soilless media.1994. 126p. (Agriculture and Agri-Food CanadaPublication, 1902/E)PEDRO JÚNIOR, M.J.; RIBEIRO, I.J.A.;MARTINS, F.P. Determinação da área foliar emvideira cultivar Niágara Rosada. Bragantia, v. 45,n. 1, p. 199-204, 1986.

ROBBINS, N.S.; PHARR, D.M. Leaf areaprediction models for cucumber from linearmeasurements. HortScience, v. 22, n. 6, p. 1264-1266, 1987.SEPASKHAH, A.R. Estimation of individual andtotal leaf areas of safflowers. Agronomy Journal,v. 69, n. 5, p. 783-785, 1977.SILVA, N.F.; FERREIRA, F.A.; FONTES, P.C.R.;CARDOSO, A.A. Modelos para estimar a áreafoliar de abóbora por meio de medidas lineares.Revista Ceres, v. 45, n. 259, p. 287-291, 1998.STRIK, B.C.; PROCTOR, J.T.A. Estimating thearea of trifoliolate and unequally imparipinnateleaves of strawberry. HortScience, v. 20, n. 6, p.1072-1074, 1985.WILLMOTT, C.J. On the validation of models.Physical Geography, v. 2, n. 2, p. 184-194, 1981.